PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya
pada mola hidatidosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain.
Untuk menegakkan diagnosis pre-eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus
30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai
140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat
dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau
menjadi 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat.
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam
pada keadaan istirahat.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam
jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan
serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan
sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti
untuk penentuan diagnosis pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap
minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1
kg seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap
timbulnya pre-eklampsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang
melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan 1 atau 2 + atau 1 g/liter atau lebih dalam air kencing yang
dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria taimbul lebih lambat
daripada hipertensi dan kenaikan berat badan; karena itu harus dianggap
sebagai tanda yang cukup serius.
Pre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan
berat bila satu atau lebih tanda/gejala di bawah ini ditemukan :
1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110
mmHg atau lebih;
2) Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada
pemeriksaan kualitatif;
3) Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam;
4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah
epigastrium;
5) Edema paru-paru atau sianosis.
Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai sekarang
belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-
musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban
yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-jal
berikut: (1) sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan
ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa; (2) sebab berambahnya frekuensi
dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan
penderita dengan kematian janin dalam uterus; (4) sebab jarangnya terjadi
eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbulnya
hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab pre-eklampsia
ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan terori ini tidak dapat
diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini. Rupanya tidak
hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklampsia
dan eklampsia. Di antara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar
ditemukan mana yang sebab dan mana yang akibat.
Patologi
Pre-eklampsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh
karena itu, sebagian besar pemeriksaan anatomi-patologik berasal dari
penderita eklampsia yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini
dengan biopsi hati dan ginjal ternyata banyak berbeda daripada yang
ditemukan pada eklampsia. Perlu dikemukakan di sini bahwa tidak ada
perubahan histopatologik yang khas pada pre-eklampsia dan eklampsia.
Perdarahan, infark, nekrosis, dan trombosis pembuluh darah kecil pada
penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut
mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola. Penimbunan fibrin
dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam patogenesis
kelainan-kelainan tersebut.
Perubahan anatomi-patologik
Plasenta. Pada pre-eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis
desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan
plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya
sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi karena fibrosis,
dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik, dipercepat prosesnya pada
pre-eklampsia dan hipertensi. Pada pre-eklampsia yang jelas ialah atrofi
sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan
pada pembuluh darah dan stroma. Arteria spiralis mengalami konstriksi dan
penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing anteriopathy.
Ginjal. Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai
ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan-perdarahan kecil.
Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968)
menunjukkan pada pre-eklampsia bahwa kelainan berupa: 1) kelainan
glomerulus; 2) hiperplasia sel-sel jukstaglomeruler; 3) kelainan pada
tubulus-tubulus Henle; 4) spasmus pembuluh darah ke glomerulus.
Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan
sebagai berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah; b) tampak dengan
mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-
olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron
disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler
membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein
berupa serabut ditemukan dalam kapsel Bowman.
Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan
pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi.
Epitel tubulus-tubulus Henle berdeskuamasi hebat; tampak jelas fragmen
inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata
sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi.
Perubahan-perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria
dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air. Sesudah
persalinan berakhir, sebagian besara perubahan yang digambarkan menghilang,
hanya kadang-kadang ditemukan sisa-sisa penambahan matriks mesangial.
Hati. Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak
tempat-tempat perdarahan yang tidak teratur.
Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis
pada tepi lobulus, disertai trombosis pada pembuluh darah kecil, terutama
di sekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun
perubahan tersebut dapat ditemukan di tempat-tempat lain. Dalam pada itu,
rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas
perubahan pada hati.
Otak. Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia
pada korteks serebri; pada keadaan lanjut dapat ditemukan perdarahan.
Retina. Kelainan yanag sering ditemukan pada retina ialah spasmus pada
arteriola-arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Vena tampak
lekuk pada persimpangan dengan arteriola. Dapat terlihat edema pada diskus
optikus dan retina.
Ablasio retina juga dapat terjadi, tetapi komplikasi ini prognosisnya
baik, karena retina akan melekat lagi beberapa minggu postpartum.
Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre-eklampsia; biasanya
kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi menahun.
Paru-paru. Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan
karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan
abses paru-paru.
Jantung. Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklampsia
jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering
ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan
perdarahan. Sheehan (1958) menggambarkan perdarahan subendokardial di
sebelah kiri septum interventrikulare pada kira-kira dua pertiga penderita
eklampsia yang meninggal dalam 2 hari pertama setelah timbulnya penyakit.
