DRAFT_ 8 JUNI 2015
2
3
4
5
6
7
8
9
Č5 26 27 28 29
Epinefrin
Epinefrin
Epinefrin
Inj 0,1% sub kutan
Inj 0,1% sub kutan
Inj 0,01%
Oralit
Oralit
Oralit
Serbuk untuk 200 ml air
Serbuk untuk 200 ml air
Serbuk untuk 200 ml air
Zinc
Zinc
Zinc
Tablet 20 mg
Sirup 10 mg/ml
Tablet dispersible 20 mg
Oksigen
Oksigen
Oksigen
Ih, gas dalam tabung
Ih, gas dalam tabung
Ih, gas dalam tabung
Cairan Parenteral
Cairan Parenteral
Ringer laktat
Ī ÒŌŊÑǾÕMÔPMP Ī ÒŌŊÑr Asetat Í MFÕĆÆEÃ
ÍÎ 1 Č 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
15
ALAT
NO Timbangan bayi 1 Timbangan anak 2 Pengukur Panjang Badan 3 Pengukur Tinggi Badan 4 Pengukur suhu tubuh 5 ARI Sound Timer atau arloji dengan 6
jarum detik Senter
7
BAHAN HABIS PAKAI Infus set dengan wing needles Semprit dan jarum suntik Kasa/kapas Kertas serap/tissue Kateter RDT (Rapid Diagnostic Test ) malaria jika pemeriksaan mikroskopis tidak tersedia RDT (Rapid Diagnostic Test ) HIV
Spatula lidah Pita LILA Tensimeter, manset anak dan stetoscop Pipa lambung (nasogastric tube – NGT) Alat pengisap lendir Alat penumbuk obat Gelas, sendok, dan teko (tempat air matang dan bersih) digunakan di Layanan Rehidrasi Oral Aktif (LROA)/pojok oralit Mikroskop
Penyiapan Obat dan Alat Kesehatan : Perencanaan kebutuhan obat dan alat kesehatan berdasarkan data kebutuhan (konsumsi) tahun sebelumnya, pola penyakit (epidemiologi) serta rencana pengembangan/intervensi program dengan mempermbangkan sisa stock. Permintaan kebutuhan obat dan alat kesehatan Puskesmas menggunakan formulir Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang ditujukan kepada instalasi farmasi kabupaten/kota.
10
11
12
13
14
1.
Bagian pendaaran
− Setelah menanyakan dan mencatat identas pasien, petugas menanyakan Buku KIA pada ibu atau pengasuh, untuk disertakan bersama dengan rekam medis pasien ke petugas pemberi layanan. Selain mencatat tanggal kunjungan di buku KIA, petugas juga mengingatkan agar seap ibu hamil/bersalin/nifas dan balita berobat ke fasilitas kesehatan dak lupa membawa kartu dan buku KIA. − Petugas pendaaran harus menyampaikan kepada orang tua/pengasuh bahwa pasien anak akan dilayani dengan pendekatan MTBS yang memeriksa anak secara lengkap sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari biasa, untuk itu dimohon kesabaran ibu/pengasuh pada saat menunggu atau pada saat anak mendapatkan pelayan kesehatan. − Petugas mengarahkan untuk menunggu di ruang tunggu pelayanan MTBS. 2.
Bagian Rekam Medis
Petugas rekam medik di Puskesmas agar membuat berkas tertata rapi sehingga memudahkan pada saat pencarian berkas dari pasien dan memaskan bahwa yang tercatat telah lengkap dan benar sehingga memenuhi kebutuhan pencatatan pelaporan termasuk untuk keperluan pelaporan Jaminan Kesehatan Nasional atau sistem asuransi kesehatan lainnya. 3.
Petugas MTBS
Semua perawat/bidan yang bertugas memberi pelayanan bayi muda dan balita sakit melakukan pendekatan MTBS, hal ini dak menutup kemungkinan setelah dilakukan klasifikasi dindaklanju dengan meminta pasien dibawa ke petugas gizi/sanitarian/imunisasi untuk mendapatkan KIE atau pelayanan imunisasi sesuai anjuran. Perawat dan bidan juga memberi KIE bagaimana merawat anak di rumah, mencegah anak sakit dan cidera pada anak serta kapan harus kembali bilamana diperlukan. Untuk daerah tertentu yang memiliki kebijakan bahwa semua pasien harus dilayani oleh dokter, maka setelah penilaian dan klasifikasi MTBS oleh perawat atau bidan semua pasien bayi muda dan balita sakit diserahkan ke dokter untuk ndak lanjutnya. Semua pasien dengan klasifikasi merah di rujuk, bisa pada dokter di Puskesmas/fasilitas pelayanan kesehatan primer lainnya atau ke RS tergantung pada kasusnya. 4.
