KONSEP DAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH
ABSTRAK
Produksi Bersih (Cleaner Production) merupakan suatu strategi untuk menghindari timbulnya pencemaran industri melalui pengurangan timbulan limbah (waste generation) pada setiap tahap dari proses produksi untuk meminimalkan atau mengeliminasi limbah sebelum segala jenis potensi pencemaran terbentuk. Istilah-istilah seperti Pencegaha Pencemaran (Pollution Prevention), Pengurangan pada sumber (Source Reduction), dan Minimasi Limbah (Waste Minimization) sering disertakan dengan istilah Produksi Bersih (Cleaner Production)
Cleaner Production berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah. Dimana limbah merupakan salah satu indikator inefisiensi, karena itu usaha pencegahan tersebut harus dilakukan mulai dari awal (Waste avoidance), pengurangan terbentuknya limbah (waste reduction) dan pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang (recycle). Keberhasilan upaya ini akan menghasilkan pebghematan (saving) yang luar biasa karena penurunan biaya produksi yang signifikan sehingga pendekatan ini menjadi sumber pendapatan (revenue generator).
PENDAHULUAN
Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada pencegahan (preventif) dan terpadu agar dapat diterapkan pada seluruh siklus produksi. Hal tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik dalam penggunaan bahan mentah, energi dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih baik melalui sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap lingkungan melalui rancangan yang ramah lingkungan, namun efektif dari segi biaya. Penerapan produksi bersih umumnya dilakukan dalam suatu kegiatan industri untuk tujuan efesiensi dan peningkatan keuntungan, namun tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
A. Definisi Produksi Bersih
Di era globalisasi seperti sekarang ini pertumbuhan indusri pada berbagai sekala menjadi suatu tren di berbagai negara mulai dari industri makanan, hingga indstri kimia. Keberadaan industry dalam berbagai sekala dan jenis ditujukan sebagai solusi dalam mengatasi persoaalan ekonomi pada masing-masing Negara.
Perkembangan pembangunan disamping meningkatkan kesejahteraan manusia juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Industrialisasi dan urbanisasi yang cepat di banyak negara juga telah mengakibatkan pencemaran yang serius. Untuk mengatasi pencemaran yang dihasilkan, saat ini industri telah menitik beratkan pada pengolahan limbah sebagai pengelolaan lingkungan pada proses tahap akhir (end-of-pipe). Namun metoda pengolahan tahap akhir ini sangatlah mahal. Oleh karena itu timbul pemikiran perlunya konsep pencegahan pencemaran, yang akhirnya menuju kepada "Produksi Bersih". Produksi bersih adalah alternatif untuk strategi manajemen lingkungan. (Suhartini, 2008)
Produksi Bersih merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa, dimana dampaknya dari keseluruhan daur hidup produk terhadap lingkungan dan manusia diupayakan sekecil mungkin. Strategi Produksi Bersih mempunyai arti yang sangat luas karena didalamnya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pilihan jenis proses, yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih.
Produksi bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan. Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan pada pendekatan pengelolaan limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah dan untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot pencemaran dan kerusakan lingkungan terus meningkat. Kelemahan yang terdapat pada pendekatan pengolahan limbah secara konvensional adalah :
Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena hanya mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari suatu media ke media lain.
Bersifat reaktif yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah.
Karakteristik limbah semakin kompleks dan semakin sulit diolah.
Tidak dapat mengatasi masalah pencemaran yang sifatnya non-point sources pollution.
Inovestasi dan biaya operasi pengolahan limbah relatif mahal dan hal ini sering dijadikan alasan oleh pengusaha untuk tidak membangun instalasi pengolahan limbah.
Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah, belum mencakup upaya pencegahan. (Konsep Umum Produksi Bersih )
Dasar Hukum Pelaksanaan Produksi Bersih adalah UU RI No. 23 Tabun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 14 dan Pasal 17. Pelaksanaan Produksi Bersih juga tercantum di dalam Dokumen ISO 14001 Butir 3.13
B. Teknik Penerapan Teknologi Bersih
Secara garis besar pilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Perubahan bahan Baku
a. Mengurangi atau menghilangkan bahan baku yang mengandung bahan berbahaya dan beracun seperti logam berat dari zat warna pelarut (B3).
b. Menggunakan bahan baku yang kualitasnya baik dan murni untuk menghindari komtaminan dalam proses.
2. Tata Cara Operasi dan Housekeeping
a. Mencegah kehilangan bahan baku, produk maupun energi dari pemborosan, kebocoran dan tercecer.
b. Penanganan material untuk mengurangi kehilangan material akibat kesalahan penanganan, habisnya waktu tinggal bagi bahan yang sensetif terhadap waktu.
c. Penjadwalan produksi membentu mencegah pembororsan (energi, material dan air) dan koordinasi pengelolaan limbah.
d. Segregasi/ memisahkan limbah menurut jenisnya untuk mengurangi volume limbah B3.
e. Mengembangkan manajemen perawatan sehingga mengurangi kehilangan akibat kerusakan.
3. Penggunaan Kembali
a. Menggunakan kembali sisa air proses, air pendingin dan material lain didalam pabrik.
b. Mengambil kembali bahan buangan sebagai energi. enciptakan kegunaan limbah sebagai produk lain yang dapat dimanfaatkan oleh pihak luar.
4. Perubahan Teknologi
a. Merubah peralatan, tata letak dan perpipaan untuk memperbaiki aliran proses dan meningkatkan efesiensi.
b. Memeperbaiki kondisi proses sehingga meningkatkan kualitas produksi dan mengurangi jumlah limbah.
5. Perubahan Produk
a. Merubah formulasi produk untuk mengurangi dampak lingkungan pada waktu digunakan oleh konsumen.
b. Merancang produksi sedemikian rupa sehingga mudah untuk di daur ulang.
c. Mengurangi kemasan yang tidak perlu. (Artiningsih)
C. Prinsip-prinsip Produksi Bersih
Dirancang secara komprehensif dan pada tahap sedini mungkin. Produksi Bersih dipertimbangkan pada tahap sedini mungkin dalam pengembangan proyek-proyek baru atau pada saat mengkaji proses atau aktivitas yang sedang berlangsung.
Bersifat proaktif, harus diprakarsai oleh industri dan kepentingan-kepentingan yang terkait.
Bersifat fleksibel, dapat mengakomodasi berbagai perubahan, perkembangan di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat.
Perbaikan berlanjut.
D. Konsep Penerapan Produksi Bersih
Konsep Produksi Bersih memiliki 4 (empat) prinsip dasar, yaitu:
1. Prinsip kehati-hatian (precautionary), tanggung jawab yang utuh dari produsen agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan sekecil apapun.
