PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
TENTANG :
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
TAHUN 2010 - 2030
Mengingat Mengingat
:
1.
Undang-Unda Undang-Undang ng Nomor 29 Tahun 1959 tentang tentang Pembentukan Pembentukan Daerah-Daerah Daerah-Daerah Tingkat II Di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor RI 1822);
2.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
4.
Undang-Undang Nomor Nomor
4 Tahun 1992 tentang tentang Perumahan Dan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 5.
Undang-Undang N Nomor omor 5 Tahun 1992 tentang tentang Benda Benda Cagar Alam Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
6.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682);
7.
Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang entang Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 8.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
9.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Parigi Moutong Di Provinsi Sulawesi Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor Nomor 23, Tambahan Tambahan Lembaran Lembaran Negara Republi Republik k Indonesia Indonesia Nomor Nomor 4185);
10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang tentang Bangunan Gedung (Lembaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom Nomor or 4247); 11. Undang-Undang Nomor Nomor 27 Tahun 2003 tentang tentang Panas Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom Nomor or 4327);
12. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom Nomor or 4377); 13. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 14. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 15. Undang-Undang Nomor Nomor
31 Tahun 2004 tentang Peri Perikanan kanan (Lembaran Negara Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 16. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republi Republik k Indonesia Nomo Nomorr 4437 ), sebagaimana telah telah beberapa kali diubah diubah terakhir terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 17. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 18. Undang-Undang Nomor Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapi Perkeretaapian an (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 19. Undang-Undang Nomor Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan
Bencana
(Lembaran Negara Negara Republi Republik k Indonesia ndonesia Tahun 2007 Nomor Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Negara Republi Republik k Indonesia Nomo Nomorr 4723); 20. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 21. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 22. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746 );
23. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 24. Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 25. Undang-Undang Nomor Nomor 4 Tahun 2009 tentang tentang Pertambangan Pertambangan Mineral Dan Batubara Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 26. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 27. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara R Republi epublik k Indonesia Indonesia Tahun 2009 Nomor Nomor 84, Tambahan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); 28. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara R Republi epublik k Indonesia Indonesia Tahun 2009 2009 Nomor Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025). 29. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republi Republik k Indonesia Indonesia Nomor Nomor 5059); 30. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republi Republik k Indonesia Indonesia Tahun 1969 Nomor Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831); 31. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 32. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Tambahan Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Nomor 3445); 33. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republi Republik k Indonesia Indonesia Tahun 1993 Nomor Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3516); 34. Peraturan Pemeri Pemerintah ntah Nomor 69 Tahun Tahun 1996
tentang tentang Pelaksanaan Hak Dan
Kewajiban, Serta Bentuk Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660); 35. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 36. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3800); 37. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Rencana Tata Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3934); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385); 40. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 41. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); 42. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490); 43. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Ata Atas s Pe Penyelen lenggaraan Pe Pemerin rintah tahan Da Daerah (Le (Lembaran Ne Negara Re Republik lik Ind Indonesia Tahun 2005 Nomor 165; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 44. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 45. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696); 47. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan An Antara tara Pemerin rintah tah, Pemerinta intah han Daerah rah Provins insi Dan Pemerin rintah tahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 48. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 49. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858); 50. Peraturan Pemeri Pemerintah ntah Nomor 43 Tahun Tahun 2008 2008 tentang Air Tanah (Lembar (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859); 51. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5097); 52. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5098); 53. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 54. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5120); 55. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 56. Keputusan Keputusan Presiden Presiden Nomo Nomorr 4 Tahun 2009 tentang tentang Badan Badan Koordinasi Penataan Penataan Ruang Nasional; 57. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah; 58. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
59. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Di Daerah; 60. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; 61. Pereturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintah Daerah; 62. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pembentukan Dan Teknis Penyusunan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Parigi Moutong Tahun 2010 Nomor 40, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Parigi Moutong Nomor 122); 63. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong (Lembaran daerah Kabupaten Parigi Moutong Tahun 2008 Nomor 18 Seri D Nomor 44, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Parigi Moutong Nomor 100).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PARI PARIGI GI MOUTONG dan BUPATI PARIGI PARIGI MOUTONG MOUTONG MEMUTUSKAN:
Menetapkan Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1.
Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Kabupaten adalah Kabupaten Parigi Moutong.
3.
Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong
4.
Bupati adalah Bupati Parigi Moutong.
5.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan rakyat Derah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.
6.
Peraturan Daerah adalah naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum, yang bersifat pengaturan ditetapkan oleh Bupati setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mengatur urusan Otonomi Daerah dan tugas pembatuan.
7.
Keputusan Bupati adalah naskah Dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum yang bersifat penetapan konkrit, individual, dan Final.
8.
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat adhoc yang dibentuk untuk mendukung Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah
9.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disebut RTRW Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang mengatur rencana struktur dan pola tata ruang wilayah Kabupaten
10. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan, serta memelihara kelangsungan hidupnya. 11. Tata Ruang adalah wujud struktural ruang dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. 12. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 13. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 14. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkos memiliki hubungan fungsional. 15. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 16. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. 17. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. 18. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. 19. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. 20. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang menudukung prikehidupan dan penghidupan. 21. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jas jasa pemerin rintah tahan, pelay layanan sosial, ial, dan kegiata iatan n ekonomi.
22. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 23. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditujukan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem permukiman dan system; 24. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai fungsi kawasan pelestarian/pelindungan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. 25. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. 26. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. 27. Kawasan Pesisir adalah wilayah pesisir tertentu yang ditunjukan dan atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakter fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya. 28. Kawasan Alur Pelayaran adalah wilayah perairan yang dialokasikan untuk alur pelayaran bagi kapal. 29. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 30. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. 31. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. 32. Zona adalah kawasan dengan peruntukan khusus yang memiliki potensi atau permasalahan yang mendesak untuk ditangani dalam mewujudkan tujuan perencanaan dan pengembangan kawasan. 33. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. 34. Pusat Kegiatan Wilayah yang ditetapkan secara nasional selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 35. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang di promosikan oleh provinsi selanjutnya disebut PKWp adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 36. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
37. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL dengan persyaratan pusat kegiatan tersebut merupakan kota-kota yang telah memenuhi persyaratan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK). 38. Pusat Pelayanan Kegiatan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan beberapa kecamatan 39. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk mendukung PPK dengan melayani kegiatan beberapa kecamatan yang lebih kecil 40. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 41. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra intra dan antarmoda transportasi, transportasi, yang yang dilengkapi dilengkapi dengan dengan fasili fasilitas tas keselamatan keselamatan dan keamanan keamanan penerbangan, penerbangan, serta fasilit fasilitas as pokok pokok dan fasili fasilitas tas penunjang penunjang lainnya. 42. Moda adalah sarana yang digunakan untuk memindahkan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. 43. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. 44. Lingkungan adalah sumberdaya fisik dan biologis yang menjadi kebutuhan dasar agar kehidupan masyarakat (manusia) dapat bertahan. 45. Kawasan Minapolitan adalah kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. 46. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. 47. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. 48. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. 49. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup. 50. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
51. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang. 52. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif orang perseorangan, kelompok orang, masyarakat hukum adat, korporasi atau lembaga/organisasi non pemerintah dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
BAB II TUJUAN, KEBIJA KAN, DAN STRATEGI, PENATAAN PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN KA BUPATEN Bagian Kesatu Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabup aten Pasal 2 Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah mewujudkan tatanan ruang wilayah Kabupaten dalam rangka optimalisasi potensi sumber daya alam berbasiskan pengembangan agrobisnis, perikanan, dan pariwisata untuk meningkatkan daya saing kabupaten dengan tetap mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, karakteristik fisik wilayah serta kelestarian sumber daya alam.
Bagian Kedua Kebij akan dan Strategi Penataan Penataan Ruang Wilayah Kabup aten Pasal 3 (1) (1) Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah dilakukan dalam pengembangan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis wilayah kabupaten agar tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten dapat tercapai; (2) Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang wilayah; b. kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang wilayah; dan c. kebijakan dan strategi penetapan kawasan strategis.
Pasal 4 Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, terdiri atas: a.
penetapan pusat-pusat kegiatan yang mencakup Pusat Kegitatan Lingkungan Promosi (PKLp), Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL);
b.
peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten; dan
c.
peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan infrastruktur transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air dan jaringan pelayanan sosial ekonomi yang merata diseluruh wilayah kabupaten.
Pasal 5 (1) (1) Strategi pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, terdiri atas:
a. menetapkan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp); b. menetapkan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan beberapa kecamatan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) ; dan c. menetapkan kawasan perkotaan yang merupakan pusat permukiman dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa sebagai Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). (2) Strategi pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, terdiri atas: a. meningkatkan aksesibilitas antara kawasan perkotaan yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi Promosi (PKL (PKLp), p), Pusat Pelayanan Kawasan awasan (PPK), (PPK), Pusat Pelayanan Lingkungan Lingkungan (PPL) (PPL) maupun maupun kawasan strategis sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi; b. mengem mengembangkan bangkan infrastr infrastruktur uktur pada pusat-pusat pertum pertumbuhan buhan baru di kawasan kawasan yang yang potensial dan belum terlayani oleh pusat pertumbuhan eksisting; c. mengembangkan dan menyediakan infrastruktur terhadap daerah pesisir pantai, sentra pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, pengembangan kakao, dan pertambangan; dan d. membangun kegiatan perikanan dengan pengembangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). (3) Strategi pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, terdiri atas: a.
Mengembangkan jaringan infrastruktur transportasi darat dan laut yang dapat meningkatkan aksesibilitas pusat pertumbuhan dengan semua kawasan yang ditetapkan sebagai PKLp, PPK, PPL maupun Kawasan Strategis lainnya;
b.
mengembangkan jaringan transportasi darat yaitu jaringan kereta api sebagai bagian dari Lintas Tengah Sulawesi yang bersisian dengan jalan arteri primer;
c.
mengembangkan jaringan jalan lokal yang menghubungkan pusat Kota Parigi, kawasan permukiman dan sentra – sentra produksi dengan wilayah pengembangan;
d.
mengem mengembangkan bangkan dan menyediakan menyediakan jaringan jaringan infrast infrastrukt ruktur ur
telekom telekomunikasi unikasi secara merat merata a untuk
membuka keterisolasian daerah; e.
mengembangkan dan perluasan penyediaan jaringan energi listrik secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik; dan
f.
meningkatkan kualitas jaringan infrastruktur serta mewujudkan ketersediaan sumberdaya air untuk air bersih maupun irigasi.
Pasal 6 Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, terdiri atas: a. pengembangan kawasan lindung; dan b. pengembangan kawasan budidaya.
Pasal 7 Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a terdiri atas: a. pemeliharaan dan pelestarian luas kawasan lindung; b. peningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa, serta nilai budaya dan fungsi kawasan lindung berdasarkan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; c. perlindungan terhadap kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumber daya air; dan d. penguatan tata guna tanah kabupaten guna pemantapan kawasan lindung
Pasal 8 (1) (1) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, terdiri atas: a. mempertahankan luas kawasan lindung di darat maupun laut, sesuai tata batas wilayah hutan dan wilayah konservasi laut; b. mengembangkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah dengan luas paling sedikit 30% dari luas wilayah DAS sesuai dengan kondisi ekosistemnya atas dasar kriteria kawasan-kawasan yang berfungsi lindung serta mewujudkan kawasan penyangga di sekitar kawasan hutan lindung dan konservasi berdasarkan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung sekitar mata air, danau dan sungai serta kawasan sekitarnya yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah. (2) (2) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, terdiri atas : a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi sistem ekologi wilayah; b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; c. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan; d. mempertahankan dan merehabilitasi keberadaan hutan lindung sebagai hutan dengan tutupan vegetasi tetap sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, dan longsor; e. mempertahankan dan merehabilitasi keberadaan hutan lindung agar kesuburan tanah pada hutan lindung dan daerah sekitarnya dapat terpelihara; dan f. mempertahankan dan merehabilitasi kawasan mangrove sebagai ekosistem esensial pada kawasan pesisir untuk pengendalian pencemaran, perlindungan pantai dari abrasi, dan menjamin terus berlangsungnya reproduksi biota laut.
(3) (3) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, terdiri atas : a. mempertahankan intensitas kegiatan melalui sistem pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pelaksanaan terhadap penyelenggaraan penataan ruang ; b. mempertahankan kawasan penyangga di sekitar kawasan hutan lindung dan konservasi. c. melindungi ekosistem bergambut yang khas serta mengkonservasi cadangan air tanah; dan d. mempertahankan dan merehabilitasi kawasan mangrove sebagai ekosistem esensial pada kawasan; pesisir untuk pengendalian pencemaran, perlindungan pantai dari abrasi, dan menjamin terus berlangsungnya reproduksi biota laut . (4) (4) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, terdiri atas: a. menyelesaikan permasalahan tumpang tindih dan konflik penggunaan tanah antara kepentingan lindung dan budidaya berdasarkan ketentuan/peraturan yang berlaku; dan b. mengendalikan secara ketat penggunaan tanah oleh penduduk atau proyek pembangunan tertentu dalam kawasan lindung yang diperbolehkan agar tidak mengganggu fungsi lindung.
Pasal 9 Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, terdiri atas : a. pengembangan kegiatan utama berbasiskan pengembangan agrobisnis, perikanan, dan pariwisata serta pemanfaatan ruangnya secara optimal berdasarkan berdasarkan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; b. pengembangan prasarana guna mendukung kegiatan utama berbasiskan pengembangan agrobisnis, perikanan, perikanan, dan pariwisata; c. pengendalian perkembangan kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi lindung; dan d. penguatan tata guna tanah kabupaten guna penanganan masalah tumpang tindih antar kegiatan budidaya berdasarkan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pasal 10 (1) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a,
terdiri atas: a. menetapkan zona-zona dengan fungsi-fungsi utamanya pada setiap kawasan budidaya berdasarkan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; b. meningkatkan nilai tambah hasil-hasil produksi kawasan melalui pengembangan agrobisnis, perikanan, dan pariwisata baik secara intensifikasi maupun ektensifikasi; dan c. pengembangan fungsi-fungsi kawasan budidaya lainnya berdasarkan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
(2) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b,
terdiri atas: a. mengembangkan dan menyediakan infrastruktur pendukung pada kawasan-kawasan agrobisnis, perikanan, perikanan, dan pariwisata; b. meningkatkan aksesibilitas antar kota di dalam kawasan dan ke tujuan-tujuan pemasaran melalui keterpaduan pengembangan sistem transportasi antar moda; c. membangun kegiatan perikanan dengan mengembangkan perikanan budidaya (tambak); dan d. meningkatkan fungsi dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana pada setiap kawasan budidaya. (3) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c,
terdiri atas: a. mengurangi dampak negatif pengembangan kawasan terhadap lingkungan sekitar; b. melakukan pemantauan dan pengawasan secara periodik terhadap kegiatan-kegiatan budidaya yang berpotensi mengganggu fungsi lindung; dan c. meningkatkan fungsi kawasan hutan produksi sebagai kawasan penyangga bagi kawasan lindung. (4) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d,
terdiri atas: a. mengembangkan peraturan yang ketat terhadap upaya konversi lahan budidaya yang bersifat sebagai penyangga kawasan lindung diatasnya berdasarkan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; b. mengembangkan mekanisme perizinan guna pengendalian penggunaan lahan ke tingkat yang lebih intensif; c. mengurangi perijinan pemanfaatan ruang yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik pemanfaatan ruang; dan d. melakukan proses perijinan satu atap sehingga pemanfaatan ruang dapat dikendalikan.
Pasal 11 Kebijakan pengembangan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c, terdiri atas: a. pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan rona alam, dan melestarikan warisan ragam budaya lokal; b. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian Kabupaten yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian wilayah;
c. pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung sebagai pendukung lingkungan hidup ; dan d. penyediaan lahan bagi kepentingan pertahanan keamanan nasional yang berlaku jika negara dalam keadaan darurat perang.
Pasal 12 (1)
Strategi Strategi untuk kebijakan pengem pengembangan bangan kawasan kawasan strategis strategis kabupaten kabupaten sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, terdiri terdiri atas: atas:
a. memanfaatkan kawasan lindung sesuai dengan fungsinya yaitu: fungsi hidrologis, melindungi kawasan setempat, perlindungan habitat flora dan fauna (ekosistem), serta perlindungan kawasan rawan bencana alam; b. mengendalikan, mengarahkan, memantau, dan menegakan hukum di kawasan lindung; c. mengembangkan kebijakan tata guna tanah/lahan, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam yang ramah lingkungan; dan d. mengembangkan kebijakan pengembangan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan yang berkesinambungan. (2) (2) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, terdiri atas:
a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dan kawasan strategis provinsi; dan b. mendukung pengembangan kawasan lindung dan atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional, kawasan strategis provinsi dengan kawasan budidaya terbangun. (3) (3) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf huruf c, terdiri atas: atas:
a. melestarikan keaslian fisik serta mempertahankan keseimbangkan ekosistemnya; b. meningkatkan kepariwisataan Kabupaten; dan c. menjaga kualitas, keasrian dan kelestarian eksistensi sistem ekologi wilayah. (4) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d, terdiri atas:
a. melestarikan kawasan hutan konservasi dan kawasan hutan lindung sebagai wilayah pertahanan keamanan terakhir pada saat negara dalam keadaan darurat perang; dan b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif khususnya di sekitar kawasan hutan lindung untuk mendukung suplai bahan makanan pada saat negara dalam keadaan darurat perang.
BAB III RENCANA RENCANA STRUKTUR STRUKTUR RUANG WILAYA H KABUPATEN KA BUPATEN Bagian Kesatu Umum Pasal 13 (1) (1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten terdiri atas: a. rencana pengembangan sistem perkotaan wilayah; dan b. rencana pengembangan jaringan prasarana utama dan pengembangan sistem prasarana wilayah lainnya. (2) (2) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Rencana Pengemb Pengemb angan Sistem Perkotaan Wilayah Kabup aten Pasal 14 (1) (1) Rencana pengembangan sistem perkotaan wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, terdiri atas: a. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) berada di Parigi; b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) berada di Kota Tinombo; c. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) berada di Ampibabo, Sausu dan Moutong; d. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) berada di Toboli, Lambunu, Tomini dan Torue; dan e. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) berada di Taopa, Balinggi, Siniu, Parigimpu’u, Kasimbar, Maninili, Mepanga, Toribulu, Binangga, Dolago, dan Palasa.
Bagian Ketiga Rencana Pengemb Pengemb angan Sistem Prasarana Utama Wilayah Wilayah Kabu paten Pasal 15 Rencana pengembangan jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, merupakan jari jarin ngan tra transportas tasi yang terd terdir irii atas tas tra transporta rtasi darat rat dan lau laut.
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Pasal 16 (1) (1) Sistem jaringan transportasi nasional dan provinsi yang terkait dengan wilayah Kabupaten, terdiri atas: 1. jari jarin ngan jala jalan n nasion ional da dan prov rovins insi yang terd terdir irii atas tas jari jarin ngan jala jalan n arte rteri prim rimer (batas tas Kabupaten ten Poso - Sausu, Sausu - Tolai, Tolai - Parigi, Parigi - Toboli, Toboli - Ampibabo, Ampibabo - Kasimbar,
Kasimbar – Tinombo, Tinombo - Mepanga, Mepanga – Bolano Lambunu dan Lambunu - Sejoli/batas Provinsi Gorontalo, batas timur Kota Palu – Kebon Kopi dan ruas Kebon Kopi – Toboli); 2. Pengembangan jalan penghubung ke kabupaten tetangga sebagai bagian dari jalan nasional atau jalan provinsi yaitu ke Kabupaten Poso Pesisir (ruas Sausu – batas Kabupaten Poso), ke Kabupaten Donggala (ruas Kasimbar – batas Kabupaten Donggala), ke Kabupaten Tolitoli (ruas Mepanga – batas Kabupaten Tolitoli ), ke Kota Palu (ruas Parigimpu’u – batas Kota Palu); 3. terminal tipe B di Toboli Kecamatan Parigi Utara; 4. sistem jaringan jalur kereta api pada lintas tengah Sulawesi; 5. pelabuhan Laut Laut yaitu yaitu pelabuhan pengum pengumpan pan Pari Parigi gi dan pelabuhan pengum pengumpul pul Moutong. (2) Rincian sistem jaringan jalan di kabupaten tercantum dalam Lampiran II.A sebagai bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 17 (1) (1) Sistem jaringan transportasi kabupaten terdiri atas: a. sistem jaringan transportasi darat; dan b. sistem jaringan transportasi laut. (2) (2) Sistem jaringan transportasi darat kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. pengembangan jaringan jalan kabupaten; dan b. pengembangan terminal penumpang dan barang kabupaten. (3) (3) Pengembangan terminal penumpang dan barang kabupaten merupakan pengembangan terminal tipe C yang tersebar pada Kabupaten, terdiri atas: a. Terminal Parigi di Kecamatan Parigi; b. Terminal Tolai di Kecamatan Tolai; c. Terminal Mensung di Kecamatan Tomini; d. Terminal Moutong di Kecamatan Moutong; e. Terminal Lambunu di Kecamatan Bolano Lambunu; f.
Terminal Tinombo di Kecamatan Tinombo;
g. Terminal Kasimbar di Kecamatan Kasimbar; dan h. Terminal Sausu di kecamatan Sausu. (4) (4) Sistem jaringan transportasi laut kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a.
pengembangan pelabuhan penumpang dan barang kabupaten; dan
b. pengembangan alur pelayaran kabupaten.
(5) Pengembangan pelabuhan penumpang dan barang kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas: a.
pengembangan pelabuhan pengumpul Parigi;
b. pengembangan pelabuhan pengumpan Moutong; c.
pengembangan pelabuhan Toboli sebagai pelabuhan penyeberangan;
d. pengembangan pelabuhan Toboli sebagai pelabuhan khusus barang; dan
pengembangan pelabuhan lainnya di setiap kecamatan pesisir yang ada di kabupaten Parigi Moutong
e.
(6) (6) Pengembangan alur pelayaran kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas: a. pengembangan pelayaran internal dengan rute Toboli – Tinombo – Moutong; dan b. pengembangan pelayaran eksternal dengan rute pelabuhan Toboli (Kabupaten Parigi Moutong) – pelabuhan Tinombo (Kabupaten Parigi Moutong) - pelabuhan Moutong (Kabupaten Parigi Moutong) – pelabuhan Marisa (Provinsi Gorontalo) – pelabuhan Wakai (Kabupaten Tojo Una-una) – pelabuhan Am Ampana (Ka (Kabupaten ten Tojo Una-un -una).
