PERAN PANCASILA SEBAGAI PENANGKAL RADIKALISME DI INDONESIA
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, agama,ras dan golongan, atau bisa disebut Indonesia adalah negara multikultural. Setiap golongan masyarakat memiliki latar belakang, sudut pandang dan pemikiran yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab munculnya radikalisme di Indonesia. Gerakan radikal tidak serta merta selalu menyangkut tentang paham agama, melainkan ada juga tentang kenegaraan dan paham ideologi. Namun, kabar tentang gerakan radikal yang selalu berkembang di masyarakat adalah terorisme yang melakukan aksi pengeboman, penyanderaan, dan pembunuhan. Radikalisme adalah paham atau ideologi yang menuntut perubahan dan pembaruan sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan. Tuntutan perubahan oleh kaum yang menganut paham ini adalah perubahan drastis yang jauh berbeda dari sistem yang sedang berlaku. Dalam mencapai tujuannya, mereka sering menggunakan kekerasan. Radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme, karena mereka akan melakukan apa saja untuk menghabisi musuhnya. Radikalisme sering dikaitkan dengan gerakan kelompok-kelompok ekstrim dalam suatu agama tertentu. Kekhawatiran semakin berkembanngnya radikalisme agama juga dapat dilihat dari semakin maraknya kekerasan atas nama agama. Tercatat bahwa pada tahun 2007 terdapat 185 jenis tindakan dalam 135 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan; pada tahun 2008 terdapat 367 tindakan dalam 265 peristiwa, dan pada tahun 2009 terdapat 291 tindakan dalam 200 peristiwa. Kekerasan berkaitan dengan kebebasan beragama/ berkeyakinan sebagian besarnya berhubungan dengan beragam organisasi-organisasi radikal agama (SETARA institute 2010,1) Radikalisme di sebagian masyarakat bisa muncul karena banyak hal. Salah satunya adalah karena lemahnya pemahaman tentang agama yang dianut. Radikalisme ini merupakan sasaran bagi orang-orang yang bertujuan menyelewengkan ajaran agama atau mengajarkan paham-paham keagamaan yang sesat. Untuk sebagian masyakarat menganggap radikalisme sebagai
2
paham yang positif untuk kepentingan mereka. Seperti pelaku terorisme yang menganggap perbuatannya merupakan hal yang positif karena menurutnya hal tersebut untuk membela agamanya. Selain pelaku terorisme dengan latar belakang keagaaman, ada juga para politikus yang bisa melakukan apa saja dan menghalalkan segala cara demi memperoleh kekuasaan. Sebagai contoh hal dilakukan oleh para politikus untuk merebut kekuasaan antara lain dengan cara pemberontakan GAM, OPM, RMS dan lainnya. Karena itu, berbagai
gerakan
radikalisme
dapat
mengancam
keamanan
bangsa,
kelesetarian Pancasila dan NKRI (Wahid 2003, 119). Adanya infiltrasi ideologi dan aksi garis keras/radikal di Indonesia, telah menjadi tantangan yang berpotensi merusak keharmonisan dalam masyarakat Indonesia (Wahid 2003, 50).
Namun dalam kasus gerakan radikal agama, bentuk kebagkitan agama tidak lagi terbatas pada munculnya agama di sektor publik. Gerakan radikal agama ingin mendekonstruksi tatanan sosial, politik, ekonomi, budaya yang berlaku di kalangan masyarakat. Dalam konteks di Indonesia, islam kontemporer ini tidak lagi terbatas pada tingginya kesadaran umat islam untuk beribadah rutinitas belaka, tetapi juga menempatkan islam sebagai sebuah ideologi dalam rangka mewujudkan hakimiyat Allah (kedaulatan Tuhan) melalui persatuan umat islam secara global. Pada fenomena ini, terdapat masyarakat islam militan. Kelompokkelompok dan masyarakat islam militan. Kelompok-kelompok ini memiliki kesadaran tinggi dalam memperjuangkan ideologi islam sehingga tidak jarang bertentangan dengan negara, penguasa, serta lembaga-lembaganya (Demeijan 2001 dalam Wibowo 2010). Di Indonesia, aksi kekerasan yang terjadi kebanyakan dilakukan oleh
sekelompok
orang
yang
mengatasnamakan
agama
tertentu.
Kelompok-kelompok tertentu mengatasnamakan jihad membela agama atas tindakan yang mereka lakukan. Beberapa contoh radikalisme keagamaan yang terjadi di Indonesia adalah munculnya berbagai kelompok seperti Jama’ah Salafi, Front Pembela Insla (FPI), Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan, Darul
3
Islam/ Negara Islam Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah a. Apa hubungan radikalisme dengan Pancasila ? b. Bagaimana peran pancasila dalam mengatasi radikalisme di Indonesia ? 1.3 Tujuan a. Mengetahui hubungan radikalisme dengan Pancasila. b. Mengetahui peran pancasila dalam mengatasi radikalisme di Indonesia.
4
II.