2. Prinsip pencegahan (preventive), penting untuk memahami siklus hidup produk (product life cycle) dari pemilihan bagan baku hingga terbentuknya limbah.
3. Prinsip demokrasi, komitmen dan keterlibatan semua pihak dalam rantai produksi dan konsumsi.
4. Prinsip holistic, pentingnya keterpaduan dalam pemanfaatan sumber daya lingkungan dan konsumsi sebagai satu daur yang tidak dapat dipisahpisahkan.
Strategi yang digunakan dalam penerapan Produksi Bersih adalah:
1. Pencegahan terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan
2. Program daur ulang,
3. Pengolahan dan pembuangan limbah tetap diperlukan sehingga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya.
Strategi untuk menghilangkan limbah atau mengurangi limbah sebelum terjadi (preventive strategy), lebih disukai daripada strategi yang berurusan dengan pengolahan limbah atau pembuangan limbah yang telah ditimbulkan (treatment strategy). Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan strategi berikut ini:
1. Eliminasi
Strategi ini dimasukkan sebagai metode pengurangan limbah secara total. Bila perlu tidak mengeluarkan limbah sama sekali (zero discharge). Didalam konsep penerapan Produksi Bersih hal ini dimasukkan sebagai metode pencegahan pencemaran.
2. Minimisasi Limbah (mengurangi sumber limbah)
Strategi pengurangan limbah yang terbaik adalah strategi yang menjaga agar limbah tidak terbentuk pada tahap awal. Pencegahan limbah mungkin memerlukan beberapa perubahan penting terhadap proses.
3. Daur Ulang
Jika timbulnya limbah tidak dapat dihindarkan dalam suatu proses, maka strategi-strategi untuk meminimkan limbah tersebut sampai batas tertinggi yang mungkin dilakukan harus dicari, seperti misalnya daur ulang (recycle) dan/atau penggunaan kembali (re-use). Jika limbah tidak dapat dicegah, pengolahan limbah dapat dilakukan.
4. Pengendalian Pencemaran
Strategi yang terpaksa dilakukan mengingat pada proses perancangan produksi perusahaan belum mengantisipasi adanya teknologi baru yang sudah bebas terjadinya limbah.
5. Pengolahan dan Pembuangan
Strategi terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah metoda-metoda pembuangan altematif. Pembuangan limbah yang tepat merupakan suatu komponen penting dari keseluruhan program manajemen lingkungan; tetapi, ini adalah teknik yang paling tidak efektif.
6. Remediasi
Strategi penggunaan kembali bahan-bahan yang terbuang bersama limbah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar peracunan dan kuantitas limbah yang ada.
Esensi dasar dari produksi bersih adalah:
Pencegahan, pengurangan dan penghilangan limbah dari sumbernya.
Perubahan mendasar pada sikap manajemen dan diperlukan komitmen.
Pencegahan polusi harus dilaksanakan sedini mungkin, pada setiap tahapan kegiatan yaitu pada pembuatan peraturan., kebijakan, implementasi proyek, proses produksi dan desain produk.
Program harus dilaksanakan secara kontinyu dan selaras dengan perkembangan sains dan teknologi
Penerapan strategi yang komprehensif dan terpadu, agar produk dapat bersaing di pasar lokal maupun internasional.
Produksi bersih hendaknya melibatkan pertimbangan daur hidup suatu produk.
Program multi media dan multi desain. Diterapkan di seluruh sektor: industri, pemerintah, pertanian, energi, transportasi, para konsumen.
Pada dasarnya, fokus dari teknik Produksi Bersih adalah tentang "bagaimana mengurangi limbah dari sumbernya". Adapun hal-hal yang dapat dilakukan teknik pengurangan limbah ini adalah:
a. Manajemen inventaris
Pengendalian inventaris
Pengendalian bahan
b. Modifikasi proses produksi
Prosedur operasi dan pemeliharaan
Perubahan bahan
Modifikasi peralatan proses
c. Pengurangan volume
Pemilahan sumber
Pengentalan
d. Recovery
Recovery on – site (di lokasi)
Recovery off – site (diluar lokasi)
E. Aspek-Aspek Dalam Pelaksanaan Produksi Bersih
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam upaya pelaksanaan Produksi Bersih adalah:
1. Proses
Mencakup upaya konservasi bahan baku dan energi, menghindari pemakaian bahan berbahaya dan beracun, mengurangi jumlah dan toksisitas semua limbah dan emisi yang dikeluarkan sebelum meninggalkan proses.
2. Produk
Menitik beratkan pada upaya pengurangan dampak pada keseluruhan daur hidup produk, mulai dari ekstraksi bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan.
3. Jasa
Menitik beratkan pada upaya penggunaan proses 3R (Reduce, Re-use dan Recycle) diseluruh kegiatannya, mulai dari penggunaan bahan baku sampai ke pembuangan akhir.
Penerapan produksi bersih dalam proses produksi dapat dilakukan dengan mengintegrasikan aspek-aspek tersebut di atas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
F. Peluang Penerapan Produksi Bersih
Peluang penerapan Produksi Bersih adalah:
1. Memberi keuntungan ekonomi, sebab didalam Produksi Bersih terdapat strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction dan inprocess recycling) yaitu pencegahan terbentuknya limbah secara dini dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan.
2. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan.
3. Memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui konservasi sumber daya, bahan baku dan energi.
4. Mendorong pengembangan teknologi baru yang lebih efisien dan akrab lingkungan
5. Mendukung prinsip `environmental equity' dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
6. Mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam.
7. Memelihara ekosistem lingkungan.
8. Memperkuat daya saing produk dipasar intemasional.
G. Penerapan Produksi Bersih di Industri
1. Industri Kelapa Sawit
Table 1. jenis, dan pemanfaatan limbah kelapa sawit :
Jenis
Pemanfaatan
Tandan kosong
Pupuk kompos, pulp kertas, papan patikel, energy
Wet decanter solid
Pupuk kompos, makanan ternak,
Cangkang
Arang, karbon aktif, papan partikel
Serabut
Energi, papan partikel, pulp kertas
Limbah cair
Pupuk, Air irigasi
Slude
Sabun, pakan ternak
Tempurung
Arang, briket, karbon aktif
Air kondensat
Air umpan boiler
(Pertanian, 2006)
2. Pengolahan Limbah PT. Indo Acidatama
Stillage dari area 300 dialirkan kedalam 3 buah bak yang masing-masing mempunyai ukuran 145m x 45m x 7m yang prosesnya terjadi secara anaerob. Didalam bak ini limbah diberi nutrisi berupa urea, TSP dan NaOH untuk pengaturan PH, serta pengadukan dengan menggunakan pompa (setiap bak dilengkapi dengan 6 pompa). Waktu tinggal didalam bak selama 99 hari. Hasil yang diperoleh dari ketiga bak anaerobic tersebut adalah gas (bio gas) dengankadar methane 55%, CO2 43%, H2S 1% dan bahan organic yang lain sebesar 1% yang kemudian di lewatkan di unit scrubber untuk mengikat gas H2S dan kemudian digunakan sebagai bahan bakar boiler, dan sisanya digunakan untuk pembuatan pupuk kompos.
