Pengaruh Hormon Pada Siklus Menstruasi
A. Hormon Hormon berasal dari kata Hormaein Hormaein yang artinya memacu atau menggiatkan atau merangsang. Dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (sedikit), tetapi jika kekurangan atau berlebihan akan mengakibatkan hal yang tidak baik (kelainan seperti penyakit) sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta proses metabolisme tubuh. Hormon merupakan senyawa kimia, berupa protein yang mempunyai fungsi untuk memacu atau menggiatkan proses metabolisme tubuh. Dengan adanya hormon dalam tubuh maka organ akan berfungsi menjadi lebih baik. B. Peran Hormon Pada wanita usia reproduksi terjadi siklus menstruasi oleh aktifnya aksis hipothalamushipofisis-ovarium. Hipothalamus menghasilkan hormon GnRH (gonadotropin releasing hormone) yang menstimulasi hipofisis mensekresi hormon FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (lutinuezing hormone). FSH dan LH menyebabkan serangkaian proses di ovarium sehingga terjadi sekresi hormon estrogen dan progesteron. C. Siklus Menstruasi Siklus menstruasi adalah perubahan dalam tubuh wanita, khususnya pada bagian organ reproduksi. reproduksi. Yaitu ketika lapisan dinding rahim (endometrium) yang menebal luruh karena tidak adanya pembuahan sel telur. Siklus menstruasi pada tiap wanita berbeda-beda antara 23-35 hari, namun rata-rata siklus menstruasi adalah 28 hari. Pada dasarnya, siklus menstruasi dibagi menjadi beberapa fase yang diatur oleh lima hormon di dalam tubuh. D. Hormon yang mempengaruhi siklus menstruasi 1. Hormon Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) Hormone (GnRH) Diproduksi oleh otak, hormon ini membantu memberikan rangsangan pada tubuh untuk menghasilkan hormon perangsang folikel dan hormon pelutein. Gonadotropin releasing hormone (GnRH) dikeluarkan dari hipotalamus yang berdenyut di sepanjang se panjang siklus menstruasi. Agar siklus menstruasi berlangsung normal, GnRH harus dikeluarkan dalam denyutan. Rata-rata, frekuensi sekresi GnRH adalah satu kali per 90 menit pada awal fase folikular, meningkat menjadi sekali per 60-70 menit, dan menurun dengan amplitudo yang meningkat selama fase luteal. GnRH menginduksi pelepasan FSH dan LH, namun LH jauh lebih sensitif terhadap perubahan tingkat GnRH. 2. Hormon F Hormon Fo ollic licle Stimu imulat lating ing Hormo rmone (FSH) Follicle stimulating hormone (FSH) hormone (FSH) disekresikan oleh kelenjar pituitari anterior dan sangat penting untuk pertumbuhan folikel sampai antrum berkembang. Sekresi FSH
mencapai puncaknya dan paling kritis selama minggu pertama dari fase folikular siklus menstruasi. FSH menginduksi sekresi estrogen dan progesteron dari ovarium dengan mengaktifkan enzim aromatase dan p450 dan mengerahkan umpan balik negatif pada sekresi GnRH. FSH lebih lanjut menginduksi proliferasi sel-sel granulosa dan ekspresi reseptor LH di sel-sel granulosa.
