Laporan Tugas Akhir Praktikum Biokimia
Tanggal mulai Tanggal selesai
: 13 April 2016 : 4 Mei 2016
ISOLASI DAN HIDROLISIS KARBOHIDRAT DARI BIJI ALPUKAT DAN PENENTUAN GULA PEREDUKSINYA DENGAN METODE LUFF SCHROOL Oleh : Kelompok 12 Haris Nurhidayat Nurul Aini
I306404336 I306366041
Asisten Praktikum : Ulqi Hilaliyah Fadhilah
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2016
0
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alpukat merupakan salah satu komoditas buah yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan seperti jus maupun es campur. Selain itu daging buah pada alpukat biasanya dijadikan bahan masakan bagi masyarakat Eropa. Manfaat lain dari daging buah alpukat yaitu sebagai bahan dasar kosmetik. Pada perkembangan akhir-akhir ini, komoditas alpukat mempunyai peluang untuk dibudidayakan secara komersial. Umumnya jika mengkonsumsi buah alpukat, bagian bijinya dianggap tidak bermanfaat sehingga dibuang begitu saja. Padahal, bagian biji alpukat tersebut kalau mendapatkan penanganan lebih lanjut dapat menjadi pati yang tidak kalah nilainya dibanding pati lainnya. Pati dari biji alpukat tersebut dapat diolah menjadi beberapa jenis makanan seperti dodol, kerupuk, snack, biskuit, dan sebagainya. Biji alpukat merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan bagi tanaman alpukat, selain buah, batang dan akar. Karbohidrat merupakan penyusun utama cadangan makanan alpukat. Kandungan karbohidrat pada biji alpukat cukup tinggi sehingga lebih menguntungkan jika yang di ekstrak adalah pati dibandingkan dengan senyawa lainnya. Dalam percobaan ini, praktikan akan melakukan isolasi dan penentuan gula pereduksi dan kadar pati berdasarkan variasi waktu. 1.2 Rumusan Masalah 1. Berapa besar rendemen pati yang didapatkan dari iolasi pati biji alpukat? 2. Berapa massa gula pereduksi dan kadar pati tiap variasi waktu? 1.3 Tujuan Percobaan ini bertujuan untuk mengisolasi dan menetapkan kadar karbohidrat pada biji alpukat dan mempelajari proses penetapan kadar pati dengan metode Luff Schoorl. 1.4 Manfaat Hasil percobaan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara menganalisa kadar gula dari biji alpukat secara kuantitatif dengan menggunakan metode Luff-Schrool serta dapat mengetahui kadar gula tiap variasi waktu.
1
BAB II TEORI DASAR 2.1 Biji Alpukat Tanaman alpukat (Persea americana, Mill) merupakan tanaman yang berasal dari daratan tinggi Amerika Tengah dan memiliki banyak varietas yang tersebar di seluruh dunia. Alpukat secara umum terbagi atas tiga tipe: tipe West Indian, tipe Guatemalan, dan tipe Mexican. Daging buah berwarna hijau di bagian bawah kulit dan menguning kearah biji. Warna kulit buah bervariasi, warna hijau karena kandungan klorofil atau hitam karena pigmen antosiasin (Lopez, 2002).
