“ PEMODELAN TENTATIF PANASBUMI MELALUI STUDI GEOLOGI,
GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA PADA LAPANGAN PANAS BUMI X ”
USULAN PENELITIAN SKRIPSI KAJIAN KHUSUS STUDI: GEOTHERMAL
Oleh: Muhammad Harvan 270110120120
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan energi, terutama energi listrik, kian meningkat dari tahun ke tahun. Menurut prediksi berdasarkan data statistik yang dipublikasikan oleh kementrian EBTKE (Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi), jika Indonesia terus mengandalkan sumber daya bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya, Indonesia bisa menjadi negara net-energy importing countr y pada tahun 2019 (EBTKE, 2012). Hal ini dikarenakan bahan bakar fosil di negara ini semakin sedikit cadangannya serta tidak bersifat renewable atau tidak terbarukan. Oleh sebab itu, pemerintah menggalakan target untuk mengembangkan sektor energi baru dan terbarukan, terkhususnya di bidang panasbumi atau geothermal, sebagai defisit defisit energi yang diprediksikan tidak akan terjadi.
Panasbumi adalah energi unconventonal yang ramah lingkungan serta jumlah cadangannya berlimpah di Indonesia. Sebanyak 40% dari cadangan energi panasbumi dunia, yakni sekitar 29.000 MW MW terdapat di Indonesia. Indonesia. Energi panasbumi lebih bersifat bersifat sustainable karena fluida panasbumi yang telah diambil dari bawah permukaan melalui sumur produksi, setelah uap panasnya diambil dan diolah menjadi energi listrik, dapat disirkulasikan kembali ke bawah permukaan melalui sumur injeksi dibandingkan energi fossil yang harus menunggu jutaan tahun untuk u ntuk kembali terbentuk. t erbentuk. Energi ini juga bersifat ramah lingkungan sebab emisi karbon dioksida maupun polutan lainnya berjumlah sangat sedikit dibandingkan dengan energi lain seperti gas atau minyak bumi. bumi.
Akan tetapi, potensi energi panasbumi di Indonesia belum dikembangkan secara optimal. Hal ini dikarenakan oleh berbagai faktor, diantaranya kurangnya pemahaman sumber daya manusia akan sistem panasbumi secara mendalam, seperti karakteristik air panas dan pola alterasi hidrothermal di permukaan yang akan menggambarkan tipe reservoir suatu sistem panasbumi, serta kondisi geologi bawah permukaan suatu lapangan panasbumi.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai panasbumi lebih lanjut khususnya mengenai Pemodelan Tentatif Panasbumi Melalui Metode Geofisika, Geologi, Serta Geokimia sebagai topik Tugas Akhir.
BAB 1 PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan energi, terutama energi listrik, kian meningkat dari tahun ke tahun. Menurut prediksi berdasarkan data statistik yang dipublikasikan oleh kementrian EBTKE (Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi), jika Indonesia terus mengandalkan sumber daya bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya, Indonesia bisa menjadi negara net-energy importing countr y pada tahun 2019 (EBTKE, 2012). Hal ini dikarenakan bahan bakar fosil di negara ini semakin sedikit cadangannya serta tidak bersifat renewable atau tidak terbarukan. Oleh sebab itu, pemerintah menggalakan target untuk mengembangkan sektor energi baru dan terbarukan, terkhususnya di bidang panasbumi atau geothermal, sebagai defisit defisit energi yang diprediksikan tidak akan terjadi.
Panasbumi adalah energi unconventonal yang ramah lingkungan serta jumlah cadangannya berlimpah di Indonesia. Sebanyak 40% dari cadangan energi panasbumi dunia, yakni sekitar 29.000 MW MW terdapat di Indonesia. Indonesia. Energi panasbumi lebih bersifat bersifat sustainable karena fluida panasbumi yang telah diambil dari bawah permukaan melalui sumur produksi, setelah uap panasnya diambil dan diolah menjadi energi listrik, dapat disirkulasikan kembali ke bawah permukaan melalui sumur injeksi dibandingkan energi fossil yang harus menunggu jutaan tahun untuk u ntuk kembali terbentuk. t erbentuk. Energi ini juga bersifat ramah lingkungan sebab emisi karbon dioksida maupun polutan lainnya berjumlah sangat sedikit dibandingkan dengan energi lain seperti gas atau minyak bumi. bumi.
Akan tetapi, potensi energi panasbumi di Indonesia belum dikembangkan secara optimal. Hal ini dikarenakan oleh berbagai faktor, diantaranya kurangnya pemahaman sumber daya manusia akan sistem panasbumi secara mendalam, seperti karakteristik air panas dan pola alterasi hidrothermal di permukaan yang akan menggambarkan tipe reservoir suatu sistem panasbumi, serta kondisi geologi bawah permukaan suatu lapangan panasbumi.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai panasbumi lebih lanjut khususnya mengenai Pemodelan Tentatif Panasbumi Melalui Metode Geofisika, Geologi, Serta Geokimia sebagai topik Tugas Akhir.
1.2
BATASAN DAN IDENTIFIKASI MASALAH
Beberapa batasan masalah dalam pengerjaan, pembahasan, pe mbahasan, dan penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Penentuan batas dan geometri lapisan batuan penudung dan lapisan reserovir batuan
pada sistem panasbumi melalui data geofisika 2. Penentuan lokasi kedalam zona reservoir berprospek dengan menggunakan data bor
melalui analisis tipe alterasi dan mineral penciri, loss circulation, serta penampang tekanan dan temperatur dari sumur eksplorasi. 3. Penarikan garis isoterm dan dan penentuan
zona upflow dan zona outflow
menggunakan data manifestasi panas bumi. Berdasarkan ketersediaan data tersebut, ter sebut, maka masalah mendasar yang akan diteliti adalah model panasbumi tentatif daerah penelitian. Adapun masalah yang dikaji lebih lanjut yakni:
1. Bagaimana kondisi geologi bawahpermukaan daerah penelit ian? 2. Berapa kedalaman top reservoir pada daerah penelitian? 3. Dimana lokasi zona prospek panasbumi daerah penelitian? 4. Dimana target lokasi sumur produksi diletakkan?
