PROBLEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Mutholiatul Masyrifah
Yolanda C. Sukma
Abstrak: Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan siswa/mahasiswa masih dirasakan sangat kurang, khususnya pada saat pembelajaran Bahasa Indonesia. Problematika pembelajaran bahasa Indonesia disekolah dapat diidentifikasikan sebagai berikut (1) pembelajaran bahasa Indonesia tidak komunikatif; (2) pembelajaran bahasa disajikan secara diskrit; (3) rendahnya persepsi siswa terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia; (4) pemanfaatan sumber belajar (buku teks); (5) alat evaluasi yang tidak relevan.
Kata kunci: Problematika, pembelajaran, bahasa Indonesia
Pendahuluan
Bahasa Indonesia adalah Bahasa resmi Negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bila dilihat dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu, terutama
Mutholiatul Masyrifah dan Yolanda C. Sukma adalah mahasiswa Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang jurusan Farmasi 2013.
bahasa Melayu Riau di abad 19, yang menjadi wilayah Kepulauan Riau sekarang.
Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara ia berfungsi sebagai bahasa pengantar dilembaga-lembaga pendidikan, sebagai pengembang kebudayaan, sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sebagai alat perhubungan dalam kepentingan pemerintahan dan kenegaraan. Bahasa Indonesia hingga saat ini merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Pembelajaran bahasa Indonesia masih menghadapi berbagai problematika baik secara internal maupun eksternal dalam pembelajaran. Untuk menjawab permasalahan tersebut, artikel ini secara singkat akan menguraikan problematika dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu diharapkan dalam artikel ini dapat menemukan penyebab dan solusi atas kurangnya minat belajar siswa terhadap Bahasa Indonesia, sehingga dapat membuat siswa/mahasiswa lebih tertarik dalam mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini juga diharapkan mampu mengembangkan dan mengarahkan siswa/mahasiswa dengan segala potensi yang dimilikinya secara optimal, khususnya dalam proses belajar bahasa Indonesia.
Hakikat pembelajaran bahasa
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.
Dalam pembelajaran bahasa, ada empat aspek keterampilan yang harus dikuasai, ada keterampilan menyimak/mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara. Semua aspek keterampilan tersebut mempunyai ranah sendiri-sendiri. Namun, keeempat keterampilan tersebut selalu berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam pembelajaran bahasa tidak terlepas dari sebuah pendekatan, metode, dan teknik. Kita sering dikacaukan dengan ketiga istilah tersebut (pendekatan, metode, dan teknik). Ketiga istilah ini pada dasarnya mempunyai pengertian yang berbeda yang berada dalam kerangka yang hierarkis. Pendekatan sebagai suatu kerangka umum yang akan dijabarkan ke dalam metode, kemuadian secara operasional akan diwujudkan ke dalam teknik pembelajaran.
Ketiga kerangka konsep tersebut dapat dinyatakan pendekatan diartikan sebagai tingkat asumsi atau pendirian mengenai bahasa dan pengajaran bahasa, atau dapat dikatakan dengan falsafah bahasa. Pendekatan mengacu pada teori-teori tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa sebagai sumber atau prinsip pengajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatis, dalam arti kebenaran teori linguistik dan teori belajar bahasa yang digunakan tidak dipersoalkan lagi.
Metode (method) dalam pengajaran bahasa diartikan sebagai perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran secara teratur. Tidak ada satu bagian pun dari perencanaan pengajaran yang bersifat kontradiktif. Metode bersifat procedural, dalam arti penerapan satu metode hendaknya dikerjakan melalui langkah-langkah yang teratur dan bertahap dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, dan penilaian hasil belajar dan proses belajar mengajar.
