LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN BANGUNAN II Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Bahan Bangunan II Dosen : Drs. Imam Muchoyar, M.Pd.
Oleh :
1. Irvan Lutfiyanto Q
NIM 14510134021
2. M. Yusuf Sholihin
NIM 14510134022
3. Zhulqi Pradifa
NIM 14510134023
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Kata Pengantar Puji dan syukur senantiasa kami kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-NYA kelompok kami dapat meyelesaikan praktikum bahan bangunan II. Kami juga telah menyelesaikan penulisan laporan guna memenuhi tugas mata kuliah praktikum bahan bangunan II. Dalam penyusunan laporan ini kelompok kami tidak hanya bekerja sendiri, tetapi banyak dari pihak lain yang membantu. Dan kami mengucapkan terimakasih kepada pihakpihak yang telah bersedia membantu dalam penyelesaian penulisan laporan ini. 1. Bapak Drs. Imam Muchoyar, M.Pd. selaku dosen matakuliah Praktikum Bahan Bangunan II yang senantiasa membantu dan membimbing dalam penyelesaian penulisan laporan praktikum. 2. Bapak Sudarman selaku teknisi laboratorium mekanika tanah yang membantu dalam proses Praktikum Bahan Bangunan II. 3. Orang tua yang memberikan dorongan dan motivasi untuk tetap bersemangat berusaha dalam penyelesaian penulisan laporan Praktikum Bahan Bangunan II. 4. Rekan-rekan seperjuangan sekelas yang selalu bersama-sama dalam proses penulisan laporan ini. Dalam penulisan laporan ini kami telah berusaha semaksimal mungkin. Kami juga menerima kritik dan saran guna kesempurnaannya laporan ini. Akhir kata kami mohon maaf apabila banyak kesalahan dalam penulisan laporan ini. Atas perhatian dan kerjasamanya kami mengucapkan terimakasih. Semoga tugas laporan ini berguna bagi pembaca pada umumnnya.
Yogyakarta,
Mei 2015
Tim Penyusun
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Lembar Penilaian Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan bahwa kelompok 1, telah mengumpulkan laporan Praktikum Bahan Bangunan II pada : Hari
:
Tanggal
:
Dan memperoleh nilai sebagai berikut : Nama
NIM
Irvan Lutfiyanto Q
14510134021
M. Yusuf Sholihin
14510134022
Zhulqi Pradifa
14510134023
Nilai
Yogyakarta,
Mei 2015
Drs. Imam Muchoyar, M.Pd.
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
PASIR Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
PENGUJIAN PASIR A. TUJUAN Mengetahui karakteristik agregat sebagai bahan adukan dalam pembuatan beton dengan mengacu pada SNI
B. MATERI PENGUJIAN 1. Pengujian Modulus Kehasilan Pasir (MKB) 2. Pengujian Absorbsi Pasir 3. Pengujian Kadar Lumpur Pasir 4. Pengujian Kadar Zat Organik Pasir 5. Pengujian Berat Jenis Pasir SSD 6. Pengujian Kadar Air Pasir SSD 7. Pengujian Bobot Isi Pasir Alami 8. Pengujian Berat Jenis Pasir Alami C. DASAR TEORI Berdasarkan persyaratan umum bahan bangunan Indonesia (PUBI-1982) Pengertian pasir beton adalah butiran-butiran mineral keras yang bentuknya mendekati bulat dan ukurannya sebagian besar terletak antara 0,075-5mm, dan kadar bagian yang ukurannya lebih kecil dari 0,063 mm tidak lebih dari 5%. Adapun persyaratannya yaitu :
Pasir beton harus bersih, bila diuji menggunakan larutan pencuci khusus, tinggi endapan pasir yang terlihat dibandingkan dengan tinggi seluruh endapan tidak kurang dari 70%.
Kehalusan Pasir Pada umumnya pasir mempunyai modulus kehalusan butir antara 1,5 – 3,8 (SK SNI S–04– 1989–F hal. 28).. Bila diuji menggunakan rangkaian ayakan dengan mata ayakan berukuran berturut-turut 0,16-0,315 ; 0,63-1,25 ; 2,5-5 ; 10 mm, dengan fraksi yang lewat ayakan 0,3 mm minimal 15% berat. Modulus halus butir atau finess modulus (FM) adalah suatu nilai yang digunakan untuk menunjukkan kekasaran atau kehalusan butir–butir agregat. Perhitungan modulus halus butir agregat menggunakan rumus :
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
FM =
(SK SNI S–04–1989–F hal. 28)
Dimana : FM = Modulus kehalusan butir agregat Σ Skom (%) = Jumlah prosen komulatif agregat yang tertahan diatas saringan 0,15 mm
Kadar Air Kadar air agregat adalah besarnya perbandingan antara berat air agregat dengan agregat dalam keadaan kering, dinyatakan dalam persen (SK SNI 03–1971–1990). Kadar air perlu diketahui untuk menghitung jumlah air yang diperlukan dalam campuran beton. Keadaan jenuh kering permukaan SSD (saturated surface dry) lebih disukai sebagai standar, karena : a. Merupakan keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam beton, sehingga agregat tidak menambah atau mengurangi air dari pasta. b. Kadar air di lapangan lebih banyak yang mendekati keadaan SSD daripada kering tungku. Dalam hal ini hitungan kebutuhan air pada adukan beton, biasanya agregat dianggap dalam keadaan jenuh kering permukaan. Menurut PUBI—1982 yang disyaratkan untuk kadar air maksimal 2 %.
Berat Jenis Berat jenis agregat halus ialah perbandingan berat pasir dengan berat pasir ditambah air atau perbandingan antara berat dari satuan volume dari suatu material terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur yang ditentukan. Nilai-nilainya adalah tanpa dimensi. Perhitungan berat jenis berdasarkan SK SNI–10–1989–F untuk kondisi asli dan SSD dengan rumus :
Menurut PUBI-1982 angka berat satuan atau bobot isi yang disyaratkan berkisar diangka 1,2 kg/lt – 1,6 kg/lt.
Kandungan Zat Organik Kandungan zat organik adalah bahan-bahan organik di dalam pasir yang menimbulkan efek merugikan terhadap mutu mortar atau beton (SK SNI 03-28161992). Pasir tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat mengurangi kuat
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
tekan beton. Untuk itu, bila direndam dalam 3% larutan NaOH, cairan diatas endapan tidak boleh lebih gelap dari warna larutan pembanding. Menurut SNI 2003-2816-1992, jika warna larutan benda uji lebih gelap dari warna larutan standar atau menunjukkan warna standar lebih dari No.3, maka kemungkinan mengandung bahan organik yang tidak diizinkan untuk bahan campuran beton. Kandungan zat organik yang berlebihan pada agregat juga dapat mengganggu proses hidrasi sehingga dapat menurunkan kekuatan pasta semen. Tabel Perubahan Warna
Warna
Prosentase Kandungan Zat Organik (%)
Jernih
0
Kuning muda
0-10
Kuning tua
10-20
Kuning kemerahan
20-30
Coklat Kemerahan
30-50
Coklat
50-100
Kadar Lumpur Pengertian Lumpur adalah bagian–bagian yang berasal dari agregat alam
(kerikil dan pasir) yang dapat melalui ayakan 0,075 mm, dengan berat jenis kurang dari 2.0 t/m3 (SK SNI S–04–1989–F). Bahan–bahan ini adalah bahan yang menyebabkan terganggunya proses pengikatan pada beton serta pengerasan betonnya, selain yang telah kita ketahui, yakni alkali dan sulfat. Kadar lumpur yang berlebih pada agregat dapat membuat kekuatan beton menjadi rendah, sehigga mutu beton yang diinginkan tidak tercapai. Lumpur tidak dapat menjadi satu dengan semen sehingga menghalangi penggabungan antara semen dengan agregat.
Apabila agregat halus mengandung kadar lumpur yang tinggi maka
dapat menyebabkan terhambatnya pengerasan semen, bertambahnya Faktor Air Seman (FAS) karena air yang seharusnya diserap pasir digunakan lumpur sendiri untuk kelangsungan hidupnya., mampu mengurangi daya ikatan pasta semen dengan agregat sehingga dapat mengurangi kekuatan dan ketahanan beton dan
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
lebih lanjut lagi beton akan menjadi retak ketika kering akibat dari tingginya bagian yang halus. Kadar lumpur agregat halus ( pasir ) menurut SK SNI S–04–1989–F yaitu kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikro (0,075 mm) maksimum 5%. Kadar Lumpur = Dimana : W2= Berat benda uji kering oven setelah dicuci dan dioven kembali W1= Berat benda uji kering oven sebelum dicuci SNI 03-2834-1992 mengklasifikasikan distribusi ukuran butiran agregat halus (pasir) menjadi empat daerah atau zone yaitu : zona I (kasar), zona II (agak kasar), zona III (agak halus) dan zona IV (halus) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.
Modulus Kehalusan Butir (Fineness Modulus = FM) Modulus kehalusan butir (angka kehalusan) adalah jumlah persen tertinggal komulatif pada tiap-tiap ayakan dari suatu seri ayakan yang ukuran lubangnya berbanding dua kali lipat, dimulai dari ayakan berukuran lubang 0,15 mm, dibagi 100. Makin besar nilai Modulus Halus Butir (MHB) suatu agregat berarti semakin besar butiran agregatnya (semakin kasar). SK SNI S – 04 – 1989 – F MHB pasir berkisar antara 1,50 – 3,8, kerikil sebesar 5,0 – 8,0. Sedangkan MHB dari campuran agregat halus dan kasar sebesar 5,0 – 6,0.
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Bobot Isi (Bulk Density) ~ Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda dengan volume benda tersebut. ~ Bobot isi ada dua : bobot isi padat dan gembur. ~ Bobot isi agregat pada beton berguna untuk klasifikasi perhitungan perencanaan campuran beton. Absorbsi pasir (penyerapan air) Daya serap air adalah kemampuan agregat dalam menyerap air sampai dalam keadaan jenuh. Daya serap air agregat merupakan jumlah air yang terdapat dalam agregat dihitung dari keadaan kering oven sampai dengan keadaan jenuh dan dinyatakan dalam %. Daya serap air berhubungan dengan pengontrolan kualitas beton dan jumlah air yang dibutuhkan pada beton D. ALAT DAN BAHAN 1. Pengujian Kadar Zat Organik Pasir Alam a. Alat - Botol susu - Timbangan
- Piring
- Sendok
- Kelas warna standar
b. Bahan - Pasir 300 gr - NaOH 9 gr - Air 300 ml 2. Pengujian Absosrbsi Pasir Alam a. Alat - Timbangan - Oven - Piring - Ember b. Bahan - Pasir 500 gr - Air 3. Pengujian Berat Jenis Pasir Alam a. Alat Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Gelas Ukur Piring Timbangan b. Bahan Pasir 500 gr Air 300 ml 4. Pengujian Bobot Isi Pasir Alam a. Alat Bejana Timbangan Jangka sorong b. Bahan Pasir Alam 5. Pengujian Kadar Lumpur Pasir Alam a. Alat Piring Timbangan Oven Gelas Ukur b. Bahan
Pasir 500 gr
Air
6. Pengujian Distribusi Pasir a. Alat
Timbangan
Ayakan
Piring
b. Bahan
Pasir 500 gr
7. Pengujian Berat Jenis Pasir SSD a. Alat
Timbangan
Gelas ukur Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Piring
Ember
b. Bahan
Pasir 300 gr
Air
8. Pengujian Kadar Air Pasir SSD a. Alat
Timbangan
Piring
Oven
Ember
b. Bahan
Pasir 500 gr
Air
E. LANGKAH KERJA a) Pengujian Kadar Zat Organik Pasir 1. Menyiapkan larutan NaOH 3% 2. Menuangkan kedalam gelas ukur kemudian diaduk 3. Menyiapkan pasir 30 ml kedalam botol susu 2xuji(sebanyak 2 botol) 4. Menuangkan larutan NaOH sampai total pasir larutan menjadi 200ml 5. Mengocok botol,kemudian didiamkan selama 1 hari 6. Kemudian setelah didiamkan selama 1 hari yaitu membandingkan warna air dengan warna standar b) Pengujian Absorbsi Pasir Alam 1. Merendam pasir 500gr kedalam air selama 24 jam 2. Kemudian setelah 24 jam pasir ditiriskan dan ditimbang masing-masing 150 grx3 sampel 3. Masukkan pasir tersebut kedalam oven hingga mendapatkan berat tetap 4. Kemudian setelah berat tetap timbang pasir yang telah kering oven c) Berat Jenis Pasir Alam 1. Menyiapkan pasir alam sebanyak 3 sampel masing – masing 150gr
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
2. Memasukkan pasir yang telah ditimbang kedalam gelas ukur yang telah diisi dengan air hingga volume 100ml 3. Amati dan catat perbedaan volume pada gelas ukur d) Pengujian Bobot Isi Pasir Alam 1. Menimbang berat bejana 2. Mengisi bejana tersebut dengan pasir alam sampai penuh tanpa dipadatkan 3. Menimbang pasir + bejana tersebut 4. Mengisi bejana dengan air, kemudian menimbang bejana+air e) Kadar Lumpur Pasir Alam 1. Mengambil pasir alam masing-masing 150 grx3 sampel 2. Masukkan pasir tersebut kedalam oven hingga didapat berat tetap 3. Kemudian setelah mendapatkan berat tetap, menimbang pasir yang telah kering oven 4. Mencuci pasir tersebut dengan air sampai bersih 5. Setelah itu masukkan paasir tersebut kedalam oven dan dioven hingga mendapatkan berat tetap 6. Setelah itu timbang pasir yang telah kering oven tersebut f) Pengujian Kehalusan Pasir 1. Menimbang pasir 500 gr 2. Memasukkan pasir tersebut kedalam ayakan yang telah disusun 3. Memesang ayakan tersebut ke alat pengayak 4. Mengayak pasir ersebut selama 5 menit, kemudian memutar ayakan tersebut hingga 90 derajat 5. Mengayak kembali pasir tesebut selama 3 menit 6. Menimbang pasir yang tertinggal di setiap susunan ayakan g) Pengujian Berat Jenis Pasir SSD 1. Menyiapkan pasir SSD sebanyak 3 sampel masing – masing 150gr 2. Memasukkan pasir yang telah ditimbang kedalam gelas ukur yang telah diisi dengan air hingga volume 100ml 3. Amati dan catat perbedaan volume pada gelas ukur h) Pengujian Kadar Air Pasir SSD 1. Menimbang pasir SSD sebanyak 3 sampel masing-masing 150gr 2. Memasukkan pasir tersebut kedalam oven hingga mendapatkan berat tetap Setelah itu timbang pasir yang telah kering oven Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
F. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS DATA a) Pengujian Kadar Zat Organik Pasir No
Nama Bahan
Ukuran/Jumlah
Asal
1.
