2.2 PLN Sektor Sebalang 2.2.1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 2.2.2.1 Sejarah Perkembangan PLN Sektor Sebalang
Gambar. 5 PLN Sektor Sebalang
Berdasarkan pada Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2006 tanggal 05 Juli 2006 tentang penugasan kepada PT. PLN Persero untuk melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang menggunakan batubara. Peraturan presiden ini menjadi dasar bagi pembangunan 10 PLTU di Jawa dan 25 PLTU di Luar Jawa Bali atau yang dikenal dengan nama Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW. Pembangunan proyek PLTU tersebut guna mengejar pasokan tenaga listrik yang akan mengalami desit sampai beberapa tahun mendatang, serta menunjang program diversikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik ke non bahan bakar minyak (BBM) dengan memanfaatkan batubara berkalori rendah yang cadangannya tersedia melimpah di tanah air. Sesuai SK. Direksi No. 024.K/42/DIR/2007 dibentuk Tim Percepatan Proyek yang salah satunya adalah Tim Percepatan Proyek Pembangkit Luar Jawa (PPLJ-III). Proyek yang menjadi tanggung jawab tim ini salah satunya adalah PLTU Lampung (2 x 100 MW). Proyek ini berlokasi di Dusun Sebalang Desa Tarahan Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan. Kontraktor untuk proyek ini adalah Joint Operation antara PT. Adhi Karya
(Persero)Tbk. dan Jiangxi Electric Power Overseas Engineering Ltd. PLTU di Lampung di tunjang oleh 2 unit generator yang masing-masing menghasilkan 100 MW. PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Sebalang adalah salah satu kegiatan usaha yang dimiliki PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan, mempunyai 2 unit usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2x100 MegaWatt (MW). Presiden SBY meresmikannya di Istana Negara pada 20 Agustus 2007, bersama 2007, bersama sejumlah proyek lainnya. PLTU Tarahan ini, yang berkapasitas 2x100 MW, merupakan bagian dari program percepatan pembangunan pembanglit listrik 10.000 MW yang direncanakan diera Presiden SBY dan Wapres Jusuf Kalla. PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Sebalang ini berlokasi di Desa Sebalang, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan. Dalam proses pengoperasian PLTU Sebalang menggunakan dua jenis bahan bakar, yang pertama adalah High Speed Diesel (HSD) sebagai bahan bakar untuk initial firing dan batubara sebagai bahan bakar utama. Batubara merupakan bahan bakar yang paling berperan dalam proses pembakaran sehingga diperlukan suatu analisis terhadap kualitas batubara yang selama ini diterima untuk mengoptimalkan kinerja pembangkit. Batubara yang dipakai berkalori rendah dengan bahan tambahan batu kapur. Batu kapur mengontrol emisi gas buang sehingga udara pembakaran PLTU ini ramah lingkungan. Total kebutuhan capai 1.000.800 ton batu bara per tahun. Dengan dua pemasok batu bara yakni PT Hanson Energy dan PT PLN Batubara. Kualitas batubara yang diterima harus mempunyai standar yang sudah ditentukan dan dianalisa langsung oleh pihak ketiga antara pembeli dan pemasok yaitu surveyor independent. Permasalahan yang terjadi pada PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Sebalang dalam lingkup kinerja pembangkit yaitu belum adanya evaluasi pengaruh kualitas batubara terhadap kinerja PLTU. Selain itu belum adanya standar baku untuk menentukan kualitas batubara yang diperlukan oleh PLTU.
2.2.1.2 Lokasi PLN Sektor Sebalang
Gambar 6. Peta Lokasi PLN Sektor Sebalang
2.2.1.3 Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan 2.2.1.3.1 Struktur Organisasi MANAJER SEKTOR
ASMAN
ASMAN
ASMAN
OPERASI
ENJINIRING
PEMELIHARAAN
SPV RENDAL
SPV
OP
ENJINIRING
SPV OPERASI A,B,C,D
SPV K3L
A SMA N CAH
A S M A N KS A
SPV RENDAL HAR
SPV HAR CAH
SPV SDM & UMUM
SPV HAR MEKANIK
SPV OPCAH
SPV LOGISTIK
SPV HAR LISTRIK
SPV BBM
SPV AKUNTANSI
SPV ANALIS
SPV HAR
KIMIA
INSTRUMENT
Gambar 7. Struktur Organisasi PLN Sektor Sebalang
KINERJA
MANAJEMEN RESIKO
SPV LAKDAN
2.2.1.3.2 Aspek manajemen di PLN Sektor Sebalang
2.2.1.4 Pemasaran PLN Sektor Sebalang
2.2.2 Uraian PLN Sektor Sebalang 2.2.2.1 Bahan Baku
Bahan utama penghasil uap ini adalah air laut yang tentu saja memiliki kandungan kimia yang masih harus diolah dengan baik sehingga dapat menghasilkan uap yang tidak merusak logam-logam, khususnya kandungan garam yang sangat konduktif dan bersifat korosif. Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu metode pengolahan air laut menjadi air demineral yang layak dijadikan uap bagi turbin yaitu metode pentreatmenan air (water treatment ) serta chlorination plant .
2.2.2.1.1 Siklus Air Laut
Gambar. Siklus Air PLTU
Air Umpan Boiler Adalah Air yang digunakan untuk kebutuhan operasi unit pembangkit. Bersumber dari Sea Water yang telah melalui Proses Pengolahan Air hingga menjadi air umpan Boiler (Air Demin).
Air Pendingin Air yang digunakan sebagai media pendingin pada condensor dan HE. Bersumber dari air laut. Standar air pendingin memiliki kandungan Free Res. Chlorine 0,4 – 0,6 ppm. Peralatan utama :
CWP (Circulating Water Pump)
Stand Pipe
Close Cooling Water Pump (CCWP)
Primary Cooling Water Booster Pump
Closed Cooling Water Heat Exchanger
Air Limbah Adalah Air sisa proses produksi. Pengolahan air limbah dilakukan pada Waste Water Treatment Plant dengan prinsip penetralan pH dan sedimentasi.
2.2.2.1.2 Standar Kualitas Bahan Baku (Air)
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menggunakan bahan baku air laut yang mengandung garam yang diproses menjadi air tawar yang layak digunakan untuk proses penguapan yang selanjutnya digunakan untuk memutar turbin. Adapun standar dari kualitas air menurut Dokumen Kontrak PLTU Lampung 2 x 100 MW. 2007. Instrument and Control System. PLTU Sebalang. Lampung Selatan4. adalah sebagai berikut : 1. Konduktiviti atau daya hantar listrik air < 0,5 mikro-mho. 2. Kandungan silica < 0,015 ppm. 3. pH antara 6.5- 7 4. Dissolved Oxygent (DO2) < 0,3 ppm.