Bagian Keempat Rencana Pengemb Pengemb angan Sistem Prasarana Wilayah Wilayah L ainny a Pasal 18 Rencana pengembangan sistem prasarana wilayah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, terdiri atas: a.
rencana pengembangan sistem jaringan energi dan kelistrikan;
b.
rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi;
c.
rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air;
d.
rencana pengembangan sistem jaringan prasarana persampahan wilayah kabupaten; dan
e.
rencana pengembangan sistem jaringan prasarana sanitasi.
Paragraf 1 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi Dan Kelistrikan Pasal 19 (1) (1) Sistem jaringan energi dan kelistrikan di kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a terdiri atas: a. pembangkit listrik; dan b. Depo Bahan Bakar Minyak (BBM). (2) (2) Pembangkit Pembangkit list listririk k sebagaimana sebagaimana di maksud maksud pada pada ayat (1) huruf a terdiri terdiri atas: a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD); b. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM); dan c. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (3) PLTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. PLTD di Moutong dengan kapasitas 4,80 MW; b. PLTD di Parigi dengan kapasitas 4,972 MW; c. PLTD di Palasa dengan kapasitas 0,75 MW; d. PLTD di Kasimbar dengan kapasitas 1,85 MW. e. PLTD di Kotaraya dengan kapastitas 1,2 MW (4) PLTM sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat (2) huruf b meliputi: meliputi:
a. PLTM di Tindaki dengan daya kurang lebih 1 MW; b. PLTM di Tomini terdiri dari Sungai Tampapo dengan daya kurang lebih 2 MW dan sungai Boinampal dengan daya kurang lebih 2 MW; c. PLTM Parigi dengan daya kurang lebih 1 MW; dan d. PLTM Maninili dengan daya kurang lebih 350 kW. (5) (5) PLTS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c terdapat di seluruh desa yang terdapat di pulau-pulau kecil dan belum terjangkau jaringan listrik. (6) Depo Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah pengembangan Depo BBM Parigi, Depo BBM Moutong dan Depo BBM Tinombo.
Paragraf 2 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 20 (1) Sistem jaringan telekomunikasi kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dilakukan dengan mengembangkan dan menyediakan sarana layanan pos dan telekomunikasi pada setiap kecamatan; (2) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas : a.
pengembangan sistem jaringan pelayanan pos di setiap kecamatan;
b. pengembangan sistem jaringan tetap lokal wireline berupa Stasiun Telepon Otomat (STO) lokal di
Parigi; c.
pengembangan nirkabel diarahkan menyebar di seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Parigi Moutong dengan menggunakan menara BTS (Base Transceiver Station) bersama. Station) bersama.
Paragraf 3 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 21 Jaringan sumber daya air kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c terdiri atas: a. Wilayah Sungai (WS); b. bendung; c. Daerah Irigasi (DI); d. pantai; e. sistem instalasi air bersih; dan f.
sistem pengelolaan rawa. Pasal 22
(1) (1) WS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, terdiri atas: a.
WS nasional meliputi: WS lintas provinsi Lasolo-Sampara pada Kecamatan Tinombo dan WS strategis nasional Parigi - Poso; dan
b. WS provinsi berupa WS Lambunu – Buol.
(2) (2) Bendung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, terdiri atas: a.
bendung kewenangan pemerintah pusat terdiri dari bendung Lambunu dan bendung Sausu Atas;
b. bendung kewenangan pemerintah provinsi di Malino, Ongka Atas, Tada, Kasimbar, Parigi Kanan,
Dolago, Maoti dan Torue; c.
bendung bendung kewen kewenangan angan pemeri pemerintah ntah kabupaten.
(3) (3) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, terdiri atas: jaring ingan irig iriga asi kewenangan pemerin rintah tah pusat terd terdir irii atas tas DI Lambunu dan DI Sausu Atas tas; a. jar jarin ngan irig iriga asi ke kewenangan pemerinta intah h prov rovins insi te terdiri iri ata atas s DI On Ongka Atas tas, Do Dolag lago, Ka Kasimbar, Ma Malin lino, b. jari Maoti, Mepanga Hilir, Parigi Kanan, Tada dan Torue; dan c.
Jaringan irigasi kewenangan pemerintah kabupaten terdiri atas DI Sausu Bawah, Tindaki, Olonjongi, Korontua, Olaya, Parigimpuu, Bambalemo Kiri, Parigimpuu, Petapa, Towera, Ampibabo, Toribulu, Labalang, Sigenti, Malanggo, Sidoan, Palasa, Ogotomubu, Tilung, Mepanga Atas, Ogotion, Moubang, Ongka Persatuan, Moutong.
(4) Selain DI kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, di kabupaten terdapat pula Daerah Irigasi Desa (Irdes) yang terdiri atas: Irdes Tolai Kanan, Suli Atas, Benau, Balinggi Atas I, Balinggi Atas II, Baturiti, Kokotio, Pangi, Binangga, Silanga, Siniu, Tolole Kanan, Tolole Kiri, Toga, Laemanta, Sindeleo, Padang Kasimbar, Posona, Tomoli, Sienjo, Bainaa, Bobalo, Nanggolan, Ogotion Bawah I, Ogotion Bawah II, Mensung, Tomini Kanan, Tomini Kiri, Bugis, Nyopong, Wanagading I, Wanagading II, Wanagading III, Ogomolos, Ganonggol, Sritabaang, Bolanosao, Bomban. (5) Pantai sebagaimana di maksud dalam Pasal 21 huruf d berada di sepanjang pesisir Teluk Tomini. (6) Sistem instalasi air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf e berada pada seluruh kecamatan terutama pada pusat-pusat permukiman. (7) Sistem pengelolaan rawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf f berupa pemeliharaan dan mempertahankan luas kawasan rawa di Kecamatan Ampibabo, Balinggi, Bolano Lambunu, Kasimbar, Mepanga, Moutong, Palasa, Parigi Selatan, Sausu, Taopa, Tinombo, Tinombo Selatan, dan Tomini. (8) Rincian sistem jaringan sumber daya air tercantum dalam Lampiran VI.A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4 Rencana Pengemb Pengemb angan Sistem Jarin gan Prasarana Persampahan Persampahan Pasal 23 (1) (1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana persampahan kabupaten, terdiri atas: a. pengurangan sampah; b. pemil pemilahan ahan sampah; c. pengumpulan sampah; d. pemanfaatan sampah;
e. pengangkutan sampah; f. pengolahan sampah; dan g. pemrosesan akhir sampah. (2) (2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. pengurangan produksi sampah dan mengkonsumsi barang yang kemasannya menggunakan bahan yang tidak dapat atau sulit untuk didaur ulang; dan b. pembatasan timbunan sampah (reduce (reduce)), pendauran ulang sampah (recycle (recycle), ), dan/atau pemanfaatan kembali sampah (reuse (reuse)). (3) (3) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa pemisahan sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dan tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun. (4) (4) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dengan cara memindahkan sampah dari sumber ke tempat penyimpanan sementara. (5) (5) Pemanfaatan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan dengan memanfaatkan sampah tersebut untuk kepentingan baik komersial maupun non komersial. (6) (6) Pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan dari Tempat Penyimpanan Sementara ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan menggunakan alat khusus. (7) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan dengan cara penimbunan (sanitary landfill) landfill).
Pasal 24 (1) (1) TPA sebagimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6) direncanakan berada di Desa Jononunu Kecamatan Parigi Tengah seluas kurang lebih 2.5 Ha. (2) Pengembangan TPA Jononunu diarahkan sebagai tempat pengelolaan sampah dan industri daur ulang. (3) (3) Pengembangan TPA Jononunu didukung oleh lokasi-lokasi TPS yang tersebar merata pada Kecamatan Parigi, Parigi Tengah, Parigi Barat, Parigi Utara dan Parigi Selatan. (4) (4) Perencanaan dan Pengembangan TPA lokal yang berada di kecamatan Ampibabo, Balinggi, Bolano Lambunu, Kasimbar, Mepanga, Moutong, Palasa, Sausu, Siniu, Taopa, Tinombo, Tinombo Selatan, Tomini, Toribulu dan kecamatan Torue. (5) (5) Rincian sistem jaringan prasarana persampahan tercantum dalam Lampiran VI.D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 5 Rencana Pengemb Pengemb angan Sistem Jarin gan Prasarana Sanit Sanit asi. Pasal 25 (1) (1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana sanitasi kabupaten, terdiri atas: a. Penanganan limbah rumah tangga; b. Penanganan limbah cair rumah sakit dan puskesmas; dan
c. Penanganan limbah cair industri. (2) (2) Rencana pengembangan penanganan limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. sanitasi pada lokasi setempat setempat (on site sanitation) pengelolaan sanitation) pengelolaan limbah dilakukan oleh masing-masing rumah tangga/ kegiatan; b. sanitasi umum/bersama (communal umum/bersama (communal sanitation) sanitation) diterapkan pada wilayah-wilayah padat penduduk; c. sistem limbah cair bercampur yaitu dengan memanfaatkan saluran drainase; dan d. pada lokasi yang sama sama (on site) site) dengan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) menyatu dengan TPA. (3) Rencana pengembangan penanganan limbah cair rumah sakit dan puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. menyediakan fasilitas dan peralatan pengolahan limbah cair sendiri dan melakukan pengelolaan secara baik; b. wajib melakukan monitoring dan pengawasan terhadap limbah cairnya ke badan air; dan c. pengolahan limbah toksin seperti limbah cair sisa obat-obatan dan suntikan, harus dipisahkan dari pengolahan limbah cair yang bersifat non toksin. (4) (4) Rencana Rencana pengem pengembanga bangan n penanganan penanganan limbah cair rumah industri industri sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat ayat (1) (1) huruf c meliputi: a. penyediaan fasilitas dan peralatan pengolahan limbah cair pada setiap kawasan industri; dan b. pengelolaan limbah cair pada kawasan industri telah mengikuti standar baku.
BAB IV RENCANA RENCANA POLA RUANG WILA WILAYAH YAH KAB UPATEN Bagian Kesatu Umum Pasal 26 (1) (1) Rencana pola ruang wilayah kabupaten terdiri atas: a. rencana pengembangan pengembangan kawasan kawasan lindung; lindung; b. rencana pengembangan kawasan budidaya wilayah kabupaten; dan c. rencana pengelolaan kawasan lainnya. (2) (2) Rencana pola ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung Kabupaten Pasal 27 (1) (1) Kawasan lindung kabupaten yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a terdiri atas : a. kawasan hutan lindung seluas kurang lebih 148.690 Ha yang tersebar pada wilayah Kecamatan, Torue, Parigi Selatan, Parigi Barat, Parigi Tengah, Parigi Utara, Siniu, Ampibabo, Kasimbar, Toribulu, Tinombo Selatan, Tinombo, Palasa, Tomini, Mepanga, Bolano Lambunu, Taopa, dan Moutong; b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya berupa kawasan resapan air yang tersebar di Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi Barat, Parigi Tengah, Parigi Utara, Siniu, Ampibabo, Kasimbar, Tinombo Selatan, Tinombo, Tomini, Mepanga, Bolano Lambunu Taopa, dan Moutong; c. kawasan perlindungan setempat terdiri atas : 1. kawasan sekitar sekitar danau dan sekitar sekitar mata mata air tersebar tersebar pada semua semua kecama kecamatan tan di kabupaten; 2. sempadan sempadan sungai sungai bertanggul dit ditetapkan etapkan dengan dengan batas batas lebar lebar sekurang-kurangnya 5 (lima) (lima) meter meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; 3. sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat yang berwenang; dan 4. sungai – sungai yang dimaksud dimaksud pada pada point 2 dan point point 3 terdiri terdiri atas : Kecamatan Kecamatan Sausu: Sausu: S. Pabengko, S.Maleali, S. Nonju, S. Tamu, S. Torono, S. Aoma, S. Sausu Peore dan S. Sausu Trans; Kecamatan Balinggi: Saluran Pembuang Purwokerto dan Saluran Pembuang Balinggi; Kecamatan Torue: S. Tolai, S. Torue, S. Sampoloe, S. Kasumba, S. Tanahlanto dan S. Benau; Kecamatan Parigi Selatan: S. Tindaki, S. Maoti, S. Dolago, S. Olonjongi dan S. Pemaloa; Kecamatan Parigi: S. Korontua, S. Olaya, S. Pombalowo dan S. Toraranga; Kecamatan Parigi Barat: S. Bambalemo; Kecamatan Parigi Utara: S. Pangi dan S. Avulua; Kecamatan Parigi Tengah: S. Binangga, S. Bodi, S. Uwefanga Uwefanga dan S. S. Pelawa; Kecamatan Ampibabo: Ampibabo: S. Toga, S. Tombua, Tombua, S. Taliba, Taliba, S. Tilanda, Tilanda, S. Mamara, S. Topoya, S. Silanga, S. Buranga, S. Ampibabo, S. Lemo, S. Labuan dan S. Paranggi; Kecamatan Siniu: Sungai Marantale I, II dan S. Towera; Kecamatan Toribulu: S. Toribulu dan S. Siputara; Kecamatan Kasimbar: S. Donggulu, S. Laemanta, S. Tomoli, S. Kasimbar, S. Posona dan S. Tompis; Kecamatan Tinombo Selatan: S. Tada, S. Maninili, S. Sigenti, S. Malanggo dan S. Sipayo; Kecamatan Tinombo: S. Sidoan, S. Baina’a, S. Dongkalan dan S. Tinombo; Kecamatan Tomini: S. Tilung, S. Ogomojolo, S. Ogotomubu, S. Ogobayas, S. Ambesia, S. Tomini, S. Sopi dan S. Ogotion; Kecamatan Palasa: S. Bobalo, S. E’eya dan S. Palasa; Kecamatan Mepanga: S. Malili, S. Moubang, S. Mepanga, S. Bugis dan S. Mepanga (SMS); Kecamatan Bolano Lambunu: S. Bolano, S. Lambunu, Lambunu, S. Ongka Atas, Atas, S. Bosagon, Bosagon, S. Malino Malino dan dan S. Tinombala; Tinombala; Kecamatan Kecamatan Taopa: S. Taopa; Kecamatan Moutong: S. Moutong Tengah, S. Moutong Lobu dan S. Tuladenggi; 3. sempadan pantai ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat yang berwenang (disesuaikan dengan karakteristik wilayah tertentu dalam kabupaten) sampai
dengan 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat sepanjang garis pantai kurang lebih 472 Km. d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, terdiri atas: 1. cagar alam tersebar terdir terdirii atas atas Cagar Cagar Alam Gunung Gunung Tinombala Tinombala di Kecamatan Tomini Tomini dan Mepang Mepanga, a, Cagar Alam Gunung Sojol di Kecamatan Tinombo dan Palasa, Cagar Alam Pangi Binangga di Kecamatan Parigi Barat, Parigi Tengah dan Parigi Utara, Suaka Margasatwa Tanjung Santigi di Kecamatan Bolano Lambunu; 2. taman wisata alam dan taman wisata alam laut terdiri terdiri atas : a). wisata alam air terjun terjun yang yang meliputi: meliputi: Air Terjun Tolai, Tolai, Air Terjun Parigi Parigi,, Air Terjun Terjun Likungg Likunggavali avali Marantale, Air Terjun Polido Lara Marantale, Air Terjun Toramaya Towera, Air Terjun Eeya dan Air Air Terju rjun Ogomojolo jolo Lambori; ri; b). wisata alam air panas yang meliputi Air Panas Kayuboko, Air Panas Tilung dan Air Panas Kasimbar; c). wisata alam pegunungan yang meliputi Puncak Pompausea Toboli dan Hutan Wisata Gunung Sidole; d). wisata alam pulau yang meliputi Pulau Maloang, Pulau Makakata Parigi, Gugusan Pulau Pasir Tomini, Pulau Bulangkang Moutong, Pulau Lolayo Moutong dan Pulau Pasir Putih Sibatang; e). wisata alam pantai yang meliputi Pasir Putih Kayu Bura Pelawa, Pantai Formosa, Pantai Nadoli Silanga, Pantai Bata Posona, Pasir Putih Tada Selatan, Pasir Putih Sidoan, Pasir Putih Ongka, Pantai Moain Palapi dan Pasir Putih Sibatan; f). f). wisata wisata alam goa yang yang meli meliputi puti Goa Sidoan, Goa Nipon Towera, Towera, Goa Eeya dan Goa Goa Tilung; g). wisata wisata alam danau yang yang meliputi Danau Danau Bolano Sau dan dan Danau Batu Batu Dako Bolano; h). wisata laut yang meliputi Teluk Tomini; Tomini; 3. kawasan pantai berhutan berhutan bakau seluas kurang lebih 7.043 7.043 Ha Ha tersebar tersebar di Kecamatan Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi, Ampibabo, Kasimbar, Toribulu, Tinombo Selatan, Tinombo, Tomini, Palasa, Taopa, Bolano Lambunu, Mepanga dan Moutong. 4. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan pengetahuan berada berada pada : a). Monume Monumen n Khatuli Khatulisti stiwa wa Siney; b). Ogoalas Ogoalas Lombok; Lombok; c). Kuburan Kuburan Magau Magau Janggo; Janggo; d). Kawasan Kawasan Kerajaan Parigi Parigi di desa Pari Parigimpu’u; gimpu’u; e). Kawasan Kawasan Kerajaan Tinombo; Tinombo; f). f). Kawasan Kawasan Kerajaan Moutong; dan g). Kawasan Kawasan Baturaja Baturaja di di Tomini Tomini.. 5. kawasan keunikan batuan berada pada kawasan kawasan Batu Pahat Pahat Santigi Ongka; Ongka; 6. kawasan khusus terdiri terdiri atas atas : Habitat Burung Maleo Maleo Sausu, Sausu, Penangkaran Penyu Hijau Sausu Pior Piore e dan habitat kelelawar di pulau kelelawar Tomoli;
7. kawasan suaka alam laut dan perairan perairan lainnya berupa Tanjung Santigi dengan luas kurang lebih lebih 1.502 Ha. e. kawasan rawan bencana alam, terdiri atas : 1. kawasan rawan tanah longsor pada Kecamatan Parigi Tengah, Kecamatan Parigi Utara, Kecamatan Tomini dan Kecamatan Ampibabo; 2. kawasan rawan banjir yaitu pada Sungai Lambunu di Kecamatan Bolano Lambunu, Sungai Sausu di Kecamatan Sausu, Sungai Torue di Kecamatan Torue, Sungai Dolago di Kecamatan Parigi Selatan, Sungai Sungai Burangga di Kecama Kecamatan tan Ampibabo, Sungai Tompis, Sungai Sungai Laemanta, Laemanta, Sungai Sungai Kasimbar, Sungai Posona di Kecamatan Kasimbar, Sungai Sigenti dan Sungai Tada di Kecamatan Tinombo Selatan, Sungai Sidoan di Kecamatan Tinombo dan Sungai Palasa di kecamatan Palasa; 3. kawasan abrasi pantai pada Kecamatan Parigi, Kecamatan Siniu, Kecamatan Kasimbar, Kecamatan Tinombo, Kecamatan Tinombo Selatan, Kecamatan Tomini, Kecamatan Moutong dan Kecamatan Torue; 4. kawasan rawan tsunami pada seluruh kecamatan pesisir di Kabupaten Parigi Moutong; dan 5. perencanaan jalur evakuasi pada kawasan rawan bencana alam. f.
kawasan lindung wilayah pesisir dan laut, terdiri atas: 1. kawasan terum terumbu bu karang terletak terletak disekitar disekitar perairan perairan Teluk Tomini; ini; dan 2. kebun benih benih bakau seluas kurang lebih 5 Ha Ha di Tomoli Tomoli
(2) (2) Kawasan lindung di kabupaten tercantum dalam Lampiran VIII.C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga Rencana Pengemb Pengemb angan Kawasan Budi daya Pasal 28 (1) (1) Kawasan budidaya kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b terdiri atas : a. kawasan hutan produksi, meli meliputi: puti: 1. hutan produksi terbatas seluas kurang lebih 110.008 Ha tersebar di Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi Barat, Parigi Utara, Siniu, Ampibabo, Toribulu, Kasimbar, Tinombo Selatan, Tinombo, Palasa, Bolano Lambunu, Taopa dan Moutong; 2. hutan produksi tetap seluas kurang lebih 21.805 Ha yang tersebar di Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Siniu, Tinombo dan Mepanga; 3. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas kurang lebih 16.056 Ha tersebar di Kecamatan Sausu, Siniu dan Ampibabo. b. kawasan peruntukan pertanian, meliputi : 1. kawasan pertanian pertanian lahan basah seluas kurang lebih 52.048 Ha di Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi Barat, Parigi, Siniu, Ampibabo, Kasimbar, Toribulu, Tinombo Selatan, Tomini, Palasa, Taopa, Mepanga, Bolano Lambunu dan Moutong;
2. kawasan pertanian pertanian lahan keri kering ng seluas kurang lebih lebih 87.172 Ha tersebar pada semua kecamatan di kabupaten. c. kawasan peruntukan perkebunan, meliputi : 1. kawasan pengembangan kakao mencapai
kurang kurang lebih lebih 65.439 Ha tersebar pada wilayah
Kecam Kecamatan atan Sausu Sausu,, Bali Balingg nggi,i, Torue, Torue, Parigi Selatan, Selatan, Parigi Utara, Parigi Parigi Barat, Barat, Parigi Parigi Tengah Tengah,, Siniu, Am Ampiba ibabo, Toribu ibulu, lu, Kasimbar, Tino inombo Selata latan n, Tino inombo, Palas lasa, Tomini, ini, Mepanga, Bolan lano Lambunu, Taopa dan Moutong; 2. kawasan pengembangan bangan tanaman kelapa seluas kurang lebih lebih 27.328 Ha, tersebar pada wilayah Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi Utara, Parigi Barat, Parigi, Parigi Tengah, Siniu, Ampibabo, Toribulu, Kasimbar, Tinombo Selatan, Tinombo, Palasa, Tomini, Mepanga, Bolano Lambunu, Taopa dan Moutong; 3. kawasan pengem pengembangan bangan tanaman cengkeh seluas kurang lebih 3.331 3.331 Ha, Ha, tersebar tersebar pada wilayah Kecamatan Ampibabo, Parigi Utara, Parigi Selatan, Kasimbar, Tinombo, Tinombo Selatan, Tomini, Palasa dan Bolano Lambunu. 4. kawasan pengem pengembanga bangan n tanaman tanaman perkebunan perkebunan lainnya seluas seluas kurang lebih 2. 2.117 117 Ha, Ha, yang tersebar di seluruh kecamatan. d. kawasan peruntukan perikanan di sepanjang pesisir pantai Teluk Tomini, wilayah perairan Teluk Tomini serta wilayah daratan untuk perikanan darat terutama pada wilayah Kecamatan Sausu, Torue, Parigi Selatan, Kecamatan Ampibabo, Kasimbar, dan Bolano Lambunu. e. Kawasan peruntukan industri, meliputi : 1. kawasan peruntukan industri besar yang berada pada kecamatan Parigi Utara seluas kurang lebih 98 Ha dan kecamatan Moutong sebagai pendukung kawasan strategis nasional KAPET PALAPAS; 2. kawasan peruntukan industri kecil dan agro industri yang berada pada semua kecamatan di kabupaten. f. kawasan peruntukan pertambangan, terdiri atas : 1. mineral mineral logam, logam, meli meliputi: puti: a) emas dan mineral pengikut, dengan luas kurang lebih 97.091 Ha diarahkan di Kecamatan Moutong, Taopa, Palasa, Ampibabo, Sausu, Parigi Barat, Toribulu, Kasimbar dan Tinombo Selatan; b) biji besi dengan luas lahan kurang lebih 41.247 Ha di Kecamatan Tinombo Selatan, Bolano Lambunu, Toribulu dan Sausu; c) timah hitam/galena dengan luas kurang lebih 20.116 Ha yang tersebar di Kecamatan Am Ampiba ibabo dan Toribu ibulu; lu; d) luas lahan pencadangan mineral logam sebesar kurang lebih kurang lebih 40.000 Ha yang tersebar hampir di seluruh kecamatan yang ada. 2. mineral non logam dengan luas lahan pencadangan sebesar kurang lebih 5.000 Ha yang tersebar pada beberapa kecamatan.
