UNIVERSITAS INDONESIA
KONFLIK DAN NEGOSIASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melengkapi penilaian mata kuliah
Perilaku Organisasi
Dina Amalia I. (1406621191)
Eristya Dessy A. (1406620951)
Nathasya Marta N. (1406621065)
Nur Atikasari (1406621001)
Robyanti Wulandari (1406621020)
Saraswati Aisya (1406559162)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal
Depok
November 2016
I. Pendahuluan
Manusia merupakan mahluk hidup yang tidak terlepas dari ketergantungan
dengan manusia lain didalam suatu masyarakat atau sering disebut sebagai
mahluk sosial. Setiap individu memiliki ciri khas yang dibawa dalam suatu
interaksi sosial dengan anggota masyarakat. Kekhasan suatu individu dapat
menjadi suatu yang positif, yaitu menciptakan peluang maupun suatu yang
negatif, yaitu hambatan dalam suatu masyarakat. Peluang dan hambatan
tersebut muncul ketika anggota masyarakat menetapkan tujuan-tujuan yang
dianggap baik di masyarakat tersebut. Individu yang memiliki ciri khas yang
sesuai dengan tujuan maka dianggap memberikan pengaruh yang positif
sedangkan individu yang memiliki ciri khas yang tidak sesuai dengan tujuan
akan dianggap memberikan pengaruh yang negatif pada anggota masyarakat
lainnya.
Perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi yang menyelidiki
pengaruh yang dimiliki individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku
dalam organisasi yang bertujuan menerapkan ilmu pengetahuan guna
meningkatkan keefektifan suatu organisasi (Robbins, 2008). Salah satu
bentuk hambatan yang ada didalam organisasi adalah konflik yang disebabkan
ketidakselarasan perilaku dari individu, kelompok dan struktur dalam suatu
organisasi. Namun konflik juga dapat menjadi suatu peluang dalam suatu
organisasi untuk mencapai tujuan lebih efektif dan efisien sehingga
organisasi tidak bersifat statis.
Konflik yang dapat menjadi peluang dalam organisasi mampu menimbulkan
perpecahan apabila konflik tersebut tidak terkontrol. Maka, diperlukan
proses negosiasi dalam suatu konflik sebagai bentuk kelanjutan kerjasama
dalam mencapai tujuan organisasi. Selain itu, konflik dan negosiasi dalam
suatu organisasi akan diatur oleh manajer dalam menjalankan fungsinya,
yaitu leadership atau pemimpinan sehingga impilkasi dari konflik dan
negosiasi perlu untuk diketahui untuk tetap menjaga integrasi suatu
organisasi tetap terkontrol.
II. Isi
1. Konflik
Konflik dalam bahasa Latin adalah configere, artinya saling memukul.
Konflik dalam buku Regional Guide to International Conflict and Management
from 1945 to 2003 menyatakan bahwa,
"Conflict is defined as a process of interaction between two or more
parties that seek to thwart, injure, or destroy their opponent because
they percieve they have incompatible interest or goals." (Bercovitch,
2004).
Hal ini sejalan dengan definisi yang diberikan oleh Robbins dalam buku
Organizational Behaviour, konflik merupakan sebuah proses yang dimulai
ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi
secara negatif atau akan memengaruhi secara negatif pada sesuatu yang
menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama.
Dalam dua definisi ini menyatakan bahwa konflik terkait erat dengan
persepsi. Konflik timbul ketika ketidakselarasan persepsi individu yang
satu dengan yang lain, artinya satu individu merasa bahwa hal-hal yang yang
dimiliki individu lain mempengaruhi persepsi individu tersebut, contohnya,
"Barney menyukai strawberry namun tidak menyukai apel dan Taffyta
menyukai apel namun tidak menyukai strawberry. Kedua orang ini hanya
mampu untuk membeli satu buah apel atau satu buah strawberry dengan
uang yang mereka punya. Maka, adanya konflik antara Barney dan Taffyta
dalam menentukan apakah akan menggunakan uang mereka untuk satu buah
apel atau satu buah strawberry."
Jika dikaitkan dengan organisasi, konflik pada individu yang terjadi
ketika adanya ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi fakta,
ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspetasi perilaku, dan lain-lain.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu
dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan,
dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena individu membawa ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, seperti fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain-lain.
Konflik terjadi ketika dua entitas sosial mengalami beberapa hal
berikut, yaitu (Rahim, 2011):
1. Mereka terlibat dalam suatu kegiatan yang sama namun tidak memiliki
keselarasan dalam kebutuhan dan kepentingan masing-masing;
2. Perbedaan preferensi terhadap arti kepuasan;
3. Membutuhkan suatu sumber daya (resources) yang sama namun memiliki
perbedaan waktu untuk mendapatkannya.