Larutan NaOH 3%
secukupnya
-
2.
Pasir
130cc
Progo
Warna Air Setelah 24 jam 1. Warna no.1 2. Warna no.1 3. Warna no.1 b) Pengujian Absorbsi Pasir Alam No.
Kering Oven Hari Ke- (gr) I
II
III
IV
V
1
150
142.9
141.5
141.29
141.29
2
150
139.8
137.14
137.06
137.06
3
150
137.4
136.46
136.14
136.14
Absorbsi 1. Absorbsi = 8,71 : 141,29 x 100% = 6,2 % 2. Absorbsi = 12,94 : 137,06 x 100% = 9,4 % 3. Absorbsi = 13,86 : 136,14 x 100% = 10,1 % rata-rata = 8,57 % c) Pengujian Berat Jenis Pasir Alam Volume awal = 100 ml Berat pasir = 150 gr Volume Air + Pasir
Volume Pasir
(ml)
(ml)
1
154
54
2
154
54
3
152
54
No.
1. BJ = 150 : 54 = 2,78 gr/ml 2. BJ = 150 : 54 = 2,78 gr/ml
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
3. BJ = 150 : 52 = 2,88 gr/ml Rata-rata 2,81 gr/ml
d) Pengujian Bobot Isi Pasir Alam Berat bejana = 10680 gr Berat bejana + pasir =33380 gr Berat bejana + air =25680 gr
Berat pasir
= berat bejana + pasir – berat bejana = 22700 gr
Berat air
= berat bejana + air – berat bejana = 15000 gr
Bobot isi
= berat pasir : berat air = 22700 : 15000 = 1,5
e) Kadar Lumpur Pasir Alam Kering oven setelah di cuci
No.
Kering Oven (gr)
1
149.3
145.07
2
149.21
144.76
3
149.25
144.55
(gr)
1. KL = 4,93 : 145,07 x 100% = 3,4 % 2. KL = 5,24 : 144,76 x 100% = 3,6 % 3. KL = 5,5 : 144,55 x 100% = 3,7% Rata-rata = 3,5%
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
f) Pengujian Distribusi Pasir (%) tertinggal Tertinggal (gr) tertinggal Komulatif 0 0 0 3.5 0.7 0.7 15.2 3.04 3.74 48.3 9.66 13.4 139.3 27.86 41.26 140.1 28.02 69.28 117 23.4 92.68 36.6 7.32 100 500 100 321.06 MKB = 321,06 : 100 = 3,21
Lubang
Berat
Ayakan 9,6 4,8 2,4 1,2 0,6 0,3 0,15 <0,15
(%)
(%) tembus komulatif 100 99.3 96.26 86.6 58.74 30.72 7.32 0
g) Pengujian Berat Jenis Pasir SSD Volume awal = 110 ml Berat pasir = 150 gr BJ = berat pasir : volume pasir vol. pasir + air
vol. pasir
(ml)
(ml)
1
165
55
2
165
55
3
164
54
No.
1. BJ = 150 : 55 = 2,73 gr/ml 2. BJ = 150 : 55 = 2,73 gr/ml 3. BJ = 150 : 54 = 2,78 gr/ml
rata-rata = 2,75 gr/ml
h) Pengujian Kadar Air Pasir SSD Berat kering oven
1. 152,32 gr 2. 151,03 gr 3. 150,84 gr
KA = (berat awal – kering oven) x 100% Kering oven 1. KA = 2,68 : 152,32 x 100% = 1,8 %
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
2. KA = 3,97 : 151,03 x 100% = 2,6 % 3. KA = 4,16 : 150,84 x 100% = 2,8 % KA rata-rata 2,4 % G. PEMBAHASAN a. Kadar zat organik, hasil pengujian kami terhadap pasir didapat bahwa setelah di lakukan pengujian menandakan kadar zat organic dari pasir tersebut tidak melebihi batas syarat lolos uji, yang berarti pasir aman untuk digunakan kebutuhan struktur bangunan. b. Pengujian absorbs air kami menunjukan nilai 8,57 % untuk pasir dapat menyerap air. Pada dasarnya pengujian absorbs ini tidak memiliki standar khusus c. Pengujian berat jenis pasir berfungsi untuk menentukan mix design beton, pada dasarnya berat jenis pasir dibagi 3 jenis yaitu BJ ringan yaitu kurang dari 2.4 ,BJ normal 2,4 sampai dengan 2,8 dan BJ berat yaitu lebih dari 2,8 sedangkan pasir kami tepat pada 2,8 yaitu pasir dengan BJ normal. d. Pengujian bobot isi pasir yang telah kami kerjakan menunjukan nilai 1,51. Pada umumnya bobot isi tidak memiliki standar khusus e. Kadar lumpur pasir alam kami berdasar pengujian yang telah kami lakukan menunjukan nilai 3,5% yang berarti pasir kami memenuhi standar untuk digunakan kebutuhan proyek karena standar maksimum 5%. f. Pada pengujian berat jenis pasir SSD kami yaitu 2,75. Pengujian ini berguna untuk menentukan mix design beton yang akan kami buat. g. Kadar air pasir SSD kami yaitu 2,4% . Hasil pengujian ini berguna untuk rencana mix design pada saat pencampuran dengan bahan lain untuk structural bangunan
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
h. Dengan Modulus kehalusan butir (MKB) sebesar 3,21. Pada umumnya pasir mempunyai modulus kehalusan butir antara 1,5 – 3,8 (SK SNI S–04– 1989–F hal. 28). Jadi dalam pengujian kami pasir tersebut benar termasuk pasir karena mkb masuk antara 1,5-3,8. Dan termasuk kedalam zone 2 yaitu berdasarkan grafik gradasi zone pasir dibawah ini.
Gradasi Pasir Zone 2 120 100
Persen
80 Batas Bawah
60
Batas Atas 40
% Tembus Komulatif
20 0 0,15
0,3
0,6
1,2
2,4
4,8
9,6
ø Ayakan
H. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil-hasil pengujian yang kami kerjakan kami tarik kesimpulan yaitu pasir yang kami pilih telah memenuhi standar SNI maka aman dan baik untuk dipergunakan sebagai komposisi dalam adukan beton structural yang selanjutnya akan kami buat.
I. SARAN-SARAN Untuk bahan bangunan seperti pasir sendiri sebaiknya diambil dari lokasi tertentu yang memiliki jenis pasir yang baik. Banyak hal yang harus diperhatikan termasuk hal-hal yang menyangkut pengujian-pengujian yang akan dilakukan pada pasir tersebut. Selain itu perlu dilakukan perawatan pada pasir ini dengan memperhatikan tempat penyimpanan pasir dan penggunaannya secara tepat dan sesuai prosedur.