Kelenjar adrenal. Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa
perdarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.
Perubahan fisiologi patologik
Perubahan pokok yang didapatkan pre-eklampsia adalah spasmus pembuluh darah
disertai dengan retensi garam dan air. Dengan biopsi ginjal, Altchek dkk.
(1968) menemukan spasmus yang hebat pada aarteriola glomerulus. Pada
beberapa lumen arteriola demikian kecilnya, sehingga hanya dpat dilalui
oleh satu sel tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah yang
meningkat tampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikantahaan perifer, agar
oksigenisasi jaringan dapat dicukupi. Kenaikan berat badan dan edema yang
disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum
diketahui sebabnya. Telah diketahui bahwa pada pre-eklampsia dijumpai kadar
aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada
kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan
mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh
darah terhadap protein meningkat.
Perubahan pada plasenta dan uterus. Menurunnya aliran darah ke
plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak
lama pertumbuhan janin terganaggu; pada hipertensi yang lebih pendek bisa
terjadi gawat-janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenisasi.
Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering
didapatkan pada pre-eklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus
prematurus.
Perubahan pada ginjal. Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran
darah ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus
mengurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan
proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi garam dan air. Mekanisme
retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka akibat
perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomelurus dan tingkat
penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal penyerapan ini
meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi
glomelurus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium
melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan dengan
demikian juga retensi air. Perenan kelenjar adrenal dalam retensi garama
dan air belum diketahui benar.
Fungsi ginjal pada pre-eklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat
dari clearance asam urik. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal, sehingga menyebabkan diuresis turun; pada keadaan lanjut dapat
terjadi oliguria atau anuria.
Perubahan pada retina. Pada pre-eklampsia tampak edema retina, spasmus
setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri; jarang terlihat
perdarahan atau eksudat.
Retinopatia arteriosklerotika menunjukkan penyakit vaskuler yang
menahun. Keadaan tersebut tak tampak pada pre-eklampsia, kecuali bila
terjadi atas dasar hipertensi menahun atau penyakit ginjal.
Spasmus arteri retina yanag nyata menunjukkan adanya pre-eklampsia
berat; sekonyong-konyong. Pelepasan retina disebabkan oleh edema
intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera.
Biasnaya setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari
sampai 2 bulan. Gangguan penglihatan secara tetap jarang ditemukan.
Skotoma, diplopia, dan ambiliopia pada penderita pre-eklampsia
merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini
disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks
serebri atau dalam retina.
Perubahan pada paru-paru. Edema paru-paru merupakan sebab utama
kematian penderita pre-eklampsia dan eklampsia. Komplikasi ini biasanya
disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.
Perubahan pada otak. McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah
dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi pada
eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen
pada pre-eklampsia tetap dalam batas normal. Pemakaian oksigen oleh otak
hanya menurun pada eklampsia.
Metabaolisme dan elektrolit. Hemokonsentrasi yang menyertai pre-
eklampsia dan eklampsia tidak diketahui sebabnya. Terjadi di sini
pergeseran cairan dan ruanag intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian
ini, yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan
sering bertambahnya edema, menyebabkan volume darah mengurang, viskositet
darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran
darah ke jaringan diberbagai bagian tubuh mengurang, dengan akibat
hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga
turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan
penyakit dan tentang berhasilnya pengobatan.
Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita pre-
eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi
menahun. Penderita pre-eklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna
air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus
menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolit, kristaloid, dan protein dalam serum tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada pre-eklampsia. Konsentrasi kalium, natrium,
kalsium dan klorida dalam serum biasanya dalam batas-batas normal.Gula
darah, bikarbonas, dan pH pun normal.
Pada eklampsia, kejang-kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik
untuk sementara; asidum laktikum dan asam organik lain naki, dan bikarbonas
natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejangan, zat
organik dioksidasi, sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan
asam karbonik menjadi bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan
alkali dapat pulih kembali.
Oleh beberapa penulis kadar asam urat dalam darah dipakai sebagai
parameter untuk menentukan proses pre-eklampsia menjadi baik atau tidak.