1. Pandangan-pandangan Konflik
Pandangan-pandangan konflik terangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Pandangan-pandangan Konflik
"Tradisional (The "Definisi: konflik sebagai sesuatu hal yang "
"Traditional View) "negatif, menimbulkan kerugian dan "
" "kerusakan, seringkali konflik disinonimkan "
" "dengan kekerasan. "
" "Penyebab: Konflik ini disebabkan oleh suatu"
" "hasil disfungsional karena kurangnya "
" "komunikasi, kepercayaan dan keterbukaan "
" "antar anggota dan kegagalan manajer dalam "
" "memberikan aspirasi kepada anggotanya. "
" "Kesimpulan: konflik harus di hindari dalam "
" "organisasi karena dapat menimbulkan "
" "kerugian. "
"Hubungan Manusia (The "Definisi: konflik merupakan hal yang wajar "
"Behavioural View) "terjadi secara alamiah dan tidak dapat "
" "dihindari dalam organisasi. "
" "Penyebab: sifat, pandangan, dan pemikiran "
" "manusia berbeda antara satu dengan yang "
" "lainnya, sehingga konflik dapat terjadi "
" "kapanpun karena adanya perbedaan pandangan "
" "atau pendapat antar anggota. "
" "Kesimpulan: konflik harus dijadikan sesuatu"
" "hal yang bermanfaat seperti motivasi atau "
" "inovasi guna mendorong peningkatan kinerja "
" "organisasi. "
"Interaksionis "Definisi: konflik merupakan sesuatu hal "
" "yang sangat dibutuhkan dalam organisasi. "
" "Penyebab: suatu organisasi akan berkembang "
" "jika organisasi melakukan inovasi dalam "
" "meningkatkan kinerja organisasi. Apabila "
" "suatu organiasi yang kooperatif, tenang, "
" "damai, dan serasi cenderung menjadi statis,"
" "apatis, tidak aspiratif, dan tidak "
" "inovatif. "
" "Kesimpulan: konflik perlu dipertahankan "
" "pada tingkat minimum secara berkelanjutan "
" "sehingga tiap anggota di dalam kelompok "
" "tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan"
" "kreati "
" " "
Sumber: Timothy A. Judge dan Stephen P. Robbins dalam buku Perilaku
Organisasi, diolah kembali oleh penulis
2. Jenis Konflik
Jenis konflik dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
1. Berdasarkan Sifat
a. Konstruktif: Konflik yang dapat membangun suatu organisasi dengan
meningkatkan kinerja organisasi karena konflik dianggap memiliki nilai
positif
b. Destruktif: Konflik yang menimbulkan efek negatif pada organisasi
karena menimbulkan kehancuran yang didasari oleh rasa kebencian dan
adanya perasaan ingin membalas dendam.
2. Berdasarkan Posisi yang Bersengketa
a. Vertikal: Konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki
kedudukan yang tidak sama dalam organisasi, contoh antara atasan dan
bawahan.
b. Horizontal: Konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki
kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi, contoh konflik
antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3. Berdasarkan Konsentrasi Aktivitas
a. Sosial: Konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan
sosial dari pihak yang berkonflik sehingga menimbulkan kesenjangan
sosial, seperti konflik antara orang kaya dan orang miskin, dan antara
rakyat dengan pemerintah.
b. Ekonomi: Konflik yang terjadi karena adanya perebutan sumber daya
ekonomi yang terbatas, contoh perebutan lahan yang deket sumber daya
alam.
c. Politik: Konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan
yang berhubungan dengan perebutan kekuasaan, misalnya konflik antara
Golkar dengan PDIP.
d. Budaya: Konflik yang terjadi karena adanya perbedaan budaya antara
yang berkonflik, contoh antara budaya barat atau budaya timur atau
antara suku batak dengan suku jawa.
e. Agama: Konflik akibat adanya perbedaan agama berawal dari etnis
akibat primordialisme, etnosentrisme, dan kesenjangan sosial, contoh
konflik yang terjadi di Myanmar terkait mayoritas menganut Agama Budha
tetapi ada suatu daerah yang menganut agama Islamm yaitu Islam Rohingya
namun pemerintah negara itu tidak menerima agama lain masuk negaranya
4. Berdasarkan Pihak yang Saling Bertentangan
a. Intrapersornal: konflik seseorang dengan dirinya sendiri atau
konflik yang terjadi dalam diri sendiri. Hal ini terjadi karena adanya
dua pilihan atau keinginan yang dimana tidak dimungkinkan keduanya
untuk dipilih sekaligus. Konflik intrapersonal dibagi menjadi tiga
bentuk, yaitu a) Konflik pendekatan-pendekatan, yaitu dihadapkan kepada
pilihan yang dua-duanya sama-sama menarik; b) Konflik Penghindaran
Penghindaran, yaitu seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-
sama menyulitkan; c) Konflik Pendekatan-Penghindaran, yaitu seseorang
dihadapkan pada suatu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif
sekaligus.
b. Interpersonal: Konflik yang terjadi antara seseorang dengan orang
lain yang disebabkan adanya perbedaan pandangan atau pendapat atau
keinginan antar seseorang. Hal ini biasa terjadi didalam organisasi
antara dua orang yang berbeda statius, jabatan, bidang kerja dan lain-
lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat
penting dalam perilaku organisasi.
c. Individu vs Kelompok: Konflik yang terjadi didalam suatu kelompok
dalam organisasi dimana salah satu anggota tidak dapat mengikuti norma-
norma yang berlaku dalam kelompok tersebut sehingga timbul suatu
konflik yang menyebabkan diasingkannya seseorang tersebut karena tidak
dapat berdapatasi dengan kelompoknya
d. Kelompok vs Kelompok: konflik yang dapat terjadi antara satu
organisasi yang terdiri atas kelompok kelompok (departemen) yang satu
sama lain bersaing untuk menunjukkan bahwa kelompoknya lebih baik
daripada yang lainnya. Konflik ini kadangkala menimbulkan konflik yang
positif dalam organisasi.
e. Antar Organisasi: Konflik yang terjadi antar organisasi yang
bergerak di bidang dan tujuan yang sama. Konflik ini membuat masing-
masing organisasi meningkatkan kinerja satu sama lain agar mencapai
tujuannya. Konflik ini dapat mendorong motivasi dan inovasi dalam
organisasi, sehingga di sebut konflik bersifat positif. Namun,
seringkali ada yang bersifat negatif, yaitu suatu organisasi berniat
untuk menjtuhkan organisasi yang lain karena adanya kebencian, dan niat
balas dendam.
3. Proses Konflik
Proses lahirnya sebuah konflik menurut Robins melalui empat tahap,
yaitu:
1. Potensi pertentangan dan ketidakselarasan
Tahap ini adanya kondisi atau sebab yang menciptakan kemungkinan
terjadinya konflik. Kondisi/sebab tersebut dapat ditentukan ketika
sudah ada tanda-tanda konflik yang berada di permukaan. Konflik dilatar
belakangi oleh adanya antecedent conditions, dalam bentuk:
a. Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu tindakan penyampaian pesan, informasi, dan
berita dari pemberi pesan kepada penerima pesan. Penyampaian pesan,
informasi dan berita tersebut dapat dilakukan baik secara langsung
maupun tidak langsung atau melalui perantara. Komunikasi bisa menjadi
pemicu terjadinya konflik apabila terdapat kekurangan dalam penyampaian
pesan baik dari sisi pemberi pesan, perantara, maupun penerima pesan
yang menimbulkan kesalahpahaman diantara individu dalam kelompok.
