DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………….... .... 1 DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… ………………………… 2 2 SATUAN ACARA PENYULUHAN RETARDASI MENTAL ………………………… BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ………………………………………………………………..... ………………………………………………………………..... 5 BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi Retardasi Mental ……………………………………………………… 7 ……………………………………………………… 7 2. Indikator Retardasi Mental …………………………………………………….. 8 …………………………………………………….. 8 3. Etiologi Retardasi Mental ……………………………………………………... 9 4. Patofisiologi Retardasi Mental ………………………………………………... 14 5. Diagnosis Retardasi Mental ………………………………………………. ………………………………………………........ ....... 15 6. Klasifikasi Retardasi Mental ………………………………………………...... ………………………………………………...... 19 7. Penatalaksanaan Retardasi Mental ………………..……………………..…….. 21 BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………...... 23 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………... 24
1
SATUAN ACARA PENYULUHAN RETARDASI MENTAL
Pokok bahasan Sub Pokok Bahasan Pukul Sasaran Jumlah peserta Tempat
: Gangguan Fungsi Intelektual dan Perilaku Adaptif : Retardasi Mental : 08.30-selesai : Lansia, keluarga dan klien yang berobat di poliklinik dewasa RS Jiwa Islam, Klender : Target 15 orang : RS Jiwa Islam, Klender
A. Latar belakang
Retardasi mental (RM) adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari fungsi intelektual yang dibawah rata – rata rata dan gangguan dalam ketrampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun. Gangguan dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan psikososial. Selama dekade terakhir, semakin dikenali faktor biologis , termasuk kelainan kromosom kecil, sindrom genetika dan intoksikasi timbal subklinis dan berbagai pemaparan toksin pranatal pada orang dengan retardasi mental ringan (sampai 85 persen dari populasi retardasi mental). 1 Prevalensi retardasi mental pada suatu waktu diperkirakan adalah kira – kira – kira kira 1 persen dari populasi. Insidensi retardasi mental sulit dihitung karena kesulitan mengenali onsetnya. Pada banyak kasus, retardasi mungkin laten selama waktu yang panjang sebelum keterbatasan seseorang diketahui atau karena adaptasi baik.1 Prevalensi untuk RM ringan 0,37 – 0,59% sedangkan untuk RM sedang, berat dan sangat berat adalah 0,3 – 0,4%.2 Insidensi tertinggi adalah pada anak usia sekolah, dengan puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental 1,5 kali lebih sering pada laki – laki dibandingkan dengan wanita. Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit karena mereka dengan retardasi mental yang berat atau sangat berat memiliki angka mortalitas yang tinggi yang disebabkan dari penyulit gangguan fisik yang menyertai. 1 Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0.3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0.1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang 2
hidupnya.3 Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.
B. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, peserta mampu memahami tentang retardasi mental secara umum.
C. Tujuan Khusus Penyuluhan
Peserta dapat menyebutkan dan mengerti tentang : 1.
Pengertian Retardasi Mental
2.
Penyebab Retardasi Mental
3.
Gejala klinis Retardasi Mental
4.
Penanganganan Retardasi Mental
D. Materi (terlampir)
1. Definisi Retardasi Mental 2. Indikator Retardasi Mental 3. Sebab retardasi mental 4. Tingkatan retardasi mental 5. Penanganan retardasi mental
E. Kegiatan Proses Penyuluhan No
KEGIATAN PENYULUHAN
1.
Tahap Pembukaan :
KEGIATAN PESERTA
a. Memberi salam
a. Menjawab salam,
b. Memperkenalkan diri
b. mendengarkan dan
WAKTU
2 menit
memperhatikan. 2.
Tahap Pelaksanaan a. Menggali pengetahuan peserta
a. Memperhatikan dan
tentang pengertian retardasi
mengemukakan pendapat
mental
mengenai retardasi mental.
30 menit
3
b. Memberikan informasi
b. Mendengarkan dan
mengenai pengertian, faktor
memperhatikan informasi
penyebab, gejala klinis dan
tentang retardasi mental.
penatalaksanaan pada
c. Mengajukan pertanyaan
retardasi mental.
d. Mendengarkan dan
c. Memberi kesempatan pada
memperhatikan
peserta untuk bertanya d. Menjawab pertanyaan 3.