1.3
MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
Kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman pemahaman mahasiswa terhadap sumber daya panasbumi di lapangan ini, diantaranya adalah: 1. Mengetahui kondisi geologi bawah permukaan daerah lapangan paasbumi 2. Mengetahui gradien suhu pada daerah lapangan panasbumi 3. Mendapatkan model panasbumi tentatif dari reservoir panasbumi di daerah penelitian 4. Mengetahui zona prospek panasbumi daerah penelitian 5. Mengetahui faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan d ipertimbangkan dalam penentuan lokasi sumur
produksi
1.4
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Waktu penelitian direncanakan akan dimulai pada bulan Februari 2015 atau sesuai waktu yang dijadwalkan perusahaan. Penelitian ini akan dilaksanakan selama tiga bulan. Sedangkan untuk lokasi penelitian, dilaksanakan pada sa lah satu lapangan panasbumi PT Pertamina Geothermal Energy yang diberikan kepada penulis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
PANAS BUMI
2.1.1 Definisi Panasbumi
Panasbumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panasbumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan (Pasal 1 UU No.27 tahun 2003 tentang Panasbumi).
2.1.2 Konsep Dasar Panasbumi
Panasbumi membentuk suatu sistem tertentu yang disebut dengan sistem panasbumi. Hochstein dan Browne (2000) mendefinisikan sistem panasbumi sebagai perpindahan panas secara alami dalam volume tertentu di kerak bumi dimana panas dipindahkan dari sumber panas ke zona pelepasan panas. Sistem panasbumi merupakan daur hidrologi yang dalam perjalanannya air berhubungan langsung dengan sumber panas yang bertemperatur tinggi sehingga terbentuk airpanas atau uap panas yang terperangkap pada suatu reservoir berupa batuan poros dengan permeabilitas tinggi.Sistem panasbumi dengan suhu tinggi terletak pada tempat-tempat tertentu. Batas-batas pertemuan lempeng yang bergerak merupakan pusat lokasi kemunculan hidrotermal magma. Transfer energi panas secara konduktif pada lingkungan tektonik lempeng diperbesar oleh gerakan magma dan sirkulasi hidrotermal. Energi panasbumi 50% berada dalam magma, 43% dalam batu kering panas (hot dry rock ) dan 7% dalam sistem hidrotermal. Secara umum dapat dikatakan proses yang menghasilkan pembentukan anomali geothermal adalah proses transfer panas ke permukaan bumi yang disebabkan oleh magma. Dimana panas yang dibawa ini kemudian disimpan sementara di dalam kerak bumi dekat permukaan <10km (Muffler, 1976, Raybach-Muffler, 1981). Konsep tektonik lempeng menjelaskan bahwa magma yang menuju permukaan bumi umumnya berada di sepanjang tepian lempeng ( plate boundaries). Sehingga sumberdaya
panasbumi yang disebabkan oleh aktivitas magmatik atau intrusi magma diduga akan berada di sepanjang daerah pemekaran lempeng ( spreading ridges), daerah subduksi (convergent margin), dan peluruhan batuan di tengah lempeng (interplate melting anomalies). Prinsip dari pembentukan sistem panasbumi selalu memerlukan sirkulasi air yang memadai. Daur hidrologi di daerah panasbumi dimulai dari air hujan yang masuk ke dalam tanah, kemudian membentuk aquifer air, lalu terpanasi oleh sumber panas dalam bumi. Fluida panas ini naik ke permukaan melalui retakan-retakan batuan membentuk sumber-sumber airpanas dan keluar sebagai uap atau airpanas yang disemburkan. Airtanah yang mengalami pemanasan akan keluar dengan dorongan arus konveksi melalui jalur-jalur struktur yang ada. Sistem panasbumi dijumpai pada daerah dengan gradien geotermal relatif normal, terutama pada bagian tepi lempeng dimana gradien geotermal biasanya mempunyai kisaran suhu yang lebih tinggi daripada suhu rata-rata (Dickson dan Fanelli, 2004).
Gambar 2.1. Skema ideal sistem panasbumi (Sumber: http://blog.ub.ac.id/vanino/files/2013/11/sabtanto-1.jpg).
2.1.2.1 Komponen Sistem Panasbumi
Sistem panasbumi yang terbentuk di kulit bumi memiliki 5 komponen utama yaitu :
1. Sumber panas Pembentukan sumber panasbumi memerlukan panas asal yang akanmembentuk perputaran (cycle) fluida hidrothermal dalam bentuk perbandingan uap dan airpanas. Massa panas ini dapat berupa :
Massa panas padat, berupa berbagai macam batuan yang bersifat pembawa atau penghantar panas (matriks batuan) hasil kontak yang berasal dari aktivitas volkanik, seperti batuan ekstrusif maupun batuan inrusif.
Massa panas cair, dapat sebagai fluida pembawa atau penghantar panas ( out flow dan down flow sumber panasbumi yang berkaitan dengan proses kontaminasi air tanah) dari daur panasbumi dan pengaruh struktur geologi (penekanan) sistem hidrologi yang terjebak pada perlapisan batuan.
Massa panas mineral radioaktif, timbul dari decay mineral-mineral radioaktif yang terdapat dibagian pluton.
Reaksi kimia (eksotermik).
2. Fluida Fluida berfungsi sebagai media penyimpan panas dan mengalirkan panas dari sumber panas ke permukaan bumi.Manifestasi adanya aliran panas tesebut di permukaan bumi dapat berupa
mata air,
fumarol, solfatara
maupun mud
volcano.Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan mengakibatkan perubahan komposisi batuan.Hasil dari ubahan (alterasi) hidrotermal tersebut tergantung pada beberapa faktor, yaitu suhu, tekanan, jenis batuan asal, komposisi fluida atau t ingkat keasaman fluida, dan lamanya interaksi antara fluida panasbumi denganbatuan asal (Browne, 1984).Fluida yang berasal langsung dari reservoir panasbumi berupa air klorida, yaitu air atau fluida panasbumi yang mempunyai kandungan anion utama berupa klorida, bersifat netral atau sedikit asam (dipengaruhi oleh jumlah CO2 terlarut).
3. Batuan reservoir Batuan reservoir yaitu sebagai batuan yang bertindak sebagai tempat terakumulasinya fluida panasbumi (uap, airpanas).Zona ini tersusun oleh batuan yang bersifat permeabel.Reservoir panasbumi yang produktif harus memiliki porositas dan permeabilitas yang tinggi, mempunyai geometri yang besar, suhu tinggi, dan kandungan fluida yang cukup.
