Kelompok 6 :
-
SUKMA
-
NURUL PRATIWI HAJIR
-
M. FADRI DHIRWANTARA.M
TIMOR LESTE dan PAPUA NUGINI Profil Negara Timor Leste Nama Lengkap : Republik Demokratik Timor Leste (Democratic Republic of Timor-Leste) Nama Lokal : Republika Demokratika Timor Lorosa’e (bahasa Tetum) Bentuk Pemerintahan : Republik semi-Presidensil Kepala Negara : Presiden Taur Matan RUAK, aka Jose Maria de VASCONCELOS (sejak
20 Mei 2012) Kepala Pemerintahan : Perdana Menteri Kay Rala Xanana GUSMAO (sejak 8 Agustus
2007) Ibukota : Dili Luas Wilayah : 14.874km2 Jumlah Penduduk : 1.261.072 jiwa. Pertumbuhan Penduduk : 2,39% (2016) Bahasa Resmi : Bahasa Tetum dan Bahasa Portugis Agama : Katolik Roma 96,9%, Suku Bangsa : Austronesian (Malayo-Polynesian) dan Papua Mata Uang : Dolar Amerika Serikat (USD)
Hari Nasional : 20 Mei 2002 Lagu Kebangsaan : “Patria” (Fatherland) Kode Domain Internet : .tl Kode Telepon : 670 Pendapatan Domestik Bruto : US$ 2,501 miliar (2015) Pendapatan Per Kapita : US$ 4.200,-
Timor Leste adalah sebuah negara yang terletak di bagian timur Pulau Timor, Asia Tenggara. Pulau Timor yang berada di sebelah utara benua Australia ini dimiliki oleh dua negara yaitu Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste. Sebelum merdeka, Timor Leste merupakan salah satu Provinsi di Republik Indonesia dengan nama Provinsi Timor Timur. Timor Leste secara resmi merdeka dari Indonesia pada tanggal 20 Mei 2002 dan menetapkan Kota Dili sebagai Ibukotanya. Di lihat dari Sejarah Negara Timor Leste dan hubungannya dengan Indonesia, Negara ini sebelumnya merupakan wilayah jajahan Portugis pada abab ke 16 hingga bergabung dengan Indonesia sebagai salah satu provinsi di Indonesia pada tahun 1976. Pada tahun 1999, Presiden Republik Indonesia yang menjabat saat itu yaitu B.J. Habibie memberikan izin referendum pemisahan diri kepada Timor Timur yang akhirnya menghasilkan keputusan untuk berpisah dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Pada tanggal 20 Mei 2002, Negara Timor Leste secara resmi terbentuk. Beberapa bulan kemudian yaitu pada tanggal 27 September 2002, Timor diterima sebagai anggota PBB. Secara Astronomis, Timor Leste berada di antara 8°LS -10°LS dan 124°BT – 127°30’BT. Timor Leste berbatasan darat dengan Indonesia di sebelah baratnya. Sedangkan
sebelah utara adalah laut Wetar, sebelah timur dan selatannya adalah laut Timor. Wilayah Timor Leste juga meliputi Pulau Kambing atau Autoro, Jaco dan Enklave Oecussi-Ambeno di Timor Barat. Timor Leste memiliki luas wilayah sebesar 14.874km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.261.072 jiwa. Mayoritas penduduk Timor Leste adalah etnik Austronesian
(Malayo-Polynesian) dan beragama Katolik Roma (sekitar 96,9%). Bahasa Resmi Timor Leste adalah bahasa Tetum dan Portugis. Sistem pemerintahan Timor Leste adalah Republik semi-Presidensil. Dikatakan semi presidensil karena kepala negaranya adalah seorang Presiden yang dipilih oleh rakyat setiap 5 tahun. Namun Presiden Timor Leste tidak memiliki kekuasaan penuh terhadap pemerintahan. Meskipun fungsinya hanya seremonial, Presiden Timor Leste ini juga memilki Hak Veto terhadap undang-undang dan juga sebagai Pemimpin Tertinggi Militer. Di Pemerintahaan, Timor Leste dipimpin oleh seorang Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahannya yang dipilih dari pemilihan multi partai dan diangkat atau ditunjuk dari partai mayoritas sebuah koalisi mayoritas. Di hubungan luar negari, Timor Leste adalah anggota PBB dan lembaga-lembaga yang berada dibawah PBB seperti UNESCO, ICAO, FAO, ILO, WHO dan ITU.
