RANCANGAN ELEMEN MESIN
PERENCANAAN MESIN PENCACAH PLASTIK DENGAN PEMOTONG TIPE CRUSHER DENGAN SPESIFIKASI Daya
: 4 kW
Putaran Pisau : 75 rpm
Disusun oleh: Arridho Fadhil Auliya 1404102010008
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH 2018
DAFTAR ISI
LEMBAR TUGAS ..............................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1.2. Tujuan dan Manfaat ........................................................................... 1.3. Batasan Masalah .................................................................................
1 2 4
BAB II DASAR TEORI ......................................................................................
4
2.1. Plastik Polyethylen Terephtalate (PET) ........................................... 2.2. Mesin Pencacah Plastik tipe Crusher .......................................... 2.3. Poros dan Pasak .................................................................................. 2.4. Bantalan .............................................................................................. 2.5. Transmisi Roda Gigi .......................................................................... 2.6. Puli dan Sabuk-V ............................................................................... 2.7. Motor Listrik 3 Fasa ...........................................................................
4 5 7 13 13 17 19
BAB III DASAR PERANCANGAN ..................................................................
20
3.1. Perencanaan Kebutuhan Daya Pisau ...................................................... 3.2. Perencanaan Poros dan Pasak dengan Beban Puntir ...................... 3.3. Perencanaan Bantalan Gelinding ............................................... 3.4. Perencanaan Roda Gigi Lurus ............................................................ 3.5. Perencanaan sabuk dan Puli ...............................................................
20 22 28 32 39
BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN ..............................................................
44
4.1. Perancangan Awal ................................................................... 4.2. Perencanaan Poros dan Pasak .................................................... 4.3. Perencanaan Bantalan Gelinding ............................................... 4.4. Perencanaan Roda Gigi Lurus ............................................................ 4.5. Perencanaan Sabuk dan Puli ..............................................................
44 48 55 58 65
iv
BAB V PENUTUP ...............................................................................................
70
5.1. Kesimpulan......................................................................................... 5.2. Saran ............................................................................................................
70 71
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
72
LAMPIRAN .........................................................................................................
73
1. Gambar Kerja Rancangan .........................................................................
73
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Plastik merupakan salah satu jenis sampah yang volumenya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Seiring dengan perkembangan ekonomi, maka penggunaan plastik akan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan oleh keunggulan plastik dibanding dengan jenis material lain yang memiliki karakteristik bahan yang ringan, kuat, murah, tidak korosi, sifat insulasi yang baik dan mudah diwarnai. Menurut Kepala Dinas Kebersihan dan Keindahan (DKK) Banda Aceh, Banda Aceh saat ini mengelola 180 ton sampah per hari, dimana 60% diantaranya adalah sampah plastik. Keseluruhan sampah tersebut dikelola di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Gampong Jawa, Banda Aceh. Di TPA, sampah-sampah tersebut kebanyakan dipisahkan menurut jenisnya. Hal ini dikarenakan karakteristik sampah plastik berbeda dengan sampah organik yakni sulit terurai di dalam tanah. Sehingga, diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun agar sampah plastik dapat terdegradasi dengan sempurna. Maka, sampah plastik yang sudah terkumpul di TPA, kebanyakan dikumpulkan oleh pemulung atau dijual ke penampungan sampah yang ada di TPA, karena TPA Banda Aceh tidak mampu mengelola sampah plastik dalam jumlah yang begitu besar. Dikarenakan sifat dari sampah plastik yang sulit terdegradasi oleh tanah, penanganan sampah plastik dengan sistem landfill maupun open dumping bukan merupakan pilihan yang tepat. Penggunaan teknologi insinerasi dengan cara dibakar juga tidak tepat karena akan menghasilkan polutan ke udara sehingga menyebabkan polusi lingkungan. Untuk meminimalisir dampak lingkungan dari sampah plastik, maka material plastik harus didaur-ulang untuk mendapatkan kembali produk plastiknya ataupun untuk menghasilkan produk lain yang bernilai ekonomi.
1|Perancangan Mesin Pencacah Plastik
Secara umum, agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu seperti butiran, biji/pellet, serbuk, ataupun pecahan (Ichlas Nur, 2014). Untuk itu diperlukan beberapa mesin yang salling berhubungan, seperti mesin pencacah, mesin pellet dan mesin injection moulding, namun ketiga mesin tersebut hanya mampu dimiliki oleh industri kelas menengah keatas. Untuk industri kecil, umumnya hanya menggunakan mesin pencacah untuk mendapatkan plastik dalam bentuk serpihan/butiran. Hasil cacahan plastik tersebut dapat dijual ke industri pengolahan plastik menengah dan besar, ataupun dapat diolah sendiri sebagai kerajinan tangan. Berdasarkan hal tersebut, untuk dapat memenuhi tugas mata kuliah perancangan elemen mesin serta mengoptimalkan pengolahan limbah plastik yang ada di Banda Aceh, penulis memilih tugas perancangan mesin dengan judul “Perancangan Mesin Pencacah Plastik tipe Crusher dengan kapasitas daya 4 kW dan kecepatan putaran pisau 75 rpm”.
1.2.Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dan manfaat dari tugas perancangan elemen mesin ini yaitu: 1. Dapat direalisasikan pada industri kecil pengolahan sampah plastik di Banda Aceh. 2. Dapat dijadikan pedoman untuk perancangan mesin pencacah plastik. 3. Memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Perancangan Elemen Mesin di Program Studi Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala 4. Sebagai bahan studi rekan-rekan mahasiswa dan masyarakat untuk diterapkan dalam kemajuan pengolahan limbah plastik di Aceh.
2|Perancangan Mesin Pencacah Plastik
1.3.Batasan Masalah Adapun batasan masalah yang penulis terapkan pada perancangan elemen mesin ini yaitu: 1. Elemen mesin yang direncanakan yaitu poros, pasak, bantalan, roda gigi lurus, sabuk, dan puli. 2. Motor yang direncanakan dipilih berdasarkan kebutuhan daya potong pisau pemotong untuk mencacah plastik. 3. Jenis plastik yang dipilih adalah plastik Polyethylene Terephthalate (PET).
3|Perancangan Mesin Pencacah Plastik
BAB II DASAR TEORI
2.1.Platik Polyethylen Terephtalate (PET) Plastik jenis PET mulai dikembangkan pada pertengahan tahun 1940 oleh Dupont Tim. Mereka sedang dalam usaha pencarian PET untuk bahan tekstil yang berupa fiber dan akhirnya bahan itu diberi nama “dakron”. Kemudian, masih merupakan kelompok DuPont tim, John Rex Whinfield bersama timnya mendapatkan hak paten “PET” pada tahun 1941. Setelah berselang beberapa tahun, pada akhir tahun 1950-an, seorang ilmuwan menemukan cara untuk membentuk PET menjadi bentuk lembaran, dari sana PET mulai digunakan sebagai bahan untuk kertas film di bidang fotografi dan kertas rontgen. Barulah pada tahun 1970-an, teknologi stretch-blow moulding PET ditemukan. Teknologi ini menghasilkan benda berongga, seperti botol tang memiliki orientasi
molekular
biaksial (dua
sumbu).
Orientasi
biaksial
meningkatkan sifat fisik, kejernihan, dan sifat penghalang gas, yang semuanya penting dalam produk seperti botol. Teknologi tersebut juga membuat PET film berbentuk botol yang tahan pecah dan mempunyai bentuk yang cukup kuat namun ringan. Sehingga pada tahun 1973 PET berbentuk botol dipatenkan dan pada tahun 1977 merupakan tahun pertama PET botol di daur ulang.
Gambar 2.1. Proses Produksi Botol PET dengan Stretch Blow Moulding Sumber: https://www.petallmfg.com/images/Pet-Stretch-Blow-Moulding-Machines.jpg
4|Perancangan Mesin Pencacah Plastik
PET merupakan bahan yang 100% dapat di daur ulang. Selain kemasan botol, PET resin hasil daur ulang dapat juga digunakan untuk memproduksi pakaian, onderdil kendaraan, karpet dan lain – lain. Angka daur ulang PET di USA dan Eropa berturut – turut sekitar 31% dan 52% pada tahun 2012. Untuk dapat mendaur ulang plastik PET, langkah awal yang harus dilakukan adalah menghancurkan plastik ini terlebih dahulu. Dapat dilakukan dengan cara dilelehkan ataupun dihancurkan menjadi cacahan – cacahan kecil. Tabel yang menunjukkan sifat karakteristik mekanis dari plastik PET untuk dapat dihancurkan, dapat dilihat melalui tabel 2.1. di bawah ini:
Tabel 2.1. Sifat Mekanis Plastik PET Sumber : http://www.matweb.com/reference/tensilestrength.aspx
2.2.Mesin Pencacah Plastik tipe Crusher Secara umum, agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, limbah plastik harus dalam bentuk tertentu seperti butiran, biji/pellet, serbuk, ataupun pecahan (Ichlas Nur, 2014). Untuk itu, diperlukan beberapa kombinasi penggunaan mesin yang salling berhubungan, seperti mesin pencacah, mesin pellet dan mesin injection moulding, namun ketiga mesin tersebut hanya mampu dimiliki oleh industri kelas menengah keatas. Untuk industri kecil, umumnya hanya menggunakan mesin pencacah untuk mendapatkan plastik dalam bentuk
5|Perancangan Mesin Pencacah Plastik
serpihan/butiran. Hasil cacahan plastik tersebut dapat dijual ke industri pengolahan plastik menengah dan besar, ataupun dapat diolah sendiri sebagai kerajinan tangan. Teknologi pencacahan limbah plastik umumnya menggunakan mesin pencacah yang terdiri dari silinder pemotong tunggal tipe reel dan bedknife. Namun, pemotong tipe reel ini prosesnya kurang efisien karena proses pemotongan lama dan membutuhkan tenaga yang besar. Masalah lain yang juga sering muncul adalah pisau pemotong yang menjadi tumpul dan mesin yang sering tersendat. Untuk meningkatkan efisiensi proses pencacahan tersebut, dapat dilakukan suatu usaha yakni menggunakan sistem pemotong yang mampu melakukan perusakan struktur bahan dengan meremukkan, menekan, menarik dan merobekrobek bahan, dengan kondisi ini bahan dapat menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Untuk itu, perlu proses pencacahan dengan menggunakan mesin pencacah berbentuk crusher. Sistem pemotong crusher menggunakan dua buah silinder pemotong yang masing-masing memiliki pisau yang disusun berselangan dan berputar berlawanan arah, agar dapat bekerja dengan menjepit, meremukkan, menekan, menarik, dan merobek-robek bahan limbah plastik. Berbeda dengan sistem pemotong tipe reel yang hanya menggunakan satu buah poros pisau pemotong tunggal disertai rumah pemotong (bedknife). Sistem pemotong ini bekerja dengan menjepit dan menekan bahan limbah plastik hingga hancur. Ilustrasi perbedaan sistem pemotong tipe reel dengan tipe crusher dapat dilihat pada gambar 2.1. (a,b) berikut:
Gambar 2.2(a) Sistem Pemotong tipe Crusher
6|Perancangan Mesin Pencacah Plastik
Gambar 2.2(b) Sistem Pemotong tipe Reel
2.3.Poros dan Pasak 2.3.1. Poros Poros adalah salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran secara bersamaan. Poros yang berfungsi dalam sistem transmisi ini dapat diklasifikasikan menurut jenis pembebanannya, yakni sebagai berikut:
1. Poros transmisi, poros yang mengalami beban punter murni atau puntir dan lentur.
Gambar 2.3. Poros Transmisi Sumber : http://www.teknikmesin.org/wp-content/uploads/2014/03/poros-eksentrik.jpg
7|Perancangan Mesin Pencacah Plastik
2. Spindel, poros transmisi yang relatif pendek dan beban utamanya berupa puntiran.
Gambar 2.4. Poros Spindel Sumber : http://reportase.umy.ac.id/wpcontent/uploads/2016/08/020615_1550_mengenalmes3.png
3. Gandar, poros yang hanya menerima beban lentur saja, dipakai antara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir.