Teknik (technique) dalam pengajaran bahasa mengacu pada pengertian implementasi perencanaan pembelajaran di depan kelas. Teknik pembelajaran berupa berbagai macam cara dan kiat untuk menyajikan pelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Kegiatan belajar mengajar akan dapat dilaksanakan secara optimal dan efektif ditentukan oleh beberapa komponen meliputi komponen tujuan, siswa dan guru, bahan atau materi pelajaran, metode, media pembelajaran dan evaluasi. Kegiatan belajar mengajar yang akan dilakukan guru dalam wujud konkrit di dalam kelas terlebih dahulu dirancang melalui perencanaan pembelajaran. Guru menetukan teknik dan metode, serta langkah-langkah pembelajaran melalui pemerian rencana aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan oleh guru dan murid di dalam kelas.
Problematika pembelajaran bahasa Indonesia
Problematika pembelajaran bahasa Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini:
A. Pembelajaran Bahasa Tidak Komunikatif
Sesuai dengan hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa, penekanan utama adalah menciptakan pembelajaran yang komunikatif. Dalam konteks ini pembelajaran harus dilakukan dalam konteks komunikatif. Maksudnya aktivitas siswa difokuskan pada bagaimana siswa menggunakan bahasa dalam berkomunikasi. Banyak faktor yang menyebabkan pembelajaran bahasa tidak berlangsung komunikatif, yaitu (1) rendahnya kompetensi komunikatif guru bahasa Indonesia; (2) model kelas yang besar menyebabkan aktivitas siswa tidak merata; (3) interaksi kelas kurang berjalan secara optimal. Selain faktor di atas kecenderungan pembelajaran bahasa disekolah masih didominasi dengan pemberian pengetahuan dari pada kemahiran berbahasa.
Hal di atas sejalan dengan hasil survei Suparno (1997:35) yang menyatakan bahwa (a) guru masih cenderung memberikan penjelasan tentang bahasa, bukan pelatihan keterampilan berbahasa secara integrative dan komunikatif; (b) sebagian besar guru belum memiliki penguasaan yang memadai tentang taksonomi kemahiran berbahasa Indonesia (c) kelas yang besar berakibat guru mengikuti dinamika kelas bukan guru menciptakan dinamika kelas; (d) guru kurang menggunakan sumber lain selain buku teks; (e) masih banyak guru yang kebakuan bahasanya kurang ideal.
B. Pembelajaran Bahasa yang Disajikan Secara Diskrit
Pembelajaran bahasa Indonesia masih cenderung dilakukan dengan model diskrit. Keterampilan berbahasa yang idealnya disajikan secara terintegrasi belum dapat diimplementasikan secara optimal di kelas. Aspek-aspek kemahiran berbahasa masih disajikan secara terpisah. Misalnya, guru mengajarkan keterampilan menyimak, seakan-akan guru hanya terfokus pada keterampilan menyimak tersebut. Sebenarnya apabila guru memahami hakikat pembelajaran integratif (tematis) maka pembelajaran bahasa dapat berlangsung secara alamiah sesuai dengan hakikat fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Pola implementasi integratif ini akan mendorong kemahiran berbahasa siswa secara baik.
Untuk memperlancar kegiatan pengajaran bahasa secara integrative diperlukanlah metode atau suatu rumusan sistem cara pengajaran karena metode pengajaran yang bervariasi karena langkah ini merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengajaran. Peran suatu metode sangatlah besar dalam suatu pengajaran dan bersangkutan juga dengan siswa yang menjadi objek pengajaran.
Dalam menerapkan metode pengajaran bahasa ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan terlebih dahulu oleh para pengajar yang antara lain adalah sebagai berikut: (1) pengajaran harus disesuaikan dengan kultur sosial dari objek siswa, (2) Menggunakan metode yang dianggap mudah oleh para siswa (3) Melalui pendekatan yang sifatnya komunikatif dalam kegiatan belajar mengajar.
