A.
PENGERTIAN
Dengue Fever (DF) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri perut, mual, muntah, nyeri retro orbital, myalgia, atralgia, ruam kulit, hepatomegali, manifestasi perdarahan, dan lekopenia. Dengue Hemoragik Fever (DHF) adalah kasusu demam dengue dengan kecenderungan perdarahan dan manifestasi kebocoran plasm. Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai dengan pembesara hati dan manifestasi perdarahan. Demam Berdarah Dengue (BDB) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviride, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda-beda tergantung dari sterotipe virus dengue. Mordibitas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Di setiap Negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Dengue Shock Syndrome (SSD)/ Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus deman berdarah dengue den gue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).Dengue Shok Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan permasalahan klinis. Karena 30 – 50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
B.
ETIOLOGI
Arbovirus ( Arthopodborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes albopictus dan Aedes aegypti ) (Ngastiyah< 1997 ). C.
TANDA DAN GEJALA
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai syndrome virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya b erupa demam, disertai dengan ruamruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi (> 390 C) yang tiba-tiba dan berlangsung 2 – 7 7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mula muntah, dan ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik bintik perdarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan (coste dexter), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita.DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh: a. Demam tinggi yang tiba-tiba b. Manifestasi perdarahan c. Mepatomegali atau pembesaran hati d. Kadang-kadang terjadi syok manifestasi perdarahan pada DHF, dimulai dari test tourniquet positif dan bintik-bintik perdarahan di kulit (ptechiae). Ptichiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi perdarahan hidung, gusi, dan perarahan dari seluran cerna, dan pendarahan dalam urine. Berdasarkan gejalannya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat:
a) Derajat I : Demam diikuti gajala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah tes Terniquet yang positif atau mudah memar. b) Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain. c) Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah. d) Derajat IV : Shok berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat diperiksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasnanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hamper tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan. Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnosis klinik penderita dengan dengue shock syndrome, yaitu: 1. Clauding of sensorium 2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun 3. Nyeri perut 4. Tanda-tanda perdarahan di luar kulit, dalam hal ini seperti epitaksis, hematemisis, melena, hematuri, dan hemoptisis. 5. Trombositopenia berat 6. Adanya pleural effusion pada thoraks foto 7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG. (Wong dkk. 1973).
C. PATOFISIOLOGI
Pathogenesis dan patofisiologi, pathogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi system komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya komples imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demkian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. Selama ini diduga bahwa derajat keparahan DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibody heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa factor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam pathogenesis DBD. Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrome adalah terjadinya peninggian permiabilitas dinding pembuluh darah yang tidak dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstial, sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, dan efusi cairan kerongga serosa. Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24-48% jam. Renjatan hopovolemi ini bila tidak segera diatasi maka dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolic, sehingga terjadi
pergeseran ion kalium intraseluler ke ekstra seluler. Mekanisme ini diikuti pula dengan penurunan kontraksi otot jantung dan venous penting, sehingga lebih lan jut akan memperberat renjatan. Penyebab lain kematian DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya timb ul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat. Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh: § Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. § Gangguan fungsi trombosit. § Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombim memanjang sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin yang normal. Beberapa factor pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X, dan fibrinogen. § Pembekuan inravaskuler yang meluas (disseminated intravaskeler Coagulasion = DIC). Bila masa dini DBD, peranan DIC tidak menonjol dibandingkan perembesan plasma, namun apabila penyakit memburuk sehingga renjatan dan metabolism asidosis, maka renjatan akan mempercepat sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan dan DIC akan organ-organ vital dan berakhir dengan kematian. Ada dua perubahan patofisiologi utama terjadi pada DBD/ DSS. Pertama adalah peningkatan
perembesan
vascular
yang
meningkatkan
kehilangan
plasma
dari
kompartemen vascular. Keadaan ini mengakibatkan hemokosentrasi, tekanan nadi rendah, dan tanda syok lain, bila kehilangan plasma sangat membahayakan. Perubahan kedua adalah gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan vascular, trombositopenia, dan koagulopati. Temuan konstan pada DBD/ DSS adalah aktivasi system komplemen, dengan depresi besar C3 dan C5. Mediator yang meningkatkan permeabilitas vascular dan mekanisme pasti fenomena perdarahan yang timbul pada infeksi dengue belum teridentifikasi. Kompleks imun telah ditemukan pada DBD tetapi peran mereka belum jelas.
