STUDI LOSSES STUDI LOSSES BATUBARA BATUBARA AKIBAT KEGIATAN PENGANGKUTAN, PENGOLAHAN DAN PENIMBUNAN DI PT. PAMA PERSADA DISTRICT SANGATTA KALIMANTAN TIMUR
PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa Pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Oleh Ahmad Suyudi 03021381320049
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2016
A. JUDUL
STUDI
LOSESS
BATUBARA
AKIBAT
KEGIATAN
PENGANGKUTAN, PENGOLAHAN, DAN PENIMBUNAN DI PT. PAMA PERSADA
NUSANTARA
DISTRICT
SANGATTA
KALIMANTAN
TIMUR. B. LOKASI
PT. Pama Persada Nusanatara (PAMA). C. BIDANG ILMU
Teknik Pertambangan. D. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Produksi batubara di indonesia pada tahun 2014 mencapai 190 juta ton dan rencana produksi batubara nasional tahun 2015 adalah sebesar 425 juta ton (Dirjen Minerba, 2015). Pencapaian produksi batubara dan recovery penambangan setiap perusahaan di Indonesia harus di tingkatkan. Indonesia merupakan negara penghasil batubara utama di Asia Tenggara yang pada tahun 2003, produksinya mencapai 113.068.357 ton. Harga batubara yang sekarang mengalami kenaikan harga yang cukup seignifikan namun tidak stabil. Harga batubara per November 2016 berada di level 84,89 dolar AS per ton atau naik 23 % dibandingkan posisi Oktober 2016 sebesar 69,07 dolar AS per ton. Ditengah momen kenaikan harga batubara tersebut harus diiringi recovery yang tinggi agar keuntungan yang didapat maksimal. Hasil pemantauan DIM periode 2001-2003 menunjukkan bahwa kehilangan dari proses penambangan hingga pengapalan antara 5-10%. Sehingga nilai perolehannya 86,75%. Artinya setiap penambangan batubara sebanyak 1000.000 ton diperoleh 867.500 ton batubara yang dapat dijual atau dimanfaatkan. Tentunya suatu kerugian sangat besar bagi negara, (Ishlah dan Fujiono, 2004). Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis akan mengidentifikasi potensi losses batubara pada PT. Pama Persada Nusanatara pada kegiatan
pengangkutan, pengolahan dan penimbunan. Setiap proses tersebut berpotensi terjadinya losses dikarenakan berbagai faktor, seperti penggalian lapisan tanah penutup, sistem kerja alat, volume angkut, karakteristik jalan dan lain sebagainya. Maka dari itu, dilakukan kajian losses tersebut. Pada kegiatan pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan, akan dilakukan pengkajian potensi terbesar terjadinya losses batubara. Losses akan dianalisa faktor terbesar penyebabnya dan sistem penanganan untuk meminimalisasi losses dan batubara yang dihasilkan lebih maksimal. E. PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang akan dijabarkan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana potensi losses batubara pada saat proses pengangkutan, pengolahan dan penimbunan? 2. Dimana
letak
terjadinya
losses batubara
terbesar
pada
proses
pengangkutan, pengolahan dan penimbunan? 3. Apa faktor terbesar yang menyebabkan losses batubara? 4. Bagaimana cara meminimalkan potensi losses batubara tersebut? F. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi potensi losses batubara pada proses pengangkutan, pengolahan dan penimbunan. 2. Mengidentifikasi letak terjadinya losses batubara terbesar saat proses pengangkutan, pengolahan dan penimbunan. 3. Mengidentifikasi faktor terbesar penyebab terjadinya losses batubara. 4. Mengkaji cara yang dapat dilakukan untuk meminimalkan losses batubara. G. PEMBATASAN MASALAH
Penelitian ini memfokuskan pada mengidentifikasi losses batubara pada kegiatan pengangkutan dari pit ke stockpile, pengangkutan dari stockpile ke unit pengolahan, pengangkutan dari unit pengolahan ke stockpile pelabuhan, pengolahan pada proses crushing , dan proses penimbunan. Penelitian ini berlokasi di PT. Pamapersada Nusantara district Sangatta Kalimantan Timur.