Pada keadaan normal asam urat melewati glomerulus dengan sempurna untuk
diserap kembali dengan sempurna oleh tubulus kontorti proksimalis dan
akhirnya dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis. Tampaknya perubahana
pada glomerulus menyebabkan filtrasi asam urat mengurang, sehingga kadarnya
dalam darah meningkat. Akan tetapi, kadar asam urat yang tinggi tidak
selalu ditemukan. Selanjutnya, pemakaian diuretika golongan tiazid
menyebabkan kadar asam urat meningkat.
Kadar kreatinin dan ureum pada pre-eklampsia tidak meningkat, kecuali
bila terjadi oliguria atau anuria. Protein serum total, perbandingan
albaumin globulin dan tekanan osmotik plasma menurun pada pre-eklampsia,
kecuali pada penyakit yang berat dengan hemokonsentrasi.
Pada kehamilan cukup-bulan kadara fibrinogen meningkat dengan nyata.
Kadar tersebut meningkat lagi pada pre-eklampsia. Waktu pembekuan lebih
pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.
PRE-EKLAMPSIA
Frekuensi
Frekuensi pre-eklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial-ekonomi,
perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam
kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%.
Pada primigravida frekuensi pre-eklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primagravaida muda. Diabetes
mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih
dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
pre-eklampsia.
Gambaran klinik
Biasanya tanda-tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan: pertambahan berat
badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria.
Pada pre-eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada pre-
eklampsia kabur, didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia. Gejala-gejala ini sering nyeri di daerah epigastrium, mual atau
muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre-eklampsia yang
meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah
pun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan proteinuria
bertambah banyak..
Tabel 24-1. Gejala dan tanda pre-eklampsia berat
1. Tekanan darah Sistolik > 160 mmHg
2. Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
3. Peningkatan kadar enzim hati atau/dan iketus
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Oliguria < 400 ml/24 jam
6. Proteinuria > 3 g/liter
7. Nyeri epigastrium
8. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
9. Perdarahan retina
10. Edema pulmonum
11. Koma
Diagnosis
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadi pre-eklampsia
sukar dicegah, namun pre-eklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat
dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan
secara sempurna.
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya 2 darai
trias tanda utama: hipertensi, edema, dan proteinuria. Hal ini memang
berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita
karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan sendiri.
Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan, apa lagi oleh karena cepat
tidaknya penyakit meningkat tidak dapat diramalkan; dan bila eklampsia
terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin jauh lebih buruk. Tiap kasus
pre-eklampsia oleh sebab itu harus ditangani dengan sungguh-sungguh.
Diagnosis diferensial antara pre-eklampsia dengan hipertensi menahun
atau penyakit ginjal tidak jaranga menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi
menahun adanya tekanan darah yanag meninggi sebelum hamil, pada kehamilan
muda, atau 6 bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis.
Pemeriksaan funduskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang
ditemukan pada pre-eklampsia; kelainan tersebut biasanya menunjukkan
hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya
proteinuria banyak menolong; proteinuria pada pre-eklampsia jarang timbul
sebelum triwulan ke-3, sedang pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu.
Test fungsi ginjal juga banyak berguna; pada umumnya fungsi ginjal normal
pada pre-eklampsia ringan.
Tabel 24-2. Uji diagnostik pre-eklampsia
1. Uji diagnostik dasar
1.1. Pengukuran tekanan darah
1.2. Analisis protein dalam urin
1.3. Pemeriksaan edema
1.4. Pengukuran atinggi fundus uteri
1.5. Pemeriksaan funduskopik
2. Uji laboratorium dasar
2.1. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
2.2. Pemeriksaan fungsi hati ( bilirubin, protein serum, aspartat
aminotransferase, dan sebagainya)
2.3. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
3. Uji untuk meramalkan hipertensi
3.1. Roll-over test
3.2. Pemberian infus angiotensin II
Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-
tanda dini pre-eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan
semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya pre-eklampsia dengan
adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas.
Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun
frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerapan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil.
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun
pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk
dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam
dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini pre-eklampsia dan segera merawat penderita tanpa
memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan
yanga penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.
