BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sariawan merupakan salah satu keadaan yang sering terjadi secara berulang atau rekuren pada mukosa mulut seseorang, dapat dikatakan bahwa setiap orang pasti pernah mengalami sariawan baik yang ringan maupun yang berat sampai sariawan s ariawan tersebut mengganggu fungsi fisiologis dari jaringan rongga mulut dan dapat menyebabkan seseorang penderita mengalami gangguan bicara, mengunyah, menelan bahkan kelainan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi tubuh bila terjadi dalam waktu yang lama dengan frekuensi kejadian yang sering. Di kalangan masyarakat awam yang hampir secara rutin mengalami sakit berupa luka-luka di dalam mulutnya, mereka menyebutnya dengan nama sariawan atau panas dalam. Sedangkan dari kalangan medis penyakit ini dikenal dengan nama Stomatitis Aftosa Rekuren atau SAR. Stomatitis adalah inflamasi lapisan struktur jaringan lunak apa pun pada mulut. Stomatitis biasanya merupakan kondisi yang menyakitkan, yang terkait dengan kemerahan, pembengkakan, dan kadang-kadang perdarahan dari daerah yang terkena. Bau mulut (halitosis) juga mungkin menyertai keadaan ini. Stomatitis terjadi pada semua kelompok umur, dari bayi hingga dewasa tua. Sariawan atau SAR merupakan penyakit mulut yang relatif sering terjadi di masyarakat. Penyakit ini relatif ringan dan tidak membahayakan keselamatan hidup manusia, namun dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya, terutama pada penderita yang mengalami SAR secara berulang-ulang.
1|Sariawan
BAB II PEMBAHASAN
Stomatitis Aftosa Rekuren atau yang di kalangan masyarakat awam disebut sariawan adalah berbagai macam lesi/benjolan/luka yang terbatas dan timbul di jaringan lunak rongga atau merupakan jenis spesifik dari stomatitis yang muncul dengan ulkus yang dangkal dan nyeri yang biasanya terjadi pada di bibir, pipi, gusi, atap atau dasar mulut. Stomatitis adalah inflamasi lapisan struktur jaringan lunak apa pun pada mulut. Stomatitis biasanya merupakan kondisi yang menyakitkan, yang terkait dengan kemerahan, pembengkakan, dan kadang-kadang perdarahan dari daerah yang terkena. Istilah rekuren digunakan karena memang lesi ini biasanya hilang timbul atau dapat kambuh lagi setelah sembuh. Luka ini bukan infeksi, dan biasanya timbul soliter atau di beberapa bagian di rongga mulut seperti pipi, di. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah salah satu kelainan mukosa rongga mulut yang paling sering terjadi dan menyerang kira-kira 15-20% populasi masyarakat dan sering menimbulkan rasa sakit dan perasaan yang tidak nyaman pada penderitanya. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) dapat mengenai permukaan mukosa yang berkeratin maupun mukosa yang tidak berkeratin. Permukaan mukosa rongga mulut yang biasanya terlibat adalah mukosa labial dan bukal, unattached gingiva, palatum lunak, pipi, bibir, atap atau dasar rongga mulut, serta permukaan tengah dari lidah.
2|Sariawan
ETIOLOGI STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)
Hingga kini, penyebab dari sariawan ini belum dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetusnya. Beberapa diantaranya adalah: a.
Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah
b.
Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi.
c.
Stress
d.
Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa menstruasi di mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan terhadap iritasi
e.
Gangguan autoimun / kekebalan tubuh, pada beberapa kasus penderita memiliki respon imun yang abnormal terhadap jaringan mukosanya sendiri.
f.
Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi jaringan lunak
g.
Pada beberapa orang, sariawan dapat disebabkan karena hipersensitivitas terhadap rangsangan antigenik tertentu terutama makanan.
Ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR adalah keturunan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih rentan untuk mengalami SAR juga. Hingga kini, penyebab dari sariawan ini belum dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetusnya. Beberapa diantaranya adalah: h.
Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah
i.
Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi.
j.
Stress
3|Sariawan
k.
Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa menstruasi di mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan terhadap iritasi
l.
Gangguan autoimun / kekebalan tubuh, pada beberapa kasus penderita memiliki respon imun yang abnormal terhadap jaringan mukosanya sendiri.
m. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi jaringan lunak n.
Pada beberapa orang, sariawan dapat disebabkan karena hipersensitivitas terhadap rangsangan antigenik tertentu terutama makanan.
Ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR adalah keturunan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih rentan untuk mengalami SAR juga.
GEJALA STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)
Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1-2 hari di daerah yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di rongga mulut. Sariawan dimulai dengan adanya luka seperti melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah beberapa hari, luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna putih di tengahnya, dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih, dan aliran saliva (air liur) menjadi meningkat. Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser minor, ulser mayor, dan ulser hepetiform. Ulser minor adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan biasanya dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari.
4|Sariawan
Ulser mayor biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh. Ulser herpetiform adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak.
KLASIFIKASI STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR)
Stomatitis aphtosa ini mempunyai dua jenis tipe penyakit, di antaranya: a. Sariawan akut bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan sebagainya. Pada sariawan akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari. b. Sariawan kronis akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apaapa. Sariawan jenis ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan mulut kering, kuantitas saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya pun juga akan berkurang. Penyebab dari xerostomia ini bisa disebabkan gangguan psikologis (stres), perubahan hormonal, gangguan pencernaan,
sensitif
terhadap
makanan
tertentu
dan
terlalu
banyak
mengonsumsi antihistamin atau sedatif. Adapun secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi tiga subtipe, di antaranya: a.
Stomatitis aphtosa minor (MiRAS) Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Yang ditandai oleh luka (ulser) bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 5 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus. Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah nonkeratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi bisa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas.
5|Sariawan
b.
Stomatitis aphtosa major (MaRAS) Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit stomatitis aphtosa jenis ini. Namun jenis stomatitis aphtosa pada jenis ini lebih hebat daripada stomatitis jenis minor (MiRAS). Secara klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, dan berlangsung selama 4 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin. Stomatitis aphtosa major ini meninggalkan bekas, bekas pernah adanya ulser seringkali dapat dilihat penderita MaRAS; jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya lesi.
c.
Ulserasi herpetiformis (HU) Istilah "herpetiformis" digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes ini tidak mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aphtosa. (pusdat/berbagai sumber) Sariawan, atau nama ilmiahnya RAS (recurrent aphthous stomatitis)
ternyata banyak jenisnya yaitu major aphthous, minor aphthous dan herpetiform (lihat postingan sebelumnya). Pembagian tersebut didasarkan bersadarkan tampilan klinisnya yang sudah dijelaskan di atas. Kali ini kita akan mengenal klasifikasi sariawan ataupun RAS berdasarkan managemen penangannya, yaitu: 1. Tipe A
Pada tipe ini, kejadian sariawan hanya terjadi beberapa hari dan hanya sekali dalam setahun. Rasa sakitnya dapat ditoleransi dan faktor penyebab dapat diidentifikasi.
Pengobatan
tidak
diidikasikan
untuk
sariawan
tipe
ini.
2. Tipe B
Pada tipe ini, kejadiannya setiap bulan, dengan durasi sekitar 3-10 hari tiap kambuh. meyebabkan sakit yang mengganggu. Dianjurkan untuk mengganti jenis makanan dan rajin membersihkan mulut. Pada tipe ini dapat dipakai terapi kortikosteroid topikal selama beberapa hari, dibutuhkan protokol terapi yang
6|Sariawan
tepat. Obat yang biasa dipakai dexamethasone 0,05 mg/5 ml (kumur 3x sehari), clobetasol ointment 0,05 %
3. Tipe C
Sangat sakit, dan merupakan bentuk yang parah dari sariawan. Saat sati ulkus diobati, maka akan timbul ulkus yang lainnya. Gunakan Kortikosteroid yang potent, kortikosteroid sistemik, azathriophine atau immunosupresan (dapsone, pentoxyfilline dan thalidomide SAR yang umumnya sering terjadi pada penderita adalah jenis ulser minor. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor disebut juga dengan nama Mikuliz’s apthae yang terjadi sekitar 75-85% dari semua lesi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor sering mengenai mukosa rongga mulut yang tidak mengalami keratinisasi seperti pada mukosa bibir, mukosa bukal, dan dasar mulut. Ulkus ini tidak lebih dari 8-10 mm, dilapisi membrane fibrous kekuningan dengan tepi eritematous, umumnya sembuh dalam 10-14 hari tanpa meninggalkan jaringan parut (Scully, 2007). Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor mempunyai kecenderungan untuk terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Seringkali terjadi pada mukosa bibir dan pipi, tetapi ulkus jarang terjadi pada mukosa berkeratin banyak seperti gusi dan palatum keras. Ulkus-ulkus biasanya terdapat disepanjang lipatan mukobukal dan seringkali tampak lebih memanjang, dimana rasa terbakar adalah keluhan awal dan diikuti dengan nyeri hebat selama beberapa hari (Langlais dan Miller, 2000). Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor bersifat kambuhan dan pola terjadinya bervariasi. Meskipun tidak ada pengobatan yang sukses sepenuhnya untuk Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor, namun pada beberapa kasus terbukti bahwa pemberian obat-obatan golongan antibiotik, koagulasi, obat-obat anti keradangan, mouth rinses yang mengandung enzim aktif dan terapi kombinasi
7|Sariawan
dapat mengurangi rasa sakit, mempercepat penyembuhan serta menurunkan jumlah dan ukuran ulser (Fernandes dkk, 2007).