Tahap Penutupan a. Menyimpulkan materi informasi mengenai retardasi mental.
a. Bersama penyuluh menyimpulkan materi b. Menjawab salam
10 menit
b. Menutup penyuluhan dan memberikan salam
F. Media dan Alat
1. Power point 2. Leaflet
4
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah retardasi mental terkait dengan semua pihak terutama keluarga atau orang tuanya. Keluarga merupakan tempat tumbuh kembang seorang individu, maka keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas dari individu yang terbentuk dari norma yang dianut dalam keluarga sebagai patokan perilaku setiap hari. Lingkungan keluarga secara tidak langsung berpengaruh dalam mendidik seorang anak karena pada saat lahir dan untuk masa berikutnya yang cukup panjang anak memerlukan bantuan dari keluarga dan orang lain untuk melangsungkan hidupnya. Keluarga yang mempunyai anak cacat akan memberikan perlindungan yang berlebihan pada anaknya sehingga anak mendapatkan kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan tingkat perkembangannya (Muttaqin, 2008). Tanggapan negatif masyarakat tentang anak retardasi mental menimbulkan berbagai macam reaksi orang tua yang memiliki anak retardasi mental, seperti: orang tua mengucilkan anak atau tidak mengakui sebagai anak yang retardasi mental. Anak yang retardasi mental disembunyikan dari masyarakat karena orang tua merasa malu mempunyai anak keterbelakangan mental. Di sisi lain, ada pula orang tua yang memberikan perhatian lebih pada anak retardasi mental ( Suryani, 2005). Jika orang tua mendapati bahwa anak mereka mengalami gangguan retardasi mental, maka kondisi ini merupakan suatu tantangan yang harus diatasi atau menjadikan kecemasan yang berlebihan sehingga mereka melakukan overproteksi terhadap anak tersebut. Akibatnya anak tersebut justru tidak dapat berkembang secara optimal, karena terus menerus bergantung pada orang tua (Sanders, 2007). Hasil penelitian Hurul (2011) menyatakan bahwa anak dengan retardasi mental yang memiliki keterbatasan intelektual dan perilaku adaptif, orang tua juga harus mengajarkan anak mereka tersebut agar dapat meneruskan kelangsungan hidupnya dan mandiri. Peran orang tua dalam pengasuhan anak sangatlah penting dan membutuhkan dukungan penuh agar anak itu sendiri dapat hidup mandiri. Hubungan anak yang retardasi mental dengan orang tuanya sangat penting dibandingkan dengan 5
hubungan anak yang inteligensinya normal dengan orang tuanya. Kepribadiannya, termasuk kestabilan atau ketidakstabilan emosinya, sampai pada batas tertentu mencerminkan kepribadian dan kestabilan emosinya, sampai pada batas tertentu mencerminkan kepribadian dan kestabilan atau ketidakstabilan emosional orang tuanya. Setiap orang tua mengharapkan putera-puteri mereka tumbuh menjadi anak cerdas dan ketika orang tua memperoleh kenyataan bahwa anak memiliki keterbatasan, banyak orang tua yang mengalami kecemasan akan masa depan anakanaknya (Sanders, 2006).
6
BAB II PEMBAHASAN
1. DEFINISI RETARDASI MENTAL
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif.3 Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.4 Menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 Retardasi mental yaitu Kelemahan atau ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa; keterampilan merawat diri, ADL; keterampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dan lainlain. Retardasi mental merupakan suatu gangguan Aksis II dimana dalam DSM-IV-TR untuk gejala anak retardasi mental terbagi dalam tiga kelompok yaitu :2 1. Kriteria pertama, seseorang harus memiliki intelektual yang secara signifikan berada di tingkatan sub average (dibawah rata-rata), yang ditetapkan berdasarkan satu tes IQ atau lebih. 2. Kriteria Kedua, adanya defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif yang muncul beragam setidaknya dua bidang yakni, komunikasi, merawat diri s endiri, mengurus rumah,
keterampilan
sosial,
interpersonal,
pemanfaatan
sumber
daya
di 7
masyarakat, keterampilan akademis, pekerjaan, kesehatan, dan keselamatan. Tes yang paling dikenal adalah Adaptive Behavior Scale, atau ABS untuk mnegukur prilaku adaptif. Contoh dari item dalam Vineland Adaptive Behavior Scales, yaitu: -
Umur 2 tahun mampu mengucapkan setidaknya 50 kata yang dikenali. Selain itu dapat membuka sweater, atau kemeja kancing depan tanpa dibantu.