Petugas Laboratorium
Pada kasus tertentu memerlukan pemeriksaan mikroskopik seper pasien diduga malaria, RDT malaria, ataupun RDT HIV dapat dilakukan oleh petugas laboratorium. Apabila puskesmas mampu, untuk penentuan diagnosis anemia dan demam berdarah petugas dapat melakukan pemeriksaan laboratorium berdasarkan anjuran dokter, demikian pula anak yang diduga menderita TBC. 5.
Petugas Imunisasi
Pelayanan imunisasi diberikan sesuai hasil penilaian MTBS. Pemberian imunisasi dapat dilakukan oleh perawat/bidan pemberi layanan anak ataupun petugas imunisasi. Petugas imunisasi juga bertugas untuk memaskan ketersediaan vaksin, penyimpanan
15
dan pencatatan penggunaan vaksin serta KIE terkait jadwal imunisasi. 6.
Petugas Gizi
Dalam pelayanan MTBS, petugas gizi berperan dalam; 1) penentuan status gizi balita sebelum dilakukan pelayanan oleh perawat dan bidan, 2) menerima rujukan anak dengan masalah gizi atau masalah pemberian ASI atau pemberian makan. Untuk mempermudah pemahaman dari orang tua/pengasuh KIE diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, menggunakan Buku KIA dan foodmodel serta bilamana perlu dengan prakk (cara menyusui yang benar). Petugas gizi juga melakukan upaya promof di dalam dan di luar gedung. Namun KIE ini juga bisa dilaksanakan oleh perawat/bidan yang memberi pelayanan bilamana pada saat yang sama petugas gizi dak berada di tempat. 7.
Petugas Layanan Rehidrasi Oral Akf
Petugas Layanan Rehidrasi Oral Akf berperan dalam: − Memfasilitasi orang tua/pengasuh dalam mencampur dan memberikan oralit dengan benar, serta pemberian zink − Memaskan orang tua/pengasuh menger berapa banyak oralit/cairan lain yang harus diberikan kepada anak. − Memaskan pemberian oralit di klinik pada 4 jam pertama rencana terapi B − Memberikan KIE tentang penyakit diare termasuk mencegah dan melindungi anak dari penyakit diare. − Mengajarkan cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir. 8.
Petugas obat
− Petugas obat mengklarifikasi nama pasien dengan nama yang tercantum pada kertas resep. − Menyiapkan obat baik jenis, takaran dan keemasan sesuai dengan resep yang diterima dan mengklarifikasi apakah nama anak sesuai dengan obat yang diberikan, hal ini untuk menghindari salah pemberian obat. − Memberi penjelasan kepada orang tua/pengasuh cara pemberian, dosis dan lama pemberian serta memaskan mereka memahmi dengan meminta mengulang apa yang tadi disampaikan. − Menghitung kebutuhan obat terkait pelayanan MTBS, melakukan analisis pemakaian obat MTBS dan melaporkannya jika ditemukan peningkatan penggunaannya.
16
BAB III PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
Keberhasilan penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit terjadi bilamana kega komponen yakni 1) penguatan sistem pelayanan kesehatan, 2) peningkatan kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan dalam pelayanan bayi muda dan balita sakit dengan pendekatan MTBS dan 3) peningkatan pengetahuan orang tua/pengasuh anak dalam perawatan bayi muda dan balita, deteksi dini dan pencarian pertolongan kesehatan dilaksanakan secara bersama-sama. 1. Penguatan Sistem Pelayanan Kesehatan Anak
Seluruh balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun dan bayi muda umur < 2 bulan harus dilayani dengan pendekatan MTBS. Hal ini sejalan dengan Permenkes Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak, dan Standar Pelayanan Minimal. Kesinambungan pelayanan dengan pendekatan MTBS didukung oleh kebijakan dari Kepala Puskesmas yang berusaha semaksimal mungkin adanya ketersediaan, kemampuan dan kemauan SDM pelaksana yang patuh terhadap standar, ketersediaan faktor pendukung, ketersediaan biaya operasional, supervisi fasilitaf yang berjenjang, penguatan sistem rujukan serta adanya evaluasi berkala dampak penerapan MTBS. Dengan demikian Kepala Puskesmas dan dokter memaskan perawat dan bidan di Puskesmas dan jaringannya patuh terhadap standar baik dalam hal melakukan penilaian, klasifikasi, ndakan atau pengobatan dan saat menyampaikan informasi serta melaksanakan komunikasi dan edukasi. Semua kegiatan Tatalaksana Balita Sakit maupun Tatalaksana Bayi Muda dicatat dalam buku Register Rawat Jalan Balita Sakit atau Register Rawat Jalan Bayi Muda, serta melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Pada kasus tertentu yang membutuhkan koordinasi dengan program lain seper kesehatan lingkungan, Perkesmas, atau menindaklanju kasus-kasus yang sangat memerlukan kunjungan ulang namun orang tua atau pengasuh dak melakukan, maka SDM kesehatan Puskesmas diharapkan melakukan pelayanan out reach dengan memanfaatkan dana operasional Puskesmas, BOK dan dana Kapitasi sesuai ketentuan yang berlaku. Agar terlaksana kesinambungan pelayanan balita sakit pemerintah Kabupaten/Kota juga memperkuat kualitas pelayanan anak di fasilitas rujukan, melakukan berbagai upaya untuk mempermudah akses pelayanan serta peningkatan pemberdayaan keluarga danmasyarakat terkait kesehatan anak.
2. Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan serta Kepatuhan Terhadap Standar.
MTBS dilaksanakan oleh perawat, bidan dan dokter (sebagai penerima rujukan dan supervisor) dan petugas lain terkait dengan kompetensi dan wewenangnya. Kepala Puskesmas dan dokter memaskan bahwa perawat dan bidan yang memberi pelayanan balita sakit, bayi muda dan kunjungan neonatal memiliki kemampuan dan patuh pada
17
standar MTBS, demikian pula petugas lainnya seper petugas gizi, obat, dan petugas imunisasi. Untuk itu perlu dipaskan bahwa semua petugas yang terlibat dalam pelayanan MTBS selalu terupdate pengetahuan dan kompetensinya. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dapat melalui pelahan Standarisasi MTBS, ICATT, refreshing, in house training maupun On The Job training (OJT). Kepala Puskesmas dan dokter serta tenaga terlah MTBS melakukan on the job training bagi perawat dan bidan lainnya. Untuk memaskan kesinambungan pengetahuan dan ketrampilan serta kepatuhan SDM Kesehatan dalam penerapan MTBS, maka Kepala Puskesmas dan dokter harus ; • Melaksanakan on the job training secara bertahap bagi petugas yang belum terlah • refreshing MTBS • melaksanakan supervisi fasilitaf, • Kaderisasi fasilitator internal di Puskesmas melalui metode pendampingan • Memonitor secara berkala implementasi penerapan MTBS di Puskesmas dan jaringannya • membahas manajemen kasus balita sakit dan bayi muda serta hasil kunjungan neonatal secara berkala • menindaklanju kendala di lapangan bilamana dijumpai SDM yang dak patuh terhadap standar..
3.
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan orang tua dan pengasuh
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan orang tua maupun pengasuh dalam perawatan balita sakit dan bayi muda dilaksanakan melalui penyampaian informasi dan melaksanakan komunikasi dan edukasi secara terus menerus dan bertahap, baik perorangan maupun kelompok. Upaya promosi kesehatan bagi balita dan bayi muda secara berkelmpok bisa dilakukan di dalam gedung Puskesmas maupun di luar gedung terintegrasi dengan kegiatan lainnya seper Posyandu, POS PAUD dan BKB dengan menggunakan alat bantu media yang paling sesuai. Kegiatan KIE ini juga harus dilaksanakan pada seap kunjungan balita sakit dan kunjungan bayi muda (termasuk kunjungan neonatal) yang pada kesempatan itu juga diberikan contoh langsung atau dengan menggunakan media seper Buku KIA, lembar balik, leaflet, dan video. Dalam berkomunikasi hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami orang tua atau pengasuh. Yang paling penng disini adalah memberi kesempatan pada orang tua dan pengasuh untuk bertanya hal-hal yang perlu diketahui oleh mereka terkait dengan bayi muda dan balita sakit yang dilayani. Sediakan waktu untuk mengklarifikasi pemahaman dari orang tua/pengasuh agar dak terjadi salah pengeran dan mereka bisa menindaklanju setelah sesampainya di rumah.
18
Berikut hal-hal yang dilakukan atau disampaikan pelayanan MTBS, antara lain; 1. cara memberikan obat oral di rumah. 2. cara mengoba infeksi lokal di rumah. 3. cara memberikan cairan di rumah. 4. masalah pemberian ASI dan makanan anak. 5. kapan harus kembali untuk kunjungan ulang 6. manfaat kunjungan ulang dan alasan mengapa perlu kunjungan ulang 7. kapan atau kondisi bagaimana harus segera membawa anak ke puskesmas 8. KIE tentang pencegahan cidera pada anak.
