PROPOSAL PENGEMBANGAN EKOWISATA CURUG CIJALU
PT. MAHLIGAI BUMI HARAPAN 2015
6
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu industri yang memiliki peran strategis, selain berperan sebagai penghasil devisa negara dan sumber pendapatan daerah, industri pariwisata juga dapat menimbulkan multiplier effect kepada sektor-sektor ekonomi lainnya. Pariwisata di Indonesia terdiri dari tiga kategori objek wisata yang terdiri dari objek wisata alam, budaya, dan campuran alam dan budaya. Ketiga objek wisata tersebut ada di Indonesia sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Istilah “ekowisata” dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, di mana pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam. Sejak 1970an, organisasi konservasi mulai melihat ekowisata sebagai alternatif ekonomi yang berbasis konservasi karena tidak merusak alam ataupun tidak “ekstraktif” dengan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti penebangan dan pertambangan. Ekowisata juga dianggap sejenis usaha yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi. Namun agar ekowisata tetap berkelanjutan, perlu tercipta kondisi yang memungkinkan di mana masyarakat diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata, mengatur arus dan jumlah wisatawan, dan mengembangkan ekowisata sesuai visi dan harapan masyarakat untuk masa depan. Ekowisata dihargai dan dkembangkan sebagai salah satu program usaha yang sekaligus bisa menjadi strategi konservasi dan dapat membuka alternatif ekonomi bagi
7
masyarakat. Dengan pola ekowisata, masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya(Depbudpar,2009). Salah satu kawasan ekowisata yang memiliki potensi untuk dikembangkan di wilayah subang jawa barat adalah Curug Cijalu. Curug Cijalu Terletak di Kecamatan Sagalaherang, berjarak 37 Km dari kota Subang ke arah selatan (1 jam perjalanan) dan sekitar 50 Km dari Kota Bandung kearah utara (1,5 jam perjalanan). .Seperti namanya, curug (air terjun, Bahasa Sunda), hanya sepasang air terjun yang tumpahan airnya mengalir deras membelah bukit di puncak Gunung Sunda, sekira 800 meter di atas permukaan laut. Tumpahan air itu menyajikan panorama indah pada birunya langit, sejuknya udara, dan hijaunya pepohonan yang menyelimuti suasana wisata yang berada di Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang. Belum lagi percikan air terjun yang dingin, sejuk dan putih, membuat para wisatawan tak tahan lagi ingin segera bermandi ria di bawahnya. Curug Cijalu “ditemani” dua makam yang dikeramatkan dan juga “ditemani” oleh air terjun lain yang dikenal dengan nama Curug Perempuan yang terletak sekira 100 meter sebelum Curug Cijalu. Selain curug Cijalu dan Curug Perempuan, terdapat pula lapangan sebagai areal untuk camping bagi para pengunjung Secara keseluruhan, tempat ini dapat dijadikan alternatif bagi pengunjung yang memiliki hobi berpetualang. Selain menjanjikan ketenangan dan ketenteraman, juga kedamaian menjadi perpaduan yang kompak untuk menunjang daya tarik tersendiri. Curug cijalu seluas 2ha termasuk KPH Bandung Utara, BKPH Wanayasa, RPH Tangkuban Perahu yang secara administrasi pemerintahan terletak diKabupaten Subang Kecamatan Sagala Herang Desa Cipancar.Wana wisata ini terletak
pada
ketinggian
1.30m
dpl,
konfigurasi
lapangan
umumnya
bergelombang. Kawasan ini mempunyai curah hujan 2.700mm/th dengan suhu udara 18-26C. Wana wisata ini terdiri dari hutan alam dan hutan tanaman, sumber air yang ada berupa mata air yang saat ini dimanfaatkan untuk keperluan pengunjung. Potensi visual lansekap didalam kawasan yang menarik adalah air
8