Standar Air Kondensat Untuk ketel bertekanan 170 kg/cm2
pH
= 9,2-9,5
Conductivity,SC
= < 10 mikro mho/cm
Conductivity,CC
= < 0,3 mikro mho/cm
Silika (SiO2)
= < 0,02 ppm
Oksigen Terlarut
= < 0,015 ppm
Tembaga (Cu)
= < 0,01
Besi
= < 0,02
Standar Air Pengisi Ketel a. Untuk ketel dengan tekanan 40,60,dan 80 atm Tekanan Kerja (atm) Oksigen Terlarut (ppm) Total Besi (ppm) Total Tembaga (ppm) pH pada 25°C (ppm) Silica (ppm) Conductivity (mikro s/cm) Chlorida (Cl-) ppm Hydrazin (N2H4) ppm
40 atm
60 atm
80 atm
< 0,02
< 0,02
< 0,02
< 0,05
< 0,05
< 0,001
< 0,01
< 0,01
< 0,05
8-9
8-9
8-9
< 0,02
< 0,02
< 0,02
< 1,0
< 0,5
< 0,3
-
-
-
0,01-0,03
0,01-0,03
0,01-0,03
b. Untuk ketel dengan tekanan 170 kkg/cm2
pH
= 9,2-9,5
Conductivity,SC
= < 10 mikro mho/cm
Silika (SiO2)
= < 0,02 ppm
Oksigen Terlarut
= < 0,07 ppm
Hydrazine (N2H4)
= < 0,03-0,05
Standar Air Ketel a. Untuk ketel dengan tekanan 40,60,dan 80 atm Tekanan Kerja
40 atm
60 atm
80 atm
pH
9-10
9-10
9-10
Silica (ppm)
-
< 10
<4
-
< 2250
< 1150
< 10
< 10
<3
(atm)
Conductivity (mikro s/cm) Phospat (ppm)
b. Untuk ketel dengan tekanan 170 kkg/cm2 -
Air ketel : pH
= 9,2-9,5
Conductivity,SC
= < 20 mikro mho/cm
Silika (SiO2)
= < 0,185 ppm
Phospat (PO4) Chlorida (Cl)
-
= < 0,07 ppm = < 0,5
Main steam pH
= 9,2-9,5
Conductivity,SC
= < 00 mikro mho/cm
Silika (SiO2)
= < 0,015 ppm
2.2.2.1.3
Pengolahan Bahan Baku
Water Treatment Plant (WTP ) Untuk menghasilkan sistem uap yang baik pada suatu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) maka diperlukan suatu sistem atau treatment untuk memproses air laut (Sea Water ) yang memiliki unsurunsur yang dapat merusak logam (peralatan pembangkit) menjadi air demineral
(air
murni)
yang
uapnya
layak
digunakan
untuk
menggerakkan Turbin Pembangkit. Dalam bahasa pembangkit disebut sebagai proses Water Treatment Plant (WTP ). Adapun komponen Water Treatment Plant (WTP ) dapat dilihat dari blok diagram berikut :
Gambar 8. Komponen Pemrosesan Water Treatment Plant (WTP )
Chlorination Plant
Gambar . Chlorination Plant
Menggunakan prinsip elektrolisa pada sel - sel anoda dan katoda. Peralatan utama cell Generator yang di aliri listrik 1200 - 3800 Ampere.
Sodium Hypochloride untuk injeksi pada air pendingin dan gas Hydrogen.
2.2.2.2 Proses Produksi
Alur Proses 1. Batubara dari tambang batubara Tanjung Enim Sumatera Selatan diangkut dengan Kereta Api Babaranjang (Kereta Api Batubara Rangkaian Panjang) ke Pelabuhan Batubara Tarahan Lampung dengan jarak tempuh kurang lebih 420 km. Setiap rangkaian kereta api babaranjang terdiri dari 45-60 gerbong yang masing-masing gerbong berisi 50 ton batubara. 2. Setibanya di Pelabuhan Batubara Tarahan, rangkaian kereta api ini menuju ke RCD (Rotary Car Dumper) I-IV yaitu alat penumpahan gerbong, dimana gerbonggerbong yang bermuatan batubara satu persatu akan dibalikkan guna menumpahkan isinya. Operasi penumpahan batubara di RCD dilakukan secara otomatis. 3. Dari RCD I, II, III, IV batubara diangkut dengan ban berjalan ( Belt Compeyor ) ke mesin penghancur batubara pertama ( Primary Crusher) dimana batubara akan dipecahkan menjadi bongkahan-bongkahan yang lebih kecil. 4. Selanjutnya batubara akan dibawa dengan menggunakan ban berjalan ke tempat penimbunan batubara yang disebut Stock Pile. PT. Bukit Asam memiliki 4 unit Stock Pile dengan kapasitas stock batubara sebagai berikut: a) Stock Pile I
± 60.000 ton
b) Stock Pile II
± 250.000 ton
c) Stock Pile III
± 250.000 ton
d) Stock Pile IV
± 250.000 ton
5. Penimbunan batubara pada Stock Pile I, II, III, IV untuk memenuhi kebutuhan domestik di wilayah Lampung, juga untuk memenuhi kebutuhan batubara PLTU Suralaya dan kegiatan ekspor.
6. Pemuatan batubara dari tempat penimbunan (Stock Pile) ke dalam kapal dilakukan dengan mempergunakan Bulldozer yang mendorong batubara dari tempat penimbunan kedalam sumur pengambilan ( Reclaim Pit ) untuk selanjutnya dibawa ke mesin penghancur batubara kedua (Secondary Crush), dimana bongkahan batubara akan dipecahkan lagi sampai butirannya sesuai dengan s pesifikasi
ukuran
yang
dikehendaki
oleh
pemesan.
Untuk
pengambilan batubara dari Stock Pile I dan II tidak menggunakan Bulldozer tetapi menggunakan Steacker Recleamer . 7. Batubara yang sudah dipecah di secondary crusher kemudian diangkut dengan ban berjalan ke mesin pemuat kapal dan selanjutnya akan memuatkannnya ke dalam kapal, kapasitas pemuat kapal ini adalah 5000 ton batubara/jam.
2.2.2.3 Produk yang dihasilkan
PT Bukit Asam (PERSERO) Tbk unit pelabuhan Tarahan Lampung tidak melakukan kegiatan penambangan batubara, perusahaan ini hanya bertugas menghancurkan bongkahan batu bara ukuran besar yang diangkut dengan Kereta Api Batubara Rangkaian Panjang (KA Babaranjang) dari Tanjung Enim, Sumatera Selatan untuk kemudian dihancurkan menjadi ukuran 100 mili. Salah satu produk yang dihasilkan oleh PT Bukit Asam (PERSERO) Tbk unit pelabuhan Tarahan Lampung adalah briket batu bara. Produk yang dipasarkan meliputi batubara jenis BA 58 dan BA 59 yang dipasarkan ke PLTU Suralaya. Selain itu juga menjual Batubara jenis BA 63, dan BA 70 ke berbagai Negara lain seperti China, Korea, Switzerland, Taiwan, Delta Holding PTE, Ltd India, Eropa, Pakistan, Jepang dan beberapa wilayah Eropa lainnya. Sistem transportasi batubara PT. Bukit Asam dengan jalur laut,
2.2.2.4 Utilitas 2.2.2.4.1 Batubara
Batubara yang digunakan termasuk dalam jenis batubara sub bituminus dengan kadungan moisture yang diizinkan sangat tinggi, yaitu 30% (1/3 dari masa batubara). Peralatan utama pada alur batubara adalah coal silo, crusher, dan hopper
