MANAJEMEN PERPAJAKAN PEMILIHAN SUMBER PEMBIAYAAN
Disusun Oleh: SRI DAYATI
NIM. 166020310111006
MUHAMMAD RUSYDI AZIZ
NIM. 166020310111022
GATRA BAGUS SANUBARI
NIM. 166020310111028
Dosen: AYU FURY PUSPITA, MSA., Ak..
JOINT PROGRAM AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
A.
Factoring
Anjak piutang ( factoring ) adalah suatu kontrak di mana perusahaan anjak piutang menyediakan jasa-jasa sekurang-kurangnya: jasa pembiayaan, jasa perlindungan terhadap resiko kredit dan untuk klien berkewajiban kepada perusahaan anjak piutang secara terus menerus menjual atau menjaminkan piutang yang berasal piutang yang berasal dari penjualan barang barang atau pemberian jasa-jasa. Anjak piutang dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1.
Anjak Piutang Tanpa Recourse
Anjak piutang tanpa recourse merupakan penjualan piutang atas dasar notifikasi. Klien menjual piutangnya kepada factor dan factor menanggung secara penuh risiko penagihan tanpa hak menerima pembayaran dari klien apabila terjadi kerugian atas piutang alihan yang tidak tertagih. Nasabah melakukan pembayaran atas piutang alihan langsung kepada factor . 2.
Anjak Piutang Dengan Recourse
Anjak piutang dengan recourse, klien mempunyai kewajiban membayar seluruh ( full recourse) atau sebagian (limited recourse) dana yang diperoleh dari piutang alihan, atau membeli kembali piutang alihan, dalam hal nasabah tidak membayar piutang alihan tersebut kepada factor pada saat jatuh tempo. Pengaruh pajak terhadap pembiayaan dengan anjak piutang, yaitu sebagai berikut. 1.
Pajak Penghasilan
Berdasarkan Surat Direktur Jendral pajak No. S-78/PJ-311/1996 tanggal 19 April mengenai Pembebasan Pasal 23 atas penghasilan yang diperoleh Perusahaan Anjak Piutang, ditegaskan bahwa penghasilan dari perusahaan anjak piutang yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan baik yang diterima berupa diskon, service charge dan provisi tidak dikenakan pemotongan PP Pasal 23 oleh perusahaan yang membayarkan. Hal ini menunjukkan bahwa klien tidak boleh memtong pajak penghasilan pasal 23 yang terutang oleh factor serta bagi klien peraturan ini tidak mempengaruhi jumlah pajak yang harus dibayarkan. 2.
Pajak Pertambahan Nilai
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 202/KMK.04 /1996 tanggal 18 April 1996 tentang Nilai Lain dasar Pengenaan Pajak, disebutkan bahwa Penyerahan Jasa Anjak Piutang terutang pajak pertambahan nilai sebesar sebesar 10% x 5% x jumlah seluruh
imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon yang terutang pada saat penandatanganan
perjanjian
pembiayaan.Adanya
peraturan
tersebut,
klien
akan
membebankan pajak pertambahan nilai sebagai tambahan biaya, karena sifat pajak pertambahan nilai dari transaksi anjak piutang tidak dapat dikreditkan sebagai pajak masukan.
B.
Leasing
Dari sisi perpajakan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), kegiatan sewa guna usaha dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Sewa guna usaha dengan hak opsi ( finance/capital lease), 2. Sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease). Pada Pasal 3 (tiga), KMK 1169 tahun 1991, dijelaskan bahwa syarat suatu sewa guna usaha menjadi finance lease, yaitu apabila memenuhi syarat sebagai berikut. 1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor, 2. Masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan, 3. Terdapat perjanjian atas sewa guna usaha tersebut yang memuat ketentuan hak opsi bagi lesee. Sedangkan operating lease atau yang biasa dikenal sebagai sewa guna usaha tanpa hak opsi adalah termasuk sewa guna usaha yang memiliki ciri sebagai berikut (Pasal 4 KMK 1169/1991). 1. Jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor, 2. Perjanjian sewa guna usaha tidak memuat hak opsi kepemilikan bagi lesee.
Lebih
jauh,
dalam
Pengumuman
Direktur
Jenderal
Moneter
No.
