LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Project Work I diajukan untuk memenuhi persyaratan akademis pada jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta
Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
(Achmad Nadjam, ST, MT.)
(Ir. Endang Khamdari, MT)
Dosen Pembimbing III
(Budi Damianto, ST, M.Si)
1
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan kasih Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Project Work I yakni Perencanaan Jalan Perkotaan. Laporan ini merupakan bentuk tanggung jawab dari pembelajaran yang telah kami laksanakan dan juga sebagai seba gai bukti tertulis untuk tugas Project Work I yang d iberikan. Pada Project Work I Perencanaan jalan perkotaan ini, kami merencanakan jalan perkotaan dalam segi konstruksinya saja bukan dalam segi aspek biaya. Laporan ini mencakup perencanaan alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal, perencanaan perkerasan jalan, perencanaan drainase, dan perencanaan utilitas. Kami mengucapkan terima terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini sehingga dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kami sebagai penyusun laporan mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini. 2. Orang tua kami atas dukungan moril, spiritual, dan material. 3. Bapak Achmad Nadjam,ST,MT, Ibu Ir. Endang Khamdari,MT dan bapak Budi Damianto, ST,M.Si selaku pembimbing perencanaan jalan yang telah memberi arahan dan materinya. 4. Rekan kelompok yang telah bekerja sama dengan baik. Dengan tersusun laporan ini kami berharap dapat memberikan manfaat bagi para pembaca khususnya bagi kami selaku penyusun laporan dan umumnya bagi semua kalangan masyarakat. Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk ketidaksempurnaan laporan ini.
Depok, September 2012
Penyusun
2
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan kasih Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Project Work I yakni Perencanaan Jalan Perkotaan. Laporan ini merupakan bentuk tanggung jawab dari pembelajaran yang telah kami laksanakan dan juga sebagai seba gai bukti tertulis untuk tugas Project Work I yang d iberikan. Pada Project Work I Perencanaan jalan perkotaan ini, kami merencanakan jalan perkotaan dalam segi konstruksinya saja bukan dalam segi aspek biaya. Laporan ini mencakup perencanaan alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal, perencanaan perkerasan jalan, perencanaan drainase, dan perencanaan utilitas. Kami mengucapkan terima terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini sehingga dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kami sebagai penyusun laporan mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini. 2. Orang tua kami atas dukungan moril, spiritual, dan material. 3. Bapak Achmad Nadjam,ST,MT, Ibu Ir. Endang Khamdari,MT dan bapak Budi Damianto, ST,M.Si selaku pembimbing perencanaan jalan yang telah memberi arahan dan materinya. 4. Rekan kelompok yang telah bekerja sama dengan baik. Dengan tersusun laporan ini kami berharap dapat memberikan manfaat bagi para pembaca khususnya bagi kami selaku penyusun laporan dan umumnya bagi semua kalangan masyarakat. Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk ketidaksempurnaan laporan ini.
Depok, September 2012
Penyusun
2
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
…..
1.1
Latar Belakang ............................................ ....................
1.2
Tujuan Penulisan ………………………………………….. …………………………………………..
1.3
Rumusan masalah...................................................... .....
…..
6
1.4
Metode Penulisan..................................................... ........
…..
6
1.5
Sistematika Penulisan .............................................. .......
…..
6
BAB IV
5
DASAR TEORI MENENTUKAN KLASIFIKASI JALAN
Data Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan .......................... .... BAB III
5
8-9
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
Dasar Teori .......................................... .......................................
10
Alinyemen Horizontal ................................................ ................
15 - 42
Alinyemen Vertikal ........................................... ......................
43 - 57
Galian dan Timbunan ........................................ ......................
58 - 64
PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
Perhitungan Tebal Perkerasan
………………………………….. ……………………………… …..
65 – 78 78
Perhitungan Penulangan………………………………………...
79 – 81 81
3
BAB V
PERENCANAAN DRAINASE
Perhitungan Drainase jalan
………………………………………
Perhitungan Dimensi saluran
BAB VI
………………………………………
95-106
Perhitungan Gorong-gorong ……………………………………..
106-108
Perhitungan Pematah arus ……………………………………….
108-109
BANGUNAN PELENGKAP JALAN
Jenis- jenis Bangunannya………………………………………… BAB VII
82 - 95
110-122
PENUTUP
K esimpulan ………………………………………………………
123
Saran ……………………………………………………………..
124
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
125
LAMPIRAN.............. ……………………………………………………….
126-151
4
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Salah satu cara dari terciptanya suatu peluang kesempatan kerja terjadi karena pendidikan, pendidikan inilah yang melatarbelakangi suatu kegiatan belajar mengajar serta transfer ilmu. Pendidikan tidak akan berjalan maksimum apabila proses belajar mengajar hanya diruangan saja, oleh karena itu diperlukan peran serta aktif mahasiswa untuk bersosialisasi kedalam masyarakat ataupun pengaplikasian dilapangan pekerjaan yang sesunguhnya itu semua hanya membandingkan ilmu teori yang sudah didapat dengan penerapan ilmu di lapangan pekerjaan. Dengan mengacu pada proses ini maka pada semester V ini mahasiswa diberikan tugas untuk mengerjakan Proj ect Work sesuai dengan program studi yang dipilihannya. Pelaksanaan projeck work 1 merupakan pekerjaan perencanaan dari segi konstruksi atau perencanaan segi fisiknya saja, tidak termasuk perencanaan biaya. Projeck work 1 dimulai dari pencarian data-data yang diperlukan sesuai dengan projeck work yang dipilihnya, setelah datadata yang diperlukan itu didapatkan barulah dapat dilakukan perencanaan. Pencarian data dilakukan sendiri oleh mahasiswa dengan dibimbing oleh dosen pembimbing. Pekerjaan yang dilaksanakan pada projeck work 1 ini adalah pekerjaan perencanaan jalan perkotaan dengan klasifikasi jalan Arteri Primer kelas 1 (Jalan Utama), Tipe Jalan 4 Lajur 2 arah terbagi (4/2 D) dengan lebar median 2,5 m , kecepatan rencana 80 km/jam , Rmin 150 m, Rmax 300 m, Lebar trotoar 1,50 m , Lebar bahu luar 1 m, Lereng melintang jalan 2%
dan lereng melintang bahu 3% . 1.2
Tujuan Penulisan
Tujuan perencanaan yang ingin dicapai dari PROJECT WORK 1 ini adalah mahasiswa diharapkan mampu mengolah, menganalisa, dan memberikan solusi terhadap permasalahan baik yang timbul dari data yang diperolehnya di lapangan dengan ilmu yang telah diberikan di kelas agar menjadi sebuah perencanaan yang baik.
5
1.3
Rumusan Masalah
Perencanaan yang dibahas pada laporan ini adalah mengenai perencanaan mulai dari : a. Perencanaan layout, b. perencanaan geometrik jalan, c. perencanaan tebal perkerasan jalan, d. perencanaan drainase jalan, e. utilitas bangunan yang dibutuhkan. 1.4
Metode Penulisan
Dalam penulisan dan pelaksanaan pekerjaan Project Work I ini dilakukan dengan berbagai macam metode, diantaranya : 1. Asistensi 2. Studi Pustaka 1.5
Sistematika Penulisan
Dalam pembuatan Laporan Project Work I ini dibuat dengan sistematika sebagai berikut : I.
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
1.2
Tujuan Penulisan
1.3
Rumusan Masalah
1.4
Metode Penulisan
1.5
Sistematika Penulisan
6
II.
III.
ISI 2.1
Data Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan
2.2
Perhitungan Alinyemen
2.3
Galian dan Timbunan
2.4
Perencanaan Perkerasan Jalan Raya
2.5
Perhitungan Tebal Perkerasan
2.6
Perhitungan Drainase Jalan Raya
2.7
Perencanaan Utilitas
PENUTUP 3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
7
BAB II MENENTUKAN KLASIFIKASI JALAN
ACUAN
: RSNI Geometri Jalan Perkotaan tahun 2004
JALAN PERKOTAAN
DATA PERKIRAAN SEBAGAI ACUAN PENETAPAN RENCANA JALAN
KLASIFIKASI JALAN:
1. Jalan Arteri Primer (Jalan Utama), Kelas I Jalan merupakan jalan raya yang melayani lalu lintas yang tinggi antara kota-kota penting, sehingga harus direncanakan dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. 2. Jalan 4 lajur 2 arah terbagi Mempertimbangkan perkiraan LHR yang ada, maka jalan dibuat 4/2 D, mengacu pada RSNI table 3 yaitu ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk jalan perkotaan satu arah dan terbagi. Arus lalu lintas yang kita rencanakan 167 kend/jam maka tipe jalan yang direncanakan adalah tipe jalan 4/2D karena arus lalu lintas per lajur > 1.050. 3. Kecepatan rencana = 80 km/jam Karena daerah disekitar jalan yang akan dibangun padat penduduk dan banyak bangunan sosial, ataupun pertokoan, maka kecepatan ini yang dapat ditempuh oleh kendaraan. 4. Lebar rencana: a.
Lajur Lalu Lintas
: 3.5 m/lajur (RSNI Bab 5.6.3) kemiringan melintang 2% (RSNI Bab 5.6.5)
b. Bahu Jalan
: 1 m (RSNI Bab 5.6.3) kemiringan melintang 4% (RSNI Bab 5.6.6)
c.
Median
:2m
d. Trotoar
: 1.5 m (RSNI Bab 5.6.12)
e. Lebar Tepian
: 0,25 m
8
Gambar 2.1 Potongan melintang perencanaan jalan
9
BAB III PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
Umum
Perencanaan geometrik adalah merupakan bagian dari perencanaan jalan keseluruhan. Ditinjau secara keseluruhan perencanaan geometrik harus dapat menjamin keselamatan maupun kenyamanan dari pemakai jalan. Untuk dapat menghasilkan suatu rencana jalan yang baik dan mendekati keadaan yang sebenarnya diperlukan suatu data dasar yang baik pula. Perencanaan geometrik jalan juga merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimal pada arus lalu-lintas. Jadi tujuan dari perencanaann geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman dan efisien pelayanan arus lalu lintas serta memaksimalkan biaya pelaksananaan ruang, bentuk dan ukuran. Jalan dapat dikatakan baik apabila dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan. Secara geometrik, perencanaan jalan dibagi menjadi 2, yaitu perencanaan alinyemen horisontal dan alinyemen vertikal. Alinyemen horizontal atau trase suatu jalan adalah garis
proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta, yang biasa disebut tikungan atau belokan. Sedangkan Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal melalui sumbu jalan dengan bidang permukan pengerasan jalan, yang biasa disebut puncak tanjakan dan lembah turunan (jalan turun). Geometrik jalan yang didesain dengan mempetimbangkan masalah keselamatan dan mobilitas yang mempunyai kepentingan yang saling bertentangan, oleh karena itu kedua pertimbangan tersebut harus diseimbangkan. Mobilitas yang dipertimbangkan tidak saja menyangkut mobilitas kendaraan bermotor tetapi juga mobilitas kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki.
10
KOORDINAT DAN SUDUT
Menghitung Jarak Titik Koordinat
Berdasarkan titik koordinat yang diketahui dari peta kontur, dapat dihitung jarak antar titik rencana jalan.
Gambar 3.1. Rencana jalan awal pada kontur
11
Menghitung jarak titik koordinat
Koordinat titik ( Peta) :
A ( -100 ; -180 ) B ( 300 ; 320 ) C ( 1300 ; 340 ) D ( 1500 ; -560 ) E ( 1000 ;-80 0 )
Data yang diketahui: Titik A B C D
X -100 300 1300 1500
Y -180 320 340 -560
E
1000
-800
Panjang Garis A – B : AB =
= 640 m Panjang Garis B – C : BC =
= 1000,19 m Panjang Garis C- D : CD =
12
= 921,95 m
Panjang Garis D - E : DE =
= 554,62 m
Tabel 1.1. Tabel Azimuth Rencana Jalan
KOORDINAT TITIK
X
Y
A
-100
-180
B
C
D
E
300
1300
1500
1000
Arc tg x' / y' Azimuth (⁰) (⁰)
X'
Y'
JARAK (m)
400
500
640
38,66
38,66
1000
20
1000
88,85
88,85
50 (FC )
200
-900
922
-12,53
167,47
79 ( SS )
-500
-240
560
90,36
90,36
77 ( SCS )
∆ (⁰)
320
340
-560
-800
13
Gambar 3.2. Trase Jalan
14
PERHITUNGAN ALINYEMEN 1. ALINYEMEN HORIZONTAL
Ditinjau secara keseluruhan, penetapan alinyemen horizontal harus dapat menjamin keselamatan maupun kenyamanan bagi pemakai jalan. Untuk mencapai tujuan ini antara lain perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Sebaiknya menghindari broken back, artinya tikungan searah yang hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.
Pada bagian yang relatif lurus dan panjang, tidak boleh terdapat tikungan yang tajam yang akan mengejutkan pengemudi.
Sebaiknya jangan sampai menggunakan radius minimum, sebab jalan tersebut akan sulit mengikuti perkembangan-perkembangan mendatang.
Apabila menghadapi tikungan dengan lengkung majemuk harus diusahakan agar R1 > 1,5 R2.
Pada tikungan berbentuk S maka panjang bagian tangen diantara kedua tikungan harus cukup untuk memberikan rounding pada ujung-ujung tepi perkerasan.
Pemilihan jenis tikungan bisa berdasarkan pada besarnya jari-jari dan sudut tikungan. Tikungan full circle dipilih jika sudut tikungannya kecil (jari-jari besar), tikungan spiralspiral dipilih jika sudut tikungan besar (jari-jari kecil), yaitu lebih dari 90° . tikungan spiral circle spiral jika sudut tikungan cukup besar, yaitu kurang dari dari 90° (tikungan scs ada diantara fc dan ss) .
15
Bagan alir perencanaan alinyemen horizontal
16
I.
Tikungan I ( Full Circle ), Titik B
Pada tikungan ABC ini menggunakan tikungan FC dikarenakan sudut yang terbentuk antara kedua tangent lebih efisien untuk digunakan di tikungan tersebut, jari-jari yang digunakan di tikungan menggunakan Rmin yang dimana miring pada tikungan tidak perlu karena untuk memberi kenyamanan pada pengemudi Berdasarkan tabel hubungan antara kecepatan rencana dengan jari-jari minimum dan jari jari dimana kemiringan jalan tidak dibutuhkan, maka didapat jari-jari yang digunakan adalah sebesar 1100 m dan jari-jari minimum sebesar 900 m. Kemiringan jalan tetap dibutuhkan (tetap menggunakan superelevasi) karena R yang digunakan masih dibawah 1600 m. Berdasarkan tabel hubungan antara kecepatan rencana dengan jari-jari tikungan yang tidak membutuhkan lengkung peralihan.
Tabel 1.2. Jari-jari minimal
VR (km/jam)
120
100
80
60
50
40
30
20
R min (m)
2500
1500
900
500
350
250
130
60
Tabel 1.3. Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan superelevasi
Kecepatan rencana (km/jam)
Jari-jari minimum (m)
Rmin dimana superelevasi tidak diperlukan (m)
120 100 80 60 40 30
2000 1500 1100 700 300 180
3000 2300 1600 1000 420 240
17
Data – data yang direncanakan :
V rencana
= 80 km/jam
Lebar perkerasan
= 2 x 3,5
R rencana
= 1100 m*
R min
= 900 m
Sudut ∆
= 50º
Gambar 3.3. Lengkung Full Circle ( FC )
18
DIAGRAM SUPERELEVASI D
=
=
=
D max
e
=
= =
1,302 m
=
=
=
1,6 m
* + * – + x
x
0,0965 = 9,65 % ≈ 10 %
(Nilai e diambil sebesar 0,1 dari per atur an un tuk jal an per kotaan) max
19
Gambar 3.4. Pencapaian kemiringan superelevasi pada tikungan Full Circle
20
Tt =
=
1100 tan
=
12,9 m ≈ 513 m
L=
= =
R tan
x 2 x π x R
x 2 x π x 1100
960 m
Lengkung peralihan fiktif
= 3,5 x *200 x (0,097 + 0,02) = 81,9 m
” Landai relatif maksimum antara tepi perkerasan ” yang didapat dari tabel hubungannya
dengan kecepatan rencana.