3. batuan, meliputi : a)
sekis hijau/marmer/geneis/batu poles, luas kurang lebih 50 Ha diarahkan di kecamatan Palasa, Tomini dan Bolano Lambunu;
b) pasir batu kerikil (sirtukil) seluas 42 Ha, tersebar pada seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten; dan c) luas lahan pencadangan wilayah sebesar kurang lebih 250 Ha. tersebar di beberapa kecamatan g. kawasan peruntukan pariwisata, terdiri atas : 1. kawasan pariwisata pariwisata alam, meli meliputi: puti: Pulau Rosita Kecamatan Sausu, Sausu, Pantai Tumpapa Tumpapa Kecamatan Kecamatan Balinggi, Pantai Nalera Uwevolo Kecamatan Siniu, Pantai Nadoli Silanga Kecamatan Siniu, Pasir Putih Sidoan, Pasir Putih Ongka Kecamatan Bolano Lambunu, dan Pantai Moian Palapi; 2. kawasan pariwisata pariwisata buatan, meliput meliputii : Bambalemo Beach Kecamatan Parigi, Parigi, kawasan pari pariwisat wisata a hortikultura Kecamatan Torue. h. kawasan peruntukan permukiman, permukiman, terdir terdirii atas : 1. kawasan permukiman permukiman perkotaan, meliputi Parigi sebaga sebagaii ibukota ibukota kabupaten da dan n semua ibukota kecamatan; 2. kawasan permukiman permukiman perdesaan, meli meliputi puti seluruh desa di selur seluruh uh kecamatan kecamatan yang ada pada Kabupaten, kecuali pada Kecamatan Parigi. i.
kawasan kawasan peruntukan peruntukan lainnya, terdiri terdiri atas : 1. kawasan olah raga kabupaten yang berada pada Kecamatan Parigi Barat; 2. Kawasan olah raga terbuka lainnya yang tersebar pada seluruh kecamatan yang diarahkan pada ruang-ruang terbuka hijau; 3. Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebar pada seluruh kecamatan, dengan luas minimal 30 % dari luas kecamatan tersebut; 4. Kawasan Tempat Pemakaman Umum (TPU) sebagai pendukung fungsi permukiman yang berada pada setiap kecamatan; 5. Kawasan Militer yang berada di desa Posona kecamatan Kasimbar; 6. kawasan ternak ternak kabupaten a). kawasan ternak ternak sapi, sapi, kerbau, kerbau, kuda, kuda, kambing dan ayam ayam diarahkan pada pada semua kecamatan kecamatan di kabupaten; b)
kawasan ternak ternak babi babi diarahkan di Kecam Kecamatan atan Sausu, Sausu, Bali Balinggi, nggi, Torue dan dan Kecam Kecamatan atan Tinombo.
(2) (2) Kawasan budidaya tercantum dalam Lampiran IX.C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Keempat Pengelolaan Kawasan Lainnya Pasal 29 (1) (1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini. (2) (2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya mengkoordinasikan penataan ruang di Kabupaten.
BAB V PENETAPAN PENETAPAN K AWASAN STRATEGIS STRATEGIS KABUPATEN Bagian Kesatu Umum Pasal 30 (1)
Penetapan kawasan strategis Kabupaten adalah sebagai pendorong pembangunan yang dapat memberikan pengaruh penting terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan pada kawasan kabupaten.
(2) Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten terdiri atas :
a. Kawasan Kawasan Str Strategi ategis s Nasional yang selanjutnya selanjutnya disebut disebut KSN dan Kawasan Kawasan Strategis Strategis Provinsi Provinsi yang selanjutnya selanjutnya disebut KSP, KSP, yang ditetapkan ditetapkan dalam dalam Rencana Rencana Tata Ruang Ruang Wilayah ilayah Nasional Nasional dan Rencana Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan b. Rencana Rencana Kawa Kawasan san Str Strategis ategis Kabupaten Kabupaten (KSK). (KSK). (3) Rencana Kawasan Strategis Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 31 KSN dan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a terdiri atas: (1)
KSN dan KSP untuk kepentingan fungsi pertumbuhan ekonomi, terdiri atas; a. KSN - kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) Palapas; b. KSP - kawasan pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Bahari Bolano Lambunu; c. KSP - kawasan Agrotourisme Sausu-Manggalapi-Palolo; dan d. KSP - kawasan cepat cepat tum tumbuh, yaitu yaitu : kawasan Parigi – Ampibabo Ampibabo dan sekitarnya serta serta kawasan kawasan Moutong – Tomini dan sekitarnya.
(2) KSP untuk kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi, berupa Kawasan
Teluk Tomini sebagai kawasan pengembangan sumberdaya perikanan dan kelautan;
(3) KSN dan KSP untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, terdiri atas:
a. KSN - kawasan kritis lingkungan Lambunu – Buol; b. KSP - kawasan perbatasan, yaitu Kawasan Sejoli dan sekitarnya (perbatasan Kabupaten ParigiMoutong dengan Kabupaten Pohuwato (Provinsi Gorontalo); c. KSP - kawasan kritis lingkungan, yaitu Kawasan DAS Parigi-Poso; dan d. KSP - kawasan terusan khatulistiwa dan sekitarnya.
Bagian Kedua Kawasan Strategis Kabupaten Pasal 32 KSK sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (2) huruf b terdiri atas: a. KSK - pengembangan kawasan Parigi sebagai pusat pemerintahan dan pelayanan Kabupaten; b. KSK - pengembangan kawasan agropolitan Parigi Selatan di daerah Tolai sebagai pendukung KSP Kawasan Agrotourisme Sausu-Manggalapi-Palolo, kawasan ini juga merupakan pendukung bagi pelestarian kawasan lindung di perbatasan Kabupaten Poso, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Parigi Moutong.; c. KSK - pengembangan kawasan perbatasan kabupaten di Moutong sebagai pendukung KSP-Kawasan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Bahari Bolano Lambunu dan KSP-Kawasan Perbatasan, yaitu Kawasan Sejoli dan sekitarnya; d. KSK – pengembangan kawasan minapolitan pada Kecamatan Kasimbar, Mepanga, Tomini dan Tinombo sebagai pendukung kebijakan pengembangan kawasan minapolitan nasional; e. KSK - pengembangan kawasan agropolitan Parigi Tengah pada wilayah Kecamatan Parigi Utara, Parigi Tengah dan Parigi Barat. kawasan agropolitan ini juga merupakan kawasan pengembangan agrowisata sebagai salah satu unggulan utamanya; f. KSK - pengembangan pengelolaan Kawasan Teluk Tomini yang akan menjadikan Kabupaten Parigi Moutong sebagai pusat pengelolaan “Kawasan Strategis Nasional Kawasan Teluk Tomini” khususnya di bidang perikanan dan pariwisata bersama-sama dengan Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Banggai. g. KSK – perlindungan kawasan cagar alam dan Suaka Margasatwa yang terdiri atas Cagar Alam Gunung Tinombala di Kecamatan Tomini dan Mepanga, Cagar Alam Gunung Sojol di Kecamatan Tinombo dan Palasa, Cagar Alam Pangi Binangga di Kecamatan Parigi Barat, Parigi Tengah dan Parigi Utara, Suaka Margasatwa Tanjung Santigi di Kecamatan Bolano Lambunu; h. KSK - dalam keadaan keadaan darurat darurat perang, seluruh seluruh kawasan kawasan lindung lindung dan dan budidaya budidaya dapat berubah menjadi kawasan strategis pertahanan keamanan jika dianggap penting fungsinya bagi strategi pertahanan keamanan nasional.
BAB VI ARAHAN ARA HAN PEMANFAATA PEMANFA ATAN N RUANG WILA YAH KABUPA KA BUPATEN TEN Pasal 33 (1) (1) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis. (2) (2) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta sumber pendanaannya tercantum dalam indikasi program utama sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (3) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, AP APBD I, APBN, BLN, inv investas tasi swasta, ta, dan/ata /atau u kerja rjasama pendanaan. (4) Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB VII KETENTUAN KETENTUAN PEE PEENGEN NGENDALIAN DALIAN PEMANFAATAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH K ABUPATEN Bagian Kesatu Umum Pasal 34 (1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten; (2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas: a. ketentuan perizinan; b. ketentuan peraturan zonasi sistem kabupaten; c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan d. ketentuan sanksi.
Pasal 35 (1) Pengendalian pemanfaatan ruang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, baik unsur eksekutif,
legislatif, yuridif, akademisi, masyarakat umum dan swasta. (2) Obyek pengendalian berupa pengembangan kawasan perkotaan dan prasarana wilayah yang harus
mengacu ketentuan struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis.
Pasal 36 Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang berwenang dalam menyelenggarakan penataan ruang di Kabupaten.
Bagian Kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Paragraf 1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Perkotaan Pasal 37 (1) (1) Peraturan Zonasi untuk PKW promosi dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala kabupaten yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; dan b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi kearah horizontal dan vertikal. (2) (2) Peraturan zonasi untuk PKL disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala kecamatan dan perdesaan yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya.
Paragraf 2 Ketentuan Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 38 Peraturan zonasi untuk jaringan jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan pemanfaatan ruang di sepanjang sisi sisi jalan jalan nasional nasional,, jalan jalan provinsi provinsi maupun maupun jalan jalan kabupaten kabupaten dengan dengan tingkat tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten; dan c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten yang memenuhi ketentuan daerah pengawasan jalan.
Paragraf 3 Ketentuan Peraturan Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 39 Peraturan zonasi untuk wilayah pelabuhan disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar pelabuhan harus memperhatikan kebutuhan ruang untuk operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan; dan b. pemanfaatan ruang di dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan harus mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 40 Peraturan zonasi untuk alur pelayaran disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran dibatasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perundang-undangan;; dan b. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar badan air di sepanjang alur pelayaran dilakukan dengan tidak menganggu aktivitas pelayaran.
Pasal 41 Peraturan zonasi untuk pelabuhan umum disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan; b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang berdampak pada keberadaan jalu jalurr tra transporta rtasi lau laut; dan c. pembatasan pemanfaatan ruang di dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan harus mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Paragraf 4 Ketentuan Ketentuan Peraturan Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Energi d an Kelistrikan Pasal 42 (1) Peraturan zonasi untuk jaringan pipa minyak dan gas bumi disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar jaringan pipa minyak dan gas bumi harus memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan kawasan sekitarnya; (2) Peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain; dan (3) (3) Peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik disusun dengan memperhatikan ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Paragraf 5 Ketentuan Ketentuan Peraturan Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 43 Peraturan zonasi untuk untuk sistem sistem jaringan telekomu telekomunikasi nikasi disusun dengan dengan mempe memperhati rhatikan kan pemanfaatan pemanfaatan ruang untuk penempatan stasiun stasiun bumi dan menara menara pemancar telekomunikasi telekomunikasi yang memp memperhitungkan erhitungkan aspek keama keamanan nan dan keselamatan aktivitas aktivitas kawasan di sekitarnya. sekitarnya.
Paragraf 6 Ketentuan Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 44 Peraturan zonasi untuk sistem sistem jaringan jaringan sumberdaya sumberdaya air air pada wilayah sungai disusun dengan dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkunga lingkungan n dan fungsi fungsi lindung lindung kawasan; kawasan; dan dan b. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai sungai lintas lintas wilayah dan lintas lintas kabupaten kabupaten secar ec ara a selaras selaras dengan dengan pemanfaatan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di negara/provinsi negara/provinsi yang berbatasan. berbatasan.
Paragraf 7 Ketentuan Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Lindung Pasal 45 (1) (1) Peraturan zonasi untuk kawasan kawasan hutan hutan lindung lindung disusun disusun dengan memp memperhati erhatikan: kan: a. pemanfaatan pemanfaatan ruang untuk wisata wisata alam alam tanpa merubah merubah bentang bentang alam; b. ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi; dan c. pemanfaatan pemanfaatan ruang kawasan untuk untuk kegiatan kegiatan budidaya hanya diizinkan diizinkan bagi bagi penduduk setempa setempatt dengan dengan luasan tetap, tidak tidak mengurangi mengurangi fungsi lindun lindung g kawasan, kawasan, dan di bawah bawah pengawasa pengawasan n ketat. (2) (2) Peraturan zonasi untuk kawasan resapan air disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan pemanfaatan ruang secara terbatas terbatas untuk kegiatan budidaya tidak tidak terbangu terbangun n yang memiliki iliki kemampu kemampuan an tinggi tinggi dalam menaha menahan n limpasan limpasan air hujan; b. penyediaan penyediaan sumur resapan dan/atau dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; dan c. penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap terhadap setiap kegiatan bud budidaya idaya terbangu terbangun n yang diajukan diajukan izinnya. Pasal 46 (1) (1) Peraturan Peraturan zonasi untuk untuk sempadan sempadan pantai pantai disusun dengan memperhat memperhatik ikan: an: a. pengemba pengembangan ngan struktur struktur alami dan strukt struktur ur buatan buatan untuk mencegah mencegah abrasi; b. pendiri pendirian an banguna bangunan n yang dibatasi hanya hanya untuk menunjang menunjang kegiat kegiatan an wisata pantai pantai;; c. ketentuan ketentuan pelarangan pelarangan pendirian pendirian bangunan bangunan selain selain yang dimaksud pada huruf b; dan dan d. ketentuan pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan. (2) Peraturan zonasi unt untuk uk sempadan sempadan sungai sungai dan kawasan kawasan sekitar sekitar danau/ waduk waduk disusun dengan memperhatikan: a. ketentuan ketentuan pelarangan pelarangan pendiri pendirian bangunan kecual kecualii bangunan bangunan yang dimaksudkan dimaksudkan untuk pengelol pengelolaan aan badan air dan/atau pemanfaatan air; dan
b. pendirian pendirian bangunan dibatasi dibatasi hanya untuk menunjang menunjang fungsi wisat wisata. a.
Pasal 47 (1) Peraturan Peraturan zonasi zonasi untuk kawasan kawasan suaka alam, alam, suaka suaka alam laut dan perairan perairan lainnya lainnya disusun dengan dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata alam; b. pembatasan kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam; c. ketentuan ketentuan pelarangan pemanfaatan biota yang dilindungi dilindungi peraturan peraturan perundang-un perundang-undan dangan gan;; d. ketentuan ketentuan pelarangan pelarangan kegiat kegiatan an yang dapat mengurangi daya dukung dan daya tampung lingkungan; lingkungan; dan e. ketentuan ketentuan pelarangan kegiatan kegiatan yang dapat merubah merubah bentang bentang alam dan dan ekosistem. (2) (2) Peraturan Peraturan zonasi untuk suaka margasatwa, suaka margasatwa argasatwa lau laut,t, cagar alam alam, dan cagar alam alam laut disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk untuk peneli penelititian, an, pendidikan, pendidikan, dan wisata alam; b. ketentuan pelarangan pelarangan kegiat kegiatan an selain selain yang dimaksud dimaksud pada huruf a; c. pendirian pendirian bangunan bangunan dibatasi hanya untuk menunjang menunjang kegiatan kegiatan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada huruf a; d. ketentuan ketentuan pelarangan pendirian pendirian bangunan bangunan selain yang dimaksud pada huruf c; dan e. ketentuan ketentuan pelarangan terhadap terhadap penanaman penanaman flora flora dan pelepasan satwa yang bukan merupakan flora flora dan satwa endemik kawasan. kawasan. (3) (3) Peraturan zonasi untuk kawasan kawasan pantai pantai berhutan bakau disusun dengan dengan mempe memperhati rhatikan: kan: a. pema pemanfaatan nfaatan ruang untuk kegiat kegiatan an pendidikan, pendidikan, peneli penelititian an,, dan wisata wisata alam alam;; b. ketentuan pelarangan pemanfaatan kayu bakau; dan c. ketentuan ketentuan pelarangan kegiatan kegiatan yang dapat dapat mengubah mengubah mengurangi mengurangi luas dan/atau mencema mencemariri ekosistem bakau. (4) Peraturan zonasi untuk taman wisata alam dan taman wisata alam laut disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah engubah bentang alam; b. ketentuan pelarangan kegiatan selain selain yang yang dimaksud dimaksud pada pada huruf a; dan c. pendirian pendirian bangunan bangunan dibatasi dibatasi hanya untuk menunjang menunjang kegiatan kegiatan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada huruf a. a. (5) Peraturan zonasi zonasi untuk untuk kawasan cagar budaya dan ilmu ilmu pengetahuan pengetahuan disusun dengan dengan memperhatikan: a. pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata; dan b. ketentuan ketentuan pelarangan pelarangan kegiatan dan pendiri pendirian an bangunan bangunan yang tidak tidak sesuai dengan fungsi kawasan. kawasan. Pasal 48 (1) Peraturan zonasi untuk kawasan kawasan rawan tanah tanah longsor longsor disusun dengan dengan mempe memperhati rhatikan: kan: a. pemanfaatan pemanfaatan ruang dengan memp mempert ertimbang imbangkan kan karakteri karakteristi stik, k, jenis, dan ancaman ancaman bencana; bencana; b. penentuan lokasi lokasi dan jalur jalur evakuasi dari permukiman permukiman pendud penduduk; uk; dan dan c. pembatasan pembatasan pendir pendirian ian bangunan kecuali kecuali untuk kepentingan pemantauan pemantauan ancaman bencana dan
kepentingan umum. (2) (2) Untuk kawasan rawan banjir, banjir, selain selain sebagaimana dimaksud di atas, peratur peraturan an zonasi disusun dengan memperhatikan: a. penetapan batas dataran banjir; b. pemanfaatan pemanfaatan dataran dataran banji banjirr bagi ruang terbuka dan pembangunan pembangunan fasili fasilitas tas umum umum dengan kepadatan kepadatan rendah; dan c. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting lainnya.
Pasal 49 (1) (1) Peraturan zonasi untuk cagar biosfer disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan pemanfaatan untuk pariwisata pariwisata tanpa mengubah mengubah bentang alam; b. pembatasan pemanfaatan sumberdaya alam; dan c. pengendali pengendalian an kegiatan kegiatan budi daya yang yang dapat merubah bentang bentang alam dan ekosist ekosistem. em. (2) (2) Peraturan zonasi untuk terumbu terumbu karang disusun disusun dengan memperhat memperhatiikan: a. pemanfaatan untuk pariwisata bahari; b. ketentuan pelarangan pelarangan kegiatan penangkapan penangkapan ikan ikan dan pengambilan pengambilan sert serta perusakan perusakan terumbu terumbu karang; karang; dan c. ketentuan pelarangan pelarangan kegiatan sel selain ain yang dimaksud pada huruf b yang dapat menimbul menimbulkan kan pencemaran air. (3) (3) Peraturan zonasi zonasi untuk kawasan kawasan koridor koridor bagi jenis jenis satwa atau biota biota laut yang yang dilindungi dilindungi disusun dengan dengan memperhatikan: a. ketentuan pelarangan penangkapan biota biota laut laut yang dilindungi dilindungi peraturan perundang-undangan perundang-undangan;; dan dan b. pembatasan kegiat kegiatan an pemanfaatan pemanfaatan sumberdaya kelautan untuk mempertahankan pertahankan makanan makanan bagi biota yang bermigrasi. bermigrasi. Pasal 50 (1) Peraturan zonasi untuk untuk kawasan kawasan keunikan batuan disusun dengan dengan mempe memperhati rhatikan: kan: a. pemanfaatan pemanfaatan untuk pariwisata pariwisata tanpa menguba mengubah h bentang bentang alam; b. ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan batuan; dan c. kegiatan penggalian dibatasi hanya untuk penelitian geologi. (2) (2) Peraturan zonasi untuk kawasan keunikan bentang alam disusun dengan memperhatikan pemanfaatannya bagi pelindungan bentang alam yang memiliki ciri langka dan/atau bersifat indah untuk pengembangan ilmu pengetahuan, budaya, dan/atau pariwisata. (3) (3) Peraturan zonasi untuk kawasan keunikan proses geologi disusun dengan memperhatikan pemanfaatannya bagi pelindungan kawasan yang memiki ciri langka berupa proses geologi tertentu untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan/atau pariwisata.
Pasal 51 Peraturan zonasi untuk kawasan kawasan rawan bencana alam disusun disusun dengan memperhat memperhatik ikan: an: a. pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana; b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan c. pembatasan pembatasan pendirian pendirian bangunan bangunan kecuali untuk kepentingan kepentingan pemantauan pemantauan ancaman ancaman bencana dan kepentingan umum.
