PEDOMAN PELAYANAN FISIOTERAPI DI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional di arahkan untuk mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan upaya pengelolaan berbagai sumber daya pemerintah maupun masyarakat sehingga dapat disediakan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan, efektif, efisien, bermutu dan terjangkau. Hal ini perlu didukung komitmen dan semangat yang tinggi dengan prioritas terhadap upaya kesehatan dengan pendekatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan diperlukan peranan daerah dalam mengelola berbagai sumber daya baik pemerintah maupun masyarakat. Dengan diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 23 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi, maka terjadi perubahan kebijakan tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah. Berpijak pada Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1363/Menkes/SK/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan izin Praktik Fisioterapi,
Keputusan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
No.
Kep/04/M.PAN/1/2004 tentang Jabatan Fungsional Fisioterapi dan Angka Kreditnya, Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 209/Menkes/SKB/III/2004; No. 07 tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapi dan Angka Kreditnya, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 376/Mnekes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1205/ MENKES/Per/X/2004 tentang Pedoman Persyaratan Kesehatan Pelayanan Spa, maka pelayanan fisioterapi dikembangkan kearah profesionalisme dan
tuntutan globalisasi. Searah dengan perkembangan Worls Trade Organization (WTO) khususnya Dokumen General Agreement on Trade and Services (GATS) tahun 2000 Fisioterapi tercatat sebagai jasa profesional dalam perdagangan bebas dunia, mengacu kepada kongres world Confederation for Physical Therapy XVI tahun 2007. B. TUJUAN 1. Umum Tersedianya pedoman bagi tenaga fisioterapi dalam mengembangkan pelayanan yang efektif dan efisien sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat pengguna jasa pelayanan fisioterapi di RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH, sehingga terselenggara pelayanan fisioterapi yang optimal dalam mendukung pencapaian upaya pelayanan kesehatan prima. 2. Khusus a. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan. 1) Sebagai acuan dalam penyusunan rencana pengembangan pelayanan fisioterapi di unit fisoterapi RSUD DJASAMEN SARAGIH. 2) Sebagai acuan dalam melaksanakan bimbingan teknis (clinical supervision) pelayanan fisioterapi. 3) Sebagai acuan dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi pelayanan fisioterapi. b. Bagi tenaga fisioterapi. 1) Sebagai acuan dalam menyusun rencana pengembangan berbagai jenis dan jenjang pelayanan fisioterapi di RSUD DJASAMEN SARAGIH 2) Sebagai acuan dalam melaksanakan konsep asuhan fisioterapi di RSUD DJASAMEN SARAGIH. 3) Sebagai acuan dalam evaluasi pelaksanaan pengembangan dan konsep asuhan fisioterapi.
C. Ruang Lingkup Pelayanan Fisioterapis merupakan tenaga profesional yang bertanggung jawab terhadap kapasitas fisik (kondisi fisik) dan kemampuan fungsional, yang dibagi kedalam beberapa kelompok pelayanan:
a. FTA (Fisioterapi Pediatri) b. FTB (Fisioterapi Musculoskeletal) c. FTC ( Fisioterapi Neuromusculer) d. FTD ( Fisioterapi Kardiaopulmonal) e. FTE ( Fisioterapi Geriatri dan obgyn) D. Batasan Operasional Sesuai falsafah dan tujuan yang terdapat dalam standar pelayanan fisioterapi, dimana fisioterapi memiliki batasan operasional dalam memberikan pelayanan yang di tujukan kepada individu dan atau kelompok dalam mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapi dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi edukatif. E. Landasan Hukum Pedoman pelayanan fisioterapi di RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH ini di susun berdasarkan : 1. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan 2. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 3. UU No. 23 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. 4. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 5. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 6. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom 7. Peraturan pemerintah No. 43 tahun 1988 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang cacat. 8. Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1994 tentang jabatan Fungsional 4 Negeri Sipil ( Lembaran Negara tahun 94 No. 22 tambahan Lembaran Negara No.3547). 9. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 10. Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi 11. Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah 12. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1575/MENKES/SK/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departeman Kesehatan. 13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Np. 104/ MENKES/PER/II/1999 tentang Rehabilitasi Medik 14. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159B/MENKES/PER/II/1988 tentang Rumah Sakit.