Gambar 1. Tanaman dan Buah Alpukat Biji buah alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Padahal biji alpukat memiliki banyak kandungan yang dapat dimanfaatkan. Kandungan tersebut antara lain : Konponen
Basis Basah Kering Kelembaban,% 50.58 0 Abu, % 1.34 2.70 Nitrogen, % 0.39 0,79 Protein, % 2.45 4.95 Gula Tereduksi, % 1.60 3.24 Sukrosa, % 0.61 1.23 Total Gula, % 2.21 4.47 Pati, % 29.60 59.87 Pentosa, % 1.64 3.33 Arabinosa, % 2.04 4.12 Ekstrak Eter, % 0.99 2.00 Dll, % 9.25 18.71 Tabel 1. Kandungan Kimia pada Biji Alpukat 2.2 Pati Pati penting dalam makanan terutama yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan dan memperlihatkan sifat-sifatnya, pati terdapat dalam biji-bijian dan umbi-umbian 2
sebagai karakteristik granula pati, pati tidak manis, pati tidak dapat larut dengan mudah dalam air dingin, pati berbentuk pasta dan gel di dalam air panas, pati menyediakan cadangan sumber energi dalam tumbuhtumbuhan dan persediaan energi dalam bentuk nutrisi (Potter, 1986). Pati dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman yang dibentuk (disintesa) di dalam daun (plastid) dan amiloplas seperti umbi, akar atau biji dan merupakan komponen terbesar pada singkong, beras, sagu, jagung, kentang, talas, dan ubi jalar. Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari pati adalah glukosa yang berikatan dengan ikatan α(1,4)-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan (α)-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan (α)-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan (α)-1,6-glukosida. Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia. Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda dalam berbagai makanan yang mengandung pati. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah yang lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara 15% dan 35% amilosa. Dalam butiran pati, rantairantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal, yang menyebabkan tidak larut dalam air dan memperlambat pencernaannya oleh amilase pankreas. Bila dipanaskan dengan air, struktur kristal rusak dan rantai polisakarida akan mengambil posisi acak. Hal ini yang menyebabkan mengembang dan memadat (gelatinasi). Cabangcabang dalam amilopektin yang terutama dapat menyebabkan pembentukan gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati di samping menyebabkan pembentukan gel juga dapat memecah sel, sehingga memudahkan pencernaannya. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa (Almatsier, 2004). Butiran pati sama sekali tidak larut dalam air dingin dan pada pemanasan butiran pati tibatiba mulai menggembung pada suhu penggelatinan. Pada titik ini dwibias optik hilang dan menunjukkan hilangnya kekristalan. Umumnya pati dengan butiran besar menggembung pada suhu lebih rendah daripada pati berbutir kecil. Suhu penggembungan ini dipengaruhi oleh berbagai factor yaitu: pH, laju pemanasan, praperlakuan, adanya garam dan gula (deMan, 1997). Bermacam-macam ukuran dari granula pati yang teratur paling panjang sumbunya sekitar 0,0002 cm sampai 0,015 cm. Jika suspensi pati dalam air dipanaskan terjadi difusi air pada dinding granula dan menyebabkan penggembungan. Penggembungan ini terjadi pada suhu 60˚C sampai 85˚C, volume pada granula meningkat pada pemanasan setelah 5 menit dan suspensi akan menjadi 3
sangat kental. Pada pemanasan di atas temperatur ini granula pati membuka dan membentuk gel dari pati di dalam air (Fox and Cameron, 1970). Amilopektin merupakan polisakarida bercabang bagian dari pati, terdiri atas molekulmolekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui ikatan 1,4-glikosidik dengan percabangan melalui ikatan 1,6-glikosidik pada setiap 20-25 unit molekul glukosa. Amilopektin merupakan bagian dari pati yang tidak larut dalam air dan mempunyai berat molekul antara 70.000 sampai satu juta. Amilopektin dengan iodium memberikan warna ungu hingga merah (Lehninger, 1982). Amilopektin memiliki sifat mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air. Sebaliknya pati dengan kadar amilopektin tinggi sangat sesuai untuk bahan roti dan kue karena sifat amilopektin yang sangat berpengaruh terhadap swelling properties (sifat mengembang pada pati). Perbandingan amilopektin dengan amilosa bervariasi tergantung dari jenis sumber patinya, normalnya adalah 80 : 20.
Struktur Amilosa
Struktur Amilopektin 2.3 Gula Pereduksi Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). Selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto 1989). Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan refraktrometri maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schoorl, Seliwanoff, NelsonSomogyi dan lain-lain). Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total dan tidak 4
dapat menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCTK). Metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas (Swantara 1995). 2.4 Penetapan Kadar Pati Luff Schorrl Metode Luff adalah uji kimia kualitatif yang bertujuan menguji adanya gugus aldehid (-CHO). Komponen utama reagent Luff adalah CuO. Uji ini dilakukan dengan menambahkan reagen luff pada sampel, kemudian dipanaskan. Reaksi positif pada uji Luff ditandai dengan adanya endapan merah. Reaksi yang terjadi adalah:
Pada reaksi tersebut terjadi reduksi CuO menjadi Cu2O. Cu2O ini kemudian membentuk endapan merah bata. Salah satu manfaat praktis uji luff adalah mengetahui adanya gula pereduksi atau aldosa (contohnya sukrosa), yang memiliki gugus aldehid (Anonim 2009). Pada metode Luff Schoorl terdapat dua cara pengukuran yaitu Penentuan Cu tereduksi dengan I2 dan Menggunakan prosedur Lae-Eynon Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran sedang. Metode Luff Schoorl merupakan metode tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Metode Luff Schoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan oleh komposisi yang konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M Maiden yang menjelaskan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh dibedakan oleh pebuatan reagen yang berbeda.