terjun, hutan alam dengan udara yang sejuk dan hutan tanaman. Wana wisata ini digunakan untuk wisata harian dengan kegiatan yang dapat dilakukan adalah piknik, mandi air terjun, lintas alam dan mendaki gunung. Dengan Gambaran situasi diatas, maka diperlukan suatu upaya pengembangan ekowisata yang lebih baik agar manfaat wisata alam ini bisa dikembangkan lebih baik lagi dari kondisi saat ini. Penataan kawasan yang lebih baik selain dapat menjaga kelestarian alam sekitarnya, juga diharapkan akan memiliki nilai ekonomis yang lebih baik lagi. Keadaan ini tentunya harus di manfaatkan secara bijak sehingga menghasilkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Pengertian pariwisata berkelanjutan menurut Fedration of Nature and National Parks dalam Arida (2009: 17) adalah semua bentuk pembangunan, pengelolaan dan aktivitas pariwisata yang memelihara integritas lingkungan, sosial,ekonomi dan kesejahteraan dari sumberdaya alam dan budaya yang ada untuk jangka waktu yang lama. Untuk merealisasikan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan diperlukan adanya peran serta dari masyarakat lokal. Menurut pendapat Achmad Charris Zubair dalam (Arida,2009:31) menyatakan masyarakat setempat harus
terlibat secara aktif dalam pembangunan
yang pada hakekatnya
membangun dirinya sendiri. Aktif disini berarti ikut terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,dan paling penting adalah menikmati hasilnya pertama kali. Menurut Waimbo (2012)
pada dasarnya masyarakat lokal
mengetahui tentang fenomena alam dan budaya di sekitarnya. Namun mereka tidak memiliki keahlian secara finansial dan keahlian yang berkualitas untuk mengelolanya atau terlibat langsung didalam kegiatan pariwisata. Maka dari itu secara aktif masyarakat
harus meningkatkan kapasitasnya di dalam bidang
pariwisata atau sering kita sebut dengan pemberdayaan masyarakat. Akhir-akhir ini sangat banyak media masa yang memberitakan bahwa pariwisata itu merusak. Selain merusak budaya lokal pariwisata juga di katakan memberikan dampak negatif pada lingkungan. Berbagai akomodasi dibangun
9
untuk membuat para wisatawan menjadi nyaman. Lokasi yang tak seharusnya difungsikan untuk membangun sebuah akomodasi di paksakan demi memenuhi kebutuhan wisata,maka yang pertama kali mendapatkan dampaknya adalah lingkungan. Ketidakseimbangan ini tentunya perlu dicarikan solusinya agar keberlanjutan lingkungan tetap berjalan. Dalam menyelesaikan permasalahan ini perlu adanya terobosan, salah satunya adalah mengajak wisatawan untuk berwisata kembali ke alam (back to nature). Berorientasi pada lingkungan alam atau ekowisata menjadi sebuah solusi agar wisatawan dapat menghargai alam serta secara tidak langsung wisatawan juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Ekowisata adalah kegiatan wisata yang bersifat khas. Dalam hal ini, kegiatan yang berisi unsur “eko” saja yang dapat dimasukan dalam ekowisata, yaitu memperhatiakan aspek ekologis, ekonomis dan persepsi masyarakat, bahkan secara khusus ada ahli yang mengatakan bahwa kegiatan ekowisata ini melibatkan unsur pendidikan (Arida, 2009:23). Curug Cijalu termasuk salah satu objek wisata yang dikelola dan diperhatikan keberlanjutannya. Selain mengutamakan keindahan alamnya yang notabene menjadi salah satu potensi untuk menjadi ekowisata, Curug Cijalu mudah untuk dijangkau sehingga karena aksesbilitasnya yang mudah. Namun tidak serta merta dapat dikatakan sebagai kawasan ekowisata jika hanya dilihat secara kasat mata. Untuk itulah setelah proposal ini diterima, maka selanjutnya akan didorong untuk penyusunan studi kelayakan pengembangan ekowisata di objek wisata ini.
