PRESENTASI KASUS
DIABETES MELITUS TIPE 1
Disusun oleh : Abirianty P Araminta
0706260055
Antari Harmani
0706258712
Dimas Priantono
0706259002
Toto Suryo Efar
0706259942
Pembimbing : dr. Eka Nurfitri, SpA
MODUL ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA R EMAJA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA RS FATMAWATI JAKARTA 2011
BAB I ILUSTRASI KASUS I.1 IDENTITAS
Pasien Nama
: An. PS
Usia
: 14 tahun 3 bulan
TTL
: Jakarta, 2 Oktober 1997
Jenis Kelamin : Perempuan Agama
: Islam
Alamat
– Jakarta : Pesanggrahan Pesanggrahan – Jakarta Selatan
No. RM
: 01117724
Masuk RS
: 14 Januari 2012
Pembiayaan
: Umum
Orang Tua/Wali Nama
: Tn. HY
Usia
: 49 tahun
Alamat
– Jakarta : Pesanggrahan Pesanggrahan – Jakarta Selatan
Pekerjaan
: Wiraswasta
Hubungan
: Ayah
I.2 ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan secara auto dan allo-anamnesis dengan ayah dan ibu pasien di High Care Unit pada tanggal 17 Januari 2012) 1.2.1
Keluhan Utama
Lemas yang semakin memberat sejak 1 minggu SMRS. 1.2.2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan lemas yang berulang dan semakin berat sejak 1 minggu SMRS. Lemas dirasakan di seluruh tubuh, tidak ada kelemahan sesisi atau anggota gerak, dan masih dapat beraktivitas ringan. Makan pasien
sebelumnya teratur, suka mengemil, namun sejak 1 minggu terakhir tidak nafsu makan karena mulutnya terasa pahit. Pasien mengeluh nyeri perut di ulu hati, mual, muntah berisi cairan bening sebanyak 2 kali. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam 1 bulan. Pasien mengeluh banyak minum, banyak BAK dan terbangun untuk BAK di malam hari. BAB normal, tidak diare. Penglihatan kabur dan kesemutan disangkal. 3 hari SMRS pasien sempat demam namun tidak terlalu tinggi. Keluhan batuk, sesak nafas, nyeri menelan disangkal. Pasien merasa semakin lemas dan tidak nafsu makan. Pasien sempat dibawa ke RS, dilakukan tes Widal namun hasil positif dan pasien dipulangkan. 18 jam SMRS pasien pasien dibawa kembali ke RS karena keluhan lemas dan demam tidak membaik. Pasien sempat diinfus kemudian dipulangkan kembali. Pasien kemudian dijenguk oleh teman-temannya dan diberikan susu coklat 1 botol yang dihabiskan oleh pasien. 6 jam SMRS pasien merasa sangat tidak enak badan sehingga dibawa oleh orang tuanya ke RS Prikasih. Di RS Prikasih pasien diperiksa glukosa darah dan hasilnya sangat tinggi. Karena keterbatasan fasilitas pasien kemudian dirujuk ke RS Fatmawati. 1.2.3
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah dirawat di RS sebelumnya. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-), dinyatakan diabetes (-), asma (-), alergi (-). Riwayat sakit tenggorokan dengan demam tinggi disangkal. 1.2.4
Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes melitus (-), hipertensi (+) kakek pasien, penyakit tiroid (-), riwayat sakit jantung (-), sakit paru (-), asma (-), (-) , alergi obat/makanan (-). 1.2.5
Riwayat Lainnya
Riwayat Sosial Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Saat ini pasien tinggal bersama orang tua dan saudara kandungnya. Pasien memiliki cukup banyak teman dekat maupun teman bermain.