Tabel 1.4. Kelandaian Relatif
Kec. Rencana (km/jam)
60
80
100
120
Landai relatif
1 : 160
1 : 200
1 : 240
1 : 280
Perhitungan Kebebasan Samping
Tikungan I ( Full Circle ) R rencana
=
960 m
R min
=
210 m
Δ
=
50º
21
VR
=
80 km/jam
Jarak pandangan menyiap
S
=
550 m
L
=
960 m
S
θ
= =
= 25 ° M
= R (1-cosθ) + ½ (S-L)sinθ = 1100 (1-cos 25) + ½ (550-960)sin 25° = 16,46 m
Jarak pandangan henti
S
= 120 m
L
= 960 m
S
θ
= 90º S
π . R = 90 . 120
π . 1100 = 3,125º M
=R
1 – cos
90 . S
π . R = 1100 ( 1 – cos 3,125 º) 22
= 0,000013 m Lebar Perkerasan pada tikungan I ( FC ) Akibat offtracking
b′′
= R – √ R – P 2
2
2
= 1100 – √ 1100
– 6,12
= 0,016 m.
b’
= 2,4 m
Akibat jarak as ke bumper depan
TD
= √ R 2 + A2 . ( 2 . P + A ) – R
TD
= √ 11002 + 1,22 . ( 2 . 6,1 + 1,2 ) – 1100 = 0,0087 m
Akibat pergeseran
Z
= 0,105 . VR
√ R 2 = 0,105 . 80
√ 11002 = 0,0076 m Lebar perkerasan ditikungan
B
= n ( b′′ + b + c ) + ( n – 1 ) Td + Z = 2 ( 0,016 + 2,4 + 0,8 ) + ( 2 – 1 ) 0,0087 + 0,0076 = 6,516 m
23
Karena besar pelebaran perkerasan adalah 6,516 m lebih kecil dari lebar perkerasan jalan rencana, yaitu ( 2 x 3,5 ) = 7,0 m, maka tidak perlu diperlebar, jadi jalan ditikungan dengan lebar perkerasan 7,0 m. II. Tikungan 2 (Spiral-spiral), Titik C
Bagan alir perencananan tikungan S – S
24
Diketahui : Berdasarkan tabel R min = 210 m, diambil R = 250 m
Tabel 1.5. jari-jari minimum
VR (km/jam)
120
100
90
80
60
50
40
30
R min (m)
600
370
280
210
115
80
50
30
Δ
= 79°
ϴs
=½xΔ = ½ x 79° =39,5°
D Ls
=
=
=
m
Dari tabel (buku shirley,hal 100-101) berdasarkan nilai ϴs didapatkan :
p’
= 0,0641694
k’
= 0,4911480
P
= p’ x Ls
= 0,0641694 x 345 m = 22,14 m
K
= k’ x Ls
= 0,4911480 x 345 m = 169,45 m
Ts
= (R+P) tan ½ Δ + k = (250 m + 22,14 m ) tan 39,5° + 169,45 m = 394 m
25
Es
= =
= 103 m
Ls total
= 2 X Ls = 2 x 345 m = 690 m
Gambar 3.5.Lengkung Spiral – Spiral
26
Lebar Perkerasan pada tikungan SS
R rencana
= 250 m
Δ
= 79 º
VR
= 80 km/jam
Jarak antara as kendaraan ( P )
= 6,1 m
Jarak antara as sampai bumper depan kendaraan ( A )
= 1,2 m
Jumlah lajur (n)
=2
Lebar kendaraan ( b )
= 2,4 m
Kebebasan samping kendaraan ( c )
= 0,8 m
Lebar Perkerasan Akibat offtracking
b′′
= R – √ R – P 2
2
= 250 – √ 250
2
– 6,12
= 0,074 m. Akibat jarak as ke bumper depan
TD
= √ R 2 + A2 . ( 2 . P + A ) – R
TD
= √ 2502 + 1,22 . ( 2 . 6,1 + 1,2 ) – 250 = 0,038 m
Akibat pergeseran
Z
=
=
√
27
= 0,034 m Lebar perkerasan ditikungan
B
= n ( b′′ + b + c ) + ( n – 1 ) Td + Z = 2 ( 0,704 + 2,4 + 0,8 ) + ( 2 – 1 ) 0,038 + 0,0304 = 7,8764 m
Karena besar pelebaran perkerasan adalah 7,8764 m lebih besar dari lebarperkerasan jalan rencana yaitu (2 x 3,5 m = 7m ) . maka jalan perlu diperlebar pada tikungan. Jadi lebar perkerasan pada tikungan adalah 8 m. Perhitungan Kebebasan Samping
Vr
= 80 km/jam
Rd
= 250 m
Jh minimum
= 120 m ,berdasarkan TPGJAK 1997 hal 21
Jd
= 550 m , berdasarkan TPGJAK 1997 hal 22
W ( lebar perkerasan )
= 2 x 3,5 = 7 m
Kebebasan samping yang tersedia
Eo = 0,5 (lebar daerah pengawasan – lebar perkerasan) Eo = 0,5 ( 120 – 7 ) = 56,5 m
Berdasarkan jarak pandang henti
Jh = 0,694 Vr 0,004 *Vd² ∕(ƒ)+ 2
Jh = 0,694 ( 80 ) + 0,004 [ (80) /0.55 ] = 102,06 m ~ 103 m
28
Kebebasan samping yang diperlukan
Jh = 120 m Lt = 690 m
R’ = Rd -
= 250 - = 248,25 m
Karena Jh < Lt dapat digunakan rumus : E= E=
E = 7,22 m
Nilai E = 7,22 m < Eo = 56,5 m , maka daerah kebebasan samping yang tersedia mencukupi, sehingga tidak diperlukan rambu dilarang menyiap.
DIAGRAM SUPER ELEVASI
= = 5,729 6
= = 6,82 7
= = 9,79% = 10 % 29
Gambar 3.6. Pencapaian kemiringan superelevasi pada tikungan Spiral – Spiral
30
III. Tikungan 3 ( Spiral – Circle – Spiral ) , Titik D
Lengkung spiral pada tikungan jenis S-C-S ini adalah peralihan dari bagian tangen ke bagian tikungan dengan panjangnya diperhitungkan perubahan gaya sentrifugal.Adapun jari-jari yang diambil adalah sesuai dengan kecepatan rencana yang ada pada daftar I perencanaan geometrik jalan raya.
VR (km/jam)
120
100
90
80
60
50
40
30
R min (m)
600
370
280
210
115
80
50
30
Keuntungan : Memungkinkan pengemudi dengan mudah mengikuti lajur yang telah disediakan
untuknya tanpa melintasi lajur lain yang berdampingan Mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke kemiringan sebesar super
elevasi yang telah diperhitungkan secara berangsur-angsur sesuai dengan gaya sentrifugal yang timbul Peralihan secara teratur dalam mengadakan pelebaran perkerasan yang diperlukan
pada tikungan.
31
Notasi:
Xs = Absis titik SC pada garis tangen, yaitu jarak dari titik TS ke proyeksi
SC pada garis tangen
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tang en
Ls = Panjang lengkung peralihan (panjang lengkung dari TS ke SC atau
dari SC ke ST
Lc = Panjang busur lingkaran dari SC ke CS
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
TS = Titik yang menunjukkan perubahan dari tangen ke spiral
SC = Titik yang menunjukkan perubahan dari piral ke circle
CS = Titik yang menunjukkan perubahan dari circle ke spiral
ST = Titik yang menunjukkan perubahan dari spiral ke tangen
Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran
qs = Sudut lengkung spiral
R, Rc = Jari-jari circle
p = Pergeseran tangen terhadap spiral k = Absis dari p pada garis tangen spiral.
32
Bagan alir perencananaan tikungan S – C – S
33
Diketahui : VR
= 80 km/jam
R min
= 210 m
R c
= 250 m > Rmin
Δ
= 77
0
Menghitung Elemen Tikungan
Dari table Ls2 untuk V = 80 km/jam, didapat Ls = 70 m dan e = 0.076 menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997, diambil nilai yang terbesar dari tiga persamaan di bawah ini :
Ls =
m
Ls = 0,022
Ls =
VR =
Diambil yang terbesar Ls min = 66,67 m Ls ada = 70 m > Ls min 66,67 m
Xs =
Ys =
Θs =
p =
k =
34
Ts = Es =
Lc =
> 20 m
L total = Lc + 2 Ls = 266 m + 2 (70) = 406 m
Gambar 3.7. Lengkung Spiral – Circle - Spiral
35
Perhitungan Super Elevasi
Gambar 3.8. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan SCS
=
= 5,729
=
= 6,82
– =
= 0,097 = 9,7 % = 10 %
36
Gambar 3.9. Pencapaian kemiringan superelevasi pada tikungan Spiral – Circle – Spiral
Perhitungan Lebar Perkerasan Pada Tikungan
R rencana
= 250 m
R min
= 210 m
Δ
= 77 º
VR
= 80 km/jam
Jarak antara as kendaraan ( P )
= 6,5 m
Jarak antara as sampai bumper depan kendaraan ( A )
= 1,5 m
n
=2
Lebar kendaraan ( b )
= 2,5 m
Akibat offtracking
b′′
= R – √ R – P 2
2
2
= 250 – √ 250
– 6,52 37
= 0,084 m. Akibat jarak as ke bumper depan
TD
= √ R 2 + A . ( 2 . P + A ) – R
TD
= √ 2502 + 1,5 . ( 2 . 6,5 + 1,5 ) – 250 = 0,065 m
Akibat pergeseran
Z
=
=
√
= 0,034 m Lebar perkerasan ditikungan
B
= n ( b′′ + b + c ) + ( n – 1 ) Td + Z = 2 ( 0,084 + 2,5 + 0,8 ) + ( 4 – 1 ) 0,065 + 0,034 = 7,8764 m
Karena besar pelebaran perkerasan adalah 7,8764 m lebih besar dari lebar perkerasan jalan rencana yaitu (2 x 3,5 m = 7m ) . maka jalan perlu diperlebar pada tikungan. Jadi lebar perkerasan pada tikungan adalah 8 m.
38
Perhitungan Kebebasan Samping
Vr
= 80 km/jam
Rd
= 250 m
Jh minimum
= 120 m ,berdasarkan TPGJAK 1997 hal 21
Jd
= 550 m , berdasarkan TPGJAK 1997 hal 22
W ( lebar perkerasan )
= 2 x 3,5 = 7 m
Kebebasan samping yang tersedia
Eo = 0,5 (lebar daerah pengawasan – lebar perkerasan) Eo = 0,5 ( 120 – 7 ) = 56,5 m Berdasarkan jarak pandang henti
Jh = 0,694 Vr + 0,004 [Vd² ∕(ƒ)] 2
Jh = 0,694 ( 80 ) + 0,004 [ (80) /0.55 ] = 102,06 m ~ 103 m Kebebasan samping yang diperlukan
Jh = 120 m Lt = 406 m
R’ = Rd -
= 250 - = 248,25 m Karena Jh < Lt dapat digunakan rumus : E= E=
E = 7,22 m
Nilai E = 7,22 m < Eo = 56,5 m , maka daerah kebebasan samping yang tersedia mencukupi, sehingga tidak diperlukan rambu dilarang menyiap.
39
Gambar 3.10 Jarak pandangan pada lengkung horizontal untuk Jh < Lt
Gambar 3.11 Gabungan 3 lengkung horizontal
40
PERHITUNGAN STA JALAN DAN PANJANG JALAN
Titik A A – TC
0+000 = Awal + (Jarak AB – TC) = 0 + 640 m - 513 m = 127 m
CT
= TC + LC
1+087
= 127 m + 960 m = 1087 m TS1
= CT + (Jarak dari CT – TS1)
1+180
= CT + (Jarak BC – TC – TS1) = 1087 m + ( 1000 m – 513 m – 394 m) = 1180 m ST1
= TS1 + LS1
1+1870
= 1180 m + 690 m = 1870 m TS2
= ST1 + (Jarak dari ST1 – TS2)
2+163
= ST1 + (Jarak CD – TS1 – TS2) = 1870 m + ( 922 m – 394 m – 235 m) = 2163 m ST2
= TS2 + LS2
2+569
= 2163 m + 406 m
41
= 2569 m Akhir
= ST2 + (Jarak ST2 – E)
2+894
= ST2 + (DE – TS2) = 2569 m + (560 m – 235 m) = 2894 m Jadi panjang Trase jalan yang direncanakan dari titik A – E = 2894 m
42
2. ALINYEMEN VERTIKAL
Menurut Sukirman (1999), alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 jalur 2 arah, atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Alinyemen vertikal disebut juga penampang memanjan g jalan, yang terdiri dari garisgaris lurus dan garis-garis lengkung. Merencanakan penampang jalan merupakan salah satu bagian dari perencanaan geometrik jalan. Tentu saja dituntut dengan persyaratan aman dan ekonomis. Selain itu, perencanaan alinyemen vertikal harus selalu mempertimbangkan kondisi lapisan tanah dasar, tinggi muka air banjir, tinggi muka air tanah, fungsi jalan, kelandaian, dan keadaan medan. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan alinyemen vertikal (penampang memanjang) suatu jalan raya adalah sebagai berikut: a. Kondisi tanah dasar b. Keadaan medan c. Fungsi jalan d. Muka air banjir e. Muka air tanah f. Kelandaian yang masih memungkinkan Pada alinyemen vertikal tentu saja terdapat tanjakan dan turunan. Tanjakan dan turunan ini membentuk lengkung vertikal cekung dan lengkung vertikal cembung. Lengkung cembung : “titik potong kelandaian berada di atas lengkung”
Gambar L engku ng Cembung
43
Lengkung cekung : “titik potong kelandaian berada di bawah lengkung”
Gambar L engku ng Cekun g
Alinyemen vertikal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung ; Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian lurus dapat berupa landai positif (tanjakan),
atau landai negatif (turunan), atau landai nol (datar). Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung cembung; Kemungkinan pelaksanaan pembangunan secara bertahap harus dipertimbangkan, misalnya peningkatan perkerasan, penambahan lajur, dan dapat dilaksanakan dengan biaya yang efisien. Sekalipun demikian, perubahan alinyemen vertikal dimasa yang akan datang sebaiknya dihindarkan.
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan kelandaian, dengan tujuan : 1. mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan 2. menyediakan jarak pandang henti
Pembatasan kelandaian (maksimum) dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa harus kehilangan kecepatan yang berarti.
Tabel 1.6. Kelandaian maksimum yang diijinkan untuk jalan arteri perkotaan. V (km/h) R
Kelandaian maksimum (%)
100
90
80
70
60
50
5
5
6
6
7
8
44
Panjang Kritis suatu tanjakan sesuai dengan kelandaian dan kecepatan rencana
Tabel 1.7. Panjang kritis (m)
Kelandaian (%)
Kecepatan pada awal tanjakan (km/jam)
4
5
6
7
8
9
10
80
630
460
360
270
230
230
200
60
320
210
160
120
110
90
80
Jarak pandang henti minimum harus selalu diberikan pada setiap bagian jalan.