ETIOLOGI STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) MINOR
Penyebab pasti dari Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor pencetus yang diduga berperan penting dalam timbulnya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Faktor-faktor tersebut antara lain : a. Faktor Lokal
Trauma rongga mulut dapat berpengaruh cepatnya perkembangan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Pada studi yang dilakukan oleh Rees terhadap 128 pasien dimana 20 pasien terbukti mengalami trauma pada mukosa mulutnya yang berlanjut menjadi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Trauma tersebut disebabkan karena tergigitnya mukosa rongga mulut, sikat gigi atau makanan yang tajam yang bisa menyebabkan luka pada mukosa rongga mulut (Rees dan Binnie, 2006). b. Alergi
Bahan-bahan allergen yang diduga berhubungan dengan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor adalah benzoic acid dan cinnamic aldehide yang sering dipakai sebagai penyedap rasa, kacang kenari, tomat, buah-buahan terutama strawberry, coklat, kacang tanah, sereal, kacang, keju, tepung terigu atau gandum yang mengandung gluten (Scully, 2007). c. Bakteri
L-form streptococcal bakteria juga berperan dalam terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). Jenis bakteri yang juga berperan yaitu Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis, dan Helicobacter pylori (Melamed, 2007).
8|Sariawan
d. Imunologi
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor umumnya terjadi pada pasien dengan imunodefisiensi sel B dan 40% dari pasien-pasien Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor mempunyai kompleks sirkulasi imun. Pengendapan imunoglobulin dan komponen-komponen komplemen dalam epitel dan atau respon umum seluler (cell mediated immune response) terhadap komponenkomponen imun merupakan peyebab terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor (Lawler dkk, 2002). e. Hematologi
Lebih dari 15-20% pasien Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor adalah penderita defisiensi zat besi, vitamin B12 atau folic acid dan mungkin juga terdapat pada penderita anemia. Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor seringkali terjadi sesudah terapi untuk mengatasi defisiensi tersebut (Lawler dkk, 2002). f. Hormonal
Diduga ada hubungan antara siklus menstruasi dan terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor, yang berhubungan dengan kadar estrogen dan progesterone. Dimana perkiraan ada hubungan antara produksi estrogen yang rendah waktu premenstrual dengan kornifikasi mukosa mulut (Hidayanti dan Suyoso, 2006). g. Stres Psikologi
Studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara stress dan terjadinya Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor dalam 10-20% dari populasi masyarakat. Tetapi faktor stress dalam perkembangan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor masih perlu diteliti lebih lanjut (Rees dan Binnie).
9|Sariawan
PATOGENESIS STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) MINOR a. Stadium Prodormal
Terjadi pada 24-48 jam pertama, muncul perasaan geli pada tempat dimana lesi berkembang. Bisa disertai gejala demam, malaise, mialgia, athralgia, mual, muntah, sakit kepala, dan pembesaran kelenjar limfe. Stadium ini disertai dengan peningkatan rasa nyeri serta lesi berkembang menjadi edema popular lokal yang berhubungan dengan vakuolisasi keratinosit yang dikelilingi oleh lingkaran eritematus yang menggambarkan vaskulitis lokal dengan peningkatan infiltrasi sel mononuklear (Hidayati dan Suyoso, 2006). b. Stadium Ulseratif
Terjadi ulseratif yang nyeri dan ditutupi membran fibrous, dasar ulkus diinfiltrasi terutama oleh neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Stadium ini terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu (Hidayati dan Suyoso, 2006). c. Stadium Penyembuhan
Terjadi regenerasi epitel yang mulai menutupi ulkus serta berkurangnya rasa nyeri yang ditimbulkan (Hidayati dan Suyoso, 2006). Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor biasanya sembuh dengan spontan tanpa pembentukan jaringan parut, dalam waktu 14 hari (Langlais dan Miller, 2000).