Pasal 52 (1) (1) Peraturan zonasi untuk kawasan imbuhan imbuhan air tanah disusun dengan memperhat memperhatik ikan: an: a. pemanfaatan pemanfaatan ruang secara secara terbatas terbatas untuk kegiatan budidaya tidak tidak terbangu terbangun n yang memili memiliki ki kemamp kemampuan uan tinggi tinggi dalam menahan menahan limpasan air hujan; b. penyediaan penyediaan sumur resapan dan/atau dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; dan c. penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap terhadap setiap setiap kegiatan kegiatan budidaya budidaya terbangun yang diaj diajukan ukan izinnya. (2) (2) Peraturan zonasi untuk kawasan sem sempadan padan mata mata air air disusun dengan dengan mem memperhati perhatikan: kan: a. pengendalian pembangunan di sekitar sempadan mata air; dan b. pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air.
Paragraf 8 Ketentuan Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Budidaya Pasal 53 Peraturan zonasi untuk kawasan kawasan hutan hutan produksi disusun dengan mem memperhatikan: perhatikan: a. pembatasan pembatasan pemanfaat pemanfaatan an hasil hutan untuk menjaga kestabil kestabilan an neraca neraca sumberdaya kehutanan; kehutanan; dan b. pembangu pembangunan nan sarana dibatasi hanya untuk untuk menunjang menunjang kegiatan kegiatan pemanfaatan pemanfaatan hasil hasil hutan.
Pasal 54 Peraturan zonasi untuk kawasan kawasan peruntukan pertanian pertanian disusun dengan memperhat memperhatik ikan: an: a. pemanfaatan pemanfaatan ruang ruang untuk permu permuki kiman man petani dengan kepadatan kepadatan rendah; dan b. pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya non pertanian kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama.
Pasal 55 Peraturan Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan peruntukan perikanan perikanan disusun dengan memperhat memperhatik ikan: an: a. pemanfaatan pemanfaatan ruang untuk permukiman petani petani dan/atau nelayan nelayan dengan kepadatan kepadatan rendah; dan b. pemanfaatan pemanfaatan ruang untuk kawasan kawasan pemijahan ijahan dan/atau dan/atau kawasan sabuk hijau. hijau.
Pasal 56 Peraturan zonasi zonasi untuk kawasan kawasan peruntukan pertambangan pertambangan disusun dengan dengan mem memperhati perhatikan: kan: a. pengaturan pengaturan pendirian pendirian bangunan bangunan agar tidak mengganggu mengganggu fungsi yang ditetapkan ditetapkan peraturan peraturan perundangperundangundangan; b. pengaturan kawasan kawasan tambang tambang dengan dengan memp memperhati erhatikan kan keseimbangan keseimbangan antara biaya dan manfaat serta serta keseimbangan antara risiko dan manfaat; dan c. pengatur pengaturan an bangunan lain lain disekitar disekitar instalasi instalasi dan peralatan peralatan kegiatan kegiatan pertambangan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan daerah.
Pasal 57 Peraturan Peraturan zonasi untuk untuk kawasan peruntukan industri industri disusun dengan memperhat memperhatik ikan: an: a. pemanfaatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan kegiatan industri baik yang sesuai denga dengan n kemampuan ampuan pengguna penggunaan an teknologi, potensi potensi sumberda sumberdaya ya alam dan sumberdaya manusia manusia di wilayah wilayah sekitarnya; sekitarnya; dan dan b. pembatasan pembatasan pembangunan pembangunan perumahan perumahan baru sekitar sekitar kawasan kawasan peruntukan peruntukan industri. industri.
Pasal 58 Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan pemanfaatan potensi potensi alam alam dan dan budaya masyarakat masyarakat sesuai daya dukung dukung dan daya tampung tampung lingkung lingkungan; an; b. perlindung perlindungan an terhadap terhadap situs situs peninggalan kebudayaan kebudayaan masa lampau; dan c. pembatasan pembatasan pendirian pendirian bangunan bangunan hanya hanya untuk menunjang menunjang kegiatan kegiatan pariwisata. pariwisata. Pasal 59 Peraturan zonasi untuk kawasan kawasan peruntukan peruntukan permukiman permukiman disusun disusun dengan dengan mempe memperhati rhatikan: kan: a. penetapan amplop bangunan; b. penetapan tema arsitektur bangunan; c. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan d. penetapan jenis jenis dan dan syarat penggunaan penggunaan bangunan bangunan yang diizinkan. diizinkan.
Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan Pasal 60 (1) (1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin. (2) (2) Pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur ruang dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Daerah ini. ini. (3) (3) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya dan dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Keempat Ketentuan Insentif Insentif dan Disinsentif Pasal 61 (1) (1)
Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud merupakan acuan bagi Pemerintah Kabupaten dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) (2)
Ketentuan insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan peraturan zonasi.
(3) (3)
Ketentuan disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 62 (1) (1)
Ketentuan pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten kepada masyarakat.
(2) (2)
Ketentuan pemberian insentif dan pengenaan disinsentif di kabupaten, dilakukan oleh Bupati yang teknis pelaksanaannya melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten yang membidangi penataan ruang.
Pasal 63 (1) Insentif Insentif dari Pemerintah Pemerintah Kabupa Kabupaten ten kepada kepada masyarakat masyarakat diberikan diberikan melalui : a. pemberian kompensasi; b. imbalan; c. sewa ruang; d. urun saham; e. penyediaan infrastruktur; f.
kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
g. penghargaan.
Pasal 64 (1) Disinsentif dari Pemerintah Kabupaten kepada masyarakat diberikan melalui : a. pembatasan penyediaan infrastruktur; b. pengenaan kompensasi; dan/atau c. penalti. Pasal 65 Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kelima Ketentuan Sanksi Pasal 66 (1) (1) Sanksi yang diberikan atas pelanggaran RTRW Kabupaten yaitu sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. (2) (2) Bentuk pelanggaran pemanfaatan ruang berupa : a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten; b. pelanggaran ketentuan-ketentuan peraturan zonasi sistem kabupaten; c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan sesuai RTRWK; d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWK; e. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau f.
pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
(3) (3) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat dikenakan berupa: a. sanksi administratif yang diberikan terhadap pelanggaran diatur lebih lanjut oleh Bupati; b. sanksi pidana yang diberikan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merujuk pada Pasal 70 sampai dengan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
BAB VIII PENYELENGGARAAN PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG WILAYA H KABUPATEN KA BUPATEN Pasal 67 (1) (1) Penyelenggaraan penataan ruang daerah dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD, yang bersifat Ad-Hoc. (2) (2) Tugas, susunan organisasi dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
BAB IX PERAN SERTA SERTA MA SYARAKAT Pasal 68 Dalam penataan ruang kabupaten setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan f.
mengajukan gugatan ganti kerugian kepada Pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Pasal 69 Dalam pemanfaatan ruang kabupaten setiap orang wajib : a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 70 (1) (1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. (2) (2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan antara lain, melalui : a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. (3) (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 71 Bentuk peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) huruf a pada tahap perencanaan tata ruang dapat berupa: a. memberikan masukan mengenai: 1) penentuan arah pengembangan wilayah; 2) potensi dan masalah pembangunan; 3) perumusan rencana tata ruang; dan 4) penyusunan rencana struktur pola ruang dan penetapan kawasan strategis. b. menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan c. melakukan kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsure masyarakat.
Pasal 72 Bentuk peran serta masyarakat pemanfaatan ruang dapat berupa: a. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang; c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan pemanfaatan ruang; d. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan local serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau dengan pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan penataan ruang; f.
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan SDA;
g. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan
Pasal 73 (1) (1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri; (2) (2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Pasal 74 Bentuk peran serta masyarakat terhadap pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa: a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi; b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang, rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan stnadar pelayanan minimal bidang penataan ruang; c. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalh yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang; d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan e. mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.
Pasal 75 (1) (1) Peran serta masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis. (2) (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan kepada Bupati. (3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati. Pasal 76 Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masayarakat. Pasal 77 Pelaksanaan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Paraturan Perundang-undanga Perundang-undangan. n.
BAB X KETENTUAN KETENTUAN PERALIHAN Pasal 78 (1) (1) Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, semua ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum dicabut berdasarkan Peraturan Daerah ini. (2) (2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka: a. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; b. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan: 1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan daerah ini; 2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan 3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak; c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini; d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut: 1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; 2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 79 (1) (1) RTRW Kabupaten ini berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun mulai tahun 2010 sampai dengan 2030 dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun; (2) (2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas tertorial wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan RTRW Kabupaten Parigi Moutong dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
I.
PENJELASAN UMUM Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa penataan ruang wilayah Nasional, wilayah Provinsi dan wilayah Kabupaten/Kota dilakukan secara terpadu dan tidak dipisah-pisahkan. Penataan ruang wilayah Provinsi dan wilayah Kabupaten/Kota, disamping meliputi ruang daratan, juga mencakup ruang perairan dan ruang udara sampai batas tertentu yang diatur dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa wilayah Kabupaten yang berkedudukan sebagai wilayah administrasi, terdiri atas wilayah darat dan wilayah perairan. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah antara lain disebutkan bahwa pemberian kedudukan Kabupaten sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagai wilayah administrasi dilakukan dengan pertimbangan untuk memelihara hubungan serasi antara pusat, provinsi dan daerah, untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang bersifat lintas Kabupaten. Ruang merupakan suatu wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya dan melakukan kegiatannya yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola. Ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas. Ruang sebagai salah satu sumberdaya alam tidak mengenal batas wilayah. Berkaitan dengan pengaturannya, diperlukan kejelasan batas, fungsi dan sistem dalam satu ketentuan. Berdasarkan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Parigi Moutong, Luas awal wilayah adalah 631.183 Ha, namun berdasarkan perhitungan akhir dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh serta penggunaan batas administrasi sesuai ketetapan Propinsi Sulawesi Tengah, luas in i dapat berubah Secara geografis berada pada posisi 119o45’ – 121 o06’ Bujur Timur dan 0o14’ – 4o40’ Lintang Utara dengan batas: sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toli Toli dan Kabupaten Buol, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Gorontalo dan Teluk Tomini, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Poso sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Penataan Ruang Kabupaten adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah Kabupaten di wilayah yang menjadi kewenangan Kabupaten, dalam rangka optimalisasi dan mensinergikan
pemanfaatan sumberdaya daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Parigi Moutong. Penataan ruang Kabupaten yang didasarkan pada karakteristik dan daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem lainnya dan pada pengelolaan subsistem yang satu akan berpengaruh pada subsistem yang lainnya, sehingga akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan serta dalam pengaturan ruang yang dikembangkan perlu suatu kebijakan penataan ruang Kabupaten Parigi Moutong yang memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang. Selanjutnya dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Parigi Moutong harus sesuai dengan rencana tata ruang, agar dalam pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang disepakati.
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Ayat (2) huruf a : Yang dimaksud dengan “Struktur Ruang Wilayah Kabupaten” adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi,
sistem
jaringan
energi
dan
kelistrikan,
sistem
jaringan
telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, serta prasarana lainnya yang memiliki sakala layanan satu kabupaten. Ayat (2) huruf b : Yang dimaksud dengan “Pola ruang wilayah kabupaten” adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW
kabupaten
20
(dua
puluh)
yang
dapat
memberikan
gambaran
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya perencanaan 20 (dua puluh) tahun. Ayat (2) huruf c :
Kawasan Strategis adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan Pasal 4. Ayat (1) huruf a: pusat-pusat kegiatan adalah susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan eksisting maupun rencana yang membentuk hirarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten. Ayat (1) huruf b: Cukup jelas. Ayat (1) huruf c: jangkauan pelayanan jaringan j aringan prasarana dan jaringan pelayanan sosial ekonomi adalah
sistem
jaringan
prasarana
wilayah
yang
dikembangkan
untuk
mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. huruf a : Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. huruf b : Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Pasal 7. Cukup jelas. Pasal 8. Cukup jelas. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 10. Cukup jelas. Pasal 11. Cukup jelas. Pasal 12. Cukup jelas
Pasal 13. Cukup jelas Pasal 14. Ayat 1 huruf a : Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten/Kota atau beberapa kecamatan. Ayat 1 huruf b : Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL dengan persyaratan pusat kegiatan tersebut merupakan kota-kota yang telah memenuhi persyaratan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK). Ayat 1 huruf c : Pusat Pelayanan Kegiatan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan beberapa kecamatan Ayat 1 huruf d : Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk mendukung PPK dengan melayani kegiatan beberapa kecamatan yang lebih kecil Pasal (2): Cukup jelas. Pasal 15. Cukup jelas. Pasal 16. Cukup jelas. Pasal 17. Cukup jelas. Pasal 18. Cukup jelas. Pasal 19. Ayat (1): Cukup jelas. Ayat (2) huruf a: Pembangkit
listrik
tenaga
mikrohidro
adalah
pembangkit
listrik
yang
memanfaatkan terjunan air skala kecil sebagai penggerak generator. Pembangkit listrik tenaga surya adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan sinar matahari untuk mengaktifkan sel-sel yang berfungsi sebagai generator listrik. Pembangkit listrik tenaga biogas adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan biogas hasil fermentasi sampah organik sebagai bahan bakar penggerak turbin generator.
Ayat (2) huruf b: Pembangkit listrik tenaga surya adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energy matahari/photovoltaic sebagai sebagai pembangkit listrik. Ayat (3): Cukup jelas.
Pasal 20. Cukup jelas. Pasal 21. Cukup jelas. Pasal 22. Cukup jelas. Pasal 23. Cukup jelas Pasal 24. Cukup jelas Pasal 25. Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) huruf a: Cukup jelas Ayat (2) huruf b: Cukup jelas Ayat (2) huruf c: Sistem jaringan drainase adalah sistem usaha untuk mengurangi timbulan air akibat aktivitas alam maupun buatan sehingga tidak menimbulkan genangan air dalam waktu lama. Ayat (2) huruf d : TPA Terpadu adalah Tempat Pemrosesan Akhir yang dalam pengelolaannya menampung hasil sampah dari kabupaten/kota dan mengolahnya menjadi produk akhir pada satu tempat. Ayat (3) : Limbah rumah sakit/puskesmas adalah limbah medis yang dihasilkan dalam bentuk limbah padat maupun limbah cair dan mempunyai indikasi dapat membahayakan
lingkungan.
Limbah
tersebut
harus
dimusnahkan
untuk
menghindari mewabahnya suatu penyakit dan penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berwenang. Ayat (4) : Cukup jelas.
Pasal 26. Cukup jelas Pasal 27. Ayat (1) huruf a : Cukup jelas. Ayat (1) huruf b : Cukup jelas. Ayat (1) huruf c angka 1 : Kawasan sekitar danau merupakan kawasan tertentu di sekeliling danau yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau. Adapun kriteria penetapan sempadan danau adalah daratan sepanjang tepian danau yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Ayat (1) huruf c angka 2 : Cukup jelas. Ayat (1) huruf c angka 3 : Cukup jelas. Ayat (1) huruf c angka 4 : Cukup jelas. Ayat (1) huruf d: Cukup jelas. Ayat (1) huruf e: Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang mempunyai potensi mengalami bencana alam akibat dari aktivitas exoterem maupun endot erm. Ayat (2): Cukup jelas.
Pasal 28. Ayat (1) huruf a: kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan hutan yang dibudidayakan dengan tujuan diambil hasil hutannya baik h asil hutan kayu maupun non kayu Ayat (1) huruf b poin 1: kawasan peruntukan pertanian lahan basah merupakan lahan yang digunakan untuk tanaman pangan sesuai dengan pola tanamnya yang perairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis. Ayat (1) huruf b poin 2: kawasan peruntukan pertanian lahan kering merupakan lahan yang digunakan untuk tanaman hortikultura sesuai dengan pola tanamnya yang perairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis.
Ayat (1) Huruf c: kawasan peruntukan perkebunan adalah lahan yang digunakan bagi tanaman perkebunan tahunan yang menghasilkan bahan pangan dan bahan baku industri. Ayat (1) Huruf d: kawasan peruntukan perikanan adalah kawasan yang digunakan sebagai perikanan budidaya berupa budidaya ikan khusunya perikanan laut. Ayat (1) Huruf e: Cukup jelas. Ayat (1) Huruf f: kawasan
peruntukan
pertambangan
adalah
kawasan
yang
digunakan
dikarenakan terdapat sumber daya tambang yang potensial untuk diolah guna menunjang pembangunan. Ayat (1) Huruf f poin 1: Cukup jelas. Ayat (1) Huruf f poin 2: Cukup jelas. Ayat (1) Huruf f poin 3: lahan pencadangan wilayah merupakan luas lahan yang dicadangkan untuk wilayah pertambangan batuan Ayat (1) Huruf g: kawasan pariwisata merupakan kawasan dengan luasan tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Ayat (1) Huruf h: kawasan
permukiman
merupakan
kawasan
yang
diperuntukan
sebagai
perkembangan lahan permukiman dan tidak berlokasi pada area konservasi. Ayat (1) Huruf i: kawasan peruntukan lainnya merupakan kawasan yang diperuntukan bagi penggunaan lainnya selain yang telah disebutkan pada pasal ini. Kawasan itu utamanya diperuntukkan untuk olahraga, Tempat Pemakaman Umum (TPU) , Ruang Terbuka Hijau (RTH), kawasan militer dan peternakan. Ayat (2): Cukup jelas.
Pasal 29. Ayat (1) yang dimaksud “Pemanfaatan kawasan peruntukan lain” misalnya pemanfaatan kawasan untuk kepentingan pertahanan dan pertambangan. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 30. Ayat (1): Kawasan strategis adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap pengembangan ekonomi, sosial dan budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta penyelamatan lingkungan hidup. Ayat (2): Cukup jelas. Ayat (3): Cukup jelas. Pasal 31. Cukup jelas. Pasal 32. Cukup jelas. Pasal 33. Cukup jelas. Pasal 34. Cukup jelas. Pasal 35. Cukup jelas. Pasal 36. Cukup jelas. Pasal 37. Cukup jelas. Pasal 38. Cukup jelas. Pasal 39. Cukup jelas. Pasal 40. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang . Pasal 41. Cukup jelas.
Pasal 42. Cukup jelas. Pasal 43. Cukup jelas.
Pasal 44. Cukup jelas. Pasal 45. Ayat (1): Cukup jelas. Ayat (2) huruf a: Cukup jelas. Ayat (2) huruf b: Cukup jelas. Ayat (2) huruf c: Yang dimaksud dengan “zero delta Q policy ” adalah keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai. Pasal 46. Cukup jelas. Pasal 47. Cukup jelas. Pasal 48. Cukup jelas. Pasal 49. Cukup jelas. Pasal 50. Cukup jelas. Pasal 51. Cukup jelas. Pasal 52. Ayat (1) huruf c: Yang dimaksud dengan “zero delta Q policy ” adalah keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai.
Ayat (2): Cukup jelas.
Pasal 53. Cukup jelas. Pasal 54. Cukup jelas.
Pasal 55. Cukup jelas. Pasal 56. Cukup jelas. Pasal 57. Cukup jelas. Pasal 58. Cukup jelas. Pasal 59. Cukup jelas. Pasal 60. Izin
Pemanfaatan
ruang
adalah
izin
yang
disyaratkan
dalam
kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perun dang-undangan. Ketentuan
Perizinan
adalah
ketentuan-ketentuan
yang
ditetapkan
oleh
pemerintahan daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan. Pasal 61. Ketentuan Insentif dan Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana
tata
ruang
dan
juga
perangkat
untuk
mencegah,
membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. Pasal 62. Cukup jelas. Pasal 63. Cukup jelas. Pasal 64. Cukup jelas. Pasal 65. Cukup jelas. Pasal 66. Ketentuan Sanksi adalah ketentuan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Pasal 67. Cukup jelas.
Pasal 68. Cukup jelas. Pasal 69. Cukup jelas. Pasal 70. Cukup jelas. Pasal 71. Cukup jelas. Pasal 72. Cukup jelas. Pasal 73. Cukup jelas. Pasal 74. Cukup jelas. Pasal 75. Cukup jelas. Pasal 76. Cukup jelas. Pasal 77. Cukup jelas. Pasal 78. Cukup jelas. Pasal 79. Cukup jelas. Pasal 80. Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 123
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
LA MPIRAN MPIRAN I. PETA STRUKTUR RUANG RUANG WILAYAH K ABUPATEN
LAMPIRAN II.A. SISTEM PERKOTAAN PROVINSI 1. RINCIAN PUSAT KEGIATAN WILAYAH Promosi (PKWp) No.
Nama PKWp
1.
Nama Kecamatan Kecam atan
Parigi
Kecamatan Parigi
2. RINCIAN RINCIAN PUSAT KEGIATAN LOKAL (PKL) No.
Nama PKL
1.
Nama Kecamatan Kecam atan
Tinombo Tinombo (PKL)
Kecamatan Tinombo Tinombo
LAMPIR LA MPIRAN AN II.B. SISTE SISTEM M PERKOTAAN KA BUPATEN 1. RINCIAN RINCIAN PUSAT KEGIATAN LOKAL L OKAL PROMOSI PROMOSI (PKLp (PKLp ) No.
Nama PKL
Nama Kecamatan Kecam atan
1.
Ampi Ampibabo (PKLp)
Kecamatan Ampibabo Ampibabo
2.
Sausu (PKLp)
Kecamatan Sausu
3.
Moutong (PKLp)
Kecamatan Moutong
2. RINCIAN RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN PUSAT PUSAT PELA YANAN KA WASAN (PPK) No. 1. 2. 3. 4.
Nama PPK Toboli Lambunu Torue Tomini Tomini
Nama Kecamatan Kecam atan Kecamatan Kecamatan Parigi Utara Kecamatan Bolano Lambunu Lambunu Kecamatan Kecamatan Torue Kecamatan Kecamatan Tomini Tomini
3. RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN PUSAT PELAYANAN LINGKUNGAN (PPL) No.
Nama PPL
Nama Kecamatan Kecam atan
1.
Taopa
Kecamatan Taopa
2.
Balinggi
Kecamatan Kecamatan Malakosa
3.
Siniu
Kecamatan Kecamatan Siniu
4.
Parigimpu Parigimpu’u ’u
Kecamatan Kecamatan Parigi Barat
5.