Jarak pandang henti minimum dinyatakan pada tabel II.5. Tabel 1.8. Jarak pandang henti minimum Kecepatan Rencana (km/jam) 100 80 60 50 40 30 20
Standar Jarak Pandang Henti Minimum Vertikal (m) 165 110 75 55 40 30 20
45
Pada perencanaan terdapat 4 lengkung vertikal, terdiri dari 2 lengkung vertikal cembung dan 2 lengkung vertikal cekung. Tabel 1.9. Tabel Data Lengkung Vertikal TITIK
STA
ELEVASI
AWAL
0+00
54
1
7+74,91
60
2 3 4 5
13+50 20+09,59 25+00 29+00
Δt
JARAK
KELANDAIAN
LENGKUNG
6
774,91
0,77
CEMBUNG
4,37
575,09
0,76
CEKUNG
5,37
659,59
0,81
CEMBUNG
0
490,41
0
CEKUNG
3,4
400
0,85
JARAK PANDANGAN HENTI (120 m)
Lv (m)
S > Lv
48
S > Lv
48
S > Lv
48
S > Lv
48
55,63 61 61 64,4
Gambar 3.10. Potongan Memanjang
46
Lengkung Vertikal 1 (Cembung)
0,77 %
-0,76 %
Gambar 3.11. Lengkung 1
Lv g1 g2 A
= 7+51 - 7+99 48 m = 0,77 % = - 0,76 % = g1 – g2 = 0,77 – (-0,76) = 1,53
Ev
= =
= 0,0918 m Y
= = =
PLV terletak pada STA 7+74,91 – ½ Lv = 7+74,91 – (½ x 48 m) = 7+50,91 PTV terletak pada STA 7+74,91 + ½ Lv = 7+74,91 + (½ x 48 m) = 7+98,91 47
Menentukan Elevasi Elevasi pada PLV
Elevasi pada PTV
= elevasi PVI - (g1 x Lv/2) = +60,00 - (0,77 % x 48 m/2) = +60,00 - 0,1848 = +59,81 = elevasi PVI + (- 0,76 % x 48 m/2) = +60,00 + ( -0,18) = + 59,8
STA lengkun g dibuat per per 6 m
Stasiun
Elevasi
Sta 7+56,91
Elevasi PVI – (s (s x (d sta – PVI) PVI) - Y +60,00 – (0,77 (0,77 % x (d sta – PVI) PVI) – +60,00 – (0,77 (0,77 % x 18 ) –
+59,85 Sta 7+62,91
Elevasi PVI – (s (s x (d sta – PVI) PVI) - Y +60,00 – (0,77 (0,77 % x (d sta – PVI) PVI) –
+60,00 – (0,77 (0,77 % x 12 ) – +59,88 Sta 7+68,91
Elevasi PVI – (s (s x (d sta – PVI) PVI) - Y +60,00 – (0,77 (0,77 % x (d sta – PVI) PVI) –
+60,00 – (0,77 (0,77 % x 6 ) – +59,90 Sta 7+74,91
Elevasi PVI – Ev Ev + 60,00 – 0,0918 0,0918
48
+59,91 Sta 7+80,91
Elevasi PVI – (s (s x (d sta – PVI) PVI) - Y +60,00 – (0,76 (0,76 % x (d sta – PVI) PVI) –
+60,00 – (0,76 (0,76 % x 6 ) – +59,90 Sta 7+86,91
Elevasi PVI – (s (s x (d sta – PVI) PVI) - Y +60,00 – (0,76 (0,76 % x (d sta – PVI) PVI) –
+60,00 – (0,76 (0,76 % x 12 ) – +59,88 Sta 7+92,91
Elevasi PVI – (s (s x (d sta – PVI) PVI) - Y +60,00 – (0,76 (0,76 % x (d sta – PVI) PVI) – +60,00 – (0,76 (0,76 % x 18 ) –
+59,85
Lengkung Vertikal 2 (Cekung)
-0,76 %
0,81 %
49
Gambar 3.12. Gambar Lengkung 2
g1 g2 A
= sta 13+26 – 13+74 13+74 48 m = -0,76 % = 0,81 % = g1 – g2 g2 = -0,76 – 0,81 0,81 = -1,57
Ev
=
Lv
=
= -0,0942 m Y
= = =
PLV terletak pada STA 13+50 – ½ ½ Lv = 13+50 – (½ x 48 m) PTV terletak pada STA 13+50 + ½ Lv = 13+50 + (½ x 48 m)
= 13+26 = 13+74
Menentukan Elevasi Elevasi pada PLV
= elevasi PVI - (g1 x Lv/2) = +55,63 - (-0,76 % x 48 m/2) = +55,63 + 0,1824 = +55,82
Elevasi pada PTV
= elevasi PVI + (0,81 % x 48 m/2) = +55,63 + (0,1944) = + 55,83
STA lengkun g dibuat per per 6 m
Stasiun Sta13+32
Elevasi Elevasi PVI – (s (s x (d sta – PVI) PVI) - Y
50
+55,63 – (-0,76 % x (d sta – PVI) – +55,63 – (-0,76 % x 18 ) –
+55,77 Sta 13+38
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +55,63 – (-0,76 % x (d sta – PVI) – +55,63 – (-0,76 % x 12 ) –
+55,74 Sta 13+44
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +55,63 – (-0,76 % x (d sta – PVI) +55,63 – (-0,76 % x 6 ) –
–
+55,73
Sta 13+50
Elevasi PVI – Ev +55,63 – (-0,0942) +55,72
Sta 13+56
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +55,63 + (0,81 % x (d sta – PVI) – +55,63 + (0,81 % x 6 ) –
+55,73 Sta 13+62
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +55,63 + (0,81 % x (d sta – PVI) –
51
+55,63 + (0,81 % x 12 ) –
+55,7 Sta 13+68
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +55,63 + (0,81 % x (d sta – PVI) – +55,63 + (0,81 % x 18 ) –
+55,78
Lengkung Vertikal 3 (Cembung)
0,81 %
0%
Gambar 3.13. Gambar Lengkung 3
g1 g2 A
= 19+85,99 – 20+33,59 48 m = 0,81 % =0% = g1 – g2 = 0,81 – 0 = 0,81
Ev
=
Lv
=
= 0,0486 m 52
Y
= = =
PLV terletak pada STA 20+09,59 – ½ Lv = 20+09,59 – (½ x 48 m) = 19+85,59 PTV terletak pada STA 20+09,59 + ½ Lv = 20+09,59 + (½ x 48 m) = 20+33,59
Menentukan Elevasi Elevasi pada PLV
= elevasi PVI - (g1 x Lv/2) = +61,00 - (0,81 % x 48 m/2) = +61,00 - 0,1944 = +60,80
Elevasi pada PTV
= elevasi PVI + (0 % x 48 m/2) = +61,00 + (0) = +61,0
STA lengkun g dibuat per 6 m
Stasiun
Elevasi
Sta19+91,59
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 – (0,81 % x (d sta – PVI) – +61,00 – (0,81 % x 18 ) –
+60,85 Sta 19+97,59
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 – (0,81 % x (d sta – PVI) – +61,00 – (0,81 % x 12 ) –
+60,89
53
Sta 20+03,59
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 – (0,81 % x (d sta – PVI) –
+61,00 – (0,81 % x 6 ) – +60,92 Sta 20+09,59
Elevasi PVI – Ev +61,00 – (0,0486) +60,95
Sta 20+15,59
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 - (0 % x (d sta – PVI) – +61,00 - (0 % x 6 ) –
+60,97 Sta 20+21,59
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 - (0 % x (d sta – PVI) – +61,00 + (0 % x 12 ) –
+60,98 Sta 20+27,59
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 + (0 % x (d sta – PVI) – +61,00 + (0 % x 18 ) –
+60,99
54
Lengkung Vertikal 4 (Cekung)
0%
0,85
Gambar 3.14. Gambar Lengkung 4
Lv g1 g2 A
= 24,76 +25,24 48 m =0% = 0,85 % = g1 – g2 = 0 – 0,85 = -0,85
Ev
= =
= -0,051 m Y
= = =
PLV terletak pada STA 25+00 – ½ Lv = 25+00 – (½ x 48 m) PTV terletak pada STA 25+00 + ½ Lv = 25+00 + (½ x 48 m)
= 24+76 = 25+24
Menentukan Elevasi 55
Elevasi pada PLV
= elevasi PVI - (g1 x Lv/2) = +61,00 - ( 0% x 48 m/2) = +61,00
Elevasi pada PTV
= elevasi PVI + (0,85 % x 48 m/2) = +61,00 + (0,20) = +61,20
STA lengkun g dibuat per 6 m
Stasiun
Elevasi
Sta24+82
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 – (0 % x (d sta – PVI) –
+61,00 – (0 % x 18 ) – +61,00 Sta 24+88
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 – (0 % x (d sta – PVI) –
+61,00 – (0 % x 12 ) – +61,01 Sta 24+94
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 – (0 % x (d sta – PVI) –
+61,00 – (0 % x 6 ) – +61,02 Sta 25+00
Elevasi PVI – Ev +61,00 – (-0,051) +61,05
56
Sta 25+06
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 + (0,85 % x (d sta – PVI) – +61,00 + (0,85 % x 6 ) –
+ 61,07 Sta 25+12
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00 + (0,85 % x (d sta – PVI) – +61,00 + (0,85 % x 12 ) –
+61,11 Sta 25+18
Elevasi PVI – (s x (d sta – PVI) - Y +61,00, + (0,85 % x (d sta – PVI) – +61,00 + (0,85 % x 18 ) –
+61,15
57
3. Galian dan Timbunan
Galian dan timbunan atau yang lebih dikenal oleh orang-orang lapangan adalah Cutand Fill dimana pekerjaan ini sangat penting baik pada pekerjaan pembuatan jalan, bendungan, bangunan, dan reklamasi.Galian dan timbunan dapat diperoleh dari peta situasi yang dilengkapi dengan garis - garis kontur atau diperoleh langsung dari lapangan melalui pengukuran sipat datar profil melintang sepanjang koridor jalur proyek atau bangunan Galian dan timbunan dapat diperoleh dari peta situasi dengan metode penggamba ran profil melintang sepanjang jalur proyek atau metode grid-grid (griding) yang meninjau galian dan timbunan dari tampak atas dan menghitung selisih tinggi garis kontur terhadap ketinggian proyek ditempat perpotongan garis kontur dengan garis proyek Feet kubik, yard kubik dan meter kubik dipakai dalam hitungan pengukuran tanah, walaupun yard kubik adalah satuan yang paling umum dalam pekerjaan tanah 1yd³ = 27 ft³, 1 m³ = 35,315 ft³. Namum biasanya di indonesia di gunakan meter kubik sebagai satuan dalam menentukan jumlah volume. Pada suatu proyek konstruksi, pekerjaan galian dan timbunan tanah (cut and fill) hampir tidak pernah dapat dihindarkan. Hal tersebut diakibatkan adanya perbedaan. letak permukaan tanah asli dan permukaan tanah rencana yang disebabkan topografi\ daerah yang berbeda-beda. Sekalipun permukaan tanah asli sama dengan permukaan tanah rencana, akan tetapi tanah asli tersebut belum tentu memenuhi syarat daya dukung tanah. Dalam hal ini galian dan timbunan perlu diperhitungkan secara seksama sehingga biaya pekerjaan konstruksi dapat dibuat lebih ekonomis. Mengingat pentingnya pekerjaan galian dan timbunan, apalagi untuk proyek berskala besar dapat berdampak langsung terhadap biaya total pekerjaan. Maka, perlu dilakukan perhitungan galian dan timbunan. Adapun Tujuan lain dari perhitungan galian dan timbunan sebagai berikut :
1. Meminimalkan penggunaan volume galian dan timbunan pada tanah, sehingga pekerjaan pemindahan tanah dan pekerjaan stabilitas tanah dasar dapat dikurangi, waktu penyelesaian proyek dapat dipercepat, dan biaya pembangunan dapat se-efisien mungkin.
2. Untuk menentukan peralatan (alat-alat berat) yang digunakan pada Pekerjaan galian maupun timbunan, dengan mempertimbangkan 58
kemampuan daya operasional alat tersebut. Galian
Galian dan timbunan berdimensi volume (meter kubik). Volume dapat diperoleh secara teoritis melalui perkalian luas dengan panjang. Galian dan timbunan untuk keperluan teknik sipil dan perencanaandiperoleh melalui perolehan luas rata-rata galian atau timbunan di dua buah profil melintang yang dikalikan dengan jarak mendatar antara kedua profil melintang tersebut. Galian dan timbunan banyak digunakan untuk kepentingan pembuatan jalan raya, saluran irigasi, dan aplikasi lain, seperti pembangunan ka vling untuk perumahan.