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
KERIKIL
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
PENGUJIAN KERIKIL A. TUJUAN Mengetahui karakteristik agregat sebagai bahan adukan dalam pembuatan beton dengan mengacu pada SNI B. MATERI PENGUJIAN 1. Pengujian Gores Kerikil 2. Pengujian Absorbsi Kerikil 3. Pengujian Bobot Isi Kerikil 4. Pengujian Bentuk Kerikil 5. Pengujian Berat Jenis Kerikil SSD 6. Pengujian Berat Jenis Kerikil Alami C. DASAR TEORI Menurut SK SNI T-15-1991-03, agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintregasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecahan batu dan mempunyai ukuranbutir 5 mm- 40mm. Agregat kasar didefinisikan sebagai butiran yang tertahan saringan 4,75 mm(No. 4 standar ASTM). Agregat kasar sebagai bahan campuran untuk pembentukan beton dapat berupa kerikil atau batu pecah . Kerikil ialah bahan yang terbentuk dari disintegrasi batu-batuan ,sedangkan batu pecah ialah bahan yang diperoleh dari hasil pemecahan batu yang lebih besar. Parameter yang umum digunakan untuk menilai kualitas agregat kasar adalah ketahanan terhadap abrasi. Ketahanan agregat kasar terhadap abrasi dapat diketahui dengan penujian abrasi /keausan dengan menggunakan mesin Los Angeleos. Mekanisme pengujian abrasi ini diatur dalam ASTM 131-85. Kehilangan berat akibat pengujian abrasi ini tidak boleh melebihi 50% berat semula. Syarat-syarat untuk agregat kasar sesuai standar PBI 1971/NI-2 pasal 3.4 , yaitu : 1. Agregat kasar harus terdiri dari butiran - butiran keras dan tidak berpori. Agregat kasar yang mengandung butir – butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah butir – butir tersebut tidak melebihi dari 20% berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasr tersebut harus bersifat kekeal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca. 2. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan dari berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
melalui ayakan0,063 mm. Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan. 3. Agregat kasr tidak boleh mengandung zat-zat yang dapt merusak beton seperti reaktif alkali. 4. Keausan dari butir –butir agraget kasr diperiksa dengan mesin Los Angelos dengan syarat-syarat tertentu. 5. Agregat kasar terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan tidak melewati saringan 5 mm. 6. Besar butiran agregat maksimal tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antar bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal plat, atau ¾ dari jarak bersih minimalantara batang-batang atas berkas tulangan. Tabel 2. Persyaratan Gradasi Agregat Kasar ASTM C. 33-84 (Sumber : Concrete Technology, Neville & Brooks, 1987)
Ukuran Saringan (mm)
Presentase Lolos Saringan (%)
50
100
38
95-100
19
35-70
9,5
10-30
4,75
0-5
7. Kadar bagian yang lemah diuji dengan goresan batang tembaga, mak 5 %. (SII 0052-80) D. ALAT DAN BAHAN 1. Pengujian Gores Kerikil a. Alat Batang Tembaga Timbangan b. Bahan Kerikil 2. Pengujian Absorbsi Kerikil Alam a. Alat Timbangan Ember Piring Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Oven b. Bahan Kerikil 500 gr Air 3. Pengujian Berat Jenis Kerikil Alam a. Alat Timbangan Piring Gelas Ukur b. Bahan Kerikil 450 gr Air 300 ml 4. Pengujian Bobot Isi Kerikil Alam a. Alat Bejana Jangka Sorong Timbangan b. Bahan Kerikil 5. Pengujian Bentuk Kerikil a. Alat Jangka sorong Piring Alat gores Timbangan b. Bahan Kerikil 600 gr 6. Pengujian Berat Jenis Kerikil SSD a. Alat Timbangan Piring Gelas Ukur Ember
b. Bahan Kerikil SSD 450 gr Air 300 ml D. LANGKAH KERJA a) Pengujian Gores Kerikil 1. Menyiapkan bahan dengan menimbang kerikil seberat 100 gram 2. Mengambil satu per satu kerikil Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
3. Menggoreskan batang tembaga ke setiap permukaan kerikil 4. Mengamati hasilnya b) Pengujian Absorbsi Kerikil Alam 1. Merendam kerikil 500gr kedalam air selama 24 jam 2. Kemudian setelah 24 jam kerikil ditiriskan dan ditimbang masing-masing 150 grx3 sampel 3. Masukkan kerikil tersebut kedalam hingga mendpatkan berat tetap 4. Kemudian setelah mendapatkan berat tetap timbang kerikil yang telah kering oven c) Pengujian Berat Jenis Kerikil Alam 1. Menyiapkan kerikil alam sebanyak 3 sampel masing – masing 150gr 2. Memasukkan kerikil yang telah ditimbang kedalam gelas ukur yang telah diisi dengan air hingga volume 100ml 3. Amati dan catat perbedaan volume pada gelas ukur d) Pengujian Bobot Isi Kerikil Alam 1. Menimbang berat bejana 2. Mengisi bejana tersebut dengan pasir alam sampai penuh tanpa dipadatkan 3. Menimbang pasir + bejana tersebut 4. Mengisi bejana dengan air, kemudian menimbang bejana+air e) Pengujian Bentuk Kerikil Alam 1. Menyiapkan kerikil alam sebanyak 3 sampel masing-masing 200 gr 2. Sebelum mengujigores terlebih dahulu menguji bentuk kerikil dengan cara mengklasifikasikan bentuk kerikil (pipih,lonjong,baik) 3. Setelah menguhi bentuk kemudian menguji gores kerikil dengan cara menggoreskan kerikil dengan alat penggores(apabila kerikil tersebut pecah berarti kerikil tersebut tidak lulus uji gores dansebaliknya apabila kerkil tersebut tidak pecah berarti kerikil tersebut lulus uji gores) f) Pengujian Berat Jenis Kerikil SSD 1. Menyiapkan kerikil SSD sebanyak 3 sampel masing – masing 150gr 2. Memasukkan kerikil yang telah ditimbang kedalam gelas ukur yang telah diisi dengan air hingga volume 100ml 3. Amati dan catat perbedaan volume pada gelas ukur F. HASIL PENGUJIAN 1. Pengujian gores Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Berat yang jelek = 18,52 gram
Berat yang bagus = 81,48 gram
2. Pengujian adsorbsi Hari keNo 1
2
3
4
5
1
155 gr
151,83 gr
150,83 gr
150,56 gr
150,56 gr
2
155 gr
150,44 gr
150,26 gr
150,21 gr
150,21 gr
3
155 gr
148,93 gr
148,86 gr
148,85 gr
148,85 gr
3. Pengujian berat jenis
No
Volume awal
Volume setelah kerikil masuk
Volume pertambahan
1
110 ml
170 ml
60 ml
2
110 ml
168 ml
58 ml
3
110 ml
169 ml
59 ml
4. Pengujian bobot isi Berat bejana kosong = 10880 gr Berat bejana + kerikil = 31120 gr Berat bejana + air = 25600 gr 5. Pengujian bentuk
No
Berat pipih (gram)
Berat bulat (gram)
Berat lonjong (gram)
1
8,89
146,22
44,81
2
9,06
169,96
20,81
3
7,26
172,28
20,4
6. Pengujian berat jenis SSD Berat kerikil setiap sampel = 150 gram
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
No
Volume air (gram)
Volume air+kerikil (gram)
Volume kerikil (gram)
1
120
184
64
2
120
180
60
3
120
181
61
E. ANALISIS DATA 1. Pengujian gores
% berat yang jelek =
100% = 18,52 %
2.Pengujian adsorbsi
% adsorbsi =
1) Adsorbsi = 2) Adsorbsi = 3) Adsorbsi =
Adsorbsi rata – rata = 3,4
3. Pengujian berat jenis
BJ 1 =
BJ 2 =
BJ 3 =
BJ rata – rata =2,54 gr/ml
4. Pengujian bobot isi Berat air = 25600-10880=14720 gr Berat kerikil = 31120-10880=20240 gr
Bobot isi =
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
5. Pengujian bentuk
%bentuk pipih + lonjong =
Sampel 1 =
Sampel 2 =
Sampel 3 =
% rata-rata = 18,2 %
20 %
6. Pengujian berat jenis SSD
BJ =
BJ 1 =
BJ 2 =
BJ rata – rata = 2,43 gr/ml
H. PEMBAHASAN 1. Pengujian Gores Kerikil
Dari pengujian diperoleh hasil % yang jelek = 18,52%. Agregat ini bisa digunakan sebagai bahan adukan beton walaupun standarnnya maksimum 5%. Dengan catatan kerikil split yang digunakan diganti atau ditambahkan kerikil split yang keras. Pada pengujian ini dimungkinkan pada saat pengambilan kerikil split tidak mengambil secara acak.
2. Pengujian Absorbsi Kerikil Alam
Dari pengujian ini diperoleh hasil adsorbs sebesar 3,4. Dari pengujian ini hanya untuk mengetahui penyerapan air oleh kerikil.
3. Pengujian Berat Jenis Kerikil Alam
Dari pengujian ini diperoleh hasil BJ = 2,54 gr/ml. Kerikil yang diuji termasuk dalam agregat normal karena sekitar 2,1 – 2,7 adalah agregat normal.
4. Pengujian Bobot Isi Kerikil Alam
Didapatkan hasil bobot isi 1,34 ,digunakan untuk perhitungan dalam perencanaan adukan beton.
5. Pengujian Bentuk Kerikil
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Diperoleh hasil % bentuk pipih+lonjong adalah 18,2 %. Berarti bisa digunakan sebagai bahan adukan beton karena kurang dari 20%.
6. Pengujian Berat Jenis Kerikil SSD
Diperoleh hasil BJ SSD adalah 2,46 gr/ml berate termasuk dalam agregatnormal karena sekitar 2,1 – 2,7 adalah agregat normal.
I. KESIMPULAN 1. Pengujian Gores Kerikil
Agregat yang diuji dapat digunakan untuk adukan beton yang akan dibuat.
2. Pengujian Absorbsi Kerikil Alam
Dari pengujian ini diperoleh hasil adsorbs sebesar 3,4. Dari pengujian ini hanya untuk mengetahui penyerapan air oleh kerikil.
3. Pengujian Berat Jenis Kerikil Alam
Agregat yang diuji termasuk dalam agregat normal dan dapat digunakan untuk adukan beton
4. Pengujian Bobot Isi Kerikil Alam
Didapatkan hasil bobot isi 1,34 ,digunakan untuk perhitungan dalam perencanaan adukan beton.
5. Pengujian Bentuk Kerikil
Kerikil yang diuji dapat digunakan sebagai bahan adukan beton karena % pipih + lonjong kurang dari 20% berarti memenuhi standar.
6. Pengujian Berat Jenis Kerikil SSD
Diperoleh hasil BJ SSD adalah 2,46 gr/ml berate termasuk dalam agregatnormal karena sekitar 2,1 – 2,7 adalah agregat normal.
Kesimpulan Secara Umum yaitu kerikil split yang diujikan dapat digunakan sebagai bahan adukan beton karena sudah sesuai dengan SNI.
J. SARAN-SARAN -
Tidak lupa memberi label pada piring yang akan dioven
-
Memilih timbangan yang presisi Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
-
Tidak lupa memperhatikan ketelitian dalam setiap pengujian
-
Sering-sering mengecek kerikil yang dioven agar tidak hilang
-
Mendokumentasikan setiap pengujian
-
Pada pengujian bobot isi tidak boleh dipadatkan, harus kondisi gembur
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
SEMEN
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
PENGUJIAN SEMEN A. TUJUAN
Mengetahui karakteristik semen sebagai bahan pengikat dalam pembuatan beton dengan mengacu pada SNI B. MATERI PENGUJIAN 1. Pengujian Bobot Isi 2. Pengujian Berat Jenis 3. Pengujian Kehalusan Semen C. DASAR TEORI 1. Semen Portland Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu masa yang padat dan juga mengisi rongga-rongga diantara butiranbutiran agregat. Semen yang dimaksud di dalam konstruksi beton ialah bahan yang akan mengeras jika bereaksi dengan air dan lazim dengan nama semen hidrolik (hydraulicsemen). Salah satu jenis semen yang biasa dipakai dalam pembuatan beton ialah semen portland (Portland semen). Dalam pedoman beton 1989 disyaratkan bahwa semen Portland untuk pembuatan harus merupakan jenis-jenis yang memenuhi syarat-syarat SNI 0013-18 ―Mutu dan Cara Uji Semen‖. Pada penelitian ini digunakan jenis 1, yaitu semen Portland yang digunakan untuk tujuan umum.
D. ALAT DAN BAHAN 1. Pengujian Berat Jenis Semen a. Alat
Timbangan
Gelas Ukur
Piring
b. Bahan
2.
Semen 300 gr
Minyak Tanah 300 ml
Pengujian Kehalusan Smen Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
a. Alat
Timbangan
Ayakan
Kuas
b. Bahan
Semen 100 gr
3. Pengujian Bobot Isi Semen a. Alat 4.
Piring
5.
Timbangan
6.
Literan ukuran 1 liter
b. Bahan
Semen
Air
E. LANGKAH KERJA a) Pengujian Berat Jenis Semen 1. Menuangkan minyak tanah yang sudah disaring kedalam gelas ukur setinggi 100 cc 2. Menimbang semen Portland 100 gr (3x sampel) 3. Memasukkan sebagian semen Portland tadi kedalam gelas ukur sehingga volume minyak tanah ditambah semen menjadi 110 cc 4. Mengaduk dengan hati-hati sehingga semen betul-betul larut dalam minyak tanah 5. Apabila tinggi permukaan larutan kurang dari 110 cc, menambahkan semen lagi hingga permukaan larutan persis 110 cc 6. Menimbang sisa semen, misal (B2=sisa semen) 7. Volume semen yang masuk minyak tanah 10 cc 8. Berat semen yang masuk minyak tanah = 100-B2
b) Pengujian Kehalusan Semen 1. Menimbang semen Portland seberat 100 gr 2. Menuangkan semen kedalam susunan ayakan 1,2 mm dan 0,09 mm
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
3. Menggoyangkan susunan ayakan ersebut dengan tangan kira-kira dengan kecepatan 125 kali per menit 4. Sesudah 25 kali goyangan putar ayakan 90 derajat, lakukan goyangan selanjutnya selama 20 menit 5. Mengayak lagi sisa ayakan pada 0,09 mm dengan sikat selama kurang lebih 15 menit 6. Mengumpulkan sisa ayakan 0,09 mm dan menimbang sisa semen tersebut
c) Bobot Isi Semen 1. Memasukkan semen ke dalam tabung (literan) 2. Menimbang tabung+semen 3. Mengeluarkan atau membesihkan tabung tersbut dari semen 4. Mengisi tabung (literan) dengan air 5. Menimbang air+tabung
F. HASIL PENGUJIAN a. Pengujian berat jenis semen
No
Berat semen awal (gram)
Berat semen sisa (gram)
Berat semen masuk bejana (gram)
1
100
77,75
22,25
2
100
72,9
27,1
3
100
74,5
25,5
b. Pengujian kehalusan semen
Berat diatas ayakan 0,09 mm = 0,26 gram
c. Pengujian bobot isi Data hasil pengjian :
Berat bejana kosong = 241 gram
Berat bejana + air = 1208 gram
Berat bejana + semen = 1232 gram Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
G. ANALISIS DATA a. Berat jenis semen BJ =
BJ sampel 1 =
=2,225
BJ sampel 2 =
=2,71
⁄
BJ sampel 3 =
=2,55
⁄
⁄
b. Kehalusan semen
% berat diatas ayakan =
100% =0,26 %
10%
c. Bobot isi semen
Berat bejana + air – berat bejana= 1208-241= 967 gram
Berat bejana + semen – berat bejana=1232-241= 991 gram
Bobot isi =
= 1,03
H. PEMBAHASAN 1. Pengujian Berat Jenis
Untuk BJ semen yang kami uji hasilnya 2,5 gr/ml dan bisa dikatakan tidak berada jauh dari standar yang ditentukan. Semen yang kami uji dapat digunakan sebagai bahan adukan beton.