Gambar 2.5. Poros Gandar Sumber : http://4.bp.blogspot.com/iZO6h4dEgoU/T02FWOBcLTI/AAAAAAAABVo/rL9rMMn3fyI/s400/250pxRollingstock_axle.jpg
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan sebuah poros antara lain: 1.
Kekuatan Poros Kekuatan poros sangat penting dalam menentukan dan merancang poros
yang baik serta aman digunakan. Dengan melihat pembebanan yang terjadi pada poros seperti beban puntir, beban lentur, beban tarik kita dapat menentukan
8|Perancangan Mesin Pencacah Plastik
kekuatan poros yang sesuai. Selain itu kita harus memerhatikan faktor lainnya seperti kelelahan (fatigue), tumbukan, dan konsentrasi tegangan. 2. Kekakuan Poros Kekakuan poros erat kaitannya dengan defleksi yang akan terjadi pada poros. Defleksi yang besar akan menyebabkan getaran serta suara bising yang dapat berakibat kegagalan pada poros. Untuk itu kita harus menyesuaikan kekakuan pada poros dengan spesifikasi kerja yang kita inginkan. 3. Putaran Kritis Poros Poros harus dirancang sedemikian rupa sehngga putaran kerja yang dibutuhkan harus menjauhi putaran kritis dari poros itu sendiri. Poros dapat dibuat bekerja di bawah putaran kritisnya ataupun di atas putaran kritisnya untuk menhindari kegagalan. 4. Bahan Poros Dari sisi teknis pemilihan bahan untuk pembuatan poros harus memerhatikan ketersediaan bahan, biaya produksinya, serta manufactureability atau kemampuan proses manufakturnya. Poros yang berasal dari bahan yang langka di daerah kita serta membutuhkan pekerjaan yang khusus akan menaikan harga produksi oleh karena itu perhatikan ketersediaan bahan poros di daerah kalian serta perhatikan kemampuan dalam pembuataannya baik dari mesinmesinya maupun tenaga ahlinya. 5. Faktor Korosi Penggunaan dan penempatan poros akan menentukan nilai korosi pada poros. Oleh karena itu perhatikan penempatan poros agar faktor korosi dapat dikurangi. Misal poros digunakan pada mesin pompa air laut maka poros tersebut harus lebih tahan korosi jika dibandingkan dengan poros pada pompa air tawar.
9|Perancangan Mesin Pencacah Plastik
2.3.2. Sambungan Pasak Pasak digunakan untuk menyambung dua bagian batang (poros) atau memasang roda, roda gigi, roda rantai dan lain-lain pada poros sehingga terjamin tidak berputar pada poros atau terjadi slip. Pemilihan jenis pasak tergantung pada besar kecilnya daya yang bekerja dan kestabilan bagian-bagian yang disambung. Untuk daya yang kecil, antara naf roda dan poros cukup diikat dengan baut tanam (set screw). Berdasarkan cara pemasangannya, pasak yang umum digunakan dalam perencanaan elemen mesin yaitu pasak benam. Pasak jenis ini sendiri terbagi atas beberapa macam, antara lain: 1. Pasak Benam Segi Empat (Rectangular Sunk Key)
Gambar 2.6. Pasak Benam Segi Empat Dimensi dari pasak benam segi empat dapat direncanakan dengan persamaan: -
Lebar Pasak, 𝑏 = 𝑑/4
-
Tinggi Pasak, 𝑡 = 3 𝑏
2
Dimana, d = Diameter Poros
2. Pasak Bujur Sangkar (Square Key) Bentuknya sama seperti rectangular sunk key, hanya saja lebar dan tebalnya memiliki dimensi yang sama, yaitu: 𝑏=𝑡=
𝑑 4
10 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3. Pasak Tembereng (Woodruff Key) Pasak jenis ini biasanya digunakan pada poros dengan beban puntir yang tidak terlalu besar. Pasak woodruff dipasang pada alur pasak yang berbentuk setengah lingkaran yang terdapat pada permukaan poros dan alur yang berbentuk persegi panjang yang terdapat pada lubang poros atau lubang hub dari elemen mesin pasangannya.
Gambar 2.7. Pasak Tembereng Sumber : http://pusat-lingkaran.blogspot.co.id/2016/12/pasak-memanjang.html
4. Pasak Pelana (Saddle Key) Jenis pasak ini umum digunakan untuk mengikat hubungan antara naf roda dengan poros.
Gambar 2.8. Pasak Pelana
5. Pasak Poros Berbintang (Spline) Pasak poros bintang mempunyai bentuk yang agak berbeda dengan pasak lainnya. Pasak poros bintang yang sering juga disebut sebagai spline memiliki bentuk gerigi atau alur-alur pada permukaan porosnya. Pasak
11 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
poros bintang dipasang dengan roda gigi atau elemen mesin lainnya yang mempunyai alur-alur pada permukaan lubang porosnya. Dengan demikian poros pasak bintang dan elemen mesin pasangannya akan terikat dan dapat berputar bersama-sama.
Gambar 2.9. Spline Sumber: http://id.gearwf.com/uploads/201611339/p201611160902473353714.jpg
Dalam merencanakan suatu pasak, agar konstruksi pasak mampu menahan beban yang diterima oleh pasak dari tumbukan yang terjadi akibat kontak pasak dengan poros, perencanaan pasak harus mengikuti standar ukuran yang telah ditentukan. Pada pasak benam segi empat, standar ukuran yang digunakan disesuaikan dengan diameter poros, ditunjukkan dalam gambar di bawah ini:
Tabel 2.2. Standar Ukuran Pasak
12 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
2.4.Bantalan Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu beban poros berbeban, sehingga putaran dapat berlangsung secara halus, aman dan panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya untuk bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tak dapat bekerja semestinya. Bantalan dapat dikelompokan dalam dua jenis yaitu: a. Bantalan luncur, dimana pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan lapisan pelumas. b. Bantalan gelinding, pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan elemen gelinding. Kedua jenis bantalan juga dapat dibagi lagi berdasarkan arah beban yang diterimanya, yaitu: a. Bantalan radial, arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros. b. Bantalan aksial, arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah sejajar poros. Poros dalam crusher blade adalah poros utama yang artinya poros ini juga ikut berputar, oleh karena itu gaya ataupun beban yang ditumpu oleh bantalan pada poros ini dan elemen lain yang melekat padanya seperti roda gigi adalah beban radial yang artinya arah gayanya tegak lurus sumbu poros.
2.5.Transmisi Roda Gigi Roda gigi adalah bagian dari mesin yang berputar yang berguna untuk mentransmisikan daya. Roda gigi memiliki gigi-gigi yang saling bersinggungan dengan gigi dari roda gigi yang lain. Dua atau lebih roda gigi yang bersinggungan dan bekerja bersama-sama disebut sebagai transmisi roda gigi, dan bisa menghasilkan keuntungan mekanis melalui rasio jumlah gigi. Roda gigi mampu mengubah kecepatan putar, torsi dan arah daya terhadap sumber daya. Tidak semua roda gigi berhubungan dengan roda gigi yang lain; salah satu kasusnya adalah 13 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
pasangan roda gigi dan pinion yang bersumber dari atau menghasilkan gaya translasi, bukan gaya rotasi. Roda gigi dapat diklasifikasikan menurut letak poros dan bentuk jalur gigi, yaitu: 1. Roda gigi dengan poros sejajar, adalah roda gigi dimana giginya berjajar pada dua bidang silinder yang disebut “bidang jarak bagi”. Kedua bidang silinder tersebut bersinggungan dan yang satu menggelinding pada yang lain dengan sumber tetap sejajar. Dan roda gigi ini merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar poros. 2. Roda gigi miring, mempunyai jalur gigi yang berbentuk ulir pada silinder jarak bagi. Pada roda gigi miring ini, jumlah pasangan gigi yang saling membuat kontak serentak (perbandingan kontak) adalah lebih besar dari pada roda gigi lurus, sehingga pemindahan momen atau putaran melalui gigi-gigi tersebut dapat berlangsung. Sifat ini sangat baik untuk mentransmisikan putaran tinggi dan beban besar. Namun roda gigi miring memerlukan bantalan aksial dan kotak roda gigi yang lebih kokoh, karena jalur gigi yang berbentuk ulir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar dengan poros. 3. Roda gigi miring ganda, dalam hal ini, gaya aksial yang timbul pada gigi yang mempunyai alur bentuk V tersebut, akan saling meniadakan. Dengan roda gigi ini, perbandingan reduksi, kecepatan keliling, dan daya yang diteruskan dapat diperbesar. 4. Roda gigi dalam, dipakai jika diingini alat transmisi dengan ukuran kecil dengan perbandingan reduksi besar, karena pinyon terletak didalam roda gigi. 5. Pinyon dan batang gigi, pasangan ini digunakan untuk merubah gerakan putar menjadi lurus atau sebaliknya. Batang gigi merupakan dasar profil pahat pembuat gigi. 6. Roda gigi kerucut lurus dengan gigi lurus, adalah yang paling mudah dibuat dan paling sering dipakai, akan tetapi sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang kecil dan juga konstruksinya tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua ujung porosnya. 14 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
7. Roda gigi kerucut spiral, karena mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar, dapat menerusakan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros kedua roda gigi kerucut ini biasanya dibuat 90˚. 8. Roda gigi cacing silindris, mempunyai cacing berbentuk silinder atau lebih umum dipakai. 9. Roda gigi cacing globoid, untuk beban besar dengan perbandingan kontak yang lebih besar roda gigi ini dapat dipergunakan. 10. Roda gigi hipoid, mempunyai alur gigi berbentuk spiral dan bidang kerucut yang sumbunya bersilang, dan pemindahan gaya pada permukaan gigi berlangsung secara meluncur dan menggelinding.
(a) Roda gigi lurus
(e) Pinyon dan batang gigi
(i) Roda gigi miring silang
(b) Roda gigi miring
(f) Roda gigi kerucut lurus
(j) Roda gigi cacing silindris
(c) Roda gigi miring ganda
(g) Roda gigi kerucut spiral
(k) Roda gigi cacing globoid
Gambar 2.10. Klasifikasi Roda Gigi
15 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
(d) Roda gigi dalam
(h) Roda gigi permukaan
(l) Roda gigi hipoid
Letak poros
Roda gigi Roda gigi lurus, (a) Roda gigi miring, (b)
Roda gigi dengan poros sejajar
Roda gigi miring ganda, (c) Roda gigi luar Roda gigi dalam dan pinyon, (d)
Keterangan (klasifikasi atas dasar bentuk alur gigi) Arah putaran berlawanan Arah putaran sama
Batang gigi dan pinyon, Gerakan lurus dan berputar (e) Roda gigi kerucut lurus, (f) Roda gigi kerucut spiral, (g) Roda gigi kerucut ZEROL Roda gigi dengan poros berpotongan
(klasifikasi atas dasar bentuk alur gigi)
Roda gigi kerucut miring Roda gigi kerucut miring ganda Roda gigi permukaan dengan poros berpotongan, (h)
(roda gigi dengan poros berpotongan berbentuk istimewa)
Roda gigi miring silang, (i) Batang gigi miring silang
Roda gigi dengan poros silang
Kontak titik gerakan lrus dan berputar.
Roda gigi cacing silindris, (j) Roda gigi cacing selubung ganda (globoid), (k) Roda gigi cacing samping Roda gigi hyperboloid Roda gigi hipoid, (l) Roda gigi permukaan silang Tabel 2.3. Klasifikasi roda gigi
Sumber : Sulastro Dan K.Suga, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
16 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
2.5.1. Bagian-Bagian Roda Gigi Nama – nama bagian roda gigi ditunjukkan dengan gambar 2. dibawah ini.
Gambar 2.11. Nama – Nama Bagian Roda Gigi Sumber : Sulastro Dan K.Suga, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
2.5.2. Perbandingan Putaran Dan Perbandingan Roda Gigi. Jika putaran gigi yang berpasangan dinyatakan dengan n1 (rpm) pada poros penggerak dan n2 (rpm) pada poros yang digerakkan, diameter lingkaran jarak bagi d1 dan d2 (mm), jumlah gigi z1 dan z2, maka perbandingan putaran u adalah: u =
n2 d 1 m.z 1 z1 1 = = = = n1 d 2 m.z 2 z 2 i
z2 /z1 = i Harga i, yaitu perbandingan antara jumlah gigi pada roda gigi dan pada pinyon, disebut perbandingan roda gigi atau perbandingan transmisi.