Kesalahpahaman tersebut mengakibatkan munculnya kekuatan-kekuatan baru
yang berlawanan dan belum tentu dapat diterima oleh seluruhnya.
Sehingga berpontensi menimbulkan kegaduhan dalam komunikasi yang
berujung pada terjadinya konflik.
b. Stuktur
Struktur yang menjadi sumber terjadinya konflik terdiri dari ukuran
organisasi, derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota
organisasi, kejelasan yuridiksi atau wilayah kerja anggota organisasi,
kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar kelompok
dalam organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran organisasi dan
spesialisasi memiliki hubungan yang sejajar dalam memicu
terjadinyakonflik, dimana semakin besar suatu organisasi dan semakin
terspesialisasi kegiatan-kegiatannya maka semakin besar pula
kemungkinan terjadinya konflik. Namun, apabila dilihat dari masa kerja
dan konflik, keduanya memiliki hubungan yang saling berlawanan. Potensi
konflik cenderung paling tinggi jika anggota-anggota organisasi lebih
muda dan ketika tingkat perputaran karyawan tinggi. Selanjutnya,
beragamnya tujuan yang dimiliki antara kelompok-kelompok dalam
organisasi juga merupakan salah satu sumber utama konflik. Ada indikasi
bahwa gaya kepemimpinan yang melekat pada organisasi dapat meningkatkan
potensi konflik, organisasi yang memiliki pemimpin dengan gaya
kepemimpinan otoriter maupun demokrasi sama-sama memiliki potensi
menciptakan konflik. Selain itu, terdapat pula indikasi bahwa
partisipasi dan konflik sangat berkaitan karena partisipasi yang tinggi
mendorong timbulnya perbedaan yang semakin beragam. Sistem imbalan juga
dapat memicu konflik ketika imbalan yang diperoleh salah seorang
anggota dipandang merugikan anggota lain. Dan apabila dilihat dari
derajat ketergantungan antar divisi dalam organisasi, sebuah kelompok
yang bergantung pada kelompok lain akan memungkinkan satu kelompok
mendapat hasil dengan cara merugikan kelompok lain, sehingga lahirnya
konflik tidak dapat dihindari.
c. Variabel-variabel pribadi
Variabel-variabel pribadi meliputi kepribadian, emosi dan nilai-nilai
yang dimiliki oleh anggota organisasi. Hal ini berkaitan dengan
perbedaan karakteristik kepribadian masing-masing individu yang ia bawa
sejak lahir. Nilai-nilai yang dimiliki seseorang berbeda antara
individu satu dengan individu lainnya, sehingga konflik akan lahir
apabila terdapat ketidaksepakatan dalam penerapan nilai-nilai tersebut.
2. Kognisi dan Personalisasi.
Tahap ini terjadi akibat dari tahap 1, artinya tahap kognisi dan
personalisasi dilakukan setelah adanya kondisi yang memicu lahirnya
konflik. Jika salah satu kondisi dari tahap 1 terjadi dalam kelompok,
maka akan timbul presepsi bahwa terdapat konflik di dalam kelompok.
Konflik yang ada tersebut akan mampu didefinisikan dan diidentifikasi
dengan menentukan penyebabnya, pihak yang terlibat, apa yang
dipermasalahkan, serta bagaimana cara mengatasinya. Keadaan ini disebut
dengan adanya konflik yang dipersepsikan (perceived conflict).
Kemudian, jika individu terlibat secara emosional, yaitu mulai merasa
cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik
berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Dalam tahapan
ini, emosi memainkan peran utama dalam membentuk presepsi, dimana emosi
yang negatif dapat menyebabkan individu meremehkan suatu persoalan,
menurunnya tingkat kepercayaan dan interpretasi negatif atas perilaku
pihak lain. Sebaliknya, emosi yang positif akan meningkatkan kemampuan
untuk melihat potensi hubungan diantara elemen-elemen suatu masalah,
memandang secara lebih luas suatu situasi dan mengembangkan berbagai
solusi yang lebih inovatif. Pada akhirnya, perceived conflict dan felt
conflicts akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak
yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku, seperti serangan
secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara,
pemogokan, dan sebagainya.
3. Maksud
Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi seseorang dengan
perilaku luaran mereka. Maksud merupakan keputusan untuk bertindak
dengan cara tertentu. Banyak konflik menjadi bertambah besar karena
salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu,
biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga
perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
4. Perilaku
Perilaku adalah serangkaian pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat
oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku dapat dikategorikan menjadi
perilaku para pihak dan reaksi orang lain. Perilaku para pihak berusaha
menyalurkan maksud-maksud dalam konflik. Reaksi orang lain di luar
konflik juga dapat memengaruhi perilaku para pihak yang berkonflik,
contoh pelaku demonstrasi dapat diprovokasi oleh pihak luar yang tidak
terlibat dalam konflik namun memanfaatkan aksi demonstrasi untuk
kepentingan golongan tertentu. Maka perilaku dalam konflik dapat
menyimpang dari maksud-maksud orisinil konflik.
5. Akibat
Dalam konflik, terdapat dua kemungkinan akibat yang dihasilkan, yaitu
akibat fungsional dan disfungsional. Konflik dikatakan fungsional
apabila menghasilkan peningkatan kinerja pada kelompok. Sebaliknya,
konflik dapat berakibat disfungsional apabila menghambat kinerja
kelompok.
a. Akibat fungsional
Konflik akan meningkatkan kinerja kelompok apabila konflik tersebut
memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi,
mendorog perhatian dan keinginan anggota kelompok, menyediakan media
untuk menyampaikan masalah dn meredakan ketegangan, serta menumpuk
suatu lingkungan evaluasi diri dan perubahan. Artinya, konflik dalam
suatu organisasi dapat bersifat konstruktif.
b. Akibat disfungsional
Konflik dapat menghambat kinerja kelompok apabila knflik tersebut
mengurangi keterpaduan kelompok, menghambat komunikasi, dan pertikaian
para anggota mengahambat tercapainya tujuan kelompok. Dalam hal ini,
konflik bersifat destruktif.
