PEMBUATAN BIOETANOL GEL Bioetanol Gel 12/05/2011 — chrismiadi Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang potensial karena sumbernya mudah diperbaharui. Namun penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dirasa masih jarang. Hal ini disebabkan pabrik yang memproduksi bioetanol terbatas dan terkendala saat pendistribusiannya yaitu mudah tumpah. Selain itu , bioetanol yang berwujud cair lebih beresiko mudah tumpah dan mudah meledak karena sifatnya yang volatil Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka bioetanol cair diubah menjadi bioetanol gel. Penelitian ini bertujuan mencari pengaruh air dan carbopol terhadap flash point, nilai kalor, dan viskositas bioetanol gel yang dihasilkan. Variabel kendali dalam penelitian ini adalah bioetanol 90% (berat); waktu pengadukan 1 jam dan variabel berubahnya adalah carbopol 0,85% ; 1,05% ; 1,25% (% berat) dan air 7,5% ; 7,9%; 8,3% (% berat).Data pada penelitian ini akan diproses dengan menggunakan Metode Respon Permukaan sehingga diperoleh hasil berupa pengaruh masing – masing variabel terhadap bioetanol yang dihasilkan dan kondisi operasi optimum. Dari penelitian diperoleh, flash point dipengaruhi oleh persentase air dan persentase carbopol; nilai kalor dipengaruhi oleh persentase air, persentase carbopol, dan interaksi keduanya; viskositas dipengaruhi oleh carbopol. Nilai flash point optimum 21 0C dan nilai kalor optimum 4000 cal/g diperoleh pada kondisi operasi persentase air 7,9 % dan persentase carbopol 1,09 %. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat. BBM menjadi kebutuhan yang sangat penting dan paling dicari oleh masyarakat. Terutama minyak tanah, hampir semua lapisan masyarakat menggunakan minyak tanah. Namun karena deposit minyak bumi Indonesia hanya tinggal 20 tahun maka harus dicari bahan bakar alternatif lain yang dapat menggantikan minyak tanah(Siagian, 2007).
Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang potensial karena sumbernya mudah diperbaharui. Namun ada beberapa kendala yang harus dihadapi agar bioetanol dapat digunakan oleh masyarakat secara luas. Yaitu bioetanol hanya diproduksi di daerah tertentu, tidak setiap daerah terdapat produsen bioetanol. Bioetanol yang berbentuk cair beresiko tumpah saat didistribusikan ke daerah lain. Hal ini disebabkan biasanya bioetanol didistribusikan dalam drum-drum yang kurang aman dalam pengangkutannya (jika dibandingkan pengangkutan minyak tanah oleh Pertamina yang dimasukkan dalam tangki). Selain itu , bioetanol yang berwujud cair lebih beresiko mudah tumpah dan mudah meledak karena sifatnya yang volatil. Oleh karena itu bioetanol cair diubah menjadi bioetanol gel yang lebih aman dalam proses pengangkutan dan penggunaannya. Bioetanol gel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar alternatif lainnya yaitu selama pembakaran gel tidak berasap, tidak berjelaga, tidak mengemisi gas berbahaya, non karsinogenik, non korosif. Bentuknya yang gel memudahkan dalam pengemasan dan dalam pendistribusian. Bioetanol gel sangat cocok digunakan untuk memasak, dibawa pada saat berkemah dll (Merdjan and Matione, 2003). Untuk membuat bioetanol gel dibutuhkan pengental berupa tepung, seperti kalsium asetat,
atau pengental lainnya seperti xanthan gum, carbopol EZ-3 polymer, dan berbagai material turunan selulosa (Tambunan, 2008). Untuk pengental jenis polimer carboxy vinyl seperti carbopol dibutuhkan air untuk membentuk struktur gel yang diinginkan. Penambahan pengental dan air saat pembuatan bioetanol gel sangat mungkin mempengaruhi sifat fisik bioetanol gel yang dihasilkan. Sifat fisik yang mungkin terpengaruh antara lain flash point, nilai kalor dan viskositas. Namun data – data mengenai flash point, nilai kalor dan viskositas bioetanol gel masih sulit ditemui di literatur. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mencari pengaruh carbopol dan air terhadap flash point, nilai kalor, dan viskositas bioetanol gel yang dihasilkan sehingga didapat kondisi operasi optimum dalam pembuatan bioetanol gel. METODEPENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioetanol dengan kadar 70 %, air, trietanolamine (TEA), carbopol. Peralatan penelitian yang digunakan antara lain statif, klem, beaker glass ukuran 2 liter, pengaduk, motor pengaduk, regulator, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 500 ml dan timbangan. Adapun rangkaian alat dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Rangkaian Alat
Variabel kendali dalam penelitian ini adalah bioetanol 90% massa dari campuran bioetanol gel (400 g bioetanol = 500 ml bioetanol ) dan waktu pengadukan 1 jam Variabel yang dipilih sebagai variabel berubah adalah % carbopol (% massa dari campuran bioetanol gel) (level bawah=0,85%, level tengah=1,05% dan level atas=1,25%), dan % air (% massa dari campuran bioetanol gel) (level bawah=7,5%, level tengah=7,9%, dan level atas=8,3%). Percobaan dirancang dengan metode Central Composite Design menggunakan program STATISTICA 6 dengan jumlah run sebanyak 10 kali. Prosedur kerja proses dimulai dengan mengaduk bioetanol dan air sambil menambahkan carbopol dengan perlahan-lahan. Lalu menambahkan trietanolamine setelah carbopol larut dengan jumlah yang sama dengan carbopol. Pengadukan dilanjutkan selama 1 jam dan bioetanol gel terbentuk. Kemudian menganalisa flash point, nilai kalor, dan viskositasnya. KESIMPULAN DAN SARAN
flash point dipengaruhi oleh persentase air dan persentase carbopol; nilai kalor dipengaruhi oleh persentase air, persentase carbopol, dan interaksi keduanya; viskositas dipengaruhi oleh carbopol. Nilai flash point optimum 21 0C dan nilai kalor optimum 4000 cal/g diperoleh pada kondisi operasi persentase air 7,9 % dan persentase carbopol 1,09 %.
http://tombomumet.wordpress.com/2011/05/12/bioethanol-gel/
Membuat B-Etanol Gel Posted by ThoLe Bioetanol 20:27
Bioetanol saat ini banyak untuk konsumsi bahan bakar mesin. Adakah yang berpikir untuk membuat bioetanol ini menjadi bahan bakar rumah tangga ? Pertanyaan ini dijawab oleh Ir Himawan, produsen bioetanol di Cilegon, Provinsi Banten. Oleh Ir. Himawan, bioetanol cair dirubah menjadi gel agar mudah dibawa kemana-mana, praktis dan tidak berbahaya. Pembuatan ini untuk mengisi mahalnya minyak tanah. Mahalkah produk ini. Ternyata tidak, bahkan lebih murah dibanding minyak tanah yang sudah menginjak harga Rp. 7000/liter. Sedangkan produksi pembuatan Gel Bioetanol sekitar Rp.4000,-. Menurut Dr Arief Yudiarto, peneliti Balai Besar Teknologi Pati, di Lampung, sah-sah saja bioetanol dibuat menjadi jeli. 'Bentuk jeli mudah dibawa saat bepergian seperti camping atau untuk tentara yang bertugas di hutan. Itu karena tidak mudah tumpah,' ujar Arief. Menurut alumnus Tokyo University of Agriculture and Technology itu, bioetanol jeli tak mudah terbakar dan awet. Menurut alumnus Teknik Kimia Universitas Diponegoro penggunaan jeli bioetanol lebih hemat. Hasil risetnya membuktikan daya bakar 200 gram bioetanol jeli setara 1 liter minyak tanah. Pantas bila Gina mengambil 2 sendok bioetanol jeli cukup untuk memasak selama 5 menit. Sudah hemat, nyala api biru, bioetanol jeli juga tidak menimbulkan asap dan jelaga.
Proses pembuatan Bioetanol cair menjadi gel, Ir. Himawan hanya menerangkan sebagai berikut: bioetanol jeli dari bioetanol apkir, yakni yang berbau, warna kekuningan, dan kadar di bawah 96%. Yang terpenting titik bakarnya tidak kurang dari 40%. Untuk membuat bioetanol jeli perlu gelling agent-pengental-berupa tepung seperti kalsium asetat agar bercampur homogen. Pengental lain yang dapat digunakan antara lain xanthan gum, carbopol EZ-3 polymer, dan berbagai material turunan selulosa.