Peng-
307/DJM/III.1/7/1974, pemerintah mengatur barang-barang yang boleh dijadikan objek leasing yaitu: 1. Barang yang dijadikan objek leasing harus dimiliki oleh perusahaan leasing di Indonesia dan diambil dari produksi dalam negeri, 2. Apabila barang yang menjadi objek leasing berasal dari luar negeri, maka barang tersebut dapat diekspor kembali setelah jangka waktu berahir dengan syarta-syarat tersendiri. Terkait dengan unsur perpajakan yang harus dipenuhi, beberapa peraturan yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut.
Bagi Lessor 1. Pajak Penghasilan (PPh), dikenakan kepada lessor atassebagian imbalan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi dan seluruh pembayaran jasa bagi sewa guna usaha tanpa hak opsi. 2. PPh tidak boleh dikurangkan dengan biaya penyusutan atas barang yang menjadi objek leasing dengan hak opsi, namun boleh dikurangkan apabila objek leasing merupakan objek sewa guna usaha tanpa hak opsi. 3. Lessor dapat membentuk cadangan atas piutang ragu-ragu sewa guna usaha dengan hak opsi paling tinggi 2,5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang leasing dan dapat dikurangkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak (pasal 9, UU no 36 tahun 2008) 4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikecualikan atas penyerahan objek leasing dengan hak opsi.
Bagi Lesse 1. Lesee tidak boleh mengakui penyusutan atas objek leasing sampai saat lesee menggunakan hak opsi untuk membeli. 2. Pembayaran leasing dapat dikurangkan sebagai biaya , baik dalam perjanjian sewa guna usaha dengan atau tanpa hak opsi. (Pasal 6, UU no 36 tahun 2008) 3. Apabila masa leasing lebih pendek dari masa yang sudah ditentukan, maka harus dilakukan koreksi atas pembebanan biaya leasing dengan hak opsi menjadi tanpa hak opsi (SE-29/PJ.42/1992) .
4. Lesee tidak memotong PPh pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar dalam perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi, namun untuk perjanjian tanpa hak opsi tetap dipotong .
Dari Sisi Akuntansi Dalam PSAK 30 yang mengatur tentang sewa, penggolongan sewa sama dengan dalam perpajakan, yaitu sewa operasi (operating lease), dan sewa pembiayaan ( financing lease). Dalam hal yang membedakan suatu sewa diakui sebagai sewa operasi atau pembiayaan, didasarkan atas substansi transaksi dan bukan pada bentuk (p.10 PSAK 30). Jadi, dari sisi akuntansi, suatu perjanjian sewa dapat dikatakan sebagai sewa perjanjian apabila dalam perjanjian sewa tersebut memuat salah satu dari 4 (empat) syarat utama sewa p embiayaan, yaitu sebagai berikut. 1. Lesee memiliki hak opsi untuk memiliki / membeli pada ak hir masa sewa, 2. Lesee dapat membeli aset dalam harga yang diperkirakan cukup rendah dibandingkan nilai wajar, 3. Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis, yaitu 75% dari umur ekonomis aset, 4. Jumlah pembayaran adalah secara substansial mendekati seluruh nilai wajar aset, yaitu 90% dari nilai wajar aset. Manfaat menggunakan leasing sebagai pilihan pembiayaan, yaitu: 1. Perusahaan tidak harus mengeluarkan dana yang besar di awal dan tetap mempunyai opsi untuk memiliki aset yang disewa pada akhir periode masa perjanjian sewa, 2. Perusahaan dapat membeli asset leasing dengan harga yang lebih murah dari harga pasar, 3. Perusahaan lesee tetap dapat mengurangkan biaya atas angsuran dan penyusutan sebagai biaya yang dapat dikurangkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak.
C. Hybrid Financial Instruments
Pada dasarnya, sumber pembiayaan perusahaan secara garis besar terdiri dari 4 hal, yaitu: 1. Pendanaan internal, misalnya dengan menahan laba
Menurut Myers (dalam Diyanto,2003) menjelaskan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari pendanaan internal dibandingkan dengan sumber pendanaan yang berasal dari pendanaan eksternal seperti hutang. Apabila digunakan dana
yang berasal dari eksternal urutan pendanaan yang disarankan perusahaan yaitu yang pertama adalah dari laba ditahan, diikuti utang dan yang terakhir penerbitan ekuitas baru.