Dengan demikian, dibutuhkan teknik-teknik manajemen konflik untuk
menyelesaikan konflik tanpa menjadikan konflik bersifat destruktif dan
menstimulasi konflik sehingga dapat mencapai tingkat konflik yang
diinginkan.
4. Manajemen Konflik
Implikasi terhadap tenaga kerja lokal membawa konflik sebagai suatu
relasi adalah diskriminasi, melakukan pembalasan, pencemaran
lingkungan, dan gangguan-gangguan lainnya. Maka, manajemen konflik
menurut Carter (2006) terkait dengan manajemen sumber daya manusia
(human resources management), seperti konflik tersebut dijadikan
sebagai kesempatan untuk dua atau lebih individu yang mengalami konflik
untuk mencapai tujuannya serta berkontribusi dalam pertumbuhan suatu
organisasi. Selain itu, manajemen konflik terkait cara-cara untuk
meminimalisasi atau mengurangi konflik yang dapat menimbulkan dampak
destruktif. Oleh sebab itu, manajemen konflik secara definisi adalah,
"The ability to respond to on the job conflicts quickly and
effectively, and also resolve them in positive way, like paves the
way higher productivity and more effective communication." (Rahim,
1990)
Ada lima gaya dalam manajemen konflik menurut Pickering (2006),
yaitu kolaborasi, mengikuti kemauan orang lain, mendominasi, menghindar,
dan kompromi. Pertama, kolaborasi mencoba mengadakan pertukaran
informasi untuk melihat semua perbedaan dan mencari pemecahan yang
disepakati oleh semua pihak, contoh Barney telah memecahkan gelas
kepunyaan Taffyta, Barney telah meminta maaf kepada Taffyta namun tidak
berhasil, sehingga Barney menjanjikan akan mengganti gelas tersebut dan
akhirnya Taffyta memaafkan Barney. Kedua, mengikuti kemauan orang lain
dilakukan dengan cara memberikan penilaian lebih tinggi kepada orang
lain dan memberikan penilaian lebih rendah kepada dirisendiri serta
berusaha menyembunyikan perbedaan yang ada antara pihak-pihak terlibat
sejauh mungkin dan mencari titik-titik persamaan, contoh Barney
menyukai debat sehingga setiap Taffyta 'curhat', Barney selalu memojokan
atau memberitahu yang benar, namun Taffyta sebenarnya hanya mau
didengarkan setiap ia 'curhat', kemudian Barney mengikuti kemauan
Taffyta dengan cukup mendengar setiap Taffyta 'curhat'. Ketiga,
mendominasi merupakan kebalikan dari mengikuti kemauan orang lain
sehingga menekankan pada kepentingannya sendiri. Keempat, menghindar
merupakan cara untuk menghindar dari masalah agar tidak menciptakan
kondisi yang nyaman, contoh Barney mengatakan untuk membicarakan masalah
dengan Taffyta dengan mengajak jalan-jalan ke mall untuk membeli make-
up. Terakhir, kompromi dilakukan dengan mencari jalan tengah karena
setiap orang mempunyai suatu yang ditawarkan dan diterima, contoh Barney
seorang yang introvert dan Taffyta seorang yang ekstrovert, hal ini
sering membuat mereka sering berantem karena Barney banyak menutupi
segala sesuatu tentangnya dan Taffyta tidak tahan dengan orang yang
tidak terbuka, maka mereka melakukan kolaborasi dengan adanya
kesepakatan untuk saling bercerita namun tidak setiap saat seperti yang
dilakukan Taffyta melainkan di saat Barney siap untuk menceritakan hal
tersebut. Hal ini dirangkum dalam Gambar 1.
Gambar 1. Lima Gaya Manajemen Konflik
sumber: Peg Pickering dalam buku How to Manage Conflict
5. Teknik Penyelesaian dan Stimulasi Konflik
Manajemen konflik terkait cara-cara untuk meminimalisasi atau
mengurangi konflik yang dapat menimbulkan dampak destruktif dapat
dilakukan dengan teknik penyelesaian konflik dan perlu juga untuk
menstimulasi konflik sehingga dapat mencapai tingkat konflik yang
diinginkan terangkum dalam Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Teknik-teknik Penyelesaian Konflik
"Teknik-teknik Penyelesaian Konflik "
"Pemecahan masalah "Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang "
" "berkonflik untuk mengidentifikasi masalah dan"
" "menyelesaikannya melalui diskusi terbuka "
"Tujuan superordinat "Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat "
" "dicapai tanpa kerja sama dari setiap pihak "
" "yang berkonflik "
"Ekspansi sumber daya"Ketika sebuah konflik timbul karena "
" "kelangkaan sumber daya "
" "(uang,promosi,kesempatan,ruang kantor) "
" "ekspansi sumber daya dapat menciptakan solusi"
" "yang saling menguntungkan "
"Penghindaran "Penarikan diri dari, atau penyembunyian, "
" "konflik "
"Memperhalus "Meminimalkan perbedaan sembari menekankan "
" "kepentingan bersama di antara pihak-pihak "
" "yang berkonflik "
"Berkompromi "Masih masing-masing pihak yang berkonflik "
" "menyerahkan sesuatu yang bernilai "
"Perintah otoratif "Manajemen menggunakan wewenang formalnya "
" "untuk menyelesaikan konflik dan kemudian "
" "menyampaikan keinginannya kepada pihak-pihak "
" "yang terlibat "
"Mengubah variabel "Menggunakan teknik-teknik perbuahan perilaku "
"manusia "seperti pelatihan hubungan insani untuk "
" "mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan "
" "konflik "
"Mengubah variabel "Mengubah struktur organisasi formal dan "
"struktural "pola-pola interaksii dari pihak-pihak yang "
" "berkonflik melalui rancang ulang pekerjaan, "
" "pemindahanm penciptaan posisi koordinasi, dan"