2. Pengujian Kehalusan Semen
Berat semen yang tertahan di atas ayakan 0,09 mm = 0,26 % dari berat total. Semen yang kami uji memenuhi standar SNI karena kurang dari 10%
3. Pengujian Bobot Isi
Dari pengujian yang kami lakukan diperoleh hasil bobot isi 1,03.
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
I. KESIMPULAN 1. Pengujian Berat Jenis
Untuk BJ semen yang kami uji hasilnya 2,5 gr/ml. semen yang kami uji dapat digunakan sebagai bahan adukan beton.
2. Pengujian Kehalusan Semen
Semen yang kami uji dapat digunakan sebagai bahan adukan beton karena memenuhi standar SNI yang sudah ditentukan.
3. Pengujian Bobot Isi
Dari pengujian yang kami lakukan diperoleh hasil bobot isi 1,03.
Kesimpulan secara umum yaitu Pengujian semen yang dilakukan sudah sesuai dengan SNI. Sehingga semen yang diujikan dapat digunakan sebagai adukan beton. J. SARAN-SARAN -
Tidak memadatkan pada pengujian bobot isi harus kondisi gembur
-
Tidak lupa membersihkan sisa-sisa semen dalam ayakan dengan kuas
-
Memperhatikan ketelitian dalam setiap pengujian
-
Mendokumentasikan setiap pengujian
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
BETON
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
PENGUJIAN BETON A. TUJUAN Memahami dan dapat membuat rancangan beton metode SNI sesuai dengan langkah perencanaan sesuai dengan keadaan bahan dasar yang ditetapkan dan dengan target kekuatan tertentu. B. MATERI PENGUJIAN 7. Kuat tekan beton normal 8. Kuat tarik beton berserat (kawat) C. DASAR TEORI Sifat-Sifat Beton a. Beton Segar i. Workability Workability adalah sifat mudah dikerjakan, yaitu sifat yang dimiliki oleh beton segar yang mudah dalam pengerjaan mulai dari proses pengadukan, pengangkutan, penuangan,pencetakkan, proses fiishing, sampai proses perawatan atau curring. Terjadinya adalah pada saat beton dikerjakan atau pada saat pengerjaan. Sifat ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Kadar Air 2. FAS (Faktor Air Semen) 3. Sifat Agregat 4. Kadar Agregat Halus 5. Lumlah semen 6. Admixture 7. Alat yang digunakan dalam proses pengadukan dan pencampuran ii. Bleding Bleding adalah proses terjadinya pemisahan butiran halus naik ke atas dalam hal ini adalah (pasir dan air), ini terjadi pada saat beton segar di padatkan, maka dari itu pada saat pemadatan beton segar di padatkan diusahakan supaya tidak terlalu lama dalam pemadatannya. Bleding dipengaruhi beberapa faktor yaitu : 1. Cara pemadatan 2. Kadar Air 3. Admixture c. Kohesifnes
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Kohesifnes adalah sifat untuk saling melekatnya bahan-bahan beton. Sifat ini terjadi pada saat bahan-bahan beton dicampur dengan air. Sifat ini di pengaruhi oleh : 1. Kehalusan semen 2. Kadar Air 3. Permukaan Agregat d. Segregasi Segregasi adalah pemisahan bahan-bahan beton, yaitu terjadi pada saat beton dituangkan kedalam cetakan atau begesting juga pada saat dipadatkan. Untuk mengecor agar tidak terjadi segregasi untuk kolom ketinggiam penuangan campuran beton maximal setiap 1 m tinggi kolom dibuat lubang untuk penuangan Sifat ini dipengaruhi oleh : 1. Jarak atau tinggi jatuh saat beton dituangkan. 2. Sifat agregat. 3. Kadar agregat kasar. 4. Admixture. a. Setting time Setting time (waktu pengikatan) adalah sifat beton atau khususnya semen untuk mengikat dan mengeras. Sifat ini terjadi pada saat beton dicampur dan diaduk dengan air kemudian didiamkan. Sifat ini dipengaruhi oleh : 1. Jenis semen 2. FAS (Faktor Air Semen) 3. Suhu disekitar 4. Admixture b.
Beton Keras Kuat Tekan Beton Dalam peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI 1971: 39) bahwa kuat tekan adalah
bahan kontruksi yang mempuyai sifat kekuatan tekan yang khas, apabila diperiksa dengan sejumlah besar benda-benda uji, nilainya akan menyebar sekitar suatu nilai rata-rata. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa kekuatan beton yang dihasilkan dari beberapa benda uji setelah diuji dengan tekan dengan menggunakan mesin tekan meempuyai nilai Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
rata-rata yang merupakan kekuatan beton secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menahan kekuatan tertentu. Namun untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan beberapa pendapat .menurut Nawy, (1990 : 41) bahwa : "kekutan tekan fc ditentukan
dengan
silinder
standar
ukuran
6
x
12
inci
yang
di
rawat
dibawah kondisi standar labolatorium pada kecepatan penbebanan tertentu pada umur 28 hari". Chu-Kia Wang dan Salmo (1993: 9) menyatakan bahwa kuat tekan beton adalah kekuatan tekan beton didalam lb/ in2 dari pengetesan benda uji yang berbentuk silinder dengan diameter 6 inci (150 cm) dan tinggi 13 inci (300 mm) pada hari ke 28 setelah benda uji dibuat. Perbandingan kekuatan beton pada berbagai benda uji pada PBI 1971:33 dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Benda uji
Perbandingan kekuatan tekan
Kubus 15 x15 x15 cm
1,00
Kubus 20 x20 x 20 cm
0,95
Slinder 15 x 30 cm
0,83
Sumber : (Peraturan Beton Bertulang 1971 NI -2) Kekuatan adalah sifat utama yang harus dimiliki oleh beton, sebab beton yang tidak cukup menurut kebutuhan menjadi tidak berguna. Sifat ini berguna untuk menahan terjadinya kerusakan yang diakibatkan oleh pengaruh tegangan yang timbul akibat adanya beban atau faktor lain. Kekuatan tekan beton didefenisikan sebagai tegangan yang terjadi dalam benda uji pada pemberian beban hingga benda uji tersebut hancur. Pengukuran kuat tekan beton didasarkan pada SK SNI M 14 -1989 F (SNI 03-1974-1990). Beban yang bekerja atau terdistribusi secara kontinyu melalui titik berat, kemudian dihitung dengan rumus Rumus kuat tekan Fc = Fc
= kuat tekan beton (MPa)
A
= luas penampang (mm2)
P
= beban (kg)
Rumus kuat tarik beton fct = Fct
= Kuat tarik beton (MPa)
P
= beban (kg) Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
D
= diameter silinder beton (mm)
L
= panjang/tinggi silinder beton (mm)
Apabila tidak ditentukan dengan percobaan untuk keperluan perhitungan atau pemeriksaan mutu beton maka perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2. Perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur Umur (hari)
3
7
14
21
28
90
Semen Portland
0,40 0,65 0,85 0,95 1,00 1,20
Semen portland dengan kekuatan awal yang tinggi 0,55 0,75 0,90 0,95 1,00 1,15
Sumber : (PBI 1971: 34) Kuat tekan beton merupakan faktor yang utama dan penting untuk diperhatikan di dalam pelaksanaan pengecoran dilapangan. Yang kemudian akan kami garis bawahi adalah terkait umur beton dan kuat tekan karakteristik yang dimilikinya pada umur tersebut. Rata-rata, beton mencapai kekuatan tekan karakteristik rencananya pada umur 28 hari. Pada umur tersebut kuat tekan karakteristik beton mencapai kekuatan rencananya. Bahan Penyusun Beton -
Semen (Portland Cement)
-
Agregat halus (pasir)
-
Agregat kasar (kerikil atau batu pecah)
-
Air
-
Bahan tambah (admixtures: plasticizer, pozolan, dll) jika diperlukan Sifat Yang Mempengaruhi Kuat Tekan Beton
1. Faktor Air Semen FAS dibuat ideal : -
Serendah mungkin sampai proses hidrasi semen dan workability terpenuhi sehingga kepadatannya sempurna (tidak keropos).
-
FAS yang tinggi menyebabkan beton berpori banyak.
-
FAS yang tinggi juga menyebabkan sifat plastis dan daya lekat semen berkurang.
2. Umur Beton Umur tinggi kepadatan beton juga tinggi begitu pula dengan kuat tekannya. Waktu Pengujian
3 hari
7 hari
14 hari
21 hari
28 hari
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Prosentase terhadap 40 % umur 28 hari
65 %
88 %
95 %
100 %
3. Suhu Pengaruh suhu terhadap beton sebagai berikut. Pada suhu tinggi (panas) pertambahan kekuatan pada awalnya akan tinggi. Sedangkan pada suhu rendah pertambahan kekuatan lama-kelamaan akan mencapai kekuatan 100 %, tetapi dalam waktu yang lebih lama. Sehingga untuk suhu ideal dalam proses perawatan beton adalah (2030oC). Apabila semakin tinggi suhu maka proses terjadinya reaksi akan semakin cepat. Suhu perawatan diatas 50 C˚ dapat merusak beton karena semen mengeras terlalu cepat. 4. Jenis Semen Jenis semen sangat berpengaruh pada kekuatan beton, karena tiap tipe semen memiliki karakteristiknya masing-masing.
Semen tipe 1 (normal portland cement) Jenis portland semen yang digunakan untuk konstruksi beton pada umumnya, yaitu tidak memerlukan sifat khusus.
Semen tipe 2 (modified portland cement) Semen jenis ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dan keluarnya panas lebih rendah dari semen tipe 1.
Semen tipe 3 (high earl strength portland cement) Jenis semen ini memiliki kekuatan awal yang tinggi.
Semen tipe 4 (low heat portland cement) Semen jenis ini digunakan pada konstruksi yang memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya.
Semen tipe 5 (Sulfate resisting portland cement) Jenis semen yang digunakan pada konstruksi atau bangunan yang terdapat pada tempat yang mengandung sulfat yang tinggi.
5. Jenis Agregat Agregat dibagi jenisnya menjadi dua macam, yaitu alami dan pecah. Agregat alami diperoleh langsung dari alam tanpa diolah. Bentuk agregat alami lebih besar dibanding agregat pecah dan memiliki keseragaman. Sebaliknya agregat pecah. 6. Kepadatan
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Proses pemadatan beton setelah beton segar dituang, menjadi salah satu penentu kuat tekan beton. Untuk itu beton dituang tiap sepertiga volume silinder cetakan, kemudian ditusuk dengan tusuk baja sebanyak 25 kali merata dan kuat, agar beton tidak berlubang atau porous. 7. Admixture Admixture memiliki tujuan untuk mencapai kekuatan pada saat beton belum ataupun telah berumur 28 hari. Adapun tujuan yang lainnya adalah untuk megurangi jumlah air yang akan digunakan dengan nilai slump tetap tinggi. Yang jelas admixture tidak bertujuan untuk menambah kekuatan beton itu sendiri, jadi pada umur 28 hari beton yang menggunakan bahan tambah admixture akan mempunyai kekuatan seperti yang telah direncanakan. 8. Kadar Semen Kadar semen yang rendah apabila digunakan untuk membuat beton akan menghasilkan kekuatan tekan beton yang rendah pula. Namun penggunaan kadar semen yang terlalu tinggipun tidak menjamin kalau kuat tekan beton akan tinggi. Dalam hal ini kadar semen memiliki nilai optimum untuk mencapai kekuatan yang diinginkan. Rancang campur beton yang benar akan menghasilkan terpenuhinya:
Kelecakan/ workability; kemudahan pengerjaan beton segar untuk diangkut, dituang, dipadatkan, dan dilakukan finishing.
Kekuatan mekanik; pada umumnya didasarkan pada kekuatan tekan beton.
Keawetan/ durability; ketahanan terhadap perubahan cuaca, serangan kimiawi zat agresif, abrasi dan proses perusakan (deterioration) lainnya.
Biaya konstruksi yang ekonomis.