Keputusan perusahaan dalam menentukan sumber dana yang akan digunakan akan menghasilkan
dampak
bagi
perusahaan
tersebut.
Ketika
sumber pendanaan internal
digunakan, maka akan timbul opportunity cost, dan ketika dana eksternal digunakan, maka akan timbul biaya modal sebesar biaya bunga yang dibebankan kreditor. Dalam hal ini, fungsi keuangan utama yang dilakukan oleh manajer keuangan dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana perlu mempertimbangkan hal-hal dalam pemenuhankebutuhan dana perusahaan.
Menurut pernyataan Standar Skuntansi Keuangan (2009), dividen yang dibayar dapat diklafikasikan sebgai arus kas pendanaan karena merupakan biaya perolehan sumber daya keuangan. Sebagai alternative, dividen yang dibayar dapat diklafikasikan sebagai komponen arus kas dari aktivitas operasi dengan maksud membantu para pengguna laporan kas dari aktivitas operasi dalam menilai kemampuan perusahaan membayar dividen dari arus kas operasi.
Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu sumber dana paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing, sebaliknya, jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Besar kecilnya dividen yang dibagikan kepada pemegang saham tergantung dari kebijakan dividen masing-masing perusahaan, karena tidak ada suatu ukuran tertentu dalam menentukan pembayaran dividen.
Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi.
1. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya lebih tinggi. 2. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual. Karena adanya efek nilai waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa mendatang mempunyai biaya efektif yang lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan hari ini. 3. Jika selembar saham dimiliki seseorang sampai meninggal sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang, ahli waris yang menerima saham itu dapat menggunakan nilai saham pada hari kematian sebagai dasar biaya mereka, dengan demikian mereka terhindar dari pajak keuntungan modal. Karena adanya keuntungan – keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikian maka para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada perusahaan sejenis yang pembagian dividennya tinggi.
2. Pendanaan melalui modal ( equity financing ) dan distribusi laba ( distributing
dividend ) Penerbitan saham mengisyaratkan adanya pengembalian yang diharapkan oleh pemodal. Terkait dengan unsur pajak dalam dividen, Miller dan Scholes (1978) dalam Fama dan French (1997), beranggapan bahwa kebijakan atas pembayaran dividen yang tinggi akan memindahkan harga saham karena dividen dikenakan pajak yang tinggi daripada keuntungan modal (Brennan 1970 dalam Fama dan French 1997). Bagi perusahaan yang membagikan dividen, apapun bentuknya (dividen tunai dan dividen saham), bukan merupakan pengurang beban pajak perusahaan. Pengembalian yang diharapkan investor tidak hanya berupa dividen saja melainkan juga keuntungan modal. Pajak atas keuntungan modal dapat ditunda hingga penjualan saham yang sesungguhnya (ketika direalisasi).
Selain itu, dengan menjual saham untuk merealisir keuntungan modal, pemodal membayar biaya transaksi tertentu dan (seharusnya) membayar pajak. Tetapi dengan menerima dividen (tidak perlu membayar biaya transaksi), pemodal justru hanya membayar pajak. Hal ini dapat
menyebabkan pajak atas keuntungan modallebih kecil dari dividen (Husnan dan Pudjiastuti, 2004). Terdapat dua sumber pendanaan eksternal yaitu investor ekuitas (disebut juga pemilik atau pemegang saham) dan kreditor (pemberi pinjaman). Investor ekuitas merupakan sumber utama
pendanaan.
Investor
menyediakan
pendanaan
dengan
harapan
untuk
mendapatkan pengembalian atas investasi mereka. Setelah mempertimbangkan pengembalian yang diharapkan (expected return) dan resiko pengembalian adalah bagian investor ekuitas atas laba perusahaan dalam bentuk distribusi laba atau reinvestasi laba. Distribusi laba adalah pembayaran dividen kepada pemegang saham. Dividen dapat dibayar langsung dalam bentuk tunai atau deviden saham, atau secara tidak langsung melalui pembelian kembali saham. Pembayaran dividen mengacu pada proporsi laba yang didistribusikan, yang sering dinyatakan dalam ratio atau presentase yaitu ratio, pembayaran dividen reinvestasi laba atau laba ditahan mengacu pada penahanan laba dalam perusahaan untuk digunakan dalam bisinis perusahaan: yang disebut pula pendanaan internal. Reinvestasi laba sering diukur dengan ratio penahanan. Reinvestasi laba juga diukur dengan pertumbuhan ekuitas. Earning retention ratio. (Sering diukur dengan rasio penahanan/rasio laba di tahan= 1- dividen payout rasio) Investor memberikan pendanaan dengan harapan mendapatkan pengembalian atas investasi mereka, setelah mempertimbangkan pengembalian yang di harapkan dan resiko.