" "sebagainya. "
Sumber: Timothy A. Judge dan Stephen P. Robbins dalam buku Perilaku
Organisasi, diolah kembali oleh penulis
Tabel 2. Teknik-teknik Stimulasi Konflik
"Teknik-teknik stimulasi konflik "
"Komunikasi "Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang "
" "sifatnya mengancam untuk menaikkan tingkat "
" "konflik "
"Memasukkan orang "Menambahkan karyawan ke suatu kelompok dengan"
"luar "latar belakang, nilai-nilai, sikap, atau gaya"
" "manajerialnya berbeda dari anggota-anggota "
" "yang ada sekarang "
"Restrukturisasi "Menata ulang kelompok-kelompok kerja, "
"organisasi "mengubah aturan dan ketentuan, meningkatkan "
" "kesalingketergantungan, dan membuat perubahan"
" "struktural yang diperlukan untuk menggoyang "
" "status quo "
"Membuat kambing "Menunjuk seorang pengkritik untuk secara "
"hitam "sengaja mendebat posisi mayoritas yang "
" "digenggam oleh kelompok "
Sumber: Timothy A. Judge dan Stephen P. Robbins dalam buku Perilaku
Organisasi, diolah kembali oleh penulis
2. Negosiasi
Negosiasi merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menyelesaikan
sebuah konflik dalam organisasi. Sedangkan menurut menurut Ivancevich
(2009) negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih yang
berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan. Selain Ivancevich, Robbins
( 2007) menyatakan bahwa negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak
atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk
menyepakati nilai tukarnya. Maka, dapat disimpulkan bahwa negosiasi
merupakan sebuah proses dimana ada dua pihak atau lebih mencari kesepakatan
yang terjadi karena adanya perbedaan pendapat oleh keduanya. Oleh sebab
itu, pendapat yang berbeda-beda dapat menimbulkan sebuah konflik yang dapat
diredam dengan menggunakan metode negosiasi.
Negosiasi dilakukan atas dasar proses tawar-menawar. Proses tawar-
menawar itu memiliki dua jenis, yaitu tawar-menawar distributif dan tawar-
menawar integratif. Perbedaan keduanya dapat dilihat dari Tabel 4.
Tabel 4. Perbedaan Proses Tawar-Menawar Distributif dan Tawar-Menawar
Integratif
"Karakteristik "Tawar-menawar "Tawar-menawar "
"Tawar-menawar "distributif "integratif "
"Tujuan "negosiasi yang berusaha"negosiasi yang "
" "membagi sumber daya "didasarkan pada "
" "yang jumlahnya tetap "asumsi bahwa ada satu"
" " "penyelsaian atau "
" " "lebih yang dapat "
" "Contoh : "menciptakan solusi "
" "Mendapatkan potongan "menang-kalah atau "
" "pizza sebanyak mungkin "saling menguntungkan "
" " "Contoh: "
" " "Membagi potongan "
" " "pizza sama rata "
" " "sehingga kedua belah "
" " "pihak puas "
"Motivasi "Menang-kalah "Menang-menang "
"Fokus "Posisi ("Saya tidak "Kepentingan "
" "dapat memberi lebih "("Dapatkah Anda "
" "banyak daripada ini") "jelaskan mengapa isu "
" " "ini begitu penting "
" " "bagi Anda?") "
"Kepentingan "Berlawanan "Selaras "
"Tingkat berbagi "Rendah (berbagi "Tinggi (berbagi "
"informasi "informasi hanya akan "informasi akan "
" "memungkinkan pihak lain"memungkinkan "
" "mengambil keuntungan "masing-masing pihak "
" "dari kita) "untuk menemukan cara "
" " "yang akan memuaskan "
" " "kepentingan kedua "
" " "belah pihak) "
"Lama hubungan "Jangka pendek "Jangka panjang "
Sumber: Stephen P. Robbins dalam buku Organizational Behaviour, diolah
kembali oleh penulis
1. Proses Negosiasi
Proses negosiasi merupakan suatu hal yang penting agar negosiasi
mencapai tujuan dan memenuhi kepentingan ke dua belah pihak atau lebih.
Dalam proses negosiasi ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan
menurut Robbins (2007), yaitu:
1. Persiapan dan perencanaan: Tahap awal sebelum melakukan negosiasi ke
dua belah pihak atau lebih perlu mengetahui apa tujuan dari mereka
melakukan negosiasi dan memprediksi apakah hasil yang mungkin diperoleh
dari yang terbaik hingga yang terburuk.
2. Definisi aturan-aturan dasar: Seteleh melakukan tahap persiapan dan
perencanaan, selanjutnya kedua belah pihak atau lebih menentukan aturan-
aturan dan prosedur dasar untuk ngosiasi. Seperti siapa yang melakukan
perundingan? Di mana perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa,
jika ada, yang mungkin akan muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja
negosiasi dibatasi? Adakah prosedur khusus yang harus diikuti jika
menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan bertukar
proposal atau tuntutan awal mereka.
3. Klarifikasi dan justifikasi: Setelah mengetahui dan menentukan
aturan-aturan dasar, baik pihak pertama maupun kedua harus dapat
memberikan pemaparan, menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan
menjustifikasi tuntutan awal.
4. Tawar menawar dan pemecahan masalah: Dalam tahap ini terjadi proses
tawar-menawar dan mencari solusi yang didapatkan dari hasil negosiasi
yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih.
5. Penutupan dan implementasi: Fomalisasi kesepakatan yang dibuat
berdasarkan hasl negosiasi setelah itu menyusun prosedur untuk
melaksanakan hasil dari negosiasi tersebut, melakukan implementasi dari
hasil negosiasi tersebut, dan melakukan pengawasan pelaksanaan.
