PENDAHULUAN
KESEPAKATAN Toleransi keterlambatan Mahasiswa : 15 menit Dosen : 15 Menit
Mahasiswa/dosen tidak diperkenankan masuk
Bobot Perkuliahan Kuliah Komponen
100% Bobot
Absensi
10%
Tugas
20%
UTS
35%
UAS
35%
HURUF MUTU A B C D E
: 80 - 100 : 66 - 79 : 56 - 65 : 45 - 55 : ≤ 44
SILABUS
SEJARAH PERKERASAN JALAN Sejarah umat manusia yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan sesama. Perkembangan teknik jalan seiring dengan berkembangnya teknologi yang ditemukan umat manusia. Pada Awalnya jalan hanya jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup
atau sumber
air, kemudian dengan
digunakannya hewan sebagai alat transportasi, jalan mulai dibuat. Jalan yang pertama kali ditemukan roda adalah 3500 sm.
John
Louden
Mac
Adam
(
1756
–
1836)
orang
skotlandia
memperkenalkan konstruksi perkerasan yang terdiri dari batu pecah atau batu kali, pori-porinya ditutup dengan batu yang lebih kecil/halus. Untuk memberikan lapisan yang kedap air , maka diatas lapisan macadam diberi lapisan aus yang menggunakan aspal sebgai bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar.
Piere
Marie
Jerome
Tresaguet
(1716-1796)
dari
perancis
mengembangkan sistem lapisan batu pecah yang dilengkapi dengan drainase, kemiringan melintang serta mulai menggunakan pondasi dari batu. Thomas Telford (1757 – 1834) dari skotlandia membangun jalan mirip dengan apa yang dilaksanakan tresaguet. Konstruksi perkerasan terdiri dari bau pecah berukuran 15/20 sampai 25/30 yang disusun tegak. Batu kecil diletakkan diatasnya untuk menutup pori-pori yang ada dan memberikan permukaan yang rata.
Perkerasan jalan dengan aspal sebagai pengikat,walau telah ditemukan pertama di babylon 625 SM, namun tidak berkembang sampai ditemukan kendaraan bermotor bensin oleh G. Daimler dan Karl Benz 1880 1828, di London ditemukan konstruksi perkerasan dengan semen sebagai pengikat. Namun mulai berkembang sejak tahun 1900-an. Di Indonesia, Pembangunan jalan yang tercatat adalah di jawa pada akhir abad 18 dengan kerja paksa untuk menghubungkan Anyer dan Panarukan sehingga memudahkan pengangkutan hasil tanam paksa. Sedangkan di luar Jawa pembangunan jalan hampir tak berarti kecuali di Sumatera Tengah dan Sumatera Utara.
Jenis Struktur Perkerasan Jenis perkerasan Jalan raya (Highway) Bandar udara Rel kereta api (Railway)
Jenis struktur perkerasan Fleksibel (Flexible pavement) Kaku (Rigid pavement) Komposit (Composite pavement)
Jenis konstruksi perkerasan Konstruksi
perkerasan
lentur
:
Perkerasan
yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasannya bersifat memikul dan meyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Konstruksi
perkerasan
Kaku
:
Perkerasan
yang
menggunakan semen sebagai bahai pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
Jenis konstruksi perkerasan Konstruksi komposit : Perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
Perbedaan ??
Perkerasan Lentur
Perkerasan Kaku
1
Bahan pengikat
Aspal
Semen
2
Penurunan tanah
Jalan bergelombang
Bersifat sebagai balok di
dasar
(mengikuti tanah dasar)
atas perletakan
Repetisi beban
Timbul rutting (lendutan
Timbul retak pada
pada jalur roda)
permukaan
Perubahan
Modulus kakakuan
Modulus kekakuan tidak
temperatur
berubah dan timbul
berubah dan timbul
tegangan dalam yang kecil
tegangan dalam yang
3
4
besar.
