REKONS: Jurnal Manajemen Rekayasa Konstruksi Vol. 4, No. 4 (Oktober 2017), Halaman 139 – 146 ISSN: 2407-0793, ISSN ( e ): 2407-0793, http://www.rekons.polinema.ac.id
PERILAKU BETON GEOPOLYMER DIBANDING BETON NORMAL DITINJAU DARI PERAWATAN, ABSORPSI DAN KUAT TEKAN Jimianta1, Qomariah, BS., MT2, Ir. Sudarmanto, MT3 1
Mahasiswa Manajemen Rekayasa Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang 2,3 Dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang 1
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstract Geo-polymer concrete is an alternative to replace normal concrete without cement but fly ash, which rich in silica and alumina, that able to react with the alkaline liquid activator to produce binding material (binder). This research aims to find out the effect of ambient curing in geo-polymer concrete by its compressive strength and absorption. The correlation between those three was analyzed as well. The alkaline activators used in this research was NaOH (natrium hydroxide) and Na2SiO3 (natrium silicate) at a ratio of 2:5 and 77% aggregate to 23% binder with a concentration of 14 molarities. The specimens were in the form of a Ø15cmx30cm deep. Compressive strength was reviewed at 7, 14, 28 and 42 days using 6 specimens and absorption was reviewed at the same age using 2 specimens after being hardened at room temperature. Both concrete mixtures had declining absorption value with increasing compressive strength over time. Absorption value growth in geo-polymer concrete was slower on early days (7 days; 6.02% and 14 days; 5.23% in geo-polymer concrete and 7 days; 6.11% and 14 days; 3.82% in normal concrete) but had better absorption than normal concrete when matured (28 days; 2.54% and 42 days; 1.25% in geo-polymer concrete and 28 days; 3.86% and 42 days; 2.83% in normal concrete). Geo-polymer’s compressive strength also had slower growth on early days (7 days; 4.63% and 14 days; 23.07%) but had similar strength when matured (28 days; 86.88%; 42 days; 102.09%.). The correlation between absorption and compressive strength was positive. Key words: absorption, alternative concrete, compressive strength, fly ash, geopolymer concrete
PENDAHULUAN Meningkatnya keinginan untuk mewujudkan bangunan yang ramah lingkungan telah mendorong kita untuk mengembangkan material yang ramah lingkungan dan ekonomis. Aspek kritits yang mempengaruhi perkembangan adalah kinerja bahan yang berbeda dan pengguna khusus, aspek ekonomi dan aspek dampak lingkungan. Semen adalah salah satu material yang mengkonsumsi energi besar dalam pembuatannya. Selain itu, semen menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) saat pembuatannya, gas ini dapat mencemari lingkungan yang mengakibatkan efek rumah kaca (global warming). Disisi lain, efek lingkungan juga dapat dipengaruhi oleh material sisa yang berbahaya seperti fly ash misalnya. Alternatif untuk mengatasi permasalahan diatas adalah dengan memanfaatkan limbah fly ash tersebut. Fly ash merupakan limbah industri dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) hasil dari sisa pembakaran batu bara yang mengandung silica amorf. Sebutan “geopolymer” pertama kali diperkenalkan oleh seorang insinyur sekaligus ilmuwan Prancis, Prof. Joseph Davidovits pada tahun 1970. Geopolymer merupakan sintesa dari material yang berasal dari
alam yang banyak mengandung silika dan alumina (Davidovits, 1999). Penggunaan teknologi geopolymer mampu mereduksi sekitar 80% emisi karbon dioksida ke atmosfir yang disebabkan oleh industri semen dan agregat (Davidovits, 1994). Keunggulan teknologi geopolymer inilah yang mendorong banyak penelitian untuk mengembangkannya khusunya sebagai material konstruksi. Penggunaan material asal yang berbeda dan mekanisme reaksi yang berbeda membuat beton dengan teknologi geopolymer ini berbeda dengan beton konvensional (beton normal) yang menggunakan semen biasa. Paper ini melaporkan hasil studi Perilaku Beton geopolymer dibanding beton normal ditinjau Dari Perawatan, Absorpsi dan Kuat Tekan. Metode perawatan beton yang dipilih adalah perawatan (curing) pada suhu ruang untuk beton geopolymer dan perawatan rendaman untuk beton normal. Perawatan ini dilakukan untuk melihat perkembangan kuat tekan dan absorpsi pada beton geopolymer terhadap beton normal, dengan pengujian pada umur 7, 14, 28, 42
139
Material
dalam pembuatan geopolymer berperan sebagai pembentuk ikatan polimerisasi terhadap fly ash yang mengandung unsur alumina dan silikat sehingga terbentuklah ikatan yang kuat dan mempercepat reaksi yang terjadi.