Kasimbar
Kecamatan Kecamatan Kasimbar Kasimbar
6.
Manini Maninilili
Kecamatan Kecamatan Tinombo Selatan
7.
Mepanga
Kecamatan Mepanga
8.
Toribulu Toribulu
Kecamatan Kecamatan Toribulu Toribulu
9.
Binangga
Kecamatan Kecamatan Parigi Tengah
10.
Dolago
Kecamatan Kecamatan Parigi Selatan
11.
Palasa
Kecamatan Kecamatan Palasa
LAMPIR LA MPIRAN AN III.A. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI NASIONAL NASIONAL 1. RINCIAN JALAN NASIONAL a. JALAN JA LAN ARTER A RTERII PRIMER PRIMER : JALAN LINTAS TENGAH SULAWESI : Batas Kabupaten Kabupaten Poso - Pari Parigi gi – Kasimbar - Mep Mepanga anga - Sejoli/Molosipat Batas Gorontalo No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
No. Ruas 018 017 016 005 008 009.1 009.2 009.3 024.1 024.2
Nama Ruas Jalan Arteri Primer
Panj. (Km.)
Batas Kabupaten Poso – Sausu Sausu - Tolai Tolai - Parigi Parigi - Toboli Toboli - Ampibabo Am Ampiba ibabo - Kasimbar Kasimbar – Tinombo Tinombo - Mepanga Mepanga – Bolano Lambunu Lambunu - Sejoli/Molosipat Batas Gorontalo T OT A L
13.40 29,00 30,00 17,00 30,00 57,00 59,00 55,00 47,00 43,50 392,50
b. JALAN JA LAN KOLEKTOR PRIMER YANG MENGHUBUNG MENGHUBUNGKAN KAN ANTAR IBUK OTA PROVINSI PROVINSI (K-1) JAL AN PENGU PENGUMPANP MPANPAN AN ANTAR JALAN LINTAS SULAWES SULAWESII : Batas Timu r Ko ta Palu – Kebon Kopi dan ruas Kebon ruas Kebon Kopi – Toboli No.
No. Ruas
1. 2.
004.1 004.2
Nama Ruas Jalan Arteri Primer Batas Timur Kota Palu – Kebon Kopi Kebon Kopi – Toboli T OT AL
2.
3.
Panj. (Km.) 25,00 23,00 47,00
RINCIAN RINCIAN JA RINGAN RINGAN JA LUR KERETA API ANTARKOTA LINTAS UTAMA No.
Priori tas
Nama Ruas Jalan Kereta Api Antar Kota
1.
Rendah Rendah
Palu – Toboli - Marisa - Gorontalo
RINCIAN RINCIAN PELAB UHAN LAUT No.
Nama Pelabuhan
Nama Kecamatan
PELABUHAN LAUT LINTAS LINTAS PROVINSI 1. 2.
Parigi Moutong
Kecamatan Parigi Kecamatan Moutong
4. RINCIAN LINTAS PENYEBERANGAN NASIONAL No.
Nama Lin tas Penyeberang Penyeberang an LINTAS LAUT LINTAS PROVINSI
1.
Poso – Parigi – Moutong - Gorontalo (Provinsi Gorontalo) – Molibagu – Bitung (Provinsi Sulawesi Utara)
LAMPIRAN III.B. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI PROVINSI 1. RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN JALAN PROVINSI a. JALAN KOLEKTOR PRIMER YANG MENGHUBUNGKAN ANTARA IBUKOTA PROVINSI DAN IBUKOTA KABUPATEN/KOT KA BUPATEN/KOTA A (K-2) (K -2) : Mepanga – Pasir Putih – Batas Kabupaten Toli-toli No. No. Ruas Nama Ruas Jalan Kol ektor Primer (K-2 (K-2)) 1. 2.
Mepanga – Pasir Putih Pasir Putih – Batas Kab. Toli-Toli
039.1 039.2
T OT AL
Nama Terminal Penumpang
Nama Kecamatan
TERMINAL PENUMPANG PENUMPANG TIPE TIPE B 1.
Toboli
23,00 24,00 47,00
2. RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG PROVINSI No.
Panj. (Km.)
Kecamatan Parigi Tengah Tengah
3.
RINCIAN RINCIAN JA RINGAN RINGAN JA LUR KERETA API ANTARKOTA LINTAS CABA NG No.
Priori tas
Nama Ruas Jalan Kereta Api Antar Kota
1. 2. 3.
Tinggi Sedang Rendah
Palu - Poso
LAMPIR LA MPIRAN AN III.C. SISTEM SISTEM JA RINGAN RINGAN TRANSPORTASI KAB UPATEN 1. RINCIAN RINCIAN RENCANA RENCANA PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN JALAN JAL AN KABUPATEN : a. JALAN KOLEKTOR PRIMER YANG TIDAK TERMASUK JALAN NASIONAL DAN JALAN PROVINSI (K-4). NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN KOLEKTOR PRIMER (K-4)
PANJANG (Km)
1.
126
AKSES JALAN LINGKAR PARIGI
14,20
TOTAL
14,20
b. JALAN LOKAL PRIMER YANG MENGHUBUNGKAN IBUKOTA KABUPATEN DENGAN IBUKOTA KECAMATAN KECAMATA N (L-1). NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN LOKAL PRIMER (L-1)
PANJANG (Km)
1.
062
PARIGI – PARIGIMPU PARIGIMPU
5,90
2.
068
JLN. MAGAU JANGGO
1,00
3.
128
KAMPAL –BALIARA
3,00
4.
129
BAMBALEMO – BALIARA
3,00 12,90
TOTAL
c. JALAN LOKAL PRIMER YANG MENGHUBUNGKAN IBUKOTA KECAMATAN DENGAN PUSAT DESA (L-2).
NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN LOKAL RIMER (L-2)
PANJANG (Km)
1.
005
SAUSU – MANGGALAPI MANGGALAPI
45,20
2.
006
SAUSU II - UPT TRANS
3,30
3.
010
SAUSU – BENDUNG
2,50
4.
014
SULI – MALAKOSA
11,40
5.
030
TORUE – ASTINA
3,00
6.
031
JL. 1 TORUE ASTINA – ASTINA
1,30
7.
051
SP.DOLAGO SP.DOLAGO - KEMBANG SARI
1,00
8.
052
SP. DOLAGO - PADANG SARI
3,40
9.
132
PARIGIMPU - BATAS KABUPATEN
23,00
10.
I37
PELAWA – BINANGGA
4,70
11.
138
SP. PELAWA - SP. BINANGGA
2,80
12.
140
TOBOLI - JL. NASIONAL
0,90
13.
141
TOBOLI – TERMINAL
1,10
14.
148
SINIU – PERKEBUNAN PERKEBUNAN
3,70
15.
149
AMPIBABO – TOGA
12,80
16.
157
TORIBULU – SIPUTARA
6,00
17.
158
TORIBULU – PERKEBUNAN
10,00
18
169
KASIMBAR – OGOTENG
9,30
19.
172
KASIMBAR – ALUPUTE
8,00
NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN LOKAL RIMER (L-2)
PANJANG (Km)
20
183
MANINILI - RK III TOMBI
3,40
21.
196
TINOMBO TINOMBO – LOMBOK
7,90
22.
204
PALASA – TANGKI
1,70
23.
205
PALASA – BAMBANIPA
1,70
24.
208
TOMINI - DUSUN IV
1,90
25.
215
MEPANGA – MALALANG
1,00
26.
230
LAMBUNI III – KOTANAGAYA KOTANAGAYA
7,80
27.
231
LAMBUNU LAMBUNU II – WANAGADING WANAGADING
6,30
28.
232
LAMBUNU I - WANAGADING WANAGADING (SPA)
4,00
29.
233
LAMBUNU IV – WANAGADING WANAGADING
3,00
30
253
TAOPA – PANINGGO PANINGGO
6,40
31.
254
TAOPA – SIBATANG
7,70
32.
259
PEMBUNI – BRONJONG
5,50
33.
260
LOBU – BRONJONG
4,40
TOTAL
216,10
d. JALAN JA LAN L OKAL PRIMER PRIMER YANG MENGHU MENGHUBUNGKAN BUNGKAN ANTAR IBUK OTA KECAMATAN (L-3) NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN LOKAL PRIMER (L-3)
PANJANG (Km)
1.
018
SP. BALINGGI BALINGGI – SAUSU
5,70
2.
025
TOLAI – BALINGGI
7,80
3.
135
PETAPA – PARIGIMPU
5,50
4.
198
LOMBOK – BOBALO
25,00
5.
242
WANAMUKTI WANAMUKTI – PALAPI
22,40
TOTAL
66,40
e. JALAN LOKAL PRIMER YANG MENGHUBUNGKAN IBUKOTA KECAMATAN DENGAN DESA (L-4) NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN LOKAL RIMER (L-4)
PANJANG (Km)
1.
020
SP. BALINGGI – PANTAI
4,30
2.
021
SP. MALAKOSA - DUSUN II
2,00
3.
022
MALAKOSA - TAMBAK MAMENASA
5,00
4.
023
MALAKOSA - DUSUN IV TAMBAK
2,60
5.
039
SP. TORUE PERKEBUNAN
2,60
6.
050
JLN. DOLAGO PORAEGO – EMPANG
2,00
7.
053
DOLAGOPANTAI DOLAGOPANTAI
2,40
8.
055
OLOBARU – PARIGIMPU
7,60
9.
060
SP. PARIGI – KAYUBOKO
4,20
10.
175
SP. KASIMBAR DUSUN III
3,30
11.
206
PALASA – BAMBASIA
3,50
12.
227
BOLANO SAO – WANAMUKTI WANAMUKTI
8,90
13.
228
BOLANO – BAJO
3,50
14.
229
BOLANO - SP.EWANAMUKTI (B.BANGKARA)
6,30
15.
234
LAMBUNU IV – PERKEBUNAN PERKEBUNAN
6,00
16.
235
LAMBUNU IV- PANTAI/PELABUHAN PANTAI/PELABUHAN
3,30
17.
240
SP.BOLANO-LAMBUNU SP.BOLANO-LAMBUNU
3,00
18
252
PALAPI- MAWIAN
7,00
19.
261
BOLOUNG – PERKEBUNAN
1,60
20.
262
JLN.TRANS SULAWESI – OLOUNGGATA
2,50 81,60
TOTAL
f.
JALAN JA LAN LOKAL PRIMER YANG MENGHUBUNG MENGHUBUNGKA KAN N ANTAR ANTAR DESA DESA (L-5)
NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN LOKAL PRIMER (L-5)
PANJANG (Km)
1.
001
MALEALI – PERKEBUNAN
1,00
2.
002
MALEALI – TELKOM
3,00
3.
003
MERTAJATI MERTAJATI – PEORE
9,00
4.
004
AOMA – PAKAREME
15,60
5.
007
TAMBU - SMP/PELABUHAN SMP/PELABUHAN
1,50
6.
008
PEORE – PANTAI
1,30
7.
009
PANTAI PEORE - PERUM. NELAYAN PANTAI
1,70
8.
011
SULI – BUNGACINO BUNGACINO
2,00
9.
012
SULI – KERTASARI KERTASARI
1,40
10.
013
SULI GANDASARI – PEORE
15,00
11.
015
SULI – PULUKSARI
6,20
12.
016
BALINGGI – JATILUE
4,50
13.
017
SP. BALINGGI BALINGGI – PERKEBUNAN PERKEBUNAN
4,70
14.
019
KERTASARI – BUKITSARI
1,50
15.
024
BUANA SARI - SMA TOLAI
2,50
16.
026
TOLAI – TERMINAL
1,10
17.
027
TOLAI – SUKAJATI
4,70
18
028
TOLAI – SMA
3,00
19.
029
TOLAI – PURA
1,50
20
032
SP. TANALANTO TANALANTO – TOKASA
3,20
21.
033
SP. TOLAI - TOLAI PANTAI
4,00
22.
034
SP. TOLAI - RK. TOLAI
3,50
23.
035
SP. TOLAI – PANTAI
3,90
24.
036
PURWOSARI – PANTAI
1,50
25.
037
SP. ASTINA - RK. ASTINA
2,80
26.
038
SP. RK. 1 ASTINA - RK. ASTINA
2,00
27.
040
SP. TANALANTO TANALANTO 1 – IRIGASI
1,60
28.
041
SP. TINDAKI – PANTAI
1,00
29.
042
SP. TINDAKI – NAMBARU
4,00
30
043
NAMBARU NAMBARU – MASI
4,10
31.
044
NAMBARU –IRIGASI
1,90
32.
045
SP. NAMBARU NAMBARU - PEMUKIMAN TRANS
5,00
33.
046
SUMBERSARI SUMBERSARI - GUNUNG MULYA
3,40
34.
047
LINGKAR SUMBERSARI SUMBERSARI
1,20
35.
048
MASARI – IRIGASI
4,20
36.
049
MASARI – PERKEBUNAN
2,50
37.
054
BOYANTONGO – LEMUSA
4,00
38.
056
OLAYA – LEMUSA
6,70
39.
057
OLAYA - PKMT TRANS
3,10
40.
058
OLAYA – LEBO
9,50
41.
059
MERTASARI MERTASARI – BALIARA
2,40
42.
061
SP. KAYUBOKO KAYUBOKO - SP. BALIARA
1,75
43.
127
BANTAYA – KAMPAL
1,90
44.
130
BAMBALEMO – PANTAI
2,00
45.
131
LEBO – JONO
2,80
46.
133
BALIARA - DESA LOBU
1,80
47.
134
JONO – KALORA
4,00
48.
136
PELAWA – JONONUNU
10,00
NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN LOKAL PRIMER (L-5)
PANJANG (Km)
49.
139
SKINA – PANGI
10,00
50.
142
AVULUA - PANTAI NALERA
1,00
51.
143
AVULUA – PERKEBUNAN PERKEBUNAN
4,00
52.
144
MARANTALE – PERKEBUNAN
4,40
53.
145
SILANGA - PERKEBUNAN 1
5,60
54.
146
SILANGA - PERKEBUNAN 2
1,50
55.
147
TOWERA – PERKEBUNAN
5,40
56.
150
PARANGGI – SIDOLE
4,80
57.
151
PARANGGI PARANGGI – TOMBI
7,00
58.
152
SIDOLE – TANAMPEDAGI TANAMPEDAGI
3,00
59.
153
TANAMPEDAGI – PSM
2,50
60.
154
TOMBI – PERKEBUNAN
2,00
61.
155
LINGKAR DESA LEMO
3,00
62.
156
BURANGGA BURANGGA – TELKOM
5,00
63.
159
SIPUTARA – BALI
6,10
64.
160
SIENJO – BALI
4,00
65.
161
SP. SIENJO – PANTAI
3,00
66.
162
TOMOLI – PERKEBUNAN
18,00
67.
163
TOMOLI - DUSUN III
4,80
68.
164
TOMOLI – PANTAI
5,20
69.
165
PINOTU – PERKEBUNAN
3,60
70.
166
PINOTU - DUSUN III
3,00
71.
167
DONGGULU DONGGULU – DUSUN
4,50
72.
168
DONGGULU – PERKEBUNAN
5,00
73.
170
POSONA – PKMT
5,90
74.
171
SP. SILAMPAYANG SILAMPAYANG – SINOTU
7,00
75.
173
SANTIBARU SANTIBARU – LEBAKSUREN LEBAKSUREN
4,00
76.
174
LINGKAR DESA RANANG
2,00
77.
176
OGOTENG - PKMT TORIAPES
10,20
78.
177
SP. TORIAPES - TSM R 070
2,00
79.
178
TADA - PASAR TADA
2,20
80.
179
TADA – IRIGASI
5,90
81.
180
SP. TADA – PANTAI
3,00
82.
181
SINEI - SP.PKMT TADA
5,80
83.
182
SINEI – SIGOLANG
1,20
84.
184
SIGENTI – SIGEGA
6,00
85.
185
MALANGGO MALANGGO - PERKEBUNAN PERKEBUNAN 1
4,00
86.
186
SIPAYO - PERKEBUNAN PERKEBUNAN II
2,00
87.
187
TADA – SILUTUNG
5,90
88.
188
SP. SIGENTI – MALANGGO MALANGGO
3,60
89.
189
MALANGGO - DUSUN II SIGENTI BARAT
2,40
90.
190
SIDOAN – IRIGASI
4,80
91.
191
BAINAA – PKMT
2,60
92.
192
MARISA - SP. IRIGASI
4,00
93.
193
SIDOAN - SP. IRIGASI
4,60
94.
194
TIBU – MONGGOLONDO
3,60
95.
195
DONGKAS – PERKEBUNAN
4,70
96.
197
DUSUNAN II - DUSUN III
2,40
97.
199
BOBALO/PASAR KECIL - DUSUN V
5,00
98.
200
BOBALO - RK. II
3,50
99.
201
DONGKALA DONGKALA - RK. II
1,10
100.
202
EEYA - DUSUN II
1,80
101.
203
ULATAN - PEM. PKMT
1,20
102.
207
SP. BOBALO – PERKEBUNAN
5,70
NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN LOKAL PRIMER (L-5)
PANJANG (Km)
103.
209
OGOTOMUBU OGOTOMUBU - RK. IV
2,30
104.
210
AMBESIA - RK. IV
5,40
105.
211
TILUNG – OGOBAYAS
9,30
106.
212
OGOTION – LAMBANAU
6,00
107.
213
MENSUNG – TINOMBALA
10,00
108
214
MENSUNG – OGOBAYAS
3,80
109.
216
KOTARAYA – MENSUNG
4,90
110.
217
MENSUNG - SP. MENSUNG
4,20
111.
218
SP. MENSUNG - SP. TINOMBALA
1,50
112.
219
SP. LAMBUNU I – DUSUN
2,60
113.
220
KAYUAGUNG – DUSUN
5,40
114.
221
MALINO – BOSAGON
10,00
115.
222
ONGKA – TINOMBALA
12,40
116.
223
ONGKA – TRANS
3,60
117.
224
MALINO – PANTAI
1,60
118.
225
ONGKA – TAMPO
2,30
119.
226
SANTIGI – LANGSAT
15,00
120
236
SP.I PERSATUAN ONGKA – DUSUN
4,40
121.
237
SP. JL. KABUPATEN - DESPOT TINOMBALA
10,20
122.
238
DESPOT TINOMBALA TINOMBALA DUSUN II - DUSUN IV SWAKARSA SWAKARSA
1,40
123.
239
SP. I PERSATUAN - DUSUN PURA
3,60
124.
241
SRITABAANG SRITABAANG - JL. HPH
2,70
125.
243
WANAMUKTI – BOMBAN
6,70
126.
244
SP. JL.HPH – WANAMUKTI
3,30
127.
245
BERINGIN JAYA – DUSUN
3,50
128.
246
SP. LAMBUNU I – DUSUN
6,10
129.
247
BERINGIN JAYA – WANAMUKTI
1,40
130.
248
MARGAPURA MARGAPURA - JALAN KABUPATEN
0,90
131.
249
WANAGADING (SPA) - WANAGADING (SPB)
2,80
132.
250
PETANASUGI – KOTANAGAYA
6,80
134.
251
PETANASUGI – MARGAPURA
2,40
135.
255
GIO – TULADENGI
8,00
136.
256
PALAPI – PERKEBUNAN PERKEBUNAN
3,10
137.
257
SP. PALAPI – PERKEBUNAN
2,20
138.
258
SP.JL. NEGARA – PELABUHAN
0,80
139.
263
SIJOLI – MADA
4,20
TOTAL
590,25
g. JALAN JA LAN K OLEKTOR SEKUNDER SEKUNDER NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN KOLEKTOR SEKUNDER (KS)
PANJANG (Km)
1.
074
JLN. DESA KAMPAL
1,00
2.
087
JLN. KIHAJAR DEWANTORO
0,40
3.
090
JLN. REKREASI
0,70
TOTAL
2,10
h. JAL AN LOKAL SE SEKUND KUNDER ER NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN LOKAL SEKUNDER (LS)
PANJANG (Km)
1.
063 (K)
JLN. DEWA RAKA
0,73
2.
064 (K)
JL. MATAHARI
0,31
3.
065(K)
JLN. WORTEL MONGINSIDI MONGINSIDI
0,45
4.
066 (K)
JLN. HASANUDIN
0,42
5.
069 (K)
JLN. TONIKOTA
0,43
6.
070 (K)
JLN. AGUS SALIM
0,49
7.
071(K)
JLN. TADULAKO
0,27
8.
072 (K)
JLN. AMIRUDIN (KOMPLEKS PU)
0,28
9.
073 (K)
JLN. IR. SUTAMI
0,65
10.
075 (K)
JLN. BTN BAMBALEMO
0,90
11.
076 (K)
JLN. LANGANJE
0,38
12.
077 (K)
JLN. BTN MERTASARI MERTASARI
0,46
13.
078 (K)
JLN. KAMPUNG KELAPA
0,66
14.
079 (K)
JLN. PLN
0,87
15.
080 (K)
JLN. SIS ALJUFRI
1,05
16.
081 (K)
JLN. TELKOM
0,80
17.
082(K)
JLN. HANUSU
0,49
18
083(K)
JLN. IRIGASI KAMPAL
1,00
19.
084(K)
JLN. SMK KARYA (SAMSAT)
0,25
20
085(K)
JLN. NELAYAN - MERTASARI MERTASARI PANTAI
0,81
21.
086 (K)
JLN TORARANGA
0,45
22.
088(K)
JLN. TADULAKO II
0,18
23.
089(K)
JLN.PACUAN JLN.PACUAN KUDA
1,37
24.
091 (K)
JLN. JALUR II - PASAR SENTRAL
0,27
25.
092(K)
JLN.LINGKAR PASAR
1,68
26.
093(K)
JLN. PULAU LINDU
0,32
27.
094 (K)
JLN.YOS SUDARSO
0,92
28.
095(K)
JLN.PANTAI JLN.PANTAI INDAH
0,20
29.
096 (K)
JLN. UWELANGGA UWELANGGA
0,29
30
097 (K)
JLN.PRAMUKA JLN.PRAMUKA
0,20
31.
098(K)
JLN.TAMANSISWA JLN.TAMANSISWA
0,23
32.
099 (K)
JLN.SWADAYA JLN.SWADAYA
0,20
33.
100 (K)
JLN.MESJIDDARUSALAM JLN.MESJIDDARUSALAM
0,12
34.
101 (K)
JLN. USULUDIN
0,16
35.