3. Hormon Luteinizing Hormone (LH) Luteinizing hormone (LH) disekresikan oleh kelenjar pituitari anterior dan diperlukan baik untuk pertumbuhan folikel praovulasi maupun luteinisasi dan ovulasi folikel yang dominan. Selama fase folikular dari siklus menstruasi, LH menginduksi sintesis androgen oleh sel-sel teka folikuli; merangsang proliferasi, diferensiasi, dan sekresi sel-sel teka folikuli dan meningkatkan reseptor LH di sel-sel granulosa. Lonjakan LH praovulasi mendorong oosit melakukan pembelahan meiosis pertama dan memulai luteinisasi sel-sel teka dan granulosa. Korpus luteum yang dihasilkan kemudian memproduksi sejumlah progesteron dan estrogen. 4. Hormon Estrogen Estrogen dihasilkan pada ovarium dan sangat penting untuk pengembangan antrum dan pematangan folikel Graafian. Estrogen berperan dominan pada akhir fase folikular sampai sebelum ovulasi. Estradiol, estrogen yang paling ampuh dan berlimpah, terutama berasal dari androgen yang diproduksi oleh sel-sel teka. Androgen bermigrasi dari sel-sel teka ke sel-sel granulosa, di mana mereka diubah menjadi estradiol oleh enzim aromatase. Sejumlah estradiol juga dapat diproduksi melalui sintesis de novo oleh sel-sel teka. Tindakan estradiol termasuk melakukan induksi reseptor FSH pada sel-sel granulosa, proliferasi dan sekresi sel-sel teka folikular, induksi reseptor LH di sel-sel granulosa, dan proliferasi sel-sel stroma dan epitel endometrium. Pada tingkat sirkulasi yang rendah, estrogen mengerahkan umpan balik negatif terhadap sekresi LH dan FSH, namun pada tingkat yang sangat tinggi estrogen mengerahkan umpan balik positif pada sekresi LH dan FSH. Estrogen selanjutnya menginduksi proliferasi sel-sel granulosa pengkonversi estrogen dan mensintesis reseptor estrogen, sehingga menciptakan umpan balik positif untuk dirinya sendiri. Pada siklus endometrial, estrogen menginduksi proliferasi kelenjar endometrium. 5. Hormon Progestin Progestin disekresi pada ovarium, terutama oleh folikel yang terluteinisasi. Tingkat progestin meningkat sesaat sebelum ovulasi dan memuncak lima sampai tujuh hari pasca-
ovulasi. Langkah pertama dalam sintesis progestin membutuhkan enzim p450 dan dua bentuk sirkulasi progestin yaitu progesteron dan progesteron-hidroksi-17. Progestin merangsang pelepasan enzim proteolitik dari sel-sel teka yang pada akhirnya mempersiapkan ovulasi. Progestin lebih lanjut menginduksi migrasi dari pembuluh darah ke dinding folikel dan merangsang sekresi prostaglandin dalam jaringan folikel. Selama fase luteal, progestin menginduksi pembesaran dan peningkatan sekresi endometrium. E. Penyebab terjadinya siklus menstruasi Siklus menstruasi yang dialami pada perempuan merupakan hal yang normal ketika telah beranjak pada masa usia remaja (pubertas), biasa juga di tandai dengan perubahan fisik maupun psikis, seperti mulai tumbuhnya payudara dan mulai muncul ketertarikan pada lawan jenis. Adapun siklus menstruasi terjadi dalam beberapa fase yaitu : 1. Fase menstruasi Fase paling jelas, ditandai dengan pengeluaran darah dan sisa endometrium melalui vagina. Fase ini bersamaan dengan fase folikular ovarium. Saat korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi, kadar progesteron dan estrogen menurun tajam, merangsang pembebasan prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi vaskular endometrium. Penurunan distribusi oksigen menyebabkan kematian endometrium beserta vaskularnya. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan vaskular ini membilas jaringan yang mati ke lumen uterus dan hanya menyisakan sebuah lapisan tipis epitel dan kelenjar yang nantinya menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium uterus yang membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium melalui vagina. Kontraksi yang terlalu kuat akibat produksi prostaglandin berlebih dapat menyebabkan rasa kram yang disebut dismenorea. 2. Fase proliferasi Berlangsung bersamaan dengan bagian akhir fase folikular ovarium. Ketika darah haid berhenti, endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi di bawah pengaruh estrogen dari folikel-folikel yang baru berkembang. Estrogen memacu proliferasi sel epitel, kelenjar, dan vaskular endometrium. Fase ini berlangsung dari akhir menstruasi hingga ovulasi, kadar puncak estrogen memicu lonjakan LH yang menjadi penyebab ovulasi. 3. Fase sekretorik Berlangsung bersamaan dengan fase luteal ovarium.Setelah ovulasi, terbentuk korpus luteum baru yang mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan estrogen.