Defek trombosit terjadi baik kualitatif dan kuantitatif yaitu beberapa trombosit yang bersirkulasi selama fase akut DBD mungkin kelelahan (tidak mampu berfungsi normal). Karenanya, meskipun klien dengan jumlah trombosit lebih besar dari 100.000 mm3 mungkin masih mengalami masa perdarahan yang panjang. Mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DBD/ DSS adalah peningkatan replikasi virus dan makrofag oleh antibody heterotipik. Pada infeksi sekunder dengan virus dari serotype yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer, antibody reaktif silang yang gagal untuk menetralkan virus dapat meningkatkan jumlah minosit terinfeksi saat kompleks antibody virus dengue masuk ke dalam sel ini. Hal ini selanjutnya dapat mengakibatkan aktivasi reaktif silang CD4+ dan CD8+ limfosit sitotoksik. Pelepasan cepat sitokin yang disebabkan oleh aktivasi sel T dan oleh lisis monosit terinfeksi di media oleh limfosit sitotoksik uang dapat mengakibatkan rembesan plasma dan perdarahan yang terjadi pada DBD. (Monica Ester, 1999). Fase-fase pada DBD: 1. Fase inkubasi : 9 – 11 hari 2. Fase akut : hari ke 1 – 3 3. Fase kritis : hari 4 – 6 4. Fase penyembuhan : hari 7 – 10 Apabila setelah hari ke 7 masih terjadi kenaikan suhu badan perlu dipikirkan 3 hal: 1. Proses pirogen : karena infuse terlalu lama 2. Proses alergi 3. Proses infeksi ( Materi Pelatihan Keperawatan Professional Dasar Anak , 2002) D.
KOMPLIKASI
Menurut WHO, 1999, komplikasi dari DHF adalah:
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada demam berdarah dengue dengan shok
maupun tanpa shok b. Kejang : Bentuk kejang halus terjadi selama fase demam pada bayi. Kejang ini
mungkin hanya kejang demam sederhana, karena cairan serebrospinal ditemukan normal. c. Edema paru dapat terjadi karena hidrasi yang berlebihan selama proses
penggantian cairan. d. Pneumonia mungkin terjadi karena adan ya komplikasi iatrogenik serta tirah
baring yang lama. e.
Sepsis Gram negative dapat terjadi karenapenggunaan jalur intravena terkontaminasi
f. Dengue Syok Sindrom (DSS) E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Soegijanto (2002), pemeriksaan diagnostic pada pasien DHF meliputi:
1. Laboratorium Darah lengkap a. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)
Normal : pria 40-48 % b.
Trombositopeni (Jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm³) Normal : 150000-400000/ui
c. Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin d. Asidosis e. Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia
2. Uji tourniquet positif
Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan dengan cara memompakan manset sampai ketitik antara tekanan sistolik dan diastolik selama lima menit. Hasil dipastikan positif bila terdapat 10 atau lebih ptekie per 2,5 cm². Pada DHF biasanya uji tourniquet memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai 20 ptekie atau lebih. Uji tourniquet bias saja negatif atau hanya positif ringan selama masa shok, dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah masa pemulihan fase shok. 3. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura, efusi pleura dapat terjadi karena adanya rembesan plasma 4. 5.
Urine : albuminuria ringan Sumsum tulang : awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi. Hari ke 10 biasanya normal.
6.
Pemeriksan serologi : dilakukan pengukuran titer antibody pasien dengan cara haemaglutination inhibition tes (HI test)/ dengan uji pengikatan komplemen (complemen fixation test/ CFT) diambil darah vena 2 -5 ml
7. F.
USG : hematomegali-splenomegali
PENATALAKSANAAN
1. Medik a. DHF tanpa Renjatan - Beri minum banyak ( 1 ½ – 2 Liter / hari ), seperti jus jambu, air the manis dan gula, sirup, dan susu - Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres - Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak <1th dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ kg BB. - Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
b. DHF dengan Renjatan - Pasang infus RL - Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 – 30 ml/ kg BB ), warna kuning pekat - Tranfusi jika Hb dan Ht turun