Peranan Negara Timor Leste dalam ASEAN Negara timor leste belum terlalu berperang dalam masalah atau konflik yang ada di Asia Tenggara. karena mengingat timor Leste baru akan
menjadi anggota pada tahun 2017.
Timor Leste akan menjadi sejarah dunia jika bergabung menjadi anggota
ASEAN
selanjutnya. Peluang itu terbuka lebar sebab berada dalam suatu kawasan AsiaTenggara karena dulunya Timor Leste mantan bagian dari Indonesia, dan Indonesia mendukung secara penuh bergabungnya Timor Leste ke dalam tubuh ASEAN. akan tetapi jika salah satunegara anggota ASEAN absen dan tidak bersedia menerima Timor Leste untuk menjadi anggota baru di ASEAN tentu negara demokrasi termuda tersebut sangat sulit untuk mewujudkan mimpinya. Upaya dan usaha harus terus dilakukan oleh Timor Leste untuk menyakinkan hal tersebut bahwa mereka tidak akan membuat dan memperberat beban ASEAN kedepannya dan mampu berperan serta menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara. bergabungnya Timor Leste ke dalam ASEAN akan membuat organisasi yang dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 tersebutakan menjadi tambah solid dan mampu memberikan sumbangan untuk menciptakan
ketertiban, keamanan serta stabilitas di kawasan Asia
Tenggara. Perdana Menteri Xanana Gusmao menyatakan bahwa saat ini Timor Leste dalam keadaan stabil dengan keamanan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat baik. Dengan situasi
itu, mendorong motivasi masyarakat Timor Leste untuk berpartisipasi lebih aktif lagi dalam forum kerja sama regional agar mendatangkan investasi lebih besar ke negaranya. ISU_ISU KEAMANAN TRADISIONAL TIMOR LESTE
Krisis Pengungsian Di Timor Leste Peristiwa penembakan Presiden Jose Ramos-Horta pada Februari 2008 seakan menggaris bawahi betapa mendesaknya untuk menangani akar permasalahan konflik dan kekerasan di Timor-Leste. Salah satu masalah penting yang ada ialah krisis pengungsian (displacement ) yang belum terselesaikan. Krisis ini merupakan akibat dari konflik-konflik yang terjadi dimasa lampau dan sekaligus juga berpotensi akan menimbulkan masalah dimasa datang. Hampir dua tahun setelah negara ini berkubang dalam konflik sipil pada April 2006, lebih dari 100.000 orang masih tercerabut dari asalnya. Baik para pemerintah yang lalu maupun sekarang bersama para donor internasional mereka telah gagal mewujudkan kondisi yang memungkinkan untuk rakyat kembali ke rumah mereka ataupun untuk mencegah terjadinya lebih banyak lagi pengungsian. Strategi pemulihan nasional yang dibentuk oleh pemerintah baru butuh didanai dengan cukup dan diikuti oleh tindakan-tindakan penting lainnya. Diantaranya yang paling penting adalah pembuatan sistem yang adil dan berfungsi mengenai kepemilikan tanah dan properti, peningkatan jumlah persediaan tempat tinggal secara menyeluruh, kekebalan hukum yang terus-menerus terjadi diakhiri, dan reformasi pada sektor hukum dan keamanan. Dengan adanya 30.000 orang pengungsi dari dalam negeri yang tinggal di kamp-kamp di ibukota, Dili, masalah pengungsian ini menjadi bukti yang sangat mencolok mata mengenai kegagalan dalam hal keamanan dan penegakan hukum. Selain merupakan sebuah bencana kemanusiaan, masalah ini sendiri juga rentan akan menimbulkan konflik-konflik. Bagi 70.000 pengungsi yang tinggal diluar kamp bersama sanak keluarga dan teman mereka memang kurang terlihat keberadaannya, akan tetapi mereka menjadi beban yang berat bagi kerabat yang menanggung mereka. Ada empat halangan yang merintangi para pengungsi dalam negeri ( IDPs) untuk pulang ke rumah mereka yaitu :