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Radikalisme dan Pancasila Keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa yang dapat menjadi filter bagi masuknya berbagai ancaman dari luar dirasa kurang berhasil. Keberhasilan membuat perangkat hukum yang baik belum tentu memberikan dampak positif dalam mewujudkan maksud dan tujuan hukum. Sebagus apapun produk hukum formal yang ada tidak akan ada artinya tanpa disertai penerapan yang baik. Hal ini jika dibiarkan akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Sumber pokok kesalahan tidak terletak pada Pancasila. Tak ada yang salah dengan Pancasila karena isi Pancasila tidak melenceng dari nilai-nilai yang ada. Kesalahan yang sesungguhnya terletak pada penerapan Pancasila sebagai ideologi. Hal itu terjadi karena banyaknya orang Indonesia tidak dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan benar. Terlebih para penganut radikalisme, mereka adalah orang-orang yang tidak konsisten dalam melaksanakan isi Pancasila. Mereka mengerti dan memahami Pancasila namun tidak menerapkannya dalam kehidupan mereka. Radikalisme yaitu di mana bangsa ini melupakan Pancasila. Tidak pernah lagi Pancasila benar-benar dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal para pendiri NKRI sejak awal menyatakan bahwa penyelamat,
pemersatu, dan dasar Negara Indonesia adalah
Pancasila. Radikalisme di Indonesia tumbuh subur karena didukung oleh perilaku sebagian masyarakat yang bertentangan dengan filosofi Pancasila. Setiap sila telah diselewengkan. Salah satunya dalam sila pertama pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, di dalam sila ini tidak mengartikan tentang bagaimana gerakan radikalisme di sebarkan, tetapi sila ini memberi tahu bahwa semua masyarakat yang berada di Indonesia berhak memeluk agamnya sendiri-sendiri. Dari segi pelanggaran
5
terhadap
norma-norma
Pancasila
keseluruhan norma yang ada.
radikalisme
hampir
melanggar
Dampak radikalisme sendiri yaitu
banyaknya pemberontakan yang mengatasnamakan agama, contohnya teroris yang melakukan pemberontakan dengan cara membunuh atau melaukan bom bunuh diri. Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar, kita wajib menyadari bahaya ini. Jika dibiarkan, bangsa Indonesia akan terpecah-pecah dan akhirnya musnah. Dari aspek kualitas ancaman, radikalisme berpotensi merusak segala-galanya, mulai dari jiwa manusia (korban maupun pelaku), otak dan nurani (pelaku), bangunan fisik serta bangunan ideologi bangsa kita. Selain itu radikalisme dapat menganggu stabilitas
nasional.
Terganggungya
stabilitas
nasional
tidak
saja
menghambat pembagunan nasional, tetapi lambat-laun dapat berkembang menjadi permasalan kompleks yang mengancam kredibilitas pemerintah dan eksistensi bangsa. 2.2 Peran pancasila dalam menangkal radikalisme di Indonesia Peran Pancasila adalah Ideologi dari negara Indonesia untuk mempersatukan rakyat Indonesia namun belakangan Pancasila mulai pudar karena mulai sedikit orang yang mengetahui makna dari Pancasila tersebut, di samping itu muncunlah beberapa faktor radikalis yang membuat
orang
menggunakan
untuk
cara
mencapai
yang
salah
tujuan bahkan
tertentu
tetapi
dengan
menggunakan
dengan
kekerasan. Di situ lah sebenarnya peran Pancasila untuk menyelesaikan masalah radikalis. Dibutuhkan kerja keras dan konsistensi yang cukup untuk membumikan kembali ideologi Pancasila. Sebab, dalam konteks kekinian ideologi Pancasila telah dihimpit (berada dalam saingan) oleh berbagai ideologi alternatif lain. Penanaman nilai-nilai pancasila harus terus dibumikan, karena pancasila merupakan dasar negara yang harus tertanam dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sejak dini. Selain itu penanaman nilai pancasila dapat dilakukan dengan revitalisasi Pancasila. Menurut Pemendagri No. 29 Tahun 2011. Revitalisai Pancasila adalah proses menghidupkan atau memahami dan menghayati kembali nilai-nilai luhur
6
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena kompleksnya agenda pemasyarakatan yang perlu dikembangkan, metode dalam upaya revitalisasi Pancasila tidak perlu hanya terbatas pada upaya pelatihan formal. Hal terpenting lainnya adalah mengadakan sosialisasi Pancasila dan UUD 1945 melalui kurikulun pendidikan nasional di semua tingkat pendidikan (Asshiddiqie). Makna Sila Pertama, menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut umat beragama dan kepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinan. Selanjutnya pada sila kedua yaitu kemanusian yang adil dan beradab. Menjadi warga indonesia yang adil dan beradap merupakan keharusan. Beradap dapat dimaknai memiliki karakter yang baik, tentunya dengan menjadi manusia yang adil dan memiliki karakter yang baik, kesejahteraan dan kenyamanan hidup rakyat indonesia akan tercapai. Adil dapat dimaknai dengan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, tidak melanggar aturan, menjaga tingkah laku agar sesuai dengan norma agama, adat istiadat, dan budaya. Maka paham radikalisme dan terorisme sangat bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradap, karena tindakannya telah keluar dari norma agama, adat istiadat, dan budaya. Tidak ada budaya membunuh orang yang tidak bersalah itu dihalalkan, tidak ada norma agama yang menyuruh pengikutnya untuk membunuh. Begitu juga dengan islam, dimana salah satu prinsip hukumnya adalah menjaga nyawa (hifdzun naf ). Maka tindakan terorisme sangat bertentangan dengan pancasila sebagai falsafah negara dan agama islam. Paham inilah yang harus ditanam sejak dini agar supaya generasi penerus bangsa memiliki dasar yang kuat dalam menangkal radikalisme. Bersatu menjadi warga indonesia dengan berbagai macam budaya, etnis, agama, kepercayaan, bahasa, pulau dan lain merupakan kewajiban. Hal ini merupakan bunyi sila ke tiga yaitu persatuan Indonesia. Atas nama indonesia, mempertahankan negara kesatuan
indonesia
merupakan
kewajiban,
Maka
menjaga
dan
7
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk cinta terahadap tanah air. Nliai sila ke empat adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan keindonesiaan,
dalam
permusyawaratan
menaati
pemerintah
perwakilan.