13
Lapis Perkerasan
Semakin keatas tegangan yang dipikul semakin besar maka butuh perkerasan yang semakin bermutu. Perkerasan bagian bawah dapat menggunakan bahan yang mutunya lebih rendah (harga lebih murah)
PAVEMENT (PERKERASAN) TANAH DASAR
Daya dukung tanah dasar rendah, maka butuh lapis perkerasan
Jenis Lapis Perkerasan Gravel road (Jalan kerikil)
GRANULAR (KERIKIL)
SOIL (TANAH)
Asphalt pav’t (Jalan aspal) ASPHALT (AGG+ASPAL) GRANULAR (KERIKIL) SOIL (TANAH)
Sealed granular road (Jalan kerikil dilapisi aspal tipis)
GRANULAR (KERIKIL)
SOIL (TANAH) Concrete pav’t (Jalan beton) CONCRETE (BETON) GRANULAR (KERIKIL) SOIL (TANAH)
Jenis Lapis perkerasan (2) Composite pavement (perkerasan komposit)
Heavy duty concrete (Jalan beton utk lalin berat)
ASPHALT (AGG+ASPAL)
CONCRETE (BETON)
CONCRETE (BETON)
CEMENT TREATED (STAB SEMEN)
GRANULAR (KERIKIL)
GRANULAR (KERIKIL)
SOIL (TANAH)
SOIL (TANAH)
Block pavement (lalin berat)
Railway Rel
ASPHALT or CEMENT TREATED
BALLAST (GRANULAR)
GRANULAR (KERIKIL)
SUB-BALLAST (GRANULAR)
SOIL (TANAH)
SOIL (TANAH)
Fungsi lapis perkerasan Lapis fungsional (air hujan, suhu, kekesatan, suara)
Wearing course
Capping (Landasan) Subgrade
Harga bahan semakin mahal, semakin tipis
Sub-base course
Kekuatan struktural naik
Base course
Lapis struktural (kekuatan)
Binder course
Bahan ikat antara lapis perkerasan (Bonding)
Wearing course (Asphalt)
Tack coat (Aspal emulsi atau Aspal+minyak tanah)
Binder course (Asphalt) Prime coat (Aspal + minyak tanah) Base course (Unbound material/ granular)
Road pavement
Surfacing Binder course
Asphalt mechanics Concrete
Base course
Sub-base course Sub-grade
Soil mechanics
SEKIAN.... TERIMA KASIH
20
PERKERASAN JALAN RAYA PERT -2 2015
MATERIAL KONSTRUKSI PERKERASAN
PENDAHULUAN
Aspal
Agregat Tanah Dasar
TANAH DASAR Tanah Dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu. Sifatnya tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar air, kondisi lingkungan. Tanah
dikelompokkan
berdasarkan
sifat
plastis
dan
ukuran
butirnya. Daya dukung tanah berdasarkan hasil klasifikasi atau pemeriksaan CBR, pembebanan plat uji.
KEPADATAN & DAYA DUKUNG TANAH
Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, kepadatan, kadar air, kondisi drainase dan lain-lain. Daya dukung dinyatakan dalam CBR CBR adalah kwalitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.
CBR
CBR Lapangan
CBR Lapangan Rendaman
CBR Rencana Titik
Mendapatkan nilai CBR
AGREGRAT Agregat adalah suatu bahan yang keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran dan berupa berbagai jenis butiran atau pecahan, termasuk didalamnya antara lain: pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur tinggi dan debu agregat. Agregat merupakan komponen utama dari perkerasan jalan yang mengandung 90 – 95 % berdasarkan persentase berat, atau 75-85% berdasarkan persentase volume
PEMILIHAN Agregat yang akan digunakan sebagai bahan perkerasan jalan tergantung dari : tersedianya bahan setempat mutu bahan bentuk/jeniskonstruksi yang digunakan
AGREGAT
Alam
Melalui proses pengolahan
Buatan
Berdasarkan Proses pengolahannya
Jenis Agregat Jenis agregat berdasarkan Gradasinya : 1.Agregat bergradasi menerus ( Continues graded ) Jika agregat yang semua ukuran butirannya ada dan terdistribusi dengan baik. 2.Agregat bergradasi seragam (single size/uniform graded) Jika agregat ini mempunyai ukuran yang sama, dimana agregat ini terdiri dari batas yang sempit dari ukuran fraksi , 3.Agregat bergradasi celah (gap-graded ) Jika salah satu ukuran atau lebih dari ukurannya butir atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada, gradasi ini akan menunjukkan satu garis horizontal dalam grafik
Penentuan Gradasi Agregat
1a. Gradasi Menerus (skematis) Proporsi
Grafik Komulatif
Grafik
Ukuran Butir
Ilustrasi Setting - Prinsip Interlocking - Sifat Kaku - Kebutuhan Aspal Sedang
Ilustrasi Gradasi
1b. Gradasi Menerus (ilustrasi visual)
Potongan campuran
Bentuk Briket Marshall
2a. Gradasi Senjang (skematis) Proporsi
Grafik Komulatif
Grafik
Ukuran Butir Ukuran yang hilang
Ilustrasi Setting - Prinsip Suspensi Mortar - Sifat Lentur - Kebutuhan Aspal Tinggi
Ilustrasi Gradasi
2b. Gradasi Senjang (ilustrasi visual)
Potongan campuran
Bentuk Briket Marshall
3a. Gradasi Seragam (skematis) Proporsi
Grafik Komulatif
Ukuran Butir
Grafik
Ilustrasi Setting
Dominasi Ukuran
- Prinsip Max Tekstur Makro - Sifat Kasar - Kebutuhan Aspal Khusus Ilustrasi Gradasi
3b. Gradasi Seragam (ilustrasi visual)
Permukaan campuran
Bentuk Briket Marshall
Daya tahan Agregat
Aggregate Crushing Machine
Aggregate Impact Machine
TINGKAT KETAHANAN AGREGRAT
Los Angeles Abrasion Test
Bentuk dan tekstur agregat Test Standar yang digunakan untuk menentukan bentuk agregat ini adalah ASTM D-3398, berdasarkan klasifikasinya adalah : 1.Agregat
Bulat terbentuk karena pengikisan
oleh air atau karena
pergeseran. Rongga udara minimum 33% sehingga rasio permukaannya kecil. 2.Agregat Bulat sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudutnya bulat, sekitar 35-38% rongga udaranya. 3.Agregat Bersudut mempunyai sudut-sudut yang tanpak jelas, terbentuk di tempat-tempat perpotongan bidang dengan permukaan kasar. 4.Agregat Panjang , panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya, dan lebarnya jauh lebih besar daripada tebalnya.