1.Pertama, banyak dari mereka yang masih takut akan mendapatkan kekerasan dari para tetangga mereka dan sekaligus juga tidak percaya pada aparat keamanan dalam menjamin keamanan mereka. Masalah ini perlu ditangani dengan cara mempercepat reformasi di bidang keamanan, termasuk mendahulukan keamanan masyarakat; menuntut para pelaku pembakaran dan kekerasan; dan mendorong proses dialog dan rekonsiliasi di tingkat lokal dan nasional. 2. Kedua, tersedianya makanan dan tempat berteduh secara cuma-cuma bagaimanapun membuat kehidupan di sebuah kamp pengungsian lebih menarik dari pada alternatif yang ada. Satu faktor lebih jauh lagi yang membuat para pengungsi dari pedesaan enggan untuk meninggalkan kamp di Dili adalah karena di ibukota tersedia lebih banyak peluang di bidang ekonomi. 3. Ketiga, beberapa kamp pengungsian dalam praktiknya dikelola oleh beberapa individu dan kelompok yang mendapatkan keuntungan pribadi dari banyaknya penghuni. Keuntungan ini bisa didapat dari hasil menguasai pasar gelap penjualan kembali sumbangan makanan atau karena mereka percaya bahwa semakin banyak jumlah penghuni, mereka akan lebih mendapatkan keuntungan politik. Di beberapa kejadian, mereka mengintimidasi dan menghalang-halangi penghuni meninggalkan kamp. 4. Yang terakhir, banyak para pengungsi yang tidak memiliki tempat untuk mereka pulang. Bisa dikarenakan banyak rumah-rumah rusak atau hancur yang belum dibangun kembali, atau karena masalah persengketaan hak milik yang tidak bisa diselesaikan dengan berdasarkan sistem undang-undang pertanahan Timor-Leste yang tidak lengkap dan tidak memadai. Pada dasarnya, jumlah perumahan yang ada sama sekali tidak sebanding dengan jumlah populasi. Perlu untuk membangun lebih banyak rumah lagi, menciptakan sistem untuk menyelesaikan persengketaan hak milik dan memberikan sistem hak milik yang berdasarkan hukum. Jika tidak, permintaan akan tempat tinggal akan terus menjadi penghalang proses penempatan kembali para pengungsi dan malahan akan menjadi penyebab lebih banyak lagi pengungsian. Walaupun strategi pemulihan nasional yang baru mengandung banyak unsur yang dibutuhkan untuk penempatan kembali para pengungsi ke komunitas asal mereka atau, dimana keadaan tidak memungkinkan, memindahkan mereka ke rumah baru, namun pemerintah sebenarnya belum mengalokasikan cukup dana. Untuk sementara, baru bagian utama pertama – yaitu membangun perumahan – yang didanai dari anggaran tahun 2008, yang sebenarnya tidak
mencukupi. Tidak ada dana disediakan untuk unsur-unsur non-infrastruktur yang sama pentingnya, misalnya untuk hal-hal yang mendukung keamanan, menciptakan lapangan kerja, rekonsiliasi dan jaring pengaman sosial. Strategi ini juga tidak menangani cara-cara untuk membangun kembali properti-properti yang dipersengketakan kepemilikannya. Kebanyakan kasus ada dalam kategori ini. Timor amat sangat membutuhkan undang-undang pertanahan baru, sistem pencatatan tanah, sistem untuk pengeluaran hak milik, dan mekanisme untuk menengahi dan menangani persengketaan. Kebanyakan catatan kepemilikan tanah hancur pada tahun 1999, dan banyak orang yang sebenarnya tidak pernah memiliki sertifikat tanah. Selain itu juga ada pertikaian antara sistem hak milik tradisional, Portugis dan Indonesia.
Masalah-masalah tersebut mendasari
terjadinya pengungsian penduduk – banyak orang yang memanfaatkan kerusuhan pada 2006 dengan mengusir tetangga mereka dari tanah yang dipersengketakan – dan beresiko meruntuhkan stabilitas jangka panjang dan kemajuan ekonomi. Rencana undang-undang pertanahan sudah disiapkan, namun pemerintah-pemerintah yang lalu dan sekarang menganggapnya
terlalu kontroversial.