Progesteron mengubah endometrium menjadi kaya vaskular dan glikogen yang mana dipersiapkan untuk implantasi.
http://majalahkesehatan.com/hormon-hormon-dalam-siklus-menstruasi/ F. Faktor faktor yang berperan dalam siklus menstruasi Menurut Praworohardjo (1999) ada beberapa faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi antara lain : 1. Faktor enzim Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzimenzim hidrolitik dalam
endometrium,
serta
merangsang
pembentukan
glikogen
dan
asam-asam
mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan dalam pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang berakibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesterone, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan, karena itu timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endomentrium dan perdarahan. 2. Faktor vaskuler Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena. Dengan regresi endometrium timbul statis dalam vena serta saluran-saluran
yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom baik dari arteri maupun dari vena. 3. Faktor prostaglandin Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2. dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid. G. Gangguan siklus menstruasi Gangguan menstruasi dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Polimenorea Siklus haid lebih pendek dari normal, yaitu kurang dari 21 hari, perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak daripada haid normal. Penyebabnya adalah gangguan hormonal, kongesti ovarium karena peradangan, endometriosis, dan lai-lain. 2. Dismenorea Dismenorea adalah gangguan ginekologik berupa nyeri saat menstruasi, yang umumnya berupa kram dan terpusat di bagian perut bawah. Rasa kram ini seringkali disertai dengan nyeri punggung bawah, mual muntah, sakit kepala atau diare. Istilah dismenorea hanya dipakai jika nyeri terjadi demikian hebatnya, oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bagian bawah sebelum dan selama haid. Dikatatakan demikian apabila nyeri yang terjadi ini memaksa penderita untuk beristirahat dan meninggalkan aktivitasnya untuk beberapa jam atau hari. Dismenorea dibagi menjadi dua yaitu: a. Dismenorea primer Merupakan nyeri menstruasi yang diasosiasikan dengan siklus ovulasi dan merupakan hasil dari kontraksi miometrium tanpa teridentifikasinya kelainan patologik. Dismenorea primer umumnya terjadi 12-24 bulan setelah menarche, ketika siklus ovulasi sudah terbentuk. b. Dismenorea sekunder Merujuk pada nyeri saat menstruasi yang diasosiasikan dengan kelainan pelvis, seperti endometriosis, adenomiosis, mioma uterina dan lainnya. Oleh karena itu, dismenorea sekunder umumnya berhubungan dengan gejala ginekologik lain seperti disuria, dispareunia, perdarahan abnormal atau infertilitas.
H. Patofisiologi Berbagai studi menghasilkan fakta bahwa iskemik miometrium oleh karena kontraksi uterus yang sering dan berkepanjangan menyebabkan dismenorea primer. Endometrium pada fase sekretori mengadung simpanan besar asam arakidonat, yang akan dikonversikan menjadi prostaglandin F2α(PGF2α), prostaglandin E2 (PGE2), dan leukotrien saat menstruasi. PGF2αakan selalu menstimulasi kontraksi uterus dan merupakan mediator utama dismenorea. Terapi dengan inhibitor siklooksigenase (COX) akan menurunkan level prostaglandin dan menurunkan aktivitas kontraksi uterus. Kontraksi otot polos uterus menyebabkan rasa kram, spasme perut bagian bawah, nyeri punggung bawah serta persalinan atau aborsi yang diinduksi prostaglandin. Pada perempuan dengan dismenorea primer, kontraksi uterus selama menstruasi dimulai saat peningkatan level tonus basal(>10 mmHg), menimbulkan tekanan intrauterus yang lebih tinggi (seringkali mencapai 150-180mmHg dan dapat melampaui 400mmHg), terjadi lebih sering(>4-5kali/ 10menit) dan tidak beritmik. Ketika tekanan intrauterus melampaui tekanan arteri untuk periode waktu yang terusmenerus, hasil iskemi dalam produksi metabolit anaerob merangsang neuron C tipe kecil, yang berkontribusi pada nyeri saat dismenorea. Selain itu, PGF2α dan