2. Keperawatan a.
Pengawasan tanda – tanda vital secara kontinue tiap jam a) Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam b) Observasi intik output c) Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter
– 2 liter per hari, ber i kompres d) Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, HtThrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus. e) Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt. b. Resiko Perdarahan a) Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena b) Catat banyak, warna dari perdarahan c) Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal d)
Peningkatan suhu tubuh
e) Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodi f) Beri minum banyak g) Berikan kompres Pencegahan Demam Berdarah Dengue
Menurut Depkes RI, 2000, pencegahan DHF antara lain sebagai berikut : a) Pengelolaan Lingkungan Penegelolaan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang menyangkut upaya pencegahan atau mengurangi perkembengan vector dengan c ara : Mengeringkan instalasi penampungan air karena genangan air / kebocoran di ruang berdinding batu, pipa penyaluran, kotak keran, dll akan menampung air dan menjadi tempat perindukan larva Aedes Aegypti bila tidak dirawat.Menutup tempat penampungan air di lingkungan rumah tangga antara lain : jamban/vas bunga, perangkap semut, tempat minum burung, bak mandi, genthong, bak wc Menguras tempat/bak penampungan air minimal seminggu sekali. Sampah padat seperti kaleng, botol, ember, dan sejenisnya yang tersebar disekitar rumah harus dikubur di dalam tanah. Ban mobil bekas juga harus selalu ditutup untuk mencegah tertampungnya air hujan. Lubang pada pagar yang terbuat dari bambu berlubang harus dipotong pada ruasnya dan pagar beton harus dipenuhi pasir untuk mengurangi perindukan aedes Aegypti. b) Perlindungan diri 1) Pakaian pelindung / baju yang dicelupkan kedalam cairan permetrhirn efektif melindungi gigitan nyamuk 2) Obat nyamuk semprot atau baker 3) Obat oles anti nyamuk (repellent). 4) Tirai atau kelambu nyamuk. E. PROGNOSIS
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian terjadi
pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada system syaratf, kardiovaskuler, pernafasan darah, dan organ lain. Kematian disebabkan oleh banyak factor, antara lain: 1. Keterlambatan diagnosis 2. Keterlambatan diagnosis shock 3. Keterlambatan penanganan shock 4. Shock yang tidak teratasi 5. Kelebihan caian 6. Kebocoran yang hebat 7. Pendarahan massif 8. Kegagalan banyak organ 9. Ensefalopati 10. Sepsis 11. Kegawatan karena tindakan
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
A. Wawancara a. Biodata klien Meliputi identitas pasien dan keluarga. b. Riwayat kesehatan
– Riwayat kesehatan sekarang. Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala, anemia, nyeri ulu hati dan nyeri otot.
– Riwayat kesehatan keluarga. Sebelumnya apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama. - Riwayat kesehatan dahulu Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang sama.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum Kesadaran : Composmentis, samnolen, koma (tergantung derajat DHF) TTV : Biasanya terjadinya penurunan
2) Kepala - Wajah : Kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis - Mulut : Perdarahan gusi, muosa bibir kering dan kadang-kadang lidah kotor dan hiperemia
pada tenggorokan - Leher : Tidak ada masalah - Thorak
3) Paru : Pernafasan dangkal, pada perkusi dapat ditemukan bunyi redup karena efusi fleura Jantung : Dapat terjadi anemia karena ekurangan cairan - Abdomen : Nyeri ulu hati, pada palpasi dapat ditemukan pembesaran hepar dan limpa
4) Ekstremitas : Nyeri sendi
5) Kulit : Ditemukan ptekie, ekimosis, purpura, hematoma, hyperemia
a). Data subyektif Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu : 1.) Lemah. 2.) Panas atau demam. 3.) Sakit kepala. 4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan. 5.) Nyeri ulu hati. 6.) Nyeri pada otot dan sendi. 7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh. 8.) Konstipasi (sembelit).
b). Data obyektif : Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan. 2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor. 3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena. 4) Hiperemia pada tenggorokan. 5) Nyeri tekan pada epigastrik. 6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa. 7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai : 1) Ig G dengue positif. 2) Trombositopenia. 3) Hemoglobin meningkat > 20 %. 4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat). 5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil 1) SGOT/SGPT mungkin meningkat. 2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat. 3) Waktu perdarahan memanjang. 4) Asidosis metabolik. 5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
Rencana Tindakan Keperawatan NO
Diangnosa keperawata
1
Peningkatan suhu tubuh (hiperter- mia) sehubungan dengan proses pe- nyakit (viremia).