Penanganan
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-
eklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya, belum
diketahui. Tujuan utama penanganan ialah (1) mencegah terjadinya pre-
eklampsia berat dan eklampsia; (2) melahirkan janin hidup; (3) melahirkan
janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan madik
dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan
bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan
tetapi sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus. Setelah persalinan
berakhir, jarang terjadi eklampsia, dan janin yang sudah cukup matur lebih
baik hidup di luar kandungan daripada dalam uterus. Waktu optimal tersebut
tidak selalu dapat dicapai pada penanganan pre-eklampsia, terutama bila
janin masih sangat prematur. Dalam hal ini diusahakan dengan tindakan medis
untuk dapat menunggu selama mungkin, agar janin lebih matur.
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita pre-eklampsia di rumah
sakit ialah: (1) tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau
tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih; (2) proteinuria 1 + atau lebih;
(3) kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang;
(4) penambahan edema berlebihan secara tiba-tiba. Perlu diperhatikan bahwa
apabila hanya 1 tanda ditemukan, perawatan belum seberapa mendesak, akan
tetapi pengawasan ditingkatkan, dan kepada yang bersangkutan dianjurkan
untuk segara datang jika ada keluhan. Sementara itu, ia dinasehatkan untuk
banyak beristirahat dan mengurangi pemakaian garam dalam makanan.
Tabel 24-3. Penilaian kondisi janin pada pre-eklampsia
1. Penilaian pertumbuhan janin
1.1. Pemanatauan pertumbuhan tinggi fundus uteri
1.2. Pemeriksaan ultrasonografi
2. Penilaian ancaman gawat janin
2.1. Pemantauan gerakan janin
2.2. Non-stress tests dan contraction stress tests.
2.3. Profil biofisik janin :
- reaksi denyut jantung janin terhadap gerakan janin;
- volume cairan ketuban;
- gerakan janin;
- tonus janin.
2.4. Pemeriksaan surfaktan dalam cairan ketuban
2.5. Pemeriksaan perfusi plasenta (uterine blood flow)
Pada penderita yang dirawat di rumah sakit dilakukan pemeriksaan dan
penilaian sebagai berikut: (1) anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan
obstetrik, dan pemeriksaan laboratorium rutin; (2) tekanan darah, air
kencing, berat badan diperiksa tiap hari, dan edema dicari, terutama pada
daerah sakral; (3) balans cairan ditentukan tiap hari; (4) funduskopi
dilakukan pada waktu penderita masuk rumah sakit dan kemudian tiap 3 hari;
(5) keadaan janin diperiksa tiap hari dan besarnya dinilai. Dapat ditemukan
janin tidak bertumbuh secara semestinya; penaksiran maturitas janin dalam
hal ini perlu dilakukan dengan cara lain; (6) penentuan hematokrit
dilakukan berulanag-ulanag; (7) penderita diingatkan untuk segera
memberitahukan apabila sakit kepala, merasa mual, merasa nyeri di daerah
epigastrium, atau menderita gangguan dalam penglihatan.
Pengobatan pre-eklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena
tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia
dengan bayi yang masih prematur penundaan pengakhiran kehamilan mungkin
dapat menyebabkan eklampsia atau kematian janin. Pada janin dengan berat
badan rendahpun kemungkinan hidup pada pre-eklampsia berat lebih baik di
luar daripada di dalam uterus. Cara pengakhiran dapat dilakukan dengan
induksi persalinan atau seksio sesarea menurut keadaan. Pada umumnya
indikasi untuk pengakhiran kehamilan ialah (1) pre-eklampsia ringan dengan
kehamilan lebih dari cukup-bulan; (2) pre-eklampsia dengan hipertensi
dan/atau proteinuria menetap selama 10-14 hari, dan janin sudah cukup
matur; (3) pre-eklampsia berat; (4) eklampsia.
Penanganan pre-eklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk
penanganan pre-eklampsia. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh
menyebabkan pengaliran darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal
juga lebih banyak, tekanan vena pada ekstrimitas bawah turun dan resorbsi
cairan dari daerah tersebut bertambah. Selain itu, juga mengurangi
kebutuhan volume darah yang beredar. Oleh sebab itu, dengan istirahat
biasanya tekanan darah taurun dan edema berkurang. Pemberian fenobarbital 3
x 30 mg sehari akan menengkan penderita dan dapat juga menurunkan tekanan
darah.
Apakah restriksi garam berpengaruh nyata terhadap pre-eklampsia, masih
belum ada persesuaian faham. Ada yang menyatakan bahwa jumlah garam pada
makanan sehari-hari tidak berpengaruh banyak terhadap keadaan pre-
eklampsia, penulis lain sebaliknya menganjurkan garam dalam diet penderita.