5.Agregat Pipih, disebut pipih apabila perbandingan tebal
agregat
terhadap ukuran-ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 rata-rata . 6.Agregat Pipih dan Panjang apabila mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar daripada pipihnya.
i.Rounded; ii. Irregular; iii. Angular; iv. Flaky; v. Elongated; vi. Flaky and Elongated
Alat Uji Agregat
Alat Pengukur Kepipihan Agregat
Alat Pengukur Kelonjongan Agregat
ASPAL
Aspal didefenisikan sebagai material perekat berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam atau residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat dan bersifat termoplastis. Aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.
Klasifikasi Aspal Berdasarkan Sumber Dan Penggunaannya
Aspal Buatan (petrolueum asphalt) Asphaltic Base Crude Oli Parafin Base Crude Oli Mixed Base Crude Oli
ASPAL Aspal Alam (Native Asphalt) Lake Asphalt (Trinidad Lake) Rock Asphalt (Perancis, Swiss, Pulau Buton)
Aspal Keras atau Aspal Panas (AC, asphalt cement) Aspal Cair (cut back) Rapid Curing (AC+benzene) Medium Curing (AC+kerosene) Slow Curing (AC+minyak berat) Aspal Emulsi (AC+air+asam/basa) Cathionic/Anionic Rapid Setting Cathionic/Anionic Medium Setting Cathionic/Anionic Slow Setting
Lake Asphalt
Fungsi Aspal
Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai : 1.Bahan pengikat. Memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal 2.Bahan pengisi , mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada dalam butir agregat itu sendiri. Aspal harus memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan harus memiliki tingkat kekentalan tertentu.
SIFAT ASPAL 1. Daya Tahan (durabilitas) 2. Kohesi dan Adhesi 3. Kepekaan Terhadap Temperatur
PENGUJIAN KARAKTERISTIK ASPAL 1. Pengujian Penetrasi 2. Pengujian Daktilitas 3. Pengujian Titik Lembek 4. Kepekaan Aspal terhadap Perubahan Suhu 5. Pengujian Viskositas 6. Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar 7. Pengujian Berat Jenis 8. Hilang dalam Pemanasan 9. Penyulingan Aspal Cair 10. Kadar Air dalam Minyak Bumi dan Bahan yang Mengandung Bitumen 11. Kelekatan Aspal dalam Batuan
ALAT PENGUJIAN ASPAL
PENETRASI
ALAT PENGUJIAN ASPAL
TITIK LEMBEK
ALAT PENGUJIAN ASPAL
Pengujian Daktilitas Aspal
Cetakan Benda Uji dalam Pengujian Daktilitas
ALAT PENGUJIAN ASPAL
Percobaan Titik Nyala dengan Alat Cleveland Open Cup
ALAT PENGUJIAN ASPAL
Percobaan Hilang dalam Pemanasan dengan Alat Thin Film Oven
ALAT PENGUJIAN ASPAL
Percobaan Penyulingan Aspal Cair
KLASIFIKASI ASPAL Nilai Penetrasi 40-50
Berdasarkan Nilai Penetrasi
60-70
85-100
120-150
200-300
min
max
min
max
min
max
Min
max
min
max
Penetrasi (25°C, 100 gr, 5 detik)
40
50
60
70
85
100
120
150
200
300
Titik Nyala (Cleveland Open), °C
232
-
232
-
232
-
218
-
177
-
Daktilitas (25°C, 5 cm per menit)
100
-
100
-
100
-
100
-
100
-
Kelarutan pada trichloroethele, %
99
-
99
-
99
-
99
-
99
-
-
0.8
-
0.8
-
1.0
-
1.3
-
1.5
Penetrasi setelah kehilangan berat
58
-
54
-
50
-
46
-
40
-
Daktilitas setelah kehilangan berat
-
-
50
-
75
-
100
-
100
-
Kehilangan berat, %
Berdasarkan Nilai Viskositas
Nilai Viskositas AC-2.5
AC-5
AC-10
AC-20
AC-30
AC-40
250± 50
500±100
1000± 200
2000± 400
3000±600
4000± 800
Viskositas, 135°C (275°F),Cs, Min
125
175
250
300
350
400
Penetrasi (25°C, 100 gr, 5 detik)
220
140
80
60
50
40
Titik Nyala (°C)
163
177
219
232
232
232
Kelarutan pada trichloroethene, %
99.0
99.0
99.0
99.0
99.0
99.0
-
1.0
0.5
0.5
0.5
0.5
Viskositas, 60°C (140°F), poises
Kehilangan Berat, %
PENCAMPURAN BAHAN ASPAL
35
THANK YOU
See You Next Week !!