4. Batuan Penudung Batuan penudung (cap rock ) merupakan zona yang tidak lolos atau kedap air (impermeable) atau permeabilitas rendah yang disusun oleh berbagai jenis batuan dan berada di atas batuan reservoir, berfungsi mencegah konveksi fluida reservoir yang panas ke luar permukaan..Dimana batuan ini bertindak sebagai perangkap sumbersumber panasbumi uap dan air panas. Pada umumnya pengaruh ubahan hidrothermal cukup intensif berlangsung pada zona ini, sehingga sangat penting untuk menginterpretasikan sifat-sifat fisik tertentu, seperti densitas dan daya hantar listrik atau kemagnetan. Zona ini tidak selalu terbentuk oleh tekstur batuan kedap air tetapi dapat pula oleh pengaruh ubahan hidrothermal atau disebut sebagai tertudung sendiri oleh aktivitasnya,akibat dari pengersikan maupun pengisian mineral silika atau mineral lempungan.
5. Permeabilitas Permeabilitas berkurang karena pengendapan atau pembentukan mineral hidrotermal, akan tetapi aktivitas tektonik membantu untuk membuka kembali rekahan-rekahan yang menjadi jalan bagi fluida panasbumi (zona permeabel) (Utami dan Browne, 1999).
2.1.2.2 Manifestasi Panasbumi
Selain komponen penyusun sistem panasbumi, keberadaan suatu sistem panasbumi ditandai oleh kehadiran manifestasi panas di permukaan. Prihadi (2005) menjelaskan pada sistem panasbumi konvektif yang memiliki sirkulasi fluida dari daerah recharge masuk ke dalam reservoir kemudian keluar menuju permukaan melalui daerah upflow dan outflow, fluida akan beraksi dengan batuan sekitar dan kemudian keluar melalui rekahan-rekahan
dalam batuan. Interaksi fluida dengan batuan sekitarnya menghasilkan mineral-mineral ubahan, sedangkanfluida yang keluar melalui rekahan akan menghaslikan air panas atau uap panas. Gejala-gejala seperti itu yang disebut sebagai manifestasi panasbumi. Beberapa contoh manifestasi panasbumi, antara lain: 1. Acid Crater Lake (Danau Kawah Asam) Merupakan danau du dalam kawah gunungapi, memiliki suhu yang tinggi dan pH air yang rendah (acid).Air dalam kawah berasal dari air meteorik yang bercampur dengan air hasil kondensasi uap dan gas-gas magmat ik dari dalam gunungapi. 2. Fumarol Fumarol adalah uap panas yang keluar melalui celah-celah dalam batuan dan kemudian berubah menjadi uap air ( steam). Fumarol yang berasosiasi dengan sistem hidrotermal vulkanik dapat mengeluarkan uap air dengan kecepatan >150m/s dan umumnya mengandung gas magmatik seperti HF, HCL dan SO2. Apabila kandungan SO2 dominan, maka suhu uap air bisa mencapai >130°C. 3. Solfatara Solfatara adalah rekahan dalam batuan yang menyemburkan uap air yang bercampur dengan CO2 dan H2S, kadang terdapat SO2. Disekitar lubang rekahan tersebut diendapkan sulfur dalam jumlah yang banyak. 4. Steaming Ground Steaming Ground terbentuk apabila uap air yang keluar sedikit jumlahnya dan keluar melalui pori dalam tanah atau batuan. Kenampakannya berupa uap putih dan hangat, tidak terdengar bunyi dari tekanan uap yang tinggi seperti pada fumarol. 5. Warm Ground Gas dan uap air yang naik ke permukaan akan menaikkan suhu di sekitar daerah thermal area sehingga suhu di daerah tersebut akan lebih tinggi dari sekitarnya dan juga lebih tinggi dari suhu udara dekat permukaan, dimana suhu tersebut bisa mencapai 30o -40o. 6. Neutral Hot Spring Merupakan mata air panas dengan pH netral atau mendekati netral (6-7). Mata air ini diassosiasikan sebagai direct discharge fluida dari reservoir ke permukaan bumi. Umumnya mengandung ion klorida yang tinggi sehingga seringkali disebut air klorida. Mata air ini memiliki suhu yang tinggi (>75oC) sehingga seringkali diselimuti oleh uap panas. Di sekitar mata air sering dijumpai endapan silica sinter dan mineral-mineral sulfida seperti galena, pirit, dan lain-lain.
7. Acid Hot Spring Merupakan mata air panas dengan pH asam (pH<6) yang terbentuk hasil kondensasi gas magmatik dan uap panas di dekat permukaan bumi kemudian melarut dan bercampur dengan air meteorik.Fluida asam ini melarutkan batuan sekitar mata air menjadi partikel-partikel kecil yang terdiri dari silica dan lempung. Apabila partikel partikel ini bercampur dengan air dari mata air, maka akan membentuk mudpoolsatau mudpots. Apabila tidak bercampur dengan air, tetapi hanya berupa uap asam panas, maka batuan yang terdisintegrasi ini akan menyebabkan ground collapse dan membentuk lubang besar. 8. Batuan Ubahan Temperatur tinggi dalam lapangan panasbumi akan menyebabkan reaksi antara fluida dengan batuan yang di lewatinya, reaksi itu mengakibatkan terjadiperubahan susunan mineral dalam batuan tersebut atau biasa disebut alterasi hidrotermal (Ellis, 1970).
2.1.2.3 Klasifikasi Sistem Panasbumi
Berdasarkan
temperatur
reservoirnya,
Hochstein
dan
Browne
(2000)
mengklasifikasikan sistem panasbumi menjadi:
1. Sistem bersuhu tinggi (>225oC) 2. Sistem bersuhu sedang (125o C - 225o C) 3. Sistem bersuhu rendah (<125oC)
Namun sistem panasbumi dapat dikelompokkan berdasarkan lingkungan geologinya dan rezim perpindahan panasnya menjadi : 1. Sistem panasbumi konduktif Sistem ini dicirikan oleh rezim panas yang disebabkan oleh konduksi itu sendiri dan seringkali pada tempat yang tetap. Sistem panasbumi konduktif dibagi menjadi (Raybach dan Muffler, 1981, Bowen, 1989, Nicholson, 1993):
Low Temperature(Low Enthalpy Aquifers) Sistem panasbumi ini terbentuk pada akifer sedimen dengan porositas dan permeabilitas tinggi, bercirikan temperature rendah/entalpi rendah dan berada di daerah heatflow normal atau agak tinggi.