102 (K)
JLN. AMPERA
0,18
36.
103 (K)
JLN. BUNDARAN BUNDARAN KOTA
0,40
37.
104(K)
JLN. SAHABAT
0,30
38.
105(K)
JLN. BANTAYA TANJUNG
0,38
39.
106 (K)
JLN. HUSNITOANA
0,38
40.
107 (K)
JLN. BTN HUSNITOANA
0,36
41.
108(K)
JLN. MAGAU JANGGO I
0,27
42.
109 (K)
JLN. ASRAMA TENTARA TENTARA
0,25
43.
110(K)
JLN. LANTINGGAU LANTINGGAU
0,25
44.
111 (K)
JLN.PINONO JLN.PINONO
0,45
45.
112 (K)
JLN.PARIGATA JLN.PARIGATA
0,17
46.
113(K)
JLN. TELKOM I
0,25
47.
114 (k)
JLN. KANTOR CAMAT
0,20
48.
115 (K)
JLN. ALAUDIN
0,53
49.
116(K)
JLN.LINGKAR KANTOR BUPATI
0,87
50.
117 (K)
JLN. BELAKANG KANTOR BUPATI
2,31
51.
118(K)
JLN.NELAYANKAMPAL JLN.NELAYANKAMPAL
0,26
NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN LOKAL SEKUNDER (LS)
PANJANG (Km)
52.
119 (K)
JLN. BTN PANTAI KAMPAL
1,30
53.
120 (K)
JLN. BTN KAMPAL
0,63
54.
121 (K)
JLN.PANTAI JLN.PANTAI NALORI
1,30
55.
122 (K)
JLN. MATALEMO
1,55
56.
123(K)
JLN. RANO WANGGA
1,10
57.
124 (K)
JLN . PENGAWETAN PENGAWETAN
0,38
58.
125(K)
JLN. BATU MERAH
0,30
TOTAL
i.
32,66
JALAN JA LAN ARTERI SEKUNDER SEKUNDER
NO.
NO. RUAS
NAMA RUAS JALAN ARTERI SEKUNDER
PANJANG (Km)
1.
067
JLN. PELABUHAN
0,44
TOTAL
0,44
==[ 2. RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG KABUPATEN No.
Nama Terminal Penumpang
Nama Kecamatan
TERMINAL PENUMPANG TIPE C 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Terminal Parigi, Terminal Tolai, Terminal Mensung, Terminal Moutong, Terminal Lambunu, Terminal Tinombo, Terminal Kasimbar, Terminal Sausu
Kecamatan Parigi, Kecamatan Torue, Kecamatan Mepanga, Kecamatan Moutong, Kecamatan Bolano Lambunu, Kecamatan Tinombo, Kecamatan Kecamatan Kasimbar, Kasimbar, Kecamatan Sausu HALTE BUS
1
114 Halte Bus
Tersebar diseluruh diseluruh kecamatan kecamatan di kabupaten parigi mouton
3. RINCIAN RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN PELABUHAN K ABUPATEN No. 1. 2. 1.
Nama Pelabuhan Nama Kecamatan PELABUHAN PENYEBERANGAN DALAM KABUPATEN/KOTA PATEN/KOTA Parigi Kecamatan Parigi Moutong Kecamatan Moutong PELABUHAN LOKAL/PENGUMPAN LOKAL/PENGUMPAN SEKUNDER Tinombo Tinombo Kecamatan Tinombo Tinombo
4. RINCIAN RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN AL UR PELA PELA YARAN KABUPATEN KA BUPATEN No.
Nama Alur Pelayaran Pelayaran PENGEMBANGAN INTERAKSI NTERAKSI WILAYAH (INTERNA (INTERNAL) L)
1. Pelabuhan Toboli – Pelabuhan Tinombo - Pelabuhan Pelabuhan Moutong Moutong
PENGEMBANGAN INTERAKSI ANTAR WILAYAH (EKSTERNAL) 1. Pelabuhan Toboli (Kabupaten Parigi Moutong) – Pelabuhan
Tinombo (Kabupaten Parigi Moutong) - Pelabuhan Moutong (Kabupaten Parigi Moutong) – Pelabuhan Marisa (Provinsi Gorontalo) – Pelabuhan Wakai (Kabupaten Tojo Una-una) – Pelabuhan Ampana (Kabupaten Tojo Una-una) LAMPIR LA MPIRAN AN IV.A. SISTEM JARINGAN ENERGI DAN DAN K ELISTRIKAN NASIONAL 1. RINCIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL (PLTD) No.
Nama PLTD
1. 2. 3. 4. 5.
Parigi Moutong Palasa Kasimbar Kotaraya
Nama Kecamatan Kecam atan
Kapasit Kap asit as (MW)
Kecamatan Parigi Kecamatan Moutong Kecamatan Palasa Kecamatan Kasimbar Kecamatan Mepanga
4,972 4,800 0,750 1,850 1,200
2. RINCIAN DEPO BBM No.
Nama Depo BBM
1. 2. 3.
Parigi Moutong Tinombo
Nama Kecamatan Kecam atan Kecamatan Parigi Kecamatan Moutong Kecamatan Tinombo
LAMPIR LA MPIRAN AN IV.B. SISTEM JARING JA RINGAN AN ENERGI DAN KELISTRIKAN KA BUPATEN 3. RINCIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDO (PLTM) No.
Nama PLTM
Nama Kecamatan Kecam atan
Kapasit Kap asit as (MW)
1. 2. 3. 4. 5.
Tindaki, Tomini (Sungai Tampapoa) Tomini (Sungai Boinampal) Parigi Maninili
Parigi Selatan Tomini Tomini Parigi Tinombo Selatan
1 2 2 1 0.35
4. RINCIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) No. 1.
Nama PLTS
Nama Kecamatan Kecam atan
Pembangkit Pembangkit Listri Listrik k Tenaga Surya Seluruh desa-desa yang berada di kepulauan dan Desa belum terjangkau jaringan listrik PLTN
LAMPIR LA MPIRAN AN V. SISTEM SISTEM JARINGAN POS DAN TELEMATIKA KAB UPATEN 1.
RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN STASIUN TELEPON OTOMAT No. 1.
2.
Nama STO. Parigi
Nama Kecam atan
Kapasit Kap asit as (SS (SST.) T.)
Kecamatan Parigi
2.195
RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN KANTOR POS No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18
Nama Kantor Pos Ampi Ampibabo Malakosa Malakosa Bolano Kasimbar Kasimbar Kotaraya Moutong Moutong Palasa Parigi Parigi Tindaki Toboli Toboli Sausu Siniu Taopa Tinombo Tada Tomini Tomini Toribulu Tolai
Nama Kecamatan Ampi Ampibabo Balinggi Bolano Lambunu Kasimbar Kasimbar Mepanga Mepanga Moutong Moutong Palasa Parigi Parigi Parigi Selatan Parigi Utara Sausu Siniu Taopa Tinombo Tinombo Selatan Tomini Tomini Toribulu Torue
LA MPIRAN MPIRAN VI.A. SISTE SISTEM M PENGELOLA PENGELOLA AN SDA NA SIONAL SIONAL 1. RINCIAN BENDUNGAN/BENDUNG/WADUK/EMBUNG NASIONAL No. 1. 2. 2.
Nama Bendun g Lambunu Sausu Atas
Nama Kecamatan
Luas (ha.)
Bolano Lambunu Sausu
6.068 8.190
RINCIAN RINCIAN PA NTAI NASIONAL No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Nama Kecamatan
Panjang Garis Garis Pantai (Km)
Sausu Balinggi Torue Parigi Parigi Selatan Parigi Parigi Tengah Parigi Utara Siniu Am Ampiba ibabo Toribulu Kasimbar Tinombo Selatan Tinombo Tomini Palasa Bolano Lambunu Mepanga Taopa Mouong
22,78 48,32 11,28 18,68 14,45 7,86 6,84 15,95 27,35 9,67 29,54 30,34 41,36 30,26 23,84 64,57 14,30 26,36 28,25
3. RINCIAN WILAYAH SUNGAI NASIONAL Daerah Daerah Irigasi (DI) (DI)
Potensi al (Ha) (Ha)
Fungs ion al (Ha) (Ha)
Lambunu Sausu Atas Jumlah
6.000 6.000 8.136 14.136
4.500 4.500 4.742,04 9.242,04
4. RINCIAN RINCIAN PANTAI PA NTAI NASIONAL Nama WS.
No
Nama DAS
Nama Kecamatan/Kab Kecam atan/Kabup up aten
WILAYAH SUNGAI (WS) STRATEGIS NASIONAL Parigi – Poso 1. Parigi Parigi 2. Bambalemo Parigi 3. Dolago Parigi selatan 4. Tindaki Parigi Selatan
LAMPIRAN VI.B. SISTEM PENGELOLAAN SDA PROVINSI 1. RINCIAN BENDUNGAN/BENDUNG/WADUK/EMBUNG PROVINSI No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Bendun g Malino Ongka Atas Tada Kasimbar Parigi Kanan Dolago Maoti Torue
Nama Kecamatan Bolano Lambunu Bolano Lambunu Tinombo Selatan Kasimbar Parigi Parigi Parigi Selatan Selatan Torue Torue
Pelayanan (ha.) 2.002 2.035 2.394 1.081 1.229 2.554 1.775 2.096
2. RINCIAN SALURAN IRIGASI PROVINSI No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Saluran Salur an Prim er Ongka Atas Dolago Kasimbar Malino Maoti Mepanga Hilir Parigi Kanan Tada Torue
Nama Kecamatan Kecam atan
Luas Lu as (Ha)
Bolano Lambunu Parigi Parigi Selatan Selatan Kasimbar Bolano Lambunu Torue Mepanga Parigi Tinombo Selatan Torue
725 2.557 1.081 1.871,7 1.769 1.029 1.229 2.354 2.096
3. RINCIAN WILAYAH SUNGAI PROVINSI No. 1.
Nama WS. Lambunu - Buol
Nama DAS.
Nama Kecam atan
Lambunu
Bolano Lambunu
LAMPIR LA MPIRAN AN VI.C. SISTEM SISTEM PENGELOLA PENGELOLAAN AN SDA K ABUPATEN 1. RINCIAN RINCIAN RENCANA RENCANA PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN SALURAN SAL URAN IRIGASI KABUPATEN KAB UPATEN No
Nama Irigasi rigasi
Nama Nama Kecamatan
Potensial (Ha) Fungsional (Ha)
1
D.I. Sausu Bawah Bawah
Sausu
971,00
813,78
2
D.I. Tindaki
Torue
960,00
194,00
3
D.I. Olonjongi
Parigi Selatan
687,00
478,00
4
D.I. Korontua
Parigi
438,00
312,00
5
D.I. Olaya
Parigi
580,00
375,00
6
D.I. Bambalemo Bambalemo Kiri
Parigi
150,00
79,00
7
D.I. Petapa
Parigi
320,00
156,00
8
D.I. Parigimp Parigimpuu uu
Parigi Barat
150,00
60,00
9
D.I. Towera Towera
Ampibabo Ampibabo
320,00
301,50 301,50
10
D.I. Ampibabo
Ampibabo Ampibabo
547,00
301,25
11
D.I. Toribulu Toribulu
Toribulu Toribulu
562,00
526,00
12
D.I. Labalang
Kasimbar
210,00
210,00
13
D.I. Sigenti
Tinombo Selatan
268,00
210,00
14
D.I. Malanggo Malanggo
Tinombo Selatan
579,00
379,00
15
D.I. Sidoan
Tinombo
507,00
457,00
16
D.I. Palasa
Palasa
447,00
437,00
17
D.I. Ogotomubu Ogotomubu
Tomini Tomini
500,00
359,00 359,00
18
D.I. Tilung Tilung
Tomini Tomini
511,00
250,00
19
D.I. Mepanga Mepanga Atas
Mepanga Mepanga
536,00
302,00
20
D.I. Ogoti Ogotion on
Mepanga Mepanga
105,00
80,00
21
D.I. D.I. Moubang
Mepanga
571,00
521,00 521,00
22
D.I. Ongka Ongka Persatuan
Bolano Lambunu Lambunu
624,00
371,25
23
D.I. Moutong Moutong
Bolano Lambunu Lambunu
725,00
405,00
11.268,00
7.577,78
JUMLAH
2. RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN SALURAN IRIGASI DESA (IRDES) No. 1. 2. 3. 4. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
Nama Irigasi Desa (Irdes) Tolai Kanan Kanan Suli Atas Benau Benau Balinggi Balinggi Atas I Balinggi Balinggi Atas II Pobea Pobea / Binangga Baturiti Kokotio Pangi Pangi Silanga Silanga Siniu Tolole Tolole kanan Tolole Tolole Kiri Toga Sienjo Tomoli Tomoli Posona Padang Kasimbar Laemanta Sindeleo Baina’a Nanggolan Ogotion Ogotion Bawah I Ogotion Ogotion Bawah II Bugis Nyopong Ogomolos Ogomolos Mensung Bobalo Bobalo Tomini Tomini Kanan Kanan / Tingkulang Tomini Tomini Kiri Ganonggol Sritabaang Sritabaang Bolanosao Wanagading I Wanagading II Wanagading anagading III III Bomban JUMLAH
Nama Kecamatan Torue Balinggi Parigi Selatan Bali Balingg nggii Bali Balingg nggii Parigi Tengah Tengah Bali Balingg nggii Parigi Parigi Utara Siniu Siniu Ampibabo Ampibabo Ampibabo Ampibabo Toribulu Toribulu Toribulu Toribulu Kasimbar Kasimbar Kasimbar Kasimbar Tinombo Mepanga Mepanga Mepanga Mepanga Mepanga Mepanga Mepanga Palasa Tomini Tomini Tomini Tomini Bolano Lambunu Bolano Lambunu Lambunu Bolano Lambunu Bolano Lambunu Bolano Lambunu Bolano Lambunu Lambunu Bolano Lambunu
Potensi al (Ha) (Ha) 65 35 85 91 75 185 50 45 200 72 86 175 185 90 130 90 210 80 150 60 63 150 150 90 98 95 150 150 20 100 150 150 300 85 300 75 109 60 4.454
3. RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN PIPA AIR MINUM KABUPATEN No. 1.
Nama Jaring an Pipa Air Minum
Nama Kecamatan
Jaringan Jaringan Pipa Air Bersih Seluruh kecamatan Kecamatan pada Kabupaten Parigi Moutong
Panjang (km)
Debit (l/dt.)
240
200
4. RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN RAWA No.
Nama Kecamatan Kecam atan
Lu as (Ha)
1 Ampibabo
32
2 Balinggi
461
3 Bolano Lambunu
267
4 Kasimbar Kasimbar
147
5 Mepanga
8
6 Moutong
244
7 Palasa
42
8 Parigi Selatan
40
9 Sausu
251
10 Taopa
770
11 Tinombo Tinombo
168
12 Tinombo Tinombo Selatan Selatan
254
13 Tomini Tomini
58 Luas Total
2,742
LAMPIR LA MPIRAN AN VI.D. SISTEM JARINGAN PERSAMPAHAN KABUPATEN KA BUPATEN
1. RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH No.
Nama TPA
Nama Kecamatan
Kapasit as (m3/hari)
Luasan (ha.)
1.
TPA Jonunu
Parigi Tengah
30
2.5
LAMPIR LA MPIRAN AN VII. PETA POLA POLA RUANG WILAYA WILAYAH H KABUPATEN
LAMPIR LA MPIRAN AN VIII.A. VIII.A. KA KAWASAN WASAN LINDUNG LINDUNG NASIONAL
1.
RINCIAN KAWASAN SUAKA ALAM, PELESTARIAN ALAM NASIONAL No
Nama Kawasan
Nama Kecamatan
Luasan (ha.)
Kep. Penetapan Penetapan
CAGAR ALAM 1.
2.
3.
No
Tinombo
14.203
Palasa
22.087
Tomini
920
Mepanga
11.419
Parigi Parig i Utara
1.836
Parigi Barat
835
Parigi Tengah
3.329 3.329
Nama Kecamatan
Luasan (ha.)
Gunung Sojol
Gunung Tinomb ala
Pangi Bin angga
Nama Kawasan
KEP. Menhutbun No.339/Kpts-II/1999 KEP. Menhutbun No.354/Kpts-II/1999
KEP. Menhutbun No.399/Kpts-II/1998
Kep. Penetapan Penetapan
SUAKA MARGASATWA 1.
Tanjung Santigi
Bolano Lambunu
1.502
KEP. Menhutbun No.99/Menhut-II/2005
LA MPIRAN MPIRAN VIII.B. VIII.B. KA KAWASAN WASAN LINDUNG LINDUNG KAB UPATEN 1.
LUAS KAWASA KAWASAN N LINDUNG KABUPATEN PARIGI MOUTONG MOUTONG
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
KECAMATAN
Ampibabo
Balinggi
Bolano Lambunu
Kasimbar
Mepanga
Moutong
Palasa
Parigi
Parigi Barat
Parigi Selatan
KAWASAN LINDUNG
LUAS (Ha)
Hutan Lindung
6.124
Hutan Mangrove
291
Sungai
69
Hutan Mangrove
450
Sungai
12
Danau
117
Hutan Lindung
27.359
Hutan Mangrove Kawasan Suaka Alam/Cagar Alam Sungai
1.575
Hutan Lindung
1.967
Hutan Mangrove
267
Sungai
42
Hutan Lindung
2.584
Hutan Mangrove Kawasan Suaka Alam/Cagar Alam Sungai
268 11.419
Hutan Lindung
4.112
Hutan Mangrove
1.107
Sungai
62
Hutan Lindung
10.540
Hutan Mangrove Kawasan Suaka Alam/Cagar Alam Sungai
150 22.087
Sungai
64
Hutan Mangrove
50
Hutan Lindung Kawasan Suaka Alam/Cagar Alam
6.316
Hutan Lindung
12.407
Hutan Mangrove
100
Sungai
223
JUMLAH
%
6.484
3,02
462
0,22
31.474
14,67
2.276
1,06
14.273
6,65
5.281
2,46
32.807
15,29
114
0,05
7.151
3,33
12.730
5,93
1.502 921
2
30
835
NO
11.
KECAMATAN
KAWASAN LINDUNG
Parigi Tengah
Hutan Lindung Kawasan Suaka Alam/Cagar Alam Sungai
12.
Parigi Utara
13.
Sausu
14.
Siniu
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Taopa
Tinombo
Tinombo Selatan
Tomini
Toribulu
Torue
LUAS (Ha)
%
5.555
2,59
2.145
1,00
1.254
0,58
5.552
2,59
16.420
7,65
22.743
10,60
15.894
7,41
16.064
7,49
3.539
1,65
12.378
5,77
214.596
100,00
2.212 3.329 14
Hutan Lindung Kawasan Suaka Alam/Cagar Alam Hutan Mangrove
1.836
Sungai
591
Hutan Lindung
5.537
Sungai
15
Hutan Lindung
15.815
Hutan Mangrove
250
Sungai
355
Hutan Lindung
7.980
Hutan Mangrove Kawasan Suaka Alam/Cagar Alam Sungai
397 14.203
Hutan Lindung
15.364
Hutan Mangrove
437
Sungai
93
Hutan Lindung Kawasan Suaka Alam/Cagar Alam Hutan Mangrove
14.987
Sungai
34
Hutan Lindung
3.517
Sungai
22
Hutan Lindung
11.560
Hutan Mangrove
663
Sungai
155
JUMLAH
JUMLAH
309
663
163
920 123
LAMPIR LA MPIRAN AN IX.A. KAWASAN KAWASA N BUDIDAYA BUDIDAYA NASIO NA SIONAL NAL
1. RINCIAN KAWASAN PERUNTUKAN PERTANIAN LAHAN BASAH/DAERAH IRIGASI (DI.) NASINAL No.
Nama Daerah Irig asi (DI)
Nama Kecam atan
Lu as (Ha)
1. 2
Lambun u Sausu Atas TOTAL KABUPA KA BUPATEN TEN PARIGI MOUTONG
Bol ano Lambun u Sausu
6068 6068 8190 8190 14.258
` LA MPIRAN MPIRAN IX.B. KAWASA KAWASAN N BUDIDAYA PROVINSI PROVINSI RINCIAN KAWASAN PERUNTUKAN PERTANIAN LAHAN BASAH/DAERAH IRIGASI (DI.) PROVINSI No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Daerah Irig asi (DI) Ongka Atas Dolago Kasimbar Malino Maoti Mepanga Hilir Parigi Kanan Tada Torue
Nama Kecamatan Kecam atan Bolano Lambunu Parigi Parigi Selatan Selatan Kasimbar Bolano Lambunu Torue Mepanga Parigi Tinombo Selatan Torue
TOTAL K ABUPATEN PARIGI MOUTONG MOUTONG
Lu as (Ha) 2.035 2.557 1.081 2.002 1.769 1.029 1.339 2.354 2.096 16.262
LAMPIR LA MPIRAN AN IX.C. KAWASAN BUDIDAYA KABUPATEN KAB UPATEN
1.
RINCIAN KAWASAN PERUNTUKAN PERTANIAN LAHAN BASAH/DAERAH IRIGASI (DI.) KABUPATEN No.
Nama Daerah Irig asi (DI)
Nama Kecamatan Kecam atan
Lu as (Ha)
Ampibabo
547
1.
Ampibabo
2.
Bambalemo kanan
Parigi
75
3.
Bambalemo kiri
Parigi
150
4.
Korontu a
Parigi Parigi
438
5.
Labalang
Kasim bar
309
6.
Malanggo
Tinom bo
579
7.
Mepanga Atas
Mepanga
541
8.
Moubang
Mepanga
571
9.
Moutong
Moutong
725
10
Ogotion
Tomini
105
11. 11.
Ogotumubu
Tomini
500
12.
Olaya
Parigi
580
13.
Olonj ongi
Parigi Selatan Selatan
687
14.
Ongka Persatuan
Bol ano Lambun u
626
15.
Palasa
Palasa
447
16.
Parigim puu
Parigi
150
17.
Petapa
Parigi
320
18.
Sausu bawah
Sausu
971
19.
Sidoan
Tinom bo Selatan Selatan
507
20.
Sigenti
Tinom bo Selatan Selatan
268
21. 21.
Tilung
Tomini
641
22.
Tindaki
Parigi Selatan Selatan
960
23. 23.
Toribulu
Toribulu
576
24.
Towera
Siniu
320
TOTAL KABUPA KA BUPATEN TEN PARIGI MOUTONG
11.593
2.