Dosis kalsium asetat untuk bahan campuran cukup 1-5%. Kalsium asetat berbentuk tepung itu lalu diencerkan dengan air sebanyak 20% dari jumlah bioetanol. Selanjutnya dicampur etanol berkadar 70-85%. Rasio antara pengental dan bioetanol perbandingannya 1:7. Setelah itu ditambahkan 5% natrium hidroksida sebagai penyeimbang pH agar tingkat keasaman 5-6. Saat menambahkan natrium hidroksida kecepatan aduk ditingkatkan 2 kali lipat. 'Untuk membuat 200 g gel kecepatan aduk berkisar 2.500 rpm. Semakin besar jumlahnya, kecepatan ditambah agar hasil homogen,' kata Himawan. Dalam beberapa menit bioetanol sudah menjadi gel. Tetapi bagi pemakai bioetanol gel harus membeli kompor baru. 'Prinsipnya, kompor bioetanol jeli itu mirip kompor konvensional. Bedanya ruang untuk sumbu diganti dengan tempat menaruh gel. Sayang, saat ini kompor ujicoba masih untuk wajan berdiameter 30 cm. Saat api padam, wajan harus diangkat untuk ditambahkan jeli. 'Saat menambahkan api harus benar-benar mati,' kata Himawan. Oleh karena itu agar jangkauannya luas, tak hanya untuk kebutuhan rumahtangga, kompor dirancang untuk industri kecil seperti pembuatan keripik. 'Paling-paling harga jual berkisar Rp15.000/kompor, tergantung ukuran,' kata Himawan.
http://xteknologi.blogspot.com/2010/10/membuat-b-etanol-gel.html
Proses Produksi Bioetanol Kumpulan Artikel - 113 - Energi Lain-lain
Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme Gasoholº campuran bioetanol kering/absolut terdena-turasi dan bensin pada kadar alkohol s/d sekitar 22 %-volume. Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar murni. BEX º gasohol berkadar bioetanol X %-volume. Bahan Baku Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete
Bahan berpati: a.l. tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia. Bahan berselulosa (Þ lignoselulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll. Sekarang belum ekonomis, teknologi proses yang efektif diperkirakan akan komersial pada dekade ini ! Pemanfaatan Bioetanol Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX) Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi). Perolehan Alkohol Sumber Hasil Panen Karbohidrat Ton/ha/th Liter/ton Liter/ha/th Singkong 25 (236) 180 (155) 4500 (3658) Tetes 3,6 270 973 Sorgum Bici 6 333,4 2000 Ubi Jalar 62,5* 125 7812 Sagu 6,8$ 608 4133 Tebu 75 67 5025 Nipah 27 93 2500 Sorgum Manis 80** 75 6000 *) Panen 2 ½ kali/th; $ sagu kering; ** panen 2 kali/th. Sumber: Villanueva (1981); kecuali sagu, dari Colmes dan Newcombe (1980); sorgum manis, dari Raveendram; dan Deptan (2006) untuk singkong; tetes dan sorgum biji (tulisan baru) Teknologi Pengolahan Bioetanol Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase. Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian. 1. Persiapan Bahan Baku Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.
Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu: Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan. Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut: Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup. Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut: Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja Pengaturan pH optimum enzim Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan) 2. Fermentasi Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan. Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi. Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.
3. Pemurnian / Distilasi Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume. Prosentase Penggunaan Energy
Prosentase perkiraan penggunaan energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut ini: Prosentase Penggunaan Energi Identifikasi Proses Steam Listrik Penerimaan bahan baku, penyimpanan, 0% 6.1 % dan penggilingan Pemasakan (liquefaction) dan 30.5 % 2.6 % Sakarifikasi Produksi Enzim Amilase 0.7 % 20.4 % Fermentasi 0.2 % 4% Distilasi 58.5 % 1.6 % Etanol Dehidrasi (jika ada) 6.4 % 27.1 % Penyimpanan Produk 0% 0.7 % Utilitas 2.7 % 27 %> Bangunan 1 %> 0.5 % TOTAL 100 % 100 % Sumber: A Guide to Commercial-Scale Ethanol Production and Financing, Solar Energy Research Institute (SERI), 1617 Cole Boulevard, Golden, CO 80401 Peralatan Proses
Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut: Peralatan penggilingan Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi External Heat Exchanger Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators) Tangki Penampung Bubur Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol
Boiler, termasuk system feed water dan softener Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting
http://www.alpensteel.com/article/51-113-energi-lain-lain/510-proses produksi-bioetanol.html