-
Umur 5 tahun mampu untuk menceritakan cerita populer, dongeng, lelucon panjang, atau jalan cerita program TV serta mengikat tali sepatu yang menjadi suatu simpul, tanpa bantuan.
-
Umur 8 tahun mampu untuk menyimpan rahasia lebih dari 1 hari dan sudah bisa memesan makan sendiri di restoran.
-
Umur 11 tahun mampu untuk mengunakan telepon untuk semua jenis panggilan, tanpa bantuan, menonton TV atau mendengarkan radio untuk informasi tertentu. Umur 16 tahun mampu untuk menjaga kesehatan sendiri, merespon isyarat tidak langsung dalam suatu pembicaraan.
3. Kriteria Ketiga, anak dengan retardasi mental ciri intelektual dan kemampuan adaptif itu harus muncul sebelum mencapai 18 tahun.2
2. INDIKATOR RETARDASI MENTAL
Gejala anak retardasi mental menurut (Brown, dkk 1991 dalam Sekar, 2007) menyatakan : -
Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.
-
Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal -hal yang baru.
-
Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental ber at.
-
Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi mental berat mempunyai ketebatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
-
Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti : berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar. 8
-
Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
-
Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak retardasi mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya : memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan lain-lain.
3. ETIOLOGI RETARDASI MENTAL
3.1. Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental. 3
3.2.Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan intrakranial.1
3.3. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak
Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara retrospektif, kadang-kadang sulit untuk 9
memastikan gambaran kemajuan perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara lain : 1
Infeksi. Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis dan meningitis.
Trauma kepala Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan kecacatan mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera kepala yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.
Masalah lain Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan nyaris tenggelam. Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak
3.4. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural
Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual, penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anakanak.3 Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan, buku, atau kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang menstimulasi secara intelektual akibatnya mereka gagal mengembangkan keterampilan bahasa yang tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-keterampilan yang penting dalam masyarakat kontemporer. Beban-beban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat menghambat orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku anakanak, mengobrol panjang lebar, dan memperkenalkan mereka pada permainan kreatif. Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan intelektual dapat berulang dari generasi ke generasi.3
10
Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Pengaruh cultural yang mungkin memberikan kontribusi terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi sosial. 3
3.5. Kelainan kromosomal
Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang berjumlah 46 baru diketahui 50 tahun yang lalu (Tjio dan Levan, 1956, dalam Durand, 2007). Tiga tahun berikutnya, para peneliti menemukan bahwa penderita Sindroma Down memiliki sebuah kromosom kecil tambahan. Semenjak itu sejumlah penyimpangan kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X syndrome.
a) Down syndrome
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. 1 Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah ciri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar pasien berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam. 1
b) Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. 1 Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari ringan
sampai
berat.
Ciri
perilakunya
adalah
tingginya
angka
gangguan
defisit
atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan kalimat.1
11
c) Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)
Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian dari kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan menunjukkan banyak stigmata yang seringkali disertai dengan penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan laring) yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan menghilang dengan bertambahnya usia. 1
d) Kelainan kromosom lain
Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan Sindrom Down. 1
3.3. Faktor Genetik lain
Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila pola makan amat dikontrol.3 PKU ditransmisikan dengan trait Mendel autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kirakira yang di institusi adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup. Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin karena tidak adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut. Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat, tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal. Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang menyebabkan sulit ditangani. Mereka seringkali memiliki temper tantrum dan seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang meyerupai anak autistic atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya sangat terganggu atau tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perceptual.1
12