Riwayat Kehamilan/Kelahiran Selama hamil, ibu pasien rutin kontrol ke bidan tiap bulan. Riwayat demam atau mengidap penyakit tertentu serta konsumsi jamu/obat-obatan disangkal. Keluhan selama kehamilan juga disangkal. Pasien lahir spontan, cukup bulan, dibantu oleh bidan. Berat badan lahir 2000 gram, panjang lahir 48 cm, langsung menangis. Riwayat biru atau kuning saat lahir disangkal. Riwayat Tumbuh Kembang Saat ini pasien duduk di kelas III SMP. Prestasi belajar cukup baik, tidak pernah ada riwayat tinggal kelas. Status pube3x sertas A 2M3P2. Payudara mulai tumbuh umur 10 tahun, menarche pertama kali dan pertumbuhan rambut pubis pertama dimulai saat usia 11 tahun. Riwayat Nutrisi Pasien sehari-hari makan 3x sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk sesuai menu keluarga disertai cemilan ringan, berupa biskuit dan kue-kue kecil. Sebelum masuk rumah sakit, napsu makan pasien menurun dan makan hanya sedikit. Riwayat Imunisasi Kesan imunisasi dasar lengkap sesuai usia (hepatitis B, polio, BCG, DPT, campak)
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
(Pemeriksaan fisik dilakukan di High Care Unit tanggal 17 Januari 2012) Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 116x/menit, reguler, isi cukup, ekual di keempat ekstremitas
Frekuensi nafas
: 28x/menit, reguler, kedalaman cukup, tipe abdominal, cuping hidung (-), penggunaan otot bantu napas (-)
Suhu
: 36,7ºC aksila
Berat badan
: 40 kg
Tinggi badan
: 156 cm
Kepala
: normosefal, deformitas (-)
Rambut
: hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut
Mata
: pupil bulat, isokor, RCL (+/+), RTCL (+/+) konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT
: tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), sekret dari telinga (-), nyeri tekan sinus (-), septum deviasi (-)
Mulut
: oral hygiene baik, mukosa basah
Leher
: kaku kuduk (-), tiroid dan KGB tidak teraba pembesaran
Paru
: I : ekspansi dada simetris statis-dinamis, retraksi dinding dada (-), retraksi epigastrium (-), retraksi suprasternal (-), penggunaan penggunaan otot bantu napas (-), (- ), venektasi (-) P : ekspansi dada simetris, fremitus fr emitus kanan-kiri sama P : sonor/sonor A: vesikular vesikular +/+, ronkhi (-/-), (-/- ), wheezing (-/-)
Jantung
: I : iktus kordis tidak terlihat P : iktus kordis teraba di sela iga 5 linea midklavikula kiri P: batas kanan jantung jantung di linea sternalis kanan batas kiri jantung di 1 jari media linea midklavikula kiri pinggang jantung di sela iga 2 linea parasternalis kiri A: bunyi bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
: I : datar, lemas, distensi (-), venektasi (-) P : supel, hati dan limpa tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor baik, massa (-) P : timpani A: bising usus (+) normal 6x/menit
Genitalia
: rambut pubis tumbuh tipis
Anus
: eritema natum (-)
Ekstremitas
: akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), parut BCG (+)
Status neurologi Motorik
: 5555 5555 5555 5555
Spasme (-), klonus (-), refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
Status gizi
: Berat badan = 40 kg
Tinggi badan = 156 cm
Kesan klinis gizi cukup IMT = 16,43 kg/m
2
BB/U = percentile 10 normal TB/U = percentile 25
normal
BB/TB = 40/45 x 100% = 88,89%
gizi kurang
Pemeriksaan fisik di IGD (14 Januari 2012) Keadaan umum
: tampak sakit berat
Kesadaran
: delirium
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Frekuensi nadi
: 100x/menit
Frekuensi nafas
: 30 x/menit
Suhu
: tidak diketahui