Hasil yang diharapkan Suhu tubuh normal (36 - 37 OC). -Pasien bebas dari demam
Rencana tindakan
rasional
1.Mengkaji saat timbulnya demam
1. Untuk mengidentifikasi polade-mam pasien. 2. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2.Mengobservasi tanda- tanda vi-tal: suhu, nadi, tensi, pernapasan seti-ap 3 3. Penjelasan tentang jam atau lebih sering. kondisi yang dialami 3.Memberikan pasiendapat membantu penjelasan pasien/keluarga tentang penyebab mengurangi kecema-san demam atau peningyang timbul. katan suhu tubuh. 4. Keterlibatan keluarga sangatbe-rarti dalam proses penyembuhan pasien di rumah sakit. 4.Memberikan penjelasan pada pasi-en/keluarga 5. Penjelasan yang tentang hal-hal yang diberikan pada dapat dilakukan pasien/keluarga akan untuk mengatasi memotivasi pasien demam & untuk kooperatif. menganjurkan pasien 6. Peningkatansuhu /keluarga tubuh mengaki-batkan untuk kooperatif. penguapan tubuh 5. Menjelaskan meningkat sehingga pentingnya tirah ba- perlu diimbangi dengan ring bagi pasien & asupan cairan yang akibatnya jika hal banyak. tersebut tidak 7. Kompres dingin akan dilakukan. membantu menurunkan 6.Menganjurkan suhu tubuh. pasien untuk ba-nyak minum± 2,5 l/24 jam 8. Pakaian yang tipis akan & jelaskan membantu mengurangi manfaatnya bagi penguapan tubuh. pasi-en. 9. Untuk mengetahui adanya ketidak. Memberikan kompres dingin (pada seimbangan cairan
daerah axila & lipat paha). 8.Menganjurkan untuk tidak memakai selimut & pakaian yang tebal. 9. Mencatat asupan & Keluaran
2
Gangguan pemenuhan Kebutuhan nutrisi kebutuhan nutrisi; pasien ter-penuhi; kurang dari kebutuhan pasien mampu - Sehubungan dengan meng-habiskan mual,muntah,anoreksia makanan sesuai & sakit saat menelan. de-ngan porsi yangdiberikan/di butuhkan.
10. Memberikan terapi cairan intravena & obatobatan sesuai dengan program dokter (masalah kolaborasi) 1. Mengkaji keluhan mual, sakit me-nelan & muntah yang dialami oleh pasien. 2.Mengkaji cara/bagaimana makanan dihidangkan.
tubuh. 10. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi. Pemberian cairan merupakan we- wenang dokter sehingga perawat perluberkolaborasi dalam hal ini.
1.Untuk menetapkan cara mengatasi-nya.
2. Cara menghidangkan makanan d-pat mempengaruhi nafsu makan pasien. 3. Membantu mengurangi kelelahan 3.Memberikan pasien & meningkatkan makanan yang asupan makanan karena mudah ditelan mudah seperti: bubur, tim & ditelan. 4. Untuk menghindari dihi-dangkan saat mual & muntah. masih hangat. 5. Meningkatkan 4.Memberikan makanan dalam porsi pengetahuan pasien tentang nutrisi kecil & frekuensi sehingga motivasi sering. untuk makan 5. Menjelaskan meningkat. manfaat makanan/ nutrisi bagi 6.Memotivasi & meningkatkan pasien terutama saat se-mangat pasien. pasien sakit. 6. Memberikan 7.Untuk mengetahui umpan balik positif pemenuhan saat pasien mau nutrisi pasien. Nutrisi berusaha mengha parenteral sangat biskan makanannya. bermanfaat/dibutuhkan pasien terutama jika 7.Mencatat intake per oral sangat jumlah/porsi
makanan yang dihabiskan oleh pasien se-tiap hari. 8. Memberikan nutrisi parenteral (kolaborasi dengan dokter). 9. emberikan obatobat antasida (anti emetik) sesuai program dokter.
kurang. Je-nis & jumlah pemberian nutrisi Parenteral merupakan wewenang dokter. Obat antasida (anti emetik) mem-bantu pasien mengurangi rasa mual & muntah. Dengan pemberian obat tersebut diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. Untuk mengetahui Mengukur berat badan status gizi pasien. pasien se-tiap hari (bila mungkin).
3
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan & obatobatan pasien sehubungan dengan kurangnya informasi.
Pengetahuan pasien/keluarga tentang proses penyakit, diet, perawatan & obatobatan bagi penderita DHF meningkat serta pasien/keluarga mampu menceritakannya kembali
1.Mengkaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DHF. 2.Mengkaji latar belakang pendidikan pasien/keluarga. 3. Menjelaskan tentang proses penya-kit, diet, perawatan & obat-obatan pada pasien dengan bahasa & ka-ta- kata yang mudah dimengerti/ dipahami. 4.Menjelaskan semua prosedur yang akan dilakukan & manfaat nya bagi pasien. 5.Memberikan kesempatan Pada pa-ien/keluarga untuk menanyakan hal- hal yang ingin diketahui sehu-ungan dengan penyakit yang di-alami pasien. 6. Menggunakan leaflet atau Gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada/memungkinkan)
Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana Informasi atau pengetahuan tentang penyakit yang diketahui pasien serta kebe-naran in- formasi yang telah dida-patkan sebelumnya.Agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan mereka sehingga penjelasan dapat dipahami & tujuan yang direncanakan tercapai. Agar informasi dapat diterima de-ngan mudah & tepat sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman. Dengan mengetahui prosedur atau tindakan yang akan dialami, pasien akan lebih kooperatif & kecema-annya menurun. Mengurangi kecemasan & memo-tivasi pasien untuk kooperatif selama masa perawatan atau penyembuhan. Gambargambar atau media cetak seperti
leaflet dapat membantu me-ngingat penjelasan yang telah dibe-rikan karenadapat dilihat atau di baca berulang kali.