Gambar. Siklus Bahan Bakar
2.2.2.4.2 Boiler a.
Fungsi Boiler
Boiler berfungsi untuk merubah air menjadi uap superheat yang bertemperatur dan bertekanan tinggi. Proses memproduksi uap ini disebut ‘Steam Raising” (Pembuat Uap). Unit/alat yang digunakan untuk membuat uap disebut “Boiler” (Boiler) atau lebih tepat “steam Generator” (Pembangkit Uap). Klasifikasi Boiler secara umum dibagi dua yaitu, Boiler pipa api dan Boiler pipa air. Jenis Boiler pipa api banyak digunakan oleh industri yang memerlukan tekanan uap yang relatif rendah, misalnya pabrik-pabrik gula. Sedangkan jenis pipa air digunakan oleh industri/pembangkit listrik yang memerlukan tekanan uap yang tinggi, misalnya pada pusat-pusat listrik tenaga uap. b.
Jenis-Jenis Boiler
Boiler Pipa Api
Pada jenis Boiler pipa api, gas panas hasil pembakaran (flue gas) mengalir melalui pipa-pipa yang dibagian luarnya diselimuti air sehingga terjadi perpindahan panas dari gas panas ke air dan air berubah menjadi uap.
Gambar. Boiler Pipa Api
Boiler Pipa Air
Pada boiler (Boiler) jenis ini, air berada didalam pipa sedangkan gas panas berada diluar pipa. Boiler pipa air dapat beroperasi dengan tekanan sangat tinggi (lebih dari 100 Bar
Gambar. Boiler Pipa Air
c.
Bagian-bagian Boiler dan Alat Bantunya
Gambar. Bagian-Bagian Boiler dan Alat Bantunya
d.
Efesiensi Boiler
Pengertian Efisiensi
Energi tidak dapat dibuat maupun di musnahkan, akan tetapi diubah bentuknya dari salah satu bentuk ke bentuk lain, misalnya energi kimia dalam bahan bakar diubah menjadi energi listrik yang dihasilkan oleh generator. Proses ini terjadi di PLTU. Idialnya, selama terjadi perubahan bentuk dari satu jenis energi ke energi lain, jumlah energi semula dengan jumlah energi akhir akan sama besar. Akan tetapi tidak disengaja maupun yang disengaja. Kehilangan – kehilangan ini lajim disebut LOSSES. Kehilangan energi panas yang terjadi di PLTU, sebagian besar terjadi diKondensor, yaitu terbuangnya panas akibat dibawa oleh air pendingin kondensor ke laut, sungai ataupun ke udara luar pada kondensor yang dilengkapi menara pendingin ( Cooling tower ). Semakin besar losses akan semakin kecil efisiensi dan pada akhirnya biaya produksi energi listrik per KWH akan semakin tinggi. Dengan memahami masalah efisiensi, diharapkan para operator dapat mengambil tindakan seperlunya agar unit PLTU yang di operasikan memiliki efisiensi tinggi dalam batas – batas operasi yang tetap aman. Efisiensi merupakan istilah yang bayak di gunakan di berbagai bidang. Namun dalam bahasa ini pengertian efisiensi adalah khusus mengenai efisiensi unit PLTU atau bagian dari sistem dalam unit P LTU. Efisiensi akan menyatakan hubungan antara INPUT dan OUTPUT. Karena adanya LOSSES yang tidak dapat di hindarkan dalam proses perubahan energi di PLTU maka :
OUTPUT
= INPUT – LOSSES
EFISIENSI
=
Atau
OUTPUT INPUT
INPUT LOSSES INPUT
EFISIENSI =
Pernyataan matematis tersebut di atas menyatakan bahwa efisiensi merupakan perbandingan antara OUTPUT dengan INPUT. Dalam kondisi ideal yaitu apabila LOSSES = 0 maka besarnya efisiensi adalah 1 (satu ) atau 100 %.
Efisiensi Siklus
Seperti yang sudah di jelaskan terdahulu, PLTU mengubah energi kimia bakar menjadi energi listrik. Urutan selengkapnya adalah : 1. Energi Kimia dalam bahan bakar diubah menjadi energi panas. Proses ini terjadi di dalam ketel ( Boiler ). 2. Energi panas diubah menjadi energi mekanis. Proses ini terjadi di Turbin 3. Energi mekanis di ubah menjadi Energi Listrik. Proses ini terjadi di Generator listrik. Akibat keseluruhan dari rantai proses konversi energi ini adalah output energi listrik di peroleh dari input bahan bakar.
Gambar. Perubahan (konversi) di PLTU
Efisiensi siklus dapat di hitung apabila data – data tersebut di bawah ini di ketahui : a. Energi Listrik yang di diproduksi ………………………. KWh b. Berat bahan bakar yang di bakar …………………………Kg c. Nilai kalor bahan bakar …………………………………..Kj/Kg Contoh : Suatu unit PLTU dibebani 100 MW, dalam satu jam menghabiskan bahan bakar batubara sebanyak 50.000 kg. Nilai kalor bahan bakar adalah 23.000 Kj/Kg. Berapa efisiensi siklus keseluruhan (Overall effisiensi) ? Jawab : Panas masuk
= Berat bahan bakar X Nilai Kalor = 50.000 X 23.000 Kj/Kg = 1.150.000.000 Kj
Maka, Input
= 1.150.000.000 Kj
Energi Listrik dihasilkan : = 100 MW X 1 Jam = 100 MWh = 100.000 KWh Apabila 1 KWh
= 3600 Kj
Maka, Output
= 100.000 x 3600 Kj = 360.000.000 Kj = 360 Mj
Overall eficiency =
e.
Output Input
=
360.000.000 1.150.000.000
= 0,313 = 31,3 %
Tipe Boiler yang Digunakan oleh PLTU Sebalang
Terjadi dalam 3 tahapan antara lain sebagai berikut :
Circulating ,
terjadinya
sirkulasi
batubara yang belum habis terbakar dari Furnace ke Cyclone kemudian masuk ke Seal Pot dan kembali ke Furnace.
Fluidized ,
penghembusan
udara
primer untuk menjaga material bed dan batubara tetap melayang didalam Furnace.
BED, material
berupa partikel-
partikel kecil (pasir kuarsa, bottom ash) yang digunakan sebagai media awal transfer panas dari pembakaran HSD ke pembakaran Batubara.
Tabel. 1 Perbedaan Boiler CFB dan PC
NO
BOILER CFB
BOILER PC
1.
Temperatur Pembakaran di Furnace rendah (± 800 °C)
Temperatur Pembakaran di Furnace tinggi (> 1000 °C)
2.
Kadar Sox dan Nox yang rendah sebab menggunakan Limestone
Kadar Sox dan Nox tinggi karena tidak menggunakan Limestone.
3.
Ukuran batu bara yang masuk ke Furnace (± 6 mm)
Ukuran batubara yang masuk ke furnace dalam bentuk serbuk halus.