Frekuensi Pengujian
Benda uji untuk uji kekuatan setiap mutu beton yang dicor setiap hari harus diambil dari tidak kurang dari sekali sehari, atau tidak kurang dari sekali untuk setiap 110 m3 beton, atau tidak kurang dari sekali untuk setiap 460 m2 luasan permukaan lantai atau dinding.
Pada suatu pekerjaan pengecoran, jika volume total adalah sedemikian hingga frekuensi pengujian yang disyaratkan oleh butir di atas hanya akan menghasilkan jumlah uji kekuatan beton kurang dari lima untuk suatu mutu beton, maka benda uji Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
harus diambil dari paling sedikit lima adukan yang dipilih secara acak atau dari masing-masing adukan bilamana jumlah adukan yang digunakan adalah kurang dari lima.
Jika volume total dari suatu mutu beton yang digunakan kurang dari 38 m3,maka pengujian kekuatan tekan tidak perlu dilakukan bila bukti terpenuhinya kekuatan tekan diserahkan dan disetujui oleh pengawas lapangan.
Suatu uji kekuatan tekan harus merupakan nilai kekuatan tekan rata-rata dari paling sedikit dua silinder 150 kali 300 mm atau paling sedikit tiga silinder 100 kali 200 mm yang dibuat dari adukan beton yang sama dan diuji pada umur beton 28 hari atau pada umur uji yang ditetapkan untuk penentuan f‘c.
D. ALAT DAN BAHAN 1. Alat : -
Cetakan silinder
- Alat uji slump
- Alat Capping
-
Ember
- Pengggaris
- Kompor
-
Mesin pengaduk
- Penampung adukan
- Mesin uji
-
Besi penumbuk
- Sendok spesi
- Selang air
-
Gelas ukur
- Timbangan
- Obeng
2. Bahan :
Kuat Tekan Beton : -
Semen
= 12,5 kg
-
Air
= 6,56 liter
-
Kerikil
= 32,75 kg
-
Pasir
= 22,3 kg
Kuat Tarik Beton : -
Semen
= 12,5 kg
-
Air
= 6,56 liter
-
Kerikil
= 30,3 kg
-
Pasir
= 24,8 kg
-
Kawat
= 0,125 kg
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
E. LANGKAH KERJA PERHITUNGAN MIX DESIGN A) Langkah Kerja Dalam Perancangan Mix Design Beton Untuk Beton Normal (Kuat Tekan Beton) 1. Penetapan kuat tekan beton yang disyaratakan (f’c) pada umur 28 hari yaitu 22,5 MPa. 2. Penetapan deviasi standar (sd) Deviasi standar ditentukan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan pencampuran beton. Makin baik mutu pelaksanaan makin kecil nilai deviasi standarnya. Deviasi standar yang ditetapkan yaitu 4,2. Tabel nilai deviasi sandar berbagai tingkat pengendalian mutu pekerjaan. No.
Tingkat pengendalian mutu pekerjaan
MPa
1
Memuaskan
2,8
2
Sangat baik
3,5
3
Baik
4,2
4
Cukup
5,6
5
Jelek
7,0
6
Sangat Jelek
8,4
3. Penghitungan nilai tambah (margin/M) Jika nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi (sd), maka dilakukan dengan rumus M = k .sd. dengan nila pengendaian 4,2 (baik), sedangkan nilai k anka nila kepercayaan dalam statistik adalah 95 % = 1,34. Maka
M = k.sd = 1,34 . 4,2 = 5,63 Mpa
4. Menetapkan kuat tekan beton rata-rata (f’cr) yang direncanakan Diperoleh dengan kuat tekan beton rata-rata dengan rumus : f’cr = f’c + M = 22,5 + 5,63 = 28,13 MPa 5. Pentapan jenis semen portland Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Menurut PUBI 1982 di Indonesia PC dibedakan menjadi 5 jenis yaitu jenis I,II,III,IV dan V. Untuk beton normal atua didaerah yang tidak ada pengaruh keasaman dan lainlain, maka dapat digunakan PC Jenis I atau dapat disebut juga Type 1.
6. Penetapan jenis agregat Agregat yang digunakan yaitu Agregat halus = Pasir Alami Progo Agregat kasar = Kerikil Split Krasak 7. Penetapan faktor air semen (fas) Dengan berdasarkan jenis semen yang dipakai dan kuat tekan rata-rata silinder beton yang direncanakan pada umur 28 hari menggunakan grafik sebagai berikut :
28,13
0,525 Diperoleh FAS = 0,525
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
8. Penetapan faktor air semen maksimum Agar beton tidak cepat rusak maka ditetapkan fas maksimum, dengan cara mengambil nilainya berdasrkan tabel 5. Jika nilai fas maksimum lebih rendah daripada nilai fas langkah (7) maka nilai maksimum ini yang digunakan.
Untuk misal daerah sleman bangunan didirikan didaerah non korosif maka fas maksimum = 0,60 9. Penetapan nilai slump Nilai slump ditentukan berdasarkan pemakaian beton pada konstruksi apa, pada tabel 8, kita tetapkan nilai slump pada konstruksi pelat, kolom, balok dan dinding yaitu kita tetapkan 10 ± 2 cm (8-12cm)
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
10. Penetapan butir agregat maksimum Berdasarkan ukuran agregat maksimum dilapangan alami pecah (20 mm), menyesuaikan atau ¾ kali jarak tulangan yang rapat (pada balok), kita tetapkan adalah alami-alami dengan diameter maksimum 20 mm. 11. Jumlah air yang diperlukan per meter kubik Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan, dilihat dari tabel 9, bila agregat halus dan kasar dipakai jenis yang berbeda maka menggunakan rumus A = 0,67 Ah + 0,33 Ak A = Jumlah air (
)
Ah = Jumlah air yang diperlukan menurut jenis agregat halus Ak = Jumlah air yang diperlukan menurut jenis agregat kasar
A = 0,67.(195) + 0,33.(225) = 130,65 + 74,25 = 204,9 Maka kebutuhan air adalah 204,9 lt/m3
12. Hitungan berat semen yang diperlukan berat semen per meter kubik beton dihitung dengan membagi jmlah air (langkah 11 dengan fas yang diperoleh pada langkah (7 atau 8) tergantung mana nilainya kecil. fas = semen =
=
= 390,3 kg/m3
maka berat semen yang diperlukan adalah 390,3 kg/m3 13. Kebutuhan semen minimum
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Kebetuhan semen minimum ditetapkan berdasarkan tabel 5, kebutuhan semen minimum ini diperlukan untuk menghindari kerusakan akibat lingkungan khusus.
Kebutuhan semen minimum berdasarkan tabel 5 yaitu 275 kg/m3 14. Penyesuaian kebutuhan semen Bila kebutuhan semen yang diperoleh pada langkah (12) ternyata lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum (yang nilainya lebih besar) 390,3 kg/m3 > 275 kg/m3 maka kita memakai yang 390,3 kg/m3
15. Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah (14) maka nilai faktor air semen berubah dan dihitung ulang. Jumlah air 204,9 lt/m3 (tetap). 16. Penentuan daerah gradasi agregat halus Berdasarkan gradasi (analisis ayak) agregat halus yang dipakai sesuai dengan hasil analisis ayak masuk daerah yaitu Zone 2. 17. Perbandingan agregat hals dan kasar
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Penetapan dilakukan dengan melihat butir maksimum agregat kasar, nilai slump, fas, dan daerah gradasi (zone) agregat halus berdasarkan grafik 4b berikut
45 36
0,525
Didapat dari grafik diatas nilai prosentase agregat halus yaitu
= 40,5%
Maka prosentase = Kebutuhan agregat halus = 40,5% Kebutuhan agregat kasar = 59,5%
18. Berat jenis agregat campuran Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus = BJ campuran = = 1,11375+1,44585 = 2,56 19. Penentuan berat jenis beton Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Dengan menggunakan data berat jenis campuran dari langkah (18) dan kebutuhan air tiap meter kubik betonnya maka dengan grafik pada gambar 5, dapat diperkirakan berat jenis betonnya.
2315
204,9
Dari grafik tersebut Berat Jenis Beton yaitu 2315 kg/m3 20. Kebutuhan agregat campuran Dihitung dengan cara mengurangi berat beton per meter kubik dengan kebutuhan air dan semen. Kebutuhan agregat campuran = 2315-204,9-390,3 = 1719,8 kg/m3 ~(1720 kg/m3)
21. Kebutuhan agregat halus yang diperlukan Cara menghitung kebutuhan agregat halus adalah mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan prosentase berat agregat halus. Ah = 40,5% x 1720 kg/m3 = 696,6 kg/m3 22. Kebutuhan agregat kasar yang diperlukan Cara menghitung kebutuhan agregat kasar yang diperlukan adalah dengan mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan prosentase berat agregat kasar. Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Ak = 59,5% x 1720 kg/m3= 1023,4 kg/m3 23. Kebutuhan semen, air, pasir, kerikil (untuk 1 adukan = 6 silinder) Ukuran silinder : Tinggi (t)
= 30 cm (0,3m)
Diameter (d)
= 15 cm (0,15 m)
Volume silinder
= ¼.π.d2.t = ¼.π.0,152.0,3 = 0,0053014 m3
Kebutuhan 6 silinder = 6 x 0,0053014 m3 = 0,0318086 m3~ (0,032 m3) Jadi volume 1 adukan (6 silinder) untuk kebutuhan semen, air, pasir dan kerikil adalah 0,032 m3 . No.
Bahan Adukan
Kebutuhan
Jumlah (kg)
1
Semen Portland
390,3 kg/m3x 0,032 m3
12,5
2
Air
204,9 kg/m3x 0,032 m3
6,56
3
Kerikil
1023,4 kg/m3x 0,032 m3
32,75
4
Pasir
696,6 kg/m3x 0,032 m3
22,30
∑ Kebutuhan 6 Silinder
74,11
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
FORMULIR MIX DESIGN (RANCANGAN BETON) NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Uraian
Tabel/grafik/perhitungan
Kuat tekan yang disyaratkan umur 28 hari (f‘c) Deviasi standar (sd) Nilai margin (M) Kuat tekan rata-rata Jenis semen (PC) Jenis agregat halus Jenis agregat kasar Faktor air semen (fas) Faktor air semen maksimum Dipakai fas terendah Nilai slump Ukuran maksimum agregat
11 Kebutuhan air 12 Kebutuhan semen 13 Kebutuhan semen minimum 14 Dipakai kebutuhan semen 15 Jumlah air yang disesuaikan 16 Daerah gradasi agregat halus 17 Prosentase agregat halus 18 Berat jenis agregat campuran 19. Berat jenis beton 20 Kebutuhan agregat 21 Kebutuhan agregat halus 22 Kebutuhan agregat kasar Kesimpulan : Berat total Air 3 (kg/m ) (kg/lt) Volume 1 m3 1 adukan
2315 74,11
204,9 6,56
Hasil
Ditetapkan
22,5 MPa
M = k.sd F‘cr = f‘c + M Ditetapkan Ditetapkan Ditetapkan Grafik gambar 1 Tabel 5
4,2 Mpa 5,63 Mpa 28,13 MPa Tipe I Alami Split 0,525 0,525
Ditetapkan ¾ jarak tulangan Tabel 9 Hasil no (11) : (8) Ditetapkan tabel PUBI Hasil no (14)x(8) Analisa ayak agregat halus Grafik gambar 4.b Grafik gambar 5 Hasil no (19)-(11)-(14) Hasil no (17)x(20) 0,595x1720 Semen (kg) 390,4 12,5
Agregat Halus (kg) 696,6 22,30
80-120 mm 20 mm 204,9 kg/m3 390,3 kg/m3 275 kg/m3 390,4 kg/m3 204,9 kg/m3 Zone 2 40,5 % 2,56 2315 kg/m3 1720 kg/m3 696,6 kg/m3 1023,4 kg/m3 Agregat Kasar (kg) 1023,4 32,75
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
B) Langkah Kerja Dalam Perancangan Mix Design Beton Untuk Beton Berserat (Kuat Tarik Beton) 1. Penetapan kuat tarik beton yang disyaratakan (f’c) pada umur 28 hari yaitu 2,25 MPa. 2. Penetapan deviasi standar (sd) *) Sama seperti beton normal 3. Penghitungan nilai tambah (margin/M) Jika nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi (sd), maka dilakukan dengan rumus M = k .sd. dengan nila pengendaian 4,2 (baik), sedangkan nilai k anka nila kepercayaan dalam statistik adalah 95 % = 1,34. Maka
M = k.sd = 1,34 . 4,2 = 5,63 Mpa x 10 % = 0,563 MPa
4. Menetapkan kuat tekan beton rata-rata (f’cr) yang direncanakan Diperoleh dengan kuat tekan beton rata-rata dengan rumus : f’cr = f’c + M = 2,25 +0.5,63 = 2,813 MPa 5. Pentapan jenis semen portland *) Sama seperti beton normal 6. Penetapan jenis agregat *) Sama seperti beton normal 7. Penetapan faktor air semen (fas) *) Sama seperti beton normal 8. Penetapan faktor air semen maksimum *) Sama seperti beton normal 9. Penetapan nilai slump *) Sama seperti beton normal 10. Penetapan butir agregat maksimum *) Sama seperti beton normal 11. Jumlah air yang diperlukan per meter kubik *) Sama seperti beton normal 12. Hitungan berat semen yang diperlukan *) Sama seperti beton normal Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
13. Kebutuhan semen minimum *) Sama seperti beton normal 14. Penyesuaian kebutuhan semen *) Sama seperti beton normal 15. Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen *) Sama seperti beton normal 16. Penentuan daerah gradasi agregat halus *) Sama seperti beton normal 17. Perbandingan agregat hals dan kasar Penetapan dilakukan dengan melihat butir maksimum agregat kasar, nilai slump, fas, dan daerah gradasi (zone) agregat halus berdasarkan grafik 4b berikut
45
0,525
Maka prosentase = Kebutuhan agregat halus = 45 % Kebutuhan agregat kasar = 55 %
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
18. Berat jenis agregat campuran Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus = BJ campuran = = 1,2375+1,3365 = 2,57 19. Penentuan berat jenis beton *) Sama seperti beton normal 20. Kebutuhan agregat campuran *) Sama seperti beton normal 21. Kebutuhan agregat halus yang diperlukan Cara menghitung kebutuhan agregat halus adalah mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan prosentase berat agregat halus. Ah = 45% x 1720 kg/m3 = 774 kg/m3 22. Kebutuhan agregat kasar yang diperlukan Cara menghitung kebutuhan agregat kasar yang diperlukan adalah dengan mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan prosentase berat agregat kasar. Ak = 55% x 1720 kg/m3= 946 kg/m3 23. Kebutuhan semen, air, pasir, kerikil (untuk 1 adukan = 6 silinder) Jadi volume 1 adukan (6 silinder) untuk kebutuhan semen, air, pasir dan kerikil adalah 0,032 m3. No.