Pada umumnya pemberian diuretika dan antihipertensiva pada pre-
eklampsia ringan tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak
menghentikan proses penyakit dan juga tidak memperbaiki prognosis janin.
Selain itu, pemakaian obat-obat tersebut dapat menutupi tanda dan gejala
pre-eklampsia berat.
Biasanya dengan tindakan yang sederhana ini tekanan darah turun, berat
badan dan edema turun, proteinuria tidak timbul atau mengurang. Setelah
keadaan menjadi normal kembali, penderita dibolehkan pulang, akan tetapi
harus diperiksa lebih sering daripada biasa. Karena biasanya hamil sudah
tua, persalinan tidak lama lagi berlangsung. Bila hipertensi menetap
biarpun tidak tinggi, penderita tetap tinggi di rumah sakit. Dlam hal ini
perlu diamati keadaan janin dengan pemeriksaan kadara estriol dalam air
kencing berulangkali, pemeriksaan ultrasonik, amnioskopi, dan lain-lain.
Perlu diperhatikan bahwa induksi pesalinan yang dilakukan terlalu dini aan
merugikan karena bahaya prematuritas, tetapi sebaliknya induksi yang
terlambat dengan adanya insufisiensi plasenta akan menyebabkan kematian
intrauterin janin. Bila keadaan janin mengizinkan, ditunggu dengan
melakukan induksi persalinan, sampai kehamilan cukup-bulan atau lebih dari
37 minggu.
Beberapa kasus pre-eklampsia ringan tidak membaik dengan penanganan
konservatif. Tekanan darah meningkat, retensi cairan dan proteinuria
bertambah, walaupun penderita istirahat dengan pengobatan medik. Dalam hal
ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.
Penanganan pre-eklampsia berat
Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala pre-eklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya
akut dapat diatasi, dapat difikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan
kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah seterusnya bahaya eklampsia.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat
diberikan: (1) larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gram)
disuntikkan intramuskulur bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan,
dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jama menurut keadaan. Tambahan sulfas
magnesikus hanya diberikan bila diuresus baik, refleks patella positif, dan
kecepatan pernapasan lebih dari 16 per menit. Obat tersebut, selain
menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis; (2)
klorpromazin 50 mg intramuskulus; (3) diazepam 20 mg intramuskulus.
Tabel24-4. Obat antihipertensi yang dapat digunakan pada pre-eklampsia
Jenis obat
Dosis
1. Penghambat adrenergik (adrenolitik)
1.1. Adrenolitik sentral
- Metildopa
- Klonidin
1.2. Beta-bloker
- Pindolol
1.3. Alfa-bloker
- Prazosin
1.4. Alfa dan beta-bloker
- Labetalol
2. Vasodilator
- Hidralazin
3. Antagonis kalsium
- Nifedipin
3 x 125 mg/hari sampai 3 x 500 mg/hari
3 x 0,1 mg/hari atau
0,30 mg/500 ml glukosa 5%/6 jam
1 x 5 mg/hari sampai 3 x 10 mg/hari
3 x 1 mg/hari sampai 3 x 5 mg/hari
3 x 100 mg/hari
4 x 25 mg/hari atau parenteral 2,5 mg-5 mg
3 x 10 mg/hari
Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklampsia berat diperlukan karena
dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri
menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita diberi
glukosa 20% secara intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.
Kadang-kadang keadaan penderita dengan pengobatan tersebut di atas
menjadi lebih baik. Akan tetapi, umumnya pada pre-eklampsia berat sesudah
bahaya akut berakhir sebaiknya dipertimbangkan untuk menghentikan kehamilan
oleh karena dalam keadaan demikian harapan bahwa janin hidup terus tidak
benar, dan adanya janin dalam uterus menghambat sembuhnya penderita dari
penyakitnya. Pengakhiran kehamilan dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang disebut dalam bab eklampsia.
Penanggulangan pre-eklampsia dalam persalinan
Rangsang untuk menimbulkan kejangan dapat berasal dari luar atau dari
penderita sendiri, dan his persalinan merupakan rangsang yang kuat. Maka
dari itu, pre-eklampsia berat lebih mudah menjadi eklampsia pada waktu
persalinan.