10
KONSEP PENGEMBANGAN WISATA CURUG CIJALU
Pengembangan berbasis Ekowisata Ekowisata menurut Fennel dalam arida(2009) merupakan wisata yang berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendididkan tentang alam,dikelola dengan sistem pengelolaan tertentu dan memberikan dampak negatif paling rendah terhadap lingkungan , tidak bersifat konsumtif dan berorientasi pada lokal (dalam halkontrol,manfaat yang dapat diambil dari kegiatan usaha. Ekowisata adalah kegiatan wisata yang bersifat khas. Dalam hal ini, kegiatan yang berisi unsur “eko” saja yang dapat dimasukan dalam ekowisata, yaitu memperhatiakan aspek ekologis, ekonomis dan persepsi masyarakat, bahkan secara khusus ada ahli yang mengatakan bahwa kegiatan ekowisata ini melibatkan unsur pendidikan (Arida,2009:23). Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Pengertian dan konsep dasar ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat (Fandeli, 2000). Secara konseptul ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat
11
ekonomi
kepada
masyarakat
setempat.
Sementara
ditinjau
dari
segi
pengelolaanya, ekowisata dapat didifinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatnkan
kesejahtraan
masyarakat
setempat
(Direktorat
Jenderal
Departemen Pariwisata Seni dan Budaya. 1999). Stakeholder sektor ecotourism cukup meluas, yakni pemerintah, swasta, LSM, penduduk lokal, perguruan tinggi serta organisasi internasional yang relevan. Ecotourism adalah Kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi,
yang
mempertimbangkan
warisan
budaya,
partisipasi
dan
kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan.
Pengembangan Ekowisata Ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan. Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (2001), pengembangan ekowisata sangat dipengaruhi oleh keberadaan unsur-unsur yang harus ada dalam pengembangan itu sendiri, yaitu: 1. Sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya. Kekayaan keanekaragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk
12
pengembangan ekowisata. Ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar untuk mempromosikan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional maupun lokal. 2. Masyarakat. Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata kawasan dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. 3. Pendidikan. Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. 4. Pasar.
Kenyataan
memperlihatkan
kecendrungan
meningkatnya
permintaan terhadap produk ekowisata baik di tingkat internasional dan nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berperilaku positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi
kawasan-kawasan
yang
masih
alami
agar
dapat
meningkatkan kesadaran, penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai sejarah dan budaya setempat. 5. Ekonomi.
Ekowisata
memberikan
peluang
untuk
mendapatkan
keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatan-kegiatan yang non ekstraktif, sehingga meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata mewujudkan ekonomi berkelanjutan. 6. Kelembagaan. Pengembangan ekowisata pada mulanya lebih banyak dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, pengabdi masyarakat dan lingkungan. Hal ini lebih banyak didasarkan pada komitmen terhadap upaya
pelestarian
lingkungan,
pengembangan
ekonomi
dan
13
pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Namun kadang kala komitmen tersebut tidak disertai dengan pengelolaan yang baik dan profesional, sehingga tidak sedikit kawasan ekowisata yang hanya bertahan sesaat. Sementara pengusaha swasta belum banyak yang tertarik menggarap bidang ini, karena usaha seperti ini dapat dikatakan masih relatif baru dan kurang diminati karena harus memperhitungkan social cost dan ecological-cost dalam pengembangannya.
Pengembangan Kawasan Kawasan Wisata Curug Cijalu berada dalam area BKSDA dan PTPN VIII dengan total lahan kurang lebih seluas 700 hektar. Dalam rencana pengembangannya, maka PT. Mahligai Bumi Harapan (MBH) akan membagi ke dalam 4 Zona strategis pengelolaan. 4 Zona tersebut antara lain : a. Zona inti
: merupakan zona kawasan curug cijalu seluas kurang lebih
sekitar 2,5 Ha. b. Zona Utama : Area sisi kiri-kanan jalan Pintu Gerbang Curug Cijalu kurang lebih sekitar 10-20 Ha. c. Zona Kawasan Perkebunan Strategis : Lahan sekitar Curug Cijalu yang dimiliki oleh PTPN seluas kurang lebih 100-700 Ha. d. Zona Kawasan Konservasi : Zona bukit dan hutan sekitarnya di kawasan curug cijalu.
Pengembangan Zona Inti Zona inti merupakan spot utama dalam pengembangan wisata tirta air terjun. Agar memiliki daya tarik wisata yang lebih baik, diperlukan penataan dan pengelolaan zona ini sehingga memiliki keunikan dan bernilai wisata yang tinggi.
