PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA II
Pada awalnya Belanda di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte dari
Prancis. Dalam usahanya mengalahkan Prancis, Belanda bekerja sama dengan
Inggris. Pasungan gabungan Inggris dan Belanda berhasil mengalahkan
prancis. Dengan begitu, Belanda berhasil lepas dari cengkraman prancis.
Hubungan baik yang terjalin antara Inggris dan Belanda melatarbelakangi di
buatnya perjanjian antara kedua negara. Perjanjian itu dikenal dengan nama
Konvensi London (Convention of London).
Isi Kovensi London intinya sebagai berikut.
1) Belanda menerima kembali semua jajahannya dari tangan Inggris.
2) Inggris memperoleh wilayah India dari Belanda.
Pemerintahan dipegang oleh Jendral Van Der Capellen.
Dalam masa menjalankan pemerintahannya, komisaris jendral melakukan langkah-
langkah sebagai berikut.
1) Sistem residen tetap dipertahankan.
2) Dalam bidang hukum, sistem juri di hapuskan.
3) Kedudukan para bupati sebagai penguasa feodal tetap dipertahankan.
4) Desa sebagai satu kesatuan unittetap dipertahankan dan para
penguasanya dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil
bumi.
5) Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha
asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Pertentangan partai Konservatif dan partai Liberal
Sehubungan dengan masalah ekonomi di negeri Belanda, timbul
pertentangan antara partai liberal dan partai konservatif. Persoalan
pokoknya tentang sistem yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya
bagi negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan
memberi keuntungan besar bagi negeri ninduk apabila urusan eksploitasi
ekonomi diserahkan kepada orang-orang swasta. Pemerintah hanya mengawasi
jalannya pemerintahan dan memungut pajak. Sedangkan kaum konservatif
berpendapat sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil bumi oleh pemeritah
secara langsung akan menguntungkan negeri induknya. Kaum konservatif
meragukan sistem liberal karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi
syarat.
Para komisaris jendral kemudian mengambil jalan tengah. Di satu pihak,
pemerintah tetap berusaha menangani panggilan kekayaan tanah jajahan bagi
keuntungan negri induknya. Di lain pihak, mencari jalan melaksanakan dasar-
dasar kebebasan. Pada masa pemerintahan gubernur Jendral Van Der Capellen
juga di laksanakan sistem politik yang dualistis. Padaq satu pihak
melindungi hak-hak kaum pribumi. Di lain pihak memberi kebebasan pada
pengusaha-pengusaha swasta barat untuk membuka usahanya di Indonesia,
selama tidak mengancam kehidupan penduduk.
Berbagai jalan tengah telah di upayakan, tetapi ternyata kurang
memberi keuntungan bagi negri induk. Sementara itu, kondisi kondisi di
negri Belanda dan Indinesia semakin memburuk. Oleh karena itu usulan Van
Den Bosch untuk melaksanakan cultuur stelsel (tanam paksa) diterima dengan
baik.
Penerapan Sistem Tanam Paksa
Istilah Cultuur Stelsel sebenarnya berarti sistem tanaman.
Terjemahannya dalam bahasa Inggris adalah Cultuur System atau Cultivation
System. Lebih tepat lagi apabila diterjemahkan menjadi System of Gouverment
Controlled Agricultures karena pengertian dari cultuur stelsel adalah
kewajiban rakyat untuk menanam tanaman ekspor yang laku di jual di Eropa.
Latar Belakang Sisten Tanam Paksa
Di Eropa, Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa
kekayaan Napoleon sehingga menghabiskan biaya yang besar.
Terjadinya perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan
Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
Terjadi perang Diponegoro tahun 1825-1830.
Kas negara Belanda kosong dan utang yang di tanggung Belanda cukup
berat.
Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
Kegagalan usaha mempraktikkan gagasan liberal tahun 1816-1830 dalam
mengeksploitasi tanah jajahan untuk memberikan keuntungan yang besar
terhadap negri induk.
Aturan-aturan Tanam Paksa
Persetujuan-persetujuan dengan penduduk agar mereka menyediakan
sebagian tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang di jual ke
pasaran
Tanah pertanian penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi
seperlima dari tanah pertanian penduduk desa.
Pekerjaan yang di perlukan untuk menanam tanaman tidak boleh melebihi
pekerjaan menanam padi.
Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada pemerintah Hindia-
Belanda.
Kegagalan panen yang bukan kesalahan petani menjadi tanggungan
pemerintah.
Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi.
Pegawai-pegawai Eropa bertindak sebagai pengawas secara umum.
Penyimpangan Aturan Tanam Paksa
Peraturan dilakukan dengan cara pakaan, tidak sukarela.
Pengerjaan tanaman ekspor sering kali melebihi pengerjaan tanaman
padi.
Kelebihan hasil panen tidak di kembalikan pada petani.
Kegagalan ditanggung petani.