15. Kepmenkes RI No.1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. 16. Kepmenkes RI No. 131/MENKES/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional
BAB II STANDAR KETENAGAAN A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Fisioterapis terdiri dari fisioterapis lulusan pendidikan fisioterapi jenjang Diploma III, Diploma IV, Strata-1/Profesi, Strata-2/Specialisasi, dan Strata-3. B. Distribusi Ketenagaan Ketenagaan pelayanan fisioterapi terdiri dari fisioterapis dan tenaga penunjang pelayanan fisioterapi. C. Pengaturan Jam Kerja
Sesuai arahan dari Direktur RSUD Dr. Djasamen Saragih, maka jam layanan fisioterapi buka mulai pukul 09.00 wib dan tutup pada pukul 14.00 wib
BAB III STANDAR FASILITAS A. Denah Ruang
Kamar Mandi Lama/Gudang
Ruang Pelayanan Terapi
Kamar Mandi
Pintu masuk
Ruang Tunggu
Dapur/Ruang Istirahat Terapi
Ruang Ka. Unit
Ruang Pendaftaran
Ruang Tunggu Alat-alat latihan/Gym
B. Standar Fasilitas
Adanya fasilitas dan peralatan pelayanan fisioterapi yang sesuai standar peralatan dalam pelayanan fisioterapi 1. Loket pendaftaran dan pendataan 2. Fasilitas ruangan meliputi ruang tunggu pasien dan pengantar pasien, ruang pelayanan, keuangan, personalia dan ruang administrasi yang aksesibel. 3. Ruang fisioterapi pasif Ruang untuk memberikan pelayanan berupa suatu intervensi radiasi/gelombang elektromagnetik dan traksi, maupun latihan manipulasi yang diberikan kepada pasien yang bersifat individu 4. Ruang fisioterapi aktif a) Ruang senam (Gymnasium) Ruang tempat pasien melaksanakan senam (senam stroke, senam osteoporosis, senam hamil, senam diabetes dll..) b) Ruang hidroterapi 5. Peralatan pelayanan fisioterapi baik jenis, jumlah maupun kualitas yang memenuhi penyelenggaraan pelayanan fisioterapi. 6. Peralatan teknis pelayanan fisioterapi yang digunakan pada pasien/klien ditera setiap kurun waktu tertentu untuk menjamin efektifitas dan keamanan.
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN Kebutuhan Masyarakat akan pelayanan fisioterapi perlu disediakan dengan jaminan kualitas yang optimal, perlindungan keamanan bagi masyarakat pengguna, penyelenggara dan praktisi pelayanan, serta penyelenggaraan yang efektif dan efisien. Pelayanan fisioterapi harus tersedia secara berkesinambungan, dapat diterima secara wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan mampu menghadapi tantangan serta peluang globalisasi. Pelayanan fisioterapi dikembangkan dengan pertimbangan sebagai berikut : A. Masukan
1. Perangkat Hukum Profesi Fisioterapi a. Sesuai UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Keputusan Menteri PAN No. KEP/04/M.PAN/1/2004 tentang Jabatan Fungsional Fisioterapi dan Angka Kreditnya, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Ijin Praktik Fisioterapi, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 376/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi,
maka
penyelenggaraan pelayanan fisioterapi diatur sebagai berikut : 1) Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselanggarakan
upaya
pelayanan
fisioterapi
dengan
pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. 2) Sebagai tenaga kesehatan, fisioterapis : a). Bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangannya. b). Berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. c). Dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. 3) Fisioterapis
yang
melakukan
kesalahan
dan
atau
kelalaian
dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. Ada tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan. 4) Perlindungan hukum diberikan kepada : a) Fisipterapis yang melakukan upaya kesehatan setelah memiliki izin dari Menteri Kesehatan. b) Fisioterapis yang dalam melakukan tugasnya melaksanakan kewajiban mematuhi standar profesi. c) Fisioterapis yang dalam melakukan tugasnya melaksanakan kewajiban : (1) Menghormati hak pasien; (2) Menjaga kerahasiaan, identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