Gambar 1.15 Contoh penampang galian dan timbunan
Teknologi pengukuran dan pemetaan yang digunakan saat ini sudah sangat demikian berkembang. Survei lapangan dapat diperoleh secara cepat dan tepat menggunakan perlatan Total Station atau GPS (Global Positioning System) dan diikuti oleh sistem perekaman data yang dapat langsung diolah oleh komputer dan dengan menggunakan berbagai macam perangkat lunak CAD dapat langsung disajikan informasi grafis beserta luas dan nilai galian timbunannya. Feet kubik, yard kubik dan meter kubik dipakai dalam hitungan pengukuran tanah, walaupun yard kubik adalah satuan yang paling umum dalam pekerjaan tanah 1yd³ = 27 ft³, 1 m³ = 35,315 ft³. Namum
59
Gambar 1.16 STA 0+00 – 0+400
Gambar 1.17 STA 0+400 – 0+600
60
Gambar 1.18 STA 0+600 – 0+850
Ganbar 1.19 STA 0+850 – 0+1400
61
Gambar 1.20 STA 0+1400 – 0+2050
Gambar 1.21 STA 0+2400 – 0+2895
62
Tabel 1.10 Perhtungan Galian dan Timbunan
63
Persentase galian dan timbunan yang didapatkan ialah 5,32 % hal ini masih batas yang disyaratkan cut and fill harus kurang dari 10 % 64
BAB IV PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
PERENCANAAN RIGID PAVEMENT 4.1 UMUM
Perencanaan mengacu pada AASHTO ( American Association of State Higway and Transportation Officials ) guide for design of pavement structures 1993 ( selanjutnya AASHTO 1993 ). Langkah-langkah / tahapan, prosuder dan parameter-parameter perencanaan secara praktis. Parameter perencanaan terdiri : Analisa Lalulintas : mencakup umur rencana, lalu -lintas rata-rata, pertumbuhan
lalu-lintas tahunan, vehicle demage factor, equivalent single axle load Terminal serviceability index Initial serviceability Reability Standar normal deviasi Standar deviasi CBR dan Modulus Reaksi tanah dasar Modulus elastic beton, fungsi dan kuat tekan beton Flexural strength Drainage coefficient Load transfer coefficient
65
Bagan Alir Perhitungan Tebal Perkerasan Kaku
Data Lalu Lintas (LHR) tiap Data jenis Lalu Lintas (LHR) tiap kendaraan jenis kendaraan
LHR rencana akhir masa layan
Asumsi tebal pelat
W18 nominal
Persamaan menentukan W18 desain
Data Input: - Zr (Standar normal deviasi) - So (standar deviasi) - PSI (Service Ability Loss) - Ec (Modulus Elastisitas Beton) - S'c (Kuat Lentur Tarik Beton) - J (Koefisien Penyaluran Beban) - Cd (Koefisien Drainase) - keff (Modulus Reaksi Tanah Dasar)
W18 desain
Tidak
Apakah W18 desain = W18 nominal? (toleransi ± 5%)
Ya
Selesai
66
4.2 ANALISA LALU-LINTAS ( TRAFI C DESI GN ) 4.2.1 Umur rencana
Perkeresan rigid pavement direncanakan dengan umur rencana diambil 20 tahun ( 2009 – 2029). 4.2.2 Lalu lintas harian rata-rata (LHR) dan pertumbuhan lalu-lintas tahunan
Penggolongan kendaraan dan penentuan besarnya nilai VDF (Vehicle Damage Factor ) berdasarkan Bina Marga MST-10 yang mengacu pada buku Petunjuk Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen No. SNI 1732-1989-F dan Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83. Tabel 4.1. Tabel Type Kendaraan dan Golongan
No
Type Kendaraan dan Golongan
VDF
1
Sedan, jeep, st. wagon
2
Gol - 1
1.2
0.0005
2
pick-up, combi
3
Gol - 2
1.2
0.2174
3
Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran
4
Gol - 3
1.2L
0.2174
4
Bus kecil
5a
Gol - 4
1.2
0.2174
5
Bus besar
5b
Gol - 5
1.2
0.3006
6
Truck 2 as (H)
6
Gol - 6
1.2H
2.4159
7
Truck 3 as
7a
Gol - 7
1.2.2
2.7416
8
Trailer 4 as, truck gandeng
7b
Gol - 8
1.2+2.2
3.9083
9
Truck s. trailer
7c
Gol - 9
1.2.2+1.2.2
4.1718
( sumber : Buku perkerasan jalan beton semen Portland, Ari Suryawan ) Berdasarkan survey yang dilakukan Badan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Timur hasil trip assignment kendaraan yang memanfaatkan Jembatan Suramadu untuk sampai umur rencana ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
67
Tabel 4.2 : Proporsi kendaraan yang memanfaatkan Jembatan Suramadu No. 1 2
Kondisi
Titik Referensi
Kendaraan yang Berasal dan Menuju Kec. Kamal, Socah, dan Bangkalan Kendaraan yang tidak Berasal dan tidak Menuju Kec. Kamal, Socah, dan Bangkalan
Kamal Persimpangan Burneh
2009 70.14%
2014 72.26%
Tahun 2019 73.67%
2024 75.15%
2029 76.55%
94.01%
94.30%
94.56%
94.81%
95.03%
Sumber: Hasil Analisa Dengan jumlah proporsi seperti yang ditunjukkan pada table diatas, maka dapat diketahui besarnya volume lalu lintas yang akan melewati jalan akses jembatan Surabaya-Madura tersebut seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
no 1
Jenis Kendaraan
Volume Lalulintas Harian (kend/hari)
LV (Kendaraan Ringan)
1606
1.1
pick-up, combi
556
1.2
sedan, jeep, st. wagon
676
1.3
Micro Truck MHV (Kendaraan Berat Menengah)
373
2.1
Truck 2 sumbu
203
2.2
Bus kecil
194
3
MC (Sepeda Motor)
2320
4
LT (Truck Besar)
124
4.1
Truck 3 sumbu
52
4.2
Truck semitrailer
41
4.3
Truck gandeng
31
5
LB (Bus Besar)
88
2
397
Tabel 4.3. Volume kendaraan yang melewati jalan akses suramadu-surabaya, lintas rata-rata perarah saat jam puncak
68
No
Type Kendaraan dan Golongan
VDF
1
Sedan, jeep, st. wagon
2
Gol - 1
1.2
0.0005
2
pick-up, combi
3
Gol - 2
1.2
0.2174
3
Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran
4
Gol - 3
1.2L
0.2174
4
Bus kecil
5a
Gol - 4
1.2
0.2174
5
Bus besar
5b
Gol - 5
1.2
0.3006
6
Truck 2 as (H)
6
Gol - 6
1.2H
2.4159
7
Truck 3 as
7a
Gol - 7
1.2.2
2.7416
8
Trailer 4 as, truck gandeng
7b
Gol - 8
1.2+2.2
3.9083
9
Truck s. trailer
7c
Gol - 9
1.2.2+1.2.2
4.1718
4.2.3 Traffic design
Data dan parameter lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan meliputi :
Jenis kendaraan
Volume lalu-lintas harian rata-rata
Pertumbuhan lalulintas tahunan
Damage factor
Umur rencana
Factor distribusi arah
Factor distribusi lajur
Equivalent Single Axle Load , ESAL selama umur rencana ( traffic design )
Dengan factor distribusi arah : DD = 0,3 – 0,7 umumnya diambil 0,5 ( AASHTO 1993 hal. II-9 ) Faktor distribusi lajur ( D L ), mengacu pada Tabel 2.15.( AASHTO 1993 halaman II-9 )
69
Tabel 4.4. Faktor distribusi lajur ( D L )
Jumlah lajur setiap arah
DL (%)
1
100
2
80 – 100
3
60 – 80
4
50 – 75
Rumus umum desain traffic ESAL Nn
W18 LHR j VDF j DD DL 365 N1
dimana : W18
=
Traffic design pada lajur lalu-lintas, Equivalent Single Axle Load .
LHR j =
Jumlah lalu-lintas harian rata-rata 2 arah untuk jenis kendaraan j.
VDF j =
Vehicle Damage Factor untuk jenis kendaraan j.
DD
=
Faktor distribusi arah.
DL
=
Faktor distribusi lajur.
N1
=
Lalu-lintas pada tahun pertama jalan dibuka.
Nn
=
Lalu-lintas pada akhir umur rencana.
70
Tabel 4.5. Pertumbuhan Lalulintas Harian Rata-rata Sedan, jeep, St wagon
Tahun
Kend
I(%)
Micro truck, Mobil
Pick-up, Combi Kend
Bus keci l
Hantaran
I(%)
Kend
Kend
Kend
Kend
Kend
Kend
Kend
2.39
382
2.4
198
2.09
90
2.24
207
2.18
61
2.01
13
1.98
42
2
2254
2011
708
2.32
583
2.39
391
2.4
202
2.09
92
2.24
212
2.18
61
2.01
14
1.98
43
2
2305
2012
724
2.32
597
2.39
401
2.4
206
2.09
94
2.24
217
2.18
61
2.01
14
1.98
44
2
2357
2013
741
2.32
611
2.39
410
2.4
211
2.09
96
2.24
221
2.18
61
2.01
14
1.98
44
2
2410
2014
758
2.32
626
2.39
420
2.4
215
2.09
98
2.24
226
2.18
61
2.01
14
1.98
45
2
2464
2015
776
2.32
641
2.39
430
2.4
220
2.09
101
2.24
231
2.18
61
2.01
15
1.98
46
2
2519
2016
794
2.32
656
2.39
440
2.4
224
2.09
103
2.24
236
2.18
61
2.01
15
1.98
47
2
2576
2017
812
2.32
672
2.39
451
2.4
229
2.09
105
2.24
241
2.18
61
2.01
15
1.98
48
2
2634
2018
831
2.32
688
2.39
462
2.4
234
2.09
107
2.24
246
2.18
61
2.01
16
1.98
49
2
2447
2019
850
2.32
704
2.39
473
2.4
239
2.09
110
2.24
252
2.18
61
2.01
16
1.98
50
2
2754
2020
870
2.32
721
2.39
484
2.4
244
2.09
112
2.24
257
2.18
61
2.01
16
1.98
51
2
2816
2021
890
2.32
738
2.39
496
2.4
249
2.09
115
2.24
263
2.18
61
2.01
16
1.98
52
2
2880
2022
911
2.32
756
2.39
508
2.4
254
2.09
117
2.24
269
2.18
61
2.01
17
1.98
53
2
2945
2023
932
2.32
774
2.39
520
2.4
259
2.09
120
2.24
275
2.18
61
2.01
17
1.98
54
2
3012
2024
954
2.32
792
2.39
532
2.4
265
2.09
123
2.24
281
2.18
61
2.01
17
1.98
55
2
3080
2025
976
2.32
811
2.39
545
2.4
270
2.09
125
2.24
287
2.18
61
2.01
18
1.98
56
2
3149
2026
998
2.32
831
2.39
558
2.4
276
2.09
128
2.24
293
2.18
61
2.01
18
1.98
57
2
3221
2027
1021
2.32
851
2.39
572
2.4
282
2.09
131
2.24
299
2.18
61
2.01
19
1.98
59
2
3294
2028
1045
2.32
871
2.39
585
2.4
287
2.09
134
2.24
306
2.18
61
2.01
19
1.98
60
2
3368
2029
1069
2.32
892
2.39
599
2.4
293
2.09
137
2.24
312
2.18
61
2.01
19
1.98
61
2
3445
2327
5334
13
kend
I(%)
569
5050
61
I(%)
Total
2.32
9659
203
I(%)
Truck semi trailer
692
14938
88
I(%)
Truck gandeng
676
18028
194
I(%)
Truk 3 sumbu
2010
LHRj
373
I(%)
Truck 2 sumbu
2009
TOTAL Ʃ
556
I(%)
Bus besar
1281
334
41
2205
2498
58135.684
Keterangan : I = Lalulintas (%)
Ʃ LHRj = Jumlah Lalulintas Harian Rata-rata 71
Tabel 4.6. Perhitungan ESAL Jenis Ke ndaraan Sedan, jeep,
Pick-up,
Micro truck,
St wagon
Combi
Mobil
Bus keci l
Bus besar
Truck 2
Truk 3
Truck
Truck semi
sumbu
sumbu
gandeng
trailer
Ʃ LHRj
18028
14938
9659
2327
2327
5334
1281
334
2498
VDF
0.0005
0.2174
0.2174
0.2174
0.3006
2.4159
2.7416
3.9083
4.1718
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
90
90
90
90
90
90
90
90
90
148056
53341717
34491083
8309514
11489604
211668068
57684429
Faktor Distrbusi 2 arah ( DD ) Faktor Distribusi Lajur ( DL ),(%) ESAL ( W18 ) Cumulatif ESAL
21471502 171159105
569763076
4.3 CBR
California Bearing Ratio (CBR), dalam perencanaan perkerasan kaku digunakan untuk penentuan nilai parameter modulus reaksi tanah dasar (modulus of subgrade reaction : k) .
Tabel 4.6. Perhitungan ESAL Jenis Ke ndaraan Sedan, jeep,
Pick-up,
Micro truck,
St wagon
Combi
Mobil
Bus keci l
Bus besar
Truck 2
Truk 3
Truck
Truck semi
sumbu
sumbu
gandeng
trailer
Ʃ LHRj
18028
14938
9659
2327
2327
5334
1281
334
2498
VDF
0.0005
0.2174
0.2174
0.2174
0.3006
2.4159
2.7416
3.9083
4.1718
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
90
90
90
90
90
90
90
90
90
148056
53341717
34491083
8309514
11489604
211668068
57684429
Faktor Distrbusi 2 arah ( DD ) Faktor Distribusi Lajur ( DL ),(%) ESAL ( W18 )
21471502 171159105
569763076
Cumulatif ESAL
4.3 CBR
California Bearing Ratio (CBR), dalam perencanaan perkerasan kaku digunakan untuk penentuan nilai parameter modulus reaksi tanah dasar (modulus of subgrade reaction : k) . Dalam pengambil data CBR dilapangan ditentukan 20 titik sample lalu didapatkan nilai CBR rata-rata. CBR yang umum digunakan di Indonesia berdasar besaran 6 % untuk lapis tanah dasar, mengacu pada spesifikasi (versi Kimpraswil / Departemen Pekerjaan Umum edisi 2004 dan versi Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta edisi 2004). Akan tetapi tanah dasar dengan nilai CBR 5 % dan atau 4 % pun dapat digunakan setelah melalui kajian geoteknik, dengan CBR kurang dari 6 % ini jika digunakan sebagai dasar perencanaan tebal perkerasan. Berikut perhitungan CBR rata-rata jalan akses Suramadu :
72
Data CBR pada Ruas Jalan Akses Suramadu No
CBR
CBR
nilai yang sama / lebih besar
%
1
6.7
5.6
20
100
2
5.6
5.8
19
95
3
7
5.9
18
90
4
6.3
6.1
17
85
5
6.1
6.2
16
80
6
5.9
6.3
15
75
7
6.8
6.4
14
70
Data CBR pada Ruas Jalan Akses Suramadu No
CBR
CBR
nilai yang sama / lebih besar
%
1
6.7
5.6
20
100
2
5.6
5.8
19
95
3
7
5.9
18
90
4
6.3
6.1
17
85
5
6.1
6.2
16
80
6
5.9
6.3
15
75
7
6.8
6.4
14
70
8
7.4
6.5
13
65
9
6.5
6.6
12
60
10
5.8
6.7
11
55
11
7.3
6.8
10
50
12
6.6
7
9
45
13
7.2
7.1
8
40
14
6.2
7.2
7
35
15
7.1
7.3
6
30
16
7.5
7.4
5
25
17
6.4
7.5
4
20
18
7.8
7.6
3
15
19 20
7.9 7.6
7.8 7.9
2 1
10 5
Tabel 4.7. Tabel Data CBR Ruas Jalan Akses Suramadu
73
CBR rata-rata yang didapatkan berdasarkan grafik diatas adalah 6,2 % 4.4 MATERIAL KONSTRUKSI PERKERASAN
1.
Pelat beton 2
Flexural strength (Sc’) = 45 kg/cm 2 Kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30 cm) : f c’ = 350 kg/cm (disarankan)
2.
Wet lean concrete 2
Kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30 cm) : f c’ = 105 kg/cm
4.5 REABILITY Standard deviation
Standard deviation untuk rigidpavement : So = 0,3 – 0,4 ( diambil dari AASHTO 1993 halaman I-62 ) Maka diambil standard deviation dalam perencanaan : So = 0,35
No
Parameter 1 2
Reability ( R ) Standard normal deviation ( ZR )
3
Standard deviation ( So )
Angka tengah
Batas bawah
Batas atas
90%
85%
95%
-1.282
-1.037
-1.645
0.35
0.3
0.4
Tabel 4.8. Tabel Standard Deviasi
74
4.6 PARAMETER SERVICEABILITY
Terminal serviceability index 10 )
: Pt = 2,5 ( diambil dari AASHTO 1993 halaman II-
Initial serviceability
: Po = 4,5 ( AASHTO 1993 halaman II-10 )
Total loss of serviceability
: ΔPSI = Po – Pt Pt = 4,5 – 2,5 2,5 = 2
4.7 PARAMETER MODULUS REAKSI TANAH Didapatkan nilai CBR rata-rata dari perhitungan diatas 6,2 %, maka Modulus of Subgrade reaction ( k ) :
MR = 1.500 x CBR k
M R
19,4
1.500 500 x6,2 19,4
480 pci 480 Tabel 2.9. Loss of Support Factors (LS)
No.
Tipe material
LS
1.
0 – 1
2.
Cement Treated Granular Base ( E = 1.000.000 – 2.000.000 psi ) Cement Aggregate Mixtures ( E = 500.000 – 1.000.000 psi )
3.
Asphalt Treated Base ( E = 350.000 – 1.000.000 psi )
0 – 1
4.
Bituminous Stabilized Mixtures ( E = 40.000 – 300.000 psi )
0 – 1
5.
Lime Stabilized ( E = 20.000 – 70.000 psi )
1 – 3
6.
Unbound Granular Materials ( E = 15.000 – 45.000 psi )
1 – 3
7.
Fine grained / Natural subgrade materials ( E = 3.000 – 40.000 psi )
2 – 3
0 – 1
75
Berdasarkan table diatas rigid pavement menggunakan Wet lean concrete dibawah pelat beton tebal 7 cm didapatkan :
Lapis subbase
: Cement aggregate mixture
Loss of Support
: LS = 1
Koreksi effective modulus of subgrade reaction, didapat : k = 160
4.8 DRAINAGE COEFFICIENT Tabel 2.10. Tabel Koefisien Drainase
<1%
1 – 5 %
5 – 25 %
> 25 %
Excellent
1.25 – 1.20
1.20 – 1.15
1.15 – 1.10
1.10
Good
1.20 – 1.15
1.15 – 1.10
1.10 – 1.00
1.00
Fair
1.15 – 1.10
1.10 – 1.00
1.00 – 0.90
0.90
Poor
1.10 – 1.00
1.00 – 0.90
0.90 – 0.80
0.80
Very poor
1.00 – 0.90
0.90 – 0.80
0.80 – 0.70
0.70
Quality of drainage
76
4.9 Tebal Perkerasan PS I PSI log10 4,5 1,5
S c' C d D 0,75 1,132 log10 W18 Z R S o 7,35 log10 (D 1) 0,06 4,22 0,32 p t log10 7 1,624 10 18,42 0,75 1 215,63 J D (D 1) 8,46 E c : k 0,25 dimana :
W18
=
Traffic design, Equivalent Single Axle Load (ESAL).
ZR
=
Standar normal deviasi.