4.
Dapat menggunakan batubara dengan nilai kalor yang rendah.
Menggunakan batubara dengan nilai kalor yang tinggi.
5.
Menggunakan Panel Evaporator dan PanelSuperheater didalam Furnace.Peman faatan radiasi panas dari pembakaran.
Tidak menggunakan Panel Evaporator dan Panel Superheater.
6.
Penggunaan StartUp-Burner tidak tergantung dari beban (MW) tetapi temperatur Furnace.
Penggunaan StartUp Burner tergantung beban.
2.2.2.4.3 Sistem Pembakaran
Bahan bakar yang digunakan di PLTU terdiri dari : 1. Bahan bakar minyak solar (HSD) 2. Bahan bakar minyak residu (MFO) 3. Bahan bakar batubara Bahan bakar minyak solar digunakan sebagai penyala (igniter) dan untuk pembakaran awal pada saat start dingin. Sistem bahan bakar solar yang dipersiapkan mulai dari tangki hingga penyala. Pemeriksaan pada sistem ini meliputi,: 1. Level tangki solar (HSD) cukup 2. Katup masuk dan keluar tangki dalam posisi yang benar 3. Saringan (strainer) sisi masuk pompa dalam keadaan bersih dan terpasang benar. 4. Pompa solar dalam keadaa siap
5. Katup masuk dan keluar pompa dalam posisi benar 6. Katup pengatur (control valve) tekanan dalam posisi benar 7. Flow meter, angkanya dicatat 8. Trip valve (katup penutup cepat) tertutup 9. Igniter siap meliputi pasok listrik dan busi 10. Sistem atomisasi uap atau udara siap
a. Teori Pembakaran Berbahan Bakar Batubara
Teori pembakaran merupakan pengetahuan yang penting dalam rangkaian memahami proses pembakaran secara benar. Namun sebelum membahas mengenai proses pembakaran terlebih dahulu harus dipahami beberapa definisi dan konsep dasar yang akan ditemui dalam analisis proses pembakaran bahan bakar.
Analisis Bahan Bakar Bahan bakar adalah senyawa hidrokarbon yang terdiri dari unsur-unsur yang membentuk reaksi pembakaran dengan oksigen. Secara elementer komposisi bahan bakar terdiri dari unsur hidrogen (H), Karbon (C), dan Sulfur (S). Analisis bahan bakar biasanya dilakukan untuk menentukan macam-macam unsur dalam bahan bakar yang tidak jarang memerlukan waktu. Bagi keperluan rutin, testing batubara hanya dilakukan untuk menentukan : a) Kandungan embun b) Kandungan abu c) Nilai kalor d) Kandungan belerang. Tetapi setiap laboratorium pembangkit listrik juga melakukan pengujian untuk memperoleh data mengenai karakteristik-karakteristik lain batubara
yang
dianggap
penting
sesuai
dengan
kebutuhan
unit
pembangkitan yang bersangkutan. Ada 2 macam analisis yang lazim dilakukan terhadap batubara yaitu : 1. Analisis pendekatan (proximate analysis) yang memberikan data tentang kandungan zat terbang, Carbon tetap, abu dan embun. Untuk melengkapi hasil pengujian, biasanya dicantumkan juga data tentang nilai kalor dan kandungan belerang. 2. Analisis ultimate (ultimate analyisis) yang memberikan data tentang komposisi bahan bakar dalam presentase untuk Nitrogen, Oksigen, Carbon, abu, belerang Chlor dan Hidrogen.
1. Proximate Analysis. Merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap sampel batubara untuk menentukan kandungan air (moisture), zat terbang (volatile matter), abu serta Carbon tetap (fixed Carbon).
(i ) Kandungan Ai r (Moisture Content). Air yang terkandung dalam batubara dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu : a. Free Moisture Semua batubara mengandung free moisture dalam jumlah tertentu. Asalnya mungkin dari air tambang bawah tanah, air yang bergabung dalam proses pembentukan batubara serta semprotan-semprotan air pada proses-proses pencucian maupun berasal dari hujan dan salju. Pada kebanyakan analisis, free moisture
ditetapkan
sebagai
langkah
pertama
untuk
memeproleh total moisture, termasuk bagian yang menguap ketika sampel dalam proses menuju keseimbangan dengan udara sekitar. Free moisture dinyatakan dalam presentase dan diukur dari berkurangnya berat sampel antara 5 - 15 Kg. Dengan cara menempatkan sampel pada udara yang bersikulasi
bebas dengan temperatur tidak lebih dari 15
0
C diatas
temperatur sekitar selama 16 sampai 24 jam. Sampel tersebut disebarkan
dengan
rata
sehingga
memiliki
ketebalan
penampang sekitar 2,5 cm dan jika amat basah, maka waktu pengeringan mungkin meningkat sampai melebihi 24 jam.
b. Inherent Moisture. Diukur dengan mengukur kehilangan berat jika 1 Kg sampel dipanaskan dalam oven sampai 105 0C - 110 0C selama 5 - 6 jam dalam aliran udara lambat. c. Air - Dry Moisture. Untuk menetapkan kandungan air dari sampel laborat untuk analisis umum, dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : dengan mengeringkan 1 gram sampel dalam sampel dalam suatu oven vakum dengan cara yang sama dan terakhir penimbangan
langsung
terhadap
air
yang
diserap
oleh
absorbent (alat penyerap) dari gas Nitrogen kering yang dilewatkan pada batubara yang ditempatkan dalam tabung pemanas. Jika batubara dipanaskan di udara pada suhu lebih dari 100 0C tetapi dibawah titik nyalanya maka akan terjadi perubahan lain selain hilangnya uap air yang meliputi :
Kehilangan berat sehubungan dengan evolusi gas-gas serta terurainya batubara.
Bertambahnya
berat
sehubungan
dengan
pembentukan
peroksida padat. Pemakaian Nitrogen untuk mengeluarkan Oksigen dapat mencegah terjadinya hal ini.
(ii)
Ash Abu. Ada tiga tipe abu :
a)
Inherent ash (abu inherent) - kandungan abu yang tidak dapat dihilangkan dengan metoda pembersihan apapun. Abu inherent boleh dianggap sama seperti unsur-unsur pokok mineral dari bahan tumbuhan dari mana batubara diperoleh, ditambah endapan (lumpur) dimana tumbuhan itu tumbuh.
b)
Associated ash (abu campuran) - terdapat pada lapisan betubara sebagai bercak-bercak. Diantaranya terdiri dari semacam zat mineral yang belum terpisahkan dari bingkahan-bungkahan batubara selama penambangan.
c)
Adventitous ash - tidak terdapat pada lapisan, tetapi berasal dari lantai atau atap tambang yang tergantung pada kondisi geologis setempat. Adventitous ash mungkin berupa lempung (tanah liat) tahan api atau serpihan Carbon dari tanah liat yang mengendap pada air dangkal dilokasi tambang batubara.