C. Rendahnya Persepsi Siswa terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia harus memperhatikan karekteristik siswa. Hal ini digunakan untuk melihat kecenderungan dan keinginan siswa dalam pembelajaran bahasa tersevut. Menurut Van Els (1984:27) mengklasifikasikan karakteristik siswa atas empat bagian yakni (1) umur siswa, (2) bakat, (3) pengetahuan siswa, (4) sikap yang meliputi minat, motivasi, dan kepribadian. Komponen di atas sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran bahasa harus memperhatikan tingkat perkembangan usia siswa. Hal ini berkaitan dengan pemilihan materi atau contoh-contoh yang diberikan guru. Materi bahasa Indonesia yang secara berjenjang diberikan di tingkat satuan pendidikan menghendaki kemampuan guru menganalisis kebutuhan materi dengan baik. Guru juga harus memahami bakat bahasa dan pengetahuan siswa. Karakteristik yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa adalah sikap meliputi minat, motivasi, dan kepribadian.
Berdasarkan pengalaman disekolah, persepsi siswa terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia berada pada taraf yang rendah. Kondisi ini berdampak pada rendahnya motivasi siswa terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia. Hal ini berimplikasi pada rendahnya hasil belajar siswa.
D. Pemanfaatan Pokok Sumber Belajar (Buku Teks) dalam Pembelajaran
Karena KTSP dikembangkan dan disusun oleh satuan pendidikan atau sekolah sesuai dengan kondisinya masing-masing, setiap sekolah mempunyai kurikulum yang berbeda. Dengan demikian, bahan ajar yang digunakan juga mempunyai perbedaan. Tidak ada ketentuan tentang buku pelajaran yang dipakai dalam KTSP. Buku yang sudah ada dapat dipakai. Karena pembelajaran didasarkan pada kurikulum yang dikembangkan sekolah, bahan ajar harus disesuaikan dengan kurikulum tersebut. Oleh karena itu, guru dapat mengurangi dan menambah isi buku pelajaran yang digunakan.
Dengan demikian, guru harus mandiri dan kreatif. Guru harus menyeleksi bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum sekolahnya. Guru dapat memanfaatkan bahan ajar dari berbagai sumber (surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dsb). Bahan ajar dikaitkan dengan isu-isu lokal, regional, nasional, dan global agar peserta didik nantinya mempunyai wawasan yang luas dalam memahami dan menanggapi berbagai macam situasi kehidupan.
Untuk pelajaran membaca, misalnya, bahan bacaan dapat diambil dari surat kabar. Di samping surat kabar yang berskala nasional yang banyak menyajikan isu-isu nasional, ada surat kabar lokal yang banyak menyajikan isu-isu daerah. Kedua jenis sumber ini dapat dimanfaatkan. Bahan bacaan yang mengandung muatan nasional dan global dapat diambil dari surat kabar berskala nasional, sedangkan bahan bacaan yang mengandung muatan lokal dapat diambil dari surat kabar daerah. Berdasarkan bahan bacaan ini, guru dapat mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia yang kontekstual. Peserta didik diperkenalkan dengan isu-isu yang menjadi perhatian masyarakat di sekitarnya dan masyarakat yang tatarannya lebih luas.
Bahan ajar yang beragam jenis dan sumbernya ini tentu juga dapat digunakan untuk pelajaran-pelajaran yang lain (menulis, mendengarkan, dan berbicara). Mengingat pentingnya televisi dan komputer (internet) dalam kehidupan sekarang ini, guru perlu memanfaatkan bahan ajar dari kedua sumber ini. Televisi dan komputer juga dapat dapat dipakai sebagai media pembelajaran yang menarik.
Namun kenyataannya, buku ajar yang digunakan oleh guru merupakan buku ajar yang disusun oleh tim penulis buku yang disetujui oleh Departemen Pendidikan Nasional. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan prinsip penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang digunakan. Bahan dalam buku ajar tidak kontekstual. Untuk itu, idealnya setiap guru atau wilayah harus dapat menyusun buku ajar yang digunakan selingkung dengan mengacu standar isi yang ditetapkan.