Bahan Adukan
Kebutuhan
Jumlah (kg)
1
Semen Portland
390,3 kg/m3x 0,032 m3
12,5
2
Air
204,9 kg/m3x 0,032 m3
6,56
3
Kerikil
946 kg/m3x 0,032 m3
30,3
4
Pasir
774 kg/m3x 0,032 m3
24,8
∑ Kebutuhan 6 Silinder
74,16
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
FORMULIR MIX DESIGN (RANCANGAN BETON) NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Uraian
Tabel/grafik/perhitungan
Kuat tarik yang disyaratkan umur 28 hari (f‘ct) Deviasi standar (sd) Nilai margin (M) Kuat tekan rata-rata Jenis semen (PC) Jenis agregat halus Jenis agregat kasar Faktor air semen (fas) Faktor air semen maksimum Dipakai fas terendah Nilai slump Ukuran maksimum agregat
11 Kebutuhan air 12 Kebutuhan semen 13 Kebutuhan semen minimum 14 Dipakai kebutuhan semen 15 Jumlah air yang disesuaikan 16 Daerah gradasi agregat halus 17 Prosentase agregat halus 18 Berat jenis agregat campuran 19. Berat jenis beton 20 Kebutuhan agregat 21 Kebutuhan agregat halus 22 Kebutuhan agregat kasar Kesimpulan : Berat total Air 3 (kg/m ) (kg/lt) Volume 1 m3 1 adukan Kawat
2315 74,16
Hasil
Ditetapkan
2,25 MPa
M = k.sd F‘cr = f‘ct + M Ditetapkan Ditetapkan Ditetapkan Grafik gambar 1 Tabel 5
4,2 Mpa 0,563 Mpa 2,813 MPa Tipe I Alami Split 0,525 0,525
Ditetapkan ¾ jarak tulangan Tabel 9 Hasil no (11) : (8) Ditetapkan tabel PUBI Hasil no (14)x(8) Analisa ayak agregat halus Grafik gambar 4.b Grafik gambar 5 Hasil no (19)-(11)-(14) Hasil no (17)x(20) 0,595x1720 Semen (kg)
Agregat Halus (kg) 204,9 390,4 774 6,56 12,5 24,8 0,125 kg (1% x berat semen)
80-120 mm 20 mm 204,9 kg/m3 390,3 kg/m3 275 kg/m3 390,4 kg/m3 204,9 kg/m3 Zone 2 45 % 2,57 2315 kg/m3 1720 kg/m3 774 kg/m3 946 kg/m3 Agregat Kasar (kg) 946 30,3
F. LANGKAH KERJA PEMBUATAN SILINDER BETON 1. Menyiapkan alat dan bahan sesuai dengan takaran yang telah direncanakan.
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
2. Menuangkan bahan pada tempat yang disediakan/membagi masing-masing bahan pada kotak atau ember yang tersedia, agar mempermudah memasukkan bahan ke mesin pengaduk beton. 3. Menyiapkan cetakan silinder dan merangkainya apabila cetakan masih terpisah dari pasangannya. Kemudian mengolesi oli pada bagian dalam cetakkan, bertujuan agar saat melepas beton tidak melekat dan beton mudah dilepaskan dari cetakan. 4. Membersihkan mesin pengaduk dengan selang air hingga bersih, kemudian menyiapkan alat sebagai penampung adukan beton, apabila adukan beton sudah homogen disamping bawah mesin pengaduk. 5. Menuangkan sebagian air kedalam mesin mengaduk, kemudian menuangkan sebagian kerikil, selanjutnya menuangkan sebagian semen, terakhir menuangkan sebagian pasir. Proses penuangan bahan tersebut berulang-ulang sesuai urutannya hingga semua bahan masuk. Pada beton serat taklupa menuangkan kawat sebagai serat pada beton serat setelah kerikil tertuang. 6. Ditengah-tengah proses penuangan bahan, kemudian mematikan mesin pengaduk sebentar, kemudian membersihkan adukan yang menempel pada dinding supaya dapat tergiling/mix, sehingga adukan menjadi homogen. Selanjutnya melanjutkan proses penuangan bahan pada mesin pengaduk. 7. Setelah adukan homgen/trcampur rata maka kemudian menggerakkan mesin pengaduk untuk menuangkan adukan ketempat penampung adukan. Dituang hingga semua adukan keluar, apabila masih ada adukan yang menempel di bagian dalam, kemudian dibersihkan dengan memakai sendok spesi. 8. Segera melakukan pengujian slump dengan alat penguji slump. Dalam menguji nilai slump pada adukan beton dibutuhkan alat-alat diantaranya sebagai berikut : a. Corong abrams yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya. Bagian bawah berdiameter 20cm sedangkan bagian atas berdiameter 10 cm, serta tinggi 30 cm. b. Tongkat baja yang berbentuk silinder dengan diameter 16 mm dan panjang 60 cm,dengan kedua ujungnya yang berbentuk bulat. Langkah – langkah pengujian slump:
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
a. Mula – mula corong diletakkan ditempat yang rata dan tidak menghisap air(dengan diameter yang besar dibawah. b. Masukan adukan 1/3 dari volume corong kedalam corong abrams tersebut dengan hati-hati dan corong dipegang erat-erat agar tidak bergerak. c. Setelah adukan dimasukan kedalam corong adukan tersebut dipadat dengan cara ditumbuk/ditusuk dengan togkat baja 25 kali. d. Kemudian masukan lagi adukan beton sampai corong terisi 2/3 bagian lalu ditusuk lagi 25 kali(jangan sampai mengenai lapisan yang pertama. e. Masukan lagi adukan beton sampai penuh lalu tumbuk lagi 25kali(jangan sampai mengenai lapisan yang dibawahnya. f. Kemudian meratakan adukan sesuai permukaan corong. Setelah itu menunggu 60 detik. g. Apabila sudah 60 detik, lalu menarik corong lurus keatas. Kemudian ukurlah penurunan permukaan atas adukan beton setelah menarik corong. Besarnya penurunan adukan tersebut merupakan nilai slump. 9. Setelah mengetahui nilai slump, kemudian menuangkan adukan pada kelima cetakan silinder. Dengan cara menuangkan 1/3 volume dan menusuk dengan batang baja 25 kali. Lalu memasukkan adukan sampai 2/3 volume silinder dan menumbuk 25 kali. Kemudian memnuhi silinder dengan adukan lalu tumbuk lagi 25 kali dan kemudian meratakannya, dan melakukan lagi pada masing-masing cetakan silinder berikutnya. 10. Memukul cetakan silinder yang sudah terisi penuh dengan palu kayu, yang bertujuan untuk meratakan adukan pada bagian dalam. 11. Memberi label pada cetakan sesuai nama kelompok. Kemudian menyimpan cetakan dan membiarkan selama 1 hari. 12. Membuka cetakan setelah 1 hari, menandai masing-masing silinder dengan tanggal pembutan dan nama kelompok. Kemudian merendam beton (ini merupakan langkah perawatan beton, untuk menjaga permukaan beton agar tetap lembab dan menjaga proses hidrasi agar beton tidak retak-retak). 13. Mengambil beton silinder pada rendaman sehari sebelum melakukan pengujian. 14. Membiarkan mengering beton selama 24 jam, agar saat melakukan pengujian mendapatkan hasil yang baik. Karena mengambil beton silinder lansung dari rendaman kemudian langsung mengujinya, maka akan mendapatkan hasil yang tidak baik/tidak pas. Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
15. Menguji kuat tekan beton normal dan kuat tarik beton berserat masing –masing silinder. Setiap pengujian kuat tekan beton normal ,dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Mengukur diameter permukaan, tinggi, dan menimbang berat beton yang akan diuji tekan sebelum dicapping. b. Melakukan capping (dengan cara memasak belerang untuk mencairkannya kemudian menuangkan pada cetakan capping, selanjutnya permukaan sisi yang kasar dicapping pada cetakan) agar sisi yang tidak rata menjadi rata. c. Pengujian kuat tekan rata-rata dilakukan beton dengan kondisi berdiri dan permukaan yang dicapping berada diatas. Kemudian menguji dengan mesin desak. Setiap pengujian kuat tarik beton berserat dilakukkan dengan cara : a. Mengukur diameter, panjang, dan menimbangnya beton serat tersebut. b. Beton serat tidak perlu di capping, beton serat diuji dengan kondisi tertidur, sebelumnya mengganti lempengan alas penguji beton yaitu lempengan baja yang besar dan 2 lempengan baja pesegi pada sisi atas dan bawah beton. c. Menguji kuat tarik dengan mesin pendesak.