3. Pendanaan melalui utang ( debt financing )
Keputusan pendanaan baik hutang maupun modal (ekuitas), memiliki indikasi pengenaan pajak, sehingga pajak seharusnya menjadi pertimbangan potensial. Hal ini dikarenakan perusahaan berusaha untuk membayar beban pajak yang rendah dengan menanggung beban bunga yang tinggi, dan memunculkan penghematan pajak yang dapat digunakan untuk investasi dan pembagian dividen. Hutang mempakan salah satu bentuk pendanaan yang dipilih oleh pemsahaan untuk mendanai kegiatan operasionalnya. Para pemilik pemsahaan (pemegang saham) cenderung menghindari hutang yang ekstrim baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang, karena akan menurunkan nilai perusahaan. Jika dipaksakan, memungkinkan munculnya biaya kebangkrutan yang terdiri dari legal fee dan distress price (aset perusalaan yang dihargai murah sewaktu dinyatakan bangkrut).
Pendanaan berupa hutang dibagi menjadi dua yaitu (1) hutang jangka pendek (kurang dari 1 tahun) lazim digunakan untuk kebutuhan jangka pendek terdiri atas hutang dagang dan kewajiban yang masih harus dibayar seperti upah dan pajak, dan (2) Hutangjangka panjang adalah hutang dengan yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya berbentuk hipotek dan obligasi. Jika terjadi Iikuidasi, kreditor akan dibayar terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva tetap yang dipergunakan sebagai agunan dalam perjanjian kreditnya. Pendanaan berupa hutang diproksikan ke dalam (Debt to Equity Ratio) DER. Rasio DER (Debt to Equity Ratio) mengukur tingkat penggunaan hutang terhadap total modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan juga semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham (dalam bentuk dividen). Tingginya DER (Debt to Equity Ratio) selanjutnya akan
mempengaruhi minat investor terhadap saham perusahaan
tertentu, karena investor pasti lebih tertarik pada saham yang tidak menanggung terlalu banyak beban hutang. Dengan kata lain, DER (Debt to Equity Ratio) berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
4. Anjak piutang ( factoring ) dan leasing Namun, walaupun demikian, ada kalanya untuk meningkatkan pembiayaan, suatu perusahaan perlu menggunakan lebih dari satu sumber pembiayaan, sehingga perhitungan akuntansi dan pajaknya merupakan gabungan dari jenis pembiayaan yang dipilih. Salah satu instrumen keuangan yang saat ini banyak digunakan oleh perusahaan dalam melakukan investasi adalah hybrid financial instruments. Dari sisi pertimbangan komersial, inovasi instrumen keuangan dengan menggunakan hybrid financial instruments akan memberikan keuntungan bagi perusahaan saat menghadapi risiko investasi yang besar. Inovasi instrumen keuangan dalam hybrid financial instruments dapat dilihat dari karakteristiknya yang mencampurkan karakteristik instrumen utang dan juga k arakteristik instrumen modal. Utang
Modal
Dana akan dikembalikan dalam jangka waktu Dana hanya akan dikembalikan pada saat yang telah ditetapkan Imbalan
dari
utang
likuidasi harus
tetap
dibayar Imbalan dari penyertaan modal tergantung dari
meskipun penerima utang dalam keadaan performa usaha penerima modal
merugi Dalam
keadaan
likuidasi,
pemberi
(kreditor) memiliki hak prioritas atas aset
utang Hak pemberi mdoal (pemegang saham) atas asset merupakan hak tagih terakhir setelah kreditor
Pemberi
utang
(kreditor)
kontrol atas perusahaan
tidak
memiliki Pemberi modal (pemegang saham) memiliki kontrol atas perusahaan