Setelah keluar dari anaerobic lagoon cairan mencapai kadar COD 25.000 ppm dan BOD 5000 ppm setelah itu dialirkan ke aerobic lagoon yang dilengkapi dengan aerator-aerator, untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri maka diberi nutrisi berupa urea dan TSP dengan waktu tinggal di bak selama 20 jam, setelah dari aerobic lagoon cairan di pompa ke biological clarifier untuk memisahkan sludge dengan cairanya. Sebagian sludge digunakana untuk campuran pembuatan kompos sedang cairannya dimasukan dalam clarifier koagulan dan flokulan. Di dalam clarifier, maka sludge dan cairan di isah, sludge untuk dibuat pupuk sedangkan cairannya di lewatkan sand filter dan carbon filter kemudian dibuang kesungai karena telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan yaitu dengan kandungan BOD 80 ppm. Untuk pengukuran kandungan BOD, COD, dan pH dilakukan setiap 2 jam sekali.
Stilage yang dihasilkan stiap harinya sekitar 25% dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk. Di Pt. Indo AcidatamaTbk, pupuk yang dihasilkan adalah pupuk kompos, super alfinase, granulair alfinase. Pupuk super alfinase dibuat dari pupuk kompos yang ditambah denga phospat, dolomite, abu sekam, bekatul, tembakau yang rusak, kotoran ayam dan efektif mikro organisme (EM4). Sedang pupuk kompos sendiri dibuat dari dedaunan dan grajen yang prosesnya dilakukan selama 26 hari dan diaduk setiap hari, setelah menjadi kompos (C-N ratio < 20) diperkaya dengan bahan tertentu sampai kandungan N, P, K nya sesuai standar. Pupuk granulair alfinase dibuat darisuper alfinase ditambah sludge yang dipadatkan. (Novianingsih)
3. Pengolahan Industri Otomotif Pt-X Jakarta
Pada awalnya, proses yang digunakan oleh proses produksi yang digunakan adalah wet sanding. Pada pelaksanaannya proses wet sanding menghasilkan limbah cair sebesar 68,9 l/unit. Dengan diterapkannya produksi bersih yang diimplementasikan dengan perubahan proses produksi, yaitu slight sanding, maka limbah cair yang dihasilkan menjadi 12,2 l/unit. Berdasarkan uraian singkat di atas dapat diketahui bahwa dengan perubahan proses produksi, limbah cair yang dihasilkan menjadi menurun. Hal ini sesuai dengan konsep produksi bersih, yaitu mengurangi limbah langsung dari sumbernya. (Implementasi Produksi Bersih di Bidang Industri, 2009)
4. Pengolahan Limbah Industri Susu Pt. Ultra Jaya Milk
Limbah cair, limbah ini berasal dari hasil pencucian alat, limbah tersebut di tamping dilakukan peroses penguraian bakteri aerobic. Setelah itu dilakukan aerasi dan di diamkan selama 48 jam supaya bakteri mengurai zat-zat organic. Kemudian dipisahkan air dan lumpur aktif untuk dilakukan foltasi, ciran dimasukan kedalam bak sedimentasi sehingga cairan yang dihasilkan menjadi tidak berwarna.
Limbah padat, limbah ini berasal dari kemasan produk yang sudah terpakai, kemasan tersebut dikirimkan pada badan pengolah kertas kemudian di campur dengan air selama kurang lebih 1 jam, hasilnya dapat digunakan untuk kertas tulis.
Limbah gas, limbah ini berasal dari hasil pembakaran, dari hasil pembakaran tersebut dibekukan untuk kebutuhan ice cream campina di Surabaya. (Siregar, Kurniawan, & Primasri)
5. Pengolahan Limbah Radio Aktif
Sebelum limbah radioaktif dikirimkan, penghasil limbah berkewajiban melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkannya dengan tujuan meminimalisasi volume, kompleksitas, biaya dan resiko. Pengelolaan yang dilakukan meliputi mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara. Pengumpulan dan pengelompokkan limbah berdasarkan aktivitas, waktu paro, jenis radiasi, bentuk fisik-dan kimia, sifat racun dan asal limbah radioaktif atau mengolah limbahnya apabila memiliki fasilitas pengolahan.
Limbah padat dipisahkan menjadi dapat terbakar - tidak dapat terbakar, terkompaksi – tidak terkompaksi, aktivitas rendah dan tinggi, umur paro panjang dan pendek, serta jenis radiasi. Limbah tersebut ditempatkan pada lokasi khusus yang diberi tanda bahaya radiasi sehingga hanya petugas tertentu yang dapat masuk ke ruangan.
Limbah cair yang berupa sisa zat radioaktif dan limbah cair hasil samping kegiatan dekontaminasi yang memiliki aktivitas tinggi atau umur paro panjang ditempatkan secara terpisah dengan limbah aktivitas rendah atau umur paro pendek. Untuk limbah cair hasil ekskresi atau hasil kegiatan mandi dan cuci disalurkan secara terpisah dengan saluran grey water dan disalurkan ke tempat penampungan sementara untuk mengetahui dosis paparan radiasi yang ditimbulkan, limbah radioaktif tersebut dapat di lepaskan ke badan air apabila memenuhi persyaratan pelepasan.
Limbah berbentuk gas sangat jarang terjadi. Seperti yang telah disampaikan di muka untuk mengendalikan limbah radioaktif berbentuk gas, maka sumber penghasil limbah ditempatkan pada tempat khusus sehingga gas tidak mudah keluar ke lingkungan. Gas dapat di lepaskan ke lingkungan setelah memenuhi persyaratan pelepasan. Penghasil limbah wajib memberikan informasi dengan lengkap dan benar secara tertulis (dalam manifes dokumen) kepada pengangkut tentang identitas limbah, bahaya radiasi, dan sifat bahaya lain yang mungkin terjadi dan cara penanggulangannya. Penghasil limbah juga berkewajiban memberikan tanda, label, atau plakat pada kendaraan angkutan.
Pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif saat ini dilakukan secara terpadu di PTLRBATAN meskipun dalam menjalankan tugasnya, Badan Pelaksana sebetulnya dapat menunjuk dan/atau bekerja sama dengan BUMN, swasta dan Koperasi. Sehingga sampai saat ini pihak pengolah atau penyimpan limbah radioaktif hanya PTLR-BATAN. Pihak pengolah/penyimpan /negara asal sumber radioaktif berkewajiban memeriksa kesesuaian limbah yang diserahkan oleh pengangkut dengan kualifikasi limbah sebagaimana tercantum dalam dokumen pengiriman limbah. Apabila terdapat ketidaksesuaian maka pihak pengolah/penyimpan/negara asal sumber radioaktif wajib memberitahukan ke Badan Pengawas dan penghasil limbah guna investigasi lebih lanjut. Namun apabila limbah radioaktif yang diterima oleh pengolah sudah sesuai dengan dokumen pengiriman limbah maka pihak pengolah/penyimpan dapat melakukan pengolahan/penyimpanan limbah radioaktif dengan teknologi yang sesuai. Sedangkan negara asal sumber radioaktif dapat melakukan penanganan sumber radioaktif bekas yang diterimanya sesuai dengan kebijakan pengelolaan limbah radioaktif Negara tersebut.
Pengolahan limbah radioaktif yang dilakukan oleh pihak pengolah dimaksudkan untuk mereduksi volume limbah dan mengurangi paparan radiasi dari limbah radioaktif agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan sehingga dosis radiasi yang diterima oleh pekerja akibat adanya limbah tersebut tidak akan melebihi ketentuan dossis tahunan yang telah ditetapkan.
Jenis pengolahan limbah radioaktif berbentuk padat yang telah dipraktekkan, antara lain: kompaksi, insenerasi dan imobilisasi tetapi tidak berlaku untuk sumber radioaktif bekas. (Alfian & Akhmad, 2010)
6. Pengolahan Limbah Industri Baja
Untuk pengelolaan limbah industri baja ini, para pakar menilai, bahwa model penanganan limbah baja terdapat 2 (dua) opsi skenario. Skenario pertama, perusahaan dapat mengolah limbah baja menjadi produk yang mempunyai nilai tambah (value added). Opsi ini, perusahaan harus mengeluarkan dana untuk investasi awal yang cukup besar dalam arti perusahaan mendirikan pabrik baru dengan bahan substitusi (campuran) limbah. Berapa negara seperti Jepang sudah memanfaatkan limbah baja untuk bahan substitusi (campuran) membuat produk tersebut, seperti batako, genteng, paving block, lantai keramik, dan sebagainya. Skenario kedua, perusahaan dapat menjual langsung limbah yang dihasilkan oleh pabrik saat beroperasi proses produksi. Opsi ini telah dilakukan oleh perusahan dengan cara menjual limbah baja ke perusahaan lain di dalam dan luar negeri. Setiap bulannya perusahaan dapat menjual + 3.000 ton untuk pabrik semen di Indonesia dan pabrik baja di negara Cina. Skenario opsi kedua dianggap mendukung program lingkungan bersih, karena secara berangsur-angsur limbah yang berada di area penampungan semakin berkurang, maka sejak tahun 2007 perusahaan memulai melaksanakan penanganan limbah baja dengan cara menjual. (Salim, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
(2009). Implementasi Produksi Bersih di Bidang Industri.
Alfian, M., & Akhmad, Y. R. (2010). Strategi Pengolahan Limbah Radio Aktif di Indonesia di Tinjau dari Konsep Cradle To Grave. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah .
Artiningsih, N. K. (n.d.). Penerapan Produksi Bersih Berdamapak Positif . Semarang: Universitas 17 Agustus 1945.
(n.d.). Konsep Umum Produksi Bersih .
Novianingsih, C. R. (n.d.). Laporan PKL di PT. Indo Acidatama. Surakarta: Universitas Setia Budi.
Pertanian, D. (2006). Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdid Pengelolaan lingkungan Ditjen PPHP.
Salim, J. (2009). Model Pengelolaan Limbah Industri Baja. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Siregar, S. D., Kurniawan, S., & Primasri, Y. P. (n.d.). Laporan PKL di PT. Ultra Jaya Milk. Surakarta: Universitas Setia Budi.
Suhartini. (2008). Pengolahan Lingkungan. Yogyakarta: Universitas Negri Yogyakarta.
KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH DI INDONESIA UNTUK MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN
Latar belakang dan alasan perlunya implementasi Produksi Bersih Di Indonesia
Indonesia merupakan negara berkembang dengan kegiatan ekonomi yang terus meningkat, hal ini bisa dilihat dari jumlah industri yang ada di Indonesia yang terus bertambah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2001, jumlah perusahaan industri dari berbagai sub sektor mencapai 21.396, kemudian pada tahun 2009 diperkirakan meningkat menjadi 25.077 unit perusahaan. Dengan kemajuan industri tersebut, salah satu dampak yang dapat dirasakan saat ini adalah makin meningkatnya pencemaran akibat kegiatan industri. Namun demikian sumber pencemaran tidak hanya berasal dari sektor formal seperti industri, tetapi bisa juga dari sektor non formal, yang justru dari sisi pengelolaannya lebih sulit karena tidak ada mekanisme pemantauan dan pengelolaan efektif untuk diterapkan, karena menyangkut pola hidup dari masyarakat, misalnya sub sektor rumah tangga, pertanian dan transportasi.
UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain itu juga dinyatakan bahwa pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan harus menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, dengan memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup, serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. Pembangunan yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan mendorong implementasi dari semua tahapan kegiatan yang bertujuan meningkatkan efisiensi energi, air dan bahan baku, serta meminimalisasi limbah yang dihasilkan dan teremisikannya kontaminan ke media alam, dengan demikian produk ataupun jasa yang dihasilkan dapat menjaga kualitas lingkungan sebagaimana yang diperlukan masyarakat. Saat ini sumber daya alam di Indonesia makin berkurang karena pemanfaatan yang kurang bijak, oleh karena itu perlu dilakukan program penghematan sumber daya, baik sumber daya alam dan energi, terbarukan dan tidak terbarukan.
Dalam suatu kegiatan industri dihasilkan limbah produksi yang berupa limbah cair, padat maupun limbah dalam bentuk uap atau gas yang teremisikan ke udara. Selain itu juga untuk menghasilkan output berupa produk diperlukan input yang berupa bahan baku, bahan pendorong maupun sumber daya. Sumber daya yang digunakan bisa berupa air, panas, atau listrik.
Jumlah limbah yang dihasilkan juga tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan, misalnya untuk industri ikan dan makanan laut, limbah cair yang dihasilkan bisa mencapai 79 m3 sampai 500 m3 per hari, sedangkan untuk industri pengolahan crumb rubber, limbah air yang dihasilkan antara 100 – 200- m3 per hari.