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG I.4.1 Pemeriksaan Laboratorium 15/01 (01.30) Hematologi Hb Ht Eritrosit Leukosit Trombosit LED MCV MCH MCHC Kimia Klinik SGOT SGPT Ureum Kreatinin GDS Na K Cl Keton Gas Darah pH PCO2 PO2
15/01 (05.00)
15/01 (14.00)
15/01 (19.00)
16/01
16/01 (20.00)
12,2 37 4,35 24.800 276.000
17/01 (07.30) 11,4 32 3,97 20.600 166.000 43 80,4 28,6 35,6
94,4 27,9 29,6 16 14 150 3,3 1.228 141 5,4 90 4,40
1.414
7,139 14 37,6
7,106 6,3 190,3
711 159 4,61 112
829 165 5,48 109
7,419 24,5 115,4
7,509 18,7 186,6
160 2,35 125
7,463 19,6 178,3
7,538 24,7 140,8
154 3,82 110
g/dL % Juta/µL /µL /µL mm fl pg g/dL U/L U/L mg/dL mg/dL mg/dL mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L
mmHg mmHg
HCO3 SaO2 BE TCO2 Urinalisa Urobilinogen Protein BJ Bilirubin Keton Nitrit pH Leukosit Hb Glukosa Warna Kejernihan
4,6 57,4 -21,9 5,1
1,9 98,9 -24,8 2,1
15,5 98,4 -6,9 16,3
0,2 Trace < 1,005 Negatif 2+ Negatif 5,0 Negatif 3+ 3+ Kuning Jernih
Epitel Leukosit Eritrosit Silinder Kristal
1+ 3-4 >50 Negatif
0,2 1+ < 1,005 Negatif 2+ Negatif 5,5 Trace 3+ 3+ Kuning Sl Cloudy 1+ 3-5 50 Negatif
Negatif
Negatif
Bakteri
Negatif
Negatif
14,6 99,4 -5,61 15,1
13,7 99,3 -7,3 14,3
20,6 99,1 -0,2 21,3
Laboratorium Khusus 17/01/2012 Leukosit 20.600 84 / 12 12 /2 Diff. count 0/1/ 84 Retikulosit 6,3 Seroimunologi ASTO (+) CRP 29 Morfologi darah tepi Eritrosi Normositik normokrom Leukosit Jumlah meningkat, morfologi normal Trombosit Jumlah normal, morfologi normal Kesan Leukositosis 16/01/2012 C-Peptide HbA1C
<0,10 (normal 0,9 – 0,9 – 7,1) 7,1) >15,0 (4,5 – (4,5 – 6,3) 6,3)
1.4.2 Pemeriksaan Radiologi
CTR <50%, infiltrat (-), corakan bronkovaskuler (-) Kesan paru jantung dalam batas normal.
mmol/L % mmol/L mmol/L
I.5 DAFTAR MASALAH
1. Diabetes melitus tipe 1 dengan riwayat ketoasidosis diabetik 2. Diaper rash ec. kandidosis vulvo vaginalis
I.6 TATALAKSANA I.6.1 Tatalaksana IGD
Loading NaCl 0,9% 2000 cc dalam 1 jam
O2 NK 3 lpm
Reguler insulin 4 IU/jam drip IV
RI 10 IU SC
Cefotaxim 3x1g
I.6.2 Tatalaksana Lanjutan di Ruangan
Rencana terapi:
Insulin o
Levemir 24 IU malam (21.00)
o
Novorapid 7-10-7
Cefotaxim 3x1g
Rencana pemeriksaan:
TSH + FT4
Konsul mata dan neurologi
Rencana edukasi:
Edukasi diet dan penggunaan penggunaan insulin
I.7 PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad fungsionam
: bonam
Ad sanasionam
: dubia ad bonam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan keadaan akhir pada kelainan metabolik akibat defisiensi defisiensi insulin berat. DKA juga dapat terjadi akibat gangguan gangguan efektivitas kerja insulin, misalnya pada keadaan stres, ketika terjadi sekresi hormon counter-regulatory yang menghambat menghambat kerja insulin. insulin. Kejadian DKA pada anak dengan dengan diabetesawitan diabetesawitan baru sekitar sekitar 20-40%. Selain itu, terjadi terjadi pada anak anak yang tidak menggunakan insulin sesuai dosis(kekurangan) dan pada anak dengan penyakit yang yang tidak teratasi. DKA dapat diklasifikasikan diklasifikasikan menjadiringan, sedang, berat. Pada DKA, terjadi ketonuria berat, peningkatan anion gap, penurunan bikarbonat serum(atau TCO 2) dan pH, pH, serta peningkatan peningkatan osmolaritas serum, yang menandakan menandakan dehidrasi hipertonik.
1,2
Menurut IDAI 2010, diagnosis KAD ditegakkan apabila terdapat:
Hiperglikemia, bila kadar gula darah >11mmol/L (sekitar 200mg/dL)
pH darah vena <7,3, atau bikarbonat <15 mmol/L
Ketonemia dan ketonuria.