H.METODE PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian, penulis menggabungkan antara teori dengan data di lapangan sehingga di dapat pendekatan penyelesaian masalah. Dan metodologi penelitian yang dilakukan adalah : 1. Studi Literatur Dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang, yang diperoleh dari instansi terkait, perpustakaan, dan informasi-informasi lainnya yang berkaitan. informasi yang diperoleh dari studi literatur berupa literatur-literatur yang berhubungan dengan losses batubara di PT. Pama Persada Nusanatara, peta penyebaran batubara, dan data lainnya. 2. Penelitian di lapangan Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan ini akan dilakukan beberapa tahap, yaitu: a. Orientasi lapangan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas penambangan, pengangkutan dan pengolahan, serta mencari informasi pendukung yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. b. Pengambilan data Pengambilan data yang dilakukan berupa data primer dan data sekunder. Adapun data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1) Data Primer a) Data pengukuran ketebalan lapisan batubara aktual di pit. b) Data pengukuran coal roof dan coal floor untuk menambah keyakinan coal reserved di pit. c) Data pengukuran ketebalan lapisan batubara yang hilang pada saat coal exposed dan coal cleaning atau clean up coal di pit. d) Data pengukuran volume batubara di stockpile dan di stockpile pelabuhan. e) Data produksi batubara harian, bulanan, dan tahunan. 2) Data Sekunder a) Data curah hujan. b) Data peta lokasi dan peta penyebaran lapisan batubara.
c) Data jumlah cadangan batubara di pit. d) Data penimbangan batubara sebelum ditumpuk ke stockpile. e) Data kondisi front penambangan, jalan, unit pengolahan. 3. Pengolahan data, yaitu melakukan pengolahan terhadap data yang telah diperoleh dari pengamatan sebelumnya dan menganalisa faktor penyebab losses batubara yang ada dilapangan untuk mencari penanganannya. 4. Pengambilan kesimpulan dan saran, yaitu menyimpulkan hasil pengamatan lapangan dan pengolahan data sebelumnya.
Tabel 1. Metode Penelitian No 1.
Perumusan Masalah Bagaimana potensi losses batubara saat ini, losses terbesar terletak pada proses apa?
Tujuan Mengidentifikasi potensi losses batubara pada proses penambangan, pengangkutan dan pengolahan
Metode Pengumpulan Data -
Menghitung jumlah cadangan yang ada di pit, menghitung jumlah batubara yang ada di stockpile dan kemudian kurangkan antara cadangan batubara di dengan di stockpile untuk mengetahui losses nya. - Mengurangkan jumlah batubara yang ditimbang sebelum proses crushing , dengan jumlah batubara yang ada pada stockpile sesudah crushing . - Mengurangkan jumlah batubara di stockpile setelah crushing , dengan jumlah batubara di stockpile pelabuhan. - Membandingkan besar losses yang terjadi pada ketiga proses diatas.
2.
Bagaimana cara meminimalkan potensi losses batubara tersebut?
Mengkaji penanganan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan recovery penambangan dan meminimalkan potensi losses batubara.?
-
Mengidentifikasi faktorfaktor yang menyebabkan losses di lapangan.
-
Menganalisa cara meminimalkan losses batubara tersebut
.
I. TINJAUAN PUSTAKA
1. Batubara Menurut Undang-Undang Minerba No 4 Tahun 2009, batubara adalah endapan senyawa organic karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. Pertambangan batubara adalah endapan karbon yang terdapat didalam bumi termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. Sukandarrumidi (2008) menyatakan bahwa pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman karbon, kira-kira 340 tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batubara (blackcoal ) yang ekonomi dibelahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 juta tahun yang lalu, juga terbentuk endapan-endapan batubara yang ekonomis dibelahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus ke Zaman Tersier (70-13 juta tahun yang lalu). 2. Peringkat Batubara Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut. (Sukandarrumidi, 2008). a. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster ) metalik, mengandung antara 86-98% unsur Karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
b. Bituminus mengandung 68-86% unsur Karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Indonesia, tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. c. Sub-bituminus mengandung sedikit Karbon (C) dan banyak air, dan oleh karena itu menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus. d. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. e. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah. 3. Penambangan Batubara Secara garis besar, metode penambangan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu tambang terbuka ( surface mining ) dan tambang dalam/bawah tanah (underground mining ). Pada tambang bawah tanah, ada dua sistem yang dapat digunakan yaitu, sistem room and pillar , dan sistem longwall . Sistem penambangan
room and pillar , cara penambangan ini
mengandalkan endapan batubara yang tidak diambil sebagai penyangga dan endapan batubara yang diambil sebagai room. Selanjutnya lubang maju tersebut dibesarkan menjadi ruangan-ruangan dengan meninggalkan batubara sebagai tiang penyangga. Dari seluruh total cadangan terukur batubara yang dapat diambil dengan sistem penambangan room and pillar ini paling besar lebih kurang 30-40% saja. Sistem penambangan longwall ada dua cara penambangan dengan menggunakan sistem ini yaitu : Cara maju (advancing ) dan Cara mundur (retreating ). Pada penambangan dengan cara advancing longwall terlebih dahulu dibuat lubang maju yang nantinya akan berfungsi sebagi lubang utama (main gate) dan lubang pengiring (tail gate), dibuat bersamaan pada pengambilan batubara dari lubang buka tersebut. Pada cara retreating longwall merupakan kebalikan dari cara advancing longwall karena pengambilan batubara belum dapat dilakukan sebelum selesai dibuat suatu panel yang akan memberikan batasan lapisan batubara yang akan diekstraksi (diambil) .