19
BAB IV PENCATAAN DAN PELAPORAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
Pencataan dan pelaporan pada rangkaian kegiatan MTBS mengiku sistem pencatatan dan pelaporan yang sudah berjalan dan berpedoman pada Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP). Pencatatan dan pelaporan MTBS mendukung kebutuhan data KOHORT, Buku KIA, LB1, LB3, LPLPO, laporan program terkait dengan pelayanan MTBS (termasuk vaksin dan alat kesehatan) dan kebutuhan laporan lainnya. Kepala Puskesmas memaskan adanya kesinambungan pencatatan dan pelaporan yang akurat dan tepat waktu. Pengelola dan penanggung jawab program terkait kesehatan anak baik di ngkat Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memanfaatkan data tersebut untuk dilakukan analisa dan dindaklanju sesuai dengan kondisi yang ada pada saat itu. A.
PENCATATAN MTBS
Pencatatan MTBS dimulai di bagian pendaaran. Semua balita sakit dan bayi muda sehat yang berkunjung ke Puskesmas diminta memperlihatkan buku KIA nya dan dicatat tanggal kunjungan, demikian juga pada Family Folder dicatat nomor rekam medis, hari, tanggal kunjungan yang memudahkan dan mempercepat pencarian disamping tercatat pada buku kunjungan pasien. Pelayanan neonatal (pada kunjungan 1,2 dan 3) dicatat pada Buku KIA tanggal dan hasil pelayanan. Langkah pelayanan MTBS sesuai dengan Formulir Tatalaksana Bayi Muda dan Fomulir Tatalaksana Balita Sakit yang harus dikerjakan dan diisi dengan lengkap dan diparaf karena ini merupakan buk pelayanan yang diberikan. Hasil pemeriksaan berupa klasifikasi yang nannya dikonversi menjadi diagnosa berdasarkan ICD 10 dicatat pada Register Rawat Jalan Balita Sakit atau Register Rawat Jalan Bayi Muda yang sudah dimodifikasi mengakomodir langkah penilaian klasifikasi MTBS, pada register ini juga tersedia kolom untuk diagnose penyakit diluar klasifikasi MTBS. Pemberi pelayanan sesuai standar harus mengisi semua kolom yang ada di Register Rawat Jalan. Dari Register Rawat Jalan akan diperoleh informasi mengenai status gizi, data imunisasi, data kesakitan yang dikonversi ke ICD 10, pengobatan/ndakan dan KIE yang disampaikan serta jumlah kasus yang perlu dirujuk. Tidak menutup kemungkinan pencatatan klasifikasi atau diagnosis dan pengobatan yang diberikan dicatat ulang pada rekam medis pasien. Untuk pencatatan pelayanan MTBS ada beberapa pilihan yang dapat digunakan, sesuai kondisi puskesmas, yaitu:
20
1.
Mengggunakan formulir tatalaksana balita sakit dan fomulir tatalaksana bayi muda. Formulir Tata Laksana Bayi Muda juga digunakan oleh perawat dan bidan pada saat melakukan kunjungan neonatal (KN) dilanjutkan dengan pencatatan pada register rawat jalan bayi muda dan register rawat jalan balita sakit.
2.
Daerah atau Puskesmas yang sudah memiliki fasilitas, dapat menggunakan sistem komputer untuk pencatatan rekam medik elektronik. Arnya formulir tatalaksana bayi muda dan formulir balita sakit serta register rawat jalan bayi muda dan register rawat jalan balita sakit secara komputeres.
3.
Untuk daerah yang mengalami kesulitan dalam penggandaan formulir, pelayanan dapat dicatatkan pada rekam medik, untuk memudahkan perawat dan bidan dalam melakukan langkah-langkah MTBS, pada buku Bagan MTBS akan dilampirkan Fomulir Tatalaksana Balita Sakit dan Fomulir Tatalaksana Bayi Muda yang di laminang. Bidan/perawat mengisi formulir yang dilaminang dengan menggunakan spidol yang dapat dihapus pada saat melayani bayi muda/balita sakit. Setelah mengisi register rawat jalan, mereka mengapus tulisan pada formulir tersebut untuk digunakan pada saat melayani bayi muda/balita sakit dengan pendekatan MTBS.
Untuk memudahkan mendapatkan data sebelumnya pada pasien kunjungan ulang atau pasien lama, maka pada rekam medis atau family folder harus dicatat hari tanggal serta nomor urutnya di register rawat jalan. Hasil pencatatan pada Register Rawat Jalan Balita Sakit, Register Rawat Jalan Bayi Muda dan Kunjungan Neonatal dindaklanju untuk dimasukan ke : 1. Buku KIA : Status Gizi, imunisasi yang diberikan, hasil kunjungan neonatal dan catatan kesehatan anak. 2. Kohort Bayi dan Kohort Anak Balita dan Pra Sekolah; imunisasi yang diberikan, Kunjungan Neonatal 3. LB1 4. LB3 5. LPLPO Kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas bersama dengan bidan koordinator secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi terkait dengan pencataan di atas agar akurat dan tepat waktu. Mereka juga meminta penanggung jawab wilayah dan penanggung jawab program terkait MTBS menindaklanju bila dilihat dari hasil analisa data ditemukan masalah agar terjadi kesinambungan pelayanan MTBS yang berkualitas.