4. PATOFISIOLOGI Awal pembentukan susunan saraf pusat atau otak dimulai setelah kehamilan 8 minggu. Pertumbuhan dan perkembangan otak dimulai dengan pembentukan lempeng saraf (neural plate) pada masa embrio, yakni sekitar hari ke-16. Kemudian menggulung membentuk tabung saraf (neural tube) pada hari ke-22.Pada minggu ke-5 mulailah terlihat cikal bakal otak besar di ujung tabung saraf. Selajutnya terbentuklah batang otak, serebelum (otak kecil), dan bagian-bagian lainnya. Perkembangan otak sangat kompleks dan memerlukan beberapa seri proses perkembangan, yang terjadi atas penambahan (poliferasi) sel, perpindahan (migrasi sel), perubahan (diferensiasi) sel, pembentukan jalinan saraf satu dengan yang lainnya (sinaps), dan pembentukan selubung saraf (mielinasi). 5 Sel saraf (neuron) pada permulaan bentuknya masih sederhana, mengalami pembelahan menjadi banyak, dan proses ini disebut proliferasi. Proses proliferasi ini berlangsung selama kehamilan 4-24 minggu, dan selesai pada waktu bayi lahir. Setelah proses proliferasi, sel saraf akan migrasi ke tempat yang semestinya. Proses migrasi berlangsung sejak kehamilan kira-kira 16 minggu sampai akhir bulan ke-6 masa gestasi. Proses migrasi ini terjadi secara bergelombang, yaitu sel saraf yang bermigrasi awal akan menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian menempati lapisan luar korteks serebri.5 Pada akhir bulan ke-6, lempeng korteks ini sudah memiliki komponen sel neuron yang lengkap dan sudah tampak adanya diferensiasi menjadi 6 lapis seperti orang dewasa. Di tempat yang semestinya, sel saraf mengalami proses diferensiasi (perubahan bentuk, komposisi, dan fungsi). Sel saraf berubah menjadi sel neuron dengan cabang-cabangnya dan terbentuk pula sel penunjang (sel Glia). Fungsi sel inilah yang mengatur kehidupan kita sehari-hari. 5 Setelah lahir hanya terjadi pematangan fungsi sel saraf, tetapi selubung saraf atau myelin yang disebut mielinisasi masih berkembang. Tetapi, setelah lahir terjadi penambahan volume dan berat otak, bayi tampak lebih pintar. Hal ini karena adanya pertumbuhan serabut saraf, adanya peningkatan jumlah sel glia yang luar biasa dan proses mieliniasi akibat proses stimulasi yang didapat saat lahir.5
13
Proses perkembangan otak ini memegang peranan penting dalam perkembangan mental anak, hanya saja keterbatasan pengetahuan tentang neuropatologi terhadap hal yang menyebabkan kemunduran intelektual, sebagaimana telah dibuktikan dengan adanya 10-20% otak manusia dengan retardasi mental berat, tetapi terlihat normal secara kesuluruhan. Sebagian besar otak manusia menunjukkan perubahan yang ringan dan non-spesifik yang tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan derajat kemunduran intelektual.
5. DIAGNOSIS
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua ketrampilan ini akan berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi ada ketimpangan (discrepancy) yang luas, terutama pada penyandang RM. Orang yang demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana) pada RM berat. Keadaan ini akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan kriteria diagnostik dimana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan. Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari – hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya. Oleh karena itu kategori diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu hendaya atau ketrampilan khusus. Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas budaya.2 Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut : 1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara individual. Dapat dihitung dengan : 14
IQ = MA/CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir 2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumahtangga,
ketrampilan
sosial/interpersonal,
menggunakan
sarana
komunitas,
mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan 3.
Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun
Kode diagnostik dan Derajat retardasi mental berdasar kan DSM IV : Kode
Derajat retardasi mental
IQ
317
Ringan (mild)
50 – 69
318
Sedang (moderate)
35 - 49
318.1
Berat (severe)
20 – 34
318.2
Sangat berat(profound)
<20
Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang diharapakan. Diagnosis sendiri tidak menyebutkan penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik adalah berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan fungsi anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan tes laboratorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.1
a. Riwayat Penyakit Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran. Terdapat riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan herediter. Juga
15
dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien.1
b. Wawancara Psikiatrik Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya bersamasama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah. Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai bidang, dan mereka
mungkin
mengalami
kecemasan
sebelum
menjumpai
pewawancara.
Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan pengertian pasien. Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis adanya distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus diperiksa. Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien (menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi, penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan peranannya dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang tidak diketahui. Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam hal kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan dan pendekatan pengobatan. 1
c. Pemeriksaan Fisik Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti 16
mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali. 1
d. Pemeriksaan Neurologis Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan gangguan visual. Gangguan pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep cit ra tubuh. Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot (spastisitas
atau
hipotonia),
refleks
(hiperefleksia),
dan
gerakan
involunter
(koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan koordinasi yang buruk. 1
e. Tes Laboratorium Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan kariotipe dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom. Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di atas 35 tahun. Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling ) adalah teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat
17
dilakukan dalam trimester pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen. 1
f. Pemeriksaan Psikologis Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan kognititf. Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting. 1
8. KLASIFIKASI RETARDASI MENTAL
Untuk menentukan berat-ringannya retardasi mental, kriteria yang dipakai adalah: 1. Intelligence Quotient (IQ), 2. Kemampuan anak untuk dididik dan dilatih, dan 3. Kemampuan sosial dan bekerja (vokasional).