Limbah padat bisa berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari sisa pengolahan. Jenis limbah ini ada yang bisa didaur ulang dan ada yang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Untuk limbah padat yang sudah tidak punya nilai ekonomi, harus dikelola dengan baik, dan tentunya memerlukan perlakuan khusus, misalnya ditimbun pada suatu tempat, diolah kembali kemudian dibakar atau dibuang. Namun tidak semua limbah padat dapat diperlakukan seperti itu, karena ada limbah padat yang tidak mudah terbakar dan juga tidak mudah busuk. Selain itu ada juga limbah yang bersifat radioaktif. Di Indonesia, komposisi limbah berubah secara gradual sepanjang waktu. Pada tahun 2001, komposisi limbah padat berupa sampah 65%, rubbish 13% dan plastik 11%. Pada tahun 2007, sampah menurun hingga 50% dan bahan plastik meningkat 15%. Rata-rata harian produksi limbah padat di sepuluh kota besar di Indonesia pada tahun 2007 adalah Jakarta 28.196,7 m3, Surabaya 9.560 m, Bandung 7.500 m3, Medan 4.985 m3, Makassar 3.661,8m3, Palembang 5.100 m3, Semarang 4.500 m3, Tangerang 3.367 m3, Bekasi 2.790 m3, dan Depok 3.764 m3. Diperkirakan bahwa total produksi limbah padat di 170 kota dan kabupaten di Indonesia pada tahun 2007 mencapai angka 45.764.364,30 m3 per tahun atau setara dengan 11.441.091,08 ton per tahun. Potensi gas Metana (CH4) yang diproduksi dari total produksi limbah padat sebesar 517.366.138,15 Gg per tahun atau setara dengan 517.366,14 ton per tahun. Kurang lebih 41% limbah padat diangkut dan dibuat ke lokasi pembuangan akhir. Sekitar 36% limbah padat diperlakukan dengan pembakaran, sedangkan 8% ditimbun, dan 1% didaur ulang dan diperlakukan sebagai kompos, dan 14% dibuang dimana saja, seperti sungai, lahan terbuka, jalanan, dll. Berdasarkan data yang diperoleh program Adipura Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2007, hampir semua kota yang disurvey menggunakan metode open dumping untuk perlakuan akhir limbah padat (99,7%).
Zat pencemar yang teremisikan ke udara bisa berupa partikel maupun gas. Gas-gas yang dapat menjadi pencemar antara lain SO2, NOx, CO, CO2, hidrokarbon, asap pembakaram, asbes, semen, uap air dll. Pencemaran yang ditimbulkan tergantung jenis limbah, volume dan lamanya berada di udara. Jangkauannya juga luas karena faktor cuaca dan iklim juga turut berperan, dan akibatnya dapat terjadi deposisi asam.
Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah jenis limbah yang harus mendapat perhatian ekstra dalam pengelolaannya. Kandungan kimia yang berbahaya yang terdapat didalam limbah tersebut berpotensi memberikan dampak merugikan bagi masyarakat, misalnya dapat menyebabkan kanker ataupun penyakit berbahaya lain. Di Indonesia, volume limbah berbahaya dan beracun pada tahun 2007 sebesar 3.023.585,37 ton, terutama mengandung fuel sludge, coal ashes, treatment sludge, steel slug, copper slag, oli bekas, waste water rags, sludge scale dan baterai bekas. Hanya sekitar 10% dari limbah yang sudah dikelola sebesar 31.910.935 ton pada tahun 2007. Jumlah 2.464.780.543 ton limbah sudah dikelola melalui program 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Namun, sejumlah besar limbah berbahaya dan beracun tidak dikelola dengan semestinya. Limbah tersebut dibuang ke badan sungai atau lahan terbuka (167.559.573.715 ton). Industri pertambangan adalah salah satu yang memberikan kontribusi sangat besar limbah berbahaya dan beracun di Indonesia. Pada tahun 2007, industri pertambangan menghasilkan limbah berbahaya dan beracun berupa fuel sludge dengan jumlah 329,13 ton, aki bekas 183,6 ton, material terkontaminasi minyak 914,02 ton, dan oli bekas 19.471.604,5 liter. Banyak limbah yang diproduksi oleh sektor pertambangan, energi, dan minyak yang berada di Jawa dan Sumatera.
Transportasi, terutama di kota besar merupakan salah satu sub sektor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pencemaran udara, karena kandungan gas yang diemisikan dari kendaraan baik pesawat udara, kapal laut, kereta api maupun kendaraan bermotor. Kontribusi gas buang kendaraan bermotor di kota besar mencapai 6-70%, sementara kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar antara 10-15%. Selain menjadi sumber pencemar udara, sektor transportasi juga mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam berupa bahan bakar fosil, bahan bakar inilah yang menjadi penyebab gas buang yang teremisi ke udara karena mengeluarkan senyawa seperti CO, TSP, NOx, SOx, dll.
Salah satu strategi merealisasikan pembangunan berkelanjutan seperti yang disampaikan di atas adalah melalui pengembangan dan menerapkan prinsip-prinsip Produksi Bersih.
Komitmen dan Kebijakan Nasional Terkait Dengan Penerapan Produksi Bersih Di Indonesia
Untuk mewujudkan target pengurangan emisi limbah di Indonesia, Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan berbagai kebijakan dan peraturan yang mewajibkan setiap kegiatan usaha melakukan upaya pencegahan dan pengelolaan limbahnya, antara lain:
UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
PP No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Permenlh No. 31 Tahun 2009 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan, Ekolabel, Produksi Bersih, dan Teknologi Berwawasan Lingkungan di Daerah
Permenlh No. 35 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Halon
Permenlh No. 23 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Pertambangan Emas Rakyat
Permenlh No. 2 Tahun 2008 Tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Kepmenlh No.111 Tahun 2003 Tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perijinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air/Atau Sumber Air
· Berbagai peraturan yang mengatur nilai ambang batas atau baku mutu pencemaran yang menjadi acuan bagi para pelaku usaha untuk mengelola limbah yang dihasilkannya.
Produksi bersih merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya limbah yang dikembangkan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) mulai tahun 1993. Pada tahun 1995, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Komitmen Nasional Penerapan Produksi Bersih, dan sampai saat ini penerapan produksi bersih sudah dilakukan di beberapa kegiatan, seperti tekstil, penyamakan kulit, kelapa sawit, electroplating, karet, tapioka, gula, perhotelan dan perkotaan.
Dalam upaya meningkatkan penerapan Produksi Bersih di tingkat nasional, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam rencana jangka menengah dan jangka panjang, sebagai berikut:
Melibatkan dan mengikutsertakan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan Produksi Bersih untuk mengharmonisasikan setiap persepsi dan pendekatan pelaksanaan produksi bersih dengan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan selama ini. Harmonisasi ini harus mendorong perubahan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan dimana pelaksanaannya harus secara terus menerus sesuai dengan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi.