Tambang terbuka, yang dikenal juga dengan tambang permukaan, hanya memiliki nilai ekonomis bila lapisan batubara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode tambang terbuka juga memberikan keuntungan yang lebih besar daripada tambang bawah tanah. Sebab, sebagian besar lapisan batubara dapat dieksploitasi secara optimal. Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah yang sangat luas dan menggunakan banyak alat yang besar untuk mengeksploitasinya, seperti dragline, power shovel , truck besar, bucket wheel excavator , dan conveyor (ban berjalan). Penambangan batubara dengan endapan batubara yang memiliki kemiringan (dip) kecil atau landai menggunakan sistem penambangan strip mining . 4. Recovery Penambangan Batubara (coal recovery) Mardinono (2010) menyatakan bahwa coal recovery adalah suatu angka atau besaran yang menunjukkan seberapa efektif batubara yang ditambang. Angka coal recovery ditunjukkan dalam bentuk persentase (%), semakin besar angka coal recovery maka semakin efektif penambangan batubaranya. Ada beberapa metode perhitungan coal recovery yang biasa digunakan, yaitu: a. In-situ model vs aktual data ditambang ( Insitu Model – Actual Coal Mined ) Perhitungan Coal Recovery dengan metode ini dihitung dengan membandingkan Insitu Model (Geological Model ) dengan batubara ditambang berdasarkan perhitungan truk (truck account / dispatch). Saat ini permodelan untuk seam dengan ketebalan 2 meter mempunyai perlakukan yang sama. b. ROM Merge version 4.0.3 vs aktual data ditambang ( ROM Merge vs Actual Coal Mined) Metode perhitungan ini hampir sama dengan perhitungan diatas, namun
parameter
perhitungan
cadangan
batubara
yang
berbeda.
Perbedaannya adalah perhitungan cadangan ROM Merge mencakup lapisan tanah penutup (overburden) dengan ketebalan tertentu diatas insitu batubara yang dihitung sebagai dilusi. c. Data Survey vs Aktual data ditambang Metode perhitungan ini adalah jumlah batubara berdasarkan pick up survey antara lapisan batubara atas (top coal) dan lapisan batubara bawah
(coal floor ) dibandingkan dengan aktual batubara ditambang berdasarkan perhitungan truk. Perhitungan dengan membandingkan data survey dan aktual yang ditambang lebih representatif untuk melihat Coal recovery dgn mengeliminir variasi Geology Model . 5. Losses Batubara Losses dimulai pada saat penambangan, yaitu ekstraksi seam yang tidak selesai, batubara yang tertinggal di tanah, penambangan pada batas terluar tidak dapat dilakukan, atau peledakan yang salah menyebabkan batuan overburden menjadi tercampur dengan batubara. Pada area lapisan batubara yang berbeda dapat menimbulkan losses yang berbeda. (Baruya, 2012) Rifani (2010) menyatakan bahwa secara umum losses batubara dapat di klasifikasikan sebagai berikut: a. Geological Losses Geological Losses yaitu faktor kehilangan akibat adanya variasi ketebalan, parting, maupun pada saat pengkorelasian lapisan batubara. Biasanya untuk kemudahan, langsung diambil nilai umum yaitu 5 – 10%. Namun dapat juga dengan memperhatikan pola variasi ketebalan batubara, yaitu dengan bantuan analisis statistik. Parameter statistik yang dapat digunakan adalah : standard deviasi, koefisien variasi, atau standard error . b. Mining Losses Mining Losses yaitu faktor kehilangan akibat teknis penambangan, seperti faktor alat dan faktor safety. Secara umum, untuk metode