2.6. Puli dan Sabuk-V 2.6.1. Puli (Pulley) Puli adalah suatu alat mekanis yang digunakan sebagai pendukung pergerakan belt atau sabuk lingkar untuk menjalankan sesuatu kekuatan yang berfungsi menghantarkan suatu daya. Cara kerja puli sering digunakan untuk mengubah arah dari gaya yang diberikan dan mengirimkan gerak rotasi.
17 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
Gambar 2.12 Puli Sumber : https://s4.bukalapak.com/img/4034940842/large/Pulley_Pully_Puli_A1_2_1_2_32_mm_Steel.jpg
2.6.2. Sabuk V (V-Belt) Sabuk adalah bahan fleksibel yang melingkar tanpa ujung, yang digunakan untuk menghubungkan secara mekanis dua poros yang berputar. Sabuk digunakan sebagai sumber penggerak, penyalur daya yang efisien atau untuk memantau pergerakan relative. Sabuk dilingkarkan pada katrol. Dalam system dua katrol, sabuk dapat mengendalikan katrol secara normal pada satu arah atau menyilang. Sabuk digunakan sebagai sumber penggerak contohnya adalah pada conveyor dimana sabuk secara kontinu membawa beban dari satu titik ke titik lainnya.
Gambar 2.13. Dimensi tipe konstruksi sabuk V Sumber : Sulastro Dan K.Suga, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
18 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
2.7.Motor Listrik 3 Fasa Motor listrik 3 fasa adalah motor yang bekerja dengan memanfaatkan perbedaan fasa pada sumber untuk menimbulkan gaya putar pada bagian rotornya. Perbedaan fasa pada motor 3 phase didapat langsung dari sumber. Hal tersebut yang menjadi pembeda antara motor 1 fasa dengan motor 3 fasa. Secara umum, motor 3 fasa memiliki dua bagian pokok, yakni stator dan rotor. Bagian tersebut dipisahkan oleh celah udara yang sempit atau yang biasa disebut dengan air gap. Jarak antara stator dan rotor yang terpisah oleh air gap sekitar 0,4 milimeter sampai 4 milimeter. Terdapat dua tipe motor 3 fasa jika dilihat dari lilitan pada rotornya, yakni rotor belitan (wound rotor) dan rotor sangkar tupai (squirrel-cage rotor). Motor 3 fasa rotor belitan (wound rotor) adalah tipe motor induksi yang lilitan rotor dan statornya terbuat dari bahan yang sama.
Gambar 2.14. Komponen pada Motor Listrik 3 Fasa Sumber : http://belajarelektronika.net/wp-content/uploads/2016/01/motor-3-fasa.jpg
19 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
BAB III DASAR PERANCANGAN
3.1.Perencanaan Kebutuhan Daya Pisau 3.1.1. Gaya yang dihasilkan Pisau Pemotong Daya yang dibutuhkan pisau pemotong untuk mengancurkan plastik menjadi cacahan-cacahan kecil, dipengaruhi oleh karakteristik material plastik yang akan dipotong seperti luas penampang dan batas tegangan geser (shear stress) dari plastik tersebut. Dalam hal ini, material plastik yang dipilih adalah plastik jenis Polyethylene Terephthalate (PET). Maka, untuk menentukan daya potong pisau, beberapa langkah yang harus dilakukan adalah menentukan gaya potong, torsi, dan kecepatan pisau pemotong pisau. Sehingga, dapat digunakan persamaan: 𝐹 = 𝐴 ∙ 𝐹𝑠 (Persamaan 3.1)
Dimana: F = Gaya Potong Pisau
(N)
A = Luas Penampang Pisau Pemotong
(Cm2)
𝐹𝑠 = Batas Tegangan Geser Material Plastik
(Kgf/Cm2)
3.1.2. Torsi yang Terjadi Dengan mengetahui besarnya gaya yang terjadi pada pisau untuk memotong material, dapat ditentukan torsi melalui persamaan: 𝑇=𝐹∙𝑟 (Persamaan 3.2)
Dimana: T = Torsi
(Nm)
F = Gaya pada Pisau
(N)
r = Jari-Jari Pisau
(m)
20 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.1.3. Daya yang Dibutuhkan Pisau Pemotong Setelah mendapatkan nilai torsi, maka dapat ditentukan daya yang dibutuhkan pisau untuk dapat menghancurkan material plastik menjadi cacahancacahan kecil. Kebutuhan daya pisau ini dapat ditentukan dengan persamaan: 𝑃=𝑇∙
2𝜋𝑛 60 (Persamaan 3.3)
Dimana: P = Daya yang dibutuhkan
(kW)
T = Torsi
(Nm)
π = 3,14 n = Kecepatan Putaran
(Rpm)
21 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.2.Perencanaan Poros dan Pasak dengan Beban Puntir 3.2.1. Diagram Alir Perencanaan
B
MULAI
A
< Daya yang ditransmisikan, 𝑃(𝑘𝑊); putaran poros, 𝑛1 (𝑟𝑝𝑚)
𝜏𝑎 𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 > 𝜏 𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 0
> Faktor koreksi, 𝑓𝑐 Gaya Tangensial pada Pasak (𝐹𝑡 )
Daya Rencana, 𝑃𝑑 (𝑘𝑊) Pasak: lebar b x tinggi h Kedalaman alur pasak Momen Puntir Rencana, 𝑇 (𝑘𝑔. 𝑚𝑚)
poros t1 Kedalaman alur pasak naf t2
Bahan poros, perlakuan panas, kekuatan tarik 𝑘𝑔 𝜎𝐵 ( ൗ𝑚𝑚 2), apakah poros bertangga atau beralur pasak faktor keamanan, 𝑠𝑓1 , 𝑠𝑓2
Tekanan geser diizinkan (𝜏𝑘𝑎 ) Tekanan permukaan diizinkan (𝑃𝑎 )
Panjang pasak dari 𝜏𝑘𝑎 ; Panjang pasak dari 𝑃𝑎
tegangan geser yang diizinkan pada poros, 𝜏𝑎 (𝑘𝑔Τ𝑚𝑚 2)
< 𝑏/𝑑𝑠 : 0,25-0,35 𝐿/𝑑𝑠 : 0,75-1,5
Faktor koreksi untuk momen puntir pada poros, 𝐾𝑡
≥
Diameter Poros Ukuran Pasak b x h Panjang Pasak Bahan pasak, perlakuan panas Tegangan geser, 𝜏 (
A
𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚 2)
B
Gambar 3.1 Diagram Alir (Flowchart) Untuk Perencanaan Poros Dan Pasak 22 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
SELESAI
3.2.2. Nilai Faktor Koreksi Tabel 3.1 faktor-faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan 𝐹𝑐
Daya yang akan ditransmisikan Daya rata-rata yang diperlukan
1,2 – 2,0
Daya maksimun yang diperlukan
0,8 – 1,2
Daya normal
1,0 – 1,5
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya paramitha, 1978, Halaman 7.
3.2.3. Daya Rencana Daya yang direncanakan dalam perhitungan poros dapat dihitung dengan formula: 𝑃𝑑 = 𝑓𝑐 ∙ 𝑃
(Persamaan 3.4)
3.2.4. Momen Puntir Poros Momen puntir yang mungkin akan terjadi dapat dihitung dengan formula: 𝑇 = 9,74𝑥105
𝑃𝑑 𝑛1
(Persamaan 3.5)
3.2.5. Tegangan Geser Diizinkan Tegangan geser yang diizinkan 𝜎𝑎 (
𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚2 ) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan: 𝜏𝑎 =
𝜎𝑏 𝑆𝑓1 𝑥𝑆𝑓2
(Persamaan 3.6)
Dimana: 𝜎𝑏
= tegangan tarik (𝑘𝑔/𝑚𝑚2 )
𝑆𝑓1
= faktor keamanan
𝑆𝑓2
= faktor keamanan
3.2.6. Menentukan Diameter Poros Diameter poros (𝑑𝑠 ) didapatkan dengan menggunakan formula: 𝑑𝑠 = [
1/3 5,1 𝐾𝑡 𝐶𝑏 𝑇] 𝜏𝑎
23 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
(Persamaan 3.7)
Dimana: 𝑑𝑠
= Diameter poros (𝑚𝑚)
𝐶𝑏
= Faktor Lenturan
𝑀
= Momen Lentur (𝑘𝑔 · 𝑚𝑚)
𝐾𝑡
= Faktor Koreksi untuk Momen Puntir
𝑇
= Torsi (𝑘𝑔 · 𝑚𝑚)
3.2.7. Bahan Konstruksi Poros Bahan atau material poros dapat dilihat pada tabel 3.2 dibawah ini: Tabel 3.2 baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros: Standar dan
Lambang
Perlakuan panas
macam
Kekuatan tarik
Keterangan
2
(𝑘𝑔/𝑚𝑚 )
Baja karbon
S30C
Penormalan
48
-
Konstruksi mesin
S35C
-
52
-
(JIS 4501)
S40C
-
55
-
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya paramitha, 1978, Halaman 2-3.
3.2.8. Tegangan Geser yang Terjadi Tegangan geser (𝜏) yang sebenarnya didapatkan dengan formula: 𝜏=
5,1 ∙ 𝑇 𝑑𝑠3
(Persamaan 3.8)
3.2.9. Koreksi Konstruksi Aman Koreksi kontruksi aman pada konstruksi poros: 𝜏𝑎 > 𝜏
(Persamaan 3.9)
3.2.10. Gaya Tangensial pada Pasak Gaya tangensial yang terjadi pada pasak adalah nilai momen rencana (torsi) dibagi dengan setengah diameter poros atau dapat ditulis dengan persamaan: 𝐹=
𝑇 𝐷𝑠 /2
24 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
(Persamaan 3.10)
3.2.11. Lebar dan Tinggi Pasak Merencanakan lebar dan tinggi pasak dapat dipilih berdasarkan standar ukuran pasak yang terdapat pada tabel 3.3. berikut. Ukuran lebar dan tinggi pasak umumnya disesuaikan dengan diameter poros.
Tabel 3.3. Standar Ukuran Pasak
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya paramitha, 1978
3.2.12. Tegangan Geser yang Terjadi Dengan mengetahui lebar dan tinggi pasak, dapat dihitung tegangan geser yang terjadi melalui persamaan: 𝜏𝑘 =
𝐹 𝑏. 𝑙
(Persamaan 3.11)
3.2.13. Bahan Konstruksi Pasak Untuk pasak, umumnya dipilih bahan yang mempunyai kekuatan tarik 60 (kg/mm2) atau lebih kuat dari bahan porosnya. Namun, terkadang sengaja dipilih bahan yang lebih lemah dari poros sehingga pasak lebih dahulu rusak pada poros
25 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
atau nafnya. Hal ini dikarenakan harga pasak yang relatif lebih murah serta mudah menggantinya. Tabel untuk merencanakan bahan konstruksi pasak ditunjukkan pada tabel 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4. Jenis Baja Karbon untuk Konstruksi Mesin pada Poros dan Pasak Standar dan
Lambang
Perlakuan panas
macam
Kekuatan tarik
Keterangan
2
(𝑘𝑔/𝑚𝑚 )
Baja karbon
S30C
Penormalan
48
-
Konstruksi mesin
S35C
”
52
-
(JIS 4501)
S40C
”
55
-
Batang baja yang
S35C-D
Penormalan
53
Ditarik
difinis dingin
S45C-D
”
60
dingin,
S55C-D
”
72
digerinda, dibubut
3.2.14. Tekanan Permukaan yang Terjadi Tekanan permukaan yang terjadi pada pasak dapat dihitung dengan membagi nilai gaya tangensial dengan panjang dan tinggi pasak. Atau dapat ditulis dengan persamaan: 𝑃=
𝐹 𝑙. 𝑡
(Persamaan 3.12)
3.2.15. Koreksi Konstruksi Aman Koreksi konstruksi aman dapat ditentukan dengan membandingkan nilai tegangan geser diizinkan dengan tegangan geser dan tekanan permukaan diizinkan dengan tekanan permukaan.