B. PELAPORAN HASIL PELAYANAN
Hasil pelayanan MTBS dilaporkan secara berkala melalui mekanisme yang ada. Laporan hasil kunjungan balita sakit dan kunjungan bayi muda termasuk hasil kunjungan neonatal dilakukan seap bulan. Data tersebut kemudian diolah, data dikelompokkan dan dijumlahkan sesuai jenis penyakit menurut kode ICD 10. Data yang telah diolah tersebut kemudian dilaporkan melalui SP2TP seap bulan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
21
3. Demam Bukan Malaria
R 50
Demam yang tidak diketahui penyebabnya
4. Campak Dengan Komplikasi Berat
B 05.1
Campak dengan Meningitis
B 05.2
Campak dengan Pneumonia
5. Campak Dengan Komplikasi Mata atau Mulut
B 05.8
6. Campak
B 05.9
Campak dengan komplikasi mata atau mulut Campak Tanpa Komplikasi
Z 86
V
Jika ditemukan penyebab lain dari demam, tentukan diagnosa ICD 10 yang sesuai
9. Demam Mungkin Bukan DBD
R 50
Demam yang tidak diketahui penyebabnya
A 01
Demam tifoid dan paratifoid
1. Mastoiditis
H 70
Mastoiditis
2. Infeksi Telinga Akut
H 60
Otitis Eksterna
H 65.0
Otitis Media Akut Serosa Otitis Media Akut Supuratifa Otitis Media Supuratif Kronik, tidak spesifik
MASALAH TELINGA
3. Infeksi Telinga Kronis
H 66.3
4. Tidak Ada Infeksi Telinga
-
STATUS GIZI
E 40
Kwashiorkor
E 42
Marasmus
2. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
E 43
3. Gizi Kurang
E 63.9
Gizi buruk tanpa komplikasi Gizi kurang, tidak spesifik
4. Normal
-
1. Gizi Buruk Dengan Komplikasi
VII
Jika ada riwayat campak dalam 3 bulan terakhir.
A 91
H 66.0
VI
Riwayat penyakit infeksi dan parasit Demam Berdarah Dengue Demam Dengue
7. Demam Berdarah Dengue (DBD) 8. Mungkin DBD
A 90
Jika ditemukan penyebab lain dari demam, tentukan diagnosa ICD 10 yang sesuai
ANEMIA
22
Khusus kondisi Stunting dengan kode E 45
Instrumen pelaporan yang digunakan dalam SP2TP adalah : 1. Laporan Bulanan 1b / Instrument Review Data Kesakitan Bulanan (LB 1b) 2. Laporan Bulanan 2 (LB2) /Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) 3. Laporan Bulanan 3 Pada saat Lokakarya mini di Puskesmas dan saat pertemuan gabulanan dengan lintas sektor dan m penggerak PKK serta kader perlu disampaikan hal penng hasil pelayanan MTBS dan hal-hal yang perlu dindaklanju. Hal yang sama juga dilakukan pada kegiatan di ngkat Kabupaten/Kota. Pada kondisi tertentu laporan dapat sesegera mungkin bilamana ditemukan peningkatan kasus baik penyakit menular maupun dak menular. Pada penyakit yang menular ataupun yang berkaitan dengan lingkungan segera dilakukan survailance. Bagan Alur Pelaporan MTBS
Kementerian Kesehatan RI
Dinas Kesehatan Provinsi
SP2TP (LB1b,LB2, LB3a)
Register Rawat Jalan & Kohort
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Puskesmas
23
KONVERSI KLASIFIKASI MTBS KE DALAM KODE DIAGNOSIS (ICD 10)
Tabel. BALITA SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN Í Î I
KLASIFIKASI KODE
ICD 10 Tahun 2015 DIAGNOSA
R 56.0 A 35 G 03.9 G 04
Kejang Demam Tetanus Meningitis, tidak spesifik Ensefalitis
A 36.9
Diphteri
1. Pneumonia Berat
J 18.9
Pneumonia, tidak spesifik
2. Pneumonia
J 18.9 J 06.9
Pneumonia, tidak spesifik
1. Diare Dehidrasi Berat
A 09
Gastroenteritis dan Kolitis, tidak spesifik
2. Diare Dehidrasi Ringan/Sedang 3. Diare Tanpa Dehidrasi 4. Diare Persisten Berat
A 09
5. Diare Persisten