(iii)
Zat Terbang (V olatile). Zat terbang dipakai sebagai pedoman dalam sistem klasifikasi batubara karena zat terbang dapat mencerminkan tipe batubara serta karakteristiknya dalam suatu proses pembakaran. Pengukuran dilakukan dengan cara memanaskan 1 gram sampel betubara dalam wadah peleburan pada 900 0C selama 7 menit tanpa kontak langsung dengan udara. Dihitung berdasarkan berkurangnya berat setelah dikurangi dengan pengurangan berat karena hilangnya uap air. Zat terbang terdiri dari Hidrogen dan Nitrogen yang ada dalam batubara dan campuran organik yang amat kompleks dari unsur kimia.
(iv)
F ixed Carbon (Karbon Tetap).
Karbon tetap adalah zat yang tidak menguap dan tersisa setelah moisture, volatile matter (zat terbang) dan kadar abu dihilangkan. Fixed Carbon = 100 % - % Moisture - % Volatile Matter % Abu.
Sulfur (belerang) dihitung terpisah, kadang-kadang dihitung sekaliian pada penentuan nilai kalor.
(v)
Ni lai K alor. Nilai kalor merupakan dasar dan standard bagi penilaian bahan bakar. Nilai kalor adalah ukuran dari energi panas dalam bahan bakar dan merupakan faktor utama dalam penentuan harga batubara. Nilai kalor adalah banyaknya panas yang dapat dilepaskan oleh setiap Kg bahan bakar jika dibakar sempurna. Dalam sistem S.I, nilai kalor dinyatakan dalam satuan KJ/Kg. Ada 4 macam nilai kalor yang berbeda yaitu : a) Nilai kalor kotor pada volume konstan (Gcv V). b) Nilai kalor bersih pada volume konstan (Ncv V). c) Nilai kalor kotor pada tekanan konstan (Gcv P) d) Nilai kalor bersih pada tekanan konstan (Ncv P) Bomb calorimeter adalah salah satu alat yang dipakai untuk mengukur nilai kalor kotor pada volume konsstan. Nilai kalor yang lain selanjutnya dapat dihitung jika komposisi bahan bakar diketahui. Kata “Gross (kotor)” menandakan bahwa panas laten penguapan dari air yang terdapat dalam bahan bakar ditambah panas laten dari air yang terbentuk selama pembakaran dimasukkan dalam Harga
Nilai
kalor
yaitu
dengan
cara
mengembunkannya. Kata “Net (bersih)” menandakan bahwa panas laten untuk membentuk uap air tidak diperhitungkan
dalam harga nilai kalor karena panas uap tidak diperhitungkan dalam harga nilai kalor karena panas laten ini terbuang dalam bentuk uap air. Pada prakteknya, panas laten dari uap air ini tidak bisa diperoleh kembali dalam kondisi operasi ketel, sehingga pabrik -pabrik pembuat ketel harus menyatakan harga efisiensi ketel berdasarkan nilai kalor bersih (Ncv). Harga efisiensi ini sekitar 4% lebih tinggi harga efisiensi yang dihitung berdasarkan nilai kalor kotor (Gcv). Hal ini harus diperhitungkan bila akan membandingkan harga efisiensi ketel yang satu dengan ketel yang lain. Proses pembakaran bahan bakar dalam sebuah bomb calorimeter berbeda dengan proses pembakaran bahan bakar dalam ketel. Proses pembakaran dalam bomb calorimeter berlangsung pada volume konstan sedang proses pembakaran pada ketel berlangsung pada tekanan konstan. Bila proses pembakaran berlangsung pada tekanan konstan, maka gas hasil pembakaran harus bebas mamuai sehingga melakukan kerja (work). Dengan demikian, nilai kalor kotor pada tekanan konstan akan lebih tinggi dari pada nilai kalor yang diperoleh dari Bomb calorimeter bila panas ekivalen dengan kerja (work) yang dilakukan diperhitungkan. Selain itu ada beberapa rumus yang dipakai untuk menghitung nilai kalor bahan bakar. Tetapi untuk ini perlu dilakukan analisis ultimate.
Menentukan Nilai Kalor dengan Menggunakan Bomb Kalori Mater. Metode penentuan nilai kalor batubara adalah sebagai berikut : Sejumlah
kecil
sampel
dibakar
dalam
Oksigen
yang
ditempatkan didalam cawan yang ditempatkan dalam bejana kalorimeter. Selanjutnya bejana beserta isinya ditempatkan
didalam bejana berongga yang lebih besar dimana didalam rongga dinding bejana diisi dengan air untuk membentuk “Jacket”. Ini berfungsi memperkecil transfer panas antara bejana kalorimeter dengan lingkungan.
Kemudian sampel dibakar dengan bantuan penyala listrik. Panas yang dilepaskan dari proses pembakaran sampel tersebut kemudian diukur dengan cara mengukur temperatur air dalam kalorimeter sebelum dan naiknya suhu dikalikan dengan panas jenis air.
(vi). Sulfur Penetuan sulfur adalah bagian dari analisis ultimate batubara tetapi hal ini dibicarakan secara terpisah karena sangat menentukan harga. Sulfur dalam batubara ditemukan dalam tiga macam bentuk. a. Sulfur Sulfat (tak berarti/bisa diabaikan). b. Sulfur Organik (rata - rata 0,8%). c. Sulfur Pyritik (rata - rata 0,8%). Sulfur Sulfat terdapat dalam jumlah kecil Ferrous Sulphate (Fe SO4 7 H20) yang berasal dai oksida pyrite besi (iron pyrites) (FeS) dan batu kapur/gips (Ca SO4 2H2O). Bahan-bahan tersebut terbentuk lapisan tipis dalam batubara ketika larutan telah menguap. Sulfur
organik
berkombinasi
dengan
Carbon
dan
Nitrogen untuk membentuk batubara. Konsekwensinya bahan tersebut
tidak
bisa
dihilangkan
dengan
pencucian
dan
cenderung agak konstan. Pyrites adalah besi belerang (FeS). Bahan ini berbentuk bongkah-bongkah padat dan lapisan yang berbentuk pita (band) tipis. Yang berbentuk partikel padat
dihilangkan oleh proses pencucian. Jumlah kandungan pyrite amat bervariasi.
2. Analisis Ultimat (Ultimate Analysis).
Analisis ultimat adalah suatu analisis yang dilakukan untuk menentukan unsur-unsur yang terkandung dalam bahan bakar termasuk Chlorine, Phospor dan lain sebagainya. Untuk keperluan yang berkaitan dengan teknologi bahan bakar, analisis ultimat terhadap batubara terutama dilakukan untuk mengetahui kandungan Carbon, Hidrogen, Nitrogen dan Sulfur. Kandungan Oksigen biasanya ditentukan setelah unsur-unsur tersebut diatas diketahui yaitu dengan cara 100 dkurangi jumlah unsur-unsur tersebut dinyatakan dalam persen. Analisis ultimat merupakan sesuatu yang penting terutama dalam aplikasinya untuk keperluan perhitungan dalam bidang teori pembakaran serta neraca panas. Seperti sudah diketahui bahwa perkiraan nilai kalor - nilai kalor bahan bakar yang dihitung berdasarkan analisis ultimat cukup valid. Hingga saat ini, analisis dasar berdasarkan methode Liebig klasik memerlukan ketrampilan dan pengalaman serta memerlukan waktu yang lama. Karena itu, untuk keperluan perhitungan neraca panas analisis ultimat dilakukan secara teratur. Tetapi seringkali juga cukup diambilkan dari data yang tercatat pada lembar karakteristik batubara. Dibawah ini diberikan contoh Analisa Proximate dan Ultimate batubara dari West Virginia Bituminous Coal - Kanguka Counting USA :
Tabel. 2 Proximate Analisis.