DIAGNOSIS STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) MINOR
Untuk dapat menegakkan diagnosa yang tepat dari SAR dapat dilakukan dengan cara melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Biasanya pada anamnesis pasien akan merasakan sakit pada mulutnya, tempat ulser sering berpindah-pindah dan biasanya kejadiannya selalu berulang-ulang. Pasien biasanya dalam keadaan demam ringan (Haikal, 2010).
10 | S a r i a w a n
Diagnosa Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor dapat dilihat dengan adanya ulser rekuren yang simetris, bulat dan tidak terbatas pada mukosa mulut serta sembuh spontan dengan tidak disertai oleh tanda ataupun gejala-gejala lainnya (Greenberg, 1994). Selain pemeriksaan visual, pemeriksaan laboratoris diindikasikan bagi pasien yang menderita SAR di atas usia 25 tahun terutama dengan tipe mayor yang selalu hilang timbul, atau bila sariawan tidak kunjung sembuh, atau bila ada gejala dan keluhan lain yang berkaitan dengan faktor pemicu (Anonim, 2009). Pertimbangan adanya defisiensi hematologi, dan oleh karena itu penderita harus mengalami pemeriksaan hitung darah lengkap serta perkiraan kadar vitamin B12 (Lewis dan Lamey, 1998).
PENGOBATAN STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) MINOR
SAR sebetulnya dapat sembuh sendiri, karena sifat dari kondisi ini adalah self-limiting. Obat-obatan untuk mengatasi SAR diberikan sesuai dengan tingkat keparahan lesi (Anonim, 2009). Banyak obat-obatan, termasuk vitamin, obat kumur antiseptik, steroid topikal dan imunomodulator sistemik untuk mengatasi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor. Walaupun demikian hanya sebagian kecil yang secara ilmiah terbukti efisien. Kombinasi vitamin B1 (thiamin, 300 mg sehari) dan vitamin B6 (pyridoxine, 50 mg setiap 8 jam) diberikan selama 1 bulan dianjurkan sebagai penatalaksanaan empiris tahap awal. Penggunaan terapi anxiolytic atau rujukan hipnoterapi dapat membantu bagi penderita yang diperkirakan memiliki faktor presipitasi berupa stress. Beberapa pasien memberikan respon yang baik terhadap obat kumur klorheksidin serta kortikosteroid topikal, seperti hidrokortison hemisuksinat (pellet, 2,5 mg dilarutkan dalam air dan digunakan sebagai obat kumur 3 kali sehari) (Lewis dan Lamey, 1998).
11 | S a r i a w a n
BAB III KESIMPULAN
Sariawan merupakan salah satu keadaan yang sering terjadi secara berulang atau rekuren pada mukosa mulut seseorang, dapat dikatakan bahwa setiap orang pasti pernah mengalami sariawan baik yang ringan maupun yang berat sampai sariawan tersebut mengganggu fungsi fisiologis dari jaringan rongga mulut dan dapat menyebabkan seseorang penderita mengalami gangguan bicara, mengunyah, menelan bahkan kelainan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi tubuh bila terjadi dalam waktu yang lama dengan frekuensi kejadian yang sering. Di kalangan masyarakat awam yang hampir secara rutin mengalami sakit berupa luka-luka di dalam mulutnya, mereka menyebutnya dengan nama sariawan atau panas dalam. Sedangkan dari kalangan medis penyakit ini dikenal dengan nama Stomatitis Aftosa Rekuren atau SAR.
12 | S a r i a w a n
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Kusyati, Eni. 2006. Ketrampilan Keperawatan Dasar . Jakarta: EGC.
dan
Prosedur
Laboratorium
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : EGC Ramali, Ahmad. 2000. Kamus Kedokteran : Arti & Keterangan Istilah. Jakarta: Agung Seto Soekidjo, Notoatmodjo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Soekidjo, Notoatmo Susanto, Agus. 2007. Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: PT Sunda Kelapa Pustaka
13 | S a r i a w a n