hari. Selain itu, penelitian ini juga melihat hubungan antara perkembangan absorpsi terhadap perkembangan kuat tekan yang dihasilkan dari kedua jenis beton ini (beton geopolymer dan beton normal). Benda uji yang dipakai untuk beton normal dan beton geopolymer masing-masing 6 buah untuk tes kuat tekan dan 2 buah untuk absorpsi pada tiap umur pengujian.
Agregat Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat buatan (artificial aggregates) Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu, agregat kasar dan agregat halus. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi. Berdasarkan pengalaman, komposisi agregat tersebut berkisar 60%-70% (Mulyono, 2003).
Beton Geopolymer Beton geopolymer adalah beton yang 100% perekatnya tanpa menggunakan semen. Sehingga digunakan material mengandung banyak oksida silica dan alumina kemudian direaksikan dengan suatu larutan yaitu aktifator dan membentuk binder. Binder ini menggunakan solid material berupa fly ash, fly ash inilah yang berfungsi utama untuk menggantikan semen sebagai perekat baik itu untuk perekat pada agregat halus maupun agegat kasar atau keduaduannya. Fly ash merupakan bahan samping dari proses pembakaran batu bara. Proses polimerisasi pada beton geopolymer terjadi karena reaksi kimia antara alkalin dengan mineral Si – Al dan menghasilkan rantai polymeric tiga – dimensi dan ikatan struktur Si – O – Al – O yang konsisten (Davidovits,1999).
Air Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan. (Mulyono, 2003).
Materi Penyusun Beton Geopolymer Fly ash (abu terbang) adalah material yang berasal dari sisa pembakaran batu bara yang tidak terpakai. Pembakaran batu bara kebanyakan digunakan pada pembangkit listrik tenaga uap. Produk limbah dari PLTU tersebut mencapal 1 juta ton per tahun. PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) yang menghasilkan abu terbang ini misalnya PLTU Surabaya dan PLTU Paiton. Abu terbang juga dihasilkan oleh pabrik kertas maupun pabrik kimia. Sekitar 75 - 90% abu yang keluar dari cerobong asap dapat ditangkap oleh sistem elektrostatik precipitator. Sisa yang lain didapat di dasar tungku (disebut bottom ash). Mutu fly ash tergantung pada kesempurnaan proses pembakarannya. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik yaitu material siliceous atau aluminous. Kandungan fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), aluminium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO), serta magnesium, potasium, sodium titanium, dan sulfur dalam jumlah yang sedikit. (Nugraha, 2007).
Pengujian Beton Pengujian Slump Beton Segar (workability) Kemudahaan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump atau kekentalan yang identik dengan tingkat keplastisan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah pengerjaanya (Mulyono, 2005). Pengujian Absorpsi Perawatan beton merupakan faktor yang sangat penting untuk mendapatkan beton yang kedap air. Penguapan yang besar mendesak beton membentuk kapiler yang menyebabkan beton menjadi bersifat porosif (berpori). Semen atau beton yang kurang sempurna mengerasnya akibat kekurangan air akan banyak meninggalkan pori-pori pada agar-agarnya, karena volume agar-agar yang terjadi ± 2.1 kali sebesar volume kering semula (Samekto, W. dan Rahmadiyanto, C., 2001). Sifat kekedapan beton berkaitan dengan porositas dan absorpsi beton. Air masuk kedalam beton tidak hanya melalui porous sistem tetapi juga melalui diffusion dan sorbtion yang semuanya tergantung pada struktur hidrasi semen. Beton yang baik adalah beton yang mempunyai nilai absorpsi dibawah 10 % terhadap massa beton.