(3) Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang dilakukan; (4) Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan; (5) Membuat dan memelihara rekam medis (6) Melaksanakan tugas sesuai profesinya. 5) Fisioterapi yang dengan sengaja : a) Melakukan upaya kesehatan tanpa izin b) Melakukan upaya kesehatan tanpa adaptasi c) Melakuakan upaya kesehatan tidak sesuai standar profesi d) Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur huruf 4) c) butir (1) sampai dengan (6). Diancam pidana paling banyak Rp. 10.000.000,2. Standar Praktik Fisioterapi : Standar Praktik Fisioterapi Indonesia mengacu kepada hasil kongres ke 16 World Confederation for Physical Therapy (WCPT, 2007) memuat secara garis besar sebagai berikut : a. Administrasi dan manajemen b. Komunikasi c. Tanggungjawab terhadap komunitas d. Dokumentasi e. Perilaku etis f. Infomed Consent g. Hukum h. Manajemen pasien/klien i. Pengembangan personal dan professional j. Menjaga mutu k. Tenaga penunjang 3. Ketenagaan Ketenagaan pelayanan fisioterapi terdiri dari fisioterapis dan tenaga penunjang pelayanan fisioterapi. a. Fisioterapis
Fisioterapis terdiri dari fisioterapis lulusan pendidikan fisioterapi jenjang Diploma III, Diploma IV, Strata-1/Profesi, Strata-2/Spesialisasi, dan Strata-3. b. Tenaga penunjang pelayanan fisioterapi adalah tenaga administrasi dan tenaga multifungsi (care giver). 4. Pasien dan klien Pasien/klien adalah individu dan atau populasi yang membutuhkan untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan kemampuan gerak dan fungsi fisik sepanjang rentang kehidupan. Adanya fenomena transisi epidemologi, transisi demografi, emerging dan reemerging deseases, kecelakaan lalulintas dan kerja, perilaku hidup menunjukkan peningkatan kebutuhan pelayanan fisioterapi. 5. Sarana, Prasarana dan Alat Fisioterapi Kebutuhan akan sarana, prasarana dan alat dikembangkan menurut jenis dan kelas sarana kesehatan serta kekhususan pelayanan fisioterapi dengan memperhatikan jenis, jumlah, kualitas, keamanan dan keakuratan. Peralatan fisioterapi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 363/Menkes/PER/IV/1998 harus dikalibarasi. Untuk menjamin kualitas, keamanan dan keakuratan peralatan fisioterapi dilakukan pemeliharaan, perbaikan dan kalibrasi secara berkala. Sarana, prasarana dan alat fisioterapi sesuai jenis, kelas dan kekhususan pelayanan diatur tersendiri. B. Proses Fisioterapi Fisioterapis melakukan asuhan fisioterapi dengan pendekatan penyelesaian masalah dan atau pemenuhan kebutuhan , menggunakan metode ilmiah, berpegang teguh pada sumpah dan kode etik profesi fisioterapi, mengacu pada standar profesi serta standar pelayanan, sesuai dengan kewenangannya dalam siklus kegiatan proses fisioterapi. 1. Rujukan Fisioterapi: Sesuai SK Menkes No. 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan ijin Praktek Fisioterapis, pasien/klien bisa mendapatkan pelayanan fisioterapi dengan rujukan dari tenaga medis dan atau tanpa rujukan. Pelayanan fisioterapi tidak memerlukan rujukan hanya boleh dilaksanakan terhadap pelayanan yang bersifat promotif fan preventif, pelayanan untuk pemeliharaan kebugaran, memperbaiki
postur, memelihara sikap tubuh dan melatih irama pernapasan normal serta pelayanan dengan keadaan aktualisasi rendah bertujuan untuk pemeliharaan. 2. Asesmen Fisioterapi Asesmen Fisioterapi yaitu pemeriksaan pada perorangan atau kelompok untuk merumuskan keadaan nyata atau yang berpotensi untuk terjadi kelemahan keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau kondisi kesehatan lain dengan cara pengambilan perjalanan penyakit, atau history taking, sceening, tes khusus, pengukuran dan evaluasi dari hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam sebuah proses pertimbangan klinik dalam standar asesmen dikembangkan teknis pengukuran yang dilakukan untuk proses pengumpulan data. 3. Diagnosa dan Prognosa Fisioterapi Diagnosa adalah suatu label yang menggambarkan keadaan multi dimensi pasien atau klien yang di hasilkan dari pemeriksaan dan pertimbangan klinis, yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak mencakup gangguan/kelemahan (impairmen) limitasi fungsi (functional limitation), ketidakmampuan (disabilities) sindroma (sundromes), mulai dari sistem sel dan biasanya pada level sistem gerak dan fungsi Prognosa ialah prediksi perkembangan keadaan diagnostik pasien atau klien dimasa mendatang setelah mendapatkan intervensi fisioterapi. 4. Perencanaan dan Persetujuan Tindakan Fisioterapi Perencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan intervensi dan biasanya menuntun kepada pengembangan intervensi, termasuk hasil sesuai dengan tujuan yang terukur yang disetujui pasien atau klien, keluarga atau petugas kesehatan lainya dan menjadi pemikiran perencanaan alternatif untuk dirujuk kepada pihak lain bila dipandang kasusnya tidak tepat untuk fisioterapi. 5. Intervensi Fisioterapi Impelementasi dan modifikasi perencanaan untuk mencapai tujuan yang disepakati dan dapat termasuk penanganan secara manual, peningkatan gerakan, peralatan fisis, peralatan elektroterapeutis dan peralatan mekanis, pelatihan fungsional, penentuan bantuan dan peralatan bantu, intruksi dan konseling, dokumentasi, koordinasi dan komunikasi. 6. Evaluasi Fisioterapi
