“ Penerapan SOP, SSOP, GMP dan HACCP (Studi Kasus KUD DAU Malang) ” Dosen Pengampu : Irnia Nurika, STP., MP.,Phd
Oleh : Oni Zakiyah
(166100300111013)
Aulia Bayu Yushila
(166100300111019)
Maria Theresia Y.K.P
(166100300111021)
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya
menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia. Menurut Hariyadi (2008), dengan semakin meningkatnya status sosial dan pendidikan masyarakat, maka hal ini mengakibatkan meningkatnya pula kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mutu, gizi dan keamanan pangan dalam upaya menjaga kebugaran dan kesehatan masyarakat.
Banyaknya permasalahan
pangan di Indonesia,
disebabkan rendahnya pengetahuan cara mengolah makanan dan minuman secara aman dan kurangnya kinerja bagian Quality Control, serta kurangnya kontrol terhadap kebersihan dan keamanan pangan. Dalam memproduksi produk pangan yang aman dikonsumsi, perlu menggunakan standar-standar keamanan pangan, salah satu standar keamanan pangan yang diakui di Indonesia adalah Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP merupakan suatu piranti (sistem) yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. HACCP diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan (Tjahja dan Darwin, 2006). Koperasi Unit Desa (KUD) DAU Malang adalah Koperasi Unit Desa yang berlokasi di Kecamatan Dau Malang yang mengolah susu sapi segar menjadi susu pasteurisasi. Berdasarkan survei awal, KUD Dau masih belum menerapkan sistem HACCP maupun persyaratan dasarnya, yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP) bahkan belum ada Standar Operational Procedure (SOP) secara tertulis. Adanya permasalahan tersebut, maka diperlukan penelitian tentang penyimpangan terhadapa SSOP dan GMP yang ada pada KUD DAU. Kemudian akan dilanjutkan dengan pemberian rekomendasi yang berisi perbaikan pada aspek yang menyimpang dari SSOP dan GMP. Setelah itu akan dilanjutkan dengan tahap penerapan HACCP dalam proses produksi susu pasteurisasi KUD DAU. Melalui rekomendasi pada SOP, SSOP, GMP dan HACCP yang kami berikan, diharapkan dapat membantu KUD DAU untuk mendapatkan sertifikasi jaminan mutu.
2
1.2.
Permasalahan
Permasalahan yang ada pada KUD DAU yaitu : 1. Belum adanya SOP (Standar Operasional Prosedur) secara tertulis yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak yang menjadi bagian dari KUD DAU. 2. Belum
adanya penerapan SSOP (Standard Sanitation Operating
Procedures) di KUD DAU. 3. Belum adanya sertifikat GMP (Good Manufacturing Practice) di KUD DAU. 4. Belum terdapatnya sertifikasi penjaminan mutu seperti HACCP pada KUD DAU. 1.3.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui proses produksi susu pasteurisasi yang dilakukan KUD DAU. 2. Merekomendasikan SOP yang dapat diterapkan di KUD DAU. 3. Merekomendasikan perbaikan SSOP yang dapat diterapkan di KUD DAU. 4. Merekomendasikan perbaikan GMP yang dapat diterapkan di KUD DAU. 5. Merekomendasikan persyaratan dasar yang dapat digunakan untuk mendapatkan sertifikasi HACCP di KUD DAU.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KUD DAU 2.1.1 Sejarah Umum Perusahaan Koperasi Unit Desa (KUD) DAU merupakan salah satu usaha yang bergerak dibidang pengolahan dan produksi susu. Nama dari perusahaan ini pun telah banyak dikenal dan tidak asing terutama di kalangan peternak dan penduduk wilayah DAU, Malang, dan sekitarnya. KUD DAU telah berdiri sejak 20 Oktober 1973 disaat badan usaha ini masih berstatus Badan Usaha Unit Dsa (BUUD). Pada tahun 3 September 1979, seiring dengan munculnya instruksi Presiden.Inpres Nomor 2 tahun 1978 mengenai pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD), maka seluruh anggota BUUD DAU sepakat untuk membentuk KUD DAU, dimana pada rapat tersebut telah ditunjuk lima orang sebagai penandatangan akta pendirian KUD DAU , antara lain W.A Gani, Suharyono, Joni Subagio, Ramidjan, dan Sutrisno Adiwijaya. Koperasi Unit Dsa DAU resmi didirikan pada tanggal 29 Januari 1980. Nama DAU sendiri selain mewakili nama wilayah, juga memiliki