dan
Dalam
perangkatnya
kontek
merupakan
kewajiban, begitu juga dengan mengikuti aturan yang berlaku. Selanjutnya, sila ke lima adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia menujukkan bahwa rakyat indonesia harus menjadi rakyat yang adil. Keadilan ini tidak memandang ras, agama, kepercayaan, budaya, dan lain-lain. Dengan satu tujuan bahwa rakyat Indonesia harus menjadi rakyat yang adil, berjiwa sosial dengan saling membantu satu sama lain, saling menerima dan menghargai, tidak diskrimaninasi, toleransi, karena rakyat indonesai memilik hak yang sama, hak untuk hidup, hak berkreasi dan berkarya, tanpa melihat dan membeda-bedakan warna kulit dan asal usul sehingga menjadi rakyat yang sejahtera.
8
III.
PENUTUP
A. KESIMPULAN 1. Indonesia
adalah
negara
multikultural.
Setiap
golongan
masyarakat memiliki latar belakang, sudut pandang dan pemikiran yang berbeda-beda. Dari segi pelanggaran terhadap norma-norma Pancasila radikalisme hampir melanggar keseluruhan norma yang ada.
Radikalisme yaitu
di
mana
bangsa
ini
melupakan
Pancasila. Tidak pernah lagi Pancasila benar-benar dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal para pendiri NKRI sejak awal menyatakan bahwa penyelamat, pemersatu, dan dasar Negara Indonesia adalah Pancasila. 2. Peran Pancasila adalah Ideologi dari negara Indonesia untuk mempersatukan rakyat Indonesia. Penanaman nilai-nilai pancasila harus terus dibumikan, karena pancasila merupakan dasar negara yang
harus
tertanam
dan
dapat
diimplementasikan
dalam
kehidapan sejak dini. Paham radikalisme dan terorisme sangat bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradap, karena tindakannya telah keluar dari norma agama, adat istiadat, dan budaya
9
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. Tt. Pemasyarakatan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta Hasani, Ismail. Dkk. 2010. Radikalisme Agama di Jabodetabek dan Jawa Barat; Implikasinya Terhadap Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Publikasi SETARA Institute: Jakarta maspurba.wordpress.com/2013/06/08/implementasi-nilai-nilai-pancasila-dalammenghadapi-radikalisme-terorisme-dan-separatisme/ Diakses 11 November 2017 news.liputan6.com/read/3034980/radikalisme-ancaman-nyata-pemuda-tanah-air Diakses 11 November 2017 Sudjito, et al, 2014. Penguatan, Sinkronisasi, Harmonisasi, Integrasi Kelembagaan dan Pembudayaan Pancasila dalam Rangka Memperkokok Kedaulatan Bangsa. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila. www.academia.edu/10170398/ RADIKALISME_DI_INDONESIA Diakses 11 November 2017 Wahid, Abdurrahman (ed.), 2009. Ilusi Negara Islam : Ekspansi Gerakan Islam Transnasional . Jakarta: Desantara Utama Media. Wibowo, Prihandono, 2010. Fenomena Neorevivalisme Internasional .
Islam di Dunia
www.ilmudasar.com/2017/08/Pengertian-Sejarah-Ciri-Kelebihan-danKekurangan-Radikalisme-adalah.html Diakses 11 November 2017 www.kompasiana.com/penjajalaut/1085-gerakan-radikal-diindonesia_569a2a80a6afbd7f07dad094 Diakses 11 November 2017 wulanilmu.blogspot.co.id/2017/05/peran-pancasila-dalam-menangkal.html Diakses 11 November 2017.