Hot Dry Rock Sistem ini berada pada lingkungan yang memilliki temperatur tinggi dan permabilitas rendah.
2. Sistem panasbumi konvektif Sistem panasbumi ini dicirikan oleh adanya sirkulasi fluida.Kebanyakan panas yang dipindahkan
oleh
sirkulasi
fluida
tersebut
lebih
besar
daripada
sistem
konduktif.Konveksi mengarah pada penambahan temperatur pada bagian atas sistem sirkulasi sedangkan temperatur pada bagian bawah berkurang.Indikasi lokasi sistem panasbumi konvektif pada kedalaman dangkal yang berhubungan dengan sistem intrusi muda dapat diketahui dengan pemetaan gravitasi, yaitu berupa anomali negatif gravitasi. Sistem panasbumi konvektifini dibagi lagi menjadi (Hochstein dan Browne, 2000, Raybach dan Muffler,1981, Bowen, 1989, Nicholson, 1993):
Volcanic Hydrothermal Syste Sistem ini umumnya terdapat pada gunungapi bertipe stratovolcano atau kaldera yang berumur muda.
High Temperature System (Sistem Temperature Tinggi) Sistem geothermal temperature tinngi berasosiasi dengan pusat vulkanisme pada elevasi tinggi.Dimana pada sistem ini, panas yang mencapai ke permukaan ialah panas yang dibawa oleh sirkulasi air meteorik dalam yang menyapu sumber panas di bawah permukaan, umumnya berupa batuan plutonik yang membeku. Kemudian air meteorik yang membawa panas ini ke permukaan dengan cara konveksi. Sistem panasbumi temperatur tinggi yang berasosiasi dengan pusat vulkanisme pada elevasi tinggi dapat dibagi lagi berdasarkan karakteristik batuan reservoir dan batuan sekitarnya serta infiltrasi meteorik ke dalam sistem, menjadi tiga macam yaitu: sistem dominasi uap (vapor dominated ), sistem dominasi air (liquid dominated ), dan sistem dominasi dua fase (two phase system).
1) Sistem dominasi uap ( vapor domi nated )
Dalam sistem ini, sirkulasi aliran dalam reservoir dan perpindahan panas didominasi oleh uap (Goff dan Janik, 2000). Hal tersebut terjadi karena adanya tekanan termodinamika dalam massa zat alir yang meningkat. Sumber panas umumnya berupa vulkan berumur Miosen atau Kuarter maupun intrusi dan terdapat pada kedalaman 2 - 7 km. Saturasi air < 40% dan
saturasi uap > 60%. Besarnya suhu dan tekanan pada reservoir mendekati entalpi maksimum "dry steam" (~240oC dan 3,3 MPa) dan bersifat konstan hingga pada bagian bawah steam zone. Batuan pada reservoir yang memenuhi syarat untuk sistem ini adalah batuan yang memiliki porositas dan permeabilitas tinggi, batuan sekitar yang permeabilitasnya kecil (sehingga recharge air kecil ~<1 mD), serta batuan penudung yang kedap air. Sistem ini memiliki permeabilitas reservoir yang tinggi, tetapi permeabilitas dalam recharge area kecil. Saturasi air dalam reservoir adalah 0,4<(SI)<0.
Berdasarkan perubahan fase dan suhunya, sistem dominasi uap dapat dibagi lagi menjadi:
Sistem dominasi uap kering yaitu air berubah fase seluruhnya menjadi uap. Suhu yang dibutuhkan >500 oC.
Sistem dominasi uap basah yaitu adanya percampuran air dan uap panas. Pada sistem ini terjadi penurunan panas dan air bergerak ke permukaan. Suhu yang dibutuhkan minimal 100 oC. Manifestasi yang sering dijumpai yaitu fumarola, steaming ground , dan mataair sulfat. Sistem panasbumi dominasi uap ini jarang dijumpai, antara lain di Larderello (Italia), the Geyser (USA), Matsukawa (Jepang), Kamojang dan Darajat (Indonesia) (Goff dan Janik, 2000).
2) Sistem dominasi air (li quid domin ated )
Sistem panasbumi ini sangat umum dijumpai. Sirkulasi aliran terjadi ` pada fase cair dan proses perpindahan panas ke permukaan terbentuk tanpa adanya batuan penudung. Suhu yang dibutuhkan 50oC - 150oC. Reservoir dijumpai pada kedalaman 1800 m-3000 m. Permeabilitas batuan pada reservoir tinggi, sedangkan pada zona recharge, permeabilitasnya sedang. Saturasi air dalam reservoir adalah 0,7<(SI)<1. Di Indonesia, sistem panasbumi dominasi air umumnya berasosiasi dengan gunungapi strato andesitik.
3) Sistem dominasi dua fase (two phase system )
Merupakan sistem dominasi dua fasa yaitu uap dan air. Sistem ini terjadi bila batuan pada reservoir dan recharge area mempunyai permeabilitas sedang. Saturasi air dalam reservoir adalah 0,4<(SI)<0,7. Contoh daerah yang memiliki sistem ini yaitu Eburru ( Kenya Rift Valley), Namarumu (Kenya Utara), dan Aluto ( Ethiopian Rift ).
4) Sistem Geotermal Temperatur Tinggi yang Berada pada Elevasi Sedang (M oderate Terrain)
Dimana pada sistem ini, sumber panasnya adalah batuan kerak bumi yang panas dan luas. Energi panas yang dihasilkannya antara lain dari partial melting bagian atas kerak bumi, intrusi dyke pada daerah pemekaran lempeng berada dalam batuan basalt, dan batuan plutonik yang mendingin yang berada sangat dalam di bawah permukaan bumi.
5) I nterm ediate and Low Temper atur e System (Sistem Temperatur Sedang dan Rendah)
Sistem ini terbentuk di berbagai kerangka geologi dan hidrologi, baik di sepanjang batas lempeng aktif maupun di luar batas lempeng aktif. Semua sistem bertemperatur sedang adalah reservoir liquid dominated (Hochstein dan Browne, 2000). Umumnya sistem ini menghasilkan energi dari air meteorik yang masuk sangat dalam ke bawah permukaan bumi. Sistem panasbumi seringkali juga diklasifikasikan berdasarkan entalpi fluida yaitu sistem entalpi rendah, sedang, dan tinggi. Kriteria yang digunakan sebagai dasar klasifikasi pada kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalpi, akan tetapi berdasarkan pada temperatur mengingat entalpi adalah fungsi dari temperatur. Pada Tabel 2.1 ditampilkan klasifikasi sistem panasbumi yang biasa digunakan.