Meningkatkan pemahaman konsep Produksi Bersih agar dapat diimplementasikan oleh seluruh pihak yang berkepentingan baik secara individu, kelompok maupun institusi sehingga dapat merancang suatu mekanisme kontrol peraturan yang saling menguntungkan (win-win solution).
Pemerintah menyediakan dukungan sarana dan prasarana baik fisik (pilot project, tenaga ahli, informasi, dll) maupun nonfisik (peraturan, kebijakan, dll) untuk mengimplementasikan dan mengembangkan Produksi Bersih untuk mencapai konsensus nasional dalam mecari solusi terbaik bagi penaatan dan penangan masalah-masalah lingkungan hidup.
Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dan Peranserta masyarakat di tingkat sektoral dan daerah.
Melaksanakan Program Produksi Bersih secara holistik, komprehensif, terintegrasi dan berkesinambungan dalam upaya pengelolaan lingkungan sehingga berjalan sinergis dengan aspek ekonomi dan sosial.
Mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk menghasilkan dan menggunakan produk-produk dan jasa-jasa yang ramah lingkungan (green producers and consumers).
Untuk mendorong penerapan produksi bersih dalam upaya mewujudukan pembangunan yang berkelanjutan, ada beberapa strategi yang dilaksanakan, yaitu :
Mensosialisasikan dan mempromosikan konsep Produksi Bersih kepada stakeholders;
Menerapkan analisis daur hidup produk pada semua sektor;
Memfasilitasi kemitraan dalam penerapan produksi bersih diantara stakeholders;
Meningkatkan kerjasama dengan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan produksi bersih
baik di forum nasional maupun internasional;
Meningkatkan pertukaran informasi dan mengembangkan jejaring kerja dengan seluruh stakeholders;
Menyelenggarakan pelatihan, seminar, lokakarya yang berhubungan dengan Produksi Bersih;
Mengkaji, mengembangkan dan menerapkan Produksi Bersih secara terus menerus melalui koordinasi, komunikasi, benchmarking, edukasi dan diseminasi informasi pada seluruh aktivitas di semua sektor serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
Menciptakan program bersama yang melibatkan seluruh stakeholders dalam rangka penerapan Produksi Bersih.
Untuk mendorong implementasi dari produksi bersih di semua sektor kegiatan, Kementerian Lingkungan Hidup sudah membentuk Pusat Produksi Bersih Nasional (PPBN), dengan fungsi sebagai berikut :
Menampung semua informasi mengenai Produksi Bersih, dari sisi kebijakan, pelaksanaan, status kemajuan, penerapan PB di industri, yang bertujuan untuk transfer teknologi bersih Menjadi akses bagi para industri yang ingin mengaplikasikan PB dan pihak-pihak lain yang akan melakukan kajian PB
Menjadi media untuk tukar informasi dan dialog kebijakan penerapan PB
Mendorong dan memotivasi seluruh sektor industri untuk mengaplikasikan PB sehingga dapat menjadi wadah untuk menyamakan persepsi antara pemerintah, industri, akademisi, Ornop, dll dalam melakukan pengelolaan lingkungan
Menjadi salah satu wadah pemberian insentif bagi industri-industri yang telah menerapkan PB dan benchmarking
Menjadi sarana untuk pelatihan
Menjadi katalisator pertumbuhan lembaga-lembaga jasa PB
Adanya PPBN diharapkan tercipta suatu sistem kerja untuk mekanisme PB antar unit/sektor yang terkoordinasi, terintegrasi dan sinergis. Secara sektoral, kebijakan pencegahan pencemaran melalui produksi bersih juga telah dikembangkan, yaitu :
1. Kementerian Lingkungan Hidup
Penyusunan Pedoman Teknis Penerapan Produksi Bersih untuk industri tekstil, kulit, kelapa sawit, electroplating, karet, tapioka, gula, hotel dan perkotaan
Penyusunan Pedoman Teknis Penerapan Produksi Bersih melalui Chemical Management dan Good House Keeping
Implementasi Produksi Bersih melalui pilot project pada industri tekstil, kelapa sawit, kulit dan lingkungan industri kecil
Implementasi Produksi Bersih melalui konsultasi dan bimbingan teknis pada kurang lebih 500 industri, antara lain: automotive, agrobisnis, electroplating, tekstil, kulit, karet, CPO, gula, dll.
Pelatihan Produksi Bersih, Good House Keeping, Chemical Management, Life Cycle Analysis
2. Departemen Pertanian
Mengembangkan penggunaan pupuk organik pada on-farm dan off-farm
Mengurangi pemakaian pupuk kimia dan pestisida
Mencanangkan "Go Organic 2010"
3. Departemen Perhubungan
Mendorong penggunaan bensin tanpa timbal
Meningkatkan pengujian tipe maupun berkala kendaraan bermotor
Mendorong penggunaan bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermotor seperti: BBG, elpiji dan biodesel
Mengadopsi standar Eropa untuk pengujian emisi secara bertahap
Mengajukan usulan pengurangan bea masuk atau pajak bagi kendaraan yang ramah lingkungan
Menerapkan penggunaan angkutan massal
4. Departemen Energi Sumber Daya Mineral
Mempersyaratkan penerapan Produksi Bersih pada setiap kontrak karya di bidang pertambangan
Mempromosikan pengembangan pertambangan ramah lingkungan
Meminimisasi kerusakan bentang alam dan pemulihan perubahan bentang alam agar lebih bermanfaat
5. Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Mengharmonisasikan Produksi Bersih pada peraturan dibidang perindustrian dan perdagangan
Mengupayakan substitusi pemakaian bahan kimia yang bersifat berbahaya dan beracun
Pemberian insentif berupa penghargaan bagi industri-industri yang telah menerapkan Produksi Bersih
Mengembangkan proses produksi ramah lingkungan
6. Kementerian Pariwisata
Meningkatkan effisiensi pada fasilitas-fasilitas wisata
Mengembangkan konsep wisata-lingkungan (eco-tourism)
Meningkatkan penghematan pemakaian air, bahan-bahan pembersih, listrik dan utilitas lainnya pada fasilitas-fasilitas wisata
Insentif dan Kendala Dalam Implementasi Pencegahan Pencemaran Melalui Produksi
Bersih
Insentif merupakan salah satu perangkat untuk mendorong keberhasilan suatu program. Kementerian Lingkungan Hidup telah mengembangkan instrumen ekonomi yang bertujuan menurunkan tingkat pencemaran/kerusakan melalui insentif (disinsentif) ekonomi kepada pelaku pencemaran/kerusakan. Instrumen ekonomi yang dapat menjadi insentif bagi pelaku usaha yang akan menerapkan produksi bersih dalam kegiatan usahanya adalah :
a) Pinjaman Lunak Lingkungan
Pollution Abatement Equipment - Japan Bank International Cooperation (PAE-JBIC)
Industrial Efficiency and Pollution Control-Kreditanstalt fur Wiederaufbau (IEPC-KfW) Tahap I
Industrial Efficiency and Pollution Control-Kreditanstalt fur Wiederaufbau (IEPC-KfW) Tahap II
Pembiayaan investasi lingkungan bagi UMK (Skema DNS)
b) Program Perlindungan Lapisan Ozon melalui bantuan hibah berupa alih teknologi peralatan yang masih menggunakan bahan perusak ozon (BPO) menjadi non BPO, dan juga bantuan hibah peralatan daur ulang CFC
c) Pembebasan Bea Impor, terutama untuk peralatan yang digunakan untuk mencegah atau mengurangi pencemaran
d) CDM (Mekanisme Pembangunan Bersih), dimana upaya perusahaan atau industri di negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui implementasi teknologi bersih GRK yang dihargai dalam bentuk sertifikat yang dapat dijual untuk mendapatkan pendanaan dari negara maju.