Perencanaan Tebal Perkerasan
Perkerasan Jalan
Jurusan Teknik Sipil UNTIRTA
Pendahuluan Perencanaan
konstruksi
perkerasan
juga
dapat
dibedakan
anatara perencanaan untuk jalan baru dan untuk peningkatan (jalan lama yang sudah pernah diperkeras). Perencanaan konstruksi atau tebal perkerasan jalan, dapat dilakukan den-gan banyak cara (metoda), antara lain : AASHTO dan The Asphalt Institute (Amerika), Road Note (Inggris), NAASRA (Australia) dan Bina Marga (Indonesia).
Pendahuluan Oglesby, C.H. dan Hicks, R.G. (1982) menyatakan bahwa yang
dimaksud
perencanaan
perkerasan
adalah
memilih
kombinasi material dan tebal lapisan yang memenuhi syarat pelayanan dengan biaya termurah dan dalam jangka panjang, yang umumnya memperhitungkan biaya konstruksi pemeliharaan dan pe-lapisan ulang. Perencanaan perkerasan meliputi kegiatan pengukuran kekuatan dan sifat penting lainnya dari lapisan permukaan perkerasan dan masing-masing lapisan di bawahnya serta menetapkan ketebalan permukaan perkerasan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah.
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE SNI 1732-1989-F
Bagian perkerasan Lentur
4
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE SNI 1732-1989-F Beban Lalu lintas dinyatakan dalam lintas ekivalen rencana (LER) dengan langkah-langkah : 1. Perhitungan Angka Ekivalen Dihitung untuk masing-masing kendaraan dengan dihitung terlebih dahulu angka ekivalennya. E sumbu tunggal = (beban sumbu tunggal,kg/8160)^4 E sumbu Ganda = 0,086 x (beban sumbu ganda,kg/8160)^4 Dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
5
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE SNI 1732-1989-F 2. LHR dihitung di awal umur rencana dengan masing-masing jenis kelompok kendaraan : LHR awal umur rencana = (1+a)^n x LHR s 3. Faktor Distribusi kendaraan pada Lajur rencana berdasarkan jumlah
lajur
perkerasan jalan, dilihat Pada Tabel 2 dan Tabel 3. 4. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) sebagai lintas Ekivalen di awal umur rencana
5. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) sebagai lintas ekivalen di akhir umur rencana LEA = LEP (1+i)^ur
6
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE SNI 1732-1989-F 6. Hitung Lintas Ekivalen Rencana dengan menggunakan rumus berikut : LER = ((LEP + LEA )/2) x FP
7
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE SNI 1732-1989-F Daya Dukung Tanah 1. Tentukan Nilai daya dukung tanah dasar dengan menggunakan pemeriksaan CBR
2. Dengan memperhatikan CBR yang diperoleh , keadaan lingkungan, jenis dan kondisi tanah di sepanjang jalan, dapat ditentukan CBR segmen
3. Tentukan nilai daya dukung tanah (DDT) dari setiap nilai cbr segmen yang diperoleh dari Gambar 1 , dimana Grafik CBR menggunakan skala logaritma sedangkan grafik DDT menggunakan skala linier.
8
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE SNI 1732-1989-F
Penunjuk Kondisi Lingkungan Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat 13 ton, dan kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun. Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini, Faktor Regional hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) sebagai berikut pada Tabel 4
9
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE SNI 1732-1989-F Indeks Permukaan Tebal Perkerasan yang dibutuhkan dipengaruhi oleh nilai kinerja struktur perkerasan yang diharapkan pada saat jalan dibuka untuk melayani arus lalu lintas rencana selam umur rencana, dan kondisi perkerasan diakhir rencana. Dimana hal ini dinyatakan dalam Indeks Permukaan (IP). 1. Ip diawal rencana (Ipo) dinyatakan dari jenis perkerasan yang dipergunakan untuk lapis perkerasan permukaan, tercantum Pada Tabel 5. 2. Tentukan Indeks Permukaan Akhir (IPt) dari perkerasan rencana dengan menggunakan Tabel 6 berikut.
10
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE SNI 1732-1989-F Indeks Permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini: IP =1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan. IP = 1,5: adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus). IP = 2,0: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap IP = 2,5: adalah menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil dan baik.
11
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE SNI 1732-1989-F Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Perhitungan perencanaan ini didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP (Indeks Tebal Perkerasan), dengan rumus sebagai berikut : ITP = alD1 + a2D2 + a3D3 a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatip bahan perkerasan (daftar VII) D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm). Angka 1, 2 dan 3 : masing-masing untuk lapis permukaan lapis pondasi dan lapis pondasi bawah Kemudian Kontrol apakah tebal masing-masing lapisan telah sesuai dan memenuhi ITP yang bersangkutan bisa dilihat pada Tabel 7, Tabel 8.