14
Daya tarik wisata pada zona ini akan ditingkatkan dengan a. Perbaikan sarana di sekitar air terjun b. Perbaikan infrastruktur jalan menuju air terjun c. Penataan pertamanan yang lebih apik dengan taman-taman tematik. d. Penataan kembali area perdagangan dan restoran e. Peningkatan layanan public seperti area camping, toilet, musholla, dan lainnya f. Pengadaaan kelistrikan dan komunikasi seluler g. Pengelolaan kegiatan dan fasilitas wisata di kawasan yang lebih baik, beragam dan atraktif lagi seperti adanya outbound training dan fasilitas wisata lainnya. h. Dan pengembangan wisata tirta lainnya.
Pengembangan Zona Utama Zona Utama merupakan pendukung zona inti, dimana berbagai fasilitas pendukung wisata akan dikembangkan disini. Pengembangan zona utama antara lain : a. Peningkatan area untuk volume parkir kendaraan sehingga memungkinkan bis wisata bisa hadir. b. Pengembangan area resort bernuansa tradisional dan berbasis ekowisata c. Pengembangan pasar aksesoris dan hasil bumi masyarakat sekitar kawasan d. Rumah makan dan warung-warung e. Taman dan lapangan terbuka wilujeng sumping sebagai spot utama zona ini dengan memanfaatkan ketinggian sehingga memberikan pemandangan yang indah untuk dinikmati wisatawan/pengunjung.
15
Pengembangan Zona Perkebunan Strategis Zona perkebunan strategis akan memanfaatkan lahan untuk ditingkatkan nilai ekonomisnya
dengan
beberapa
pengembangan.
Pada
zona
ini
akan
dikembangkan wisata perkebunan antara lain : a. Cluster Perkebunan buah antara lain : buah salak, buah manggis, buah pala dan produk buah lainnya yang sudah cukup dikenal di kawasan ini b. Cluster Perkebunan kayu seperti kayu sengon, jabon dan produk tanaman kayu lainnya c. Pengembangan agrowisata seperti Jogging track, Wisata panen buah, bicycle Track dan agrowisata lainnya.
Pengembangan Zona Kawasan Konservasi Pada Zona ini akan dikembangkan area wisata konservasi antara lain : a. Penanaman tanaman konservasi untuk memperkuat kawasan hutan b. Penanaman varietas tertentu untuk dalam pelestarian flora di kawasan c. Pengembangan wisata petualangan antara lain tracking, hiking, wisata pendidikan mengenai flora dan wisata petualangan lainnya
Semua zona kawasan tersebut akan dikembangkan dan ditingkatkan dengan prinsip ekowisata dan Geografi Pariwisata yang meliputi lain iklim, flora, keindahan alam, adat istiadat, dan sebagainya
16
Rencana Pengembangan Zona kawasan Curug Cijalu dan sekitarnya
Catatan : Warna hijau : kawasan zona inti Warna ungu : kawasan zona utama Warna orange : kawasan zona perkebunan strategis Warna biru : kawasan zona konservasi
17
Peningkatan Aksesibilitas dan Brand Awareness Ekowisata Curug Cijalu Agar daya tarik wisata yang akan dikembangkan didalam zona kawasan curug cijalu berbanding lurus dengan peningkatan wisatawan baik lokal maupun mancanegara diperlukan adanya beberapa factor pendukung strategis antara lain: a.
Adanya pelebaran akses jalan menuju curug cijalu
b.
Jika dimungkinkan adanya alternatif akses baru yang menyambungkan area curug cijalu dengan kawasan ciater yang sudah berkembang
c.
Peningkatan promosi tour
melalui kerjasama-kerjasama yang akan
dikembangkan dengan lembaga lembaga pendidikan, perusahaan , instansi pemerintah dan lain sebagainya\ d.
Peningkatan akses informasi melalui pengembangan berbasis teknologi informasi seperti pengembangan website dan sarana social media lainnya.
e.
Penggunaan Sign Board atau Billboard yang memadai di jalan utama sehingga meningkatkan “rasa ingin tahu” dan “kemudahan informasi”.
f.
Pendirian marketing office representatif melalui kerjasama-kerjasama dengan berbagai penyelenggara wisata.
g.
Sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan peran positif di masyarakat dalam menunjang pertumbuhan wisata di kawasan curug cijalu.
h.