e) Global Environmental Financing (GEF), merupakan skema pendanaan untuk pengelolaan lingkungan, termasuk pencegahan dan penurunan pencemaran/kerusakan lingkungan
f) Subsidi Kompos, yang diberikan untuk upaya mengurangi limbah organik yang diolah menjadi kompos. Salah satu program yang sudah dilakukan adalah Western Java Environment Management Project (WJEMP))
g) Dana Alokasi Khusus, diberikan kepada pemerintah daerah untuk tujuan kegiatan tertentu, salah satunya untuk pengelolaan lingkungan di wilayahnya
h) Peluang pengurangan pajak penghasilan atas biaya pengolahan limbah
Contoh pemberian insentif ekonomi untuk pencegahan pencemaran melalui produksi bersih :
Pinjaman lunak untuk alih teknologi/peralatan pada industri jamu, industri rumahan pembuatan bumbu, alat daur ulang kertas, mesin bordir, dll
Pinjaman lunak untuk peralatan daur ulang tanaman enceng gondok, alat daur ulang plastik, alat daur ulang metal, alat daur ulang batok kelapa, alat daur ulang parafin, mesin daur ulang ban bekas, mesin pengering padi berbahan bakar sekam
Pinjaman lunak untuk pembangunan IPAL, kolam aerasi, insinerator, dust collector, mesin pengolah sampah
Pinjaman lunak untuk penggantian unit kompresor, unit pendingin udara dan air, serta unit penghantar panas, yang menggantikan penggunaan pendingin yang merusak ozon dengan bahan pendingin non BPO
Pinjaman lunak pemanfaatan kotoran sapi dengan membangun reaktor biogas
Bantuan hibah mesin produksi non BPO untuk industri foam dan manufaktur peralatan pendingin
Bantuan hibah daur ulang pendingin CFC untuk bengkel servis peralatan pendingin
Namun demikian, upaya penerapan produksi bersih masih menghadapi beberapa kendala, antara lain:
Pengertian Produksi Bersih yang belum sepenuhnya dipahami dengan baik sehingga terkesan kurang menarik karena keuntungan dan kesempatan potensial perbaikan belum diidentifikasi;
Piranti dan insentif keuangan terhadap penerapan Produksi Bersih belum tersebarluaskan;
Kurangnya kebijakan yang mendukung penerapan Produksi Bersih dan pemberian penghargaan bagi perusahaan maupun lembaga yang telah berhasil melaksanakannya;
Ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan informasi teknologi Produksi Bersih (best practice and best available technology) relatif masih terbatas;
Terbatasnya kapasitas dan pengetahuan tentang Produksi Bersih pada sektor industri, asosiasi, aparat pemerintah, lembaga jasa/konsultan;
Penerapan dan pengembangan Produksi Bersih yang terfokus hanya pada sektor manufaktur;
Belum adanya pengakuan dan penghargaan bagi kegiatan-kegiatan yang telah menerapkan Produksi Bersih.
Keuntungan Dari Pencegahan Polusi Dibandingkan Dengan Pengaturan Polusi
Dengan menerapkan produksi bersih, limbah yang dihasilkan akan diubah tidak hanya bentuknya saja tetapi juga kandungan yang ada didalamnya, karena dapat melalui proses daur ulang, recovery, pemurnian kembali. Dengan pencegahan terjadinya limbah di tiap tahapan produksi akan mengurangi biaya investasi untuk pengolahan dan pembuangan limbah, dengan demikian mengurangi biaya perusahaan dan juga dapat berpengaruh terhadap harga jual produk yang bisa dikurangi karena berkurangnya biaya pengolahan limbah.
Dari penerapan produksi bersih di Indonesia yang sudah dilakukan di beberapa jenis industri, contoh hasil yang diperoleh adalah :
a) Mengurangi biaya pengolahan limbah
b) Mengurangi limbah padat. Dari 19 industri yang sudah menerapkan PB dapat mengurangi limbah padat sebanyak 10.109 ton/bulan. Industri furniture yang sudah menerapkan PB dapat mengurangi limbah padatnya sebanyak 1.050 m3/bulan
c) Mengurangi beban limbah
· Dari upaya implementasi PB di 17 industri skala UKM diperoleh pengurangan beban BOD sebanyak 1.838 ton/bulan. Sedangkan beban COD berkurang sebanyak 4.158,5 ton/bulan
d) Meningkatkan pendapatan perusahaan melalui penghematan, misalnya:
No.
Nama Alat
Sebelum
Sesudah
Keuntungan Rp/bln
Bhn Limbah
Nilai Finansial (Rp)
Bhn Limbah
Nilai Finansial (Rp)