𝜏𝑘𝑎 ≥ 𝜏𝑘
𝑃𝑎 ≥ 𝑃
(Persamaan 3.13a – 3.13b)
26 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.2.16. Koreksi Lebar dan Panjang Pasak Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 25-35% dari diameter poros dan panjang pasak sebaiknya tidak terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros yaitu antara 0,75 – 1,5 diameter poros. Karena lebar dan tinggi pasak sudah distandarkan, maka beban yang ditimbulkan oleh gaya F yang besar hendaknya diatasi dengan menyesuaikan tekanan yang merata pada permukaannya. Jika terdapat pembatasan pada ukuran naf atau poros, dapat dipakai ukuran yang tidak standar atau diameter poros perlu dikoreksi. Kondisi koreksi ini dapat ditulis dengan persamaan:
𝑏 ≥ 𝑚𝑎𝑥[0,25 − 0,35 𝑑𝑠 ]
𝐿 ≥ 𝑚𝑎𝑥[0,75 − 1,5 𝑑𝑠 ]
(Persamaan 3.14a – 3.14b)
27 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.3.
Perencanaan Bantalan Gelinding
3.3.1. Diagram Alir Perencanaan
B
MULAI
A
Faktor putaran fn Faktor umur fh
Momen yang akan ditransmisikan, T (kg mm) Putaran Poros, 𝑁 (rpm)
Umur Lh (h) Umur keandalan Ln (h) Bantalan a, b Diameter poros (mm)
< Lh atau Ln : Lha
Jarak titik beban dan titik tumpu a, b, l (mm)
≥ Keputusan : nomor bantalan
Gaya tangensial Kt (kg) Gaya pisah Ks (Kg) Gaya aksial Ka dan arahnya
Bantalan B
Beban radial gabungan Σ𝐹𝑟 Beban aksial gabungan Σ𝐹𝑟
Keputusan : pasan, ketelitian
Bantalan A Nomor nominal bantalan, pasan, ketelitian, dan umur bantalan Nomor nomilan bantalan sementara Kapasitas nominal dinamis spesifik C (kg) Kapasitas nominal statik spesifik Co (kg)
SELESAI
Faktor beban fw
B Faktor-faktor e, V, X, Y
A
Gambar 3.2 Diagram Alir (Flowchart) Untuk Perencanaan Bantalan Gelinding
28 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.3.2. Gaya tangensial yang timbul(𝑾𝟎 ) Gaya tangensial yang timbul akibar putaran poros dapat dihitung dengan formula: 𝑊0 = 𝐹𝑡 =
2∙𝑇 𝑑𝑠
(Persamaan 3.15)
Dimana: 𝑇
= Torsi (𝑘𝑔 · 𝑚𝑚)
𝑑𝑠
= Diameter yang direncanakan (𝑚𝑚)
Gaya tangensial untuk tiap-tiap bantalan juga dapat dihitung dengan persamaan: 𝐹𝑡𝑏 =
𝐹1 2
(Persamaan 3.16)
3.3.3. Gaya radial (𝑭𝒓 ) Gaya radial juga berkerja pada poros sehingga perlu dimasukan persamaan: 𝐹𝑟 = 𝐹𝑡𝑏 ∙ tan 𝛼0
(Persamaan 3.17)
Dimana: 𝛼0
=Sudut kontak roda gigi (°)
𝐹𝑡𝑏
= Gaya tangensial pada tiap-tiap bantalan
3.3.4. Beban Equivalen pada Bantalan (𝑷𝒓 ) 𝑃𝑟 = 𝑋 ∙ 𝑉 ∙ 𝐹𝑟
(Persamaan 3.18)
Dimana: 𝑋
= Faktor beban aksial = 0,56 (untuk baris tunggal)
𝑉
= Faktor pembebanan pada cicin dalam = 1
𝐹𝑟
= Gaya radial yang bekerja pada bantalan (𝑘𝑔𝑓 )
29 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.3.5. Faktor Umur Bantalan Karena bantalan terus berkerja pastilah mempunyai batas kemampuan untuk digunakan atau umur bantalan. Umur bantalan dapat dihitung dengan formula: 𝐿ℎ = 500 ∙ 𝑓ℎ3
(Persamaan 3.19)
Dimana: 𝐿ℎ
= Umur nominal bantalan (𝑗𝑎𝑚)
𝑓ℎ
= Umur bantalan
3.3.6. Faktor Kecepatan (𝒇𝒏 ) Faktor kecepatan pada bantalan juga harus diperhatikan karena bantalan akan terus berputar dikarenakan ada nya kecepatan putaran. Faktor ini dapat dihitung dengan menggunakan formula: 3
𝑓𝑛 = √
33,3 𝑛
(Persamaan 3.20)
Dimana: 𝑓𝑛
= Faktor Kecepatan
𝑛
= Putaran poros (𝑟𝑝𝑚)
3.3.7. Beban Dinamis pada Bantalan Beban dinamis untuk bantalan didapatkan dengan persamaan: 𝐶1 = 𝑃𝑟
𝑓ℎ 𝑓𝑛
Dimana: 𝑓𝑛
= faktor kecepatan putaran
𝑓ℎ
= faktor umur bantalan
30 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
(Persamaan 3.21)
3.3.8. Pemilihan Bantalan dengan Spesifikasi yang Telah Ditentukan Untuk memilih bantalan dapat digunakan tabel 3.5 sebagai acuan:
Tabel 3.5 Jenis bantalan dan spesifikasi Nomor Bantalan
Ukuran luar (mm)
Dua Jenis
Dua
sekat
terbuka
Sekat
tanpa
d
D
B
R
Kapasitas
Kapasitas
nominal
nominal
dinamis
statis
spesifik C (kg)
spesifik C0 (kg)
kontak 6000
10
26
8
0.5
360
196
6001
6001ZZ
6001VV
12
28
8
0.5
400
229
6002
6002ZZ
6002VV
15
32
9
0.5
440
263
6003
6003ZZ
6003VV
17
35
10
0.5
470
296
6004
6004ZZ
6004VV
20
42
12
1
735
465
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya paramitha, 1987, halaman 143.
3.3.9. Koreksi Konstruksi Aman Untuk mengecek kontruksi aman atau tidak dapat digunkaan persamaan: 𝐶 > 𝐶0 Dimana: 𝐶
= kapasitas nominal dinamis spesifik
𝐶0
= Kapasitas Nominal Statis Spesifik
31 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
(Persamaan 3.22)
3.4. Perencanaan Roda Gigi Lurus 3.4.1. Diagram Alir Perencanaan MULAI
A
B
Faktor bentuk gigi Y1 , Y2 Daya yang akan ditransmisikan P (kW) Putaran poros 𝑛1 (rpm) Perbandingan reduksi i Jarak sumbu poros a (mm)
Kecepatan keliling v (m/s) Gaya tangensial Ft
Faktor dinamis fv Faktor koreksi 𝑓𝑐
Bahan masing-masing gigi, perlakuan panas Kekuatan tarik 𝜎𝐵1 𝜎𝐵2 Kekerasan permukaan
Daya rencana Pd (kW)
Diameter sementara lingkaran jarak bagi 𝑑1 𝑑2 (mm)
Tegangan lentur yang diizinkan 𝜎𝑎 Faktor tegangan kontak 𝑘𝐻
Modul pahat m Sudut tekanan pahat 𝛼𝑜
Beban lentur yang diizinkan dan beban permukaan yang diizinkan per satuan lebar
Jumlah gigi 𝑧1 , 𝑧2 Perbandingan gigi i
Lebar sisi b (mm)
< Diameter lingkaran jarak bagi 𝑑𝑜1 , 𝑑02 (mm) Jarak sumbu poros 𝑎𝑜
b/m : (6-10) d/b : 1,5
≥ Kelonggaran sisi 𝐶𝑜 (mm) Kelonggaran puncak 𝐶𝑘
Modul pahat m Sudut tekanan pahat 𝛼 𝑜 Jumlah gigi Jarak sumbu poros Diameter luar Lebar gigi Bahan roda gigi
Diameter kepala 𝑑𝑘1 , 𝑑𝑘2 Diameter kaki 𝑑𝑓1 , 𝑑𝑓2 Kedalaman pemotongan H (mm)
SELESAI A
B
32 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.4.2. Perbandingan putaran (𝒊) Perbandingan putaran atau reduksi merupakan perbandingan antara komponen yang berputar dengan komponen yang diputar. Jadi persamaannya: 𝑛1 𝑧2 (Persamaan 3.23) 𝑖= = 𝑛2 𝑧1 Dimana: 𝑛1
= Komponen yang berputar
𝑛2
= Komponen yang diputar
𝑧1
= Jumlah gigi pada roda gigi 1
𝑧2
= Jumlah gigi pada roda gigi 2
3.4.3. Diameter Sementara Lingkaran Jarak Bagi ′ Penentuan diameter jarak bagi sementara antara pinion dan roda gigi (𝑑01 ).
Untuk penentuan diameter jarak bagi dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 3.4 penenentuan diameter jarak bagi
33 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.4.4. Jarak Sumbu Poros Jarak antara poros utama (pinion) dan poros output gigi besar (𝑎). Jarak antar sumbu poros dapat dihitung dengan formula: 𝑎=
𝑚(𝑧1 + 𝑧2 ) 2
(Persamaan 3.24)
Dimana: 𝑧1
= Jumlah gigi rodagigi
𝑧2
= Jumlah gigi pinion
𝑚
= Modul (𝑚𝑚)
3.4.5. Perbandingan Gigi (𝒊) Perbandingan gigi dapat dihitung dengan persamaan: 𝑧2 𝑛2 𝑖= = 𝑧1 𝑛1
(Persamaan 3.25)
Dimana: 𝑛1
= Putaran rodagigi
𝑛2
= Putaran Pinion
3.4.6. Diameter Jarak Bagi Sebenarnya (𝒅𝟎 ) a. Untuk diameter rodagigi: 𝑑01 = 𝑚 ∙ 𝑧1 b. Untuk diameter pinion: 𝑑02 = 𝑚 ∙ 𝑧2 (Persamaan 3.26a – 3.26b)
3.4.7.
Diameter Kepala (𝒅𝒌 ) a. Untuk diameter kepala rodagigi: 𝑑𝑘1 = (𝑧1 + 2)𝑚 b. Untuk diameter kepala pinion: 𝑑𝑘2 = (𝑧2 + 2)𝑚 (Persamaan 3.27a – 3.27b)
34 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.4.8. Diameter Kaki (𝒅𝒇 ) 𝑐𝑘 = 0,25 ∙ 𝑚
(Persamaan 3.28)
Untuk diameter kaki rodagigi (𝑑𝑓1 ): 𝑑𝑓1 = (𝑧1 − 2)𝑚 − 2𝑐𝑘
Untuk diameter kaki pinion (𝑑𝑓2 ): 𝑑𝑓2 = (𝑧2 − 2)𝑚 − 2𝑐𝑘 (Persamaan 3.29a – 3.29b)
3.4.8. Tinggi pada roda gigi (𝑯) a. Tinggi gigi pada rodagigi (𝐻) (Persamaan 3.30)
𝐻 = 2𝑚 + 𝑐𝑘 b. Tinggi kepala (ℎ𝑘12 )
(Persamaan 3.31)
ℎ𝑘12 = 𝑘 ∙ 𝑚 Dimana: 𝑘= Faktor tinggi kepala rodagigi (0,8 − 1,2) c. Tinggi kaki roda gigi ℎ𝑓12 = 𝑘 ∙ 𝑚 ∙ 𝑐𝑘
(Persamaan 3.32)
3.4.9. Faktor Bentuk Gigi (𝒀) Untuk faktor bentuk gigi dapat dilihat pada tabel 3.6: Tabel 3.6 Faktor Bentuk Gigi Jumlah Gigi 𝒁
𝒀
Jumlah Gigi 𝒁
𝒀
10
0.201
25
0.339
11
0.226
27
0.349
12
0.245
30
0.358
13
0.261
34
0.371
35 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
14
0.276
38
0.383
15
0.289
43
0.396
16
0.295
50
0.408
17
0.302
60
0.421
18
0.308
75
0.434
19
0.314
100
0.446
20
0.320
150
0.459
21
0.327
300
0.471
22
0.333
Batang Gigi
0.484
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya paramitha, 1993, halaman 240.