12
Tabel 2 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Jalur
13
Tabel 3 Koefesien Distribusi ke Lajur Rencana
14
Gambar 1 Kolerasi antara CBR dengan DDT
15
Tabel 4 Faktor Regional
16
Tabel 5. Nilai IPo
17
Tabel 6. Nilai Ipt
18
Tabel 7 Koefesien Kekuatan Relatif
19
Tabel 8 Tebal minimum Lapis Perkerasan
20
TAHAPAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN MAK’87 Tentukan Indeks Tebal Perkerasan dengan mempergunakan nomogram dengan menggunakan LER selama umur rencana, sedangkan pada konstruksi bertahap dapat mepergunakan konsep umur sisa ITP 1 diperoleh dari nomogram dengan mempergunakan LER = 1,67 LER1 ITP
1+2
dengan menggunakan LER = 2,5 LER
2
LER 1 adalah selama tahap pertama, sedangkan LER
2
adalah selama tahap kedua
11. Tentukan Jenis Perkerasan Yang akan dipilih, dimana ditentukan berdasarkan : - Material yang tersedia - Dana awal yang tersedia
21
TAHAPAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN MAK’87 Perhitungan perencanaan ini didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP (Indeks Tebal Perkerasan), dengan rumus sebagai berikut : ITP = alD1 + a2D2 + a3D3 a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatip bahan perkerasan (daftar VII) D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm). Angka 1, 2 dan 3 : masing-masing untuk lapis permukaan lapis pondasi dan lapis pondasi bawah Kemudian Kontrol apakah tebal masing-masing lapisan telah sesuai dan memenuhi ITP yang bersangkutan< bisa dilihat pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7
22
TAHAPAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN MAK’87
23
TAHAPAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN MAK’87
24
TAHAPAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN MAK’87
25
TAHAPAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN MAK’87
26
Nomogram Perencanaan
27
Konstruksi Bertahap Konstruksi bertahap digunakan pada keadaan tertentu, antara lain: 1. Keterbatasan biaya untuk pembuatan tebal perkerasan sesuai, rencana (misalnya : 20 tahun). Perkerasan dapat direncanakan dalam dua tahap, misalnya tahap pertama untuk 5 tahun, dan tahap berikutnya untuk 15 tahun. 2. Kesulitan dalam memperkirakan perkembangan lalu lintas untuk (misalnya : 20 sampai 25 tahun). Dengan adanya pentahapan, perkiraan lalu lintas diharapkan tidak jauh meleset. 3. Kerusakan setempat (weak spots) selama tahap pertama dapat diperbaiki dan direncanakan kembali sesuai data lalu lintas yang ada.
28
Contoh Soal Contoh Penentuan Harga CBR yang mewakili
Diketahui: Harga CBR = 3; 4; 3; 6; 6; 5; 11; 10; 6; 6; dan 4.
Tentukan Nilai CBR yang akan digunakan untuk perencanaan Tebal Perkerasan
29
Contoh Soal Contoh Perencanaan Jalan Baru untuk Lalu Lintas Rendah Tebal perkerasan untuk jalan 2 jalur, data lalu lintas tahun 2012 seperti di bawah ini, dan umur rencana 10 Tahun selama pelaksanaan = 10,4 % per tahun Data-data: Kendaraan ringan 2 ton
: 250 kendaraan
Bus Kecil
: 35 kendaraan
Truk Sedang
: 21 kendaraan
Truk Berat
: 15 Kendaraan
Bahan-bahan perkerasan: -
HRS Agregrat kelas B Sirtu FR = 1,0 dan CBR tanah dasar = 5%
30
TERIMA KASIH....
PERENCANAAN PERKERASAN JALAN LENTUR METODE Pt T 01-2002-B
PERKERASAN JALAN KULIAH PERT 4
METODE BINA MARGA Perencanaan menggunakan
perkerasan metoda
lentur analisis
dengan komponen
metoda
bina
marga
perencanaan
tebal
perkerasan lentur nomor Pt.T-01-2002-B.
Perencanaan tebal perkerasan yang menggunakan material bergradasi lepas (granular material dan batu pecah) dan berpengikat, Digunakan untuk kondisi : •Perencanaan perkerasan jalan baru; •Perencanaan pelapisan tambah (Overlay); •Perencanaan konstruksi bertahap (Stage Construction
Kriteria Perencanaan Lalu-lintas Lalu Lintas Pada Lajur Rencana Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan perumusan berikut ini : w18 = DD x DL x ŵ18 DD = faktor distribusi arah. DL = faktor distribusi lajur. ŵ18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah. Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana yang ‘berat’ dan kosong’.
Kriteria Perencanaan Lalu-lintas Tabel 1. Faktor Distribusi Lajur
Kriteria Perencanaan Lalu-lintas Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E) Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh lintasan beban gandar sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
Angka ekivalen roda tunggal = (L/5400)^4 Dimana: L = Beban sumbu kendaraan (kg) k = 8160: untuk sumbu Ganda = 13760 : untuk sumbu tandem = 18450 : untuk sumbu triple
Kriteria Perencanaan Lalu-lintas Reliabilitas Kemungkinan (probability) bahwa jenis kerusakan tertentu atau kombinasi jenis kerusakan pada struktur perkerasan akan tetap lebih rendah atau dalam rentang yang diizinkan selama umur rencana. Pada umumnya, dengan meningkatnya volume lalu-lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas, resiko tidak memperlihatkan kinerja yang diharapkan harus ditekan. Tabel 2. Reliabilitas
Dalam desain perkerasan lentur, level of reliabity (R) diakomodasi dengan parameter penyimpangan normal standar (standard normal deviate, ZR)
Kriteria Perencanaan Lalu-lintas Tabel 3. Standar Normal
Tanah Dasar Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index MR (psi) = 1.500 x CBR Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain : a.
Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen)
b.
Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c.
Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
d.
Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk jenis tanah tertentu.
e.
Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang diakibatkannya.
Indeks Permukaan (IP) Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat. Dalam Pedoman Metode Pt-T-2002-, ada 2 Indeks Permukaan , yaitu : 1) Indeks Permukaan Awal (IPo) untuk lapis permukaan dengan jenis laron, lasbutag, lapen. 2) Indeks Permukaan Akhir (IPt) , untuk metode ini tidak dihubungkan dengan nilai LER.
Indeks Permukaan (IP) Tabel 4. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana
Tabel 5. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana
Prosedur Perencanaan Analisa Komponen Perkerasan Untuk menentukan Struktural number rencana yang diperlukan. Nomogram tersebut dapat dipergunakan apabila dipenuhi kondisikondisi berikut ini: 1.Perkiraan lalu-lintas masa datang (W18) adalah pada akhir umur rencana, 2.Reliability (R). 3.Overall standard deviation (S0), 4.Modulus resilien efektif (effective resilient modulus) material tanah dasar (MR), 5.Design serviceability loss (ΔPSI = IP0 – IPt).
Prosedur Perencanaan
Koefisien Drainase Kualitas
drainase
perencanaan
dengan
pada
perkerasan
menggunakan
lentur
koefisien
diperhitungkan kekuatan
relatif
dalam yang
dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini adalah koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) bersama-sama dengan koefisien kekuatan relatif (a) dan ketebalan (D). Tabel 6. Kualitas Drainase
Koefisien Drainase Tabel 7. Koefesien Drainase Untuk Lpais Pondasi
Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan Tabel 8. Tebal Minimum Lapis Pemukaan dan Lapis Pondasi
Batas Tebal Minimum
Dimana: ai = Koefisien layer masing‐masing lapisan. Di = Tebal masing‐masing lapisan. SNi = Structural Number masing‐masing lapisan. Keterangan : D dan SN yang mempunyai asterisk (*) menunjukkan nilai aktual yang digunakan dan nilainya besar atau sama dengan nilai yang dibutuhkan. 16
Koefisien Kekuatan Relatif (a) Berdasarkan jenis dan fungsi material lapis perkerasan, estimasi Koefisien Kekuatan Relatif dikelompokkan ke dalam 5 katagori, yaitu : beton aspal (asphalt concrete), lapis pondasi granular (granular base), lapis pondasi bawah granular (granular subbase), cement-treated base (CTB), dan asphalt-treated base (ATB). 1. Lapis Permukaan Beton Aspal (asphalt concrete surface course)
Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Gambar 1. Koefesien Kekuatan a1 untuk beton aspal
Koefisien Kekuatan Relatif (a) 2. Lapis Pondasi Granular (granular base layer) Koefisien Kekuatan Relatif, a2 dapat diperkirakan dengan menggunakan Gambar 2 atau dihitung dengan menggunakan hubungan berikut :
A2 = 0,249 (log10EBS) – 0,977
Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Gambar 2. Koefesien Kekuatan a2
Koefisien Kekuatan Relatif (a) 3. Lapis Pondasi Bawah Granular (granular subbase layers) Koefisien
Kekuatan
Relatif,
a3
dapat
diperkirakan
dengan
menggunakan Gambar 3 atau dihitung dengan menggunakan hubungan berikut :
A3 = 0,227 (log10ESB) – 0,839
Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Gambar 3. Koefesien Kekuatan a3
Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapisan kedua lebih kecil dari pada perbandingan
tersebut
dikalikan
dengan
koefisien
drainase,
maka
perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 8 memperlihatkan nilai tebal minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat
Prosedur Perencanaan Koefisien kekuatan Relatif a1 0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 0,20
a2
a3
MS (kg)
Kt (kg/cm2)
Jenis Bahan
CBR %
744 590 454 340 744 590 454 340 340 340 590 454 340
0,28 0,26 0,24
0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,12 0,14 0,13 0,12
Kekuatan Bahan
0,13 0,12 0,11 0,10
LASTON ASBUTON Hot Rolled Asphalt Aspal Macadam LAPEN (Mekanis) LAPEN (Manual) LASTON ATAS
22 18 22 18
100 60 100 80 60 70 50 30 20
LAPEN (Mekanis) LAPEN (Manual) Stab. tanah dengansemen Stab. Tanah dengan kapur Pondasi Macadam (basah) Pondasi Macadam (kering) Batu Pecah (kelas A) Batu Pecah (kelas B) Batu Pecah (kelas C) Sirtu/pitrun (kelas A) Sirtu/pitrun (kelas B) Sirtu/pitrun (kelas C) Tanah/Lempung kepasiran
Latihan Jalan baru direncanakan untuk umur rencana 20 tahun , Jalan tersebut terdiri atas 3 lajur untuk masing-masing arahnya dan diasumsikan memiliki faktor distribusi arah (DD) sebesar 50%. Pada tahun pertama, jalan tersebut diperkirakan dilalui beban lalu-lintas standar sebesar 2.5 x 10^6 dan proyeksi tingkat pertumbuhan (gabungan) adalah 3% per tahun. Parameter-parameter lainnya diasumsikan S0 = 0.35, PSI = 2.1 SN rencana = 5.6 Lalu-lintas pada akhir tahun ke-13, w18 = 16.0 x 10^6
Latihan Modulus resilien tanah dasar efektif Aspal beton Lapis pondasi atas granular Lapis pondasi bawah granular Mr = 5.700 psi EAC = 400.000 psi EBS =30.000 psi ESB =11.000 psi Tentukan Tebal masing-masing perkerasan .