So
=
Standar deviasi.
D
=
Tebal pelat beton (inches).
PSI
=
Serviceability loss = loss = po – p pt
po
= Initial serviceability.
pt
=
Sc’
= Modulus of rupture sesuai rupture sesuai spesifikasi pekerjaan (psi).
Cd
= Drainage coefficient.
J
= Load transfer coefficient.
Ec
=
Modulus elastisitas (psi).
k
=
Modulus reaksi tanah dasar (pci).
Terminal serviceability index.
77
Tabel 4.11. Tabel Perhitungan Tebal Perkerasan
Design ESAL
5697631
CBR, %
6.2
Modulus reaksi tanah dasar (k), pci
480.00
Eff. Modulus of subgrade reaction (k), pci
160
Kuat tekan beton (fc'), kg/cm2
350
Modulus elastisitas beton (Ec), psi
4021228
Flexural strength (Sc'), kg/cm2
45
Flexural strength (Sc'), psi
640
Load transfer coefficient (J)
2.55
Drainage coefficient (Cd)
1.15
Terminal serviceability (Pt)
2.5
Initial serviceability (Po)
4.5
Serviceability loss (ΔPSI)
2
Reliability (R), %
90
Standard normal deviation (Zr)
-1.282
Standard deviation (So)
0.35
Tebal plat rigid pavement (D), in
7.48
Tebal plat rigid pavement (D), cm Check equation
18.99
Pers. Ruas kiri
6.755694319
Pers. Ruas kanan
6.755694469
Tebal perker asan di dapat D = 18,99 cm ~ 20 cm
Gambar 4.1 3D tebal perkerasan
78
4.10 Dowel Dowel berupa batang baja tulangan polos (maupun profil), yang digunakan sebagai sarana penyambung / pengikat pada beberapa jenis sambungan pelat beton perkerasan jalan. Dowel berfungsi sebagai penyalur beban pada sambungan, yang dipasang dengan separuh panjang terikat dan separuh panjang dilumasi atau dicat untuk memberikan kebebasan bergeser.
Tebal pelat
Diameter
Panjang
Jarak
inci
mm
inci
mm
inci
mm
inci
mm
8
200
1
25
18
450
12
300
Tabel 2.12. Tabel Dimensi Dowel
4.11 Tie bar Tie Bar dirancang untuk memegang plat sehingga teguh, dan dirancang untuk menahan gayagaya tarik maksimum. Tie bar tidak dirancang untuk memindah beban.
Tabel 2.13. Tabel Dimensi Tie Bar
Diameter batang ½ in Jenis dan
Tegangan
Tebal
mutu baja
kerja
perkerasan
Panjang
Lebar
Lebar
Lebar
(psi)
(in)
(in)
lajur
lajur
lajur
10 ft
11 ft
12 ft
48
44
40
Grade 40
30.000
8
Jarak maximum (in)
25
79
Parameter desain dan data reinforcement design
No.
Parameter
AASHTO
Desain
1.
Grade 40
30.000 psi
2.
Steel working stress ( fs ) : grade 40 Friction factor ( F )
1,5
1,5
3.
Tebal pelat
4.
Panjang pelat arah longitudinal
5.
Traffic lane & shoulder wide
6.
Jarak dari tepi bebas
7.
Lebar lajur
Lihat desain tebal pelat
4.12 Geometrik Penulangan dan Tebal Perkerasan Rigid Pavement
Gambar 4.2 Tebal perkerasan
80
Gambar 4.3 Tampak atas penulangan perkerasan
Gambar 4.4 Potongan melintang penulangan perkerasan
Gambar 4.5 Potongan memanjang atas penulangan perkerasan
81
BAB V PERENCANAAN DRAINASE
1.1 Dasar Teori
Dalam perencanaan drainase kami menggunakan data curah hujan di daerah Surabaya dengan periode ulang 5 tahun. Dan dalam perencanaanya kami mengacu kepada SNI 03 – 324- 1994 “Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan”.
1.2 Tahap Perencanaan
Berikut skema perencanaannya :
Plot Rencana Jalan
Pengenalan Daerah Layan
Perencanaan Sitem Drainase
Analisa curah hujan maksimum pada daerah perecanaan
Perencanaan Dimensi Gorong-gorong
Perencanaan Dimensi Saluran
Selesai
Skema Perencanaan
1.2.1 Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Data Curah Hujan
Berikut ini data curah hujan harian maksimum untuk daerah Surabaya dari tahun 2000 sampai tahun 2009. 82
Tabel 3.1. Data Curah Hujan STASIUN KLIMATOLOGI SURABAYA : TAHUN
JAN
FEB
MAR
APR
MAY
JUN
JUL
AUG
SEP
OCT
NOV
DEC
2000
67
89.5
77.4
98
83.2
104
68
60.3
95
102
109
105
2001
66.5
73.4
64
61
49.6
54
58
74.7
69
76
72.3
70.9
2002
78
59.6
58
61.8
49
58.9
78
72.8
70
84.7
86
81.5
2003
53.2
59.1
46
42.9
56
31
37.6
42.1
55.6
56
49.8
57
2004
101
97
87.4
93.2
85.4
62.7
61
53.9
77
67.8
96
90.2
2005
111
97.6
62.1
78
73.6
62.5
57
87
119
103.4
94.8
89
2006
78
91
84.7
73
76.8
52.4
49.7
47.1
69.8
89
82.6
78.2
2007
42
39.7
52
48.6
42.1
32.9
39.2
30.1
43.6
49.5
42.9
50
2008
72.3
67.4
41.9
51
46
37.9
49.3
41.6
32.8
75
58.7
70.9
2009
114
102.7
94.1
72.6
81.7
51.6
47.6
43
68.7
99
107.2
94
TABEL 3.2. Data curah hujan maksimum rata-rata ( mm/hari ) TAHUN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah
Curah Hujan 109 76 86 57 101 119 91 52 75 114 880
Rata-rata CH
88
xi 119 114 109 101 91 86 76 75 57 52
Deviasi 31 26 21 13 3 -2 -12 -13 -31 -36
2
(xi-x) 961 676 441 169 9 4 144 169 961 1296 4830
83
Periode ulang : (T) = 5 Tahun n = 10 Berdasarkan SNI, dari Tabel 7: YT = 1,4999 Tabel 8: Yn = 0,5128 Tabel 9: Sn = 1,0206
Bila curah hujan efektif dianggap mempunyai penyebaran seragam 4 jam.
Harga I = 27,538 mm/jam dplotkan pada waku intensitas t = 240 menit dikurva basis dan tarik garis lengkung searah dengan garis lengkung kurva basis, kurva ini merupakan garis lengkung intensitas hujan rencana. 1.2.2 Menghitung Waktu Konsentrasi (Tc)
Tc = t1 + t2 t1 = t2 =
√
Keterangan : Tc = Waktu konsentrasi (menit) t1 = waktu inlet (menit) t2 = waktu aliran (menit) Lo = jarak titik terjauh ke fasilitas drainase (m) L = panjang saluran (m)
84
nd = koefisien hambatan s = kemiringan daerah pengaliran V = kecepatan air rata-rata diselokan (m/dt) A. Catchment Area Sebelah kanan 1. Untuk Sta 0+00 – 0+775
Permukaan jalan (beton) : L = 7 m s = 0.02 % nd = 0.013
T aspal =
√
Bahu jalan : L = 1 m s = 0.04
nd = 0.1
T bahu =
√
Tanah : L = 100 m s = 0.04 nd = 0.08
√
T tanah =
t1 = 1,05868 + 1,015 + 2,11 = 4,184 menit t2 =
tc = 4,184 + 4,166 = 8,35 menit 2. Untuk Sta 0+775 – 0+1350
Permukaan jalan (beton) : L = 7 m s = 0.02 % nd = 0.013
T aspal =
√
Bahu jalan : L = 1 m s = 0.04 85
nd = 0.1
T bahu =
√
Tanah : L = 17,96 m s = 0.122 nd = 0.1
√
T tanah =
t1 = 1,05868 + 1,015 + 1,922 = 3,995 menit t2 =
tc = 3,995 + 3,88 = 7,88 menit 3. Untuk Sta 0+1350 – 0+2009,59
Permukaan jalan (beton) : L = 7 m s = 0.02 % nd = 0.013
T aspal =
√
Bahu jalan : L = 1 m s = 0.04
nd = 0.1
√
T bahu =
t1 = 1,05868 + 1,015 = 2.074 menit t2 =
tc = 2,074 + 7,328 = 9,4 menit 4. Untuk Sta 0+2500 – 0+2895,64
Permukaan jalan (beton) : L = 7 m s = 0.02 % nd = 0.013
T aspal =
√
Bahu jalan : L = 1 m s = 0.04
86
nd = 0.1
T bahu =
√
Tanah : L = 23,38 m s = 0.085 nd = 0.1
√
T tanah =
t1 = 1,05868 + 1,015 + 1,613 = 3,686 menit t2 =
tc = 3,686 + 4,396 = 8,08 menit
B. Catchment Area Sebelah Kiri 1. Untuk Sta 0+00 – 0+775
Permukaan jalan (beton) : L = 7 m s = 0.02 % nd = 0.013
T aspal =
√
Bahu jalan : L = 1 m s = 0.04
nd = 0.1
T bahu =
√
Tanah : L = 28,09 m s = 0.088 nd = 0.1
√
T tanah =
t1 = 1,05868 + 1,015 + 1,657 = 3,73 menit t2 =
tc = 3,73 + 4,16 = 7,89 menit
87
2. Untuk Sta 0+775 – 0+1350
Permukaan jalan (beton) : L = 7 m s = 0.02 % nd = 0.013
T aspal =
√
Bahu jalan : L = 1 m s = 0.04
nd = 0.1
T bahu =
√
Tanah : L = 100 m s = 0.065 nd = 0.1
√
T tanah =
t1 = 1,05868 + 1,015 + 2,103 = 4,17 menit t2 =
tc = 4,17 + 2,22 = 6,39 menit 3. Untuk Sta 0+1350 – 0+2009,59
Permukaan jalan (beton) : L = 7 m s = 0.02 % nd = 0.013
T aspal =
√
Bahu jalan : L = 1 m s = 0.04
nd = 0.1
T bahu =
√
Tanah : L = 70,4 m s = 0.085 nd = 0.1
88
√
T tanah =
t1 = 1,05868 + 1,015 + 1,939 = 4,013 menit t2 =
tc = 4,013 + 2,328 = 6,34 menit 4. Untuk Sta 0+2500 – 0+2895,64 0+2895,64
Permukaan jalan (beton) : L = 7 m s = 0.02 % nd = 0.013
T aspal =
√
Bahu jalan : L = 1 m s = 0.04
nd = 0.1
√
T bahu =
t1 = 1,05868 + 1,015 = 2,073 menit t2 =
tc = 2,073 + 4,396 = 6,47 menit
1.2.3
Kondisi Eksisting Permukaan Jalan dan Debit Air
Dimana : C1, C2, C3 = koefisien pengaliran sesuai dengan tipe kondisi permukaan A1, A2, A3 = Luas daerah pengaliran yang diperhitungkan sesuai dengan kondisi Permukaan
Dimana : 3
Q = debit air (m /detik) C = koefisien pengaliran 89
2
A = luas daerah pengaliran pen galiran (Km )
A. Catchment Area Sebelah Kanan 1. Untuk Sta 0+00 – 0+775 0+775
Panjang saluran, L = 375 m 2
Permukaan jalan beton
: A1 = 375 x 7 = 2625 m , (C1 = 0,8)
Bahu jalan beton
: A2 = 375 x 1 = 375 m , (C2 = 0,65)
Bagian luar jalan
: A3 = 375 x 100 = 37500 m , (C3 = 0,5)
2
2
2
2
Atotal = 2625 + 375 + 37500 = 40500 m = 0,04 km
Berdasarkan grafik IDC, didapatkan intensitas curah hujan
I = 190 mm/jam
2. Untuk Sta 0+775 – 0+1350 0+1350
Panjang saluran, L = 350 m 2
Permukaan jalan beton
: A1 = 350 x 7 = 2450 m , (C1 = 0,8)
Bahu jalan beton
: A2 = 350 x 1 = 350 m , (C2 = 0,65)
Bagian luar jalan
: A3 = 350 x 17,96 = 6286 m , (C3 = 0,5)
2
2
2
2
Atotal = 2450 + 350 + 6286 = 9086 m = 0,009 km
Berdasarkan grafik IDC, didapatkan intensitas curah hujan
I = 190 mm/jam
90
3. Untuk Sta 0+1350 – 0+2009,59 0+2009,59
Panjang saluran, L = 659,59 m 2
Permukaan jalan beton
: A1 = 659,59 x 7 = 4617,13 m , (C1 = 0,8)
Bahu jalan beton
: A2 = 659,59 x 1 = 659,59 m , (C2 = 0,65)
Bagian luar jalan
: 0 (karena air tidak mengalir ke jalan)
2
2
2
Atotal = 4617,13 + 659,59 = 5276,72 m = 0,0053 km
Berdasarkan grafik IDC, didapatkan intensitas curah hujan
I = 190 mm/jam
4. Untuk Sta 0+2500 – 0+2895,64 0+2895,64
Panjang saluran, L = 395,64 m 2
Permukaan jalan beton
: A1 = 395,64 x 7 = 2769,48 m , (C1 = 0,8)
Bahu jalan beton
: A2 = 395,64 x 1 = 395,64 m , (C2 = 0,65)
Bagian luar jalan
: A3 = 395,64 x 23,38 = 9250,063 m , (C3 = 0,5)
2
2
2
Atotal = 2769,48 + 395,64 + 9250,0633 = 5276,72 m 2
= 0,0053 km
Berdasarkan grafik IDC, didapatkan intensitas curah hujan
I = 190 mm/jam
91
B. Catchment Area Sebelah Kiri 1. Untuk Sta 0+00 – 0+775
Panjang saluran, L = 375 m 2
Permukaan jalan beton
: A1 = 375 x 7 = 2625 m , (C1 = 0,8)
Bahu jalan beton
: A2 = 375 x 1 = 375 m , (C2 = 0,65)
Bagian luar jalan
: A3 = 375 x 28,09 = 10533,75m , (C3 = 0,5)
2
2
2
Atotal = 2625 + 375 + 10533,75 = 13533,75 m = 0,0135 2
km
Berdasarkan grafik IDC, didapatkan intensitas curah hujan I = 190 mm/jam
2. Untuk Sta 0+775 – 0+1350
Panjang saluran, L = 200 m 2
Permukaan jalan beton
: A1 = 200 x 7 = 1400 m , (C1 = 0,8)
Bahu jalan beton
: A2 = 200 x 1 = 200 m , (C2 = 0,65)
Bagian luar jalan
: A3 = 200 x 100 = 20000 m , (C3 = 0,5)
2
2
2
2
Atotal = 1400 + 200 + 20000 = 21600 m = 0,0216 km
Berdasarkan grafik IDC, didapatkan intensitas curah hujan I = 190 mm/jam
3. Untuk Sta 0+1350 – 0+2009,59
Panjang saluran, L = 209,59 m Permukaan jalan beton
2
: A1 = 209,59 x 7 = 1467,13 m , (C1 = 0,8) 92
2
Bahu jalan beton
: A2 = 209,59 x 1 = 209,59 m , (C2 = 0,65)
Bagian luar jalan
: A3 = 209,59 x 70,47 = 14769,81 m , (C3 = 0,5)
2
2
Atotal = 14769,13 + 209,59 + 14769,81 = 16446,52 m = 2
0,016 km
Berdasarkan grafik IDC, didapatkan intensitas curah hujan I = 190 mm/jam
4. Untuk Sta 0+2500 – 0+2895,64
Panjang saluran, L = 395,64 m 2
Permukaan jalan beton
: A1 = 395,64 x 7 = 2769,48 m , (C1 = 0,8)
Bahu jalan beton
: A2 = 395,64 x 1 = 395,64 m , (C2 = 0,65)
Bagian luar jalan
: 0 (karena air tidak mengalir ke jalan)
2
2
2
Atotal = 2769,48 + 395,64 = 3165,12 m = 0.0032 km
Berdasarkan grafik IDC, didapatkan intensitas curah hujan I = 190 mm/jam
1.2.4
Luas Penampang Basah
Penampang basah berdasarkan debit air (Q) dan kecepatan (v)
Keterangan : 2
Fd = Luas penampang (m ) 3
Q = Debit air (m )/detik V = Kecepatan aliran (m/detik). 93
A. Catchment Area Sebelah Kanan 1. Untuk Sta 0+00 – 0+775
Saluran direncanakan terdiri dari beton dengan kecepatan yang diizinkan, v = 1,5 m/detik
2. Untuk Sta 0+775 – 0+1350
Saluran direncanakan terdiri dari beton dengan kecepatan yang diizinkan, v = 1,5 m/detik
3. Untuk Sta 0+1350 – 0+2009,59
Saluran direncanakan terdiri dari beton dengan kecepatan yang diizinkan, v = 1,5 m/detik
4. Untuk Sta 0+2500 – 0+2895,64
Saluran direncanakan terdiri dari beton dengan kecepatan yang diizinkan, v = 1,5 m/detik
B. Catchment Area Sebelah Kiri 1. Untuk Sta 0+00 – 0+775
Saluran direncanakan terdiri dari beton dengan kecepatan yang diizinkan, v = 1,5 m/detik
2. Untuk Sta 0+775 – 0+1350
Saluran direncanakan terdiri dari beton dengan kecepatan yang diizinkan, v = 1,5 m/detik
94