Keharusan untuk evaluasi atau re-asesmen untuk menetapkan keadaan diagnostik baru pasien atau klien setelah menjalani periode intervensi dan untuk menetapkan kriteria penghentian tindakan. 7. Rekam Fisioterapi Bahwa setiap pemberian dan atau tindakan pelayanan fisioterapi harus disertai dengan alat bukti yang disebut rekam fisioterapi dengan sanksi pelanggaran yang menyertainya sesuai Kepmenkes No. 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan izin Praktik Fisioterapi dan Permenkes RI No. 269/MENKES/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. Rekam fisioterapi dimulai sejak pasien/klien diterima disarana pelayanan fisioterapi, hingga berakhirnya masa pelayanan. Setiap pemberian pelayanan tersebut diatas wajib di sertakan bukti pemberian pelayanan yang tertuang dalam berbagai jenis formulir. Pengisian rekam fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis yang melaksanakan pelayanan terhadap pasien/klien. Sebagai acuan disusun formulir-formulir rekam fisioterapi, antara lain: a. Rujukan masuk dan keluar. b. Persetujuan/penolakan intervensi fisioterapi. c. Catatan proses dan perkembangan. d. Hasil pemeriksaan dan pengukuran kasus. e. Catatan hasil asesmen ulang serta asesmen akhir pada penyelesaian pelayanan. f. Rekomendasi tindak lanjut pelayanan untuk pasien/klien. g. Ringkasan riwayat keluar (discharge summary). 8. Terminasi Pelayanan Fisioterapi Terminasi (penghentian pelayanan fisioterapi) dilakukan bila : a. Berakhirnya proses pelayanan fisioterapi yang telah diberikan selama periode tunggal pelayanan fisioterapi atau tujuan yang diharapkan telah tercapai. b. Terjadi diskontinuasi, yaitu penghentian karena: 1) Fisioterapis menentukan bahwa tidak ada manfaat positip terhadap pasien/klien oleh tindakan pelayanan tersebut. 2) Pasien/klien tidak mau melanjutkan program pelayanan fisioterapi karena
menyangkut permasalahan komplikasi medik atau psikososial.
3) Pasien/klien keberatan atas pelayanan fisioterapi yang disebabkan oleh permasalahan dana/pembiayaan. 9. Koordinasi, Komunikasi, Pendidikan dan Instruksi Fisioterapi a. Koordinasi adalah kerjasama semua bagian yang terkait dengan pasien/klien. b. Komunikasi termasuk administrasi merupakan pertukaran informasi baik dengan pasien/klien maupun sesama pemberi pelayanan untuk menjamin pemberian pelayanan yang tepat, aman, komprehensif, efisien dan efektif mulai dari kedatangan sampai selesai. c. Pendidikan pasien/klien adalah proses pemberian informasi, pendidikan atau pelatihan kepada pasien/klien/keluarga. d. Instruksi berkaitan dengan kondisi, rencana, hasil yang diharapkan dan faktor resiko. Fisioterapis bertanggung jawab atas instruksi-instruksi yang diberikan kepada pasien/klien dan atau keluarganya. 10. Administrasi Biaya Pelayanan Fisioterapi Pemerintah bertugas menyelenggarakan dan menggerakkan peran serta masyarakat, dalam upaya kesehatan dengan merata dan terjangkau, serta memperhatikan fungsi sosial bagi masyarakat yang kurang mampu. Dengan semangat tersebut diatur pembiayaan pelayanan fisioterapi sebagai berikut : a. Proses pembiayaan (Billing Process) 1) Fee for service 2) Asuransi 3) Jaminan Kesehatan Masyarakat b. Sumber biaya : 1) Biaya sendiri 2) Swasta 3) Pemerintah 4) Pemerintah Daerah c. Pemanfaatan jasa pelayanan fisioterapi diatur sesuai ketentuan yang berlaku dengan memasukkan jasa pelayanan profesional fisioterapi sebagai komponen jasa pelayanan dengan bobot sesuai kepatutan. C. Keluaran Pelayanan Fisioterapi