5
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum tugas akhir ini dilakukan pada hari Kamis tanggal 13 April 2016 – 4 Mei 2016. Praktikum tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Organik dan Biokimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. 3.2 Alat dan Bahan Alat : erlenmeyer 500 mL, kondensor, pemanas listrik, labu ukur 500 mL, kertas saring, piala gelas, magnetic stirer, dan buret. Bahan : Alkohol 95%, Akuades, HCl 3%, NaOH 4 N, CH3COOH, H2O, pereaksi Luff, KI 30%, H2SO4 4 N, larutan tiosulfat 0.1 N, indikator kanji, dan biji alpukat 3.3 Prosedur Percobaan a. Isolasi Karbohidrat dari Biji Alpukat 1. Kulit biji alpukat dikupas, lalu dicuci dengan menggunakan air bersih yang mengalir, kemudian dilakukan pengecila ukuran dengan pisau stainless steel. 2. Dihaluskan dengan blender dengan penambahan air 1 : 1 ( misal 50 gram biji alpukat ditambah dengan 50 ml air) 3. Dilakukan penyaringan dengan kain flanel untuk mengambil pati dari dalam jaringan. 4. Tambahkan 100 ml aquades ke dalam filtrat yang diperoleh melalui endapan dalam kain flannel, biaarkan semua tepung mengendap 5. Saring endapan yang didapat, tambahkan 50 ml alkohol 95% dan aduk hingga endapan tersuspensi 6. Saring larutan dengan penyaring Buchner dan oven pada suhu 105oC selama 2 jam 7. Timbang pati kering yang diperoleh dan tentukan rendemannya b. Penentuan Gula Pereduksi (Metode Luff Schoorl) Pembuatan larutan Luff Schrool 1. Larutkan 143 gr Na2CO3 anhidrat dalam 300 ml aquades. 2. Larutkan 50 gr asam sitrat monohidrat dalam 50 ml aquades, tambahkan ke dalam larutan Na2CO3 yang telah dibuat sebelumnya. 3. Larutkan 25 gr CuSO4.5H2O ke dalam 100 ml aquades, tambahkan ke dalam campuran asam sitrat dan Na2CO3. 4. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 1 L, tambahkan aquades hingga tanda batas, kocok sampai homogen. Penentuan gula pereduksi dengan metode Luff Schrool 1. Timbang 5 gr tepung yang telah diisolasi ke dalam erlenmyer 500 ml.
6
2. Tambahkan 200 ml HCl 4 N, panaskan dengan variasi waktu 10 menit, 20 menit, dan 30 menit. 3. Ambil sedikit hidrolisat untuk diuji iodium, jika masih membentuk larutan kompleks berwarna biru, menandakan masih ada amilum yang dapat terhidrolisis. 4. Netralkan dengan larutan NaOH 30% dan menambahkan sedikit larutan CH3COOH 3% hingga suasana larutan sedikit asam. 5. Pipet 10 ml ke dalam Erlenmeyer 500 ml, tambahkan 25 ml larutan Luff Schrool, 15 ml akuades. 6. Panaskan campuran sampai mendidih selama 10 menit dan kemudian didinginkan dalam icebath. 7. Setelah dingin, tambahkan 15 ml larutan KI 20 % dan 25 ml larutan H2SO4 25%. 8. Titrasi dengan cepat menggunakan larutan natrium tiosulfat 0.1 N hingga larutan kuning hilang 9. Tambahkan sedikit indikatro kanji 1 % lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang 10. Bandingkan dengan blanko ( 25 ml air sebagai sampel)
7
BAB IV HASIL DAN DISKUSI 4.1 Pengamatan dan Pengolahan Data Isolasi Karbohidrat dari biji alpukat Massa biji alpukat : 380 gr Massa tepung hasil isolasi : 15 gr % rendemen = (massa tepung)/(massa biji alpukat) x 100% = 15/380 x 100% = 3.95 % Hidrolisis dan penentuan gula pereduksi No. Waktu (menit) mL thiosulfat 1 10 19 2 20 18.3 3 30 17 4 Blanko 28 Perhitungan : Z mL = (b-a) x N Tio / 0,1 % Pati = %
mg glukosa 22,4 24.08 27.6 -
% pati 8 9.1504 10.488 -
Keterangan : b = Volume tiosulfat yang dipakai saat menitrasi blanko a = Volume tiosulfat yang dipakai saat menitrasi sampel N Tio = Normalitas Tiosulfat (0.1 N) fp = Faktor Pengenceran mg glukosa dilihat di tabel sakar-Luff Schoorl Untuk t = 10 m : Z mL = (28-19) x 0,1 / 0,1 = 9 ml Tabel equivalensi 9 ml 22.4 mg glukosa % pati = [22.4 x (200/10) x 0,95 / 5000] x 100% = 8.512 % Untuk t = 20 m Z mL = (28-18.3) x 0,1 / 0,1 = 9.7 ml Tabel equivalensi 9 ml 22.4 mg 0.7 ml x 2.4 = 1.68 mg + = 24.08 % pati = [24.08 x (200/10) x 0,95 / 5000] x 100% = 9.1504 % Untuk t = 30 m : Z mL = (28-17) x 0,1 / 0,1 8