2. Faktor yang Mempengaruhi Negosiasi
Hal yang paling mempengaruhi seseorang untuk menjadi negosiator
yang baik adalah usahanya sendiri untuk menjadi negosiator, seperti
terus belajar dan mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dengan baik.
Namun, negosiasi yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih seringkali
dipengaruhi oleh internal dan eksternal. Hal ini disebabkan karena
setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam bernegosiasi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi negosiasi, yaitu
a. Kepribadian (personality)
Kepribadian cukup mampu mempengaruhi seseorang dalam bernegosiasi,
contoh seseorang yang memiliki kepribadian extrovert biasanya tidak
terlalu baik dalam bernegosiasi. Ia cenderung akan memberikan informasi
yang lebih banyak daripada yang seharusnya. Hal ini disebabkan seorang
ekstrovert memiliki sifat ramah dan ingin membina hubungan yang baik
dengan orang-orang disekitarnya. Biasanya, orang dengan kepribadian
ekstrovert akan gelisah ketika terjadi suatu konflik dan
menghindarinya, bahkan sebelum terjadi negosiasi.
Kepribadian yang dianggap baik dalam bernegosiasi adalah introvert.
Kebalikan dari ekstrovert, seorang dengan sifat introvert lebih
mementingkan dirinya sendiri, sehingga ia tak peduli dengan kepentingan
orang lain. Ia takkan memberikan informasi yang lebih banyak sehingga
ia bisa mendapatkan hasil negosiasi yang lebih baik dari lawannya.
b. Suasana hati atau emosi (mood/emotion)
Faktor ini memiliki hasil yang berbeda sesuai dengan jenis
negosiasinya. Pada distributive negotiations, jika kedua belah pihak
yang bernegosiasi sejajar atau sama tingkatannya maka menunjukkan emosi
marah akan lebih baik. Pihak yang menunjukkan emosi marah, akan lebih
fokus dan tegas, sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih baik.
Namun, ketika bernegosiasi dengan pihak yang lebih tinggi seperti
atasan atau seseorang yang memiliki kekuasaan yang lebih besar, lebih
baik tidak mengeluarkan emosi marah. Hal itu justru akan menghasilkan
kebalikannya. Selain itu, kegelisahan juga mengarah kepada keputusan
yang kurang baik, karena seseorang yang gelisah biasanya lebih cepat
menyerah.
Sedangkan pada integrative negotiations, suasana hati dan emosi yang
positif akan menghasilkan keputusan yang lebih baik karena suasana hati
yang positif akan mengarah ke kreatifitas.
c. Kebudayaan (culture)
Perbedaan kultur juga mempengaruhi seseorang dalam bernegosiasi. Hal
ini disebabkan nilai dan kebiasaan yang berbeda antar kebudayaan.
Misalnya, seorang manajer di Hong Kong lebih kooperatif dalam negosiasi
daripada manager dari Jerman.
d. Gender
Terdapat stereotype dimana wanita lebih kooperatif dalam bernegosiasi
daripada laki-laki. Walaupun sebenarnya ketika dibandingkan, baik
wanita ataupun laki-laki sama baiknya dalam bernegosiasi. Namun,
stereotype ini menjadi kenyataan karena wanita menganggap sebagai
wanita ia harus 'baik' dan laki-laki menganggap bahwa seorang laki-laki
harus 'tegas'.
Pada dasarnya yang membedakan kedua gender ini adalah perbedaan nilai
atau hasil yang mereka harapkan. Misalnya, seorang wanita menganggap
hubungan baik dengan orang-orang sekitarnya atau atasanya lebih penting
daripada kenaikan gaji.
3. Negosiasi dengan Pihak Ketiga
Ada kalanya kedua belah pihak yang bernegosiasi menemukan jalan
buntu dan tidak dapat menyelesaikan konflik. Maka, biasanya muncullah
pihak ketiga yang akan menengahi atau membantu dalam menemukan solusi
dari masalah tersebut. Pihak ketiga dalam negosiasi terangkum dalam
Tabel 5.
Tabel 5. Negosiasi dengan Pihak Ketiga
"Mediator "Mediator adalah pihak ketiga yang bersifat netra "
" "dan tidak koersif. Mediator menawarkan solusi "
" "dengan persuasi ataupun jawaban alternatif. Ia "
" "tidak bisa memaksa dan membuat suatu kesepakatan "
" "antara kedua belah pihak, ia hanya bisa membujuk "
" "atau menawarkan solusi. Tetapi menggunakan "
" "mediator lebih baik pada konflik yang tingkatnya "
" "sedang dan tidak efektif pada konflik yang tinggi."