A 09
6. Disenteri
A 06
Gastroenteritis dan Kolitis, tidak spesifik Gastroenteritis dan Kolitis, tidak spesifik Gastroenteritis dan Kolitis, tidak spesifik Gastroenteritis dan Kolitis, tidak spesifik Amebiasis
B 50
Malaria falciparum
B 51 B 52 B 53
Malaria vivax Malaria malariae Malaria ovale
Jika hasil pemeriksaan, positif malaria
B 54
Malaria tidak spesifik
B 50 B 51 B 52 B 53
Malaria Malaria Malaria Malaria
Jika hasil pemeriksaan negatif malaria atau tidak dilakukan pemeriksaan Mikroskopis/RDT
TANDA BAHAYA UMUM
.Penyakit Sangat Berat
II
IV
Penetapan diagnosa disesuaikan dengan tanda/gejala dan pemeriksaan fisiknya
BATUK ATAU SUKAR BERNAPAS
3. Batuk Bukan Pneumonia
III
KETERANGAN
Infeksi Saluran Napas Atas Akut, tidak spesifik
DIARE
A 09 A 09
DEMAM
1. Penyakit Berat Dengan Demam (risiko tinggi/rendah)
2. Malaria
24
falciparum vivax malariae ovale
3. Demam Bukan Malaria
R 50
Demam yang tidak diketahui penyebabnya
4. Campak Dengan Komplikasi Berat
B 05.1
Campak dengan Meningitis
B 05.2
Campak dengan Pneumonia
5. Campak Dengan Komplikasi Mata atau Mulut
B 05.8
6. Campak
B 05.9
Campak dengan komplikasi mata atau mulut Campak Tanpa Komplikasi
Z 86
V
Jika ditemukan penyebab lain dari demam, tentukan diagnosa ICD 10 yang sesuai
9. Demam Mungkin Bukan DBD
R 50
Demam yang tidak diketahui penyebabnya
A 01
Demam tifoid dan paratifoid
1. Mastoiditis
H 70
Mastoiditis
2. Infeksi Telinga Akut
H 60
Otitis Eksterna
H 65.0
Otitis Media Akut Serosa Otitis Media Akut Supuratifa Otitis Media Supuratif Kronik, tidak spesifik
MASALAH TELINGA
3. Infeksi Telinga Kronis
H 66.3
4. Tidak Ada Infeksi Telinga
-
STATUS GIZI
E 40
Kwashiorkor
E 42
Marasmus
2. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
E 43
3. Gizi Kurang
E 63.9
Gizi buruk tanpa komplikasi Gizi kurang, tidak spesifik
4. Normal
-
1. Gizi Buruk Dengan Komplikasi
VII
Jika ada riwayat campak dalam 3 bulan terakhir.
A 91
H 66.0
VI
Riwayat penyakit infeksi dan parasit Demam Berdarah Dengue Demam Dengue
7. Demam Berdarah Dengue (DBD) 8. Mungkin DBD
A 90
Jika ditemukan penyebab lain dari demam, tentukan diagnosa ICD 10 yang sesuai
ANEMIA
25
Khusus kondisi Stunting dengan kode E 45
1. Anemia Berat
D 64.9
Anemia tidak spesifik
2. Anemia
D 64.9
Anemia tidak spesifik
D 50.9
Anemia defisiensi besi tidak spesifik
3. Tidak Anemia
VIII
IX
-
STATUS HIV
1. Terkonfirmasi HIV
B 20
Penyakit HIV
2. Terpajan HIV
Z 20.6
3. Diduga Terinfeksi HIV
Z 11.4
Kontak dan suspek terinfeksi HIV Ada gejala, diperlukan penapisan HIV
4. Kemungkinan Bukan Infeksi HIV
-
MASALAH LAIN
J 02.9
J 35.01
Pharyngitis Akut, tidak spesifik Tonsilitis Akut, tidak spesifik Tonsilitis Kronik
B 35
Dermatofitosis
B 86
Skabies
L 22
Dermatitis popok
B 37
Kandidiasis mulut
B 26
Parotitis
B 77
Askariasis
H 10
Konjungtivitis
H 01
Blepharitis
H 00
Hordeolum
J 30
Rhinitis akut (pilek)
J 03.9
Berbagai jenis Tinea
Tabel. BAYI MUDA UMUR KURANG DARI 2 BULAN NO
KLASIFIKASI KODE
I
ICD 10 DIAGNOSA
KETERANGAN
KEMUNGKINAN PENYAKIT SANGAT BERAT ATAU INFEKSI BAKTERI
1. Penyakit Sangat Berat atau Infeksi Sangat Berat
R 56.0
Kejang Demam
A 33 G 03.9
Tetanus Neonatorum Meningitis, tidak spesifik
A 36.9 J 18.9
Diphteri Pneumonia, tidak spesifik
26
Penetapan diagnosa disesuaikan dengan tanda/gejala dan pemeriksaan fisik.