Tabel 2.1 Klasifikasi Sistem Panasbumi Berdasarkan Temperatur
2.2 GEOLOGI PANASBUMI
Data-data geologi panasbumi bisa didapat baik dari pemetaan permukaan maupun data bawahpermukaan seperti dari data pemboran batuan inti. Umumnya, data geologi panasbumi berupa litologi serta tipe alterasi batuan yang terdapat dalam lapangan panasbumi.
2.2.1. Alterasi Batuan
Interaksi antara fluida panas dengan batuan reservoar atau batuan samping akan menghasilkan sekumpulan mineral sekunder yang biasa disebut sebagai mineral alterasi hidrotermal (Freestone dan Browne, 1994; Browne, 1997). Alterasi hidrotermal tersebut meliputi serangkaian reaksi devitrifikasi, rekristalisasi, pelarutan, dan pengendapan (Ellis & Mahon, 1977). Fluida panasbumi mempunyai suhu dan tekanan yang mempengaruhi mineral- mineral pembentuk batuan oleh proses devitrification, atau “hydrothermal rock alteration”. Browne (1984) berpendapat pembentukan mineral-mineral alterasi hidrotermal dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
Suhu Suhu atau temperatur merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan mineral alterasi hidrotermal. Pengaruh tersebut makin besar seiring dengan naiknya temperatur. Mineral alterasi hidrotermal akan terbentuk pada kisaran temperatur tertentu, dengan demikian keberadaan suatu mineral alterasi akan dapat memberikan informasi mengenai temperatur, terutama bagi mineral-mineral yang mengandung OH atau H2O di dalam strukturnya, misalnya klorit, zeolit, dsb.
Tekanan Dibandingkan dengan lingkungan metamorfik, besarnya tekanan fluida pada lingkungan panasbumi relatif lebih rendah. Pengaruh tekanan terhadap mineral alterasi hidrotermal adalah sebagai pengontrol kedalaman terjadinya boiling , terutama pada saat temperatur berada pada titik kritis. Berdasarkan pertimbangan ini, biasanya pembahasan tekanan selalu dikaitkan dengan temperatur.
Jenis batuan induk Tipe batuan asal sangat mempengaruhi macam-macam mineral alterasi yang terbentuk melalui kontrol permeabilitas. Pengaruh ini sangat besar, terutama pada kondisi temperatur rendah. Hal ini dikarenakan mineral alterasi dapat terbentuk akibat
adanya reaksi antara fluida hidrotermal dengan mineral-mineral penyusun batuan yang dilewatinya. Misalnya : batuan asal yang bersifat basa relatif lebih mudah teralterasi dibandingkan dengan batuan yang bersifat asam.
Permeabilitas reservoir Mineral-mineral dan fluida yang bereaksi jarang yang mempunyai kesamaan kandungan kimia (isochemical ), karena itu diperlukan rongga atau celah untuk melewatkan fluida tersebut dalam rangka mencapai keseimbangan. Pada batuan dengan permeabilitas rendah, kesetimbangan antara mineral-mineral dengan fluida yang melewatinya sangat jarang tercapai karena fluida tidak dapat bergerak bebas sehingga mineral-mineral primer dan gelas masih tetap bertahan (belum teralterasi).
Komposisi fluida Fluida bergerak dan bereaksi dengan mineral yang dilewatinya dalam rangka keseimbangan kimiawi. Selama proses reaksi tersebut berlangsung, komposisi fluida dan mineral-mineral penyusun batuan mengalami perubahan. Perubahan ini dapat terjadi karena selama reaksi berlangsung, ada unsur-unsur dalam batuan masuk ke dalam fluida atau sebaliknya, dan setelah keseimbangan terjadi maka terbentuklah mineral alterasi. Adanya perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan mineral alterasi yang dihasilkan menjadi bermacam-macam. Metode yang dipakai untuk mengetahui komposisi fluida yang melewati batuan dengan cara melakukan reaksi pemisahan kation dan anion dari mineral-mineral alterasi yang terbentuk.
Lamanya aktivitas proses ubahan Semua faktor pembentuk mineral ubahan tersebut saling berhubungan, tidak mampu berdiri sendiri.Hasil akhir proses ubahan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan H2S yang terdapat dalam fluida hidrotermal. Kedua jenis gas tersebut merupakan pengontrolyang penting dari jenis mineral sekunder yang terbentuk oleh proses ubahan seperti yang ditunjukan oleh zonasi mineralnya. Dalam penentuan tingkat alterasi mineral pada suatu batuan misalnya dari pemboran atau cutting mengacu kepada tabel berikut.