"Arbitrator "Arbitrasi adalah pihak ketiga yang memiliki kuasa "
" "untuk menentukan kesepakatan. Arbitrasi bisa "
" "diminta oleh salah satu pihak atau dipaksakan "
" "karena adanya kontrak atau hukum yang berlaku. "
" "Keuntungan arbitrasi daripada mediasi adalah "
" "arbitrasi pasti berujung pada kesepakatan. Tetapi "
" "kekurangnya tergantung pada arbitrasi, bisa jadi "
" "arbitrator justru membuat keputusan yang "
" "menguntungkan sebelah pihak. "
"Konsiliator "Konsiliator adalah pihak ketiga yang menyediakan "
" "komunikasi informal antara kedua belah pihak. Ia "
" "menjembatani antara kedua belah pihak dengan "
" "menyampaikan pesan dan memberikan fakta-fakta "
" "antara keduanya. Tidak seperti mediator atau "
" "arbitrator, konsiliator tidak memeiliki wewenang "
" "untuk mempengaruhi hasil akhir negosiasi. "
Sumber: Stephen P. Robbins dalam buku Organizational Behaviour, diolah
kembali oleh
Penulis
3. Implikasi bagi Manajer
Konflik akan selalu ditemukan manajer dalam berbagai situasi. Oleh
sebab itu, manajer dapat menggunakan strategi-strategi dalam mengatasi
konflik dalam organisasi, yaitu:
a. Kompetisi
Strategi ini dapat digunakan ketika membutuhkan pengambilan keputusan
yang cepat, persoalan penting, perlu menerapkan kebijakan yang tidak
populer, persoalan vital menyangkut keselamatan organisasi
b. Kolaborasi
Strategi ini dapat digunakan untuk menemukan solusi antara dua kubu
berkepentingan, ketika tujuan utamanya adalah untuk belajar, ketika ingin
menyatukan pandangan dari orang-orang yang memiliki perspektif berbeda
c. Penghindaran
Manajer dapat menggunakan penghindaran ketika terdapat persoalan lain
yang lebih mendesak, potensi kerusakan yang akan diterima lebih besar dari
manfaatnya, pihak lain dapat menyelesaikan masalah lebih baik
d. Akomodasi
Manajer sebaiknya menggunakan akomodasi ketika berada di pihak yang
salah, saat ingin memuaskan suatu pihak dan menjaga kerjasama, sangat
membutuhkan stabilitas & harmonisasi, karyawan dapat berkembang dari
kesalahan
e. Kompromi
Strategi ini dapat digunakan ketika perlu mencapai tujuan tetapi tidak
sebanding dengan usaha yang dikeluarkan, solusi yang bijaksana atau aman
saat dibawah tekanan, rencana cadangan jika kolaborasi dan kompetisi tak
berhasil
Selain itu, manajer juga sebaiknya menggunakan intregrative bargaining
karena lebih efektif daripada distributive bargaining. Hasilnya akan lebih
memuaskan semua orang dan membangun hubungan yang baik. Distributive
bargaining memang dapat menyelesaikan masalah tetapi tak semua pihak merasa
puas karena konfrontasi dan fokus pada jangka waktu yang pendek.
4. Studi Kasus Konflik dan Negosiasi
Penjelasan mengenai konflik dan negosiasi dapat lebih dipahami apabila
menggunakan suatu contoh yang real dan diketahui secara umum. Kelompok kami
menggunakan isu Bapak Basuki 'Ahok' sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam
melakukan penistaan agama Islam terkait penghinaan terhadap Al-qur'an pada
surat Al-Maidah 51 yang diucapkan pada pidato ke penduduk Kepulauan Seribu.
Kronologis pidato menurut CNNIndonesia berawal dari kesalahpahaman
masyarakat dan beberapa Organisasi Masyarakat atas perkataan Bapak Ahok
saat sedang berkunjung dan berpidato di hadapan penduduk Kepulauan Seribu
yang menganggap menganggap bahwa kata-kata yang diucapkan oleh Bapak Ahok
merupakan penghinaan terhadap Al-qur'an dan permasalahan ini semakin
diperparah oleh tindakan Buni Yuni yang menyebarkan video pidato Bapak Ahok
tersebut di media sosialnya dengan kondisi video yang sudah diedit dan
dipotong beberapa bagian, sehingga muncul konten yang berbeda dari video
editan tersebut (yang lebih lengkap dan secara real dapat ditonton di
https://www.youtube.com/watch?v=MNdJv3ZAqQE). Akibatnya, video tersebut
berhasil memprovokasi masyarakat untuk menuntut Bapak Ahok. Masyarakat dan
beberapa ormas melaporkan Bapak Ahok kepada Bareskrim Polri atas dugaan
penistaan agama islam. Kemudian, mereka juga melakukan demo besar-besaran
pada tanggal 4 November 2016 untuk meminta agar Bapak Ahok segera diadili.
Konflik yang terjadi dalam isu ini adalah komunikasi, struktur dan
variabel pribadi. Pertama, komunikasi yang kurang baik antara Bapak Ahok
dengan masyarakat dan juga antar Ormas ditandai dengan tidak
tersampaikannya pesan Bapak Ahok secara penuh kepada masyarakat. Masyarakat
salah memahami maksud dari perkataan Bapak Ahok, sehingga timbul provokasi
yang mengakibatkan masyarakat serta Ormas-Ormas menjadi panas dan berusaha
menuntut Bapak Ahok. Kedua, struktur yang kompleks terlihat dari warga DKI
Jakarta yang heterogen mampu membuat konflik ini semakin tajam karena
membawa isu sara di negara kita yang pemeluknya mayoritas adalah muslim.
Maka, adanya misconception pada masing-masing kelompok agama. Ketiga,
konflik juga bersumber dari variabel-variabel pribadi karena adanya emosi
yang muncul dari masyarakat dan beberapa ormas karena perbedaan nilai
antara mereka dengan Bapak Ahok. Nilai yang dianggap baik atau tidak baik,
bukan masalah bagi Bapak Ahok, ternyata dianggap buruk atau salah oleh
masyarakat dan beberapa ormas.
Namun, ada upaya penanganan konflik dalam kasus ini, yaitu:
1. Collaboration: Pemerintah dan Masyarakat bekerjasama untuk mengatasi
konflik ini dengan melakukan musyawarah yang dihadiri oleh perwakilan
masyarakat. Pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
berdemo, menyatakan keluh kesahnya dalam demo dan musyawarah. Sedangkan
masyarakat memberikan kesempatan kepada pemerintah dan POLRI untuk
menindaklanjuti kasus Bapak Ahok dengan melakukan gelar perkara yang
dilakukan tanggal 15 November 2016 untuk memeriksa dan menyelidiki apakah
Bapak Ahok benar-benar melakukan tindak pidana atau tidak, terkait dengan
kasus dugaan penistaan agama. Dan akhirnya pada tanggal 16 November 2016,
Ahok ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut.
2. Accomodation: Pemerintah mengakomodir kepentingan masyarakat dengan
memperbolehkan masyarakat melakukan demo dan unjukrasa di tempat yang telah
disediakan. Pemerintah menyediakan fasilitas tempat, waktu, keamanan dan
sebagainya demi menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingannya.
Pemerintah juga terbuka akan kritik, aduan, dan saran dari masyarakat.