2
Tabel 1. Klasifikasi KAD
1
Normal
Ringan
Sedang
Berat Bera t†
CO2 (mEq/L, venous) *
20 – 28 28
16 – 20 20
10 – 15 15
<10
pH (venous) *
7.35 – 7.45 7.45
7.25 – 7.35 7.35
7.15 – 7.25 7.25
< 7.15
Klinis
Tidak ada
Oriented,
Pernapasan
Pernapasan
perubahan
alert
Kussmaul;
Kussmaul
oriented
depresi; sleepy to
but sleepy;
depressed
arousable
sensorium to coma
but
fatigued
†
Hipernatremia berat (corrected Na > 150 mEq/L) juga diklasifikasikan sebagai KAD berat
*
atau
Pengukuran CO 2 dan pH tergantung metode
II.1.1 Patofisiologi
Pada KAD, terjadi insulinopenia berat (atau kurangnya kerja insulin yang efekrif) sehingga terjadi kaskade fisiologi sebagai berikut:
Produksi glukosa berlebihan dan kurangnya utilisasi glukosa menimbulkan kenaikan glukosa serum. Hal ini menyebabkan terjadinya diuresis osmotik, dengan hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan aktivasi aksis reninangiotensin-aldosteron angiotensin-aldosteron dengan kehilangan kehilangan kalium yang cepat. Apabila kadar glukosa terus naik dan dehidrasi yang terjadi berat serta menetap beberapa jam, risiko edema serebri akan meningkat. meningkat.
Peningkatan proses katabolik mengakibatkan kehilangan natrium, kalium, dan fosfat.
1
1
Peningkatan pelepasan asam lemak dari simpanan lemak di perifer menyediakan menyediakan substrat substrat untuk produksi asam keto keto hepatik. hepatik.
Ketika terjadi terjadi
akumulasi asamketo, sistem penyangga ( buffer ) akan habis dan terjadi asidosis metabolik. metabolik. Terapi yang diberikan harus harus mengatasi baik kejadian yang menginisiasi kaskade ini (insulinopenia) dan gangguan fisiologi yang 1
mengikutinya.
II.1.2 Diagnosis A. Anamnesis
Riwayat diabetes melitus: polidipsia, poliuria, polifagia, nokturia, enuresis, dan anak lemah (malaise); riwayat penurunan berat badan dalam beberapa waktu terakhir yang tidak dapat dijelaskan sebabnya,
Nyeri perut, mual, muntah tanpa diare, jamur mulut atau jamur pada alat kelamin, dan keputihan.
Dehidrasi, hiperpnea, napas berbau aseton, syok dengan atau t anpa koma.
Curiga KAD apabila ditemukan dehidrasi berat namun masih terjadi 2
poliuria.
B. Pemeriksaan Fisis
Gejala asidosis, dehidrasi sedang sampai berat dengan atau tanpa syok.
Pernapasan Pernapasan dalam dan cepat (Kussmaul), tetapi pada kasus yang berat terjadi
depresi napas
Mual, muntah, dan sakit perut seperti akut abdomen.
Penurunan kesadaran hingga koma,
Demam bila ada infeksi penyerta
Napas berbau aseton
Produksi urin tinggi.
2
C. Pemeriksaan Penunjang
Kadar gula darah >11mmol/L (sekitar 200mg/dL)
Ketonemia
Analisis gas darah: pH darah vena <7,3, atau bikarbonat <15 mmol/L
Ketonuria.
Kadar elektrolit darah, darah tepi lengkap, dan fungsi ginjal diperiksa sebagai data dasar.
Apabila ada infeksi dapat dilakukan biakan darah, urin, dll.
2
II.1.3 Tatalaksana
Penatalaksanaan KAD sesuai dengan protokol IDAI tahun 2010, dengan tujuan terapi untuk mengoreksi dehidrasi, menghilangkan ketoasidosis, mengembalikan kadar gula darah mendekati normal, menghindari komplikasi terapi, dan mengidentifikasi dan mengatasi komplikasi yang muncul.
1,2
Secara
umum, penatalaksanaan KAD mencakup aspek terapi cairan, insulin, koreksi gangguan elektrolit, pemantauan,dan penanganan infeksi. 1. Terapi Cairan
Prinsip terapi cairan pada KAD adalah sebagai berikut:
Apabila terjadi syok, atasi syok terlebih dahulu dengan memberikan NaCl 0,9% 20 mL/kg dalam 1 jam sampe syok teratasi
Resusitasicairan selanjutnya diberikan secara perlahan dalam 36-48 jam berdasarkan berdasarkan derajat dehidrasi.
Selama keadaan belum stabil secara metabolik (stabil bila kadar bikarbonat natrium >15meq/L, gula darah <200mg/dl,pH>7,3) maka pasien dipuasakan.