Berdasarkan kriteria tersebut kemudian dapat diklasifikasikan berat-ringannya retardasi mental yang Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi : 4
F70 Retardasi Mental Ringan
Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 – 69 menunjukkan retardasi mental ringan. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan bicara untuk keperluan sehari – hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biassanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis. Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita. Keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis tersendiri. 18
F71 Retardasi Mental Sedang
IQ biasanya berada dalam rentang 35 – 49. Umumnya ada profil kesenjangan dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuo-spasial daripada tugas – tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana. Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka. Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang retardasi mental sedang. Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas neurologik dan fisik juga lazim ditemukan meskipun kebanyakan penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan. Kadang – kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri.
F72 Retardasi Mental Berat
IQ biasanya berada dalam rentang 20 – 34. Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal : -
Gambaran klinis
-
Terdapatnya etiologi organik
-
Kondisi yang menyertainya
-
Tingkat prestasi yang rendah
Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat.
19
F73 Retardasi Mental Sangat Berat
IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan visuo-spasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat, penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga. Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus. Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak khas (atypical autism) terutam pada penderita yang dapat bergerak. 7. PENATALAKSANAAN RETARDASI MENTAL a. Pendekatan Medis
Penggunaan Ritalin efektif untuk mengurangi perilaku antisosial pada anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan tingkah laku.
b. Pendekatan Behavioral
Pendekatan ini mendasarkan pada prosedur operant conditioning. Misalnya, Program penanganan residential, yang menetapkan aturan dengan jelas terhadap anak-anak. Mereka akan diberikan reward untuk perilaku yang tepat dan hukuman untuk perilaku yang tidak tepat.
c. Pendekatan Kognitif-Behavioral
Penanganan anak dengan gangguan tingkah laku dilakukan dengan Terapi Kognitif Behavioral, yaitu melatih anak dengan gangguan tingkah laku untuk berpikir bahwa konflik sosial adalah masalah yang dapat diselesaikan dan bukan merupakan tantangan terhadap kejantanan mereka, yang harus dibuktikan dengan kekerasan. Anak-anak ini dilatih menggunakan keterampilan calming self talk, yaitu teknik untuk berpikir & berbicara kepada diri sendiri, tujuannya adalah menghambat perilaku impulsif, mengendalikan kemarahan, dan mencoba solusi yang tidak mengandung kekerasan dalam menghadapi konflik sosial. d. Pendekatan Keluarga-Lingkungan (Family ecological approach).
Pendekatan ini dikembangkan oleh Hanggeler, yang didasarkan pada teori ekologis dari 20
Urie Bronfenbrenner. Pendekatan ini meyakini bahwa anak berada dalam berbagai sistem sosial (keluarga, sekolah, hukum, komunitas, dll). Ia menekankan bahwa anak-anak/remaja yang melanggar peraturan itu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem sosial yang berinteraksi dengan mereka. Teknik yang digunakan adalah berusaha mengubah hubungan anak dengan berbagai sistem, untuk menghentikan perilaku dan interaksi yang mengganggu.
21
BAB III PENUTUP KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dalam proposal ni disimpulkan bahwa retardasi mental merupakan suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial yang dapat didiagnosis berdasarkan : 1.
Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara individual.
2.
Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan
3.
Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun
Berdasatkan Panduan Pedoman Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, retardasi mental diklasifikasikan menjadi retardasi mental ringan, retardasi mental sedang, retardasi mental berat, retardasi mental sangat berat. Penanganan retardasi mental dapat diberikan melalui pendekatan medis, pendekatan behavioral, pendekatan kognitif-behavioral, pendekatan keluarga-lingkungan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental . Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010 2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental . Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010 3. Salmiah S: Retardasi Mental . Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010 4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental . Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003 5. O’Callaghan M. Developmental Disability. In: Roberton DM, South M, editor. Practical Pediatrics. 6th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2006. p. 10814.
23