Buruh yang seharusnya dibayar pemerintah di dijadikan tenaga paksaan
dengan gaji yang kecil.
Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat Indonesia
Dampak Positif
Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.
Mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor.
Dampak Negatif
Kemiskinan, penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan.
Beban pajak yang berat.
Banyak kegagalan panen padi.
Kelaparan dan kematian yang terjadi di banyak tempat.
Jumlah penduduk Indonesia menurun.
Sistem Politik ekonomi Liberal (1870)
Sebelum tahun 1870,indonesia dijajah dengan model imperialisme kuno,yaitu
dikeruk kekayaan nya saja.Setelah tahun 1870,di Indonesia di terapkan
imperialisme modern.Sejak saat itu diterap kan opendeur politiek,yaitu
politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing.Pelaksanaan politik
pintu terbuka tersebut diwujudkan melalui sistem politik ekonomi liberal.
Latar Belakang Sistem Politik Liberal
Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat
pribumi, tetapi memberikan keuntungan besar bagi belanda.
Berkembangnya paham liberalisme sehingga sistem tanah paksa tidak
sesuai lagi untuk diteruskan.
Kemenangan partai liberal dalam Parlemen Belanda mendesak
pemerintahan Belanda menerapkan sisitem ekonomi liberal di Indonesia.
Pelaksanaan Peraturan sistem politik ekonomi Liberal
Indische Comptabiliteit Wet (1867) berisi tentang pembendaharaan
negara Hindia Belandayang menyebutkan bahwa dalam menentukan
anggaran belanja Hindia Belanda harus ditetapkan undang-undang yang
oleh Parlemen Belanda.
Suiker Wet (Undang-undang gula), yang menetapkan bahwa tanaman
tebu, adalah monopoli pemerintah yang secara brangsur-angsur akan
dialihkan pada pihak swasta.
Agrarische Wet (Undang-undang agraria) 1870 yang isi pokoknya,
yaitu sebagai berikut.
1) Tanah di Indonesia dibedakan atas tanah rakyat dan tanah pemerintah.
2) Tanah rakyat dibedakan atas tanah milikyang bersifat bebas dan tanah
desa tidak bebas. Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan
kepada pengusaha swasta.
3) Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada orang lain.
4) Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta hingga 75
tahun.
Agrarische Besluit (1870). Jika Agrarische Wet ditetapkan dengan
persetujuan parlemen, Agrarische Besluit ditetapkan oleh Raja
Belanda. Agrarische Wet hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum
tentang agraria, sedangkan Agrarische Besluit mengatur hal-hal yang
lebih rinci, khususnya tentang hak kepemilikan tanah dan jenis-
jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta.
Pelaksanaan Sistem Politik Ekonomi Liberal
Pelaksanaan sistem ekonomi politik liberal di Indonesia
merupakan jalan bagi pemerintah kolonial Belanda menerpkan
imperialisme modernnya. Hal itu berarti Indonesia dijadikkan tempat
untuk berbagi kepentingan, antara lain :
a) Mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industri di eropa.
b) Mendapatkan tenaga kerja yang murah.
c) Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi eropa, dan
d) Menjadi tempat penanaman modal asing.
Seiring dengan pelaksanaan sistem politik ekonomi liberal, Pax
Netherland, yaitu pembulatan negeri jajahan negeri Belanda di
Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar wilayah Indonesia tidak
diduduki oleh bangsa barat lainnya. Lebih-lebih setelah di
bukanyaTerusan Suez (1868) yang mempersingkat jalur pelayaran
antara Eropa dan Asia.
Akibat Pelaksanaan Sistem Politik Ekonomi Liberal
a) Bagi Belanda
1) Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan
pemerintah kolonial Belanda.
2) Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri
Belanda.
3) Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
b) Bagi rakyat Indonesia
1) Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk.
2) Adanya krisis perkebunan pada tahunan 1885 karena jatuhnya harga kopi
dan gula berakibat buruk bagi penduduk.
3) Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara
pertumbuhan penduduk Jawa meningkat cukup
4) Menurunya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan barang-
barang impor dari Eropa.
5) Pengangkutn dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah
adanya angkutan dengan kereta api.
6) Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi.
Politik Etis
Menanggapi situasi yang berkembang pada awal abad 20, Ratu
Belanda dalam pidato tahtanya pada tahun 1901 menyatakan bahwa
Negeri Belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran
serta perkembangan sosial dan otonomi dari penduduk Hinda. Oleh
karena itu , Belanda melakukan politik balas budi (politik etis)
kepada rakyat Indonesia, yang dimulai dengan memberikan bantuan
sebesar 40 juta gulden
Latar Belakang Politik Eti
Munculnya politik etis dilatarbelakngi oleh hal-hal berikut ini.
Pelaksanaan sitem tanam paksa yang mendatangkan keuntungan berlimpah
bagi belanda, tetapii menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia telah
mengunggah hati nurani sebagian orang Belanda.
Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia dengan sistem
ekonomi liberal tidak mengubah nasib burukbrakyat pribumi. Sementara
itu, kaum kaitalis dari Belanda, Inggris, Amerika, Belgia, Cina, dan
Jepang memperoleh keuntungan yang besar.
Upaya Belanda memperkokoh pertahanan negeri jajahan dilakukan dengan
cara penekanan dan penindasan terhadap rakyat.
Rakyat kehilangan hak miliknya yang utama, yaitu tanah. Bahkan
industri rakyat pun terdesak. Karena penderitaan itu, timbullah
golongan yang sama sekali tidak mempunyai tanah. Mereka termasuk
golonngan buruh yang bekerja pada perkebunan, pabrik, dan tambang.
Adanya kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri (kaum etisi)
terhadap praktik liberal kolonial, seperti van Kol, van Deventer, de
Waal, Baron van Hoevell, dan van den Berg.
1) Van Kol, sebagai juru bicara golongan sosialis, melancarkan kritk
terhadap keadaan yang serba merosot di Indonesia karena terus-menerus
terjadi politik drainage (penghisapan) kekayaan oleh pemerintah
Belanda dan tidak dibelanjakan di Indonesia.
2) Van Deventer, pada tahun 1899 dalam artikelnya pada majalah De Gids
berjudul Een Eereschuld (utang kehormatan) menuliskan bahwa jutaan
gulden yang yang diperoleh dari Indonesia sebagai Utang Kehormatan.
Pembayaran utang tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan tiga
hal yang dikenal dengan trilogi Van Deventer, yaitu
A. Irigasi (pengairan)
B. Emigrasi (perpindahan penduduk), dan
C. Edukasi (pendidikan)
3) De Waal memperhitungkan bahwa sejak VOC hingga zaman ekonomi liberal
(1884), rakyat Indonesia berhak mendapatkan 528 juta gulden dari
Belanda. Bahkan apabila dihitung dengan bunganya menjadi 1585 juta
gulden.
4) Baron van Hoevell, seorang pendeta protestan yang secara berapi-rapi
meminta perbaikan nasib rakyat Indonesia dan sidang parlemen.
Pelaksanaan politik Etis
Sejak tahun 1901, pemerintah kolonial mulai memerhatikan aspirasi
rakyat Indonesia yang menginginkan emansipasi dan kemerdekaan.
Kemudian dicari bentuk pemerintahan kolonial yang merupakan perpaduan
antara Barat dan Timur. Oleh karena itu, politik etis juga disebut
sebagai politik asosiasi.
Kemajuan dan perubahan berhasil dicapai dengan politi etis,
antara lain sebagai berikut.
Desentralisasi pemerintahan, yang diwujudkan dengan diumumkannya
Undang-undang Desentralisasi (1903) tentang pembentukan dewan-dewan
lokal sebagai lembaga hukum. Dewan lokal mempunyai wewenang membuat
peraturan mengenai pajak dan pembangunan sarana-prasarana umum.
Kemudian, pembentukan Dewan Rakyat (Volksraad) pada tahun 1916 dan
diresmikan pada tahun 1919.
Pembangunan irigasi untuk menunjang kebutahan pertanian. Pada tahun
1914, pemerintah kolonial telah membangun irigasi seluas 93.000 bau.
Emigrasi (transmigrasi) terutama bagi penduduk di Pulau Jawa yang
semakin padat.
Edukasi, dengan didirikannya bermacamsekolah bagi semua golongan
masyarakat,seperti kelas I (untuk anak-anak pegawai negeri, orang
berkedudukan, dan orang berharta), sekolah kelas II (untuk anak-anak
pribumi pada umumnya), sekolah pamong praja (OSVIA), dan sekolah
dokter jawa (STOVIA).
Perbaikan kesahatan dan penanggulan penyakit. Pada tahun 1920
dilaporkan bahwa sebagian wilayah Indonesia telah terbebas dari
epidemi cacar dan sesudah 1928 terbebas pula dari wabah kolera.
Kegagalan politik etis
Reaksi terhadap pelaksanaan politik etis mulai muncul pada tahun 1914.
Masyarakat mulai bergolak dan banyak melancarkan kritik terhadap
politik etis yang dianggap telah gagal.kegagalan tersebut tampak dalam
kenyataan-kenyataan sebagai berikut.
Sejak pelaksanaan sistem politik ekonomi liberal Belanda mendapatkan
keuntungan yang besar, sedangkan tingkat kesejahteraan rakyat pribumi
tetap rendah.
Hanya sebagian kecil kaum pribumi yang memperoleh keuntungan dan
kedudukan yang baik dalam masyarakat kolonial, yaitu golongan pegawai
negeri.
Pegawai negeri dari golongan pribumi hanya digunakan sebagai alat
saja sehingga dominasi bangsa Belanda tetap sangat besar.