Tabel. 3 Ultimate Analysis.
Proses Pembakaran
b.
Segitiga Api Pembakaran adalah reaksi kimia yang terjadi jika material mudah terbakar (combustible) berreaksi dengan oksigen sehingga menghasilkan
sejumlah panas yang besar. Untuk mendukung terjadinya pembakaran diperlukan tiga kondisi yang harus dipenuhi secara bersamaan, yaitu : a. Adanya Oksigen Di dalam kimia pembakaran kita memerlukan bercampurnya bahan bakar dengan oksigen. Tanpa oksigen pembakaran tidak akan terjadi. Didalam praktek, oksigen diperoleh dari udara b. Bahan bakar Bahan bakar hanya akan menyala apabila temperaturnya naik hingga sesuai dengan temperatur oksigen. Temperatur ini disebut sebagai ”temperatur penyalaan” (ignition temperature). Semua material combustible mempunyai temperatur penyalaan sendiri-sendiri. c. Sumber penyalaan Proses pembakaran hanya dapat terjadi bila bahan bakar dan oksigen yang berada atau diatas temperatur penyalaan atau dinyalakan oleh sumber penyalaan. Sumber ini dapat berupa percikan api, api, bara atau metal yang membara. Ketiga unsur tersebut biasa disebut dengan segitiga api. Pada kondisi tertentu bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya tanpa bantuan sumber penyalaan.
Pembakaran
semacam
ini
disebut
pembakaran
spontan.
Pembakaran spontan dapat terjadi apabila terdapat oksigen yang kontak langsung dengan bahan bakar serta temperatur bahan bakar disebabkan oleh tekanan atau reaksi kimia yang menghasilkan panas. Kenaikan temperatur material combustible dapat disebabkan oleh tekanan atau reaksi kimia yang menghasilkan panas. Laju pembakaran dan efisiensi pembakaran tergantung pada : ( i ) Waktu (time) Setiap reaksi kimia memerlukan waktu tertentu untuk terjadinya dan dalam hal pembakaran, bubuk batubara (pf) harus berada dalam zona pembakaran didalam ruang bakar cukup lama agar terbakar semuanya. Kurangnya turbulensi atau ukuran partikel pf yang terlalu besar akan
menyebabkan pembakaran masih terjadi di bagian atas ruang bakar dan laluan gas. ( ii ) Temperatur Agar memungkinkan terjadinya pembakaran suatu zat, temperatur zat tersebut harus berada atau diatas tingkat tertentu untuk mendukung terjadinya
reaksi
pembakaran.
Temperatur
ini
tergantung
pada
peningkatan kimia zat tersebut atau temperatur penyalaan. Kegagalan mencapai temperatur penyalaan akan menyebabkan masuknya bahan bakar yang bercampur dengan udara di ruang bakar sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah nantinya. ( iii ) Turbulensi Oksigen yang dipasok udara ke ruang bakar mungkin melintas langsung tanpa kontak dengan bahan bakar. Turbulensi secara umum mencampur udara dan bahan bakar agar terjadi pembakaran yang sempurna.Pertikel pf yang lebih berat cenderung mengendap didalam pipa menuju burner. Untuk mencegah hal ini, maka aliran campuran udara/pf di pusar (swirled) didalam burner. Selanjutnya turbulensi dilakukan dengan memusar aliran udara sekunder.
Reaksi Kimia C, H, dan S dengan O2 Dalam setiap bahan bakar, unsur yang mudah terbakar adalah Carbon, Hidrogen dan Sulfur. Karena itu, hanya ketiga unsur inilah yang banyak dibahas dalam persamaan rekasi pembakaran. CARBON (ZAT ARANG) : Dalam pembakaran (yaitu penyalaan bahan bakar karena adanya Oksigen), Carbon dan Oksigen bisa menghasilkan dua hasil akhir yang berbeda. Jika tidak ada cukup Oksigen, maka Carbon tidak akan terbakar seluruhnya. Dua macam persamaan rekasi pembakaran Carbon adalah sebagai berikut : C + O2
CO2
(untuk Carbon yang terbakar sempurna dan panas yang dihasilkan adalah 8100 Kcal/Kg). 2C + O2
2CO
(untuk pembakaran Carbon yang tidak sempurna dan panas yang dihasilkan sebesar 2370 Kcal/Kg). Reaksi yang kedua menghasilkan produk “Carbon monoksida”. Mengingat pembakaran tidak sempurna tidak dikehendaki karena tidak seluruh nilai kalor Crabon dilepaskan, maka kita harus memastikan bahwa jumlah Oksigen cukup tersedia untuk membentuk persamaan jumlah reaksi yang pertama. Nanti akan kita lihat bahwa, dalam operasi ketel, kadar Carbonmonoksida didalam gas cerobong dimonitor dengan teliti dan proses pemabakaran dalam ketel diatur sedemikian rupa untuk memperoleh kandungan Carbonmonoksida yang minimum. HIDROGEN : Hidrogen dalam bahan bakar yang dibakar akan menghasilkan uap air, sesuai dengan reaksi berikut : 2 H2 + O2
2 H2O
Panas yang ditimbulkan sebesar 34.000 Kcal/Kg. SULFUR :
Sulfur
yang
dibakar
akan
menghasilkan
gas
Sulfurdioksida dengan reaksi : S + O2
SO2
Panas yang ditimbulkan sebesar 2.500 Kcal/Kg.