E. Alat Evaluasi yang tidak Relevan
Dalam penyusunan soal tes tertulis, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal dilihat dari segi materi, konstruksi, maupun bahasa. Selain itu soal yang dibuat hendaknya menuntut penalaran yang tinggi.
Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara: mengidentifikasi materi yang dapat mengukur perilaku pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, atau evaluasi. Perilaku ingatan juga diperlukan namun kedudukannya adalah sebagai langkah awal sebelum siswa dapat mengukur perilaku yang disebutkan di atas, membiasakan menulis soal yang mengukur kemampuan berfikir kritis dan mengukur keterampilan pemecahan masalah; dan menyajikan dasar pertanyaan (stimulus) pada setiap pertanyaan, misalnya dalam bentuk ilustrasi/bahan bacaan seperti kasus.
Bila dianalisis soal-soal yang digunakan dalam pembelajaran bahasa ada kecerderungan belum mengukur kemahiran berbahasa khususnya menyimak, berbicara, dan menulis. Kedua kemahiran ini hanya diukur melalui paradigma teoritis. Tes tidak dilakukan untuk mengukur performace kemahiran berbahasa. Keterampilan berbahasa yang tercermin secara penuh hanya kemahiran membaca.
Kecenderungan ini sangat berpengaruh terhadap guru dalam merencanakan dan mengimplementasikan pembelajaran di kelas. Pada kenyataannya, guru hanya mengajarkan siswa untuk menjawab soal teoritis dan mengabaikan kemahiran berbahasa siswa.
Solusi dalam mengatasi problematika bahasa
Dalam suatu pembelajaran guru harus bersikap komunikatif dengan siswanya. Seorang guru tidak boleh beranggapan bahwa dirinyalah yang paling paham akan materi yang disajikan kepada siswa. Kemudian dalam penyampaian materipun, guru harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. Hal ini diharapkan supaya terjadi komunikasi dua arah. Alangkah baiknya dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru tidak boleh membeda-bedakan antara materi bahasa dengan sastra. Semua materi yang disampaiakn harus sesuai dengan proporsinya. Seorang guru pun harus dapat memotivasi siswa untuk dapat meningkatkan kemauannya dalam mempelajari bahasa Indonesia. Persepsi siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia supaya dapat berubah ke arah yang positif. Pemanfaatan teknologi informasi, yaitu: lembaga-lembaga pendidikan baik jalur pendidikan formal, informal maupun jalur non formal dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam mengakses informasi dalam mengembangkan potensi diri dan lingkungannya (misal; penggunaan internet, multi media pembelajaran, sistem informasi terpadu, dsb). Dalam penggunaan buku teks sebagai sumber belajar satu-satunya harus dihindari oleh guru. Selain menggunakan buku teks tersebut, hendaknya guru juga menggunakan buku-buku yang lain sebagai pendukungnya. Hal yang paling krusial adalah guru harus dapat menyususn sebuah evaluasi. Alat evaluasi ini dapat dilakukan melalui penyususnan rubrik atau kisi-kisi penilaian yang akan digunakan.
Kesimpulan
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru harus memperhatikan beberapa komponen-komponen yang diperlukan dalam pembelajaran. Lebih-lebih guru harus dapat memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan problematik pembelajaran, antara lain problematik mengenai pembelajaran bahasa yang tidak komunikatif, pembelajaran bahasa yang disajikan secara diskrit, rendahnya persepsi siswa terhadap pembelajaran bahasa indonesia, pemanfaatan pokok sumber belajar (Buku Teks) dalam pembelajaran, alat evaluasi yang tidak relevan.
Daftar Pustaka
Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI
Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra UM
Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang
Subyakto, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
Suparno. 2000. "Mutu Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah" dalam Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi. Alwi, Hasan, Dendy Sugono, Abdul Rozak Zaidan ed. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
http://muhlis-ikippgri-madiun.blogspot.com/2011/12/problematika-pembelajaran-bahasa_9961.html diakses pada tanggal 7 Desember 2013