= 11 ml Tabel equivalensi 11 ml 27.6 mg glukosa % pati = [27.6 x (200/10) x 0,95 / 5000] x 100% = 10.488 %
4.2 Pembahasan Pati terdapat pada bahan pangan yang kaya akan sumber karbohidrat. Dalam percobaan kali ini, dilakukan isolasi karbohidrat dan penentuan gula pereduksi penetapan dari biji alpukat. Penentuan gula pereduksi dan kadar pati dilakukan dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Dasar penetapan ini adalah hidrolisis pati menjadi gula-gula pereduksi yang kemudian ditetapkan secara Luff schoorl. Gula-gula pereduksi seperti glukosa dan maltose dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Kemudian Cu2+ yang tidak tereduksi (sisa) dapat dititrasi secara iodometri. Jumlah Cu2+ asli ditentukan dalam suatu percobaan blanko dan dari perbedaannya dapat ditentukan jumlah gula dari larutan yang dianalisis. Metode Luff school digunakan untuk penentuan kadar gula pereduksi dan kadar pati karena metode Luff Schoorl baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran sedang. Metode Luff adalah uji kimia kualitatif yang bertujuan menguji adanya gugus aldehid (-CHO). Komponen utama reagent Luff adalah CuO. Uji ini dilakukan dengan menambahkan reagen luff pada sampel, 9
kemudian dipanaskan. Reaksi positif pada uji Luff ditandai dengan adanya endapan merah. Dalam metode Luff Schoorl, monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator (Hartati dan Titik 2003). I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum sehingga penambahannya harus sebelum titik ekuivalen (TBKKP 2008). Yang pertama kali dilakukan yaitu isolasi karbohidrat dari biji alpukat. Biji alpukat yang sudah dikupas dipotong kecil – kecil untuk membantu proses oenghalusan dengan blender menjadi lebih cepar. Setelah itu disaring dengan kain fanel. Pati akan lolos dan mengendap di dasar gelas beaker. Kemudian ditambhkan air melalui endapan dalam kain flannel agar tidak ada pati yangtersisa. Kemudian pati disaring dengan kertas saring dan disuspensikan dengan alkohol 95 % untuk menghilangkan pengotor – pengotor. Pati di saring dan kemudian dikeringkan dalam oven selama 2 jam pada suhu 105oC. Setelah kering, timbang dan dihitung rendemennya. Berdasarkan pengolahan data, besarnya rendemen yaitu 3.95% Setelah itu dilakukan penentuan gula pereduksi dan kadar pati dengan menimbang tepung yang sudah disolasi dan memasukkannya ke dalam erlenmeyer. Sebanyak 200 mL HCl 3% dan batu didih ditambahkan ke dalam erlenmeyer kemudian dipanaskan selama 3 jam. Fungsi dari penambahan HCl ini adalah untuk mengikat kandungan-kandungan yang ada di dalam sampel selain gula, seperti pati, serat, dan lain-lain. Sampel yang telah dingin kemudian dipindahkan ke dalam gelas piala dan dilakukan penambahan NaOH 4N hingga larutan menjadi netral, dan ditambahkan juga 1 mL CH3COOH. Penambahan NaOH bertujuan untuk memberikan suasana basa pada larutan, karena reaksi hanya bisa berlangsung dalam suasana basa. Sebanyak 10 mL filtrat dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan dilakukan penambahan larutan Luff dan akuades. Penambahan larutan Luff ini adalah untuk memberikan warna biru pada larutan, serta sebagai bahan untuk direduksi oleh gula pereduksi sehingga menghasilkan kompleks biru. Setelah larutan bercampur sempurna, dilakukan kondensasi dengan pemanasan selama 10 menit setelah itu didinginkan. Menurut TBKKP (2008), pemanasan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat reaksi reduksi dari monosakariada pada gula terhadap CuO 10