3.4.10. Kecepatan Keliling Rodagigi (𝒗) 𝑣=
𝜋 ∙ 𝑑01 ∙ 𝑛2 60 ∙ 1000
(Persamaan 3.33)
3.4.11. Faktor Koreksi Terhadap Kecepatan (𝒇𝒄 ) Semakin tinggi kecepatannya, semakin besar pula variasi beban atau tumbukan yang terjadi, oleh karena itu perlu dilakukan koreksi terhadap gaya yang terjadi pada rodagigi. Faktor koreksi dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3.6 Faktor Dinamis Kecepatan rendah
fv
3 3 v
Kecepatan sedang
fv
6 6v
fv
Kecepatan tinggi
5,5 5,5 v
3.4.12. Gaya Tangensial Rodagigi (𝑭𝒕 ) 𝐹𝑡 =
102 ∙ 𝑃 𝑣
Dimana:
36 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
(Persamaan 3.34)
𝑃
= Daya (𝑘𝑊)
𝑣
= Kecepatan Keliling Rodagigi (𝑚Τ𝑠)
3.4.13. Bahan Rodagigi Dan Pinion Untuk bahan rodagigi pastinya sudah ditentukan sesuai standard, dapat dilihat pada tabel 3.7 dibawah ini: Tabel 3.7 tegangan lentur yang diizinkan pada bahan rodagigi Kelonpok
Lambang
Kekuatan tarik
Kekerasan
Tegangan
bahan
bahan
B (kg/mm 2 )
brinnel
lentur yang diizinkan
HB
a ( kg/mm 2
Baja karbon untuk
)
S25C
45
123-183
21
S35C
52
149-207
26
S45C
58
167-229
30
konstruksi mesin
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya paramitha, 1993, halaman 241.
3.4.14. Beban Lentur Yang Diizinkan (𝑭′𝒃 ) 𝐹𝑏′ = 𝜎2 ∙ 𝑚 ∙ 𝑌1 ∙ 𝑓𝑣 Dimana: 𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚2 )
𝜎2
= Kekuatan tarik (
𝑚
= Modul (𝑚𝑚)
𝑌
= Faktor bentuk rodagigi
𝑓𝑣
= Faktor kecepatan keliling
37 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
(Persamaan 3.35)
3.4.15. Lebar Rodagigi (𝒃) 𝑏 =6∙𝑚
(Persamaan 3.36)
a. Jarak Bagi Lingkar (𝑡1 ) 𝑡1 =
𝜋 ∙ 𝑑01 𝑧1
(Persamaan 3.37)
b. Jari-Jari Fillet (𝑟) 𝑟 = 0,351 ∙ 𝑚
(Persamaan 3.38)
3.4.16. Pemeriksaan Keamanan 𝑏 ≥ 0,6 𝑚
(Persamaan 3.39)
𝑑 ≥ 1,5 𝑏
(Persamaan 3.40)
Dan,
38 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.5. Perencanaan Sabuk dan Puli
B
MULAI
A
> v : 30 Daya yang akan ditransmisikan P (kW) Putaran poros 𝑛1 (rpm) Perbandingan putaran i Jarak sumbu poros C (mm)
≤ ≤ 𝐶∶
𝑑𝑘 + 𝐷𝐾 2
> Faktor koreksi 𝑓𝑐 Pemilihan sabuk-V Kapasitas daya transmisi dari satu sabuk Po (kW) Daya rencana Pd (kW) Perhitungan panjang keliling L (mm) Momen rencana T1 , T2 (kg mm) Nomor nominal dan panjang sabuk dalam perdagangan L Bahan poros dan perlakuan panas Jarak sumbu poros
Perhitungan diameter poros 𝑑𝑠1 , 𝑑𝑠2
𝐷𝑃 − 𝑑𝑝 𝐶 Sudut kontak 𝜃 (o) Faktor koreksi 𝐾𝜃
Pemilihan penampang sabuk Jumlah sabuk N Diameter minimum puli 𝑑𝑚𝑖𝑛 (mm) Daerah penyetelan jarak poros Diameter lingkaran jarak bagi puli 𝑑𝑝 , 𝐷𝑝 Diameter luar puli 𝑑𝑘 , 𝐷𝑘 Diameter naf 𝑑𝐵 , 𝐷𝐵
Penampang sabuk Panjang keliling L Jumlah sabuk N Jarak sumbu poros C Daerah penyetelan ∆𝐶 Diameter luar puli 𝑑𝑘 , 𝐷𝑘
Kecepatan sabuk v (m/s)
A
B SELESAI
Gambar 3.5 Diagram Alir (Flowchart) 39 | P e r a n c a n g a n untuk M e sPerencanaan i n P e n c Sabuk a c a h dan P lPuli astik
3.5.1. Memilih Tipe Sabuk Puli dan sabuk merupakan sistem transmisi daya yang digunakan bila poros input memiliki rentang jarak yang cukup jauh dari poros output, dalam perencanaan ini sabuk, langkah awal yang dilakukan adalah memilih tipe sabuk berdasarkan daya rencana yang akan ditransmisikan.
Gambar 3.6. Diagram pemilihan sabuk-V
40 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.5.2. Diameter Minimum Puli Untuk menentukan diameter minimum puli berdasarkan tipe penampang sabuk V yang telah dipilih, dapat ditentukan berdasarkan tabel 3.8 berikut. Tabel 3.8. Ukuran Puli-V
Penampang sabuk V
A
B
C
Diameter nominal (diameter lingkaran jarak bagi dp)
A(o)
w (o)
71- 100
34
11.95
101 -125
36
12.12
126 atau lebih 125 – 160
38 34
12.30 15.86
161 – 200
36
16.07
201 atau lebih
38
16.29
34
21.18
K
K0
9.2
4.5
8.0
15.5 10.0
12.5
5.5
9.5
19.0 12.5
7.0
12.0 25.5
200 - 250 36
21.45
38
21.75
36
30.77
e
ƒ
L0
16.9
17.0
251 – 315 316 atau lebih 355 –540 D
24.6 451 atau lebih 500 – 630
38 36
9.5
15.5 37.0
31.14 36.96
17.0
E
12.7 19.3 44.5 631 atau lebih
37.45
28.7
41 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
24.0
3.5.3. Diameter Lingkaran Jarak Bagi Sebelum menghitung diameter lingkaran jarak, terlebih dahulu kita harus menentukan putaran puli yang di rencanakan. Maka dalam persamaan ini putaran dari diameter puli yang akan kita rencanakan adalah sebesar 1100 rpm Untuk mnghitung diameter lingkaran jarak (dp) dapat menggunakan persamaan : 𝑑𝑝 = 𝑑𝑚𝑖𝑛 ×
𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘𝑎𝑛
3.5.4. Diameter Luar Puli Diameter luar puli dapat dihitung menggunakan persamaan: 𝑑𝐾 = 𝑑𝑚𝑖𝑛 + 𝐾𝑡 ∙ 𝐾 3.5.5. Kecepatan Sabuk V Untuk menghitung kecepatan linier sabuk-V (m/s) adalah:
𝑉=
𝜋 𝑥 𝑑𝑚𝑖𝑛 𝑥 𝑛1 60 𝑥 1000
3.5.6. Panjang Keliling Sabuk (L) Menghitung panjang keliling sabuk dapat menggunakan persamaan berikut:
L = 2C+
1 2 (dp +Dp )+ (Dp- dp ) 2 4C
Dalam perdagangan (pasar) terdapat bermacam-macam ukuran sabuk. Namun, untuk mendapatkan sabuk yang panjangnya sama dengan hasil perhitungan umumnya sulit.
42 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
3.5.7. Jarak Sumbu Poros Jarak sumbu poros C dapat dinyatakan sebagai:
𝐶=
𝑏 + √𝑏2 − 8(𝐷𝑝 − 𝑑𝑝 )
2
8
43 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN
4.1. Perancangan Awal Perancangan awal meliputi perancangan pisau pemotong tipe crusher, perencanaan daya yang dibutuhkan pisau pemotong, putaran pisau pemotong, dan pemilihan motor. 4.1.1. Perancangan Pisau Pemotong Sistem pemotong crusher menggunakan dua buah silinder pemotong yang masing-masing memiliki pisau yang disusun berselangan dan berputar berlawanan arah, agar dapat bekerja dengan menjepit, meremukkan, menekan, menarik, dan merobek-robek bahan limbah plastik. Ilustrasi perancangan dari pisau pemotong tipe crusher ini dapat dilihat pada gambar 4.1. dan 4.2 di bawah ini:
Gambar 4.1. Geometri Pisau Pemotong Sumber : Dok. Pribadi Perancangan Elemen Mesin
44 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
Gambar 4.2. Pisau Pemotong tipe Crusher Sumber : Dok. Pribadi Perancangan Elemen Mesin
Data Perencanaan Sistem Pisau Pemotong
Diameter
: 150 mm
Tebal
: 10 mm
Bahan
: Baja Karbon S30C
Luas penampang mata pisau
: 21 mm2
Total Jumlah Pisau
: 26 Pisau
Total luas penampang (A)
: 21 mm2 x 26 = 550 mm2
Nilai Shear Stress Plastik PET
: 12,6 Kgf/Cm2
Putaran pisau direncanakan (n)
: 75 rpm
45 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.1.2. Gaya Potong Pisau (Fpisau) a. 𝐹𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 = 𝐴 ∙ 𝐹𝑠 = 55 𝑐𝑚2 ∙ 12,6 𝐾𝑔𝑓/𝐶𝑚2 = 687,96 𝐾𝑔𝑓 ≈ 688 𝐾𝑔𝑓 = 6742 𝑁 Dengan mendapatkan gaya potong, maka dapat dicari nilai torsi pada pisau dengan menggunakaan persamaan: b. 𝑇𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 = 𝐹 ∙ 𝑟 𝑇𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 = 6742 𝑁 ∙ 0,075 𝑚 = 510 𝑁𝑚
4.1.3. Perencanaan Kebutuhan Daya Menentukan kebutuhan daya pisau untuk memotong material plastik PET dihitung dengan persamaan: 𝑃 = 𝑇 ∙ (
2𝜋𝑛 ) 60
𝑃 = 510 𝑁𝑚 (
2 ∙ 𝜋 ∙ 75 ) 60
𝑃 = 4004 𝑊 = 4 𝑘𝑊
46 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.1.4. Pemilihan Motor Listrik
Sumber: https://www.acelectricmotor.co.uk/products/Three-Phase-Electric-Motor-4kw-5.12HPFOOT-FLANGE-Mounted-B34-1500-rpm-4-Pole-100L-Frame-ALUMINIUM-Body-IE1/
47 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.2.Perencanaan Poros dan Pasak 4.2.1. Daya dan putaran yang di transmisikan Daya dan putaran yang ditransmisikan pada poros untuk memutar pisau adalah sebesar: 𝑃 = 4004 𝑊 = 4 𝑘𝑊 𝑛 = 75 𝑟𝑝𝑚 4.2.2. Pemilihan Faktor Koreksi Faktor koreksi (𝑓𝑐 ) yang dipilih sebesar 1.0 dikarenakan daya maksimum yang diperlukan. Dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 faktor-faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan 𝐹𝑐
Daya yang akan ditransmisikan Daya rata-rata yang diperlukan
1,2 – 2,0
Daya maksimun yang diperlukan
0,8 – 1,2
Daya normal
1,0 – 1,5
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya paramitha, 1978, Halaman 7.