3. Untuk Sta 0+1350 – 0+2009,59
Saluran direncanakan terdiri dari beton dengan kecepatan yang diizinkan, v = 1,5 m/detik
4. Untuk Sta 0+2500 – 0+2895,64
Saluran direncanakan terdiri dari beton dengan kecepatan yang diizinkan, v = 1,5 m/detik
Panjang (L) No
Debit (Q), m/dt3
Luas (Fd), m2
STA Kanan
Kiri
1 0+00 - 0+775
375
375
1,11
0,4
0,74
0,26
2 0+775 - 0+1350
350
200
0,28
0,59
0,18
0,4
3 0+1350 - 0+2009.59
659,59
209,59
0,217
0,458
0,15
0,3
4 0+2500 - 0+2895.64
395,64
395,64
0,095
0,13
0,06
0,06
1.2.3
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Perhitungan Dimensi Saluran Samping
Penentuan dimensi diawali dengan penentuan bahan
Saluran direncanakan dibuat dari beton dengan kecepatan aliran yang diijinkan 1,5 m/detik
Bentuk penampang : segi empat
Kemiringan saluran yang diijinkan
95
Angka kekasaran permukaan saluran Manning
1. Dimensi Saluran Untuk penampang segi empat, penampang terefisien : b = 2d R=
Keterangan :
b = Lebar saluran (m) D = Tinggi penampang basah (m) R = Jari-jari hidrolis (m)
2. Kemiringan Jalan
Keterangan : v = kecepatan aliran (m/detik) n = koefisien kekasaran Manning R = F/P = jari-jari hidrolik (m) 2
F = Luas penampang basah (m ) P = Keliling basah (m) i = kemiringan saluran yang diizinkan (%)
A. Sebelah Kanan Jalan 1. Untuk Sta 0+00 – 0+775
Luas Penampang
A = =
Penampang Koefisien
h=
2
m
2
A = 2h x h = 2 h
Kedalaman Air
h=
= 0,609 m , h diambil 0,6 m
Lebar Terusan
b = 2x 0,609 = 1,22 , b diambil 1,2 m
lu
lu= 1,22 + ( 2 x 0,6 )= 2,44 m 96
R
Tinggi Jagaan (W)
W=
=
W=
W = 0,55 m
Untuk Permukaaan batuan diambil kst = 50
2/3
1/2
V = Kst x R x S S=
Kemiringan Saluran yang Diijinkan
n = 0,02 (saluran pada dinding batuan, kondisi baik)
() i diinginkan = 0,44 %
i dilapangan = 0,77 % i diinginkan < i dilapangan, maka kemiringan tidak memenuhi syarat
Gambar 5.1. Dimensi penampang saluran Sta 0+00 – 0+775 (kanan jalan) 2. Untuk Sta 0+775 – 0+1350
Luas Penampang
A = =
Penampang Koefisien
h=
2
m
97
2
A = 2h x h = 2 h
Kedalaman Air
h=
= 0,306 m , h diambil 0,5 m
Lebar Terusan
b = 2x 0,306 = 0,62 , b diambil 1 m
lu
lu= 0,62 + ( 2 x 0,306 ) = 1,22 m
R
Tinggi Jagaan (W)
W=
=
W=
W = 0,4 m
Untuk Permukaaan batuan diambil kst = 50 2/3
1/2
V = Kst x R x S S=
Kemiringan Saluran yang Diijinkan
n = 0,02 (saluran pada dinding batuan, kondisi baik)
() i diinginkan = 1,1 %
i dilapangan = 0,76 % i diinginkan > i dilapangan, maka kemiringan memenuhi syarat
Gambar 5.2. Dimensi penampang saluran Sta 0+775 – 0+1350 (kanan jalan)
98
3. Untuk Sta 0+1350 – 0+2009,59
Luas Penampang
A = =
Penampang Koefisien
h=
2
m
2
A = 2h x h = 2 h
Kedalaman Air
h=
= 0,269 m , h diambil 0,5 m
Lebar Terusan
b = 2x 0,269 = 0,538 , b diambil 1 m
lu
lu= 0,538 + ( 2 x 0,269 ) = 1,07 m
R
Tinggi Jagaan (W)
W=
=
W=
W = 0,36 m
Untuk Permukaaan batuan diambil kst = 50 2/3
1/2
V = Kst x R x S S=
Kemiringan Saluran yang Diijinkan
Kemiringan pada sta 0+775 – 0+1350 sama dengan sta 0+1350 – 0+2009,59
99
Gambar 5.3. Dimensi penampang saluran Sta 0+1350 – 0+2009,59 (kanan jalan)
4. Untuk Sta 0+2500 – 0+2895,64
Luas Penampang
A = =
Penampang Koefisien
h=
2
m
2
A = 2h x h = 2 h
Kedalaman Air
h=
= 0,178 m , h diambil 0,5 m
Lebar Terusan
b = 2x 0,178 = 0,357 , b diambil 1 m
lu
lu= 0,357 + ( 2 x 0,178 ) = 0,72 m
R
Tinggi Jagaan (W)
W=
=
W=
W = 0,29 m
Untuk Permukaaan batuan diambil kst = 50 2/3
1/2
V = Kst x R x S
100
S=
Kemiringan Saluran yang Diijinkan
n = 0,02 (saluran pada dinding batuan, kondisi baik)
() i diinginkan = 2,3 %
i dilapangan = 0,85 % i diinginkan > i dilapangan, maka kemiringan memenuhi syarat
Gambar 5.4. Dimensi penampang saluran Sta 0+2500 – 0+2895,64 (kanan jalan)
B. Sebelah Kiri Jalan 1. Untuk Sta 0+00 – 0+775
Luas Penampang
A = =
Penampang Koefisien
h=
2
m
2
A = 2h x h = 2 h
Kedalaman Air
h=
= 0,366 m , h diambil 0,5 m
Lebar Terusan
b = 2x 0,366 = 0,73 , b diambil 1 m
lu
lu= 0,73 + ( 2 x 0,366 ) = 1,46 m 101
R
Tinggi Jagaan (W)
W=
=
W=
W = 0,43 m
Untuk Permukaaan batuan diambil kst = 50 2/3
1/2
V = Kst x R x S S=
Kemiringan Saluran yang Diijinkan
n = 0,02 (saluran pada dinding batuan, kondisi baik)
() i diinginkan = 0,87 %
i dilapangan = 0,77 % i diinginkan > i dilapangan, maka kemiringan memenuhi syarat
Gambar 5.5. Dimensi penampang saluran Sta 0+00 – 0+775 (kiri jalan)
102
2. Untuk Sta 0+775 – 0+1350
Luas Penampang
A = =
Penampang Koefisien
h=
2
m
2
A = 2h x h = 2 h
Kedalaman Air
h=
= 0,44 m , h diambil 0,5 m
Lebar Terusan
b = 2x 0,44 = 0,88 , b diambil 1 m
lu
lu= 0,88 + ( 2 x 0,44 ) = 1,77 m
R
Tinggi Jagaan (W)
W=
=
W=
W = 0,47 m
Untuk Permukaaan batuan diambil kst = 50 2/3
1/2
V = Kst x R x S S=
Kemiringan Saluran yang Diijinkan
n = 0,02 (saluran pada dinding batuan, kondisi baik)
( ) i diinginkan = 0,67 %
i dilapangan = 0,76 % i diinginkan < i dilapangan, maka kemiringan tidak memenuhi syarat
103
Gambar 5.6. Dimensi penampang saluran Sta 0+775 – 0+1350 (kiri jalan)
3. Untuk Sta 0+1350 – 0+2009,59
Luas Penampang
A = =
Penampang Koefisien
h=
2
m
2
A = 2h x h = 2 h
Kedalaman Air
h=
= 0,39 m , h diambil 0,5 m
Lebar Terusan
b = 2 x 0,39 = 0,78 , b diambil 1 m
lu
lu= 0,38 + ( 2 x 0,78 ) = 1,56 m
R
Tinggi Jagaan (W)
W=
=
W=
W = 0,44 m
Untuk Permukaaan batuan diambil kst = 50 2/3
1/2
V = Kst x R x S
104
S=
Kemiringan Saluran yang Diijinkan
Kemiringan pada sta 0+775 – 0+1350 sama dengan sta 0+1350 – 0+2009,59
Gambar 5.7. Dimensi penampang saluran Sta 0+1350 – 0+2009,59 (kiri jalan)
4. Untuk Sta 0+2500 – 0+2895,64
Luas Penampang
A = =
Penampang Koefisien
h=
2
m
2
A = 2h x h = 2 h
Kedalaman Air
h=
= 0,208 m , h diambil 0,5 m
Lebar Terusan
b = 2 x 0,208 = 0,42 , b diambil 1 m
lu
lu= 0,42 + ( 2 x 0,208 ) = 0,83 m
R
Tinggi Jagaan (W)
W=
=
W=
105
W = 0,32 m
Untuk Permukaaan batuan diambil kst = 50
2/3
1/2
V = Kst x R x S S=
Kemiringan Saluran yang Diijinkan
n = 0,02 (saluran pada dinding batuan, kondisi baik)
() i diinginkan = 1,830,67 % i dilapangan = 0,85 % i diinginkan > i dilapangan, maka kemiringan tidak memenuhi syarat
Gambar 5.8. Dimensi penampang saluran Sta 0+2500 – 0+2895,64 (kiri jalan)
1.2.4
Menghitung Dimensi Gorong-gorong
Gorong-gorong yang di desain untuk menampung debit aliran dari segmen sebelumnya dan sesudahnya, dimana : Q gorong-gorong = Qsegmen 1 + Qsegmen 2 Dan gorong-gorong yang di desain berada pada sta 0+775 – 0+1350 dan sta 0+1350 – 0+2009,59 106
Q gorong-gorong = Qsta (0+775 – 0+1350) + Qsta (0+1350 – 0+2009,59) 3
= 0,6 + 0,46 = 1,6 m /detik Kecepatan aliran yang diijinkan, v = 1,5 m/det Syarat dimensi gorong-gorong : d = 0,08 D
2
Fe = 0,685 D
2
Fe = Fd
0,685 D = 0,71 D=
, diambil diameter (D) = 1 m = 100 cm
d = 0,8 D = 0,8 x 100 = 80 cm d = 0,8 m
Kemiringan gorong-gorong untuk membuang air :
Θ = 4,5 P = 2.r.θ = 2 x 0,5 x 4,5 = 4,5 m F= R=
Untuk Permukaan Batuan diambil Kst 50 2/3
1/2
V =Kst x R x S Jadi S =
= 0,0104 = 10,4 ‰
Gorong-gorong dari beton, n = 0,014
( ) Kemiringan gorong-gorong memenuhi syarat kemiringan yang diijinkan 0,5 – 2 %
107
Gambar 5.9. Dimensi Penampang gorong-gorong
1.2.5
Menghitung Dimensi Trap (Pematah Arus)
Dalam pembuatan trap dilakukan pada kemiringan saluran yang tidak memenuhi syarat i diinginkan > i lapangan. Beberapa stasiun yang membutuhkan bangun pematah arus htrap = h + w keterangan : - h = TTinggi penampang basah saluran (m) - w = Tinggi jagaan (m)
A. Saluran Tepi Sebelah Kanan 1. Pada Sta 0+00 – 0+775
i diinginkan = 0,44 % i dilapangan = 0,77 % htrap = 2 x ( h+w ) htrap = 2 x (0,6 + 0,55) =2.3 m berdasarkan htrap yang diplotkan kedalam gambar didapatkan untuk panjang trap sepanjang 775 m, berikut hasilnya : Ltrap 1 = 71,75 m
108
Gambar 5.10. Bangunan pematah arus sta 0+00 – 0+775
B. Saluran Tepi Sebelah Kiri 1. Pada Sta 0+00 – 0+775
i diinginkan = 0,67 % i dilapangan = 0,76 % htrap = 2 x ( h+w ) htrap = 2 x ( 0,5+0,47 ) = 1,94 m berdasarkan htrap yang diplotkan kedalam gambar didapatkan untuk panjang trap sepanjang 575 m, berikut hasilnya : Ltrap 1 = 145 m
Gambar 5.10. Bangunan pematah arus sta 0+00 – 0+775
109
BAB IV BANGUNAN PELENGKAP JALAN 4.1 Aturan Umum
Alat yang dapat mengendalikan lalu lintas, khususnya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran pada sistem jalan maka marka dan rambu lalu lintas merupakan objek fisik yang dapat menyampaikan informasi (perintah, larangan dan petunjuk) kepada pemakai jalan serta dapat mempengaruhi penggunaan jalan. Ada 3 jenis informasi yang digunakan yaitu : 1. Yang bersifat perintah dan larangan yang harus dipatuhi, 2. peringatan terhadap suatu bahaya, 3. petunjuk berupa arah, identifikasi tempat dan fasilitas-fasilitas. Apabila alat pengendali lalu lintas itu tidak terlihat atau kurangnya pengetahuan si pengemudi maka alat pengendali lalu lintas tersebut harus : 1. Memenuhi suatu kebutuhan tertentu, 2. dapat terlihat dengan jelas, 3. memaksakan perhatian, 4. menyampaikan suatu maksud yang jelas dan sederhana, 5. perintahnya dihormati dan dipatuhi secara penuh oleh para pemakai jalan, 6. memberikan waktu yang cukup untuk menanggapinya / bereaksi. 4.2 Rambu Lalu Lintas
Rambu lalu lintas merupakan salah satu perlengkapan jalan dalam bentuk tertentu yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan perpaduan diantaranya yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi para pemakai jalan. Rambu lalu lintas mengandung berbagai fungsi yang masing-masing memiliki konsekuensi hukum sebagai berikut : a) Perintah
Yaitu bentuk pengaturan yang jelas dan tegas tanpa ada interpretasi lain yang wajib dilaksanakan oleh pengguna jalan. Karena sifatnya perintah, maka tidak benar jika ada 110
berbagai tambahan yang membuka peluang munculnya interpretasi lain. Misalnya rambu belok kiri, yang disertai kalimat belok kiri boleh terus, adalah bentuk yang keliru. Penggunaan kata boleh dan terus mengandung makna ganda dan dengan demikian mengurangi makna perintah menjadi makna pilihan. Yang benar adalah belok kiri langsung. Dengan demikian, pelanggar atas perintah ini dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b) Larangan
Yaitu bentuk pengaturan yang dengan tegas melarang para pengguna jalan untuk melakukan hal-hal tertentu, tidak ada pilihan lain kecuali tidak boleh dilakukan. Rambu larangan berbentuk lingkaran dengan warna dasar putih dan lambang atau tulisan berwarna hitam atau merah. Rambu larangan khusus berbentuk segi delapan sama sisi. c) Peringatan
Menunjukkan kemungkinan adanya bahaya di jalan yang akan dilalui. Rambu peringatan berbentuk bujur sangkar berwarna dasar kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam. Rambu pemberi jalan berbentuk segitiga sama sisi dengan titik sudutnya ditumpulkan. d) Anjuran
Yaitu bentuk pengaturan yang bersifat menghimbau, boleh dilakukan boleh pula tidak. Pengemudi yang melakukan dan yang tidak melakukan anjuran tersebut tidak dapat disalahkan, atau dikenakan sanksi. e) Petunjuk
Yaitu member petunjuk mengenai jurusan, keadaan jalan, situasi, kota berikutnya, keberadaan fasilitas, dan lain-lain. Rambu petunjuk berbentuk perseegi panjang. Keterangan tambahan dapat dipasang di bawah rambu utama dengan maksud melengkapi informasi tentang pesan yang tertera pada rambu utama. 1. Persyaratan bentuk dan warna
Bentuk dan warna digunakan untuk membedakan antara kategori-kategori rambu yang berbeda, dimana dapat : 1. Meningkatkan kemudahan pengenalan bagi pengemudi, 2. membuat pengemudi dapat lebih cepat bereaksi, 111
3. menciptakan reaksi-reaksi standar terhadap situasi-situasi yang standar. Secara khusus bentuk dan warna yang digunakan pada perambuan lalu lintas : a. Warna :
Merah menunjukkan bahaya,
kuning menunjukkan peringatan,
biru menunjukkan aman (perintah), hijau menunjukkan informasi umum.
b. Bentuk :
Bulat menunjukkan larangan,
segi empat pada sumbu diagonal menunjukkan peringatan bahaya dan petunjuk.