Tidak boleh dilupakan bahwa kadang-kadang hipertensi timbul untuk
pertama kali dalam persalinan dan dapat menjadi eklampsia, walaupun pada
pemeriksaan antenatal tidak ditemukan tanda-tanda pre-eklampsia. Dengan
demikian, pada persalinan normal pun tekanan darah perlu diperiksa berulang-
ulang dan air kencing perlu diperiksa terhadap protein.
Untuk penderita pre-eklampsia diperlukan analgetika dan sedativa lebih
banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi,
bahaya perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat
telah dipenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau ekstraktor
vakum dengan memberikan narkosis umum untuk menghindarkan rangsangan pada
susunan saraf pusat. Anestesia lokal dapat diberikan bila tekanan darah
tidak terlalu tinggi dan penderita masih sommolen karena pengaruh obat.
Ergometrium menyebabkan konstriksi pembuluh darah dan dapat
meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu, pemberian ergometrin secara
rutin pada kala III tidak dianjurkan, kecuali jika ada perdarahan
postpartum karena aatonia uteri. Pemberian obat penenang diteruskan sampai
48 jam postpartum, karena ada kemungkinan setelah persalinan berakhir,
tekanan darah naik dan eklampsia timbul. Selanjutnya obat tersebut
dikurangi secara bertahap dalam 3 – 4 hari.
Telah diketahui bahwa pada pre-eklampsia janin diancam bahaya
hipoksia, dan pada persalinan bahaya ini makin besar. Pada gawat-janin,
dalam kala I, dilakukan segera seksio-sesarea; pada kala II dilakukan
ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum. Postpartum bayi sering
menunjukkan tanda asfiksia neonatorum karena hipoksia intrauterin, pengaruh
obat penenang, atau narkosis umum, sehingga diperlukan resusitasi dari itu,
semua peralatan untuk keperluan tersebut perlu disediakan.
EKLAMPSIA
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar".
Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul
dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita
ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam
nifas degan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia
timbul serangan kejangan yang diikuti oleh koma. Tergantung dari saat
timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia graavidarum, eklampsia
parturientum, dan eklampsia puerperale. Perlu dikemukakan bahwa pada
eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama kemudian.
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre-
eklampsia, tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur,
sebagai usaha untuk mencegah timbulnya penyakit itu.
Frekuensi
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain.
Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan
antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan
penanganan pre-eklampsia yang sempurna.
Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar
antara 0,3% - 0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih
kecil, yaiatu 0,05% - 0,1%.
Gejala dan tanda
Pada umumnya kejangan didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila
keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan;
terutama pada persalinan bahaya ini besar. Konvulsi eklampsia dibagi dalam
4 tingkat, yaitu :
1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik.
Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Kemudian timbul tingkat kejangan tonik yang berlangsung kurang
lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya
kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam.
Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik yang
berlangsung antara 1 – 2 menit. Spasmus tonik menghilan. Semua otot
berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan
menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke
luar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis.
Penderita menjadi tak sadar. Kejangan klonik ini dapat demikian hebatnya,
sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya,
kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.
4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak
selalu sama secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan
tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang
berulang, sehingga ia tetap dalam koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat
sampai 40 derajat Celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-
komplikasi seperti (1) lidah tergigit; perlukaan dan fraktura; (2) gangguan
pernapasan; (3) solusio plasenta; dan (4) perdarahan otak.
Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya
tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti
telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun
demikian, eklampsia harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis
diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil-muda dan tanda pre-
eklampsia tidak ada; (2) kejangan karena obat anestesia; apabila obat
anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejangan; (3) koma
karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis,
ensefalitis, dan lain-lain.
Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia dan eklampsia.
Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklampsia
berat dan eklampsia.
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang
menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-
eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978)
menemukan 23% bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum
diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau
destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan
pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkanikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang
terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya
apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari
69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-
eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga
khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati,
terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP. Yaitu baemolysis, elevated liver enzymes, dan low
platelet.
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai
gagal ginjal.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh
akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated
intravascular coogulation).
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin.
Prognosis
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui
kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih
tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di
negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara
yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal
dan nata; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat
pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan
otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, payah-ginjal, dan
masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan.
Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan
prematuritas.
Berlawanan dengan yang sering diduga, pre-eklampsia dan eklampsia tidak
menyebabkan hipertensi menahun. Oleh penulis-penulis tersebut ditemukan
bahwa pada penderita yang mengalami eklampsia pada kehamilan pertama,
frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian atau lebih tinggi daripada mereka
yang hamil tanpa eklampsia.
Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya
dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan
agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil-muda;
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan
mengobatinya segara apabila ditemukan;
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-eklampsia tidak juga dapat
dihilangkan.
Penanggulangan
Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada
pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk
menghindarkan timbulnya kejangan; penderita dalam hal I ni dapat diberi
diazepam 20 mg 1M. selain itu, penderita harus disertai seorang tenaga yang
trampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila
terjadi serangan kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan
mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Dalam pada itu,
pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan
jalan pernapasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen,
dan menjaga agara penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan
sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala
lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya :
1. Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejangan dengan
segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung
bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat
diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya
kemungkinan untuk intubasi dan resusitasi. Dosis inisial dapat diberikan
sebanyak 0,2 - 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.
2. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada
hubungan neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf.
Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan
diuresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang
diberikan ialah 8 g dalam larutan 40% secara intramuskulus; selanjutnya
tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella masih positif,
pernapasan 16 atau lebih per menit, diuresis harus melebihi 600 ml per
hari; selain intrarnuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara
intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% Mg S04 dalam
larutan 10 ml intravena secara pelahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu
disediakan kalsium glukonas 1 g dalam 10 rnl sebagai antidotum.
3. Lyric cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100
mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan
secara infus intravena. jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan
tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam
waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran
dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
Di sini ditekankan bahwa pemberian obat-obat tersebut disertai dengan
pengawasan yang teliti dan terus-menerus. Jumlah dan waktu pemberian obat
disesuaikan dengan keadaan penderita pada tiap-tiap jam demi keselamatannya
dan sedapat-dapatnya juga demi keselamatan janin dalam kandungan.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia
harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan,
seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.
Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi,
pernapasan dicatat tiap 30 menit pada suatu kertas grafik; suhu dicatat
tiap jam secara rektal. Bila penderita belum melahirkan, dilakukan
pemeriksaan obstetrik untuk mengetahui saat permulaan atau kemajuan
persalinan. Untuk melancarkan pengeluaran sekret dari jalan pernapasan pada
penderita dalam koma penderita dibaringkan dalam letak Trendelenburg dan
selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam untuk menghindarkan
dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan pernapasan,
dan oksigen diberikan pada sianosis. Dauer catketer dipasang untuk
mengetahui diuresis dan untuk menentukan protein dalam air kencing secara
kuantitatif. Balans cairan harus diperhatikan dengan cermat. Pemberian
cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air yans hilang melalui kulit
dan paru-paru; pada umumnya dalam 24 jam diberikan 2000 nil. Balans cairan
dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam
Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolismus jaringan
dan asidosis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori
dilakukan dengan infus dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam amino,
seperti Aminofusin. Cairan Yang terakhir ini, selain mengandung kalori
cukup, juga berisi asam amino yang diperlukan.
Tindakan obstetrik
Setelah kejangan dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka
direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan
cara yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan seksio
sesarea atau dengan induksi persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung
dari banyak faktor, seperti keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas,
adanya ahli anestesia, dan sebagainya.
Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat
dilaksanakan cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu
diadakan induksi dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita
bebas dari serangan kejangan selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan.
Tetapi, apabila serviks masih lancip dan tertutup terutama pada
primagravida, kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan disproporsi
sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk
mempercepat partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan
ekstraksi vakum atau cunam.
Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung
dari keadaan umum penderita dan macam obat sedativa yang telah dipakai.
Keputusan tentang hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia.
Anestesia lokal dapat dipakai bila sedasi sudah berat. Anestesia spinal
dapat menyebabkan hipotensi yang berbahaya pada eklampsia; jadi sebaiknya
jangan dipergunakan.
Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan
terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat
menyebabkan syok, Maka dari itu, semua tindakan obstetrik harus dilakukan
seringan mungkin, dan selalu disediakan darah. Ergomettin atau metergin
boleh diberikan pada perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia
uteri, tetapi jangan diberikan secara rutin tanpa indikasi.
Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk
48 jam Bila tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat
dikurangi setelah 24 jam postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan.
Biasanya diuresis bertambah 24 - 48 jam setelah kelahiran dan edema serta
proteinuria berkurang.
" "
Diposkan oleh suheimi ksuheimi di 9:12