4.2.3. Daya Rencana Daya yang direncanakan dalam perhitungan poros dapat dihitung dengan persamaan: 𝑃𝑑 = 𝑓𝑐 ∙ 𝑃 𝑃𝑑 = 1,0 ∙ 4 𝑘𝑊 = 4 𝑘𝑊 4.2.4. Momen Puntir Rencana Momen puntir yang mungkin akan terjadi dapat dihitung dengan persamaan: 𝑇 = 9,74𝑥105 𝑇 = 9,74𝑥105
𝑃𝑑 𝑛1
4 𝑘𝑊 = 51.946 𝑘𝑔 ∙ 𝑚𝑚 75 𝑟𝑝𝑚
48 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.2.5. Pemilihan Bahan Konstruksi Poros Bahan poros yang digunakan untuk kontruksi ini yaitu baja karbon konstruksi mesin (JIS G 4501) dengan nilai kekuatan tarik (𝜎𝐵 ) = 48
𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚2 .
Tabel 4.2. Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros Kekuatan Standar dan macam
Perlakuan
Lambang
panas
tarik
Keterangan
(𝑘𝑔/𝑚𝑚 2 )
Baja karbon
S30C
Penormalan
48
-
Konstruksi
S35C
Penormalan
52
-
mesin
S40C
Penormalan
55
-
(JIS 4501) Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya paramitha, 1978, Halaman 2-3.
4.2.6. Tegangan Geser Diizinkan Tegangan geser yang diizinkan 𝜎𝑎 (
𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚2 ) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan: 𝜏𝑎 =
𝜎𝑏 𝑆𝑓1 𝑥𝑆𝑓2
Dimana: 𝜎𝑏 = kekuatan tarik (
𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚2 )
𝑆𝑓1 = faktor keamanan Pertama 𝑆𝑓2 = Faktor keamanan Kedua Nilai kekuatan tarik dapat dilihat pada tabel dengan nilai 48
𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚2 .
Untuk faktor keamanan pertama (𝑆𝑓1 ) diambil nilai 6,0 dikarenakan bahan yang digunakan S-C dengan pengaruh masa dan baja paduan.
49 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
Karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar, maka pengaruh kekerasan permungkaan juga harus diperhitungkan untuk itu faktor keamanan kedua (𝑆𝑓2 ) diambil nilai 1,3 - 3,0.
𝜏𝑎 =
𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚2 ) = 6,15 𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚2 6 ∙ 1,3
48 (
4.2.7. Faktor Koreksi untuk Momen Puntir Faktor koreksi untuk momen puntir (𝐾𝑡 ) diambil nilai sebesar 1,0 sampai 1,5 dikarenakan pada saat beroperasi poros dikenakan sedikit beban kejut atau tumbukan. Faktor lenturan (𝐶𝑏 ) diambil nilai 1,2 sampai 2,3 karena akan terjadi beban lentur saat poros beroperasi atau berputar.
4.2.8. Diameter Poros Diameter poros (𝑑𝑠 ) didapatkan dengan menggunakan formula: 𝑑𝑠 = [
1/3 5,1 𝐾𝑡 𝐶𝑏 𝑇] 𝜏𝑎
𝑑𝑠 = [
1/3 5,1 1,0∙ ∙ 1,5 ∙ 51946 𝑘𝑔. 𝑚𝑚] 6,15
𝑑𝑠 = 39,90 ≈ 40 𝑚𝑚 4.2.9. Tegangan Geser Tegangan geser (𝜏) didapatkan dengan formula: 𝜏=
5,1 ∙ 𝑇 𝑑𝑠3
𝜏=
5,1 ∙ 51.946 𝑘𝑔 ∙ 𝑚𝑚 (40𝑚𝑚)3
𝜏 = 4,13
𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚2
50 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.2.10. Koreksi Konstruksi Aman Koreksi kontruksi aman pada poros: 𝜏𝑎 > 𝜏 7,05
𝑘𝑔ൗ 𝑘𝑔ൗ 𝑚𝑚2 > 4,13 𝑚𝑚2 → kontruksi aman
4.2.11. Gaya Tangensial pada Pasak Gaya tangensial yang terjadi pada pasak adalah nilai momen rencana (torsi) dibagi dengan setengah diameter poros atau dapat dihitung dengan persamaan: 𝐹=
𝑇 𝐷𝑠 /2
𝐹=
51946 𝐾𝑔. 𝑚𝑚 40/2
𝐹 = 2597,3 𝐾𝑔
4.2.12. Dimensi Pasak Merencanakan lebar dan tinggi pasak dapat dipilih berdasarkan standar ukuran pasak yang terdapat pada tabel 3.3. Ukuran lebar dan tinggi pasak umumnya disesuaikan dengan diameter poros. Maka, berdasarkan tabel, lebar dan tinggi pasak adalah: 𝑏 = 10 𝑚𝑚 ℎ = 8 𝑚𝑚 Untuk menentukan panjang pasak, dikarenakan pisau pemotong dipasang sepanjang poros, maka panjang pasak disesuaikan dengan panjang poros penggerak pisau. Panjang pasak l pada poros penggerak pisau adalah: 𝑙 = 340 𝑚𝑚
51 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.2.13. Tegangan Geser yang Terjadi Dengan mengetahui lebar dan tinggi pasak, dapat dihitung tegangan geser yang terjadi melalui persamaan: 𝐹 𝑏. 𝑙 𝐹 𝜏𝑘 = 𝑏. 𝑙 2597,3 𝐾𝑔 𝜏𝑘 = = 0,76 𝑘𝑔/𝑚𝑚 10.340 𝑚𝑚 𝜏𝑘 =
4.2.14. Bahan Konstruksi Pasak Untuk pasak, umumnya dipilih bahan yang mempunyai kekuatan tarik 60 (kg/mm2) atau lebih kuat dari bahan porosnya. Namun, terkadang sengaja dipilih bahan yang lebih lemah dari poros sehingga pasak lebih dahulu rusak pada poros atau nafnya. Hal ini dikarenakan harga pasak yang relatif lebih murah serta mudah menggantinya. Tabel untuk merencanakan bahan konstruksi pasak ditunjukkan pada tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3. Jenis Baja Karbon untuk Konstruksi Mesin pada Poros dan Pasak Standar dan
Lambang
Perlakuan panas
macam
Kekuatan tarik
Keterangan
2
(𝑘𝑔/𝑚𝑚 )
Baja karbon
S30C
Penormalan
48
-
Konstruksi
S35C
”
52
-
mesin
S40C
”
55
-
Batang baja yang
S35C-D
Penormalan
53
Ditarik
difinis dingin
S45C-D
”
60
dingin,
S55C-D
”
72
digerinda,
(JIS 4501)
dibubut
52 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.2.15. Tekanan Permukaan yang Terjadi Tekanan permukaan yang terjadi pada pasak dapat dihitung dengan membagi nilai gaya tangensial dengan panjang dan tinggi pasak. Atau dapat dihitung dengan persamaan: 𝐹 𝑙. 𝑡 2597,3 𝐾𝑔 𝑃= 340 . 8 𝑚𝑚 𝑃=
𝑃 = 0,95 𝐾𝑔/𝑚𝑚
4.2.16. Koreksi Konstruksi Aman Koreksi konstruksi aman dapat ditentukan dengan membandingkan nilai tegangan geser diizinkan dengan tegangan geser dan tekanan permukaan diizinkan dengan tekanan permukaan. Harga 𝜏𝑘𝑎 adalah harga yang diperoleh dengan membagi kekuatan tarik dengan faktor keamanan 𝑆𝑓𝑘1 𝑥 𝑆𝑓𝑘2 . Harga 𝑆𝑓𝑘1 umumnya diambil 6, dan 𝑆𝑓𝑘2 dipilih antara 1-1,5 jika beban dikenakan secara perlahan-lahan, antara 1,5-3 jika dikenakan dengan tumbukan ringan, dan antara 2-5 jika dikenakan secara tiba-tiba dan dengan tumbukan berat. Maka, untuk mendapatkan nilai 𝜏𝑘𝑎 dapat digunakan persamaan: 𝜏𝑘𝑎 =
𝜎𝐵 𝑆𝑓1 𝑥 𝑆𝑓2
48 𝑘𝑔/𝑚𝑚2 𝜏𝑘𝑎 = 6𝑥2 𝜏𝑘𝑎 = 4 𝐾𝑔. 𝑚𝑚2 𝜏𝑘𝑎 ≥ 𝜏𝑘 4 𝑘𝑔/𝑚𝑚2 ≥ 0,76 𝑘𝑔/𝑚𝑚2 → 𝑲𝒐𝒏𝒔𝒕𝒓𝒖𝒌𝒔𝒊 𝑨𝒎𝒂𝒏
53 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
Selanjutnya, perhitungan untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak karena tekanan bidang juga diperlukan. Harga tekanan permukaan yang diizinkan 𝑃𝑎 adalah sebesar 8 kg/mm2 untuk poros dengan diameter kecil, 10 kg/mm2 untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga di atas untuk poros berputaran tinggi.