strip mining digunakan mining losses sebesar 10%, sedangkan untuk tambang bawah tanah digunakan mining losses sebesar 40-50% yaitu (metode long wall mempunyai recovery 60-70%, metode room & pillar mempunyai recovery 50-60%), untuk auger mining digunakan mining losses sebesar 60-70% (atau recovery 30-40% sesuai dengan spesifikasi peralatannya). Untuk metode strip mining (open pit), kadang-kadang juga digunakan pendekatan ketebalan lapisan yang akan ditinggalkan, yaitu 10 cm pada roof & 10 cm pada floor . Jika ketebalan lapisan hanya 1 m, maka Mining
Losses = 20%., sedangkan jika ketebalan lapisan adalah 2 m maka Mining Losses = 10%., dan jika ketebalan lapisan adalah 5 m maka Mining Losses = 4%. c. Processing and Transporting Losses Processing and Transporting Losses yaitu faktor kehilangan (recovey » yield ) akibat diterapkannya metode pencucian batubara atau kehilangan pada
proses
pengangkutan ke stockpile.
Kehilangan
ini
sangat
tergantung pada hasil uji ketercucian (washability test ), dimana harga perolehan ( yield ) ditentukan dari hasil uji tersebut sedangkan kehilangan pada saat transportasi tergantung pada volume angkut, jarak tempuh, karakteristik jalan dan kecepatan kendaraan. Mardinono (2010) menyatakan bahwa secara garis besar faktor-faktor yang berpotensi hilangnya batubara bisa terjadi karena : a. Pengukuran atau survey batubara Kurangnya data lapisan batubara bagian atas (Coal roof ) sebelum ditambang, hal ini disebabkan batubara sudah ditambang terlebih dahulu. Biasanya terjadi pada saat shift sore atau shift malam mengingat tim survey tidak ada ditempat, sementara batubara tersebut harus segera ditambang. Kurangnya data lapisan batubara bagian bawah (coal floor ), hal ini disebabkan karena lokasi yang sudah ditambang langsung disiapkan untuk lokasi pemboran dan peledakan. b. Manusia dan Peralatan Seorang operator yang kurang skill. Kurangnya pengontrolan pit geologist terhadap coal roof dan coal floor . Kurangnya pengontrolan pengawas pada proses expose batubara, pembersihan ujung batubara (coal edge), dan penambangannya. Ketidakakuratan pemboran pada area Top of Coal . Ketidaksediaan alat untuk membersihkan batubara. Ketidaksesuaian dalam pemilihan alat gali saat pengupasan lapisan penutup batubara. Ketidaksesuaian dalam pemilihan alat dalam pembersihan batubara tipis. Ketidaksesuaian dalam pemilihan alat gali pada penambangan. c. Perencanaan ( Planning )
Ketidakakuratan geology model pada perhitungan cadangan batubara. Desain loading point (ruang kerja) yang sempit. Desain pola peledakan lapisan penutup dengan batubara yang terbuka terlalu dekat. Desain pemboran dan peledakan pada area Top of Coal yang tidak tepat. Tidak ada sistem drainase di area kerja (loading point ), jalan. Ketidakakuratan geology model pada pemasangan batas expose batubara Mardinono (2010) menyatakan bahwa faktor hilangnya batubara terutama yang tipis terjadi pada proses atau metode sebagai berikut: a. Pemboran-peledakan ( Drill and Blast ) Pada proses pemboran dan peledakan lapisan tanah penutup, potensi hilangnya batubara bisa terjadi pada saat area yang direncanakan untuk diledakkan adalah Top of Coal ( 3 -10 meter diatas lapisan batubara). Lapisan tanah penutup yang akan dibor dengan kedalaman 3 - 10 meter, namun aktual kedalaman pemboran bisa saja menembus batubara sehingga saat diledakkan