Hybrid financial instruments dapat didefinisikan sebagai instrumen keuangan yang memiliki karakteristik ekonomi yang tidak konsisten, baik secara parsial maupun secara keseluruhan terhadap bentuk legalnya. Sementara itu, OECD mendifinisikan hybrid financial instrument sebagai instrumen keuangan yang diklasifikasikan berbeda diantara negara-negara yang terlibat dalam transaksi instrumen tersebut, misalnya sebagai pinjaman di satu negara dan sebagai modal di negara lainnya. Contoh hybrid financial instruments yang sering ditemui antara lain: saham preferen ( preference shares), silent partnership, shareholder loan, participation bonds, convertible bonds, warrant bonds, dan profit participation loans. Dalam aspek pajaknya, hybrid financial instrument seringkali digunakan dalam perencanaan pajak pada tingkat internasional karena terdapat perbedaan dalam pengklasifikasian dan perlakuan pajak di beberapa negara yang mengakibatkan peluang tax arbitrage meningkat. Hybrid financial instruments sering digunakan untuk tujuan penghindaran pajak (tax avoidance) melalui profit shifting yang mengakibatkan dasar pengenaan pajak dalam negeri suatu negara bisa terkikis ( Base Erosion Effect ). Isu ini membuat OECD membahas secara mendetail dalam laporannya yang berjudul “ Addressing BEPS (Base Erosion Profit Sharing)”. Dalam laporan tersebut, OECD memaparkan bagaimana BEPS menjadi ancaman serius terhadap penerimaan, kedaulatan, dan keadilan dalam sistem perpajakan. Hal ini menandakan bahwa isu BEPS ini tidak hanya dihadapi oleh negara-negara berkembang saja, melainkan juga negara-negara maju yang merupakan negara asal dari perusahaan multinasional. Ketentuan di Indonesia lebih menekankan pembedaan antara penghasilan dan biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak bukan pada pembedaan antara utang dan ekuitas secara eksplisit. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 18 ayat 3 UU PPh yang berbunyi: “Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Waib Paak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya- plus, atau metode lainnya” Dalam penjelasan Pasal 18 ayat 1 UU PPh dijelaskan bahwa apabila pebandingan antara utang dan modal sangat besar melebihi batas-batas kewajaran, pada umumnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat. Dalam hal demikian, untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak, Undang-Undang ini menentukan adanya modal terselubung. Terkait dengan modal terselubung yang imbal hasilnya dikategorikan dividen ketentuan perpajakan Indonesia tidak mendefinisikan istilah modal terselubung, sehingga tidak menutup kemungkinan akan diinterpretasikan berbeda dan tentunya hal ini tidak memenuhi prinsip kepastian. Tujuan perpajakan yang dapat dicapai dengan menggunakan hybrid financial instruments dalam perencanaan pajak adalah sebagai berikut: a. Memperoleh pengurangan ganda (double dipping ) atas pembayaran bunga. b. Perusahaan yang memungkinkan pembebanan bunga pada suatu negara dan tidak dikenakan pajak di negara lainnya. c. Mengatasi tax avoidance rule dengan struktur pembiayaan yang mengindari permasalahn thin-capitalization rule atau aturan back-to-back loan. d. Menghindari atau mengurangi tarif pemotongan pajak penghasilan dan pajak atas laba pengalihan harta. e. Menunda penerimaan penghasilan atau mendapatkan pengurangan pajak secara dini. Suatu instrumen keuangan hybrid yang bertujuan memanfaatkan perbedaan sistem perpajakan diantara 2 negara tidak memiliki tujuan yang bonafide mengakibatkan dasar pengenaan pajak dalam negeri suatu negara bisa terkikis sehingga hal ini dianggap sebagai bentuk penghindaran pajak yang menjadi ancaman serius berbagai negara. Saat ini, Indonesia masih belum memiliki ketentuan pencegahan penghindaran pajak baik secara khusus maupun umum yang dapat menangkal praktik penghindaran pajak melalui penggunaan instrumen keuangan
hybrid .
Walaupun
otoritas
pajak
Indonesia
memiliki
wewenang
untuk
merekarakterisasi transaksi utang sebagai modal, namun dengan tidak adanya peraturan yang dapat digunakan sebagai batasan antara utang dan modal menjadi kendala bagi kepastian hukum untuk menjustifikasi wewenang otoritas pajak tersebut.