Perhitungan kebutuhan cairan resusitasi totalsudah termasuk cairan untuk mengatasi syok.
Apabila ditemukan hipernatremia maka lama resusitasi cairan diberikan selama 72 jam
Jenis cairan resusitasi awal awal yang digunakan digunakan adalah adalah NaCl 0,9%. 0,9%. Apabila kadar gula darah sudah turun mencapai <250mg/dlcairan diganti dengan dextrose 5% dalam NaCl 0,45%.
2
2. Terapi Insulin
Diberikan setelah syok teratasi dan resusitasi cairan dimulai
Gunakan insulin rapid (regular) secara intravena dengan dosis insulin antara 0,05-0,1 U/kgBB/jam. Bolus insulin tidak perlu diberikan.
Penurunan kadar gula secara bertahap tidak lebih cepatdari 75-100 mg/dL/jam
Insulin intravena dihentikan dan asupan per oral dimulai apabila secara metabolik sudah stabil(kadar biknat >15 meq/L, gula darah <200 mg/dL,pH>7,3).
Selanjutnya insulin regular diberikan secara subkutan
dengan dosis 0,5-
1U/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau untuk pasien lama dapat digunakan dosis sebelumnya.
Untuk terapi insulin selanjutnya dirujuk ke dokter ahli endokrinologi anak.
2
3. Koreksi Elektrolit
Tentukan kadar natrium dengan menggunakan rumus: Kadar Na terkoreksi=Na+[1,6 t erkoreksi=Na+[1,6x(kadar x(kadar gula darah-100)/100] Pada hipernatremia gunakan cairan NaCl 0,45%
Kalium diberikan sejak awal resusitasi cairan kecuali pada anuria. Dosis K = 5 meq/kgBB/hari diberikan dengan kekuatan larutan 20-40 meq/L dengan kecepatan tidak lebih dari 0,5 meq/kg/jam
Asidosis metabolik tidak perlu dikoreksi.
2
II.1.4 Pemantauan
Pengembalian KAD ke kondisi fisiologis berhubungan dengan risiko hipoglikemia, hipokalemia, dan edema serebri. Pemantauan pada KAD meliputi pemantauan frekuensi nadi, pernapasan, tekanan darah, pemeriksaan neurologis, kadar guladarah, balans cairan, suhu badan. Keton urin harus sampai negatif. Perhatikan adanya penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama terapi sebagai tanda awal awal edema serebri. serebri.
Jika terdapat terdapat kecurigaan kecurigaan adanya edema
serebri berikan manitol dengan dosis 1-2g/kg intravena tetesan cepat, karena keadaan tersebut merupakan kedaruratan medik.
1,2
Tanda-tanda Bahaya
Dehidrasi berat dan renjatan
Asidosis berat dan serum K yang rendah, hal ini menunjukkanK total yang sangat kurang.
Hipernatremia menunjukkan keadaan hiperosmolar yang memburuk
Hiponatremia
Penurunan kesadaran saat pemberian terapi yang menunjukkan adanya edema serebri.
2
Edema serebri Pada KAD, KAD, dapat terjadi komplikasi berupa herniasi. herniasi.
Herniasi yang yang terjadi
bersifat akut dan dan tidak dapat diprediksi diprediksi sebelumnya. sebelumnya. Herniasi biasanya biasanya terjadi dalam 24 jam pertama pengobatan. Semua pasien KAD harus dimonitor akan kemungkinan peningkatan tekanan intrakranial (observasi gejala neurologis). Adapun perlu diperhatikan, penderita yang berisiko tinggi untuk mengalami edema serebri adalah:
Penderita dengan usia <5 tahun, penderita baru.
Penderita dengan gejala yang sudah lama diderita
Asidosis berat, pCO 2 rendah dan BUN tinggi
Apabila terjadi herniasi, herniasi, harus ditangani ditangani dengan segera. segera. Apabila ragu, berikan berikan manitol 1-2 gram/kgBB dengan dengan IV IV drip cepat. cepat. 2
otak.