PGE2 dapat menstimulasi kontraksi otot polos bronkus, usus dan vaskular, yang menyebabkan bronkokonstriksi, mual, muntah, diare, dan hipertensi. Dismenorea primer mulai sebelum atau bertepatan dengan onset menstruasi dan menurun secara bertahap selama 72 jam berikutnya. Kram menstruasi terjadi intermiten, intensitasnya bervariasi, dan biasanya berpusat di daerah suprapubik, meskipun beberapa perempuan juga mengalami nyeri di paha dan punggung bawah. Penurunan aliran darah ke uterus dan peningkatan hipersentivitas saraf perifer juga berkontribusi terhadap nyeri yang terjadi. Berbeda dengan dismenorea primer, perempuan dengan dismenorea sekunder yang berhubungan dengan kelainan pelvis, seperti endometriosis, nyeri semakin berat sering terjadi pada pertengahan siklus dan selama seminggu sebelum menstruasi, beserta gejala dispareunia. Pada perempuan dengan dismenorea sekunder yang berhubungan dengan mioma uterus, utamanya nyeri disebabkan karena menoragia, dengan intensitas yang berkorelasi dengan volume aliran menstruasi. I. Pengendalian dan pencegahan Perlu dijelaskan bahwa dismenorea adalah gangguan yang tidak berbahaya bagi kesehatan dan diberi nasihat mengenai makanan yang sehat, istirahat yang cukup serta olahraga. Terapi obat-obat anti inflamasi non steroid (NSAID) merupakan pilihan utama pada
remaja dan dewasa perempuan yang mengalami dismenorea primer, Beberapa contoh NSAID yang dapat dipilih adalah derivat asam propinat (seperti naproxen dan ibuprofen) dan golongan fenamat (seperti asam mefenamat dan meklofenamat), semuanya sangat efektif. Terapi NSAID dapat dimulai saat onset menstruasi dan dilanjutkan selama durasi nyeri, Perempuan dengan dismenorea berat dapat memulai terapi 1-2 hari sebelum menstruasi. J. Pengobatan a. Farmakologi 1. Obat anti peradangan non steroid Akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi. Untuk mengatasi mual dan muntah bisa diberikan obat anti mual, tetapi mual dan muntah biasanya menghilang jika kramnya telah teratasi, Jika nyeri terus dirasakan dan mengganggu kegiatan sehari-hari, maka diberikan pil KB dosis
rendah
yang
mengandung
estrogen
dan
progesteron
atau
diberikan
medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan untuk mencegah ovulasi (pelepasan sel telur) dan mengurangi pembentukan prostaglandin, yang selanjutnya akan mengurangi beratnya dysmenorrhea 2. Analgesik Dapat diberikan sebagai terapi simptomatik, seperti kombinasi aspirin, fenasetin, dan kafein. b. Non farmakologi 1. Terapi hormonal Terapi hormonal berupa kontrasepsi oral juga efektif pada dismenorea dan dapat menjadi pilihan pertama pada perempuan yang aktif secara seksual yang membutuhkan kontrasepsi, intolerasi terhadap NSAID dan tidak berkurang nyerinya pada terapi NSAID. Efikasi kontrasepsi oral didapat dari kerjanya menginhibisi ovulasi, menurunkan produksi prostaglandin endometrium dan menurunkan volume dan durasi menstruasi. 2. Kompres menggunakan air hangat Pada perut bawah Kompres dengan menggunakan air hangat selama beberapa jam dapat mengurangi dari rasa nyeri pada bagian bawah perut. 3. Istirahat yang cukup 4. Pemijatan Pijatan lembut pada bagian tubuh yang nyeri dengan menggunakan tangan akan menyebabkan relaksasi otot dan memberikan efek sedasi.
Daftar Pustaka http://staff.unila.ac.id/gnugroho/files/2012/12/SISTEM-HORMON-MANUSIA.pdf
Diakses
pada tanggal 13 maret 2017 jam 20:35 WIB http://majalahkesehatan.com/hormon-hormon-dalam-siklus-menstruasi/ Diakses pada tanggal 13 maret 2017 jam 20:40 WIB http://eprints.undip.ac.id/46692/3/BAB_II.pdf
Diakses pada tanggal 13 maret 2017 jam
20:50 WIB http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24617/4/Chapter%20II.pdf
Diakses
tanggal 13 maret 2017 jam 20:55 WIB http://djjars.blogspot.co.id/2012/04/peran-hormon-dalam-siklus-menstruasi.html#. WMpNYdLR9H0 Diakses pada tanggal 13 maret 2017 jam 21:00 WIB
pada
Tugas Individu Endokrinologi
PENGARUH HORMON PADA SIKLUS MENSTRUASI Oleh :
RINI ROSDIYANA 163112620120111
JURUSAN S1 BIOLOGI MEDIK FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA 2016/2017