Mengajak serta berbagai LSM dan organisasi kemasyarakatan untuk bersama-sama meningkatkan citra positif kawasan.
Optimalisasi Sumber Daya dan Prinsip Pengembangan Ekowisata Meski kita memiliki potensi yang luar biasa sebagai tempat tujuan wisata ekologi (ekowisata), tetapi tidak otomatis dapat berkembang dengan baik jika sumber daya yang ada tidak dikelola dan dikembangkan secara optimal. Oleh karena itu optimalisasi terhadap sumber daya yang dimilki, khusunya di tingkat lokal sungguh sangat mendesak. Dalam rangka optimalisasi pengembangan ekowisata, maka pengembang akan memperhatikan prinsip-prinsip penting. Hal ini agar tujuan dikembangkannya ekowisata dapat tercapai dengan baik.
18
Menurut Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata Seni dan Budaya (1999), ada 5 (lima) prinsip ekowisata, yaitu: 1. Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya, melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan. 2. Pengembangan harus mengikuti kaidah-kaidah ekologis dan atas dasar musyawarah dan pemufakatan masyarakat setempat. 3. Memberikan manfaat kepada masyarakat setempat. 4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. 5. Memperhatikan perjanjian, peraturan, perundang-undangan baik ditingkat nasional maupun internasional. Dengan mengetahui dan memahami prinsip-prinsip ekowisata belumlah cukup. Agar pertumbuhan dan perkembangan ekowisata dengan baik, menurut Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata Seni dan Budaya (1999), ada kriteriakriteria ekowisata yang menjadi jabaran dari 5 (lima) prinsip ekowisata. Untuk prinsip 1 (pertama) terdapat kriteria-kriteria: memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan, melalui pelaksanaan sistem pemintakatan (zonasi), mengelola jumlah pengunjung, sarana dan fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan daerah tujuan, meningkatkan kesadaran dan apresiasi para pelaku terhadap lingkungan alam dan budaya, memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata, meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan. mengelola usaha secara sehat, menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya, dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Untuk prinsip 2 (kedua) terdapat kriteria-kriteria: melakukan penelitian dan perencanaan terpadu dalam pengembangan ekowisata, membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata, menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat
19
setempat untuk pengembangan ekowisata, memberi kebebasan kepada masyarakat untuk bisa menerima atau menolak pengembangan ekowisata, menginformasikan secara jelas dan benar konsep dan tujuan pengembangan kawasan tersebut kepada masyarakat setempat, membuka kesempatan untuk melakukan dialog dengan seluruh pihak yang terlibat (multi-stakeholders) dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. Untuk prinsip 3 (ketiga) terdapat kriteria-kriteria: membuka kesempatan kepada masyarakat setempat untuk membuka usaha ekowisata dan menjadi pelaku-pelaku ekonomi kegiatan ekowisata baik secara aktif maupun pasif, memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan usaha ekowisata untuk meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat, meningkatkan ketrampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata, dan menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya. Untuk prinsip 4 (keempat) terdapat kriteria-kriteria: menetapkan kode etik ekowisata bagi wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata, melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak lainya (multi-stakeholders) dalam penyusunan kode etik wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata, melakukan pendekatan, meminta saran-saran dan mencari masukan dari tokoh/pemuka masyarakat setempat pada tingkat paling awal sebelum memulai langkah-langkah dalam proses pengembangan ekowisata, dan melakukan penelitian dan pengenalan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat sebagai bagian terpadu dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. Untuk prinsip 5 (kelima) terdapat kriteria-kriteria: memperhatikan dan melaksanakan
secara
konsisten:
Dokumen-dokumen
Internasional
yang
mengikat (Agenda 21, Habitat Agenda, Sustainable Tourism, Bali Declaration dsb.), GBHN Pariwisata Berkelanjutan, Undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku, menyusun peraturan-peraturan baru yang diperlukan dan memperbaiki dan menyempurnakan peraturan-peraturan lainnya yang telah ada sehingga secara keseluruhan membentuk sistem per-UU-an dan sistem hukum
20
yang konsisten, memberlakukan peraturan yang berlaku dan memberikan sangsi atas pelanggarannya secara konsekuen sesuai dengan ketentuan yang berlaku (law enforcement), membentuk kerja sama dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dilanggarnya peraturan yang berlaku.