Alkali Aktivator (Natrium Silikat dan Natrium Hidroksida) Alkali aktivator adalah campuran kimia yang terdiri dari natrium hidroksida atau biasa disebut soda api (serpihan), soda api ini penggunaanya biasanya untuk industri pabrikan contohnya industri baja, sedangkan natrium silikat biasa disebut waterglass (gell bening) ini biasanya dipakai untuk keperluan industri tekstil, bahan utama pembuat sabun. Fungsi alkali aktivator
Kuat Tekan Beton Untuk mengetahui besarnya kuat tekan beton yang telah mengeras yang disyaratkan, dilakukan pengujian kuat tekan beton.
140
Material
Berdasarkan Metode Pengujian Kuat Tekan Beton (SNI 1974:2011), besarnya kuat tekan beton dapat dihitung menggunakan persamaan 1 dan dapat dijelaskan pada skema pembebanan pada Gambar 1.
Kuat Tekan = dengan : Pmaks A P
Beton geopolymer berbahan dasar abu terbang dalam penelitian ini menggunakan Water to Solid ratio (W/S) sebesar 0,29. Jumlah air dalam campuran merupakan penjumlahan dari kandungan air yang berada dalam natrium silikat, natrium hidroksida dan tambahan air sedangkan jumlah padatan (solid) merupakan penjumlahan dari berat abu terbang, dan kandungan padatan dalam natrium silikat dan natrium hidroksida. Berat abu terbang, pasir dan kerikil yang dipakai adalah 342,806 kg/m3; 765,323 kg/m3; 1091,034. Tata cara mix design yang digunakan diadopsi dari B.V Rangan (2008) dan SNI 03-2834-2000 dengan rancangan kuat tekan rencana 25MPa. Berikut adalah Tabel 2 jumlah bahan yang dibutuhkan dalam campuran beton geopolymer dan Tabel 3 untuk beton normal.
(1) = beban tekan maksimum (kg) = luas permukaan benda uji yang ditekan (cm2)
Plat Baja Pembebanan silinder beton Plat Baja Gambar 1 Skema Pengujian Kuat Tekan Silinder
Tabel 2 Jumlah bahan dari beton geopolymer untuk 32 benda uji
METODE PENELITIAN Bahan dasar (raw material) berupa abu terbang (fly ash) yang diambil dari PLTU Paiton. Abu terbang yang digunakan tergolong ke dalam abu terbang kelas F menurut standar ASTM C618 yaitu abu terbang dengan kadar Al2O3+SiO2+Fe2O3≥70% sesuai Tabel 1. Analisis unsur kimia yang terdapat dalam abu terbang dapat dilihat pada Tabel 1. Dalam penelitian ini, molaritas yang dipakai adalah 14 molaritas yang disesuaikan dengan hasil penelitian terdahulu Dedi Yuanda, 2015 dan rasio antara natrium silikat terhadap natrium hidroksida adalah 2,5 yang disesuaikan dengan penelitian terdahulu Hardjito dan Rangan, 2005. Kedua ketentuan tersebut digunakan karena pada hasil penelitian tersebut menunjukkan pengaruh yang maksimal terhadap kuat tekan beton geopolymer. Natrium silikat yang digunakan adalah dalam bentuk gell sedangkan natrium hidroksida dalam bentuk padat/serpihan. Kedua bahan dicampur bersama air sesuai mix design yang dipersiapkan sehari sebelum dilakukan pengecoran.
No.
Material
Berat (Kg)
1
Fly Ash
58,139
2
NaOH
9,967
3
Na2SiO3
24,917
4
Air
5,940
5
Air tambahan
1,346
6
Pasir
129,799
7
Kerikil
185,039
(Sumber: Hasil Pengujian) Tabel 3 Jumlah bahan dari beton geopolymer untuk 32 benda uji No.
Material
Berat (Kg)
1
Semen PC 1
74,939
2
Air
29,706
3
Pasir
129,799
4
Kerikil
185,039
(Sumber: Hasil Pengujian)
Tabel 1 Komposisi Kimia dari fly ash (% Massa) Komposisi Al2O3 SiO2 SO3 K2O CaO TiO2 V2O5 Cr2O3 MnO Fe2O3 NiO CuO ZnO SrO BaO Re2O7 Eu2O3
Berat (%) 11,15 32,95 1,12 2,27 12,32 1,95 0,076 0,11 0,26 36,02 0,41 0,12 0,05 0,46 0,25 0,21 0,35
Alat yang digunakan adalah mixer/molen dengan kapasitas maksimal 1,5 m3, benda uji dibuat dalam bentuk silinder tinggi Ø15 tinggi 30cm, dipadatkan dengan penusukan dan digetarkan sesuai dengan prosedur yang digunakan sesuai SNI 4810:2013. Benda uji kemudian di biarkan pada suhu ruang untuk beton geopolymer dan perendaman untuk beton normal dengan durasi masing-masing 7, 14, 28 dan 42 hari. Kuat tekan rata-rata dari beton geopolymer dan beton normal, diperoleh dari pengetesan kuat tekan menggunakan mesin uji kuat tekan sesuai tata cara SNI 1974:2011. Kuat tekan dari benda uji dites pada umur 3, 7, 14 dan 28 dan 42 hari setelah dicetak.