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN AASHTO PERTEMUAN KE 6 JURUSAN TEKNIK SIPIL UNTIRTA
2
Pendahuluan Metode perencanaan tebal perkerasan lentur AASHTO berkembang semenjak dimulainya pengujian lapangan yang dilaksanakan di Ottawa. Metode AASHTO ini mengalami perubahan yang cukup besar dibandingkan dengan metode yang terdahulu. Metoda ini sudah dipakai secara umum di seluruh dunia untuk perencanaan serta di adopsi sebagai standar perencanaan di berbagai negara
3
Pendahuluan Parameter
yang
dibutuhkan
pada
perencanaan
menggunakan metoda AASHTO’93 ini antara lain adalah Structural Number (SN)
Lalu lintas
Reliability
Faktor lingkungan
Serviceablity
4
Structural Number (SN) Structural Number (SN) merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien relatif lapisan (layer coefficients), dan koefisien drainase (drainage coefficients). Persamaan untuk Structural Number adalah sebagai berikut : SN = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3
5
Lalu lintas Prosedur perencanaan untuk parameter lalu lintas didasarkan pada kumulatif beban gandar standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard Axle, CESA). Perhitungan untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu lintas
yang
lewat
terhadap
beban
gandar
standar
8.16
kN
dan
mempertimbangkan umur rencana, volume lalu lintas, faktor distribusi lajur, serta faktor bangkitan lalu lintas (growth factor).
6
Reliability Konsep
reliability
untuk
perencanaan
perkerasan
didasarkan
pada
beberapa ketidaktentuan (uncertainties) dalam proses perencaaan untuk meyakinkan
alternatif‐alternatif
berbagai
perencanaan.
Tingkatan
reliability ini yang digunakan tergantung pada volume lalu lintas, klasifikasi jalan yang akan direncanakan maupun ekspetasi dari pengguna jalan. Pengaplikasian dari konsep reliability ini diberikan juga dalam parameter standar deviasi yang mempresentasikan kondisi‐kondisi lokal dari ruas jalan yang direncanakan serta tipe perkerasan antara lain perkerasan lentur ataupun perkerasan kaku. Secara garis besar pengaplikasian dari konsep reliability adalah sebagai berikut:
7
Reliability a.Hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan klasifikasi dari ruas jalan
yang akan direncanakan. Klasifikasi ini mencakup apakah jalan tersebut adalah jalan dalam kota (urban) atau jalan antar kota (rural). b.Tentukan tingkat reliability yang dibutuhkan dengan menggunakan tabel yang ada
pada metoda perencanaan AASHTO’93. Semakin tinggi tingkat reliability yang dipilih, maka akan semakin tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan. c.Satu nilai standar deviasi (So) harus dipilih. Nilai ini mewakili dari kondisi‐kondisi
lokal yang ada. Berdasarkan data dari jalan percobaan AASHTO ditentukan nilai So sebesar 0.25 untuk rigid dan 0.35 untuk flexible pavement. Hal ini berhubungan dengan total standar deviasi sebesar 0.35 dan 0.45 untuk lalu lintas untuk jenis perkerasan rigid dan flexible.
8
Faktor lingkungan Persamaan‐persamaan yang digunakan untuk perencanaan AASHTO didasarkan atas hasil pengujian dan pengamatan pada jalan percobaan selama lebih kurang 2 tahun. Pengaruh jangka panjang dari temperatur dan kelembaban pada penurunan serviceability belum dipertimbangkan. Satu hal yang menarik dari faktor lingkungan ini adalah pengaruh dari kondisi swell dan frost heave dipertimbangkan, maka penurunan serviceability diperhitungkan selama masa analisis yang kemudian berpengaruh pada umur rencana perkerasan
9
Serviceablity Serviceability merupakan tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem perkerasan
yang
kemudian
dirasakan
oleh
pengguna
jalan.
Untuk
serviceability ini parameter utama yang dipertimbangkan adalah nilai Present Serviceability Index (PSI). Nilai serviceability ini merupakan nilai yang menjadi penentu tingkat pelayanan fungsional dari suatu sistem perkerasan jalan. Secara numerik serviceability ini merupakan fungsi dari beberapa parameter antara lain ketidakrataan, jumlah lobang, luas tambalan, dll
10
Serviceablity a.Untuk perkerasan yang baru dibuka (open traffic) nilai serviceability ini
diberikan sebesar 4.0 – 4.2. Nilai ini dalam terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai initial serviceability (Po). b.Untuk perkerasan yang harus dilakukan perbaikan pelayanannya, nilai
serviceability ini diberikan sebesar 2.0. Nilai ini dalam terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai terminal serviceability (Pt) c.Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, maka nilai
serviceability ini akan diberikan sebesar 1.5. Nilai ini diberikan dalam terminologi failure serviceability (Pf).