Partisipasi Masyarakat Paradigma pembangunan sudah bergeser dari pembangunan yang bersifat memenuhi keinginan dan ukuran kemajuan yang bertumpu pada kekuatan dari luar telah bergeser ke paradigma yang bertumpu pada ukuran dan kekuatan diri sendri. Pembangunan harus bersifat optimalisasi kekuatan diri sendiri dan berkelanjutan. Masyarakat setempat harus berperan aktif dalam proses pembangunan yang pada hakekatnya membangun dirinya sendiri. Pemberdayaan masyarakat sangat
penting di dalam pengembangan
ekowisata. Artinya, sebelum ekowisata dikembangkan harus ada upaya sadar untuk meningkatkan kapasitas masyarakat lokal agar dapat berpartisipasi aktif dalam program.Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll. Ekowisata membawa dampak positiff terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata.
21
Kontribusi Pengelolaan Pariwisata Kontribusi merupakan hasil timbal Balik yang terjadi dari pemanfaatan suatu objek. Jika dikaitkan dengan pengelolaan pariwisata kontribusi yang dimaksud adalah hasil timbal Balik yang diperoleh oleh masyarakat sebagai pelaku wisata dalam memanfaatkan dan pengelolaan wisata. Dalam hal ini kontribusi pengelolaan pariwisata yang dimaksud yakni merupakan hasil partisipasi peranan masyarakat dalam mengelola objek wisata, hasil yang dimaksud dapat berupa pendapatan, sarana dan prasarana dari pemerintah, serta wawasan ilmu pariwisata yang diperoleh dalam mengelola pariwisata. Seperti di Curug Cijalu hasil dari kontribusi yang dapat dilihat didominasi oleh pendapatan masyarakat yang berasal dari objek wisata alam Curug Cijalu yang notabenenya adalah petani. Petani yang dimaksud adalah petani yang merupakan penduduk sekitar curug cijalu yang notabene sebagai pelaku agrowisata harus dikembangkan juga agar menjadi pelaku agrowisata yang mendukung kawasan wisata curug cijalu. Demikian proposal ini kami buat sebagai gambaran awal seperti apa perencanaan pengembangan ekowisata di kawasan curug cijalu yang akan dikembangkan. Ke depan apabila permohonan kami sudah dipertimbangkan dan disetujui, maka selanjutnya akan kami kembangkan dengan melakukan perencanaan yang lebih matang. Dimulai dengan pembuatan studi kelayakan dan aspek-aspek perencanaan lainnya.
Wassalam PT. Mahligai Bumi Harapan
22
Terlampir Beberapa faktor yang akan diukur dalam perencanaan kawasan Curug Cijalu Analisa Potensi Wisata Tabel 1 Potensi wisata yang dimiliki objek wisata No 1
Potensi Wisata Atraksi Wisata
Indikator Daya Tarik Utama
Daya Tarik Pendukung
2
Aksesibilitas
Kondisi Jalan
Jarak dari Kota/Kabupaten Transportasi
3
Fasilitas
Akomodasi
Rumah makan/minum
Toko Souvenir
Pos Kesehatan
Pos Keamanan
Pusat Informasi
Skor 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
30
Kriteria Tidak ada Ada tetapi tidak dilestarikan Ada dan dilestarikan Tidak ada Ada tetapi tidak dilestarikan Ada dan dilestarikan Rusak (berlubang dan retak) Cukup rusak (retak) Baik (tidak berlubang dan retak) Dekat <5 Km Jauh 5 -10 Km Sangat Jauh >10 Km Tidak ada Kadang-kadang Selalu ada Tidak ada Sedikit (<1) Banyak (>1) Tidak ada Sedikit (<1) Banyak (>1) Tidak ada Sedikit (<1) Banyak (>1) Tidak ada Ada tetapi tidak beroperasi Ada dan beroperasi Tidak ada Ada tetapi tidak beroperasi Ada dan beroperasi Tidak ada Ada tetapi tidak beroperasi Ada dan beroperasi