Kebutuhan Udara dan Udara Berlebih Dalam pembahasan sebelumnya sudah disebutkan bahwa proses pembakaran
membutuhkan
bahan
bakar
dan
oksigen,
tetapi
untuk
menggunakan oksigen murni pada ketel merupakan suatu yang sangat mahal. Selain itu juga akan mengakibatkan suhu lokal yang tinggi didalam ruang bakar ketel sehingga dapat merusak pipa-pipa dan logam pembungkus ketel. Didalam praktek kita menggunakan oksigen yang paling murah dan banyak tersedia yaitu udara. Jika kita mengabaikan kandungan kecil dari gas-
gas mulia yang ada dalam udara seperti neon, xenon dan lain sebagainya, maka dapat dianggap bahwa udara kering sebagai campuran dari gas Nitrogen dan Oksigen. Proporsi Oksigen dan Nitrogen dalam udara baik dalam satuan volume maupun dalam satuan berat berdasarkan persentasenya adalah : Berdasarkan berat : Oksigen = 23,2%; Nitrogen = 76,8%. Berdasarkan volume: Oksigen = 21%; Nitrogen = 79 %. Perbedaan persentase dalam satuan berat dan satuan volume disebabkan oleh kenyataan bahwa jika kita menimbang 21% Oksigen dalam satuan volme 79% untuk sejumlah sampel udara, maka perbedaan berat antara molekul Oksigen dan Nitrogen (Oksigen 16 dan berat Nitrogen 14) membuat analisis tersebut berat sebelah/meragukan berdasarkan berat sehubungan dengan atom-atom Oksigen yang sedikit lebih berat. Nitrogen dalam udara tidak turut bereaksi dalam proses reaksi pembakaran dan tidak mengalami perubahan sampai keluar menuju cerobong. Selain
membantu
mendinginkan
ruang
bakar
sehingga
menurunkan
temperatur sampai pada batas kemampuan metalurgi, maka secara umum kehadiran Nitrogen merupakan kerugian karena menipiskan (dilute) oksigen serta dapat menghalangi kontak langsung antara molekul-molekul Oksigen dengan partikel bahan bakar. Karena 23,2% udara mengandung Oksigen. Rumus untuk menghitung kebutuhan udara teoritis adalah : Kebutuhan udara teoritis = 100/23,2 [ O2 yang diperlukan oleh Karbon + O2 yang diperlukan oleh Hidrogen + O2 yang diperlukan oleh Sulfur - O2 dalam batubara] Secara sistematis ini biasa dinyatakan sebagai : Udara teoritis = 100/23,2 [O 2 yang diperlukan olah C + O2 yang diperlukan oleh H2 + O2 yang diperlukan oleh S - O2 dalam bahan bakar] . Menjadi, Udara teoritis = 4,31 [2,66 C + 8 (H - O/8) + S] Kg/100 Kg. Dimana, C H
= % Carbon/Kg bahan bakar = % Hidrogen/Kg bahan bakar
O
= % Oksigen/Kg bahan bakar
S
= % Sulfur /Kg bahan bakar
c. Penyalaan Ruang Bakar, Penaikan Temperatur dan Tekanan
Persiapan Penyalaan Sebelum melakukan penyalaan awal, maka komponen berikut ini harus disiapkan : a.
Bahan bakar untuk penyala (minyak HSD atau gas LPG) cukup tersedia
b.
Damper udara dalam posisi untuk penyalaan
c.
Tekanan uap atau udara untuk penyalaan cukup
d.
Elektrode busi dalam keadaan bersih
e.
Flame detector (sensor) dalam keadaan baik dan telah terpasang
f.
Tekanan ruang bakar normal,
g.
Tekanan bahan bakar penyala cukup
Penyalaan Penyalaan dapat dilakukan apabila purging telah selesai. Untuk melakukan penyalaan, maka katup bahan bakar penyala dibuka sehingga bahan bakar siap hingga didepan igniter tinggal menunggu sumber api dan udara. Begitu tombol start igniter ditekan, maka urutan penyalaannya adalah sebagai berikut : 1. Igniter gun masuk keruang bakar. 2. Katup uap atau udara atomisasi terbuka 3. Busi mengeluarkan bunga api (igniter on) 4. Katup bahan bakar penyala terbuka Jika nyala api yang ditangkap oleh flame detector memuaskan, artinya terjadi pembakaran yang baik, maka penyalaan berlangsung terus dan busi akan mati setelah memberi penyalaan. Tetapi jika nyala api yang ditangkap
flame detector tidak memuaskan, maka igniter trip (katup bahan bakar penyala dan uap atau udara atomisasi tertutup, dan busi mati). Pada saat pembakaran awal pastikan bahwa pembakaran terjadi dengan baik, tidak ada bahan bakar yang tidak terbakar masuk ke ruang bakar. Bentuk nyala api harus diperhatikan melalui kaca intip, yaitu tidak terlalu panjang tetapi juga tidak terlalu lebar sehingga menyentuh dinding ruang bakar.
Penaikan Temperatur Proses pemanasan pada ketel harus dilakukan bertahap dengan kenaikan
temperatur
uap
yang
terkontrol.
Temperatur
metal
ketel
(superheater) harus dipantau dan dijaga pada batas yang diijinkan. Temperatur metal reheater juga harus diamati terus menerus karena belum ada aliran uap masuk turbin. Buka katup resirkulasi ekonomiser agar air dapat bersirkulasi dari drum ke pipa pipa ke ekonomiser dan kembali ke drum. Pada saat ini belum ada penguapan dan belum terjadi sirkulasi sehingga kenaikan temperatur harus diatur dengan hati-hati agar tidak terjadi overheating pada pipa-pipa ketel.
Penaikan Tekanan Atur laju kenaikan temperatur dan tekanan uap dengan mengatur banyaknya igniter yang beroperasi. Periksa temperatur gas keluar ruang bakar dengan menggunakan thermoprobe, jaga agar temperatur ini tidak melebihi batas yang telah ditentukan. Apabila telah terjadi pemanasan yang cukup dan timbul
tekanan
yang
cukup,
pembakaran
dapat
dilanjutkan
dengan
menggunakan bahan bakar minyak residu. Laju kenaikan temperatur tetap harus dibatasi demikian pula temperatur pipa-pipa ketel juga harus terus dipantau. Pengaturan kenaikan temperatur dapat dilakukan dengan mengatur aliran bahan bakar dan udara pembakaran, serta drain dan katup blow down. Fenomena pengoperasian ketel tersebut diatas yang terdiri dari : 1. Pengisian air ke ketel
2. Pengoperasian sistem udara dan gas 3. Purging 4. Penyalaan, penaikan temperatur dan penaikan tekanan Papat dilihat (diperagakan) atau dipraktekkan di simulator PLTU dengan prosedur seperti tercantum dalam lampiran.