II
III
2. Infeksi Bakteri Lokal
A 48
3. Mungkin Bukan Infeksi
-
IKTERUS
1. Ikterus Berat
P 59.9
2. Ikterus
P 59.9
3. Tidak Ada Ikterus
-
Ikterus bayi baru lahir tidak spesifik Ikterus bayi baru lahir tidak spesifik
DIARE
1. Diare Dehidrasi Berat 2. Diare Dehidrasi Ringan/Sedang 3. Diare Tanpa Dehidrasi IV
Penyakit bakteri lain yang tidak terklasifikasi
A 09 A 09 A 09
Gastroenteritis dan Kolitis, tidak spesifik Gastroenteritis dan Kolitis, tidak spesifik Gastroenteritis dan Kolitis, tidak spesifik
STATUS HIV
1. Infeksi HIV terkonfirmasi
B 20
Penyakit HIV
2. Terpajan HIV
Z 20.6
Kontak dan suspek terinfeksi HIV
3. Kemungkinan Bukan Infeksi HIV V
KEMUNGKINAN BERAT BADAN RENDAH DAN MASALAH PEMBERIAN ASI
1. Berat Badan Rendah Menurut Umur dan/atau Masalah 2. Berat Badan Pemberian ASI Tidak Rendah dan Tidak Ada Masalah Pemberian ASI VI
MASALAH PEMBERIAN MINUM ATAU BERAT BADAN RENDAH PADA BAYI YANG TIDAK MENDAPAT ASI
1. Berat Badan Rendah atau Masalah Pemberian Minum 2. Berat Badan Tidak Rendah dan Tidak Ada Masalah Pemberian Minum
27
BAB V PEMANTAUAN DAN PEMBINAAN PENERAPAN MTBS
Pada penerapan MTBS perlu dilakukan pemantauan dan pembinaan yang dilaksanakan secara berkala dan berjenjang. Mengingat pelayanan MTBS bersifat komprehensif dan melibatkan beberapa lintas program terkait di ngkat pelaksana di Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan, maka pemantauan dan pembinaan MTBS hendaknya dilakukan secara terpadu. Pemantauan dapat dilaksanakan secara dak langsung dari pencatatan dan pelaporan, atau secara langsung dengan melihat bagaimana penerapannya di seap level. Dari hasil pemantauan ini dilakukan analisis fokus perhaan pada permasalahan, kendala, progress dan faktor pendukung yang dindaklanju dengan pembinaan. Pembinaan lebih menekankan pada upaya perbaikan yang harus dilakukan. Supervisi fasilitaf merupakan bagian dari pemantauan dan pembinaan yang bersifat langsung, kegiatan sistemak untuk memaskan secara detail penerapan MTBS, apakah pemberi pelayanan melaksanakan MTBS sesuai standar, bagaimana penerapan MTBS di Puskesmas dan di ngkat Kabupaten/Kota. Supervisi fasilitaf mengama seluruh proses pelaksanaan MTBS yang melipu persiapan penerapan serta hasil penerapan MTBS, antara lain; apakah kasus balita sakit menurun, ulisasi Puskesmas untuk balita sakit meningkat, follow up pelayanan; sembuh, dirujuk atau bahkan meninggal. Mengapa Supervisi Fasilitaf dibutuhkan;
Secara umum supervisi fasilitaf dibutuhkan untuk memaskan terlaksananya seluruh rangkaian penerapan MTBS, dimulai dari analisis situasi, dukungan kebijakan dan koordinasi, tersedianya sumber daya, pembiayaan dan dukungan jaminan kesehatan, keterampilan petugas, terlaksananya tatalaksana balita sakit sesuai standar MTBS, dan pencarian pertolongan di masyarakat. Adapun secara khusus, supervisi fasilitaf diharapkan dapat menghasilkan: a. Tatalaksana kasus lebih efekf, rasional dan aman. b. Kesinambungan peningkatan movasi pelaksana MTBS di Puskesmas. c. Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pelayanan Puskesmas. d. Kesinambungan dukungan pengambil kebijakan dalam penerapan MTBS. Pelaksana supervisi fasilitaf MTBS 1. Kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas dibantu bidan koordinator terhadap tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan MTBS di Puskesmas dan jaringannya. 2. Penanggung jawab program terkait MTBS Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (KIA, P2M, Gizi, Imunisasi, Perkesmas, Surveilans, Penanggung Jawab Obat dan Penanggung Jawab Sarana Prasarana dan Alat ) dan profesi (IDI, IBI dan PPNI).