(Sumber: Hasil Pengujian)
141
Material
Pengujian Agregat Agregat Halus Pengujian agregat halus terdiri dari kadar air, berat jenis, penyerapan, berat isi, kandungan organik, modulus kehalusan, dan analisis saringan. Agregat halus yang dipakai berasal dari pasir Lumajang dan hasil pengujian agregat halus yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4 dan hasil pemeriksaan gradasi pasir menunjukkan masuk ke Zona II berdasarkan BS 882 dapat diperjelas pada Gambar 2. Tabel 4 Hasil pengujian agregat halus Nama Pengujian Kadar Air
Berat Jenis
Satuan
Hasil
Standar
Keterangan
%
5,02
ASTM C-556-67
Memenuhi
gr/cm3
2,65
ASTM C-128-01
Memenuhi
ASTM C-128-01
Memenuhi
Penyerapan
Berat Isi
%
1,12
gr/cm
Kandungan Organik
3
1,60
-
ASTM C-29-97
Mendekati Bening
Memenuhi
ASTM C-40-79
Memenuhi
-
2,73
BS 882
Memenuhi
Analisis Saringan
-
Zona Gradasi II
BS 882
Memenuhi
(Sumber: Hasil Pengujian) 100.00
Persen Butir Lolos (%)
90.00
91.41
76.74
100.00 100.00 99.29 90.00
75.00
59.00
Gradasi Sampel Uji
55.00 45.97 30.00 10.00
0.15 0
0.3 10
Batas Bawah
35.00
13.35
0.6 20
Satuan
Hasil
Standar
Keterangan Memenuhi
Kadar Air
%
0,79
ASTM C-556-67
Berat Jenis
gr/cm3
2,67
ASTM C-128-01
Memenuhi
Penyerapan
%
2,04
ASTM C-128-01
Memenuhi
Berat Isi
gr/cm3
1,44
ASTM C128-01
Memenuhi
MHB Kerikil
-
6,55
BS 882
Memenuhi
Analisis Saringan
-
Masuk Gradasi
BS 882
Memenuhi
(Sumber: Hasil Pengujian) Dari tabel diatas maka dapat disimpulkan kerikil memenuhi syarat sebagai campuran beton. 100.00
100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
100.00
100.00
95.00
55.00
Gradasi Sampel Uji Batas Bawah
43.81 25.00 10.00
Batas Atas
1.53 0.00
4.8 10
9.6 20
19 30
38 40
50
Ukuran Saringan (mm)
Gambar 3 Gradasi Kerikil Pengujian Slump Beton Segar (workability) Pengujian slump pada beton geopolymer dan beton normal dilakukan untuk melihat tingkat keplastisan beton segar yang identik dengan kemudahan pengerjaannya. Hasil pengujian slump lihat Gambar 4 beton geopolymer pada penelitian ini identik dengan hasil penelitian terdahulu oleh Hardjito dan Rangan, 2005.
Batas Atas
8.00
0.00
Nama Pengujian
0
MHB Pasir
100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
Tabel 5 Hasil pengujian agregat kasar
Persen Butir Lolos (%)
Absorpsi beton geopolymer dan beton normal, diperoleh dari pengujian absorpsi terhadap benda uji sesuai tata cara ASTM C642. Absorpsi beton diuji pada umur 7,14, 28 dan 42 hari.
30 1.2
40 2.4
4.8 50
60 9.6
19 70
80
Ukuran Saringan (mm)
Gambar 2 Gradasi Pasir Agregat Kasar Pengujian agregat kasar terdiri dari pengujian kadar air, berat jenis, penyerapan, berat isi, modulus kehalusan, dan analisis saringan. Agregat kasar yang dipakai berasal dari kerikil Pasuruan dan hasil pengujian agregat kasar yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5 dan hasil pemeriksaan gradasi kerikil menunjukkan masuk standar BS 882 pada ukuran maksimal 20mm dapat diperjelas pada Gambar 3.