Bila mungkin mungkin buat CT-scan
II.1.5 Protokol KAD Milwaukee
Secara umum, protokol Milwaukee kurang lebih sama dengan protokol IDAI. Namun, dalam protokol Milwaukee dirinci mengenai pemberian cairan dan elektrolit untuk jam ke-2 dan seterusnya. seterusnya. Protokol Milwaukee dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
1
Tabel 2. Protokol Milwaukee
1
Waktu
Terapi
Keterangan
Jam pertama
10 –20 mL/kg IV bolus
Ekspansi
0.9% NaCl atau RL
diulang
Insulin
NPO. Monitor I/O, status neurologis.
drip
0.05
-
0.10 u/kg/ jam jam
volume
cepat;
boleh
Gunakan lembar protokol. Siapkan mannitol bedside; 1 g/kg IV push untuk edema serebri
Jam
kedua
0.45 % NaCl: ditambah
hingga
insulin
dripkontinyu
resolusi KAD
20 mEq/L KPhos 20 mEq/L 5%
glucose
dan KAc bila
Bila K <3 mEq/L, berikan 0.5 to 1.0 mEq/kg berupa oral K solution ATAU tingkatkan K IV hingga 80 mEq/L
GDS<250 mg/dL GDS<250 mg/dL (14 mmol/L) Variabel
Oral
intake
insulin SK
dengan
Muntah
(-);
CO2
≥
16 mEq/L;
elektrolit normal
Perhatikan bahwa bolus IV inisial dianggap sebagai bagian dari jumlah cairan 24 jam pertama, oleh karena itu,perlu dikurangi sebelum menghitung laju infus. kedua) + Maintenance (24 jam) = 100 mL/kg (10 kg pertama ) + 50 mL/kg (10 kg 25 mL/kg (kg sisanya)
NaCl, sodium chloride; LR, lactated Ringer solution; KPhos, potassium phosphate; KAc, KAc, potassium acetate; acetate; I/O, input and output output (urine, emesis). emesis).
II.2 Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes Melitus (DM) merupakan sindrom metabolik yang banyak dijumpai, kronik, dan ditandai oleh hiperglikemia sebagai fitur biokimiawi utama. Secara umum, DM dibedakan menjadi DM tipe 1 akibat defisiensi sekresi insulin akibat kerusakan kerusakan sel β pankreas dan DM tipe 2 akibat resistensi insulin pada tingkat otot rangka, hati, dan jaringan adiposa dengan berbagai derajat gangguan sel β.
3
II.2.1 Epidemiologi
Kejadian DM tipe 1 dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh antara lain infeksi virusseperti rubela kongenital, faktor musim,faktor makanan (susu sapi), dan obat-obatan.
1
II.2.2 Patofisiologi
Secara Secara umum,pada DM tipe 1 terjadi kerusakan autoimun pada sel β pankreas. pankreas.
Kerusakan terjadi secara secara gradual gradual dan dan progresif progresif dengan dengan dampak
berkurangnya sekresi insulin. Diperkirakan bahwa pada awitan diabetes klinis, telah terjadi kerusakan 80-90% islet pankreas. Pada awitan DM tipe 1, terjadi regenerasi islet baru, yang mengakibatkan munculnya fase honeymoon, yaitu fase di mana terjadi penurunan transien kebutuhan insulin yang berhubungan dengan perbaikan fungsi sel β.
1
Respon autoimun terhadap sel β terjadi dalam empat fase, yaitu insult lingkungan, priming sel T, diferensiasi sel T, dan padaakhirnya terjadi destruksi sel β yang mengakibatkan DM tipe1.
Gambar 1. Patogenesis DM Tipe 1
3
Seiring dengan perkembangan diabetes, gejala semakin meningkat, sesuai dengan berurangnya massa sel β, insulinopenia, hiperglikemia progresif, dan ketoasidosis. Pada awalnya, ketika cadangan insulin saja yang menjadi terbatas, terjadi hiperglikemia okasional. okasional. Ketika glukosa serum melebihi ambang ambang ginjal, terjadi nokturia atau poliuria intermiten. Dengan semakin berkurangnya sel β, hiperglikemia kronik menyebabkan diuresis yang lebih persisten, sering dengan enuresis nokturnal, nokturnal, polidipsia menjadi menjadi semakin jelas. jelas. Pada pasien pasien wanita dapat terjadi vaginitis vaginitis monilial akibat akibat glukosuria kronik. Kalori yang hilang melalui urin akibat akibat glukosuria glukosuria dapat dapat menimbulkan menimbulkan hiperfagia kompensatorik. Apabila hiperfagia tidak mengompensasi glukosuria, terjadi kehilangan lemak tubuh, dengan penurunan berat badan dan pengurangan simpanan lemak subkutan.