2. Ukuran huruf
Kemudahan membaca ditentukan oleh ukuran huruf dan lebar dari ketebalan huruf. Rasio (perbandingan) tinggi : lebar biasanya 1 : 1 dan 2 : 1. Rasio tinggi : lebar ketebalan huruf biasanya antara 9 : 1 dan 5 : 1. Ukuran huruf dapat dihitung dengan rumus : H=
Dengan : H = tinggi huruf kecil yang diperlukan (tinggi huruf besar = 1,33 H) L = jarak dari titik rambu mulai dibaca sampai ke rambu tersebut 1 = kemudahan membaca (legibility) V1 = kecepatan awal S = tinggi rambu A = sudut ketinggian rambu dari titk pembacaan rambu yang paling dekat.
112
3. Penyelenggaraan rambu
Perencanaan, pengadaan dan pemeliharaan rambu dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat atau pejabat yang ditunjuk untuk jalan nasional dan jalan tol. Kekuatan hukum rambu
Pengaturan lalu lintas yang bersifat perintah dan atau larangan yang berupa rambu lalu lintas ditetapkan dengan : 1. Keputusan Dirjen atau pejabat yang ditunjuk untuk pengaturan lalu lintas pada jalan nasional dan jalan tol, kecuali jalan nasional yang terletak di ibukota kabupaten daerah tingkat II dan kotamadya daerah tingkat II serta diumumkan dalam Berita Negara. 2. Peraturan Daerah tingkat I, untuk pengaturan, untuk pengaturan pada jalan provinsi kecuali jalan provinsi yang berada dalam ibukota kabupaten daerah tingkat II dan jalan provinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah tingkat II, serta diumumkan dalam berita daerah. 3. Peraturan
Daerah
tingkat
II,
untuk
pengaturan
lalu
lintas
pada
jalan
kabupaten/kotamadya, jalan nasional dan jalan provinsi serta diumumkan dalam berita daerah.
4. Ketentuan-ketentuan Rambu lalu lintas
Adapun ketentuan-ketentuan perencanaan rambu lalu lintas yang digunakan adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota tahun 1991. Penempatan rambu
Penempatan rambu dilakukan sedemikian rupa, sehingga mudah terlihat dengan jelas bagi pemakai jalan dan tidak merintangi lalu lintas kendaraan atau pejalan kaki. Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut arah lalu lintas, di luar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalu lintas. 113
RAMBU
80
KETERANGAN
STA
KECEPATAN MAX. 80 0 + 000 KM/JAM
Tikungan ke kanan
0 + 100 1 + 150 2 + 200
Tanjakan
0 + 375 1 + 350 2 + 550
Menurun
0 + 775
114
Dilarang mendahului/menyiap
S
Dilarang Berhenti
2 + 000 2 + 500
2 + 000 2 + 500
2 + 000 2 + 500 Ada Jembatan
2 + 000 Hati-Hati 2 + 500
115
4.3 Marka Jalan
Marka jalan adalah tanda berupa garis, gambar, anak panah dan lambang pada permukaan jalan yang berfungsi mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas. Posisi marka jalan adalah membujur, melintang dan serong. Tentang marka jalan diatur dalam PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan lalu lintas jalan. Fungsi marka jalan adalah untuk mengatur lalu lintas atau memperingatkan atau menuntun pengguna jalan dalam berlalu lintas di jalan. Marka jalan mengandung pesan perintah, peringatan maupun larangan. A. Marka membujur, berupa : 1. Garis utuh, berfungsi sebagai larangan bagi kendaraan untuk melintasi garis tersebut. 2. Garis putus-putus, merupakan pembatas lajur yang berfungsi mengarahkan lalu lintas dan atau memperingatkan aka nada marka membujur yang berupa garis utuh di depan. 3. Garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putus-putus, menyatakan bahwa kendaraan yang berada sisi garis utuh dilarang melintasi garis ganda tersebut, sedangkan kendaraan yang berada pada sisi garis putus-putus dapat melintasi garis ganda tersebut. 4. Garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh, dinyatakan bahwa kendaraan dilarang melintasi garis ganda tersebut.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar. (a) Marka putus-putus, (b) Marka Utuh, (c) Marka putus-putus me njelang marka utuh, (d) Marka putus-putus dan utuh
116
B. Marka serong
Marka serong berupa garis utuh dilarang dilintasi kendaraan dan untuk menyatakan pemberitahuan awal atau akhir pemisahan jalan, pengarah lalu lintas dan pulau lalu lintas, sedang marka serong yang dibatasi dengan rangka garis utuh digunakan untuk menyatakan daerah yang tidak boleh dimasuki kendaraan dan sebagai pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas. Tetapi marka serong yang dibatasi dengan garis putus-putus digunakan untuk menyatakan kendaraan tidak boleh memasuki daerah tersebut sampai mendapat kepastian selamat.
Marka serong
C. Marka lambang
Marka lambang berupa panah, segitiga atau tulisan digunakan untuk mengulangi maksud dari rambu-rambu lalu lintas atau untuk memberi tahu pemakai jalan yang tidak dinyatakan dengan rambu lalu lintas. Marka lambang seperti dinyatakan di atas digunakan untuk menyatakan pemberhentian mobil, bus untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, disamping itu pula untuk menyatakan pemisahan arus lalu lintas sebelum mendekati persimpangan yang ada tanda lambangnya berbentuk panah.
117
(a)
(b) Gambar. (a) Marka panah, (b) Marka tulisan
D.
Marka lainnya
Marka lainnya diantaranya adalah marka untuk penyeberangan pejalan kaki yang dinyatakan dengan zebra cross yaitu marka berupa garis-garis utuh yang membujur tersusun melintang jalur lalu lintas dan marka berupa dua garis utuh melintang jalur lalu lintas sedang untuk menyatakan tempat penyeberangan sepeda dipergunakan dua garis putus-putus berbentuk bujur sangkar atau belah ketupat dan paku jalan yang memantulkan cahaya dapat disebut dengan marka lainnya. Fasilitas pendukung marka jalan dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Paku jalan (road studs) dapat dari logam plastik atau keramik. Paku jalan terutama digunakan sebagai tanda garis tengah jalan Chevron, karena dapat mengganggu kestabilan pengendara sepeda motor jika dipasang pada lokasi-lokasi yang lain maka paku jalan ini tidak boleh menonjol lebih dari 15 milimeter di atas permukaan jalan apabila dilengkapi dengan reflector maksimal tingginya adalah 40 milimeter di atas permukaan jalan. Alat pemantul (reflector) agar dapat terlihat pada malam hari. Paku jalan ini biasanya digunakan pada marka garis membujur sebagai batas pemisah lajur ataupun sebagai batas kiri dan kanan badan jalan.
118
2. Delineator, biat dari bahan plastik atau fiberglass, digunakan sebagai tanda pembatas tepi jalan biasanya berbentuk lempengan tiang-tiang dan menggunakan cat berwarna merah atau putih yang memantulkan cahaya pada saat terkena cahaya lampu kendaraan di malam hari. 3. Traffic cones merupakan alat pengendali lalu lintas yang bersifat sementara yang berbentuk kerucut berwarna merah dan dilengkapi dengan alat pemantul cahaya (reflector).
4.4
Lampu Penerangan Jalan
Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan/dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun ling kungan disekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan (intersection), jalan layang (interchange, overpass, fly over), jembatan dan jalan di bawah tanah (underpass, terowongan).
Gambar. Lampu penerangan jalan
A. Kriteria Perencanaan
a.
Penempatan lampu penerangan jalan harus direncanakan sedernikian rupa sehingga dapat memberikan : 119
- penerangan yang merata - keamanan dan kenvamanan bagi pengendara - arah dan petunjuk (guide) yang jelas Pada sistem penempatan parsial. lampu penerangan jalan harus memberikan adaptasi yang baik bagi penglihatan pengendara sehingga efek kesilauan dan ketidaknvamanan penglihatan dapat dikurangi. b. Pemilihan jenis dan kualitas lampu penerangan jalan didasarkan efektifitas dan nilai ekonomi lampu. yaitu - nilai efektifitas (lumen/watt) lampu yang tinggi umur rencana yang panjang c.
Perbandingan Kemerataan Pencahayaan (Uniformity Ratio)
d. Kualitas penerangan
Gambaran umum perencanaan dan penempatan lampu penerangan jalan adalah sebagai berikut :
Dimana : H = tinggi tiang lampu L = lebar badan jalan, termasuk median jika ada e = jarak interval antar tiang lampu s1+s2 = proyeksi kerucut cahaya lampu 120
s1 = jarak tiang lampu ke tepi perkerasan s2 = jarak dari tepi perkerasan ke titik penyinaran terjauh, i = sudut inklinasi pencahayaan/penerangan
Lampu Penerangan Jalan berdasarkan bentuk tiang 1. Tiang Lampu dengan Lengan Tunggal
Tiang lampu ini pada umumnya diletakkan pada sisi Kiri atau Kanan jalan.
2. Tiang Lampu dengan Lengan Ganda
Tiang lampu ini khusus diletakkan di bagian tengah/Median jalan, dengan catatan jika kondisi jalan yang akan diterangi masih mampu dilayani oleh satu tiang
121
4.5 Lampu Lalulintas
Lampu lalu lintas (menurut UU no. 22/2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan: alat pemberi isyarat lalu lintas atau APILL) adalah lampu yang mengendalikan men gendalikan arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan jalan, persimpangan jalan, tempat tempat penyeberangan pejalan kaki ( zebra zebra cross), cross), dan tempat arus lalu lintas lainnya. Lampu ini yang menandakan kapan kendaraan harus berjalan dan berhenti secara bergantian dari berbagai arah. arah. Pengaturan lalu lintas di persimpangan jalan dimaksudkan untuk mengatur pergerakan kendaraan pada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan agar dapat bergerak secara bergantian sehingga tidak saling mengganggu antar-arus yang ada. Lampu lalu lintas telah diadopsi di hampir semua kota di dunia ini. Lampu ini menggunakan warna yang diakui secara universal; untuk menandakan berhenti adalah warna merah, hati-hati merah, hati-hati yang ditandai dengan warna kuning, warna kuning, dan dan hijau hijau yang berarti dapat berjalan.
122
BAB VIII PENUTUP
1.1. kesimpulan Proposal ini menjelaskan perencanaan jalan raya perkotaan dengan panjang jalan 2,895
km, berikut dengan rencana lengkung horizontal dan vertikal, rencana perkerasan jalan dengan lapisan perkerasan kaku ( rigid pavement ) ) dan rencana penampang drainase. Jalan ini direncanakan dengan kecepatan rencana 80 km/jam , lebar perkerasan 4 x 3,75
m, median 1 m dan bahu jalan 1 m serta trotoar 1,5 m. Jalan direncanakan memiliki 3 lengkung horizontal dengan jari-jari rencana : FC = 1100
m dan SCS dan SS = 250 m. Dimana penentuan lengkung vertikal tersebut berdasarkan kondisi permukaan kontur. Yang mengakibatkan adanya 4 timbunan dan 2 galian. Kondisi ini terjadi karena jalan melewati dataran yang berupa lembah. Perkerasan jalan menggunakan
perkerasan kaku yang dirancang dirancang dengan standar Bina
Marga, diambil 6 titik dalam menentukan nilai CBR, dan mendapatkan ketebalan perkerasan ialah 20 cm sesuai dengan parameter perencanaan perkerasan kaku
– 324 Drainase yang yang dirancang mengacu terhadap terhadap SNI 03 – 324Drainase
1994 “Tata Cara Perencanaan
Permukaan Jalan”. Drainase dirancang berdasarkan banyaknya alinyemen
vertikal dan kemiringannya. Pada sta 0+2000 – 0+2400 karena kedalaman timbunan/fill melebihi 10 m maka pada
daerah tersebut diasumsikan adanya jembatan. Bangunan pelengkap antara lain adalah
drainase dan gorong-gorong untuk utilitas
pembuangan air. Selain itu, jalan direncanakan beserta rambu dan marka jalan sebagai petunjuk jalan.
123
1.2. Saran
Pada awal perencanaan jalan dalam menentuka trase sebaiknya diperhatikan keadaan kontur tanah aslinya dan sudut tikungan yang akan direncanakan untuk alinyemen horizontal agar tidak melebihi syarat yang telah ditentukan dalam panduan. Adanya kondisi timbunan yang lumayan cukup besar sedalam 2,4 m sejauh 700 m pada rencana jalan, membuat hal ini harus diatasi dengan melakukan pemadatan tanah yang baik sehingga nilainya sesuai dengan CBR rencana.
Karena kondisi tanah
timbunan seperti ini akan membahayakan konstruksi jalan, seperti kemungkinan tanah akan longsor dan jalan akan ambles/ Pemadatan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : o
Tanah yang digunakan untuk melakukan penimbunan menggunakan tanah urugan yang cukup baik, bebas dari sisa (rumput/ akar-akar lainnya).
o
Penimbunan harus dilakukan lapis demi lapis, dimana tebal maksimal hamparan tanah adalah 30 cm.
o
Setiap lapisan tanh tersebut dilembabkan sebelum dilakukan pemadatan.
o
Pemadatan dapat dilakukan menggunakan Penggilas ban karet (dimana 2
tekanannya berkisar 580-690 kN/m ).