Gambar 4 Slump beton geopolymer (Sumber: Hasil Pengujian) Pengujian slump beton normal dapat dilihat pada Gambar 5.
Material
Gambar 5 Slump beton normal (Sumber: Hasil Pengujian) Hasil pengujian slump beton geopolymer dan beton normal dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil pengujian slump No.
Beton Normal (cm)
Beton Geopolymer (cm)
1
5,87
15,34
2
5,55
17.47
3
5,38
17,96
4
3,67
13.45
Rata –rata
5,12
16,06
(Sumber: Hasil Pengujian) Sesuai dengan Tabel 6 bahwa terjadi perbedaan relatif tinggi yang terjadi pada slump beton geopolymer bila dibanding beton normal. Hal ini disebabkan oleh pemakain W/S (Water to Solid ratio) yang tinggi. Air sendiri berasal dari penggunaan natrium silikat (Na2SiO3) yang sudah mengandung 55,9% air ditambah oleh penambahan air untuk melarutkan natrium hidroksida (NaOH) untuk 14 molaritas. Sehingga, perubahan sifat pada natrium hidroksida 14 molaritas dengan dibantu oleh penambahan air dan kemudian dicampur dengan natrium silikat yang mengandung air menghasilkan nilai slump yang tinggi pada beton segar beton geopolymer. Pengujian Absorpsi Hasil pengujian absorpsi beton geopolymer dan beton normal diperlihatkan pada grafik dibawah ini. Hasil Uji Absorpsi 7.00
Sehingga dapat dilihat pada Gambar 6 bahwa perkembangan nilai absorpsi beton geopolymer lebih baik dibanding beton normal. Bertambahnya umur beton geopolymer, maka nilai absorpsi akan semakin rendah. Meskipun perkembangan nilai absorpsi beton geopolymer diusia muda yaitu umur 7 hari hingga 14 hari kalah dengan beton normal. Namun, diusia berikutnya yaitu umur 28 hari beton geopolymer mampu mengalahkan nilai absorpsi beton normal dengan hasil nilai absorpsi beton geopolymer sebesar 2,54% sedangkan beton normal sebesar 3,86%. Faktor yang mengakibatkan terjadinya perbedaan kecepatan perkembangan nilai absorpsi ini disebabkan oleh berbedanya jenis pengikat yang dipakai. Beton normal memakai pengikat berupa semen PC tipe 1 yang notabene mampu mengikat dengan baik pada usia muda. Sedangkan beton geopolymer membutuhkan waktu lebih lama karena memakai fly ash sebagai bahan utama dalam pembuatan pengikatnya. Peran sifat fly ash yang halus dalam hal ini berfungsi memperkecil nilai pori, sehingga sesuai dengan penelitian sebelumnya mengenai pengaruh tingkat kehalusan fly ash terhadap jumlah pori yang dikandung dalam beton, bahwa semakin halus fly ash akan memperkecil jumlah pori pada beton (Triwulan, 2003). Selain itu, faktor lain yang berpengaruh yaitu akibat pengikatan dari reaksi aktifator yang semakin memperkecil pori, hal ini disebabkan oleh penggunaan kadar konsentrasi 14 molaritas sesuai dengan hasil penelitian terdahulu Dedi Yuanda, 2015 dan peran rasio natrium silikat terhadap natrium hidroksida dengan rasio 2,5 yang disesuaikan dengan penelitian terdahulu Hardjito dan Rangan, 2005 berdampak besar dalam mempercepat pengerasan yang terjadi pada beton geopolymer, sehingga nilai serap akan semakin rendah. Terlihat pada umur 42 hari beton geopolymer menunjukkan hasil yang lebih baik yaitu dengan nilai absorpsi sebesar 1,36% sedangkan beton normal sebesar 2,83%. Hasilnya semakin kecil jumlah pori akan berdampak pada penambahan kuat tekan beton geopolymer.