Analisa Partisipasi Masyarakat Tabel. 2 Partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan ekowisata No
Partisipasi masyarakat lokal
1
Indikator
Rapat-rapat Perencanaan Pengambilan keputusan Mengidentifikasi masalah Promosi wisata
2
Monitoring
Tim monitoring/ pengawas Petugas pakir
3
Pengelolaan Petugas keamanan
Pemandu wisata
Petugas kebersihan
Karyawan
4
Pengusaha/ pelaku ekonomi ekowisata
Akomodasi
Jasa Tranportasi
Restoran/ Rumah Makanan Souvenir/ Cendera Mat
Skor
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Kriteria
Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan Tidak dilibatkan Kadang-kadang dilibatkan Selalu dilibatkan
31
Analisa Kontribusi Tabel 3. Kontribusi dari kegitan pariwisata terhadap masyarakat lokal No
1
Kontribusi dari kegitan pariwisata terhadap masyarakat Sosial ekonomi
Indikator
Peningkatan pendapatan Kesempatan kerja
2
Fisik
Prasarana (jalan di kawasan objek wisata) Pengaturan tata ruang kawasan wisata Akomodasi
Toko Souvenir
Restoran/rumah makan
Skor
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Kriteria
Tidak ada Kadang-kadang Meningkat Tidak ada Ada tetapi syarat sangat ketat Ada dengan syarat mudah Tidak ada Ada tetapi kondisi rusak Kondisi bagus (lebar dan tidak rusak) Tidak ada aturan RTRW Ada tetapi tidak teratur Ada dan teratur Tidak ada Sedikit (< 1) Banyak >1 Tidak ada Sedikit (< 1) Banyak >1 Tidak ada Sedikit (< 1) Banyak >1
32
DESKRIPSI SINGKAT KAWASAN
Curug Cijalu ini berada dalam kawasan Cagar Alam Gunung Burangrang yang sesungguhnya lebih pantas disebut Cagar Alam Gunung Sunda yang memiliki luas 2 Ha dan termasuk di hutan produksi blok Cijengkol KPH Bandung Utara, BKPH Wanayasa, RPH Tangkuban Perahu. Konfigurasi lapangan umumnya bergelombang dengan curah hujan 2.700mm/th dan suhu udara berkisar 18-26C.
Peta Lokasi
Gambar 1. Peta Lokasi Curug Cijalu
33
Lokasi dan Aksesibilitas Lokasi terletak di Terletak di Desa Cipancar, Kecamatan Sagala Herang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Peta dan Koordinat GPS: -6° 42' 43.00", +107° 35' 49.00". Berjarak 37 Km dari kota Subang ke arah Selatan (1 jam perjalanan) atau sekitar 50 km dari Kota Bandung ke arah utara (1,5 jam perjalanan). Selain itu juga dapat dicapai melalui Purwakarta kurang lebih 25 km ke arah Wanayasa. Kondisi jalan, umumnya beraspal dan hanya sebagian kecil yang masih berupa jalan batu, dapat dilalui kendaraan roda dua dan empat. . Jika dari arah Wanayasa (di jalan raya yang menghubungkan Subang dan Purwakarta) sekitar 5 km setelah pasar Wanayasa, tepatnya di pangkalan ojek Kampung Legok Barong, Desa Pusakamulya, Kecamatan Kiarapedes ambil belokan kanan memasuki jalan desa ke arah Desa Cipancar. Jarak Curug Cijalu ini dari pangkalan ojek tersebut sekitar 4 km. Jalan masuk ke curug ini sudah ditandai plang dan petunjuk arah yang jelas. Kondisi jalan masuk ini sudah beraspal meski dibeberapa bagian sudah mulai banyak terkelupas.
Bagi yang menggunakan kendaraan umum dari Purwakarta naik angkot 01 jurusan Pasar Rebo. Selanjutnya dari Pasar Rebo ini disambung dengan elf jurusan Wanayasa. Turun di Pasar Wanayasa. Selanjutnya dari pasar tersebut perjalanan diteruskan dengan naik ojek atau colt carteran (omprengan) hingga ke pintu gerbang I Taman Wisata Alam Curug Cijalu.
34