𝑃𝑎 ≥ 𝑃 10 𝑘𝑔/𝑚𝑚2 ≥ 0,95 𝑘𝑔/𝑚𝑚2 → 𝑲𝒐𝒏𝒔𝒕𝒓𝒖𝒌𝒔𝒊 𝑨𝒎𝒂𝒏
54 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.3.Perencanaan Bantalan Gelinding 4.3.1. Gaya Tangensial yang Timbul (𝑾𝟎 ) Gaya tangensial yang timbul pada bantalan adalah gaya yang bekerja pada poros bertingkat dengan diameter 25 mm. Gaya tangensial akibat putaran poros tersebut dapat dihitung dengan formula: 𝑊0 = 𝐹𝑡 =
2∙𝑇 𝑑𝑠
2 ∙ 51946 𝐾𝑔/𝑚𝑚 25 𝑚𝑚 2 ∙ 51946 𝐾𝑔/𝑚𝑚 = 25 𝑚𝑚
𝑊0 = 𝐹𝑡 =
= 4155,7 𝑘𝑔𝑓
4.3.2. Gaya Radial
𝐹𝑟 = 𝐹𝑡𝑏 ∙ 𝑡𝑎𝑛 𝛼0 𝐹𝑟 = 2078 𝑘𝑔𝑓 ∙ tan 20° = 756,3 𝑘𝑔𝑓
4.3.3. Beban Equivalen pada Bantalan 𝑃𝑟 = 𝑋 ∙ 𝑉 ∙ 𝐹𝑟 𝑃𝑟 = 0,56 ∙ 1 ∙ 756,3 = 423,5 𝑘𝑔𝑓
55 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.3.4. Pemilihan Bantalan Berdasarkan diameter poros yang telah direncanakan, bantalan dipilih berdasarkan katalog berikut:
Sumber : http://www.skf.com/uk/products/bearings-units-housings/ball-bearings/deepgroove-ball-bearings/deep-groove-ball-bearings/index.html?designation=63005-2RS1
56 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.3.5. Faktor Umur Bantalan Bantalan yang telah ada dengan kode 63005-2RS1 memiliki diameter cincin dalam 25 mm, dan diameter cicin luar 47 mm. Maka umur bantalan dapat dihitung. Faktor kecepatan 𝑓𝑛 = (
33,3 𝑛
)
1ൗ 3
33,3 =( ) 75
1ൗ 3
= 0,76
Setelah mendapatkan nilai faktor kecepatan, maka faktor umur dapat dihitung, nilai C didapat dari tabel 3. , dan P r adalah nilai beban equivalen pada bantalan. 𝑓ℎ = 𝑓𝑛 ∙
𝐶 𝑃𝑟 1142 (𝑘𝑔)
= 0,76 ∙ 423,5 (𝑘𝑔) = 2,049 Maka setelah didapat nilai faktor umur bantalan, maka umur bantalan dapat diketahui dengan persamaan dibawah ini. 𝐿ℎ = 500 ∙ 𝑓ℎ3 = 500 ∙ 2,0493 = 4303,76 𝑗𝑎𝑚
4.3.6. Beban Dinamis pada Bantalan Beban dinamis untuk bantalan didapatkan dengan persamaan: 𝐶1 = 𝑃𝑟
𝑓ℎ 𝑓𝑛
𝐶1 = 423,5
2,049 0,76
𝐶1 = 1142 𝐾𝑔 4.3.7. Koreksi Konstruksi Aman 𝐶 > 𝐶0 1142 𝐾𝑔 > 667,91 𝐾𝑔 → 𝑲𝒐𝒏𝒔𝒕𝒓𝒖𝒌𝒔𝒊 𝑨𝒎𝒂𝒏
57 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.4.Perencanaan Roda Gigi Lurus 4.4.1. Perencanaan Awal Daya (𝑃)
= 4,0 𝑘𝑊
Putaran (𝑛1 )
= 75 𝑟𝑝𝑚
Jumlah Gigi (𝑧1 )
= 27
Jumlah Gigi (𝑧2 )
= 38
Jarak sumbu poros (a)
= 130 mm
4.4.2. Perbandingan Putaran (i) Perbandingan putaran atau reduksi merupakan perbandingan antara komponen yang berputar dengan komponen yang diputar. 𝑖=
𝑛1 𝑧2 = 𝑛2 𝑧1
𝑛1 𝑧2 = =𝑖 𝑛2 𝑧1 𝑖=
𝑍2 38 = = 1,4 𝑍1 27
i > 1 = Reduksi
4.4.3. Diameter Lingkaran Jarak Bagi Sementara 𝑑1 =
=
𝑑2 =
=
2𝑎 (1 + 𝑖 ) 2(130𝑚𝑚) = 108,3 𝑚𝑚 (1 + 1,4) 2𝑎 . 𝑖 (1 + 𝑖 ) 2(130𝑚𝑚) ∙ 1,4 = 151,6 𝑚𝑚 (1 + 1,4)
58 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.4.4. Menentukan Modul Pahat Nilai modul pahat dapat ditentukan dengan persamaan: 𝑚=
𝑑1 𝑧1
𝑚=
108𝑚𝑚 27
𝑚=4
4.4.5. Jarak Sumbu Poros Jarak antara poros utama (pinion) dan poros output gigi besar (𝑎). Jarak antar sumbu poros dapat dihitung dengan formula: 𝑚(𝑧1 + 𝑧2 ) 2 4(27 + 38) 𝑎= 2 𝑎=
𝑎 = 130 𝑚𝑚
4.4.6. Diameter Jarak Bagi Sebenarnya
-
Untuk diameter roda gigi: 𝑑01 = 𝑚 ∙ 𝑧1 𝑑01 = 4 ∙ 27 𝑑01 = 108 𝑚𝑚
-
Untuk diameter pinion: 𝑑02 = 𝑚 ∙ 𝑧2 𝑑02 = 4 ∙ 38 𝑑02 = 152 𝑚𝑚
59 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.4.7. Diameter Kepala (𝒅𝒌 ) -
Untuk diameter kepala rodagigi: 𝑑𝑘1 = (𝑧1 + 2)𝑚 𝑑𝑘1 = (27 + 2)4 𝑑𝑘1 = 116 𝑚𝑚
-
Untuk diameter kepala pinion: 𝑑𝑘1 = (𝑧2 + 2)𝑚 𝑑𝑘1 = (38 + 2)4 𝑑𝑘1 = 160 𝑚𝑚
4.4.8. Diameter Kaki 𝑐𝑘 = 0,25 ∙ 𝑚 𝑐𝑘 = 0,25 ∙ 4 𝑐𝑘 = 1
Untuk diameter kaki rodagigi (𝑑𝑓1 ): 𝑑𝑓1 = (𝑧1 − 2)𝑚 − 2𝑐𝑘 𝑑𝑓1 = (27 − 2)4 − (2 ∙ 1) 𝑑𝑓1 = 98 𝑚𝑚
Untuk diameter kaki pinion (𝑑𝑓2 ): 𝑑𝑓2 = (𝑧2 − 2)𝑚 − 2𝑐𝑘 𝑑𝑓2 = (38 − 2)4 − (2 ∙ 1) 𝑑𝑓2 = 142 𝑚𝑚
60 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.4.9. Tinggi Roda Gigi (H) Tinggi gigi pada roda gigi (H) 𝐻 = 2𝑚 + 𝑐𝑘 𝐻 = (2.4) + 1 𝐻 = 9 𝑚𝑚 Tinggi Kepala (ℎ𝑘 ) ℎ𝑘12 = 𝑘 ∙ 𝑚 ℎ𝑘12 = 1 ∙ 4 ℎ𝑘12 = 4 𝑚𝑚 Tinggi kaki roda gigi ℎ𝑓 = 𝑘 ∙ 𝑚 ∙ 𝑐𝑘 ℎ𝑓 = 1 ∙ 4 ∙ 1 ℎ𝑓 = 4 𝑚𝑚 𝑘= Faktor tinggi kepala rodagigi (0,8 − 1,2)
4.4.10. Faktor Bentuk Gigi (Y) Tabel 4.4 Faktor Bentuk Gigi Jumlah Gigi 𝒁
𝒀
Jumlah Gigi 𝒁
𝒀
10
0.201
25
0.339
11
0.226
27
0.349
12
0.245
30
0.358
13
0.261
34
0.371
14
0.276
38
0.383
15
0.289
43
0.396
16
0.295
50
0.408
17
0.302
60
0.421
61 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
18
0.308
75
0.434
19
0.314
100
0.446
20
0.320
150
0.459
21
0.327
300
0.471
22
0.333
Batang Gigi
0.484
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya paramitha, 1993, halaman 240.
Dilihat dari tabel 4.4 diatas maka didapatkan: 𝑧1 = 27 → 𝑌 = 0.349 𝑧2 = 38 → 𝑌 = 0.383
4.4.11. Kecepatan Keliling Roda Gigi (v) 𝜋 ∙ 𝑑01 ∙ 𝑛2 60 ∙ 1000 3,14 ∙ 108 ∙ 75𝑟𝑝𝑚 𝑣= 60 ∙ 1000 𝑚 𝑣 = 0,4239 𝑠 𝑣=
4.4.12. Faktor Koreksi terhadap Kecepatan Semakin tinggi kecepatan roda gigi, semakin besar pula variasi beban atau tumbukan yang terjadi, oleh karena itu perlu dilakukan koreksi terhadap gaya yang terjadi pada rodagigi. Faktor koreksi dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.5 Faktor Dinamis Kecepatan rendah
fv
3 3 v
Kecepatan sedang
fv
6 6v
Kecepatan tinggi
fv
5,5 5,5 v
62 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
Maka,
fv
3 3 v 3
𝑓𝑣 = 3+0,4239 𝑓𝑣 = 0,876
4.4.13. Gaya Tangensial Roda Gigi 102 . 𝑃𝑑 𝑉 102 . 4 = = 942,4 𝑘𝑔 0,4239
𝐹𝑡 =
4.4.14. Bahan Roda Gigi dan Pinion Bahan Roda Gigi dipilih adalah S25C dengan kekuatan tarik (
𝑏
= 45
Kg/mm 2 ) dan kekerasan brinnel : 𝐻𝐵 = 123 – 183 Tabel 4.6 Tegangan Lentur yang diizinkan pada Bahan Roda Gigi Kelonpok
Lambang
Kekuatan tarik
Kekerasan
Tegangan
bahan
bahan
B (kg/mm 2 )
brinnel
lentur yang
HB
diizinkan
a ( kg/mm 2 ) Baja karbon untuk
S25C
45
123-183
21
S35C
52
149-207
26
S45C
58
167-229
30
konstruksi mesin
63 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.4.15. Beban Lentur Yang Diizinkan (𝑭′𝒃 ) ′ 𝐹𝑏1 = 𝜎𝑎 ∙ 𝑚 ∙ 𝑌1 ∙ 𝑓𝑣 ′ 𝐹𝑏1 = 21 ∙ 4 ∙ 0,349 ∙ 0,876 = 25,7 𝑘𝑔𝑓
′ 𝐹𝑏2 = 𝜎𝑎 ∙ 𝑚 ∙ 𝑌1 ∙ 𝑓𝑣 ′ 𝐹𝑏2 = 21 ∙ 4 ∙ 0,383 ∙ 0,876 = 28,18 𝑘𝑔𝑓
4.4.16. Lebar Roda Gigi (𝒃) 𝑏 = 6 ∙ 𝑚 = 6 ∙ 4 = 20 𝑚𝑚 4.4.17. Jarak Bagi Lingkar (𝒕) 𝑡1 =
𝜋 ∙ 𝑑01 𝑧1
𝑡1 =
𝜋 ∙ 108 𝑚𝑚 = 12,56 𝑚𝑚 27
𝑡2 =
𝜋 ∙ 𝑑02 𝑧2
𝑡2 =
𝜋 ∙ 152 𝑚𝑚 = 12,56 𝑚𝑚 38
4.4.18. Jari-Jari Fillet (𝒓) 𝑟 = 0,351 ∙ 𝑚 = 0,351 ∙ 1,25 = 1,404 𝑚𝑚
4.4.19. Koreksi Kontruksi Aman: 𝑏 ≥ 0,6 𝑚 20 𝑚𝑚 = 5 ≥ 0,6 → 𝑲𝒐𝒏𝒕𝒓𝒖𝒌𝒔𝒊 𝑨𝒎𝒂𝒏 4 𝑚𝑚 Dan, 𝑑 ≥ 1,5 𝑏 108 𝑚𝑚 = 5,4 ≥ 1,5 → 𝑲𝒐𝒏𝒕𝒓𝒖𝒌𝒔𝒊 𝑨𝒎𝒂𝒏 20 𝑚𝑚
64 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.5.Perencanaan Sabuk dan Puli 4.5.1. Data Perencanaan Awal
Daya
: 4,0 kW
Putaran poros 𝑛1
: 2690
Putaran poros 𝑛2
: 900
rpm
Putaran poros 𝑛3
: 180
rpm
Putaran poros 𝑛4
: 75
Diameter Poros 𝑑𝑠1
: 28 mm
Diameter Poros 𝑑𝑠2 : 25 mm
Diameter Poros 𝑑𝑠3 : 25 mm
rpm
rpm
4.5.2. Pemilihan Sabuk Memilih tipe sabuk dapat ditentukan berdasarkan daya rencana dan putaran pada puli kecil. Pemilihan penampang sabuk-V dapat ditentukan berdasarkan diagram di bawah ini.
Gambar 4.1. Diagram Pemilihan Sabuk-V
Berdasarkan daya rencana 4 kW dan putaran puli 2690 rpm, maka dipilih sabuk-V tipe B
65 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.5.3. Diameter Nominal Puli Untuk menentukan diameter minimum puli berdasarkan tipe penampang sabuk V yang telah dipilih, dapat ditentukan berdasarkan tabel 3.8 berikut. Tabel 4.7. Ukuran Puli-V
Penampang sabuk V
A
B
C
Diameter nominal (diameter lingkaran jarak bagi dp)
A(o)
w (o)
71- 100
34
11.95
101 -125
36
12.12
126 atau lebih 125 – 160
38
12.30
34
15.86
161 – 200
36
16.07
201 atau lebih
38
16.29
34
21.18
36
21.45
38
21.75
36
30.77
e
ƒ
Lo
K
Ko
9.2
4.5
8.0
15.5 10.0
12.5
5.5
9.5
19.0 12.5
16.9
7.0
12.0 25.5 17.0
24.6
9.5
15.5 37.0 17.0
28.7
12.7 19.3 44.5 24.0
200 - 250 251 – 315 316 atau lebih 355 –540
D 451 atau lebih 500 – 630
38 36
31.14 36.96
E 631 atau lebih
38
37.45
66 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4.5.4. Perbandingan Putaran Karena sabuk-V biasanya dipakai untuk menurunkan putaran, maka perbandingan yang umum dipakai ialah perbandingan reduksi i (i > 1), di mana:
Perbandingan Putaran 1 𝑛1 = 𝑖1 𝑛2 2690 𝑟𝑝𝑚 = 3 900 𝑖1 = 3
Perbandingan Putaran 2 𝑛2 = 𝑖2 𝑛3 900 𝑟𝑝𝑚 = 5 180 𝑖2 = 5
Perbandingan Putaran 3 𝑛3 = 𝑖1 𝑛4 180 𝑟𝑝𝑚 = 2,4 75 𝑖1 = 2,4
4.5.5. Diameter Lingkaran Jarak Bagi Sebelum menghitung diameter lingkaran jarak, terlebih dahulu kita harus menentukan putaran puli yang direncanakan. Untuk mencapai putaran 75 rpm dari putaran awal puli pada motor yaitu 2690 rpm, dilakukan beberapa kali reduksi putaran.