28
Waktu pelaksanaan supervisi fasilitaf; 1. Run : dilaksanakan 2 kali dalam satu tahun. 2. Sewaktu : supervisi pasca pelahan dan pasca orientasi (4-6 minggu) Kepala dan dokter Puskesmas sebaiknya melaksanakan supervisi fasilitaf sesering mungkin untuk menjaga kualitas pelayanan kesehatan anak di Puskesmas. Kegiatan supervisi fasilitaf juga bisa dikombinasikan dengan supervisi program lain atau kegiatan distribusi logisk. Tabel. Jenjang Supervisi Fasilitaf Penerapan MTBS di Puskesmas
JENJANG SUPERVISI
PELAKSANA
Tim MTBS Propinsi atau Penanggung jawab program (KIA, imunisasi, Gizi,Perkesmas, P2M, surveilans) dan Profesi (IDI, IDAI, IBI, PPNI) DINKES KABUPATEN/ KOTA
PUSKESMAS
KOMPONEN
PERANGKAT
WAKTU
Penyusunan analisis situasi daerah
Pedoman DTPS KIBBLA
Penyusunan kebijakan daerah
Daftar tilik Kebijakan yang mendukung/terkait MTBS (SK, peraturan-peraturan)
Penyusunan rencana pembiayaan & penganggaran kesehatan
Daftar tilik kesesuaian RAD (rencana anggaran daerah) dan Realisasi Keuangan Daerah (RKD) untuk indikatorindikator terpilih pelayanan MTBS
2 kali setahun
Manajemen & koordinasi
Analisis tupoksi dan komposisi Tim MTBS Kabupaten
2 kali setahun
Tim MTBS Penyediaan Kabupaten/Kota atau sarana Penanggung jawab prasarana, Sumber daya Manusia
Aplikasi Sarana dan prasarana Alat Kesehatan (ASPAK) dan LPLPO Analisis Beban Kerja, jumlah dan kompetensi SDM di pelayanan kesehatan primer
Pembiayaan dan jaminan kesehatan Kebutuhan pelayanan (demand
Daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Non PBI
Kesinambung an pelayanan
Kuesioner wawancara tindak lanjut di tempat rujukan
Kualitas pelayanan
Instrumen kepatuhan pemberi layanan MTBS (menggunakan instrumen
29
Kuesioner wawancara tindak lanjut terhadap keluarga balita, wawancara penerima
MONITORING EVALUASI PENERAPAN MTBS
Dalam penerapan MTBS selain dilakukan supervisi fasilitaf juga dilakukan monitoring evaluasi. Monitoring bisa dilakukan secara: 1. Internal Dilakukan oleh Kepala Puskesmas, dokter Puskesmas dan bidan koordinator Instrumen yang digunakan: Daar lik monev penerapan MTBS di Puskesmas 2. Eksternal Dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kab/Provinsi Instrumen yang digunakan: Daar lik Monev penerapan MTBS di Kabupaten Dalam MONITORING dilakukan penilaian : A. Masalah apa saja yang mbul dalam menerapkan MTBS di Puskesmas? 1. Data Sekunder:
a) Kasus& lokus; apa jenis penyakitnya dan berasal dari wilayah mana? b) Ketersediaan logisc; bagimana ketersediaan obat, vaksin, alat, register, formulir dan media KIE apakah ada kendala dalam jumlah dan pengadaan? c) Kepatuhan petugas; bagaimana petugas melaksanakan MTBS di lapangan, apakah sudah sesuai dengan Standard Operasional yang ditetapkan? d) Ketepatan dalam pencatatan dan pelaporan; apakah data dalam pencatatan dan pelaporan sudah benar dan lengkap? 2. Data Primer
a) Kualitas KIE; apakah petugas sudah memberikan KIE dengan baik, lengkap dan bisa dimenger oleh orang tua atau pengasuh? b) Pemahaman dari orangtua/pengasuh; apakah orang tua atau pengasuh paham tehadap penjelasan dari petugas dan bisa menerapkan secara benar kepada anak? c) Idenfikasi masalah dalam penerapan MTBS; apakah masalah mbul dari SDM/petugas, faktor pendukung, dari orang tua atau pengasuh dan dari factor social ekonomi? B. Bagaimana dengan perencanaan? - anggaran untuk penerapan MTBS - supervisi fasilitaf Apakah besaran anggaran dan pelaksanaan supervisi fasilitaf sesuai dengan yang direncanakan C. Apakah output penerapan MTBS di puskesmas sesuai rencana?
30