STUDI KASUS PT XYZ adalah perusahaan manufaktur, yang mempunyai kerjasama dengan perusahaan (PT ABC) pembangkit listrik swasta untuk memberikan pasokan listrik ke PT XYZ. Jenis supply yang diberikan ada 3, yaitu: 1. Electric Power 2. Facility Charge 3. Steam Pada tahun 2008 PT XYZ mengadakan perjanjian dengan PT ABC bahwa untuk meningkatkan kapasitas supply listrik nya , maka p erlu di bangun suatu alat di PT. ABC. Setiap bulan PT XYS membayar 3 biaya tersebut di atas kepada PT ABC.
Atas saran auditor pembangunan Fasilitas tersebut pembiayaannya menggunakan system Financial Lease dengan menggunakan
perhitungan system annuity
ke PT ABC, dengan
informasi sebagai berikut: 1. Total Nilai perolehan Asset: USD 25,000,000.00 2. Suku Bungan Annuitas : 10 % 3. Periode 20 tahun. Maka biaya perbulannya dipotongkan dari Facility charge bulanan yang dibayarkan oleh PTS. Selama ini pada saat pemeriksaan pajak, tidak pernah terjadi koreksi atas perlakuan hal tersebut di atas, namun ketika pemeriksaan pajak untuk tahun 2015, maka DJP merasa keberatan atas pemotongan pembebanan biaya financial lease pada biaya listrik bulanan. DJP mengeluarkan SPHP (Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan) dimana menurut pajak biaya negative tidak diakui oleh pajak. Jawab:
1
Initial Journal Account Number
Account Description
Debet
Credit
Principle recognition
of
asset
1,1219
FA/ Contract Under Financial Lease
1,2351
Financial
25.000.000,00 Lease
Longterm
Liability
Accrue
25.000.000,00
of
Interest
1,1219
FA/ Contract Under Financial Lease
1.2192.054
32.901.297,74
AccrExpns/AccExpInterestExp -Lease
2
Journal
32.901.297,74
For
Monthly Account Number
Account Description
Debet
Credit
Monthly Charge
1,2351
LsOblLgTm/ObliationUnderCa pital
1,2351
LsOblLgTm/ObliationUnderCa pital
760.5611.01
175.150,51
66.104,90
ElctrcPwr/FAS CHRG FAUCL 241.255,41
Interest Expense
2,9295
IntrExpns/INTERESTOFFINA NCIALL
1.2192.054
175.150,51
AccrExpns/AccExpInterestExp -Lease
Current
175.150,51
Non
Current Portion
1,2351
Financial
Lease
Longterm
Liability 1.2190.082
241.255,41
CrPoLsObl/CapitalLeaseCurren t
760,5419
241.255,41
DeprExpns/DEPREOFFINAN CELEASE
1,1239
104.166,67
AcDpMcnEq/ContractasFinanc eLease
3
Journal
104.166,67
For
Yearly Account Number
Account Description
Debet
Monthly Charge
1,2351
LsOblLgTm/ObliationUnderCa pital
1,2351
1.748.270,79
LsOblLgTm/ObliationUnderCa pital
4.041.859,08
Credit
760.5611.01
ElctrcPwr/FAS CHRG FAUCL 5.790.129,87
Interest Expense
2,9295
IntrExpns/INTERESTOFFINA NCIALL
1.2192.054
4.041.859,08
AccrExpns/AccExpInterestExp -Lease
Current
4.041.859,08
Non
Current Portion
1,2351
Financial
Lease
Longterm
Liability 1.2190.082
5.790.129,87
CrPoLsObl/CapitalLeaseCurren t
5.790.129,87
Monthly Depreciation
760,5419
DeprExpns/DEPREOFFINAN CELEASE
1,1239
2.500.000,00
AcDpMcnEq/ContractasFinanc eLease
2.500.000,00
SPHP Details 2015 Accounting Description
Komersial PTXYZ
Electric Power Charge/ Yearly Facility Charge Lease/ Yearly Interest o FAUCL/Yearly Depresiasi/Yearly
PT XYZ => P/L Yearly 2015
Koreksi CIT 17.040.000,00 (5.790.129,87) 4.041.859,08 2.500.000,00 17.791.729,21
Fiskal 0 5.790.129,87 (4.041.859,08) (2.500.000,00)
Adjustment
Ket1
17.040.000,00 17.040.000,00 Tax Recognized
751.729,21 Should be paid to Tax Office