Intensitas Alterasi
Keterangan
Proses Pelapukan
Mineral-mineral utama dan massa dasar terubah oleh oksidasi temperatur rendah
Tidak Teralterasi
Tidak terdapat alterasi pada minera
Alterasi lemah
Rekristalisasi minor, fenokris dan massa dasar terlaterasi lemah, urat-urat minor
Alterasi sedang
Ferro-mangesia terubah, mieral-mineral lainnya secara sedang terubah, tekstur relik
dapat
terlihat,
urat-urat
mulai
terlihat. Alterasi kuat
Secara intensif massa dasar dengan ferro-magnesian terubah, fenokris feldspar terubah lemah-sedang, tekstur relik dapat dilihat, urat-urat sering muncul
Alterasi sangat kuat
Massa dasar, ferromagnesian dan mineral secara utuh terubah. Tekstur relik sulit diamati
Tabel 2.2.1 Tabel Tingkat Intensitas Alterasi Hidrothermal
2.2.1.1 Kelompok Mineral Ubahan
Corbett & Leach (1998) membagi mineral ubahan menjadi 8 kelomppok berdasarkan tingkat keasaman (Gambar 2.3), yaitu:
Kelompok silika, pH <2
Kelompok alunit, pH 2-3
Kelompok alunit-kaolin, pH 3-4
Kelompok kaolin, pH 4-5
Kelompok illit-kaolin, pH 4-5
Kelompok illit, pH 5-6
Kelompok klorit, pH 6-7
Kelompok calc-silikat, pH >7
2.2.1.2 Tipe-Tipe Alterasi Hidrotermal
Corbett dan Leach (1993) mengelompokan tipe alterasi berdasarkan mineral- mineral ubahannya menjadi:
1. Advanced argillic termperatur rendah Terbentuk pada temperature <180oC dengan pH asam. Tipe ini dicirikan oleh mineral ubahan kaolinit, alunit dan kalsedon dengan mineral asesori kalsedon, kristobalit, kuarsa dan pirit. 2. Argilik Mineral sekunder penciri dari tipe ini adalah smektit, montmorilonit, ilitsmektit dan kaolinit dengan mineral asesori pirit, klorit, kalsit dan kuarsa. Mineralmineral tersebut terbentuk pada temperature antara 200o-300oC dengan pH asam hingga netral dan salinitas rendah. 3. Advanced argillic temperatur tinggi Terbentuk pada temperature 250o-350oC dengan pH asam. Mineral penciri dari tipe ini adalah pirofilit, diasfor, dan andalusit dengan mineral asesori kuarsa, turmalin, enargit dan luzonit. 4. Filik Mineral ubahan yang hadir pada tipe ini adalah kuarsa, serisit dan pirit dengan mineral asesori anhidrit, pirit dan kalsit. Tipe ini terbentuk pada temperature 200o250oC dengan pH asam hingga netral, dan salinitas beragam. 5. Propilitik Tipe ini dicirikan oleh mineral ubahan klorit, epidot dan karbonat dengan mineral asesori albit, kuarsa, kalsit, pirit, illit atau mineral lempung, danoksida besi. Tipe ini diperkirakan terbentuk pada temperatur antara 100o-250oC dengan pH mendekati netral, salinitas beragam dan permeabilitas rendah. 6. Potasik Tipe ini dicirikan oleh mineral-mineral ubahan utama biotit dan kuarsa dengan mineral asesori klorit, epidot, pirit dan ilit-serisit. Tipe ini terbentuk di dekat dengan batuan intrusi sehingga memiliki temperatur >300oC dan salinitas yang tinggi.
2.2.1.3 Paleotemperatur
Alterasi hidrothermal menghasilkan mineral-mineral sekunder yang terbentuk stabil pada temperatur tertentu, dengan situasi tersebut kita dapat mencari jejak fosil panasbumi atau temperatur awal pembentukan mineral atau interaksi fluida yang terjadi.Beberapa mineral asam yang stabil dapat terbentuk pada temperatur < 1500 C. seperti kaolinit, alunit, disebabkan oleh uap air panas dekat permukaan yang bersuhu 100o C, karena adanya aliran
perkolasi kearah bawah sepanjang rekahan. Penentuan mineralogi menggunakan cara paleotemperatur di mana setiap mineral mempunyai suhu dan tingkat keasaman (pH) masingmasing
Tabel 2.2.2 Tabel Paleotemperatur Stabilitas Mineral
2.3 GEOFISIKA PANASBUMI
Metoda geofisika merupakan salah satu metoda yang umum digunakan dalam eksplorasi sumber daya energi dan sering digunakan dalam tahapan eksplorasi penda huluan. Metode geofisika yang sering dilakukan dalam eksplorasi panasbumi adalah metode geolistrik, gaya berat, magnetik, dan magnetotellurik.
2.3.1 Magnetotellurik
Metode magnetotellurik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui penyebaran nilai resistivitas bawah permukaan dengan memanfaatkan medan elektromagnetik dengan cara melakukan pengukuran pasif komponen medan listrik dan medan magnet alam yang berubah terhadap waktu. Pada dasarnya, metode magnetotelurik memanfaatkan tanggapan dari bumi terhadap penjalaran gelombang elektromagnetik yang tersusun atas dua buah komponen vektor orthogonal yaitu intensitas medan listrik dan medan magnet dalam suatu bidang dan saling tegak lurus dengan arah penjalarannya
Gambar 2.3.1.1 Arah penjalaran gelombang elektromagnetik
Sumber medan magnet yang digunakan pada metode ini berasal dari interaksi antara solar wind dengan magnetosphere bumi dan mengakibatkan ionosphere mengalami fluktuasi medan elektromagnetik dan kemudian menginduksi bumi. Sumber medan elektromagnet ini memiliki frekuensi yang rendah (<1 Hz). Sumber medan elektromagnetik yang memiliki frekuensi tinggi (>1 Hz) berasal dari kegiatan guntur dan kilat yang terjadi di dalam lapisan atmosfer bumi. Selain berasal dari alam, sumber gelombang elektromagnetik juga dapat berupa sumber buatan yaitu dengan menginjkesikan arus ke bawah permukaan. Medan elektromagnetik mampu menginvestigasi penyebaran tahanan jenis di bawah permukaan bumi dari beberapa puluh meter hingga kedalaman ribuan meter karena medan elektromagnetik mempunyai kawasan frekuensi dengan rentang band frekuensi panjang. Makin rendah frekuensi yang dipilih makin dalam jangkauan penetrasi.
Gambar 2.3.1.2 Ilustrasi sumber medan elektromagnetik alam yang berasal dari kilat dan
guntur untuk frekuensi tinggi (>1 Hz) dan berasal dari gelombang mikro untuk frekuensi rendah (<1 Hz)
Persamaan Maxwell merupakan himpunan persamaan yang mendeskripsikan sifatsifat medan listrik dan medan magnet dan hubungannya dengan sumber-sumbernya, muatan listrik dan arus listrik. Secara terpisah, keempat persamaan ini masing-masing disebut sebagai Hukum Ampere, Hukum Induksi Faraday, Hukum Gauss untuk Magnetisme, dan Hukum Gauss.
1. Hukum Ampere Menurut F. Simpson dan K. Bahr (2005), arus listrik pada lintasan tertutup akan berasosiasi dengan medan magnet yang besarnya sebanding dengan total aliran arus. Prinsip ini menjelaskan rapat arus bebas dan medan pergerakan listrik pada waktu tertentu yang ditimbulkan dari interaksi ion yang terjadi pada lapisan ionosfer akan menciptakan medan magnet yang kemudian merambat ke bumi.