11
Persamaan AASHTO’93
Dimana: W18 = Kumulatif beban gandar standar selama umur perencanaan (CESA). ZR = Standard Normal Deviate. So = Combined standard error dari prediksi lalu lintas dan kinerja. SN = Structural Number. Po = Initial serviceability. Pt = Terminal serviceability. Pf = Failure serviceability. Mr = Modulus resilien (psi)
12
Nomogram Perencanaan
13
Persamaan AASHTO’93
Dimana:
ai = Koefisien layer masing‐masing lapisan. Di = Tebal masing‐masing lapisan. SNi = Structural Number masing‐masing lapisan. Keterangan : D dan SN yang mempunyai asterisk (*) menunjukkan nilai aktual yang digunakan dan nilainya besar atau sama dengan nilai yang dibutuhkan.
14
Contoh Soal •
Tabel 1. Data lalu lintas harian rata-rata (kend/hari/2arah)
Jenis Kendaraan
Jumlah
Mobil Penumpang
250
Bus
35
Truk2 As
104
• •Rencanakan
tebal
perkerasan
metoda AASHTO’1993
dengan
menggunakan
15
SELESAI.....
16
17
18
19
LAPIS TAMBAH & KONSTRUKSI BERTAHAP
PERKERASAN JALAN PERT 7 2015
PELAPISAN TAMBAH Untuk
perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan lama (existing pavement) dinilai, KEMUDIAN ditentukan lapisan mana yang harus dibongkar dan diperbaharui.
PELAPISAN TAMBAH
Konstruksi Bertahap 1.
Konstruksi bertahap digunakan pada keadaan tertentu, antara lain: Keterbatasan biaya untuk pembuatan tebal perkerasan sesuai, rencana (misalnya :
20 tahun). Perkerasan dapat
direncanakan dalam dua tahap, misalnya tahap pertama untuk 5 tahun, dan tahap berikutnya untuk 15 tahun. 2.
Kesulitan dalam memperkirakan perkembangan lalu lintas untuk (misalnya : 20 sampai 25 tahun). Dengan adanya pentahapan, perkiraan lalu lintas diharapkan tidak jauh meleset.
3.
Kerusakan setempat (weak spots) selama tahap pertama dapat diperbaiki dan direncanakan kembali sesuai data lalu lintas yang ada.
Konstruksi Bertahap
Metoda perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep
"sisa
umur".
Perkerasan
berikutnya
direncanakan
sebelum perkerasan pertama mencapai keseluruhan "masa fatique". Untuk itu
tahap kedua diterapkan bila jumlah
kerusakan (cumulative damage) pada tahap pertama sudah mencapai k.l. 60%. Dengan demikian "sisa umur" tahap pertama tinggal k.l. 40%.
Untuk menetapkan ketentuan di atas maka perlu dipilih waktu tahap pertama antara 25%-50% dari waktu keseluruhan. Misalnya : UR = 20 tahun, maka tahap I antara 5-10 tahun dan Tahap II antara 10-15 tahun.
Contoh Soal Tebal lapis tambahan jalan lama 2 jalur, data lalu lintas tahun 2010 seperti di bawah ini, dan umur rencana: a). 5 tahun; b). 15 tahun. Susunan perkerasan jalan lama: Asbuton (MS.744) = 10,5 cm; Batu pecah (CBR 100) =20 cm, Sirtu (CBR 50) = 10 cm. Hasil penilaian kondisi jalan menunjukkan bahwa pada lapis permukaan asbuton terlihat crack sedang, beberapa deformasi pada jalur roda (kondisi 60%) akibat jumlah lalu lintas melebihi perkiraan semula. FR = 1,0
Contoh Soal Data lalu lintas sebagai berikut :
Kendaraan ringan Bus 8 ton Truk 2 as 13 ton Truk 3 as 20 ton Truk 5 as 30 ton
: 2000 kendaraan : 600 kendaraan : 100 kendaraan : 60 kendaraan : 20 kendaraan
Contoh Soal
Tebal perkerasan untuk jalan 2 jalur, data lalu lintas tahun 2011 seperti di bawah ini, dan umur rencana 5 + 15 tahun Jalan dibuka tahun 2015 (i selama pelaksanaan = 5% per tahun) FR = 1,0
Data-data: Kendaraan ringan 2 ton
: 1000 kendaraan
Bus 8 ton
: 300 kendaraan
Truk 2 as 13 ton
: 50 kendaraan
Truk 3 as 20 ton
: 30 kendaraan
Truk 5 as 30 ton
: 10 kendaraan
CBR tanah dasar = 3,4%
Bahan-bahan perkerasan:
Asbuton (MS.744) a= 0,35
Batu pecah (CBR 100) a= 0,14
Sirtu (CBR 50) a= 0,12
SEKIAN NEXT UTS…..