d. Pembakaran
Dengan
Batubara
dengan
Persiapan
pengoperasian
Pulverizer Mill Sistem Bahan Bakar Batubara (pf = pulverised fuel)
Sistem bahan bakar batubara merupakan sistem yang cukup kompleks karena komponennya banyak. Persiapan sistem bahan bakar batubara mulai dari bunker hingga burner. Namun demikian harus selalu berkomunikasi dengan pihak yang menangani persediaan batubara untuk kelangsungan pasokannya ke bunker. Pemeriksaan sistem ini meliputi : 1. Level bunker batubara cukup 2. Coal feeder sudah siap, meliputi pasok listrik, pelumas dan pencatat aliran 3. Gate valve masuk dan keluar feeder dalam posisi yang benar 4. Unit mill dalam keadaan siap termasuk pasok listrik, dan pelumas 5. Pyrite box sudah bersih dan tidak ada tibunan batubara disekitar mill 6. Swing valve (katup keluar) mill tertutup 7. Seal air fan sudah siap 8. Primary air fan siap 9. Mill air heater siap 10. Semua damper udara primer dalam posisi benar
2.1.2.5 Pengelolaan Lingkungan
Upaya pemantauan lingkungan di Unit Pelabuhan Tarahan meliputi kegiatan sebagai berikut : 1. Pemantauan kualitas air di seluruh outlet Kolam Pengendapan Lumpur (KPL). 2. Pemantauan biota laut untuk mengetahui keanekaragaman hayati yang hidup di laut sekitar pelabuhan. 3. Pemantauan kualitas udara berkaitan dengan kadar debu di area pelabuhan dan diluar area pelabuhan. 4. Mengukur tingkat kebisingan akibat mobilisasi peralatan. 5. Pemantauan keselamatan kerja dan tingkat kecelakaan kerja. 6. Pemantauan kebersihan lingkungan dan pembuangan sampah. 7. Pemantauan tenaga kerja lokal yang diserap oleh kegiatan penerangan batubara di Unit Pelabuhan Tarahan. PT Bukit Asam (Persero), Tbk telah melakukan kebijakan dalam pengelolaan dan pematauan lingkungan demi tercapainya tujuan agar dapat menambang batubara dengan cara ramah lingkungan serta tidak merugikan masyarakat sekitar daerah penambangan. PTBA sangat serius dalam menangani berbagai masalah lingkungan di sekitar wilayah pertambangan maka dari itu PTBA telah menerapkan sistem pemantauan yang terdiri dari beberapa bidang seperti:
2.1.2.5.1 Kualitas Air
Baku mutu air yang telah ditetapkan untuk sungai berdasarkan SK Gubernur Sumatera Selatan No.16 tahun 2005 terdiri dari berbagai parameter yaitu: a. pH
= 6 – 9
b. TDS
= 50 mg/l
c. Mn
= 0.1 mg/l
d. Fe
= 0.3 mg/l
Kualitas air di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air, SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No.2 tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan No.37 tahun 2003 tentang metode pengujian kualitas air permukaan dan contoh air permukaan dan peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan No.18 tahun 2005. Dalam proses penambangan Batubara akan menghasilkan air asam yang akan dialirkan kembali ke sungai Air Laya, namun air asam memiliki kandungan asam yang tinggi dan mengandung material yang berbahaya bagi lingkungan seperti (Fe dan Mn) maka dari itu sebelum air tersebut dibuang harus diolah di Kolam Pengendap. Kolam pengendap berupa kolam yang dibuat diatas tanah langsung dan dirancang sedemikian rupa sehingga ketika air asam dilewatkan akan mengendapkan bahan-bahan terlarut secara bertahap dari kolam awal (depan) ke kolam selanjutnya. Selain berfungsi sebagai kolam pengendap bahan terlarut kolam ini berfungsi menetralkan nilai kandungan asam dengan mencampurkan kapur (CaCO3) ke kolam yang ke-2 atau ke-3 (pilihan operator), dan keluaran
air
di
kolam
ujung
akan
diuji
parameter-parameter
kualitasnya di Laboratorium PTBA dalam jangka waktu dua minggu sekali dan dalam jangka waktu 3 bulan juga di uji oleh pihak ketiga yaitu Baristand propinsi Sumatera Selatan.
2.1.2.5.2 Kualitas Udara
Udara yang bersih sangat dibutuhkan bagi para pekerja tambang juga bagi makhluk hidup lainnya telah mengeluarkan SK Menteri KLH No. Kep. 13/MENKLH/3/1995 yang salah satunya berisi kadar debu yang masih diizinkan yaitu 230 mg/m3 dengan kadar zat-zat seperti: a. CO
= 3 x 105 mg/m3
b. NOx
= 1000 mg/m3
c. NO2
= 400 mg/m3
d. SOx
= 800 mg/m3
Debu banyak berasal dari proses spreading di stockpile yaitu ketika debunya dengan menyemprotkan air dari atas spreader ke batubara yang berjatuhan. PTBA juga telah bekerjasama dengan pihak Bappeda untuk menguji kadar debu di sekitar daerah tambang.
2.1.2.5.3 Kualitas Tanah
Pada proses penggalian batubara yang terdapat didalam tanah, tanahnya harus dikeruk terlebih dahulu lalu dihamparkan di suatu lokasi dan terus ditumpuk selama proses penggalian berlangsung. Suatu
daerah
tambang
yang
telah
habis
batubaranya
selalu
meninggalkan lokasi (area) bekas penambangan. Hal ini merupakan suatu permasalahan tersendiri yang dihadapi oleh PTBA. Oleh karena itu, PTBA telah bekerjasama dengan UNSRI untuk melakukan pengujian atas kualitas tanah setelah penambangan dan telah menyiapkan beberapa cara yang dapat dilakukan guna mengelola lokasi bekas penambangan. Cara-cara tersebut antara lain: a. Menimbun daerah bekas tambang menggunakan tanah penutup b. Memadatkan tanah penutup menggunakan buldozer c. Membuat dam dari batu pecah untuk pengendalian erosi d. Membuat kolam pengendap lumpur e. Melakukan revegetasi atau penanaman kembali pada daerah bekas penambangan
2.1.2.5.4 Vegetasi dan Satwa Liar
Sebelum digali lokasi penambangan merupakan daerah perhutanan yang banyak hidup berbagai jenis vegetasi dan satwa liar. Untuk tetap melestarikan vegetasi telah di lakukan reklamasi atau pembangunan wilayah hutan kembali dan secara tidak langsung akan secara bertahap
mengembalikan satwa-satwa liar yang telah lari ke hutan lain. Selain menjaga hewan dan vegetasi darat PTBA juga memperhatikan biota air dengan bekerjasama dengan Bappeda untuk melestarikan biota air.
2.1.2.5.5 Revegetasi
Revegetasi bertujuan memulihkan lahan yang sudah final akibat penambangan. Manfaatnya, antara lain, merehabilitas lahan yang rusak/gundul, menghindari kelongsoran pada lereng-lereng bekas galian
atau
timbunan,
mencegah
erosi
oleh
air
permukaan,
mengembalikan fungsi lahan daerah yang telah terganggu, dan menampilkan bukti bahwa kegiatan penambangan ramah dengan alam. Ada sejumlah lokasi bekas aktivitas penambangan yang harus dilakukan kegiatan revegetasi. Lokasi-lokasi itu meliputi daerah galian (mined out pit) yang sudah final, daerah timbunan yang belum final tapi ditinggalkan sampai dua tahun berpotensi terjadi erosi, serta area kegiatan penunjang yang ditinggalkan. Agar proses revegetasi berjalan dengan baik, maka harus disediakan bibit yang baik melalui proses pembibitan. Penanaman dilakukan pada daerah yang sudah ditata dan dihamparkan dengan tanah pucuk yang terdiri atas tanah humus dan tanah merah yang merupakan hasil pelapukan tanah induk. Sebelum penanaman, dilakukan kajian tentang kriteria tanaman yang cocok untuk lahan yang akan direvegetasi dengan memperhatikan rekomendasi pihak-pihak yang berkepentingan ( stakeholders) atau sesuai dengan dokumen amdal. Jenis-jenis tanaman harus memenuhi persyaratan untuk reklamasi. Persyaratan itu adalah sesuai dengan kegunaan reklamasi, mudah diperbanyak secara generatif, toleran terhadap pemangkasan, mampu memberikan unsur-unsur kesuburan tanah, tahan terhadap kekeringan dan perawatan minim, mempunyai daya
adaptasi
yang
tinggi,
tahan
terhadap
hama,
mampu