= f + ∂D/∂t
Dimana, H = intensitas medan magnet (Ampere/meter),
f = rapat arus bebas/rapat arus listrik (A/m2), D = medan pergeseran listrik/displacement current (Coulomb/m2), t = satuan waktu 2. Hukum Induksi Faraday Hukum Faraday menjelaskan bagaimana medan magnet yang berubah terhadap waktu akan dapat menghasilkan medan listrik. Jika ada rapat fluks (B) yang berubah
terhadap waktu dan menembus suatu bidang yang dikelilingi lintasan tertutup, maka akan menghasilkan medan listrik (E) yang arah sesuai dengan arah lintasan tertutup tersebut.
= − (∂B/∂t) Dimana, E = intensitas medan listrik (Volt/meter), B = densitas flux magnetik (Weber/m2), t = satuan waktu
3. Hukum Gauss untuk Magnetisme Persamaan ini menjelaskan bahwa medan magnet hanya dihasilkan oleh medan listrik yang berubah terhadap waktu atau dihasilkan oleh muatan listrik yang berubah terhadap waktu seperti yang dijelaskan dari Hukum Ampere. Tidak ada muatan magnetik sebagai sumber dari medan magnetik.
. = 0
dimana = densitas flux magnetik (Weber/m2)
4. Hukum Gauss Hukum Gauss menjelaskan bahwa suatu muatan listrik akan menjadi sumber timbulnya medan listrik/rapat fluks listrik. Jumlah total rapat fluks yang meninggalkan suatu permukaan tertutup sama dengan total muatan yang dilingkupi oleh permukaan itu sendiri.
. =
Dimana, = rapat arus konduksi (A/m2), D = medan pergeseran listrik/displacement current (Coulomb/m2),
= rapat muatan bebas/densitas muatan listrik (Coulomb/m3)
Persamaan Gelombang Elektromagnetik 2 2 2 2 2 – (∂ E/∂t ) = 0 dan 2 – ( / ) = 0
Deskripsi hubungan medan magnet dan medan listrik terhadap medium:
= =
=
Dimana, = permitivitas material (F/m),
= permeabilitas magnetik material (H/m), dan = konduktivitas material (Siemen/m)
Agar perilaku gelombang elektromagnetik pada batas – batas struktur dapat terekam dengan baik, maka pengukuran resistivitas dengan metode magnetotellurik (MT) dilakukan di tiap titik yang disusun membentuk suatu line yang sejajar dengan struktur utama regional (inline) dan memotong struktur utama regional ( xline). Selain itu, lokasi pengukuran MT dilakukan di daerah yang relatif datar. Karena pengukuran pada daerah lembah akan memberikan efek resistif, sedangkan pengukuran di daerah bukit memberikan efek konduktif. Pengukuran MT juga dilakukan pada daerah yang jauh dari aktivitas yang menghasilkan getaran elektrik dan magnetik ( geoelectrical boundary) dan dilakukan pada malam hari untuk memperkecil kemungkinan terekamnya noise. Tanggapan yang diberikan oleh batuan di bawah permukaan berbeda – beda, tergantung dari sifat kelistrikan dari masing – masing batuan. Resistivitas merupakan kemampuan material bumi untuk menahan suatu arus/aliran listrik kedalam struktur batuan di dalam bumi. Nilai resistivitas batuan berbanding terbalik dengan nilai konduktivitas batuan. Sifat ini sangat berguna karena sifat resistivitas material/batuan sangat bervariasi. Bila tidak mengandung mineral lempung, maka resistivitas batuan bergantung pada matriks batuan, porositas, fluida pengisi pori – pori batuan, temperatur air formasi, dan salinitas air formasi (Prihadi, 2005). Sementara pada batuan yang mengandung mineral lempung, arus listrik mudah mengalir disebabkan oleh ion-ion negatif dan positif bebas kandungan mineral lempung sehingga resistivitas batuan mengecil atau berkurang.
Tabel 2.3.1.1 Nilai tahanan jenis berbagai jenis batuan menurut M.H. Loke (2000)
Menurut Prihadi (2005), anomali resistivitas dari formasi batuan merupakan anomali geofisika yang berkaitan langsung dengan proses yang terjadi dalam sistem panasbumi. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai resistivitas adalah:
1. Matriks batuan Apabila matriks batuan semakin segar dan kering, maka nilai konduktivitas batuan tersebut akan semakin kecil dan nilai resistivitas batuan tersebut akan semakin besar. Namun apabila batuan tersebut telah teralterasi atau mengandung mineral lempung, maka batuan tersebut akan mengkungkung air yang berarti nilai konduktivitas batuan tersebut akan semakin besar. 2. Porositas Semakin besar volume pori dari suatu tubuh batuan, maka akan semakin banyak volume fluida yang mungkin tertampung dalam batuan tersebut. Oleh karena itu, nilai
konduktivitas suatu tubuh batuan akan semakin meningkat apabila perbandingan antara volume pori dengan volume batuan semakin besar. 3. Fluida pengisi pori batuan Apabila fluida pengisi pori-pori batuan merupakan air, maka nilai resistivitas batuan tersebut akan lebih kecil dibandingkan dengan batuan yang fluida pengisi pori porinya adalah uap. 4. Salinitas air formasi Semakin tinggi salinitias air suatu formasi, maka semakin banyak ion-ion yang berada dalam air formasi tersebut. Hal tersebut menyebabkan nilai konduktivitas air formasi meningkat. 5. Temperatur air formasi Nilai resistivitas berubah pada temperatur air formasi tert entu pada kondisi tertentu.
2.4 GEOKIMIA PANASBUMI
Data kimia fluida panasbumi sangat bermanfaat untuk memberikan perkiraan mengenai sistem panasbumi yang terdapat di bawah permukaan (temperatur, reservoir, asal dan tipe air), dan untuk mengetahui sifat fluida khususnya tentang korosifitasnya serta kecenderungannya untuk membentuk endapan padat ( scale) yang diperlukan untuk perencanaan sistem pemipaan dalam sistem pembangkit listrik. Kandungan kimia fluida panasbumi pada setiap tempat biasanya berbeda. Konsentrasi ion yang berbeda-beda dapat disebabkan karena banyak hal, antara lain:
Temperatur
Kandungan gas
Sumber air
Jenis batuan
Kondisi dan lamanya interaksi air batuan
Adanya pencampuran antara air dari satu sumber dengan air dari sumber
lainnya.