Undang-undang
ini perlu
disetujui. Namun,
sebetapapun pentingnya proses reformasi undang-undang pertanahan, akan memakan waktu lama sehingga dibutuhkan alternatif lain untuk memulangkan para pengungsi yang rumahnya menjadi bahan perselisihan. Semua instansi yang terkait seharusnya memprioritaskan pendanaan yang cukup untuk melaksanakan strategi pemulihan. Walaupun pemerintah membutuhkan bantuan dari donor dan organisasi keuangan internasional, namun Timor-Leste memiliki dana yang cukup untuk menutupi sebagian kekurangan dari program untuk pengungsi dari anggaran 2008 itu sendiri dan seharusnya menindaklanjutinya. Semua pihak perlu untuk mengakui bahwa semakin lama
mereka
membiarkan
masalah
ini
memburuk,
akan
semakin
sulit
untuk
menyelesaikannya dan akan semakin besar kemungkinannya berlanjut ke aksi kekerasan lain.
Profil Negara Papua Nugini (Papua New Guinea)
Nama Lengkap : Negara Independen Papua Nugini (Independent State of Papua New
Guinea)
Nama Lokal : Papuaniugini
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional (Commonwealth Realm)
Kepala Negara : Ratu ELIZABETH II (sejak 6 February 1952) yang diwakili oleh
Gubernur Jenderal Sir Bob DADAE (sejak 28 February 2017)
Kepala Pemerintahan : Perdana Menteri Peter Paire O’NEIL L (sejak 2 August
2011)
Ibukota : Port Moresby
Luas Wilayah : 462.840 km2
Jumlah Penduduk : 6.909.701 jiwa (estimasi di Juli 2017)
Pertumbuhan Penduduk : 1,7% (2017)
Angka Kelahiran : 23,7 bayi per 1000 penduduk
Suku Bangsa/Etnis : Melanesia, Papua, Negrito, Micronesia dan Polynesia
Bahasa Resmi : Bahasa Tok Pisin, Bahasa Inggris dan Bahasa Hiri Motu
Agama : Kristen 96,4% (Protestan 69,4%, Katolik Roma 27%), Baha’i 0,3% dan
agama lainnya 3,3%
Mata Uang : Kina Papua Nugini (PGK)
Hari Nasional : 16 September 1975 (Hari Kemerdekaan)
Hari Kemerdekaan : 16 September 1975 (merdeka dari Australia)
Lagu Kebangsaan : “O Arise All You Sons”
Kode Domain Internet : .pg
Kode Telepon : 675
Pendapatan Per Kapita : US$3.500,-
Pendapatan Domestik Bruto Nominal : US$28,01 miliar
Lokasi : Benua Australia dan Oseania
Papua Nugini adalah sebuah negara yang terletak di pulau Papua, tepatnya di bagian Timur pulau Papua. Negara yang dalam bahasa Inggris disebut dengan Papua New Guinea (Papua Guinea Baru) ini berbatasan darat dengan provinsi Papua milik Indonesia disebelah baratnya. Sebelah utara dan timur Papua Nugini adalah Samudera Pasifik sedangkan disebelah selatannya adalah Laut Koral dan Laut Torres. Secara astronomis, Papua Nugini berada diantara 1⁰LS – 12⁰LS dan 141⁰BT – 157⁰BT. Dalam pengelompokan geografis dan geopolitis, Papua Nugini yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di Dunia ini termasuk ke dalam kawasan Benua Australia dan Oseania. Luas wilayah negara Papua Nugini adalah sebesar 462.840 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 6.909.701 jiwa (estimasi bulan Juli 2017). Mayoritas penduduk Papua Nugini memeluk agama Kristen yang diantaranya 69,4% adalah Protestan dan 27% adalah Katolik Roma. Papua Nugini memiliki 839 bahasa penduduk asli namun bahasa yang diakui sebagai bahasa resmi adalah bahasa Tok Pisin, bahasa Inggris dan bahasa Hiri Motu. Sebagian besar penduduk Papua Nugini adalah etnis Melanesia, Papua, Negrito, Micronesia dan Polynesia. Di bidang Perekonomian, Papua Nugini memiliki pendapatan domestik bruto berdasarkan paritas daya beli sebesar US$28,01 miliar dengan Pendapatan Perkapitanya sebesar US$3.500,-. Papua Nugini sebenarnya merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, namun eksploitasinya terhambat oleh bentuk geografis yang rumit, permasalahan kepemilikan lahan dan tingginya biaya pembangunan infrastruktur sehingga sektor-sektor pertambangan dan perminyakan tidak dikembangkan secara optimal. Sekitar 85% penduduk Papua mendapatkan penghasilannya dari sektor pertanian (agrikultur). Komoditas-komiditas pertanian yang penting bagi perekonomian Papua Nugini diantaranya seperti