menjadi Cu2O dan dalam pemanasan ditambahkan batu didih hal ini dimaksudkan untuk meratakan pemanasan. Pemanasan cukup lakukan pendinginan dengan es. Larutan yang telah didinginkan kemudian ditambahkan dengan larutan KI. Fungsi dari penambahan larutan KI ini adalah untuk untuk mereduksi kelebihan CuO sehingga I2 terlepas.Setelah itu, dilakukan juga penambahan H2SO4 ke dalam larutan. Penambahan H2SO4 ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati, karena reaksi yang terjadi bersifat eksoterm sehingga menghasilkan panas. Penambahan H2SO4 ini bertujuan untuk mengasamkan larutan karena pada suasana basa, tio sebagai larutan standar akan tereduksi secara parsial menjadi sulfat makanya perlu dilakukan pengasaman tersebut (TBKKP 2008). Setelah larutan bercampur sempurna, dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan tiosulfat dan kanji sebagai indikator. Larutan kanji ditambahkan sebelum larutan mencapai titik ekuivalen. Hal ini dilakukan karena titrasi dengan menggunakan larutan tiosulfat dengan indikator amilum akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Titrasi dilakukan hingga larutan berubah warna menjadi putih susu yang awalnya berwarna biru karena larutan Luff (hingga mencapai titik ekuivalen). Jika indikator kanji masih menyebabkan larutan berwarna biru menandakan bahwa proses titrasi belum selesai. Setelah proses titrasi selesai, dilakukan pembacaan volume tio yang terpakai saat titrasi dan di hitung dengan menggunakan rumus yang ada. Dalam penetapan kadar pati ini, dilakukan juga pengukuran blanko dengan cara yang sama. Namun penentuan blanko tidak menggunakan sampel, hanya menggunakan larutan Luff dan air destilasi. Penetapan blanko ini bertujuan untuk dijadikan sebagai perbandingan dalam penentuan jumlah gula dalam larutan yang dianalisis. Berdasarkan pengolahan data banyak mg glukosa untuk waktu hidrolisis 10, 20 dan 30 menit yaktu 22.4, 24.08, 27.6 sedangkan kadar pati untuk waktu hidrolisis 10, 20, 30 menit yaitu 8 %, 9.1504 %, 10.488 %.
11
BAB V KESIMPULAN Metode Luff Schoorl merupakan metode yang umum dilakukan untuk penetapan kadar pati pada bahan pangan. Metode ini merupakan metode tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Berdasarkan hasil percobaan, besarnya rendemen pati dari biji alpukat sebesar 3.95 % dan banyak mg glukosa untuk waktu hidrolisis 10, 20 dan 30 menit yaktu 22.4, 24.08, 27.6 sedangkan kadar pati untuk waktu hidrolisis 10, 20, 30 menit yaitu 8 %, 9.1504 %, 10.488 %.
12
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Luff Schoorl (terhubung berkala) www.wikipedia.org/Luff Schoorl (16 April 2011) Anonim. 2009. Metode Luff Schoorl (terhubung berkala) http://monruw.wordpress .com/tag/gula-pereduksi/ (17 April 2011) Apriyanto A. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pus at Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Aulana L. 2005. Pemanfaatan hidrolisis pati sagu untuk produksi asam laktat oleh Lactobassilus casei FNCC 266 [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi In dustri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Hartati NS dan Titik KP. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat. Yogyakarta : Kanisius Swantara DIM. 1995. Kromatografi Cair Kerja Tinggi Beberapa Senyawa Monosa karida dan Dosakarida serta Penerapannya Untuk Analisis Madu dan ba han Jenis lainnya [Tesis]. Bandung : Universitas Padjadjaran TBKKP. 2008. Analisis gula pada jeruk siam dan Sunkist (terhubung berkala) http ://www.scribd.com/doc/29548552/ANALISA-KADAR-GULA(18 April 2011) Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
13
LAMPIRAN
14