1
Apabila kadar insulin menjadi menjadi rendah, terjadi akumulasi akumulasi asam keto. Pada titik ini, kondisi anak memburuk dengan cepat. Asam keto menimbulkan rasa tidak nyaman, mual, dan muntah, mencegah penggantian kehilangan cairan melalui urin. urin.
Dehidrasi terjadi terjadi dengan dengan cepat, cepat, menyebabkan menyebabkan kelemahan atau
ortostasis namun tetap tetap disertai disertai poliuria.
Karena terjadi hiperosmotik, hiperosmotik, derajat derajat
dehidrasi menjadi tidak terlalu berat karena volume intravaskular tetap
dipertahankan
dengan
mengorbankan
volume
intraselular.
Ketoasidosis
menyebabkan eksaserbasi gejala-gejala di atas dan menyebabkan pernapasan Kussmaul, napas berbau buah (aseton), gangguan fungsi neurokognitif, dan dapat terjadi koma. Sekitar 20-40% anak dengan dengan diabetes awitan awitan baru mengalami KAD sebelum diagnosis.
1
BAB III PEMBAHASAN Diagnosis diabetes melitus tipe 1 dengan riwayat ketoasidosis diabetik ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
dan
pemeriksaan
penunjang. Pasien adalah seorang anak perempuan usia 14 tahun yang dibawa ke rumah sakit dengan keluhan lemas yang semakin memberat sejak 1 minggu SMRS. Lemas dirasakan tanpa penyebab yang jelas disertai napsu makan yang semakin menurun karena mulut terasa pahit. Sebelum keluhan muncul, pasien memiliki riwayat sering mengemil, sering merasa haus, dan terbangun malam hari untuk pipis ± 5x dalam semalam. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam ± 1 bulan tanpa penyebab yang jelas. Pada pasien juga ditemukan adanya keluhan nyeri perut bagian epigastrium, mual, muntah tanpa diare. Pasien buang air kecil cukup sering dengan produksi urin tinggi tiap kalinya. Pada pemeriksaan fisik di IGD didapatkan keadaan umum tampak sakit berat dengan kesadaran delirium. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 100x/menit, frekuensi napas 30x/menit, dan suhu tidak diketahui. Pemeriksaan fisis umum didapatkan konjungtiva pucat, mukosa mulut kering, akral dingin. Pemeriksaan fisik dilakukan lagi saat pasien di high care unit, didapatkan kesadaran tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 116x/menit, reguler, isi cukup, ekual di keempat ekstremitas, frekuensi nafas 28x/menit, reguler, kedalaman cukup, tipe abdominal, dan suhu 36,7ºC aksila. Kesan status gizi cukup. Status generalis dan neurologis tidak ditemukan adanya abnormalitas. Pada pemeriksaan antropometri, BB 40 kg, TB 156 cm, dilakukan plotting ke dalam curva CDC dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Berdasarkan kurva BB/U, pasien berada dalam persentil 10 yang dinilai sebagai kategori normal.
Berdasarkan kurva TB/U, pasien berada dalam persentil 25 yang juga termasuk kategori normal.
Status gizi dinilai berdasarkan plot pada kurva BB/TB dengan berat badan ideal untuk tinggi badan aktual pasien saat ini adalah 45 kg, didapatkan hasil 88,89% yang termasuk dalam gizi kurang.