Absorpsi (%)
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00
vz
1.00 0.00 Umur (hari)
71
2 14
3 28
Beton Normal
6.11
3.82
3.86
2.83
Beton Geopolymer
6.02
5.23
2.54
1.36
Beton Normal
424
Beton Geopolymer
Gambar 6 Hasil Uji Absorpsi (Sumber: Hasil Pengujian)
Korelasi Perkembangan Absorpsi terhadap Perkembangan Kuat Tekan Perkembangan absorpsi terhadap kuat tekan saling berkaitan seiring bertambahnya umur beton. Keterkaitan ini berlaku pada beton geopolymer (lihat Gambar 7) dan beton normal (lihat Gambar 8).
Material
Hubungan nilai absorpsi terhadap kuat tekan rata-rata beton normal Absorpsi (%) Kuat Tekan (MPa)
35 30 25 20 15 10 5 0 0 1
72
14 3 Umur (hari) Kuat Tekan Beton Normal
28 4
42 5
Absorpsi Beton Normal
Gambar 7 Hubungan nilai absorpsi terhadap kuat tekan beton geopolymer (Sumber: Hasil Pengujian)
35
Hubungan nilai absorpsi terhadap kuat tekan rata-rata beton geopolymer
Absorpsi (%) Kuat Tekan (MPa)
30 25 20 15 10 5 0 0
1
7
14 3 Umur (hari) Kuat Tekan Beton Geopolymer 2
28
4
42 5
Absorpsi Beton Geopolymer
Gambar 8 Hubungan nilai absorpsi terhadap kuat tekan beton normal (Sumber: Hasil Pengujian) Dari Gambar 8 dapat dijelaskan bahwa perkembangan nilai absorpsi beton normal tidak banyak berubah dari umur 7 hari hingga umur 42 hari, namun kuat tekan rata-rata yang dihasilkan naik dengan cepat. Pada beton normal, rencana kuat tekan 25MPa tercapai pada umur 28 hari, hal ini disebabkan oleh jenis semen yang dipakai yaitu jenis semen Portland tipe 1. Sedangkan, perkembangan nilai absorpsi pada beton normal tidak terlalu menunjukkan trend yang ekstrim, namun tetap menunjukkan bahwa semakin mengecilnya nilai absorpsi pada beton meningkatkan kuat tekan pada beton normal. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kuat tekan tertinggi terdapat pada nilai absorpsi terendah. Perkembangan nilai absorpsi terhadap perkembangan nilai kuat tekan beton geopolymer berkaitan dengan penambahan umur dapat dilihat pada Gambar 7. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa, terdapat hubungan yang tinggi antara nilai absorpsi dengan kuat tekan yang dihasilkan. Pada umur muda 7 dan 14 hari beton geopolymer menghasilkan kuat tekan yang sangat rendah yaitu 0,91MPa dan 5,32MPa saja, ini disebabkan karena pengikatan pada beton geopolymer memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengeluarkan air dari beton geopolymer pada saat proses pengeringan, bersamaan dengan itu saat proses pengeringan tersebut terjadi penutupan pori, sehingga ini sesuai dengan skema pembentukan beton
geopolymer oleh Davidovits. Hubungan perkembangan nilai absorpsi terhadap perkembangan nilai kuat tekan beton geopolymer mulai terlihat pada umur 28 hari dan 42 hari dengan dimulai pada penurunan nilai absorpsi dari umur 14 hari dengan nilai absorpsi 5,23% ke umur 28 hari dengan nilai absorpsi 2,54% dengan menghasilkan 22,83MPa pada umur 28 hari dan 33,15MPa pada umur 42 hari dengan nilai absorpsi sebesar 1,36% saja. Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa perkembangan kuat tekan beton geopolymer sangat berkaitan erat terhadap perkembangan nilai absorpsi, semakin rendah nilai absorpsi akan meningkatkan kecepatan pengerasan beton geopolymer dan ini berkaitan langsung dengan kecepatan pengikatan bahan kimia yang dipakai yaitu menggunakan konsentrasi NaOH sebesar 14 molaritas dan rasio Na2SiO3:NaOH sebesar 2,5. Sehingga dapat diketahui bahwa kenaikan kuat tekan beton geopolymer terhadap beton normal dapat dikatakan lebih lamban pada usia muda beton sesuai dengan dasar teori perkembangan kuat tekan beton geopolymer pada penelitian oleh Puput Risdanareni, 2014. Sedangkan perkembangan nilai absorpsi juga sangat berpengaruh pada perkembangan nilai kuat tekan beton. Pengujian Kuat Tekan Beton Hasil pengujian kuat tekan beton geopolymer dan beton normal dapat ditunjukkan pada Tabel 7 dibawah ini. Tabel 7 Hasil kuat tekan rata-rata beton Tinjauan
Hasil
Umur
7
14
28
42
Kuat Tekan Beton Normal (MPa)
19,66
23,06
26,30
32,47
0,91
5,32
22,85
33,15
4,63%
23,07%
86,88%
102,09%
Kuat Tekan Beton Geopolymer (MPa) %kuat tekan BG terhadap BN
(Sumber: Hasil Pengujian) Keterangan: *BG = Beton geopolymer *BN = Beton normal Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada umur muda yaitu pada umur 7 dan 14 hari beton geopolymer memiliki prosentase kekuatan tekan beton rata-rata yang sangat rendah bila dibanding beton normal yaitu hanya 4,63% pada umur 7 hari dan 23,07% pada umur 14 hari terhadap kuat tekan beton normal. Hal ini
Material
disebabkan karena perbedaan material pengikat, reaksi hidrasi pada material fly ash bersama aktivator pada beton geopolymer membutuhkan waktu lebih lama bila dibandingkan beton normal yang menggunakan material pengikat berupa semen Portland, sehingga hasil ini sepaham dengan penelitian terdahulu mengenai penelitian perkembangan beton geopolymer fly ash (Qomariah, 2011). Pada penelitian ini peran aktivator yaitu natrium silikat dan natrium hidroksida dalam mempercepat pengikatan pada beton geopolymer mulai terlihat pada rentang umur beton 14 hari keatas yaitu pada umur 28 hari sebesar 86,88% terhadap beton normal dan akan terus bertambah seiring bertambahnya umur. Pada umur 28 hari beton geopolymer masih lebih rendah kekuatan tekan rata-ratanya bila dibanding beton normal. Hal ini disebabkan karena beton normal menggunakan semen akan mengeras penuh pada umur 28 hari. Pada umur 42 hari beton geopolymer sudah mampu mengungguli kuat tekan rata-rata beton normal dengan selisih 2,09% naik terhadap beton normal.
KESIMPULAN Dari semua rangkaian penelitian maka dapat di tarik beberapa kesimpulan yaitu: -
-
Kuat Tekan Rata-rata 35
Kuat Tekan (MPa)
30 25 20 15 10 5
-
0 01
72
143
284
42 5
Umur (hari) Beton Normal
Beton Geopolymer
Gambar 9 Hasil Tes Kuat Tekan (Sumber: Hasil Pengujian) Dapat dilihat juga pada Gambar 9 sama halnya dengan beton normal, perkembangan kuat tekan ratarata beton geopolymer akan bertambah seiring bertambahnya umur beton meskipun berjalan lebih lambat, hal ini identik dengan hasil penelitian oleh Puput Risdanareni. Selain itu, sama halnya dengan nilai absorpsi yang semakin rendah pada kenaikan kekuatan tekan pada beton geopolymer ini juga dipengaruhi oleh kualitas atau kehalusan fly ash yang dipakai, serta kualitas rancangan aktivator yang dipakai. Tata cara perancangan aktivator yang telah disesuaikan dengan penelitian terdahulu, rancangan 14 Molaritas (Hardjito dan Rangan, 2005) dan rasio Na2SiO3:NaOH sebesar 2,5 (B.V Rangan, 2008) menghasilkan perkembangan kuat tekan yang sesuai perencanaan. Sesuai penelitian terdahulu bahwa sifat fly ash yang halus sangat mempengaruhi kepadatan beton (Dedi Yuanda, 2015).