Dengan demikian, tindakan masyarakat untuk menuntut keadilan atas kasus
dugaan penistaan agama Ahok, menjadi pertimbangan yang diutamakan oleh
pemerintah dalam mengatasi konflik ini.
3. Compromism: dalam upaya penyelesaian konflik ini, pada tanggal 10
Oktober 2016, Bapak Ahok mengajukan permohonan maaf atas perkataannya kala
itu kepada masyarakat baik melalui media maupun secara langsung, walaupun
sebagian besar masyarakat masih belum bisa menerima. Kemudian tanggal 24
Oktober, dengan kemauan sendiri, Bapak Ahok juga mendatangi Bareskrim Polri
untuk mengklarifikasi kasus ini. Dengan demikian, upaya kompromi menjadi
salah satu jalan untuk menyelesaikan konflik Bapak Ahok ini.
Dalam pemberitaan Solopos, negosiasi juga sudah dilakukan dilakukan
antara dua perwakilan massa aksi dan pemerintah. Negoisasi berpotensi buntu
setelah dua pertemuan antar utusan tidak mencapai kata sepakat. Salah satu
perwakilan massa aksi, Bachtiar Nasir, menyatakan bahwa pihaknya ingin
melakukan audiensi langsung dengan Presiden Jokowi untuk menyuarakan
aspirasi demonstran. Selain itu, Bapak Ahok sudah melakukan upaya untuk
meredakannya dengan meminta maaf kepada publik
(https://www.youtube.com/watch?v=-rDEqES4eds). Namun, umat muslim yang
berkonflik dengan Bapak Ahok tidak menerima permintaan maaf dan meminta
pertanggung jawaban lebih lanjut atas apa yang dilakukan Bapak Ahok.
Akhirnya, pada 4 November 2016 dilakukan aksi damai oleh muslim namun
berakhir ricuh karena adanya provokasi provokasi yang tak bertangggung
jawab.
Keterlambanan proses hukum pada Bapak Ahok, memicu umat muslim
berkonflik dengan Bapak Ahok akan menjanjikan untuk melakukan demo kembali
pada tanggal 18 November 2016 dan 25 November 2016. Namun, ternyata pada 9
November 2016, Bapak Ahok resmi dijadikan tersangka kasus dugaan penistaan
agama berdasarkan hasil simpulan gelar perkara penyidikan oleh tim penyidik
kepolisisan atas kasus tersebut oleh MABES POLRI. Hal ini merupakan bentuk
negosiasi dengan upaya pihak ketiga, arbitrasi karena pihak pengadilan
dapat menentukan akhir dari konflik ini..
III. Kesimpulan
Konflik tidak dapat dihindari dalam kehidupan sosial karena konflik itu
sendiri timbul dari interaksi sosial yang dilakukan masyarakat, yaitu
individu yang memiliki persepsi yang berbeda-beda. Namun, konflik tersebut
dapat dicegah apabila antarindividu meyakini bahwa orang lain tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap dirinya melainkan menganggap orang lain
sebagai teman untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan. Konflik itu sendiri
dapat diatasi dengan cara melakukan negosiasi. Bentuk negosiasi yang dapat
dilakukan dengan cara kompetisi, kolaborasi, penghindaran, akomodasi, dan
kompromi
Hal ini perlu diketahui oleh manajer dalam suatu organisasi karena
implikasi konflik dapat membuat organisasi menjadi konstruktif apabila
manajer dapat melakukan manajemen konflik dengan baik ataupun juga dapat
menjadi dekonstruktif apabila manajer tidak dapat melakukan manajemen
konflik.
IV. DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Bercovitch, Jacob. Regional Guide to International Conflict and Management
from 1945 to 2003. Washington D. C.: CQ Press, 2004.
Carter, Greg Lee dan Joseph F. Byrnes. How To Manage Conflict in The
Organization. United States: American Management Association, 2006.
Gibson, John Ivencevich dan Robert Konopaske. Organizations Behavior,
Structure, Processes. New York: McGraw-Hil, 2009.
Judge, Timothy A. dan Stephen Robbins. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT.
Indeks Indonesia, 2006.
Pickering, Peg. How To Manage Conflict. Penerj. Masri Maris. Jakarta:
Erlangga, 2006.
Rahim, M. Afzalur. Managing Conflict in Organizations. 4th. New Jersey:
Transaction Publisher, 2011.
Lewicki R. J. dan J.A.Literer. Negosiasi. Homewood: Irwin, 1985.
—. Theory and Research in Conflict Management. New York: Praeger, 1990.
Robbins, Stephen P. Organizational Behaviour. 11th. New Jersey: Pearson
Education Inc, 2005.
2. Publikasi Elektronik
Agustine, Irene. "Negosiasi Buntu, Pendemo Ahok Ingin Ketemui Jokowi." 04
November 2016. Solo Pos. http://www.solopos.com/2016/11/04/demo-4-
november-negosiasi-buntu-pendemo-ahok-ingin-ketemui-jokowi-766291. 20
November 2016.
Ihsanuddin. "Soal Ahok yang Kutip Ayat Suci, Ini Penjelasan Nusron Wahid."
07 Oktober 2016. Kompas.
http://nasional.kompas.com/read/2016/10/07/06500641/soal.ahok.yang.kuti
p.ayat.suci.ini.penjelasan.nusron.wahid. 20 November 2016.
Indonesia, CNN. "Kronologi Kericuhan Demonstrasi Anti Ahok di Depan
Istana." 04 November 2016. CNN Indonesia.
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161104201401-20-
170410/kronologi-kericuhan-demonstrasi-anti-ahok-di-depan-istana/. 20
November 2016.
Syahputra, Reza. "Kapolri: Ahok Dipanggil sebagai Tersangka Selasa Pekan
Depan ." 18 November 2016. Tempo.
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/11/18/063821360/kapolri-ahok-
dipanggil-sebagai-tersangka-selasa-pekan-depan. 20 November 2016.
V. Lampiran
Power Point mengenai Konflik dan Negosiasi
(halaman berikutnya)