Pemadatan tanah yang dilakukan
menggunakan alat tersebut sebanyak 10 kali gilasan. o
Pengecekan hasil pemadatan di lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan sand cone method
124
DAFTAR PUSTAKA
Perkerjaan Umum Departemen. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Jakarta :Drektorat Bina Marga. Juni 1997. Drainage Derpartment. Code of practice Sureface Water Drainage. K. H. Sunggono V. Ir. Buku Teknik Sipil. Bandung : Nova. Januari 1995. Pekerjaan umum Departemen. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya.Jakarta. Badam Penelitian Umum. Maret 1976. RAY ALLAN . Laporan Project Work I.Jakarta : Pandawa. Februari 2004
125
LAMPIRAN LAMPIRAN 1 TABEL GEOMETRIK Tabel 1. STANDART PERENCANAAN ALINYEMEN
Kecepatan
Jarak
Jarak
rencana pandangan pandangan henti
km / jam
menyiap
( m)
Jari-jari lengkung
Batas jari-jari
Landai relatif
min. dimana
lengkung tikungan
max. antara
miring tikg
dimana hrs mengk. tepi perkerasan
tak perlu
busur peralihan
(m)
(m)
( m)
120
225
790
3000
2000
1/280
100
165
670
2300
1500
1/240
80
115
520
1600
1100
1/200
60
75
380
1000
700
1/160
50
55
220
660
440
1/140
40
40
140
420
300
1/120
30
30
80
240
180
1/100
Tabel 2. Klasifikasi Jalan
126
Klasifikasi
Lalu Lntas Harian Rata-Rata (LHR)
Fungsi
Kelas
(smp)
Utama
I
>20000
IIA
6000-20000
IIB
1500-8000
IIC
<2000
PENGHUBUNG
III
Tabel 3. Kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan
Kemiringan Melintang Perkerasan dan Bahu Jalan
No Jenis Laps
Kemiringan Melintang
Permukaan Jalan
Normal (1%)
1
Aspal Beton
2%-3%
2
Japat
4%-6%
3
Keriki
3%-6%
4
Tanah
4%-6%
127
Tabel 4. Jumlah lajur yang ditentukan dengan lebar perkerasan. Lebar Perkerasan (m)
Jumlah lajur
L < 5.50 m
1 lajur
5.50 m < L < 8.25 m
2 lajur
8.25 m < L < 11.25
3 lajur
11.25 m < L < 15.00 m
4 lajur
15.00 m < L < 18.75 m
5 lajur
18.75 m < L < 22 m
6 lajur
Tabel 5. Faktor Regional
Iklim I
Kelandaian I ( % )
Kelandaian II ( 6 - 10 % )
Kelandaian III ( > 10 % )
% Kelandaian berat
% Kelandaian berat
% Kelandaian berat
< 30 %
< 30 %
< 30 %
> 30 %
> 30 %
> 30 %
0.5
1.0 - 1.5
1.0
1.5 - 2.0
1.5
2.0 - 2.5
1.5
2.0 - 0.5
2.0
2.5 - 3.0
2.5
3.0 - 3.5
< 900 mm/th Iklim 2 > 900 mm/th
Pada bagian tertentu seperti persimpangan, pemberhentian, atau tikungan tajam ( R = 30 m) FR ditambah 0.5 dan pada daerah rawa ditambah 1.0
128
Tabel 7. Panjang jarak pandang mendahului (Jd)
VR (km/jam)
120
100
80
60
50
40
30
20
Jd (m)
800
670
550
350
250
200
150
100
Tabel 8. Panjang jarak pandang henti (Jh) Minimum
VR (km/jam)
120
100
80
60
50
40
30
20
Jh (m)
250
175
120
75
55
40
27
16
Tabel 9. Kelandaian maximum yang diijinkan
VR (km/jam) Kelandaian
120
110
100
80
60
50
40
<40
3
4
5
8
9
10
10
maksimum (%)
129
Tabel 10. Panjang kritis (m) kelandaian lengkung
Kecepatan pada awal
Kelandaian %
tanjakan (km/jam)
4
5
6
7
8
9
10
80
630
460
360
270
230
230
200
60
320
210
160
120
110
90
80
LAMPIRAN 2 TABEL PERKERASAN Tabel 1. Penggolongan type kendaraan
No.
Type kendaraan
Golongan
1.
Sedan, jeep, st. wagon
2
2.
Pick-up, combi
3
3.
Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran
4
4.
Bus kecil
5a
5.
Bus besar
5b
6.
Truck 2 as (H)
6
7.
Truck 3 as
7a
8.
Trailer 4 as, truck gandengan
7b
9.
Truck s. trailer
7c
130
Tabel 2. : Vehicle damage factor berdasar Bina Marga MST-10.
No.
Type kendaraan & golongan
Nilai VDF
1
Sedan, jeep, st. wagon
2
Gol-1
1.1
0,0005
2
Pick-up, combi
3
Gol-2
1.2
0,2174
3
Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran
4
Gol-2
1.2L
0,2174
4
Bus kecil
5a
Gol-2
1.2
0,2174
5
Bus besar
5b
Gol-9
1.2
0,3006
6
Truck 2 as (H)
6
Gol-3
1.2H
2,4159
7.
Truck 3 as
7a
Gol-4
1.2.2
2,7416
8.
Trailer 4 as, truck gandengan
7b
Gol-6
1.2+2.2
3,9083
9.
Truck s. trailer
7c
Gol-8
1.2.2+2. 2
4,1718
Tabel 3. : Faktor distribusi lajur (DL).
Jumlah lajur setiap arah
DL (%)
1
100
2
80 – 100
3
60 – 80
4
50 – 75
131
R (%) jalan
Urban
Rural
85 – 99,9
80 – 99,9
Arteri
80 – 99
75 – 95
Kolektor
80 – 95
75 – 95
Lokal
50 – 80
50 – 80
Jalan tol
Tabel 4 : Reliability (R) disarankan.
Klasifikasi jalan
Reliability : R (%) Urban
Rural
85 – 99,9
80 – 99,9
Arteri
80 – 99
75 – 95
Kolektor
80 – 95
75 – 95
Lokal
50 – 80
50 – 80
Jalan tol
132
Tabel 5 : Standard normal deviation (ZR ).
R (%)
ZR
R (%)
ZR
50
- 0,000
93
- 1,476
60
- 0,253
94
- 1,555
70
- 0,524
95
- 1,645
75
- 0,674
96
- 1,751
80
- 0,841
97
- 1,881
85
- 1,037
98
- 2,054
90
- 1,282
99
- 2,327
91
- 1,340
99,9
- 3,090
92
- 1,405
99,99
- 3,750
Tabel 6 : Terminal serviceability index (pt).
Percent of people
pt
stating unacceptable 12
3,0
55
2,5
85
2,0
133
Tabel 7 : Loss of Support Factors (LS).
No.
Tipe material
LS
1.
Cement Treated Granular Base ( E = 1.000.000 – 2.000.000 psi ) Cement Aggregate Mixtures ( E = 500.000 – 1.000.000 psi )
0 – 1
3.
Asphalt Treated Base ( E = 350.000 – 1.000.000 psi )
0 – 1
4.
Bituminous Stabilized Mixtures ( E = 40.000 – 300.000 psi )
0 – 1
5.
Lime Stabilized ( E = 20.000 – 70.000 psi )
1 – 3
6.
Unbound Granular Materials ( E = 15.000 – 45.000 psi )
1 – 3
7.
Fine grained / Natural subgrade materials ( E = 3.000 – 40.000 psi )
2 – 3
2.
0 – 1
Tabel 8. : Quality of drainage.
Quality of drainage
Water removed within
Excellent
2 jam
Good
1 hari
Fair
1 minggu
Poor
1 bulan
Very poor
Air tidak terbebaskan
134
Tabel 9 : Koefisien pengaliran C (Binkot)
No.
Kondisi permukaan tanah
Koefisien pengaliran (C)
1.
Jalan beton dan jalan aspal
0,70 – 0,95
2.
Bahu jalan : - Tanah berbutir halus
0,40 – 0,65
- Tanah berbutir kasar
0,10 – 0,20
- Batuan masif keras
0,70 – 0,85
- Batuan masif lunak
0,60 – 0,75
Tabel 10 : Koefisien pengaliran C (Hidrologi, Imam Subarkah)
Type daerah aliran
Jalan
C
Beraspal
0,70 - 0,95
Beton
0,80 - 0,95
Batu
0,70 - 0,85
135
Tabel 11 : Load transfer coefficient.
Percent of time pavement structure is exposed to moisture levels approaching saturation
<1%
1 – 5 %
5 – 25 %
> 25 %
Excellent
1.25 – 1.20
1.20 – 1.15
1.15 – 1.10
1.10
Good
1.20 – 1.15
1.15 – 1.10
1.10 – 1.00
1.00
Fair
1.15 – 1.10
1.10 – 1.00
1.00 – 0.90
0.90
Poor
1.10 – 1.00
1.00 – 0.90
0.90 – 0.80
0.80
Very poor
1.00 – 0.90
0.90 – 0.80
0.80 – 0.70
0.70
Quality of drainage
Tabel 12 : Recommended friction factor.
Type material dibawah slab
Friction factor (F)
Surface treatment
2,2
Lime stabilization
1,8
Asphalt stabilization
1,8
Cement stabilization
1,8
River gravel
1,5
Crushed stone
1,5
Sandstone
1,2
Natural subgrade
0,9
136
Tabel 13 : Tie bar.
Diameter batang ½ in
Diameter batang 5/8 in
Jenis dan
Tegang an
Tebal
mutu baja
kerja
perkeras an
Panja ng
Leba r
Leba r
Leba r
Panja ng
Leba r
Leba r
Leba r
(psi)
(in)
(in)
lajur
lajur
lajur
(in)
lajur
lajur
lajur
10 ft
11 ft
12 ft
10 ft
11 ft
12 ft
Grade 40
30.000
Jarak maximum (in)
Jarak maximum (in)
6
25
48
48
48
30
48
48
48
7
25
48
48
48
30
48
48
48
8
25
48
44
40
30
48
48
48
9
25
48
40
38
30
48
48
48
10
25
48
38
32
30
48
48
48
11
25
35
32
29
30
48
48
48
12
25
32
29
26
30
48
48
48
137
Tabel 14. : Rekomendasi dowel.
Tebal
Dowel
Panjang
Jarak
perkerasan
diameter
dowel
dowel
(in)
(in)
(in)
(in)
6
3/4
18
12
7
1
18
12
8
1
18
12
9
1 1/4
18
12
10
1 1/4
18
12
11
1 1/4
18
12
12
1 1/4
18
12
Tabel 15 : Koefisien gesekan antara pelat dengan lapisan pondasi dibawahnya.
Type material dibawah slab Burtu, Lapen sejenis
dan
konstruksi
Friction factor (F) 2,2
Aspal beton, Lataston
1,8
Stabilisasi kapur
1,8
Stabilisasi aspal
1,8 138
Stabilisasi semen
1,8
Koral sungai
1,5
Batu pecah
1,5
Sirtu
1,2
Tanah
0,9
Tabel 16 : Hubungan antara kuat tekan beton dan angka ekivalen baja & beton (n) serta f r.
f c’
f c’
(kg/cm2)
(MPa)
115
11,3
13
2,1
120 – 135
11,8 – 13,2
12
2,2
140 – 165
13,7 – 16,2
11
2,4
170 – 200
16,7 – 19,6
10
2,6
205 – 250
20,1 – 24,5
9
2,9
260 – 320
25,5 – 31,4
8
3,3
330 – 425
32,4 – 41,7
7
3,7
450
44,1
6
4,1
n
f r (MPa)
139
Tabel 17. : Ukuran dan jarak batang dowel (ruji) yang disarankan.
Tebal pelat
Diameter
Panjang
Jarak
inci
mm
inci
mm
inci
mm
inci
mm
6
150
¾
19
18
450
12
300
7
175
1
25
18
450
12
300
8
200
1
25
18
450
12
300
9
225
1¼
32
18
450
12
300
10
250
1¼
32
18
450
12
300
11
275
1¼
32
18
450
12
300
12
300
1½
38
18
450
12
300
13
325
1½
38
18
450
12
300
14
350
1½
38
18
450
12
300
140
LAMPIRAN 3 TEBEL DRAINASE TABEL I. VARIASI YT Periode Ulang ( tahun)
Variasi yang berkurang
2
0.3665
5
1.4999
10
2.2505
25
3.1985
50
3.9019
100
4.6001
TABEL 2. VARIASI YN No. 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.4952
0.4996
0.5035
0.5070 0.5100
0.5128 0.5157
0.5181 0.5202
0.5520
20
0.5225
0.5252
0.5268
0.5283 0.5296
0.5320 0.5320
0.5332 0.5343
0.5353
30
0.5362
0.5371
0.5380
0.5388 0.5402
0.5410 0.5410
0.5418 0.5424
0.5432
40
0.5436
0.5422
0.5448
0.5453 0.5458
0.5468 0.5468
0.5473 0.5477
0.5481
50
0.5485
0.5489
0.5493
0.5497 0.5501
0.5508 0.5508
0.5511 0.5519
0.5518
60
0.5521
0.5534
0.5527
0.5530 0.5533
0.5538 0.5538
0.5540 0.5543
0.5545
70
0.5548
0.5552
0.5555
0.5555 0.5557
0.5561 0.5561
0.5563 0.5565
0.5567
80
0.5569
0.5570
0.5572
0.5574 0.5576
0.5580 0.5580
0.5581 0.5583
0.5585
90
0.5585
0.5587
0.5589
0.5591 0.5592
0.5595 0.5595
0.5596 0.5598
0.5599
141
TABEL 3. VARIASI SN No. 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.9496
0.9676
0.9833
0.9971 1.0095
1.0206 1.0316
1.0411 1.0493
1.0565
20
0.0628
1.0696
1.0696
1.0811 1.0864
1.0915 1.0961
1.1004 1.1047
1.1086
30
0.1124
1.1159
1.1159
1.1226 1.1255
1.1285 1.1313
1.1339 1.1363
1.1388
40
0.1413
1.1436
1.1436
1.1480 1.1499
1.1519 1.1538
1.1557 1.1547
1.1590
50
0.1607
1.1623
1.1623
1.1658 1.1667
1.1681 1.1696
1.1708 1.1721
1.1734
60
0.1747
1.1759
1.1759
1.1782 1.1793
1.1803 1.1814
1.1824 1.1834
1.1844
70
0.1859
1.1863
1.1863
1.1881 1.1890
1.1898 1.1906
1.1915 1.1923
1.1930
80
0.1938
1.1945
1.1945
1.1959 1.1967
1.1973 1.1980
1.1987 1.1994
1.2001
90
0.2007
1.2013
1.2020
1.2026 1.2032
1.2038 1.2049
1.2049 1.2055
1.2060
142
Tabel 4. Hubungan Kondisi Permukaan dengan Koefesien Hambatan
No Kondisi Lapis Permukaan
nd
1
Lapisan semen dan aspal beton
0.0130
2
Permukaan licin dan kedap air
0.0200
3
Permukaan licn dan kokoh
0.1000
tanah dengan rumput tipis dan gunduk dengan
0.2000
4 permukaan sedikit besar 5
Padang rumput dan rerumputan
0.4000
6
Hutan gundul
0.6000
7
Hutan
rmbun
dan
hutan
gundul
hamparan rumput yang sangat rapat
rapat
dengan
0.8000
143
Tabel 5. Hubungan Kondisi Permukaan Tanah dan Koefesien Pengaliran (C)
No Kondisi permukaan Tanah
Koefesien Pengaliran ( C )
1
Jalan beton dan jalan aspal
0.7 - 0.9
2
Jalan jrikil dan jalan tanah
0.4 - 0.7
3
Bahu Jalan a. Tanah berbutir halus
0.4 - 0.65
b. Tanah berbutir kasar
0.1 - 0.2
c. batuan masf keras
0.7 - 0.85
d. Batuan masf lunak
0.6 - 0.75
4
daerah perkotaan
0.7 - 0.95
5
daerah pinggiran kota
0.6 - 0.7
6
Daerah Industri
0.6 - 0.9
pemukiman padat
0.4 - 0.6
8
Pemukiman tidak padat
0.4 - 0.6
9
Taman dan kebun
0.2 - 0.4
7
10 Persawahan
0.45 - 0.6
11 Perbukitan
0.7 - 0.8
12 Pegunungan
0.75 - 0.9
144
LAMPIRAN 4 RAMBU RAMBU 7. Beberapa Rambu lalu lintas
145
8.
146
9.
147
10.
148
Contoh rambu peringatan dan rambu petunjuk
149
150