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
G. HASIL PENGUJIAN 1. BETON NORMAL Target kekuatan beton 22,5 MPa dengan dibuat pada tanggal 2 April 2015 Tanggal Pengujian
Umur (hari)
1
9 April ‗15
7
2
9 April ‗15
3
Ukuran (cm)
Berat (kg)
15,195 30,03
181,34
12.200 32.500
17,9
11,5
7
14,985 29,98
176,3
12.100 33.000
18,7
11,5
23 April ‗15
21
15,15
30,24
180,26
12.120 44.000
24,4
11,5
4
30 April ‗15
28
15,25
30,14
182,65
12.360 46.500
25,5
11,5
5
30 April ‗15
28
15,02
29,81 177,186 12.060 44.000
24,8
11,5
No
D
T
Beban (kg)
Hasil Nilai Slump Uji (MPa) (cm)
Luas (cm2)
*Hasil uji kuat tarik dihitung dengan rumus fc =
2. BETON BERSERAT Beton dengan serat kawat seberat 1% dari berat semen. Beton berserat dengan target kuat tarik 2,25 MPa yang dibuat pada tanggal 17 April 2015. Ukuran (cm)
Umur (hari)
1
23 April ‗15
7
15,10
30,03 12.300
19.500
2,74
14,5
2
23 April ‗15
7
14,96
29,94 12.200
18.000
2,56
14,5
3
30 April ‗15
14
15,09
29,88 12.320
17.000
2,4
14,5
4
30 April ‗15
14
15,07
30,02 12.180
18.000
2,53
14,5
5
30 April ‗15
14
14,85
30,01 12.110
20.000
2,86
14,5
No
D
L
Berat (kg)
Beban (kg)
Hasil Nilai Slump Uji (MPa) (cm)
Tanggal Pengujian
**Hasil uji kuat tarik beton dihitung dengan rumus fct =
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
H. ANALISIS DATA 1. Beton Normal Kuat tekan beton normal umur 7 hari F‘c1
=
F‘c2
=
=
=
= 179 kg/cm2
= 187 kg/cm2
= 17,9 MPa
= 18,7 Mpa
F‘c umur 28 hari F‘c
= f‘c umur 7 hari x konversi
F‘c1
=
F‘c1
= 27,54 MPa
= = 28,77 MPa
Kuat tekan beton normal umur 21 hari F‘c3
= = = 244 kg/cm2 = 24,4 Mpa
F‘c umur 28 hari F‘c3
= = 25,68 Mpa
Kuat tekan beton normal umur 28 hari F‘c4
=
F‘c5
=
=
=
= 255 kg/cm2
= 248 kg/cm2
= 25,5 MPa
= 24,8 Mpa
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
No benda uji 1
Kuat tekan 28 hari (f‘c) 27,54
(f‘c-f‘cr) -0,59
0,3481
2
28,77
0,64
0,4096
3
25,68
-2,45
6,0025
4
25,5
-2,63
6,9169
5
24,8
-3,33
11,0889
Jumlah
*)
132,29
(f‘c-f‘cr)2
24,766
f‘cr = 28,13 Mpa
Kuat tekan rata-rata
= = = 26,458 MPa
Hasil kuat tekan karakteristik beton umur 28 hari Jadi F’crhasil < F’crrencana 26,458 MPa < 28,13 MPa
2. Beton berserat Kuat tarik beton berserat umur 7 hari F‘ct1
F‘ct2
= =
= 2
= 256 kg/cm2 x10% = 2,56 MPa
= 274 kg/cm x10% = 2,74 MPa F‘c umur 28 hari F‘ct1
F‘ct3
=
= 4,21 MPa Kuat tarik beton berserat umur 14 hari F‘ct3
=
=
F‘ct4
= = 3,94 MPa
=
=
=
= 240 kg/cm2 x10% = 2,4 MPa
= 253 kg/cm2 x10% = 2,53 MPa
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
F‘ct5
= =
= 286 kg/cm2 x10% = 2,86 MPa F‘ct umur 28 hari F‘ct3
F‘ct4
= = 2,82 MPa
F‘ct5
= = 2,98 MPa
= = 3,36 MPa
No benda uji 1
Kuat tarik 28 hari (f‘ct) 4,21
(f‘ct-f‘ctr)
(f‘c-f‘cr)2
1,397
1,952
2
3,94
1,127
1,270
3
2,82
0,007
0,000049
4
2,98
0,167
0,028
5
3,36
0,547
0,299
Jumlah
17,31
*)
3,549
f‘cr = 2,813 Mpa
Kuat tarik rata-rata
= = = 3,46 MPa
Jadi
F’crthasil > F’crtrencana 3,46 MPa > 2,813 MPa
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
I. PEMBAHASAN a. Beton Normal Pengujian beton normal ini, pada adukan beton yang telah dibuat diperoleh nilai slump 11,5 cm. Nilai slump tersebut sesuai yang diharapkan yaitu antara 812 cm. Beton normal yang diuji 5 buah silinder beton dengan ukuran luas penampang yang bervariasi. Diperoleh hasil F‘cr pada umur 28 hari sebesar 26,458 MPa, yang demikian hasil tersebut lebih besar dari F‘cr yang direncanakan pada umur 28 hari yaitu sebesar 28,13 MPa. Maka dalam pembuatan mix design ini belum berhasil sama dengan f‘cr yang direncanakan pada umur 28 hari atau belum melebihi yang direncanakan. Dimungkinkan dalam pengujian tersebut kondisi agregat tidak SSD, karena terlalu basah. Dan dimungkinkan kondisi beton tidak benar-benar kering saat mau diuji desak. Karena pada saat itu kami melakukan pengujian kuat tekan untuk beton pertama dan kedua pada hari kedua tidak diangkat dari rendaman sehari sebelum pengujian dikarenakan pada saat itu sore laboratorium bahan bangunan sudah ditutup. Kami mengangkat untuk beton pertama dan kedua beberapa jam sebelum pengujian. b. Beton Berserat Pengujian beton serat ini digunakan serat kawat sebesar 0,125 kg (1% dari berat semen). Pengujian beton serat adalah pengujian kuat tarik, sehinga beton diuji dengan cara ditidurkan. Beton serat tersebut adukannya memiliki nilai slump 14,5 cm, sehingga nilai slump tersebut tidak sesuai dengan nilai slump yang diinginkan. Dimungkinkan mungkin kondisi agregat tidak SSD terlalu banyak air, walaupun kami tidak memasukkan semua air yang dibutuhkan. Namun beton serat tersebut yang diujikan 5 buah silinder memiliki F‘crt pada umur 28 hari sebesar 3,46 MPa yang nilai tersebut lebih besar dari nilai F‘crt yang direncanakan pada umur 28 hari yaitu sebesar 2,813 MPa (yang diambil 10% dari rencana Fcrt beton normal. Maka pada pengujian kuat tarik beton serat ini berhasil melebihi Fcrt rencana walaupun nilainya slumpnya tidak sesuai yang diharapkan.
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
J. KESIMPULAN 1. Kuat tekan karakteristik beton normal (fcr) umur 28 hari adalah 23,14 MPa. Yang demikian praktikum dalam mix design kuat tekan beton normal belum sesuai dan belum memenuhi yang direncanakan. 2. Kuat tarik karakteristik beton serat (fcrt) umur 28 hari adalah 3,46 MPa. Yang demikian praktikum dalam mix design kuat tarik beton serat sudah memenuhi yang direncanakan. K. SARAN-SARAN - Agregat yang akan digunakan harus pada kondisi SSD agar nilai slump sesuai yang diinginkan - Mengangkat beton dari rendaman sehari sebelum pengujian, agar hasil kuat tekan dan tarik maksimal - Membersihkan sisa-sisa adukan dalam mesin pengaduk apabila berganti dengan kelompok lain sampai tidak ada lagi adukan yang masih menempel. - Selalu memperhatikan K3 - Menggunakan helm praktik, masker, sepatu proyek dan sarung tangan apabila dibutuhkan
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
BAJA
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
PENGUJIAN BAJA A. TUJUAN Mengetahui visual baja dan nilai kuat taik baja pada tulangan beton sesuai dengan SNI. B. MATERI PENGUJIAN 4. Pengujian Visual Baja 5. Pengujian Kuat Tarik C. DASAR TEORI Pengertian Baja Baja terletak di antara besi tuang dan besi tempa. Besi tuang mengandung sejumlah besar karbon, sedangkan besi tempa sangat sedikit. Besi tuang amat baik untuk dipakai sebagai bagian struktur yang menahan gaya desak, sebaliknya besi tempa baik untuk menahan gaya tarik. Baja dapat dipakai untuk bagian struktur yang menahan desak maupun tarik. Baja merupakan perpaduan antara besi dan karbon. Besi murni tanpa paduan karbon tidak dapat kuat, tetapi bila dipadu dengan karbon kekuatannya bertambah. Bila besi dipadu dengan karbon disebut baja, tetapi jika besi dipadu dengan logam lain hasilnya disebut baja paduan (steel alloy). Baja dapat dibedakan menjadi tiga jenis sesuai dengan jumlah karbonnya, yaitu : a. Baja dengan sedikit karbon (deed steel), atau baja lunak atau baja struktur. Baja ini mengandung karbonsampai 0,25%. Contoh penggunaan baja jenis ini adalah pada propil dan beton. b. Baja dengan karbon sedang (medium steel), baja ini mengandung karbon antara 0,25% - 0,7 %. c. Baja dengan karbon banyak (high carbon steel). Baja ini mengandung karbon antara 0,7% - 1,5 % Faktor Yang Mempengaruhi Sifat-Sifat Baja Kekuatan, elastisitas, daktilitas, dan sebagainya merupakan sifat penting yang dimiliki baja. Sifat-sifat tersebut dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini. 1. Kandungan Karbon
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Semakin banyak kandungan karbon, baja semakin keras dan kuat, akan tetapi sifat daktilitasnya semakin berkurang. 2. Kandungan bahan lain
Belerang Kandungan belerang dibawah 0,1% tidak mempengaruhi sifat baja. Sifat dapat ditempa berkurang pada temperatur tinggi. Kelebihan belerang mengakibatkan baja kurang kuat maupun daktilitasnya berkurang.
Silikon Kandungan silikon dibawah 0,2% tidak mempengaruhi sifat baja. Bila kandungan silikon berlebihan kekuatan maupun elastisitas baja agak naik, tanpa mengurangi sifat daktilitasnya.
Mangaan Kandungan mangaan hingga 1% sedikit menaikan kekuatan baja. Akan tetapi diatas 1,5% baja menjadi sangat getas sehingga tidak banyak dipakai.
3. Pemanasan Sifat-sifat baja dapat diubah sesuai dengan keinginan dengan cara pemanasan dan pendinginan baja yang terkontrol baik. PUBI-1982 Pasal 74 BAJA TULANGAN BETON Baja tulangan beton adalah baja yang berbentuk batang yang digunakan untuk penulangan beton. Dalam perdagangan juga disebut besi beton. Berdasarkan bentuknya, baja tulangan terdiri dari baja tulangan polos dan baja tulangan sirip (deform). Baja tulangan polos (BJTP) merupakan batang baja yang permukaannya licin atau rata. Baja tulangan sirip (BJTD) merupakan batang dengan bentuk permukaan khusus untuk mendapatkan pelekatan (bonding) pada beton yang lebih baik daripada baja tulangan polos pada luas penampang yang sama. Baja tulangan sirip harus memenuhi syarat berikut : 1. Jarak antara dua sirip melintang tidak boleh lebih dari 0,7 diameter nominal. 2. Tinggi sirip tidak boleh kurang dari0,05 diameter nominal. 3. Sirip melintang tidak boleh membentuk sudut kurang dari 45 derajat terhadap sumbu batang. 4. Diameter nominal baja tulangan sirip (deform) dihitung dengan rumus berikut :
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
dn = 12,74 √ (mm) dengan B = berat tulangan per meter panjang (kg/m) Jenis-jenis baja tulangan sirip : 1. Batang baja tulangan bersirip teratur 2. Batang baja tulangan yang dipuntir Baja tulangan juga harus memenuhi syarat visual sebagai berikut. 1. Tidak boleh mengandung serpih-serpih 2. Tidak boleh ada lipatan-lipatan pada permukaan 3. Tidak boleh ada retak-retak 4. Tidak boleh bergelombang(untuk baja polos) 5. Tidak boleh ada cerna-cerna yang dalam
Rumus-rumus hitungan kuat tarik tulangan baja menurut SNI 07-2529-1991 Kuat tarik baja beton Fs =
Prosentase perpanjangan s S = Keterangan notasi : L =pajang total benda uji, mm t
L =panjang ukur semula benda uji, mm o
D =diameter terkecil benda uji, mm o
D =diameter contoh, mm h =panjang bagian benda uji yang terjepit pada mesin tarik r =jari-jari cekungan, bagian benda uji yang konis, mm p =panjang vagian benda uji yang berbentuk konis, mm
Diameter, berat dan ukuran sirip menurut SNI 07-2052-2002 Diameter dan berat per meter baja tulangan beton polos seperti tercantum pada Tabel 1. Diameter, ukuran sirip dan berat per meter baja tulangan beton sirip seperti tercantum pada Tabel 2.