2.4.1 Tipe Air Panas
Nicholson (1993) membagi air panas menjadi beberapa tipe berdasarkan kandungan anion Cl-SO4-HCO3 yaitu:
1. Air Panas Klorida Tipe air ini merupakan ciri khas dari fluida panasbu mi dalam (deep geothermal fluid) dan termasuk ke dalam sistem panasbumi bertemperatur tinggi. Air panas klorida memiliki kandungan Cl, Na, dan K yang tinggi, Ca seringkali rendah, SiO2 cukup tinggi (tergantung temperatur). 2. Air Panas Sulfat Air panas sulfat biasanya terjadi di daerah panasbumi yang dikontrol oleh kegiatan vulkanik aktif dimana uap terkondensasi menjadi air permukaan.Air panas tipe ini memiliki ion SO4 yang tinggi, Cl dan HCO3 sangat rendah (terkadang 0), mengandung Na, K, Ca, Mg, Fe, dan pH rendah (<2-3). 3. Air Panas Bikarbonat Air panas bikarbonat merupakan hasil dari kondensasi uap air dan gas ke dalam air bawah permukaan yang miskin oksigen, ditemukan di daerah non-vulkanik dengan sistem bertemperatur tinggi. Kandungan ion utamanya adalah HCO3 dan memiliki pH mendekati netral sebagai hasil dari reaksi air dengan batuan lokal.Di permukaan, air panas tipe ini dicirikan oleh kehadiran endapan sinter karbonat atau travertine. 4. Air Panas mixing Klorida-Sulfat Tipe air panas mixing water klorida-sulfat dapat terbentuk melalui proses percampuran air klorida dengan air sulfat pada kedalaman tertentu; air yang dekat dengan permukaan mengalami discharge dengan air klorida; kondensasi gas vulkanik menjadi air meteorik; kondensasi uap magmatik atau fluida yang mengalir mengandung klorida. 5. Air Panas Dilute Klorida-Bikarbonat Air panas tipe ini dibentuk oleh interaksi air klorida dengan air tanah atau air bikarbonat selama perjalanannya ke permukaan (lateral flow). Air panas ini kemungkinan berada di daerah batas (margin) dari suatu sistem panasbumi bertemperatur tinggi. Komposisi ion dari air panas inididominasi oleh ion klorida dan bikarbonat dalam jumlah yang bervariatif serta memiliki pH 6-8.
Untuk menentukan jenis fluida panasbumi dapat dilakukan plotting diagram ternary. Adapun diagram ternary yang umum digunakan adalah Ternary Plot Diagram Cl-SO4-HCO3 serta Ternary Plot Diagram Na-K-Mg.
1. Tenary Plot Diagram Cl-SO4-HCO3 Plotting diagram Cl-SO4-HCO3 dilakukan untuk menentukan tipe air dari suatu mata air panas dengan cara memplot anion klorida, sulfat dan bikarbonat pada segitiga ternary plot Nicholson (1993) dari hasil plot dapat diketahui air panas bertipe klorida, sulfat, bikarbonat, mixing waters klorida-sulfatm dilute klorida-bikarbonat atau sistem heated water steam condensates.
Gambar 2.4.1.1 Ternary Plot Diagram Cl-SO4-HCO3 (Nicholson,1993)
2. Plot Diagram Na-K-Mg Plotting unsur Na-K-Mg ini digunakan untuk mengetahui asal dan lingkungan air panas serta untuk mengetahui perkiraan temperatur bawah permukaan dengan cara memplot unsur-unsur tersebut kedalam diagram segitiga Giggenbach Na-K-Mg.
Gambar 2.4.1.2 Diagram Na-K-Mg (Giggenbach,1988)
2.4.2 Temperatur Bawah Permukaan
Geothermometer adalah metode yang umum digunakan untuk memprediksi temperatur bawah permukaan yang biasa digunakan dalam eksplorasi panasbumi (Ellis dan Mahon, 1977). Media yang digunakan dalam geothermometer ini dapat berupa ion-ion atau senyawa yang larut dalam air, gas-gas, maupun isotop-isotop. Perhitungan geotermometer ini baik digunakan untuk manifestasi yang memiliki kadar klorida t inggi, sedangkan untuk tipe air sulfat dan bikarbonat kurang baik digunakan karena fluida pada manifestasi tidak berhubungan langsung dengan fluida reservoir (Sagala, 2009).
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, adapun untuk mencapai hasil yang diiinginkan, maka peneliti akan melakukan beberapa metode, yang dibagi – bagi menjadi beberapa tahap yaitu Tahap Persiapan, Tahap Pengumpulan Data, Tahap Pengolahan Data, Tahap Interpretasi Data, dan Tahap Penyusunan Laporan yang dapat dilihat lebih rinci dalam bagan alir
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
3.2
LAPORAN
Hasil penelitian ini akan diberikan dalam bentuk susunan laporan baik secara tertulis maupun dengan acara presentasi di PT Pertamina Geothermal Energy, juga dalam bentuk laporan Tugas Akhir (TA) yang akan di kolokiumkan di depan Dewan Dosen Penguji, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Bandung sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Geologi.
3.3
RENCANA JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini direncanakan akan berjalan selama 5 bulan dengan kegiatan pengambilan data diperkirakan akan berlangsung selama tiga bulan dan dilaksanakan di PT Pertamina Geothermal Energy. Rencana jadwal penelitian dapat dilihat pada t abel berikut ini: Tahun
2015 Juli
Agustus
September
Oktober
November
1. Persiapan
1.1 Studi Pustaka 2. Pelaksanaan
2.1 Pengumpulan Data 2.2
Analisa
Diskusi,
Data,
Konsultasi,
dan Evaluasi 3. Penyelesaian
3.1Penyusunan Laporan
dan
konsultasi 3.2 Presentasi Laporan dan Kolokium Tabel 3.2. Rencana Jadwal Penelitian
*). Jadwal bisa disesuaikan dengan kesepakan dan ketentuan dari PT Pertamina Geothermal Energy
3.4
PEMBIMBING
Pembimbing untuk kegiatan penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu : 1. Pembimbing lapangan adalah pembimbing yang berasal dari perusahaan dimana mahasiswa melaksanakan Tugas Akhir, dalam hal ini adalah dari pihak PT Pertamina Geothermal Energy. 2.