maka batubara tersebut akan terbongkar. Ini bisa terjadi apabila persiapan area pemboran tidak rata, atau aktual contour batubara yang tidak sesuai dengan model perlapisan batubara ( aktual lebih landai). b. Penggalian lapisan tanah penutup (Overburden removal ) Pada kegiatan penggalian dan pemuatan lapisan tanah penutup terutama diarea yang mendekati terbukanya batubara akan berpotensi hilangnya batubara. Hal ini dapat disebabkan oleh : alat gali yang digunakan kurang sesuai atau terlalu besar, tidak adanya limit penggalian untuk alat gali, pendorongan dengan dozer yang tidak sesuai saat membuka batubara. c. Kondisi ruang kerja alat gali-muat ( Loading point ) Kondisi ruang kerja sangat berpengaruh terhadap hilang atau tidaknya batubara yang dibuka maupun ditambang. Dengan kondisi ruang kerja yang sempit maka potensi hilangnya batubara sangat besar karena batubara akan tergali atau terinjak oleh truk saat melakukan kegiatan gali-muat lapisan tanah penutup. Ruang kerja yang tidak ada drainase juga sangat berpengaruh, karena akan menyebabkan ruang kerja berpotensi banjir terutama area-area yang sudah berada di level penggalian yang rendah. d. Pembersihan Batubara (Clean up Coal )
Kegiatan ini dilakukan setelah batubara terkupas, namun belum bisa langsung ditambang. Karena pada saat pengupasan lapisan penutup batubara (exposed coal ) masih menyisakan lapisan tanah penutup dengan ketebalan kirakira 1 meter diatas lapisan batubara. Jika langsung dibersihkan pada saat proses penggalian lapisan tanah penutup dengan menggunakan dozer kapasitas besar maka sangat berpotensi terkupasnya batubara dan bercampur dengan lapisan tanah penutup. Untuk itu pada proses ini diperlukan alat yang lebih kecil kapasitasnya. Pembersihan batubara yang terlalu bersih juga akan menyebabkan coal recovery berkurang, karena dengan batubara yang terlalu bersih pada akhirnya akan mengurangi jumlah batubara yang ditambang. Pemilihan tipe alat pembersih batubara juga sangat mempengaruhi. Pada kondisi tertentu, misalnya contur batubara yang bergelombang, terjal maka akan ideal dan efektif jika menggunakan backhoe untuk kegiatan ini. Namun untuk kondisi kontur batubara yang relatif landai, tidak bergelombang maka alat yang ideal adalah dozer kecil. e. Penambangan Batubara (Coal Mined ) Pemilihan tipe alat gali untuk menambang batubara harus tepat agar potensi batubara hilang bisa dihindari. Jika menggunakan alat gali dengan tipe yang lebih besar untuk menambang batubara tipis tentu tidak ideal. Karena akan banyak batubara yang tertinggal di lantai kerja ( floor ), dan apabila dikumpulkan dengan dozer kembali maka akan berpotensi bercampur dengan tanah. Selain itu pemuatan batubara yang melebihi kapasitas truk yang ditentukan (overload ) akan terjadi tumpahan batubara diarea loading point maupun saat pengangkutannya. Hal yang sering terjadi adalah batubara yang relatif datar dijadikan untuk jalan angkut truk batubara maupun truk pemindah tanah. Hal ini juga mengakibatkan batubara hilang akibat gesekan roda ban. f. Pengangkutan Batubara menuju stockpile atau crusher (Coal Hauled ) Batubara berpotensi hilang pada kegiatan ini biasanya terjadi pada saat truk batubara yang bermuatan melewati jalur tanjakan, tikungan tajam, jalan bergelombang. Jalur tanjakan yang semakin curam maka batubara yang tumpah akan semakin banyak.