1
Coating Machine Hasil Produksi : 400.000 m/bl
20% x 400.000 =
80.000 mt
=12.800 Kg
BS:Rp14.000/kg
=Rp179.200.000
-
12.800 Kg = 24.600 piece.
Hasil Coating : US$ 1.5/pcs
= US$ 36.900
= 405.900.000
226.700.000
2
Shuttle
Embroidery
159.96 Kg/bln
Rp 1000/Kg
15.96 x Rp1.000
= Rp 159.960
-
159.96 x $ 7
= $ 1.119,72
= 12.316.920
12.156.960
3
Cassaty Machine
Ada 2 mesin
bordeir
menganggur
-
2 Mesin
bordir dapat
bekerja
= 2mc x12 pcs x 15yrd x $2.2
=$792 x 30 hari
=$23.760
=261.360.000
261.360.00
4
Biogas Reactor
46.880 kg
kotoran ternak
per hari
-
-
663 unit reactor
memproduksi 1.629 m3
biogas per hari setara
dengan 650 liter minyak
tanah per hari
650 liter mitan x 30
hari x Rp 9.000,- per
liter =
Rp. 175.500.000,-
663 unit reaktor membuang
ampas yang dapat menjadi
bahan pupuk organik
sebanyak 46.880 kg per hari
46.880 kg kotoran x
30 hari x Rp 25,- =
35.160.000,-
Program Teknologi dan Teknik Pencegahan Yang Diterapkan
Dalam kebijakan nasional Produksi Bersih yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2003, teknik pencegahan pencemaran yang diterapkan dalam PB mencakup 5R (Re-think, Re-use, Reduction, Recovery dan Recycle), sebagai berikut:
1. Re-think (berpikir kembali), konsep pemikiran yang harus dimiliki oleh tiap pelaku usaha pada saat awal operasional kegiatan, dengan implikasi :
Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi yang terjadi pada saat proses maupun terkait dengan produk yang dihasilkan, harus dipahami benar tentang analisis daur hidup produk yang dihasilkannya
Upaya produksi bersih harus diikuti dengan perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun pelaku usaha
2. Reduce (Pengurangan), merupakan upaya untuk mengurangi jenis dan volume limbah yang timbul dari suatu kegiatan usaha. Berbagai cara untuk mereduksi timbulnya limbah antara lain:
Tata laksana rumah tangga yang baik (good housekeeping), merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu kegiatan usaha untuk menjaga kebersihan lingkungannya dan mencegah terjadi ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta melakukan penanganan limbah yang timbul sebaik mungkin.
Segregasi aliran limbah, memisahkan berbagai jenis aliran limbah sesuai dengan jenis komponennya, konsentrasi dan kondisinya, sehingga dapat memudahkan dalam mengurangi volume limbah yang dihasilkan, dengan demikian dapat mengurangi biaya pengolahan limbah. Limbah yang encer lebih mudah dimurnikan karena mengandung kontaminan yang lebih sedikit, sedangkan limbah dengan konsentrasi yang pekat lebih mudah untuk didaur ulang atau direcovery karena konsentrasi aliran tersebut besar.
Preventive maintenance, melakukan pemeliharaan/penggantian sesuai waktu yang dijadwalkan. Dengan jadwal pemeliharaan yang ketat akan mengurangi kemungkinan kerusakan yang cukup parah yang akhirnya akan mengurangi biaya pemeliharaan dan mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan
Pengelolaan bahan, merupakan suatu upaya untuk menjaga agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran produksi tetapi juga tidak berlebihan jumlahnya sehingga mengurangi penyimpanan yang berpotensi pada kerusakan bahan akibat bahan yang disimpan tidak terpakai sehingga habis masa pakainya. Penyimpanan yang dilakukan juga harus dalam keadaan rapi dan terkontrol.
Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik, pelaksanaan proses produksi yang dilakukan dalam kondisi optimum dan pengoperasian alat sesuai dengan manual operasional peralatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi kehilangan bahan akibat kebocoran dan tumpahan.
Modifikasi proses dan/atau alat, melakukan modifikasi peralatan produksi sehingga lebih efisien, dan limbah yang dihasilkan akan semakin berkurang
Modifikasi/substitusi bahan, mengganti bahan yang digunakan dengan bahan lain yang mempunyai potensi merusak lingkungan lebih kecil dibanding bahan sebelumnya. Penggantian bahan juga dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan.
Pengubahan produk, melakukan perubahan jenis atau desain produk dengan fungsi yang sama, dengan tujuan mengurangi bahan yang digunakan dapat membantu mengurangi jumlah limbah yang keluar dari proses produksi, maupun pada saat pemakaian produk oleh konsumen.
Penggunaan teknologi bersih, memilih jenis teknologi yang dianggap bersih atau teknologi yang memberikan peluang pengurangan jenis dan volume limbah dengan efisiensi yang cukup tinggi.
3. Re-use (penggunaan kembali), merupakan suatu upaya pengurangan limbah melalui penggunaan kembali suatu jenis limbah tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi
4. Recycle (daur ulang), memanfaatkan limbah dengan memproses kembali limbah tersebut kedalam proses semula dengan perlakuan fisika, kimia dan biologi
5. Recovery (pengambilan ulang), mengambil kembali bahan atau kandungan bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi, dan menggunakannya kembali ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi
Perangkat dan program yang dikembangkan Pemerintah Indonesia untuk penerapan produksi bersih di Indonesia adalah :
Eko-Efisiensi yang menggabungkan metode Good Housekeeping (Tata Kelola yang Apik), Chemical Management (Pengelolaan Bahan Kimia) dan Environmental Oriented Cost Management (Manajemen Biaya berorientasi Lingkungan). Penerapan eko-Efisiensi ini dapat meningkatkan produktivitas, penghematan biaya, mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan prosedur organisasi serta keselamatan kerja
Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan (SML), namun sistem ini masih bersifat sukarela dan tergantung pada komitmen manajemen puncak perusahaan dalam pengelolaan lingkungannya.
Environment – Oriented Cost Management (EoCM) atau Manajemen Lingkungan Berbasis Keuntungan (MeLOK) yang bertujuan meningkatkan kemampuan industri untuk mengurangi biaya produksi melalui pengurangan biaya bahan baku dan energi dalam produksi, mengurangi dampak lingkungan yang merugikan, dan meningkatkan efisiensi organisasi secara keseluruhan. Contoh perusahaan yang sudah menerapkan MeLOK adalah PT. Indonesia Power UBP Suralaya; PT. International Chemical Industry / Intercallin (Baterei ABC); PT. Indonesia Power UBP Priok; PT. Bando Indonesia (Group Gajah Tunggal) dan PT. Tri Darma Wisesa / TDW (automotive spare part )
Monetary Environmental Project Investment Appraisal (MEPIA) bertujuan menghitung efek netto dari biaya dan keuntungan dari berbagai opsi investasi yang tersedia, termasuk kuantifikasi keuntungan lingkungan yang diperoleh dan penghematan biaya yang diperoleh. Adanya indikator finansial jangka panjang dapat membantu perusahaan untuk mempertimbangkan dampak finansial di masa datang yang terimbas dari dampak lingkungan
Green Procurement atau Green Purchasing, untuk meminimalkan risiko lingkungan dari suatu produk atau bahan yang digunakan dalam suatu kegiatan industri. Disini berlaku pembagian tanggung jawab dan kesadaran dari pemasok dan pembeli untuk meminimalkan risiko lingkungan dalam produk demi kesinambungan usaha.
Pedoman Good Housekeeping untuk beberapa sektor, yang terkait dengan peningkatan efisiensi operasional secara keseluruhan, mulai dari pengelolaan biaya, pengelolaan lingkungan hidup dan perubahan organisasional