Kokoa, Kopi, Kopra, Gula, Teh, karet, buah-buahan, kentang, vanila, daging dan sayur-sayuran. Meskipun tidak dikembangkan secara optimal, Papua Nugini masih memiliki beberapa industri pertambangan seperti pertambangan emas, tembaga, perak dan juga pertambangan minyak. Di hubungan luar negeri, Papua Nugini yang memiliki nama lengkap Negara Independen Papua Nugini (Independent State of Papua New Guinea) ini merupakan negara anggota PBB dan lembaga-lembaga lainnya yang berada dibawah PBB. Papua Nugini juga merupakan Negara anggota APEC, AOSIS (Alliance of Small Island States), ACP (African, Caribbean and Pacific Group of States) dan ADB (Asian Development Ban
ISU_ISU KEAMANAN TRADISIONAL PAPUA NUGINI
FENOMENA MASALAH LINTAS BATAS INDONESIA-PAPUA NUGINI DAN PENGARUHNYA TERHADAP HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-PAPUA NUGINI Dalam perbatasan Indonesia-Papua Nugini, terdapat berbagai permasalahan yang terjadi di wilayah tersebut . Permasalahan utama yang terjadi di wilayah perbatasanIndonesiaPapua Nugini adalah: pertama, Masalah kegiatan lintas batas di sekitar wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini berkaitan dengan kegiatan lintas batas ilegal masyarakat perbatasan sebagai bentuk kegiatan tradisional karena adanya persamaan adat dan budaya antara masyarakat perbatasan, juga kegiatan lintas batas dimana banyaknya warga Papua yang menetap dan menjadi pengungsi di wilayah Papua Nugini sehingga menyalahi aturan kesepakatan kedua negara. Kedua, masalah keamanan yang berkaitan dengankegiatan kriminalitas di wilayah perbatasan dan kegiatan separatisme yang dilakukan OPM menggunakan jalur dan wilayah perbatasan sebagai basis mobilitas pergerakan mereka Ketiga, masalah kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini yang mengkhawatiran, baik itu sumber daya manusianya, maupun infrastruktur pembangunan di wilayah tersebut. Masalah-masalah tersebut ternyata saling terkait dan membentuk pola sebab-akibat
yang
menghasilkan
berpengaruhterhadap hubungan
fenomena
bilateral
masalah
Indonesia-Papua
lintas
batas
dan
dapat
Nugini. Oleh karena itu,
dibutuhkan kerjasama-kerjasama antara Indonesia-Papua Nugini dalam kerangka hubungan bilateral untuk dapat menyelesaikan masalah dan mengelola wilayah perbatasan tersebut serta sebagai langkah antisipasi agar masalah-masalah tersebut tidak membesar di kemudian hari. Penelitian ini menggunakan teori-teori hubungan internasional khususnya yang mencakup mengenai teori pengelolaan perbatasan serta konsep hubungan bilateral antar negara. Hipotesis dari penelitian ini adalah dengan adanya Joint Ministerial CommissiondanJoint Border Committeeantara Indonesia dan Papua Nugini, permasalahan lintas batas dalam konteks peningkatan kerjasama manajemen pengelolaan wilayah perbatasan kedua negara dapat diminimalisir. Metode deskriptif analisis adalah metode yang digunakan oleh penulis untuk menggambarkan serta menganalisa fenomena masalah lintas batas Indonesia-Papua Nugini dan kerjasama yang dibentuk oleh Indonesia-Papua Nugini dalam kerangka hubungan bilateral sebagai upaya dalam meminimalisir permasalahan tersebut. Sehingga penelitian ini memaparkan fakta yang terjadi dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara dalam mencari fakta-fakta tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui
dan
memahami
permasalahan-permasalahan
yang
terjadi,
menganalisis
keterkaitan antar permasalahan tersebut dan pengaruhnya terhadap hubungan kedua negara, serta bagaimana bentuk, mekanisme, dan dampak dari kerjasama yang dijalin oleh kedua negara dalam kerangka hubungan bilateral Indonesia-Papua Nugini. Hasil dari penelitian adalah:Joint Ministerial Commission dan Joint Border Committeesebagai bentuk kerjasama hubungan bilateral antara Indonesia-Papua Nugini berhasil meminimalisir permasalahan perbatasan yang terjadi di wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Kata Kunci :permasalahan lintas batas, kerjasama, dan hubungan bilateral.