Dari pemeriksaan penunjang awal saat masuk IGD didapatkan gula darah sewaktu berdasarkan glukometer high, dengan pemeriksaan darah didapatkan GDS 1228 mg/dL; pH 7,139; bikarbonat 4,6 mmol/L; keton darah 4,4 mmol/L; dan keton urin 2+. Dari hasil anamnesis, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, ditegakkan diagnosis ketoasidosis diabetik. Tatalaksana ketoasidosis diabetik pada pasien diberikan sesuai protokol IDAI. Tatalaksana untuk pasien terdiri dari terapi cairan, insulin, dan elektrolit. Kebutuhan cairan, insulin, dan elektrolit sesuai perhitungan di bawah ini. Terapi cairan Keadaan syok diberikan NaCl 0,9% dengan perhitungan 20 cc/kgBB untuk 1 jam pertama. Kebutuhan cairan pasien = 40 x 20 cc = 800 cc/1 jam pertama. Setelah loading 1 jam, dilakukan penilaian status hidrasi pasien. Bila syok telah teratasi maka diberikan cairan rumatan. Kebutuhan cairan rumatan = 1500 + 20 x (BB – (BB – 20) 20) cc/24 jam = 1500 + 20 x (40-20) cc/24 jam = 1900 cc/24 jam = 3800 cc/48 jam. Kebutuhan insulin Kebutuhan insulin = 0,05 – 0,05 – 0,1 0,1 U/kgBB/jam = 0,05 – 0,05 – 0,1U 0,1U x 40 /jam = 2 - 4 U/jam = 96 – 96 – 192 192 U/48 jam Insulin dengan pemberian drip = 0,1 U per 1 cc NaCl 0,9%, sehingga untuk mencapai 192 U/48 jam diperlukan 1920 cc NaCl 0,9% selama 48 jam. Pemberian drip per jam = 1920 cc/ 48 jam = 40 cc/jam = 13-14 tetes per menit Kebutuhan cairan rumatan – rumatan – drip drip insulin = 3800 cc – cc – 1920 1920 cc = 1880 cc/48 jam
= 39,2 cc/jam = 13-14 tetes per menit Kebutuhan elektrolit Natrium terkoreksi = Na + 1,6 x (GDS – (GDS – 100)/100 100)/100 = 141 + 1,6 x (1228-100)/100 = 152 mEq/L tidak perlu koreksi Kalium = 5 mEq/kgBB/hari = 5 mEq/kgBB x 40 kg per 1 hari = 200 mEq/hari Kecepatan koreksi maksimal kalium = 0,5 mEq/kgBB/jam = 0,5 mEq x 40 kgBB per jam = 20 mEq/jam = 480 mEq/hari Kebutuhan koreksi masih dibawah kecepatan koreksi maksimal. Kebutuhan koreksi kalium/hari dipenuhi dengan cairan 40 mEq/liter sehingga dibutuhkan cairan 5 liter/hari (10 kolf). Pada kasus ini, pasien diberikan 8 kolf cairan sehingga kalium yang dapat masuk dalam 1 hari adalah sebanyak 160 mEq. Tatalaksana lanjutan berupa perhitungan nutrisi dan kebutuhan insulin pasien sesuai perhitungan di bawah ini. Kebutuhan nutrisi Kebutuhan kalori = (RDA sesuai ideal age) x 45 = (40-50) kkal/kgBB x 45 kgBB per 1 hari = 1800 – 1800 – 2250 2250 kkal/hari Faktor modifikasi = modifikasi sakit 10% x kebutuhan kalori/hari = (10% x 1800 – 1800 – 2250 2250 kkal/hari) + 1800 – 1800 – 2250 2250 kkal/hari = 1980 – 1980 – 2475 2475 kkal/hari 2400 kkal/hari Jalur pemberian
: oral
Pembagian diet
:
Makan pagi (20%)
= 480 kalori
Kudapan 2 (10%)
Kudapan 1 (10%)
= 240 kalori
Makan malam malam (20%) = 480 kalori
Makan siang (30%)
= 720 kalori
Kudapan 3 (10%)
= 240 kalori
= 240 kalori
Kebutuhan insulin Insulin reguler 0,5-1 IU/kgBB/hari = 20 – 20 – 40 40 IU/hari, dibagi menjadi insulin basal dan post pandrial, maka:
Insulin basal : Levemir Levemir 20 U malam sebelum tidur
Insulin PP
: RI 6-8-6 U
DAFTAR PUSTAKA
1.
Alemzadeh R, Wyatt DT. Type 1 diabetes mellitus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson. Nelson textbook of pediatrics. pediatrics.
Edisi ke-19.
Philadelphia:Saunders Philadelphia:Saunders Elsevier. 2003. h.1948-67. 2.
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Ketoasidosis diabetik. Dalam: Pudjiadi Pudjiadi AH, AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati Harmoniati ED.
Jakarta: Ikatan Ikatan Dokter Dokter Anak Anak
Indonesia. 2010.h.165-9. 3.
Alemzadeh R, Wyatt DT. Diabetes mellitus-introduction and classification. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia:Saunders Elsevier. 2011. h.1947-8.