Ishlah dan Fujiono
(2004) menyatakan bahwa pada setiap proses
pengawasan digunakan alat ukur dan metode pengukuran yang berbeda serata terdapat kendala kehilangan yang tidak terlihat. Kehilangan ini dapat terjadi pada setiap proses penambangan. Kehilangan ini berbeda dengan kehilangan yang terlihat pada proses pengangkutan berupa batubara yang tercecer di jalan. Kehilangan yang tidak terlihat dapat diketahui melalui perhitungan. untuk mengatasi perbedaan alat ukur yang digunakan. Perhitungan dilakukan di dua tempat, yaitu di pit dan stockpile. Untuk perhitungan di pit digunakan Rumus : OPI + CE = CG +CPI + LC ............................................................................... (1) (Sumber : Ishlah dan Fujiono, 2004) dengan : OPI
= Opening Pit Inventory
CE
= Coal Exposed
CG
= Coal Getting
CPI
= Closing Pit Inventory
LC
= Loss Coal
Untuk perhitungan di Stockpile digunakan Rumus : OS + CG = CS +CB + LC ...................................................................................(2) (Sumber : Ishlah dan Fujiono, 2004) dengan : OS
= Opening Stockpile
CG
= Coal Getting
CS
= Closing Stockpile
CB
= Coal Barging
LC
= Loss Coal
6. Pengukuran volume batubara pada stockpile Okten et al. (1990) menyatakan bahwa bentuk bangun atau dimensi stockpile yang umum dijumpai antara lain berupa kerucut, limas, atau kerucut dan limas terpancung. Penentuan volume dimensi stockpile dilakukan melalui perhitungan menggunakan rumusan bangun ruang sesuai dengan bentuk stockpile.
Carpenter (1999) menyatakan rumus untuk volume dimensi stockpile bentuk kerucut dan limas terpancung antara lain: a. Volume Kerucut Terpancung V =π x t (R 2 + r 2 + R x r)……………….................................……………… (3) (Sumber: Carpenter, 1999) Dimana: V = Volume Kerucut Terpancung t = Tinggi Kerucut Terpancung r = Jari-jari Lingkaran Atas R = Jari-jari Lingkaran Bawah b. Volume Limas Terpancung Limas terpancung merupakan bidang yang sejajar dengan bidang alas memotong semua rusuk tegak lurus limas, sehingga limas tersebut menjadi dua bagian (Hana, 2005). Bentuk ini dinilai merupakan bentuk yang paling efektif yang bisa diaplikasikan di area timbunan, karena bentuk ini mudah untuk diawasi dan pemadatan yang lebih mudah dilakukan dengan alat mekanis. Rumus untuk volume dimensi stockpile limas terpancung yaitu (Carpenter, 1999) : V = x t (B + A +)….....................………………………………….... (4) (Sumber: Carpenter, 1999) Dimana : V = Volume Limas Terpancung t = Tinggi Limas Terpancung A = Jari-jari Bidang Atas B = Jari-jari Bidang Bawah Rangkuti (2004) menyatakan bahwa persediaan tambahan yang disediakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan ( stock out). Tujuan safety stock adalah untuk menimalkan terjadinya stock out dan mengurangi penambahan biaya penyimpanan dan biaya stock out total, biaya penyimpanan disini akan bertambah seiring dengan adanya penambahan yang berasal dari reorder point oleh karena adanya safety stock . Keuntungan adanya
safety stock adalah pada saat jumlah permintaan mengalami lonjakan, maka persediaan pengaman dapat digunakan untuk menutupi permintaan tersebut. 7. Upaya Peningkatan Coal Recovery Rifani (2010) menyatakan bahwa upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi hilangnya batubara sehingga dapat meningkatkan coal recovery. Upaya-upaya yang bisa dilakukan terutama pada keenam proses diatas yaitu : 1) Perhitungan cadangan batubara ( Reserving ) Menghitung ulang cadangan batubara dengan menggunakan geology model yang baru, dengan dibatasi oleh area-area yang pernah ditambang ( mined out ). Density batubara yang dijadikan dalam parameter perhitungan cadangan harus sesuai atau mendekati angka density aktual batubara yang terbuka. 