RINCIAN RINCIAN RENCANA PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN KA WASAN BUDID B UDIDAYA AYA Jenis Kawasan Kawasan
Kawasan budidaya hutan
hutan produksi terbatas seluas
± 110.008 Ha
hutan produksi tetap seluas
± 21.805 Ha
produksi yang dapat dikonversi dikonversi seluas
± 16.056 Ha
Kawasan pertanian lahan basah seluas
Kawasan budidaya non hutan
Luas
± 52.048 Ha
Kawasan pertanian lahan kering
± 87.172 Ha
Kawasan Peruntukan Perkebunan Kakao
± 65.439 Ha
kawasan pengembangan tanaman kelapa
± 27.328 Ha
kawasan pengembangan tanaman cengkeh
± 3.331 Ha
kawasan pengembangan tanaman perkebunan lainnya
± 2.117 Ha
Kawasan Peruntukan Perikanan
Lokasi Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi Barat, Parigi Utara, Siniu, Ampibabo, Toribulu, Kasimbarf, Tinombo Selatan, Tinombo, Palasa, Bolano Lambunu, Taopa dan Moutong Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Siniu, Tinombo dan Mepanga Kecamatan Sausu, Siniu dan Am Ampiba ibabo
Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi Barat, Parigi, Siniu, Ampibabo, Kasimbar, Toribulu, Tinombo Selatan, Tomini, Palasa, Taopa, Mepanga, Bolano Lambunu dan Moutong Kecamatan Parigi Tengah, Parigi Utara, Tinombo, Palasa, Taopa, Moutong Kecamatan Sausu, Balinggi, Mepanga, Parigi Barat, Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi, Parigi Tengah, Siniu, Am Ampiba ibabo, Torib ribulu, lu, Kasimbar, Tinombo Selatan, Tinombo, Mepanga, Bolano Lambunu, Taopa dan Moutong Kecamatan Sausu, Balinggi, Mepanga, Parigi Barat, Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi, Parigi Tengah, Siniu, Am Ampiba ibabo, Torib ribulu, lu, Kasimbar, Tinombo Selatan, Tinombo, Mepanga, Bolano Lambunu, Taopa dan Moutong Kecamatan Ampibabo, Parigi Utara, Parigi Selatan, Kasimbar, Tinombo, Tomini, Palasa dan Bolano Lambunu
Seluruh Kecamatan yang ada di kabupaten Parigi Moutong sepanjang pesisir pantai Teluk Tomini terutama pada wilayah Kecamatan Sousu, Torue, dan Parigi Selatan
3. RINCIAN RINCIAN RENCANA RENCANA PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN KA WASAN PERUNTUKAN PERUNTUKAN PERTAMBA PERTAMBANGAN NGAN Jenis
Luasan
Lokasi
MINERAL MINERAL LOGAM Kecamatan Moutong, Taopa, Palasa, Am Ampiba ibabo, Sausu, Tino inombo Selata latan n, Kasimbar, Toribulu, dan Parigi Barat Kecamatan Tinombo Selatan, Bolano Lambunu, Toribulu dan Sausu.
Emas Emas dan mineral pengikut,
± 97.091 Ha
Biji Besi Besi
± 41.247 Ha
Timah Hitam Hitam/Galena /Galena Kawasan pencadangan mineral logam
± 20.116 Ha
Kecamatan Kecamatan Ampibabo dan Toribulu, Toribulu,
± 40.000 Ha
tersebar tersebar hampir hampir di seluruh seluruh kecamatan kecamatan
± 5.000 ha
tersebar tersebar pada beberapa kecamatan kecamatan
MINERAL MINERAL NON LOGAM DENGAN DENGAN LUAS LAHAN LA HAN PENCADANGAN PENCADANGAN BATUAN sekis hijau/marmer/batu hijau/marmer/batu poles/geneis Pasir batu kerikil (sirtukil) dengan luas lahan Luas lahan Pencadangan Pencadangan wilayah
± 50 Ha
kecamatan kecamatan Palasa dan Tomini Tomini,,
± 42 Ha
Kecamatan Kasimbar dan Torue
± 250 250 Ha
tersebar tersebar di beberapa kecamatan kecamatan
LA MPIRAN MPIRAN X. PETA KAWASAN K AWASAN STRATEGIS
LA MPIRAN MPIRAN XI. KA WASAN STRATEGIS STRATEGIS 1. KSN DAN KSP UNTUK KEPENTINGAN FUNGSI PERTUMBUHAN EKONOMI No
Level Kawasan Strategis
1
KSN
Kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) Palapas;
2
KSP
Kawasan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Bahari Bolano Lambunu
3
KSP
Kawasan Kawasan Agropolitan Agropolitan Palolo - Sausu
4
KSP
Kawasan Cepat Tumbuh, yait yaitu Moutong – Tomini dsk
2. KSP UNTUK KEPENTINGAN TEKNOLOGI TINGGI
Nama Kawasan
PENDAYAGUNAAN
SUMBERDAYA
ALAM
DAN/ATAU
No
Level Kawasan Strategis
Nama Kawasan
1
KSP
Kawasan Teluk Tomini sebagai kawasan pengembangan sumberdaya perikanan dan kelautan
3. KSN DAN KSP UNTUK KEPENTINGAN FUNGSI DAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN HIDUP No
Level Kawasan Strategis
Nama Kawasan
1
KSP
Kawasan Perbatasan, yaitu Kawasan Molosipat (perbatasan kabupaten Parigi-Moutong dengan Provinsi Gorontalo)
2
KSN
Kawasan Krit Kritis Lingkungan Lingkungan Lambunu Lambunu – Buol
3
KSP
Kawasan Kritis Lingkungan, yaitu Kawasan DAS ParigiPoso
4
KSP
Kawasan Kawasan Terusan Khatulisti Khatulistiwa wa dan sekitarnya sekitarnya
4. RINCIAN RINCIAN RENCANA RENCANA KAWASA N STRATEGIS STRATEGIS KABUPATEN KA BUPATEN No
1
2
3
4
5
6
7
8
Level Kawasan Strategis
Nama Kawasan
KSK
Pengembangan Kawasan Kota Parigi sebagai pemerintahan dan pelayanan Kabupaten parigi Moutong sebagai Pusat Pelayanan Kawasan pada wilayah bagian tengah Kabupaten Parigi Moutong.
KSK
Pengembangan Kawasan Agropolitan Parigi Selatan di daerah Tolai sebagai pendukung KSP - Kawasan Ag Agrop ropolita litan n Sausu-Torue rue
KSK
Pengembangan Kawasan Perbatasan Kabupaten di Moutong sebagai pendukung KSP-Kawasan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Bahari Bolano Lambunu dan KSP-Kawasan Perbatasan, yaitu Kawasan Sejoli dan sekitarnya
KSK
Pengembangan Kawasan Agropolitan Parigi Tengah pada wilayah Kecamatan Parigi Utara, Parigi Tengah dan Parigi Barat, yang diarahkan menjadi kawasan Agrowisata. Kawasan ini juga merupakan pendukung dari jalur utama Mamboro-Toboli-Parigi Mpu
KSK
Pengembangan Pengelolaan Kawasan Strategis Teluk Tomini yang akan menjadikan Parigi Moutong sebagai pusat pengelolaan kawasan strategis Nasional Kawasan Teluk Tomini bersama-sama dengan kabupaten Tojo Unauna, Kabupaten Poso dan Kabupaten Banggai.
KSK
Pengembangan kawasan minapolitan pada Kecamatan Kasimbar, Mepanga, Tomini dan Tinombo sebagai pendukung kebijakan pengembangan kawasan minapolitan nasional
KSK
Perlindungan kawasan cagar alam dan Suaka Margasatwa yang terdiri atas Cagar Alam Gunung Tinombala di Kecamatan Tomini dan Mepanga, Cagar Ala Alam m Gu Gunung So Sojol jol di Ke Kecamatan tan Tin Tino ombo da dan Pa Palas lasa, Cagar Alam Pangi Binangga di Kecamatan Parigi Barat, Parigi Tengah dan Parigi Utara, Suaka Margasatwa Tanjung Santigi di Kecamatan Bolano Lambunu
KSK
Dalam keadaan darurat perang, seluruh kawasan lindung dan budidaya dapat berubah menjadi kawasan strategis pertahanan keamanan jika dianggap penting fungsinya bagi strategi pertahanan keamanan nasional
0 3 0 2 5 2 0 2 4 2 0 2 0 2 0 2 9 1 0 2 5 1 0 2 4 1 0 2
3 1 0 2
4 1 0 2 2 1 0 0 1 2 0 2
1 1 0 2
0 1 0 2
A R G O R P I S A K I D N I L E B A T . I I X N A R I P M A L
A N A S K A L E P I S N A T S N I
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
A M A T U M A R G O R P
O N
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
N A A N A D N E P R E B M U S
I S A K O L N A D N A T A I G E K
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
u a j i g H n a a k u u R b r a t e a T T g l i n a a t u e R D a a n n a a c c n n e i e g R i R r n i n g a i a r P a n a n n n u u P e s a s t n a u u a y t y a o n p a n u e k r e t o b P e P k a r P e K . i . h 1 d 2 P a t y a a s l n u N i a P i E w t a n s T n i g a o A a a e d m P t K ) U o t r p o p B k r a s W A e u K l a K P P P k ( L o G m n i s n e a o N t a A i s d t u m j U S u o i r a R n w p g e r h K R a e ) U d t p u P a y T j a a s L l K u K i u ) W U r w 1 P P ( R e T S P N A D U J A U W R E P
g g n n a a u u R R a a t t a a T T l l i i a a t t e e D D a a n n a a c c n n e g e R n R o n u t n s u a o a n n u a u M u S s s u u a a y n y n a n a n e t e t o o P k P k r r e . e . 3 P 4 P
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I g g n n a a u u R R a a t t a a T T l l i i a a t t e e D D a a n n a a c c o n e b e b o n a R R b i m n n p o a n a n n m i u u s T s A n n u u a a y y a n a n e t e t o P o P k k r r e e . . 5 P 6 P
u n u a b t m a a T L l i , a i n t e o D o m a T n , a l c i o n e b o R T n n a a n a u s t o k u r e y e n P e u r o P g T n a u n . a 1 R d
n a s a n w a n a K a y n a l a e n P ) a t y a L a P l s P e u ( P P n t n a a a g s d n u u ) P K k g P n ) i P 2 ( L
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I i d n , a ) i u l s , g n n a e j o u t o b s a w b u a , m l o r t i m M l u o a a L a S i , b n u . u s k n T n i m B s , , u a n a r r a a t b K u t s ( a n b m , u k m a b o a g a i n t s L . a S i a a , i n B b a m i K e , , u p l p a o c o s m T n e b u , a k a a A , a d r b i g i a g n t p S , i i r n a n a a m a a l a p r g A o P e a , T i i h s M i n , a g l u i , g a r e b o k g a n l u P n o b m h o e a m t . g a P n c p o n u o e e d i . e a 1 p K M p T M
, , a u i n g n i a S a t a s a , p l T e a a a l i s M P a k o i , t n i e a l a n d D l a i n a M a o n g , a M a c a , l p a r o n e o D a b , R T m i n g n s a a a a g n n a K t u a s o u , i n k u r ’ y B u e n , p P e m l P g i u u n g b i i a r r u a o . R 2 P T n
i a s a g n t r i r a o J p s m n e a t r s i T S m n e a t d s u i S j u n w r a e d P u n j a u l ) J a w 1 r e P
B
a g n a p n e r a a M t d , n r , a s a a b g t i l n m a u i s u b a k u K h n , g a n u t s a e u k p a g n n i . a S l n c a e e j p n K , i a n n d a n a u t g t e a n n a a p e b u P m b . e a 2 p k
. P g a n o m t n a u a t u o d M , a t , s o a a t k g i l r n a a a t u p k n a e n a i r M t , e t a r i g k i a r g a n n i a P n l . e a c p e n K , n a i n a d a u t g i s a n n a e e b w a P m l u . e 3 p S
l u p m i s l n n a u p a k t d m a i , k s . s g a e i s t n k i i l n n e a w u e t a l k m a a u n k a t u m S t s a n a c n k e u k a g r n n T i a p l n a t i a a t e j r p e a n , d a n n s i s a s a a t a u i t g l i t r a n b o n i a s p e e s P b m s n a . e r 4 p k a t
0 3 0 2 5 2 0 2 4 2 0 2 0 2 0 2 9 1 0 2 5 1 0 2 4 1 0 2
3 1 0 2
4 1 0 2 2 1 0 0 1 2 0 2
1 1 0 2
0 1 0 2
A N A S K A L E P I S N A T S N I
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
N A A N A D N E P R E B M U S
I S A K O L N A D N A T A I G E K
l a n i m r e T i d B e p y T l a n i m r e T n a g n a b m e g n l e i o P b o . T 1
A M A T U M A R G O R P
l a n i m r e T n a g n a b m e g n e P ) 2
O N
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
i d l i a g C l a n l b a a e n i p i m a i e r i t m e n s r i a T m a y T e , r d e g a i a , g n m l a t , b o T e l o o u b s a o m u n T i l s M a o u m l r n n a i i a e m i C t S n T r m l e n T e a i a l p r i a n n i t e g , i T r m a m n g r y i a n r e e d b a a T T a d , r m , P m e l u g a l g a n n u b a n n u n e i i s b m i m n m s m P r e a a e r e M . T 2 L K t
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a g n u b u h r e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I n s a u h B u b e g t a l l a n e o P H t u n o n a a M g g i n n g a i a r b b a m m g P e e n g n e g n o n t t e e a p p p u o u n n M a b a n a d d K a i n s d a h i t a t i g a a l i y i k r a b a g i a P n l i w h n a e e m R m P l a a t . d a 1 . U 3
m e t n s d a i S t n u a L a n a d u i j s g n u t a a r w r r o b e e p P s e y n n a e r P ) T 3
o b m o n i T r e d n u k e S n a h u b a l e P n a t a k g n i n e P . 2
i d n a h u b a l e p . a a n y n a r i n a a s l a r n p a t s u a t m a a t c s e n k a k g t n a i s k a g n m i n g e n P i s . a 3 m
. - ) a a n b a b n n u . . a K a b . U g ( a o v j i K K n o a l n u ( o r o ( b U P T o g ( u b o b . j o h n T b a l o o m t s a a n i o r ( K T n a i n u . o a o h b i T M M i u a a g k e K n n r b a n ( a a l a a k e h a u h e n u h u W y P b n a a b a a p a b a h r l r a l l t e a e e u m t P n n P P A b a a – a n l g t ) ) ) n e a u g g a l P h a g n n n u b o t o t o – b i t m s ) a e a u o l t o u o u o l e g r a P n M M M t i i i e o p n g g g s o ) P n i i i r r r r a a a o a a . t r P 4 P P G n u
g n – t o n i l a u o g o b n o M u T b n u n h a h a u l h a b u k a b l o l l a e k e P e P n y a a r d r a t a t o n n b a a g m n t o u a n a i b l T i m s e a n t a g r h n u e o s b P p a l n e a . r 5 t P
0 3 0 2 5 2 0 2 4 2 0 2 0 2 0 2 9 1 0 2 5 1 0 2 4 1 0 2
3 1 0 2
4 1 0 2 2 1 0 0 1 2 0 2
1 1 0 2
0 1 0 2
A N A S K A L E P I S N A T S N I
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D n a d n a i n a t r e P s a n i D
A M A T U M A R G O R P
n a n g a t n i r a a j m a n c a e g k n a a s u a m e m s e i p d n a h i d s r n e a b a i r d a a a y i n g s u n n i e i a P b r t L s . d i a 1 n a r a D s S a n r P a g n n i r a a g J n i r m a e J t s i m e S t n s a i S d u ) n j a u r A d w u e D S j u P ( r i ) A w 1 r e P
O C N
i s d a i s t A a , a g i r a y g I n a a l n p a O r e , M u i l a g , n S o o j i g s n g a o n l s l a i l a O , a t i a v t u M , e r r n a o n r b a a m d i K i s : a s i a s K t i l a , i g i b r u p a I h M e h r i g R a i e r a a . D 2 P
n a d , s a i , i u , n t s s k a a n r t e o s T a i , A l r b o i a a a t s K i m b i a k v a : a s i g i e g i n r s K b r a p O I , s n i , m , g a u r n A t a I i p l o , i g h M s . i n n b o a t r a a a i r i t g t g a u h e i j A r e O a a r u D a g a g , r s , t a n a P , n n e a d a / a a u P l n n i a y p u a a p l a e T g d i , k s M g n u , b n a n n O , o i a k b u O g g g e , n m n g m T o o n t e u i j u n d P n m n l i o a a u a g l e l . e 3 b S O M O M
a t s a w S n a d N L P . T P , M D S E
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
N A A N A D N E P R E B M U S
I S A K O L N A D N A T A I G E K
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
n h a a a d l m t e d , e a t p g s s i - n a u u S n a y a y n t a n S a , a a k i r e g a t a m b u n r a a n , o c b e a i a T m K w d , r e , a i a t r n g i u n a b k e p k i m i l p l a i s e i m h n a a a m e s K d a m i , u i n w g d i g a a r a m a R n a n n u y P a l a e n t a n c n a a t a b t a l n l e e n o a u a S r l e e m p m i g g P n a a i u r c c a . e e a e P 4 p k m k
a t s a w S n a d N L P . T P , M D S E
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I , i n n k i a a a r i t m d s s o a i e l T p d i e g a M r p y i T e r n u s d l e L P i a , i n i g s r n a k e g a e n n d t e n a o i i b T s p m M n e e g n t g T a o n L y p i e P s p t i n a a n u k g a i p o n l l d i a e . b s n a m i a g i m k i t i r e o l o n r a l a e g d i P u n n h h a e o M e a y l P k u r T P l a i L . i p . e 1 m P 2 w k n a g n i r a J m e t s i S n a d u j u w r i g e r P e n ) 2 E
a t s a w S n a d m o k l e T T P , s o P T P , M D S E
a t s a w S n a d m o k l e T T P , s o P T P , M D S E
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I i g
a p n a a i r t a s e s n a a d k a a p i i d s e a y k n e i n m u m n o a k d e l n e t a g n n a a d b s n m o e p t a g n a n a e n m P a a c y e . l a 1 k i s a k i n u m o k e l e T n a g n i r a J m e t s i S ) 3
i i e r d s a a l n r P B ( a y a a
n b n d e e S i y t s ) s n a T s p B n e e u a t s n b c m a a a u c ) k g e g A l n i i a n e b d e l b a o p p i m k t M d e u r a u l g t o n n M F g n e u a n p ) o m y n n i e n s t a o i a i s v t g t i y n t a D S a a m S e l a b r d a c m e o b e e o k v C l i g g ( e G n n ( h e c o u s A r t P n M M u l a o S e u r D . 2 T C G s M
0 3 0 2 5 2 0 2 4 2 0 2 0 2 0 2 9 1 0 2 5 1 0 2 4 1 0 2
3 1 0 2
4 1 0 2 2 1 0 0 1 2 0 2
1 1 0 2
0 1 0 2
r a p , d u b , n e s , a r o p s i D , H L n a d a B
A N A S K A L E P I S N A T S N I
A D S & n a n u g n a b m e P . t u m h d n A b u n s a i i D g a n B a , d H L n a d a B , A D E P P A B
A D S & n a n u g n a b m e P . t u m h d n A b u n s a i i D g a n B a , d H L n a d a B , A D E P P A B
A D S & n a n u g n a b m e P . t u m h d n A b u n s a i i D g a n B a , d H L n a d a B , A D E P P A B
I S A K O L N A D N A T A I G E K
O N
A D S & n a n u g n a b m e P . t u m h d n A b u n s a i i D g a n B a , d H L n a d a B , A D E P P A B
. m d A n a i g a t u B , h n H u L b s n i a D d a n a B , d A A D D E S P & P n A a B , n r u g a n p , a d b u m b , e n P e s , a r o p s i D
i g r i r i a s a b g P e n s n r u e e t F t a n g p a n u p a b a i y a t n k s i a a d m k o n e a P l a t a n d a a m d P a i c s e m a l a k t i l i n A b a a t a t a h a e i m s a R c g , W e i n d n k o u a a t t m d u S o a . a 6 T p m
n i a , j s n a a i g r i g n i n u r a n r i u b a e m u F e P o K T m K n u , a n i a n k a m d p o o s a a M b L a j a t n w a : o m t a a r a i u d L o t m K e s K o , a P a y l a n b B a n n a a s o m a a d u o s d g a B i n a w i O s r a w T , a a a t K y i g n l a e , a K i n o b i a n g a C S a a g j h r d e n a n a e a K g s R w J i n t , a i o s u n w i t d l a a u u K u a s t g o t a a S a w M . h M a 7 K K
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
N A A N A D N E P R E B M U S
A M A T U M A R G O R P
A D S & n a n u g n a b m e P . t u m h d n A b u n s a i i D g a n B a , d H L n a d a B , A D E P P A B
g n u d n i L n a s a w a G K N n a A d U j u R u A w L r e O P P N A D U J A U W R E P
a d a p a t a s i w n a s a w a k n a a g l o n l e u g d n n i e p l n i a d s u a t S w . a 1 k g n u d n i L n a s n a a d w i a s K a t i l i s i g b a n u h e F R a , n i p d a u t t S n a m e ) P 1
, n o a o t b n u l a g , i g m e h i r o o n a i r n u s B i o P T o t g , T n u , o o n , , u b a l u a F a p M t u b i , l a o n a b i p a a e T r p m g o n S , T a A i t a u i g n , i p i n n i r i a t e a n S m a a M P m , e , , o a r t m a P a r T a a r t n , c b a e a n U m B d k i a i t i s i g a a s i a g l i r a d r a e t a K i l P a , P S i P b , b o n , h g u a n u a h s a m u b a e d g o l n m R n n a a e i . L i 2 L P T T
u a n u w b t a m s a a i s g r L o g a n n u M l a F a o k B n a a n u a p a S t t a n n a a a d m m c e m e P l a K i n a A i a d d k g i i t a s n u a a S t i l i S b g a a n s n h u e a j w R a n a . 3 K T
i s g n u h F u n r i a u n l i p a e m s o t n a T a d k a m u e i l e P P a T t n r i a n a s d p i i s s e n a a p t i l a s a i b a a w d a h e k p n R e a , o v t i d r a m u g t n a S c . a e 4 m k
r n a a t g a a m C i a i d c s e g a , K l n a a i u g d b F l m n a n o o j p a n o i e S p T a M t g g n n , n n a a a u u d s m n n i s e u u n a l P G i a m G P n o a m T m n d a a l l i a n A s a A r t r d a t o i a a a l i b g g m a m b ; a a i a d C c C o h n e i e m a K b T R a l . A 5