Perkembangan nilai absorpsi pada beton geopolymer pada variasi umur peninjauan 7, 14, 28, dan 42 hari berturut-turut sesuai umur sebesar 6,02%; 5,32%; 2,54%; 1,36% sedangkan beton normal berturut-turut sesuai umur sebesar 6,11%; 3,82%; 3,86%; 2,83%. Sehingga dapat dilihat bahwa perkembangan nilai absorpsi beton geopolymer semakin rendah seiring bertambahnya umur, meskipun lebih lamban diumur muda (pada beton geopolymer 6,02% dan 5,32% pada beton normal 6,11% dan 3,82%) bila dibandingkan beton normal. Pada umur matang (pada beton geopolymer 2,54% dan 1,36% pada beton normal 3,86% dan 2,83%) nilai absorpsi beton geopolymer lebih baik dibandingkan beton normal. Perkembangan prosentase kuat tekan beton geopolymer terhadap beton normal pada variasi umur 7, 14, 28, dan 42 hari berturut-turut sesuai umur sebesar 4,63%; 23,07%; 86,88%; 102,09%. Pada umur muda (4,63% dan 23,07% saja terhadap beton normal) perkembangan beton geopolymer sangat rendah bila dibandingkan beton normal. Pada umur matang (86,88% dan 102,09%) beton geopolymer mampu menghasilkan kuat tekan setara dengan beton normal. Selain itu, terdapat korelasi antara perkembangan nilai absorpsi terhadap kuat tekan yang dihasilkan. Pada nilai absorpsi beton geopolymer umur muda (6,02% dan 5,32%) menghasilkan kuat tekan rendah dikarenakan nilai absorpsi yang masih tinggi. Pada umur matang dengan nilai absorpsi (2,54% dan 1,36%) kuat tekan mulai beranjak naik dan mampu menyamai kekuatan tekan beton normal. Hal serupa juga terjadi pada beton normal, namun tidak seekstrim pada beton geopolymer.
DAFTAR PUSTAKA ASTM C618. Standard Specification for Coal Fly Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolan for Use, Annual Book of ASTM Standards ASTM C642. Standard Test Method for Density, Absorption, and Voids in Hardened Concrete, Annual Book of ASTM Standards Davidovits, J (1994). High Alkali Cements for 21st Century Concretes, in concrete Technology, Past, Present and Future, Proceedings of V. Mohan Malhotra Symposium,Editor : P. Kumar Mehta, ACI SP-144,383-397 Davidovits, J (1999). Chemistry of Geopolymer System, Terminology. Paper presented at the
Material
Geopolymer ’99 International Conference, Saint-Quentin, France. Yuanda, Dedi, dkk (2015). Pemanfaatan Limbah Abu Terbang (Fly ash) Batubara Sebagai Bahan Pembuatan Beton Geopolimer, JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2, Universitas Riau, Pekanbaru Hardjito, D., & Rangan, B. V. (2005). Development and Properties of Low-Calcium Fly Ash-Based Geopolymer Concrete. Research Report GC, 94,http://www.geopolymer.org/fichiers_pdf/cur tinflyash-GP-concrete-report.pdf (diakses pada tanggal 6 Agustus 2017 pukul 21.25) Mulyono, Tri (2003). Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta Mulyono, Tri (2005). Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta Nugraha, Paul & Antoni. (2007). Teknologi Beton dari Material, Pembuatan, ke Beton Kinerja Tinggi. Andi, Yogyakarta Risdanareni, Puput, dkk (2014). Pengaruh Molaritas Aktifator Alkalin Terhadap Kuat Mekanik Beton Geopolymer Dengan Tras Sebagai Pengisi, Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil, ITS Surabaya, Surabaya Qomariah (2011). Pengaruh Rasio Aktivator Terhadap Performa Beton Geopolimer Fly Ash, Seminar Nasional-1 BMPTTSSI-KoNTekS 5, Universitas Sumatera Utara, Medan Rangan B. V. (2008). Fly Ash-Based Geopolymer Concrete. Research Report GC4. https://espace.curtin.edu.au/bitstream/handle/20 .500.11937/20680/20465_downloaded_stream_ 453.pdf?sequence=2&isAllowed=y (diakses pada tanggal 8 Agustus 2017 pukul 22.02) Samekto,W. dan Rahmadiyanto, C. 2001. Teknologi Beton, Kanisius, Yogyakarta SNI (2000). Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal, SNI 03-2834-2000, Badan Standarisasi Nasional SNI (2011). Cara uji kuat tekan beton dengan benda uji silider, SNI 1974:2011, Badan Standarisasi Nasional SNI (2013). Tata cara pembuatan dan perawatan spesimen uji beton di lapangan, SNI 4810: 2013, Badan Standarisasi Nasional Triwulan, dkk (2003). Peningkatan Kehalusan fly ash Sebagai Cimentatious Material Terhadap Kuat Tekan Beton dengan Metode Steam Curing, http://iptek2.its.ac.id/file/triwulan.pdf (diakses pada tanggal 6 Agustus 2017 pukul 20.07)
146