2) Pemboran-peledakan ( Drill and Blast ) a. Perlu dilakukan CSA ( Customer Supply Agreement ) untuk coal floor apabila batubara selesai ditambang dari superintendent batubara dengan superintendent pit selaku orang yang akan mempersiapkan lokasi pemboran dan peledakan. Tujuan dilakukan ini adalah untuk mengkonfirmasi bahwa lokasi tersebut benar-benar selesai ditambang dan tidak ada batubara yang tertinggal. b. Persiapan lokasi pemboran harus disiapkan dalam keadaan rata, tidak bergelombang. Hal ini dilakukan agar pemboran bisa dilakukan dengan kedalaman yang sesuai dengan plan. c. Apabila ada lubang bor yang terindikasi bahwa lapisan batubara tertembus, maka lubang tersebut perlu ditimbun kembali sampai lapisan batubara yang tertembus. Indikasi lapisan batubara tertembus saat pemboran bisa dilihat oleh cutting material hasil pemboran. d. Pemboran yang mendekati area Top Of Coal terutama dengan kedalaman 3 – 10 meter perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari tertembusnya lapisan batubara. e. Peta kontur batubara perlu dicantumkan pada peta pemboran agar operator dan pengawas drill mengetahui kondisi area yang sedang dilakukan pemboran. Apabila lokasi peledakan berdekatan dengan batubara yang
sedang ditambang, maka saat persiapan peledakan, desain tie up peledakan harus didesain agar material yang diledakkan tidak bercampur dengan batubara. Jarak yang aman agar batubara tidak kotor adalah sekitar 30 meter dari lokasi peledakan. 3) Penggalian lapisan tanah penutup (Overburden removal ) a. Pemilihan alat gali dan alat dorong yang sesuai: apabila lokasinya sempit (kurang dari 25 meter), maka alat yang efektif adalah backhoe. Pemilihan alat dorong yang sesuai: saat proses pembukaan lapisan atas batubara terutama di batubara tipis, pemilihan tipe dozer yang tepat sangat diperlukan. Apabila batubara tipis sebaiknya digunakan dozer yang lebih kecil, karena apabila menggunakan dozer dengan kapasitas besar maka potensi batubara terdilusi atau tercampur dengan tanah penutup semakin besar. c. Metode expose batubara dilakukan dengan meninggalkan overburden dengan ketinggian 0.5 – 1 meter diatas batubara. Tujuannya adalah agar batubara tidak banyak hilang akibat terinjak oleh track dozer . d. Pemasangan limit penggalian (digging limit ). Hal ini dilakukan untuk membatasi arah penggalian shovel atau backhoe agar tidak sampai ke edge coal sehingga batubara tidak tergali. Pemasangan limit penggalian ini perlu dipasang baik saat expose batubara maupun penggalian lapisan tanah penutup yang berdekatan dengan ujung batubara. 4) Kondisi ruang kerja alat gali-muat ( Loading point ) a. Sistem drainase atau penirisan air yang memadai di loading point . Drainase ini bisa dibuat dengan cara pembuatan sump temporary untuk loading point yang sudah berada di level rendah dari suatu pit, membentuk kemiringan loading point (1-2%) agar loading point tidak tergenang air, membuat parit atau saluran air. b. Loading point dibuat standar, agar batubara yang sudah terbuka ( expose) tidak terinjak oleh truk karena sebagian batubara yang terbuka dijadikan jalan keluar masuk loading point . Loading point yang berada di dinding akhir ( final wall ) perlu dilakukan perapian dinding (trimming wall ) sesuai
dengan rencana kemiringan yang sudah direkomendasikan agar batubara tidak tertinggal didinding. E. Pembersihan Batubara (Clean up Coal ) Proses clean up batubara disini maksudnya adalah proses pembersihan sisa-sisa material yang masih menutupi batubara dimana ketebalan material ini berkisar 0.5 – 1 meter. Proses clean up untuk batubara tipis sebaiknya menggunakan alat yang kecil baik backhoe maupun dozer . Tujuannya agar batubara bisa lebih bersih dan tidak terlalu banyak batubara yang bercampur material. Pemilihan tipe alat dapat mempertimbangkan hal berikut : untuk kemiringan batubara landai : Alat yang bisa digunakan adalah dozer kecil Kemiringan batubara curam : Alat yang efektif digunakan adalah backhoe kecil. Batubara yang bergelombang : Alat yang bisa digunakan adalah backhoe kecil. Tidak disarankan untuk menggunakan dozer pada area seperti ini karena banyak batubara yang akan terkupas dan bercampur dengan overburden. F. Penambangan Batubara (Coal Mined ) Upaya yang bisa dilakukan pada kegiatan penambangan batubara tipis adalah sebagai berikut : a. Menggunakan alat gali dengan kapasitas bucket alat gali yang tidak terlalu besar. Tujuannya