http://www.scribd.com/doc/33702630/askep-dengan-DHF
F. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas : umur, alamat (daerah endemis, lingkungan rumah/sekolah ada yang terkena DB) b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas, muntah, epistaksis, pendarahan gusi 2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas? 3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien) 4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetic atau tidak) 5) Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang? 6) Riwayat imunisasi c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan, usia) 2) Pemeriksaan per system a) System persepsi sensori § Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal § Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering b) System persyarafab : kesadaran, menggigil, kejang, pusing c) System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung, odem pulmo, krakles d) System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada e) System gastrointestinal : § Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi § Perut : turgor?, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut? § Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena f) System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit kering/lembab, pendarahan bekas tempat injeksi? g) System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria d. Pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesenian : sanitasi? 2) Pola nutrisi dan metabolism : anoreksi, mual, muntah
3) Pola eliminasi a) Bab : frekuensi, warna (merah?, hitam?), konsistensi, bau, darah b) Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir?, oliguria, anuria 4) Pola aktifitas dan latihan 5) Pola tidur dan istirahat 6) Pola kognitif dan perceptual 7) Pola toleransi dan koping stress 8) Pola nilai dan keyakinan 9) Pola hubungan dan peran 10) Pola seksual dan reproduksi 11) Pola percaya diri dan konsep diri G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL 1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic, dehidrasi, 2.
Gangguan pertukaran gas b/d akumulasi cairan di rongga paru
3. Deficit volume cairan 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 5. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit 6. Kelebihan volume cairan 7. . Resiko infeksi
H. DISCHARGE PLANNING 1. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, efek s amping 2. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala 3. Tekanan untuk melakukan control sesuai waktu yang ditentukan
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue Pelayanan Kesehatan oleh anomin, Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2005 Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia : Role of Cytokine in Plasma Leakeage, Coagulation and Fibrinolys oleh Suharti C Nejmegen, University Press, 2002 URL : http://www.medicastore.com/denguehemarrhogic URL : http://www.sumber-alkes.com/denguehemarrhogic URL : http://www.indokado.com/denguehemarrhogic Aras O., Shert A., Bach R.R., Slungard A., Hebbel R.P., Escolar G., Jilma B., and Key N.S, 2004 Barero P.R. and Mistchenko A.S., 2004 Darwis D., Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada Anak, Sari Pediatri, 2004 Sunatrio S., Transfusi Nasional pada Pendarahan Dalam : resusitasi cairan, Jakarta, Media Aesculapius, FK UI, 2000 NN, Brosur Pan Bio Dengue rapid Strip IgG & IgM. PT. Pacific Intralab, Jakarta L. Rosen, Dengue Hemorrhaguc Fever: A Critical Appraisal of Currenthypothesi Kumpulan Abstrak dalam Kongres Assoc. Am. Trop, Med, And Hyg. Des 1999 Arif Mansjoer, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapis FKUI J akarta, 2000 Budi Santosa, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Prima Medika Dina Kartika S., Peditricia, Tosca Enterprise, Yogyakarta, 2005 Fakultas Kedokteran UGM, Demam Berdarah Dengue : Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD, Yogyakarta, 1999
Hardiono D Pusponegoro dkk, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, IDAI, 2004 Helen Lewer, Learning to Care on the Pediatric Ward : terjemahan, EGC Jakarta, 1996 Joanne C. McCloskey, Nursing Intervention Classifi cation (NIC), Mosby Year Book, 1996 Judith M Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and NOC Outcomes, Upper Saddle River, New Jersey, 2005 Joyce Engel, Pocket Guide to Pediatric Assesment : terjemahan, EGC, 1998 Marion Ester, Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian: terjemahan WHO 1997, EGC Jakarta, 1999 Swearingen, Pocket Guide to Medical-Surgical Nursing: terjemahan, EGC, 2000 ___________, Kumpulan Materi Pelatihan Keperawatan Profesional Dasar Anak, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2002 ___________, Kumpulan Materi Pelatihan Pediatric Intensive Care Unit, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2005