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
a) Luas penampang nominal (L) L
=
(cm2)
dibulatkan sampai 4 angka berarti
b) Keliling nominal (K) K = 0,3142 x d (mm)
dibulatkan sampai 1 angka desimal
c) Berat = 0,785 x L (kg/m)
dibulatkan sampai 3 angka berarti
d) Jarak sirip melintang maksimum = 0,70
d dibulatkan sampai 1 angka desimal
e) Tinggi sirip minimum = 0,05
d dibulatkan sampai 1 angka desimal
Tinggi sirip maksimum = 0,10
d dibulatkan sampai 1 angka desimal
f) Jumlah berat rusuk maksimum = 0,25 K dibulatkan sampai 1 angka desimal Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Toleransi diameter baja tulangan beton polos dan sirip seperti pada Tabel 3
D. ALAT DAN BAHAN 1. Pengujian Visual Baja a. Alat Timbangan Jangka sorong Meteran b. Bahan Baja polos dan baja sirip 2. Pengujian Tarik Baja a. Alat Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
b. Bahan
Jangka sorong Mesin tarik Meteran Gergaji besi Baja polos yang sudah dibubut 5 cm dari panjang 30 cm
E. LANGKAH KERJA a) Pengujian Visual Baja 1. Menyiapkan baja yang akan diuji yaitu baja polos dan baja sirip. 2. Menimbang berat masing-masing baja. 3. Kemudian mengukur panjang masing –masing baja. b) Pengujian Kuat Tarik Baja 1. Menyiapkan baja polos diameter 6,8,10 mm yang sudah dibubutkan dengan kedalaman 1 mm-2mm dengan panjang 5 cm 2. Mengukur diameter kemudian jepitkan pada mesin kuat tarik. 3. Memberi tanda dengan menggergaji sedikit bagian yang tidak terjepit oleh mesin. 4. Menyalakan mesin, dan tunggu sampai baja yang diuji putus. 5. Mengambil baja yang diuji dan mengukur panjang setelah diuji dari bagian yang sudah diberi tanda tadi 6. Memasukkan data panjang setelah diuji kedalam komputer 7. Kemudian hasil uji kuat tarik diprint.
F. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS DATA 1. Pengujian Visual Baja
1
Tipe Baja TP
Berat (gram) 415
Panjang (cm) 70,5
2
TD
617
101,5
3
TD
998
101,5
4
TD
1546
103
5
TD
2102
101,2
6
TD
3037
103,7
No.
Keterangan Tidak ada lengkung dan sedikit karat Tidak ada lengkung, bentuk sirip sudut dan besarnya seragam, sedikit karat Sedikit lengkung, bentuk sirip sudut dan besarnya seragam, sedikit karat Sedikit lengkung, bentuk sirip sudut dan besarnya seragam, sedikit karat Tidak ada lengkung, bentuk sirip sudut dan besarnya seragam, sedikit karat Tidak ada lengkung, bentuk sirip sudut dan besarnya seragam, sedikit karat
Baja tulangan tipe TP adalah baja tulangan polos Baja tulangan tipe TD adalah baja tulangan sirip (deformed) Untuk Baja TP berdasarkan berat per panjang (kg/m) yaitu
= 0,589 kg/m.
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Berdasarkan tabel 1 SNI 07-2052-2002 baja TP tersebut berdiameter 10 mm, karena hasilnya hampir mendekati 0,617 kg/m. Dengan penamaan baja tulangan polos tersebut P.10. Diameter efektif dihitung hanya pada baja TD De1
= 12,74√
De3
De2
= 12,74√
= 12,74√
= 9,93 mm
= 12,63 mm
= 12,74√
De5
= 12,74√
De4
= 12,74√
= 12,74√
= 12,74√
= 15,61 mm
= 18,36 mm
= 12,74√ = 12,74√ = 21,8 mm
Luas Penampang = ¼.π.De2 De (mm) 9,93 12,63 15,61 18,36 21,8
No 1 2 3 4 5
Luas Penampang*) (cm2) 0,774 1,252 1,923 2,646 3,731
Dn**) (cm2) 10 13 16 19 22
Luas Penampang***) Nominal (cm2) 0,7854 1,327 2,011 2,835 3,801
Keterangan : *)
Luas penampang yang dihitung berdasarkan De
**)
Diameter nominal yang mendekati, diambil dari tabel 2 SNI 07-2052-2002
***)
Luas penampang nominal, diambil berdasarkan Dn pada tabel 2 SNI 07-2052-
2002
2. Pengujian Kuat Tarik No. 1 2 3
Diameter kecil (mm) 4,8 6,4 8,1
Diameter besar (mm) 6 8 10
L0 (mm)
L (mm)
Gaya (kN)
Perpanjangan (mm)
143 139 149
155 151 163
9,81 16,3 23,76
12 12 14
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
~ Kekuatan tarik 1. Baja pertama Fs = P/Aso
Fs rata-rata
2. Baja kedua Fs = P/Aso
3. Baja ketiga Fs = P/Aso
=
=
=
= 542 MPa
= 506,9 MPa
= 461,3 MPa
= (542+506,9+461,3) : 3 = 503,4 MPa ~ 50,34 kgf/mm2
~ Prosentase perpanjangan/regang S1 =
S2
=
S3
=
=
=
=
= 8,5 %
= 8,5 %
= 9,5 %
Prosentase rata-rata perpanjangan/regang
= (8,5+8,5+9,5) : 3 = 8,83 %
G. PEMBAHASAN 1. Visual baja Baja untuk tulangan beton menurut SNI yang baik untuk baja tulangan polos (TP) adalah baja yang tidak ada lengkungan/lipatan dan haya diperkenankan sedikit karat. Agar mempermudah dalam pengerjaan tulangan beton. Baja tulangan sirip (TD) yang baik adalah baja yang sudut siripnya sekitar 450 dan bentuk siripnya seragam. Tidak ada lengkungan/lipatan dan hanya diperkenankan sedikit karat. Baja tulangan yang tersedia menurut visualnya yang dapat digunakan dalam tulangan beton adalah : kecuali yang no 3 dan 4. Karena pada baja tulangan sirip tidak boleh ada lengkungan/lipatan walaupun sedikit. Hal tersebut dimungkinkan karena pada saat pengiriman baja tersebut saling bertumpangan baja tersebut berada dibawah karena dengan diameter kecil maka tidak kuat dan akhirnya terjadi lipatan atau baja melengkung. Baja tulangan sirip yang no 3 dan 4 tersebut dapat digunakan untuk tulangan beton, dengan catatan diganti degan ukuran diameter yang sama atau pada lengkungan /lipatan tersebut dipotong karena hanya bagian ujung. Pada baja TP dilihat berdasarkan nilai panjang per berat nya (kg/m). Baja TP tersebut memiliki nilai panjang per beratnya 0,589 kg/m. Nilai tersebut tidak jauh selisihnya dengan 0,617 kg/m (SNI 07-2052-2002). Baja TP tersebut dilihat dari panjang per beratnya memiliki diameter 10 mm. Dengan penamaan baja tulangan polos P.10. Pada baja tulangan sirip (TD) yang diujikan diameter efektifnya, dengan masing-masing diameter efektif yang bervariasi. Diameter efektif tersebut memiliki luas penampang, apabila luas tersebut dibandingkan dengan luas Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
nominalnya berdasarkan tabel 2 SNI 07-2052-2002, maka tidak terlalu besar rentang/selisih nilainya. Dengan demikian baja tulangan polos dan sirip yang diujikan dapat digunakan sebagai tulangan beton, karena sudah sesuai SNI 072052-2002. 2. Kuat tarik Baja polos sebelum diuji kuat tarik maka harus dibubut ditengah-tengah sepanjang 5cm dan sedalam 1-2mm. Kemudian dijepit dan diuji kuat tarik. Baja polos tersebut dengan bervariasi diameter. Menghasilkan kuat tarik rata-rata sebesar 50,34 Kgf/mm2. Apabila dibandingkan dengan SNI 07-2052-2002 maka nilai tersebut termasuk kedalam kelas BJ TP.24 yang memiliki standar minimal kuat tariknya adalah 34 Kgf/mm2. Dengan demikian nilai hasill nilai kuat tarik yang didapat sudah sesuai SNI 07-2052-2002. Sehinga dapat digunakan pada tulangan beton. Pada nilai regangan berdasarkan kuat tariknya baja polos tersebut memiliki nilai rata-rata regangan 8,83%. . Apabila dibandingkan dengan SNI 07-2052-2002 maka nilai tersebut termasuk kedalam kelas BJ TP.24 dan minimal regangannya adalah 18%. Dengan demikian hasil nilai rata-rata regangan tersebut tidak sesuai SNI 07-2052-2002. Dimungkinkan memang baja polos tersebut sudah mengalami regangan maksimal sehingga tidak bisa bertambah sesuai dengan standar yang ada. H. KESIMPULAN 1. Visual baja Baja TP dan TD yang diujikan sudah sesuai dengan SNI 07-2052-2002. Sehingga dapat digunakan sebagai tulangan beton. 2. Kuat tarik baja Baja TP yang diujikan hasil nilai kuat tariknya sudah sesuai dengan nilai SNI 07-2052-2002. Baja tulangan polos tersebut termasuk kelas BJ TP.24. Namun nilai regangan yang didapat tidak sesuai nilai minimal pada SNI. I. SARAN-SARAN
Baja yang diujikan jangan bengkok. Dalam pengujian jangan sambil bermain/bergurau agar mendapatkan hasil yang maksimal. Tidak lupa memperhatikan K3 agar kita tetap sehat. Jarak antara sisi atas dan bawah saat pengujian kuat tarik dibuat seimbang agar hasilnya tepat. Perhatikan ketelitian dalam mengukur panjang dan diameter.
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
LAMPIRAN
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
LAPORAN SEMENTARA HASIL UJI BETON 1. BETON NORMAL Target kekuatan beton 22,5 MPa dengan dibuat pada tanggal 2 April 2015 No
Tanggal Pengujian
Umur (hari)
1 2 3 4 5
9 April ‗15 9 April ‗15 23 April ‗15 30 April ‗15 30 April ‗15
7 7 21 28 28
Ukuran Luas (cm) (cm2) d t 15,195 30,03 181,34 14,985 29,98 176,3 15,15 30,24 180,26 15,25 30,14 182,65 15,02 29,81 177,186
Berat (kg)
Beban (kg)
12.200 12.100 12.120 12.360 12.060
32.500 33.000 44.000 46.500 44.000
Hasil Nilai Uji Slump (MPa) (cm) 17,9 11,5 18,7 11,5 24,4 11,5 25,5 11,5 24,8 11,5
*Hasil uji kuat tarik dihitung dengan rumus fc = 2. BETON BERSERAT Beton dengan serat kawat seberat 1% dari berat semen. Beton berserat dengan target kuat tarik 2,25 MPa yang dibuat pada tanggal 17 April 2015. No
Tanggal Pengujian
Umur (hari)
1 2 3 4 5
23 April ‗15 23 April ‗15 30 April ‗15 30 April ‗15 30 April ‗15
7 7 14 14 14
Ukuran (cm) D L 15,10 30,03 14,96 29,94 15,09 29,88 15,07 30,02 14,85 30,01
Berat (kg)
Beban (kg)
12.300 12.200 12.320 12.180 12.110
19.500 18.000 17.000 18.000 20.000
Hasil Nilai Uji Slump (MPa) (cm) 2,74 14,5 2,56 14,5 2,4 14,5 2,53 14,5 2,86 14,5
**Hasil uji kuat tarik beton dihitung dengan rumus fct =
Mengetahui, Dosen Pembimbing
Drs. Imam Muchoyar, M.Pd. Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
DOKUMENTASI PRAKTIKUM
Pasir Uji
Bejana
Kerikil Uji Neraca Duduk
oven Kadar organik Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Bendrat Untuk Beton Serat
Jangka Sorong
Mesin Uji Tekan
Baja Tulangan Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Belerang Untuk Piping Baja Tulangan Setelah Diuji Tarik
Proses Pengujian Beton
Komputer UTM
Kerucut Terpancung Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Proses Pemasakan belerang
Proses capping
Beton hasil capping
Posisi dan proses beton di uji tekan
Jarum monitor penunjuk desak maks
Kerusakan beton akibat uji tarik
Beton akan Diuji tekan dan tarik
Hasil kerusakan beton akibat diuji tekan
Cara pengujian beton Serat
Cara uji nilai Slump
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C
Daftar Pustaka Samekto, Wuryati, dkk. - . Teknologi Beton. Yogyakarta. Kardiyono Tjokrodimuljo. 1996. Teknologi Beton. Yogyakarta : Nafiri Anonim. 2002. SNI-03-2847-2002 : Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional Anonim. 1993. SNI-03-2834-1993 : Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton. Badan Standarisasi Nasional PUBI-1982 Pasal 74 BAJA TULANGAN BETON
SNI 07-2529-1991 tentang metode pengujian kuat tarik baja beton
Laporan Paraktium Bahan Bangunan II_2015
Kelompok 1_kelas 2C