agar pada saat menggaruk batubara, material atau tanah dibagian bawah tidak tercampur. b. Menambang batubara harus sejajar dengan ruang kerja (loading point ) atau jalan. Jika lebih rendah maka berpotensi tergenang air jika hujan. Sementara jika lebih tinggi, maka berpotensi batubara hilang akibat tertutup material saat lokasi tersebut dijadikan area pemboran. Kondisi ini bisa terjadi pada saat terracing untuk persiapan lokasi pemboran. c. Pengisian batubara ke truck batubara tidak melebihi kapasitas truck yang telah ditentukan. Jika melebihi kapasitas (overload ) maka akan berpotensi batubara tumpah saat pengisian di loading point . Biasanya batubara yang ditambang pasti meninggalkan sisa-sisa batubara, untuk itu perlu perapian kembali dengan dozer atau backhoe kecil (D85ESS,
PC200 atau sejenisnya) dan dikumpulkan ( pile) disuatu area dan kemudian ditambang kembali. G. Pengangkutan Batubara menuju stockpile atau crusher (Coal Hauled ) Pada proses ini ada upaya dilakukan agar batubara tidak hilang adalah : a. Membuat desain kemiringan jalan angkut sekitar 8% atau maksimum 10%, agar material atau batubara yang diangkut tidak tumpah disepanjang tanjakan. Membuat desain tikungan yang tidak tajam dan sudut kemiringan tikungan tidak terbalik ( superelevasi) agar batubara tidak tertumpah saat truck menikung. b. Operator truk tidak mengemudi secara ugal-ugalan (sering tancap gas). c. Pemasangan rambu-rambu give way atau stop tidak dilokasi yang miring. J. WAKTU DAN JADWAL PELAKSANAAN TUGAS AKHIR
Waktu pelaksanaan Tugas Akhir di PT. Pama Persada Nusantara yang Pemohon usulkan adalah dimulai sejak tanggal 22 Januari 2017 sampai dengan 22 Maret 2017. Adapun
jawal pelaksanaan Tugas Akhir yang Pemohon
usulkan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: No
Minggu 1-2
Kegiatan
1
Orientasi Lapangan
2
Pengamatan dan Observasi
3
Pengambilan dan Pengumpulan Data
4
Pengolahan dan Analisa Data
5
Pembuatan dan Penyusunan Laporan
Minggu 3-6
Minggu 7-8
K. PENUTUP
Demikian
proposal
Tugas
Akhir
ini
Pemohon
buat
untuk
menggambarkan tujuan dilakukan studi Tugas Akhir di perusahaan ini. Besar harapan Pemohon untuk dapat melaksanakan Tugas Akhir di PT. Pama Persada Nusantara ini dan membantu mencari pemecahan masalah yang berkaitan
dengan losses batubara. Pemohon menyadari bahwa pada saat pelaksanaan Tugas Akhir ini akan sedikit mengganggu kegiatan perusahaan dan untuk itu sebelumnya Pemohon meminta maaf yang sebesar-besarnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya kepada kita semua. Atas bantuan dan perhatiannya Pemohon ucapkan terima kasih.
L. DAFTAR PUSTAKA
Baruya, P. 2012. Losses In The Coal Supply Chain. International Energi Agency (IEA) Clean Coal Centre. ISSN : 978-92-9029-532-7 Carpenter, A.M. 1999. Management Of Coal Stockpile. IEA Coal Research. Ishlah, T. dan Fujiono, H., (2004). Evaluasi Konservasi Sumber Daya Batubara Di Sekitar Tanjung Redep Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Departeman ESDM. Jakarta Mardiono, D. 2010. Upaya Peningkatan Coal Recovery di PT. Kalimantan Prima Coal, Kalimantan Timur. Prosiding TPT XX PERHAPI 2011 Hal. 186 ISBN: 978-979-8826-20-7 Rangkuti, F. 2004. Analisis Ketersediaan Pengamanan untuk Meminimalkan Terjadinya Stock Out Batubara. Indonesian Mining Jurnal. Volume 16 Number 2, June 2013 : Page 71-87 Rifani, A. 2010. Upaya Konservasi Melalui Pengurangan Tingkat Kehilangan (losses) Batubara di Provinsi Bengkulu. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan. Vol 20. ISSN : 2354-6638 Johnston dan Kellerher. 2005. Keep the Cream — Reconciling coal recovery at BMA Goonyella Riverside. Coal Operators Conference. University of Wollongong & the australian institute of mining and metallurgy,Vol. 2 page: 161-168 ISSN: 1034-0238 Okten, G., Kural, O., Algurkaplan, E., 1990. Storage of Coal Problem and Precautions. Departement Mining Engineering. Istanbul Technical University Sukandarrumidi. 2008. Batubara dan Gambut . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Pertambangan Mineral dan Batubara.
4
Tahun
2009
tentang