67 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
Untuk menghitung diameter lingkaran jarak (𝑑𝑝 ) pada setiap puli dapat digunakan persamaan : 𝑑𝑝 = 𝑑𝑚𝑖𝑛 ×
𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 (𝑛1 ) 𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘𝑎𝑛(𝑛2)
Atau dapat juga ditulis: 𝑑𝑝 = 𝑑𝑚𝑖𝑛 × 𝑖 Maka,
Diameter puli besar poros 1
𝑑𝑝1 = 𝑑𝑚𝑖𝑛 × 𝑖1 𝑑𝑝1 = 90 × 3,0 = 270 𝑚𝑚
Diameter puli besar poros 2
𝑑𝑝2 = 𝑑𝑚𝑖𝑛 × 𝑖2 𝑑𝑝2 = 70 × 5,0 = 350 𝑚𝑚
Diameter puli besar poros 3
𝑑𝑝3 = 𝑑𝑚𝑖𝑛 × 𝑖3 𝑑𝑝3 = 70 × 2,4 = 170 𝑚𝑚
4.5.6. Kecepatan Linier Sabuk-V
Kecepatan sabuk pada puli penggerak 1
𝜋 𝑥 𝑑𝑚𝑖𝑛 𝑥 𝑛1 60 𝑥 1000 3,14 𝑥 90 𝑚𝑚 𝑥 2690 𝑟𝑝𝑚 𝑉= = 12,70 𝑚/𝑠 60 𝑥 1000 𝑉=
68 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
Kecepatan sabuk pada puli penggerak 2
𝜋 𝑥 𝑑𝑚𝑖𝑛 𝑥 𝑛2 60 𝑥 1000 3,14 𝑥 70 𝑚𝑚 𝑥 900 𝑟𝑝𝑚 𝑉= = 3,297 𝑚/𝑠 60 𝑥 1000 𝑉=
Kecepatan sabuk pada puli penggerak 3
𝜋 𝑥 𝑑𝑚𝑖𝑛 𝑥 𝑛3 60 𝑥 1000 3,14 𝑥 70 𝑚𝑚 𝑥 300 𝑟𝑝𝑚 𝑉= = 0,6594 𝑚/𝑠 60 𝑥 1000 𝑉=
4.5.7. Perencanaan Panjang Sabuk Menghitung panjang keliling sabuk dapat menggunakan persamaan berikut:
Panjang sabuk yang menghubungkan puli 1 ke puli 2: 𝐿1 = 2𝐶1 +
2
(𝑑𝑝 + 𝐷𝑝1 ) +
𝐿1 = 2 ∙ 280 mm +
1 2 (𝐷𝑝1 − 𝑑𝑝 ) 4𝐶1
3,14 1 (90 + 270)𝑚𝑚 + (270 − 90)2 2 4 ∙ 280
𝐿1 = 1152 𝑚𝑚
Panjang sabuk yang menghubungkan puli 2 ke puli 3 𝐿2 = 2𝐶2 +
2
(𝑑𝑝 + 𝐷𝑝2 ) +
𝐿2 = 2 ∙ 313 mm +
1 2 (𝐷𝑝2 − 𝑑𝑝 ) 4𝐶2
3,14 1 (70 + 350)𝑚𝑚 + (350 − 70)2 2 4 ∙ 313
𝐿2 = 1348 𝑚𝑚
Panjang sabuk yang menghubungkan puli 2 ke puli 3 𝐿3 = 2𝐶2 +
2
(𝑑𝑝 + 𝐷𝑝2 ) +
𝐿3 = 2 ∙ 425 mm +
1 2 (𝐷𝑝2 − 𝑑𝑝 ) 4𝐶2
3,14 1 (70 + 170)𝑚𝑚 + (170 − 70)2 2 4 ∙ 425
𝐿3 = 1229 𝑚𝑚
69 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari perancangan mesin pencacah plastik ini: 1. Pisau pemotong yang dirancang berdiameter 150 mm dengan 4 sisi mata pisau. 2. Pisau pemotong disusun dengan sistem crusher yakni saling berhadapan dengan putaran berlawanan arah. 3. Daya yang dihasilkan oleh mesin pencacah plastik sebesar 4,0 𝑘𝑊 dengan putaran pisau pemotong 75 𝑟𝑝𝑚. 4. Semua komponen elemen mesin pada perancangan mesin pencacah plastik seperti poros, bantalan, pasak, dan roda gigi memiliki tingkat keamanan yang baik. 5.
Poros yang dirancang pada pisau adalah poros bertingkat dengan diameter 40 𝑚𝑚 dan 25 mm dengan bantalan berdiameter luar 47 𝑚𝑚.
6. Bahan untuk pisau, poros, dan pasak digunakan baja karbon kontruksi mesin dengan kode S30C, untuk bantalan digunakan jenis bantalan nomor 63005-2RS1, sedangkan untuk roda gigi digunakan bahan baja karbon untuk kontruksi mesin dengan kode S25C. 7. Perbandingan putaran antara roda gigi dan pinion yaitu sebesar 1,4. 8. Puli yang dirancang masing-masing memiliki putaran 𝑛1 = 2690 rpm, 𝑛2 = 900 𝑟𝑝𝑚, 𝑛3 = 180 𝑟𝑝𝑚, dan 𝑛4 = 75 𝑟𝑝𝑚 9. Diameter puli yang dirancang masing-masing sebesar 𝑑𝑝1 = 270 mm, 𝑑𝑝2 = 210 𝑚𝑚, dan 𝑑𝑝3 = 280 𝑚𝑚. 10. Sabuk yang dipilih berdasarkan putaran puli motor dan kebutuhan daya adalah Sabuk-V tipe A.
70 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
5.2. Saran Adapun saran dari perancang untuk mesin pencacah plastik tipe crusher: 1. Elemen mesin pada mesin pencacah plastik yang dicancang sebaiknya disesuaikan dengan yang tersedia di pasaran. 2. Perlunya dilakukan proses produksi dan manufaktur pada mesin agar dapat diketahui kapasitas produksi hasil cacahan plastik.
71 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
DAFTAR PUSTAKA 1. Sularso dan Kyokatsu, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita.
Jakarta. 1987.
2. Ichlas Nur, Nofriadi, dan Rusmardi 2014. “Seminar Nasional Sains dan Teknologi : Pengembangan Mesin Pencacah Sampah/Limbah Plastik Dengan Sistem Crusher dan Silinder Pemotong Tipe Reel”. Universitas Muhammadiyah Jakarta : Jakarta. 3. “Plastik, Manusia dan Lingkungan : Si Jagonya Kemasan Plastik (PET)” : https://warstek.com/2018/02/14/pet/ [Diakses 24 Maret 2018]
72 | P e r a n c a n g a n M e s i n P e n c a c a h P l a s t i k
4
1
3
5 7 2 8
9
10
6
10
2
Bantalan Duduk
9
2
Sabuk-V tipe A
8
3
7
ISO 12944-2:1998
HS 8483
Rubber
A 43 & A 55
Puli
S30C
ISO 5294:2012
2
Roda Gigi Lurus
S30C
6
1
Motor Listrik 3 Fasa
Al-Mg
5
1
Rumah Pisau
S30C
4
2
Silinder Pisau Pemotong
S30C
3
1
Bak Penampung
S30C
2
1
Rangka Mesin
H15316
1
1
Corong
A6061
No. Jml.
Nama Bagian Skala Satuan Tanggal
Prodi Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala
: 1:5 : mm : 25/6/18
Bahan
Normalisasi
Digambar NIM
: Arridho Fadhil A. : 1404102010008
Diperiksa
: Dr. Ir. Mohd. Iqbal, M.T
Mesin Pencacah Plastik
Keterangan Peringatan
Gbr. 1
A3
340 73
10 1
10
350
380
2
404
546
2
3 380
290
220
340
R2
10
324
397
20
°
70 °
70
200
71
0
130
300
50
350
130
0
400
350
400 300
R1
2
270
55
25 134 234
300 670
100
320
245
25 300
180
3 2
1 1
Bak Penampung Rangka
H15316
1
1
Corong Mesin
A6061
Nama Bagian
Bahan
No. Jml. 25
100
420
5
460
400
Skala Satuan Tanggal
Prodi Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala
: 1 : 10 : mm : 25/6/18
S30C
Normalisasi
Digambar NIM
: Arridho Fadhil A. : 1404102010008
Diperiksa
: Dr. Ir. Mohd. Iqbal, M.T
KOMPONEN MESIN
Keterangan Peringatan
Gbr. 2
A3
50
5
300
130
1
130
1 2X
15
47 220
160
2 2X
130 5
30
400
160
117°
80
10
10
15 2
10
385
40
300
3
5
360
70
3
50
3 2
1 2
1
2
No. Jml.
70
Base
S30C
Bag. Kanan-Kiri
S30C
Bag. Depan-Belakang
S30C
Nama Bagian
Bahan
Skala Satuan Tanggal
Prodi Teknik Mesin Univ. Syiah Kuala
: 1:5 : mm : 25/6/18
Normalisasi
Digambar NIM
: Arridho Fadhil A. : 1404102010008
Diperiksa
: Dr. Ir. Mohd. Iqbal, M.T
RUMAH PISAU
Keterangan Peringatan
Gbr. 3 A3
42,50
80
40 25 6
462,5
3 4X
1
1
12
R1 2
40 2 26X
4 29X
A
3
6
10
R6
A
3
150
20°
25
SECTION A-A SCALE 1 : 5 4
5
B 47 25
20
12
B
C
60 3
5
15
SECTION B-B SCALE 1 : 5 24
156
40
6
SECTION C-C SCALE 1 : 5 20
24
D
119
C
6 5
1 1
Roda Gigi Lurus 2 Roda Gigi Lurus 1
S25C S25C
4
29
Ring Pisau
S30C
3 2
4 26 2
Bantalan
AISI 440C
Pisau Poros
S30C S30C
Nama Bagian
Bahan
1 D
SECTION D-D SCALE 1 : 5
No. Jml.
Skala Satuan Tanggal
Prodi Teknik Mesin Univ. Syiah Kuala
: 1:5 : mm : 25/6/18
NJ27A NJ38 63005-2RS1
Normalisasi
Digambar NIM
: Arridho Fadhil A. : 1404102010008
Diperiksa
: Dr. Ir. Mohd. Iqbal, M.T
Pisau Pemotong Crusher
Keterangan Peringatan
Gbr. 4
A3
6,25
40° SECTION F-F SCALE 1 : 5
H
R1
,2
0
48
6
25
350
R6
6,6
12
Scale 1 : 10
137
25
332 E 369
270
68
E
7
52
3
5
42 6
SECTION G-G SCALE 1 : 5 12,50 8,75
G
510
R5
R5 30
3
7
48 25
25
8
70 25
90
12,5
8,75
R5
R5
F
F
G
270
2
43
4
28
1
2
1
40° SECTION H-H SCALE 1 : 5
H
SECTION E-E SCALE 1 : 5
Scale 1 : 10
8
252
72
Skala Satuan Tanggal
Prodi Teknik Mesin Univ. Syiah Kuala
: 1:5 : mm : 25/6/18
Digambar NIM
: Arridho Fadhil A. : 1404102010008
Diperiksa
: Dr. Ir. Mohd. Iqbal, M.T
Puli dan Sabuk
Peringatan
Gbr. 5
A3