Keluaran pelayanan fisioterapi diindikasikan dengan : 1. Secara umum diukur dari hasil survey kepuasan pasien/klien sedikitnya setahun dua kali 2. Secara khusus diukur dalam prosentase terhadap pasien/klien yang memperoleh menfaat sebagai berikut : a. Mencapai tujuan yang diharapkan b. Mengalami statusquo (flat) c. Mengalami kemunduran kondisi d. Tidak teridentifikasi D. Dampak Pelayanan fisioterapi memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja pelayanan kesehatan secara keseluruhan baik bagi pasien/klien, institusi maupun tenaga fisioterapi. 1. Terhadap pasien/klien. a. Lama (Length of stay) pasien rawat inap b. Menurunkan biaya kesehatan c. Meningkatkan kemandirian d. Lama pasien/klien istirahat kerja e. Meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan f. Meningkatkan produktifitas kerja g. Meningkatkan prestasi olahraga h. Menurunkan angka kesakitan masyarakat i. Meningkatkan usia harapan hidup j. Meningkatkan Human Development Index 2. Terhadap Institusi pelayanan: a. Meningkatkan jumlah pasien/klien (turn over) b. Meningkatkan pendapatan c. Mengembangkan organisasi dan meningkatkan citra institusi. 3. Terhadap fisioterapis : a. Meningkatkan keterampilan, ilmu dan teknologi dan etika. b. Meningkatkan kesejahteraan fisioterapis. c. Meningktakan nilai-nilai pengabdian profesional fisioterapi.
BAB V LOGISTIK Untuk mendukung berjalannya pelayanan fisioterapi dengan baik dan lancar maka dibutuhkan peralatan/perlengkapan sebagai penunjang kegiatan fisioterapi, antara lain: 1) Alat Tulis Kantor Pulpen
Tipe-X
Anak hekter
Buku Tulis
Gunting kecil
Slasiban
Spidol
Cutter
Lem Kertas
Penggaris
Klip Paper
2) Perlengkapan Fisioterapi Infomed consent
Lembar konsul Lembar Assesment pasien 3) Perlengkapan Rumah tangga Ember
Sapu ijuk
Keset kaki
Kasur
Kain pel
Tempat sampah
Spray
Sarung bantal
Serokan sampah
Handuk Kecil
Bantal
Brus kamar mandi
Handuk Besar
Sabun
BAB VI KESELAMATAN PASIEN Standar keselamatan pasien terdiri dari: 1) Hak Pasien Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden 2) Mendidik Pasien dan Keluarga Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan fisioterapi 3) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan eveluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Fisioterapi harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien 4) Mendidik staf tentang keselamatan pasien Fisioterapi menyelenggarkan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan
dan
memelihara
kompetensi
staf
sreta
mendukung
pendekatan
interdisipliner dalam pelayanan pasien 5) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
BAB VII KESELAMATAN KERJA Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Ruang Fisioterapi: 1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan peralatan Kesehatan 2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM fisioterapi 3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja 4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi 5. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk SDM fisioterapi 6. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU Program evaluasi dan pengendalian mutu mencakup pelaksanaan asuhan fisioterapi dan kepuasan pelanggan. Data hasil evaluasi dapat merupakan umpan balik dalam upaya penigkatan mutu. 1) Adanya program evaluasi dan peningkatan mutu tertulis tentang pelaksanaan asuhan fisioterapi a. Perencanaan evaluasi tentang pelaksanaan asuhan fisioterapi b. Mekanisme evaluasi dilaksanakan secara teratur dan terukur c. Hasil evaluasi dimanfaatkan sebagai umpan balik peningkatan standar asuhan 2) Adanya program evaluasi dan peningkatan mutu tertulis tentang kepuasan pelanggan
a. Perencanaan evaluasi tentang kepuasan pelanggan b. Mekanisme evaluasi dilaksanakan secara teratur dan terukur c. Hasil evaluasi dimanfaatkan sebagai umpan balik peningkatan citra pelayanan fisioterapi
BAB IX PENUTUP Terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat dicapai melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan fisioterapi dengan standarisasi dan akreditasi pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan. Pedoman pelayanan fisioterapi ini dapat menjadi acuan dalam perencanaan, penyelenggaraan, pengembangan, pembinaan dan pengawasan bagi semua pihak terkait termasuk organisasi profesi di berbagai tingkatan administrasi untuk mencapai pelayanan fisioterapi yang tepat, aman, akurat, komprehensif, terpadu, merata dan terjangkau. Pedoman pelayanan fisioterapi ini dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kemajuan IPTEK