n a d h a g i n d e T a i g g g i r n a a n P i , B t i a r g a g B n a i g P i r a m P , a l n a r A a a r t t a a U g a m i g C a c i r e a c K P
n a a d , d a a p g n a a y p e n n M i , a i l i m n m a l o a T r i , a g g r u a i n a u C P b n n a m a a s t L a w a o m a n a K a c l e o d K B
0 3 0 2 5 2 0 2 4 2 0 2 0 2 0 2 9 1 0 2 5 1 0 2 4 1 0 2
3 1 0 2
4 1 0 2 2 1 0 0 1 2 0 2
1 1 0 2
0 1 0 2
A N A S K A L E P I S N A T S N I
A D S & n a n u g n a b m e P . t u m h d n A b u n s a i i D g a n B a , d H L n a d a B , A D E P P A B
A M A T U M A R G O R P
O N
r a p , d u b , n e s , a r o p s i D , H L n a d a B
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
N A A N A D N E P R E B M U S
I S A K O L N A D N A T A I G E K
. m d A n a t i g u a h B , n u H b L s i n D a n d a a d B , A A D D E S P & P n A a n B , u g n n e a t a b p m u e b a P K B D P B
i s a i k s o g l r r n e a u t b i F k u n e a a a s k k p i n a a d a a B t u d ; g n S i n a a d n i g a i a t d t m a a r u n e p h m a P t K i r a , S l e u n u a n A B g a L b i i n d a j i m m a u i k t s u o a n n s a r T a u a a g e t v T i r n k l T P t i e o u S l b n s a n e n u a n a T a w a h s s t o a s o e K a a a n s w M R . w i w a a r , n c a a a i a e r K k d s K a r K g a u a e i t w a p b M c d S a . K 8
) m a n l a s a a a n w a a c K n i e s b g i n s u a F g i t n i a m p ( a m t n a a l m a e a n P a n c a n d e i b d ; u n t a a d S w a . a 9 r p
m n a u m d A U D n S a a j r & n e a k e n P u g s n a a n b i D m t , e u r P h a . n p , m u d b s u d i b , A D n n a e i s , g a a r B o , p A s D i D , E P H P L A n a B d n a d B a
m n a u m d A U D n S a a j r & n e a k e n P u g s n a a n b i D m t , e u r P h a . n p , m u d b s u d i b , A D n n a e i s , g a a r B o , p A s D i D , E P H P L A n a B d n a d B a
m n a u m d A U D n S a a j r & n e a k e n P u g s n a a n b i D m t , e u r P h a . n p , m u d b s u d i b , A D n n a e i s , g a a r B o , p A s D i D , E P H P L A n a B d n a d B a
g n u n j a n s a u a T n w u a a w b K t m a n a s a a L a l g o r o a n l e M l a g o n e a B P k n a a u t n S a a g n m n a a a c b d e m m a K e i l g A d n i e k a t g P a i u n a . 3 S S
n a s h a u r i w l u n i a K e m s o n a T a a d k l a u o P l l e e i a T g t r n i e n a s P p i s e n n p a a s g a n a a w d a b a m k p n e e a t g v n r a e o m g P n a c . a e 4 m k
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I . c e K h , i a y h a d a l g i a j r w n e e t a T i i s d a g i n r o e p a t r P b o o a s p . b r i g c e p n e b l o m K g , A h n a . a a r c a y n e t a t U K n a i n s n g a i a a r d a w d i a P a i p . n K m c m e o a e g K T
a t . a c s a i e s i w a d K i . . l n a r d i S S P a j s u n , . n a a a a n n S u d w b b a a . o t i a r i m e n k u i e n r d a a S s m n o a c L . o . T o l a n S . b T e S o , m . l i i S b t e g c , i o u n g r e u n p a i n i s a T K l w u i g P e a . . d e a n r m S c c a p u e o n n d e . a g a K n K g n S i p l s i i n n , d d a a a a y g w h n o i s T a . b a s o g a p m t S r u l K e a m n e a w g o o o a a a b d M D T d n k e a P d . a 1 p n e n t a a p a u l b o l a e K g n e g n P d u n n i a L g n n a b a s m a e w g a n K e s P i g n u ) 2 F
n a t , u o o h b n n a g , i g l m e a i r o s o n a r n u a B i o P T o t , w T u , a o o n , , a l K b u a a p M t n u i , l a o a b a b i p a e T a r l m g o o A n S , T l i a u e i g , i p i n g n i r i n a e a n S e t M P m , P a , , o a r t m a r T n a a a r t a , c b a g n e U m B n k i a i t s i a g a a i a i g l b d r r a e m a K a , P e P S P u g o , , b g n n u a n e u b s h a m P d m l a g o n n n a a e i . L i 2 L P T T
0 3 0 2 5 2 0 2 4 2 0 2 0 2 0 2 9 1 0 2 5 1 0 2 4 1 0 2
3 1 0 2
4 1 0 2 2 1 0 0 1 2 0 2
1 1 0 2
0 1 0 2
A N A S K A L E P I S N A T S N I
m n a u m d A U D n S a a j r & n e a k e n P u g s n a a n b i D m t , e u r P h a . n p , m u d b s u d i b , A D n n a e i s , g a a r B o , p A s D i D , E P H P L A n a B d n a d B a
m n a u m d A U D n S a a j r & n e a k e n P u g s n a a n b i D m t , e u r P h a . n p , m u d b s u d i b , A D n n a e i s , g a a r B o , p A s D i D , E P H P L A n a B d n a d B a
A M A T U M A R G O R P
O N
m n a u m d A U D n S a a j r & n e a k e n P u g s n a a n b i D m t , e u r P h a . n p , m u d b s u d i b , A D n n a e i s , g a a r B o , p A s D i D , E P H P L A n a B d n a d B a
t u h n u b s i D n a d n a n u b e k r e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
N A A N A D N E P R E B M U S
I S A K O L N A D N A T A I G E K
m n a u m d A U D n S a a j r & n e a k e n P u g s n a a n b i D m t , e u r P h a . n p , m u d b s u d i b , A D n n a e i s , g a a r B o , p A s D i D , E P H P L A n a B d n a d B a
n a t a n m a i s a d c a e a , K w l a a a i g d K b l n m n a o a o j p a n o l i e S o T l M e g n g n a g n , n u d u e n n a s P u i n u l a i G G n a m a P o m m T g a a n n ; l l i a a d n A A b a r t r d o m m a a a b e g g a l a m a m g A a n o C C c r e n e i P a g a a K b T . 5 C
h a g n e T i i d i g r a a g g P n n a a n d i B t i a r g a g B n a i g P i r a m P a l n A a r t a a g a m C a c e c K
i g r i r a a b P e n s n r a e e t s t a a p w g n u a a b K i y a n k s i a a d a l o n o k l a e l a t g a d n a m e P P a c e m n a k a l g n A n a t a a t a b a m m i s a e c g g W e n n n k e o a t P a u m d o a . a 6 T p m
n a s a w , a y K e n n i a a S k a l g a o n l w n i e t a O g s d i i l n g i u k e t t o n P ; a b a a h n S d m t a a K L o g a n p n e h a s a m l b a y u a P a m a d u e t o o u n g g a B n r M O B e a P g a b c a . C 7
t u h n u b s i D n a d n a n u b e k r e P s a n i D
t u h n u b s i D n a d n a n u b e k r e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I i s a k o l r r e a i t b i s k g u e n a a s k u k i n a F a d a u B d n ; g S i a n a n i g p a d i a t d t r a a a t u n p n h m a K i r a t a , S l e u u m a n A B g e i b i i n a j m m P L a u k t s u o a n n n r T u a a g a a e v T r n k d T P t e o u S i l n s a n s e n u n a a a w a t T s s t o a s o i l a i a a K w a n w s w M b . n a r a c a a i a a h e r K k s K a e a r K g a e i R w a p b M c d a . K 8
i r a d n n i a t h a g n m e a c m e k k . u h g t n a n u l o t i m u a j u o g e n s M u i i s d g i i r r s i j a a n s a P i l a b n e t m a r n a o p u c b N a n a . b e K 9
i a d h a n s a u t i a s m a a k i c f i e s K g n n e h t o t u k r u e l u o n e M a S i d g i i a r s d a a a P k p i f i n n s e a n n t a e t t p n a u I u b h a . e 1 k K a y a d i d u B n a s a w a K n a d u j u w r e P
B
n a s a w a K : n a n a g n n a a t b u h m e e K g n e a y a P d i d u ) B 1
n e t a p n u a b t a u K h i l i d s a n h a n t a a m r a c s a e a K m e p h u r n u l a e g S n g a a n b d o t m a p u e o i g s M n k e u i g P d i r a . o r P 2 p
g n a d i b n a i a d g a n a b t m a e m l e a c K e n K n g a d h o r t u u u u k o l a e M l e S i p a i g r n d a a a a p P n n i n e b a t m n a a p e t u P h u b a . k e K 3
0 3 0 2 5 2 0 2 4 2 0 2 0 2 0 2 9 1 0 2 5 1 0 2 4 1 0 2
3 1 0 2
4 1 0 2 2 1 0 0 1 2 0 2
1 1 0 2
0 1 0 2
A N A S K A L E P I S N A T S N I
n a i n a t r e P s a n i D
A M A T U M A R G O R P
O N
n a i n a t r e P s a n i D
n a i n a t r e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
N A A N A D N E P R E B M U S
I S A K O L N A D N A T A I G E K
n a i n a t r e P s a n i D
a d a p g n o n t a h u u h r o a l u M l i e i s S i g a r k a a i f d i P a s p n e n e g t t n k a r p e i e u n K b a a d n K i a s i a h a d k i L n f i a n t s a a n i e n m t a a n t I r c e e . P 1 K a y a d i d u n : a B n g d a n n s i r a a e g w K n a a n b K h a m n a a L e l g i a n n e d i n a P e n a g t n r e e ) 2 P P
h u r u l g e n S t o a u d o a M p i g n i r a r a a s P a n e m t e a P p u n b a a g K n i a d b n m t a e g a n m e a P c e . K 2
n a i n a t r e P s a n i D
n a n u b e k r e P s a n i D
n a i n a t r e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
n a a g a b m e l e k n a d u k a l e p n a a n i b m e P . 3
, a u s d u a , a r p S a a b n n a t a i m g h s n a a a a l i m K p e s a , M c a n k e t i a n f K i a i a s l n i e d e d n t S i h k i a m e s i g o r T a n a a B P , d n n , i a a e t s h a a r l a u k i e o f L i S T s n , i o n a g b e i t n g n t m a n o I i r l n e a i . P 1 B T a y a d i d u n : a B n h d a n s a s a a a g w B n a a n b K h a m n a a L e l g i a n n e d i n a P e n a g t n r e e ) 3 P P
a n a g t a n a m p e a , M c n e , a i t K n i a i d l e m n S o a T r i g , i a r n s a a a t P a m l , e e u P e r S n o o a T g , b i m n g o a g n i b i n T l m , a r e g B a n , b e u m s i P u s a a . S 2 K
n a n u b e k r e P s a n i D
n a n u b e k r e P s a n i D
, g n n a o t g t h n a u u a r o y l u M n a c n e i e s i a a g r a K s r a i a a d l d s a a P n P a p n m a a t e k e t n s d p a a r a p t n a i e u r o a b o g m b i a p r m n r K a i i o b p d i d n i m m h i e h a a n b T , g r t e n r l a e a a b n m P b u m e c m i s s a r e a . t e 2 K a n K
i g r a i a t a s a P i l r e n d a a e n P m t r a k a n i a p p u s d m b a o a t a i r b K h o i i n r d m r o a b a p d i n n i d e a u T t s k r a h , i r a t e l a m b e e b a p g c l n m n i e n a s a y K u a a m K h n n a a i u n r a b n , g l u g t a m a e e s n n o a P b m a t a u e c d l o e . k e a 3 p M K
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I i g i r a a a P s t a a a h r i l n a a e t d e P s n u m a a n i r p a s i u k s d p b a a k t o a i m i f r b i a K s h i i o m n r o d p r e a n d i i t n k a T t e e b , s a h i r r n a m b e a t e b a d c l i g m n i e s n K u s a a a k y h a m K i f i n u s r n n a , t n u a n l g e u e t a n s t n b o I e a a u n k c r d o e . e a 1 p p M K
, i n i i d i m g n i o r T a a a , P g n , t a e b u a a l r m e o S e T l e i , o k g b n g a m n d i o l n a u i k T a B , , l r u e a s b p u n a m a S i s a a n n i a K b t a , g a m m n e a n t P a a a p c l e e e . K 3 S M n a s a w a K n : n a a n g u n a b e b r m k e e P g n e a y a P d i d u ) B 4
0 3 0 2 5 2 0 2 4 2 0 2 0 2 0 2 9 1 0 2 5 1 0 2 4 1 0 2
3 1 0 2
4 1 0 2 2 1 0 0 1 2 0 2
1 1 0 2
0 1 0 2
A N A S K A L E P I S N A T S N I
N A A N A D N E P R E B M U S
I S A K O L N A D N A T A I G E K
A M A T U M A R G O R P
O N
n n a a g g n n a b a b m a m a t t r r e e P P s a s a n i n i D D
u a t a n , / N n L d a a a B n , a a d t b s a a e n K / w v p a o i r S s a m P a s D t s a B e r v j P n e A I k g n o i s h t u u n r e o t u M l o e p s i i m a g i s u r t a d a m i a u p P l o n p r n e k s a a t k i b a e d p e i s l u r b n e a e y T a d n i K e s i a p n a d r y g o n l n e a a t p v b r a s u m m k S t E a a r c e e . P . 1 K 2
n a s a w n : a a K g n n a a g b n m a a b t r m e e P g n e a y a P d i d u ) B 5
n a g n a b m a t r e P s a n i D
n a i r t s u d n i r e P s a n i D n n a a i r d t s m u u d n m i r U e n P a s a j a r n e i k e D P s a n i D A D E P P A B
n a i r t s u d n i r e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I i d n a a a y g a a d i b d u m e n B l a e n r k a a s s n a a a d w m a e u K p k a n n n l a a a e g g p n n n a g n a a b a b b a m m m n t a e i e r g b e g m p n n i e e e r P g P t n s P a u . d i 1 . d . n 2 3 b i
n a s a w a K n a g : i n r a t s b u m d e n g I n e a y a P d i d u ) B 6
r a a p , p , d u d u b b , , n n e e s s , , a r a r o o p p s s i i D D
r a p , d u b , n e s , a r o p s i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
n a n a k i r e n P a n s a a k n i i r D e P n s a a n d i A D D E P P A B
n a n a k i r e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
. n a a a h g a a s b u m i s e n a l a k e f i r k i a s s n n a a e d t m k e u e p k a n n l a a e g p d i n n s a a a b k a i m n f i i s a e b n g m t n e t a e e s n i P P I w i r . . 1 . a 3 p 2
. n a a a h g a a s b u m i s e n a l a k e f i r k i a s s n n a a e d t m k e u e p k a n n l a n a e a g p d i n n s n a b a a a k i k a r m i n f i e i e s p g b n m t e a y n e e n d a P I P i d . . u . 3 1 b 2
n a s a w a K : n a a t g a n s i a b i w r m a e g P n e a y a P d i d u ) B 7
n a s a w a K n : a n g a n n a a b k r m i e e g P n e a y a P d i d u ) B 8
n a n a k i r e n n P a a n s n a a a k k n i i i r r e D e P n P s a a s a n d n i i A D D D E P P A B
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
a n y a a . d a t n a i d a d m a a u a . p g b c n a ) i e a a b h k n K a u u t m a g h e n s a t l s u k a u b e i u k a k m s p y t u l n e d n a l a a a k e a ( i r u d f k s i a t s u s n d u n a P k a a n e e a t d p h l m e n k e s e a u h p e p k h d a a n n n l n m a a a a e e u m t d a r g p u a n i n i n s n R p a b a a a u b a a r n b k m f i a a m n e i i g h s n e P n b u t o K g a a n m e m n t e t e e o o u . t n l c k I 3 a P P P r u . . . . e e b 1 k 2 3 1 p I n a m i k n u a s n m r a a e s P w a a K w n a a n K d a : g n n n a n a a t a h g u b l a n a a m m e b u e r g K m e n e e a P y g a P d n e a y i a P d d u ) i 9 B d ) u 0 1 B
6 3 e p t a i t s u h p a t m a s u r u n P a n h a o d t n n o c t r e a e p p u n b a a n K u a g t n o n a k a b u t a b m I m e a a P d c e . a 2 p K
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I n i a d a n r a a t h i a l e a y a m n m s c e e p u s K u n h h a k u d r , l i s n a u e a t m S i i l i k a g n b o a u t a m d h r p u e e o r p n , a a M n i g a n g i n n a r r k u a u a g P s g n a n n a r i e b / p l t s a m a i p a e t i u P n a r n b . a a 3 s a s k
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
i i d g i r s i a a r o n P , r g a i l , a o o b b m B s m a i , n b s a i a r g n t o p t m K n , a u A u o , l m M u i a b k s , l r u i a i g o m i a T r P r a , e , u p P i , a n n g i u a n S i s a g n u , i n a p a S m e e u r o b M o n T m t , T , a u e , o g a n n n u t a b e m b m a o P a c m l n e e i . a 4 K L S T
0 3 0 2 5 2 0 2 4 2 0 2 0 2 0 2 9 1 0 2 5 1 0 2 4 1 0 2
3 1 0 2
4 1 0 2 2 1 0 0 1 2 0 2
1 1 0 2
0 1 0 2
A N A S K A L E P I S N A T S N I
N A A N A D N E P R E B M U S
U P n i D , b u h r e P n i D , g a d n i n i D
m u m U n a a j r e k e P s a n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
, , u g u s , i n n i u u a a k g S u S n , d a e n n a p r i e e u I o a M p t S n a m , T A , i a n u m K n c n t a o a r O e u a T a L b K , l s i o e a m S b N r d a i A p i L m s D & a o i o r n g r i n N a g a i a P T n A l , a m o T , r r s B o a A a n I , b s a a b G r g m n n b i T o i s E a t p a K i a n a u m K d o A e , m M i y , l u k n , a i u e u s g i m i a b P r r l r a a o . e 5 p P P T
A M A T U M A R G O R P
O N
U P n i D , b u h r e P n i D , g a d n i n i D
t n e m e l t t e s e r / n a m i k u m r e p n a t a k g k n d u i n u e d P n . e 1 p
s i g e t a r t S n a s a w a K n a d u j u w r e P
a n a r a s n a f d i t k h u a y d a o l r i p w r i m u t o k n u o r k t s e a r n f a n t i a i n a g t e a k k g g n n j i a n n e u P n . 2 e p
a n t o a i g K h a i r a n t n i a P r s n a e e m t w e a p a p K t u a n b s a a g u K p n a i a n a b m g a n a e b . y g g e l n i s a n e e o p t g P i r n u o a ) P a M 1 d
U P n i D , b u h r e P n i D , g a d n i n i D
U P n i D , b u h r e P n i D , g a d n i n i D , r a p , d u b , n e s , a r o p s i D
U U U P P P n i n i n i D D D , b , b , b u h u h u h r r r e e e P P P n i n i n i D , D , D , g g g a d a d a d n i n i n i n i n i n i D D D
U P n i D , b u h r e P n i D , g a d n i n i D
U P n i D , b u h r e P n i D , g a d n i n i D
U P n i D , b u h r e P n i D , g a d n i n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I n a i n a n t r a l e n u p i a g s d g g k n n k u j i u d a l b s o a u t r n a u t p a p i n s d i e n a o t r p a w i n r m n a a a o e n y p k s a a r l n n n a e a a a s p g g g n n n n n a a a a a n b t t b b a a m a h m e m k k g e g a e n g g g i n t i n n n n i n r e e e n e e e P P P P P m . e . . 3 . 4 . 3 p 1 2 n a t a o u a s k p K u n a u a n S r s a e n a . s ( t g m i a a n a n n r b a a a w t a t o r d g t a l a e u s u e p i o K e j g M i i S n S i n l e i a i p d g g i i n i g g n r n g u n t r e i a a a s b a a a b P a d P p n m w n i g u l b n e a a n e t g i k u n a t , k n l a o e s K u a p ) e , p a u P o d u u r l r n w g o e a a b a ) 2 A T p k P K
n a t a m a c e k r a t n a a m a s a j r e k n n e t a a g p n u a b b a m k e r g a t n e n a P n . d a 5
U U P P n n i i D D , b , b u h u h r r e e P P n i n i D , D , g g a d a d n i n i n i n i D D
U P n i D , b u h r e P n i D , g a d n i n i D
U P n i D , b u h r e P n i D , g a d n i n i D
U P n i D , b u h r e P n i D , g a d n i n i D
a n , u N t a a / L a n B a n , a d b a d n a t K a s e / v w p a o r S m P i a s s D t a a B s j r P e e A n v k I
n a s a w a k l i a t e d a n a c n e r n a n u s n u a y t i l n e o P p o r . g 6 a
n a l u g g n u s a t i d o m o k n a g n a b m e g n e P . 1
n a t n a a i a n s g a a e c t r k i a n a s g t b e k r n n u j R e a a / d P k n a n o e d u n r u t m p n a a n a s a s p a r e p u I t a a j b w n r a n a a e e a k s n k K a c r r n n n a a e n a a t s f n g R a g i g n t a n n n n a k a t a n t a a b u b b a d a a k d u m m m o g r e e n b n i p e g i g a m g t n n e n e m n e a e e P P o P P P m i n a s o . e c . k . . k 2 3 e 4 k 5 A
g n i l n o s o a j t a e u u o n S n w d o a a n a a M s K a a s n i - p a d l r s o w a e B w n P a T a a i w e S K t K t r K a a a a n g K o p n K h a a P u u g u n B S t i b n a a k u a ) K a K a y n d y b g M , n a n n n m n r d e a T e a a a K p b t u ( s s i g i i n k a a n t a e m i r u t e g d a a a e s P b n b r b g n r n m b e e a a e ) a e 3 P s P M L P d
r u t k u r t s a r f n i n a t a k g n i n e P . 6