kepanjangan Dadio Ayeming Urip atau menjadikan kesejahtteraan hidup. Setiap tahun terjadi peningkatan jumlah anggota di KUD DAU, hal ini dinilai sebagai bukti bahwa masyarakat sekitar memiliki kesadaran yang tinggi guna mempercayakan kesejahteraan penduduk sekitar kepada lembaga perkoperasian. Wilayah kerja KUD merupakan daerah wisata, kerajinan, dan kawasan perumahan dengan luas wilayah kerja sebesar 5.725.502 m2, meliputi 10 desa dengan letak geografis ketinggian 450-1100 m dari permukaan laut dengan suhu sekitar 18-30 C. KUD DAU sendiri memiliki usaha inti yang bergerak di bidang penyerapan susu sapi perah, pengelolaan peternakan sapi, serta produksi susu siap minum dengan dua jenis susu, yaitu susu segar dan susu pasteurisasi. Untuk susu pasteurisasi sendiri, terdapat lima macam jenis rasa yaitu cokelat, strawberry, mocca, melon, dan durian. Unit usaha terbaik pada unit sapi perah dengan hasil produksi mencapai 10 ton per hari. Selain itu , KUD DAU juga memiliki beberapa unit usaha, antara lain unit formula pakan ternak, unit simpan pinjam, warung serba ada, unit pengadaan pangan. Unit pembayaran rekening air dan listrik, unit pasterurisasi, unit tebu, dan unit pemotongan hwan, selain itu untuk memperluas usaha, KUD DAU menjalin kerjasama dengan beberapa perusaahn seperti PT.
4
Nestle, PT. PAL Surabaya, PT. Aneka Jasa Gresik. PT bharata Surabaya, PT. Sampurna Lamongan, serta beberapa perusaahn didaerah Bojonegoro dan Jombang. 2.1.2 Struktur Organisasi Struktur organisasi yang digunakan di KUD “DAU” adalah jenis struktur organisasi lini dan fungsional. Bentuk organisasi lini dan fungsional dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada perkepala unit (Kepala Bagian) untuk mengambil keputusan dalam bidang pekerjaan tertentu dan selanjutnya pimpinan tertinggi tadi masih melimpahkan wewenang kepada pejabat fungsional yang melaksanakan bidang pekerjaan operasional dan hasil tugasnya diserahkan kepada kepala unit terdahulu tanpa memandang eselon atau tingkatan (Aris, 2009). Masing-masing dihubungkan dengan garis wewenang atau komando. Desain organisasi di KUD DAU berbentuk struktur sederhana yang terdapat departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas dan wewenang terpusat pada seseorang saja. Bagan struktur organisasi di KUD “DAU” dapat diilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Organisasi di KUD DAU Struktur
organisasi didesain berdasarkan spesialisasi pekerjaan yang
dibagi dalam beberapa pekerjaan yang terdiri dari Pimpinan, Kepala Bagian Keuangan, Koordinator Pra Produksi, Koordinator Pasca Panen, Bagian Peltek/IB-Keswan, Bagian Pengolahan Makanan Ternak, Bagian Kemitraan, distribusi dan pemasaran, Bagian Industri Pengolahan Susu, dan Bagian
5
Pelatihan dan Transportasi. Pada setiap jabatan terdiri dari beberapa bagian, dimana pada bagian Keuangan terdiri dari admin persusuan, admin UPS&KU, IT/Op komputer, admin kredit dan admin workshop. Pada bagian Koordinator Pra Produksi membawahi bagian Peltek/IB-Keswan dan produksi serta bagian pengolahan makanan ternak. Sedangkan bagian koordinator pasca panen membawahi 3 bagian, yaitu bagian kemitraan, distribusi dan pemasaran, bagian industri pengolahan susu dan bagian pelatihan dan transportasi. Setiap jabatan memiliki job description dan job spesification. Jumlah karyawan saat ini yaitu 82 orang terdiri dari karywan tetap dan karywan tidak tetap (harian). Karyawan tetap berjumlah 77 orang dan karyawan harian 5 orang. 2.1.3 Produk yang dihasilkan Produk yang dihasilkan oleh KUD DAU Malang adalah berupa susu pasteurisasi. Susu Pasteurisasi merupakan susu yang diberi perlakuan panas 85ºC - 920C selama 15 detik, yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen karena proses pemanasannya yang relatif cukup rendah dan waktunya yang realtif lebih lama, maka tidak semua mikroorganisme pembusuk mati oleh proses ini. Maka untuk memperpanjang umur simpan produk yang telah di Pasteurisasi biasanya di simpan di refrigerator (suhu rendah). Daya tahan penyimpanan relatif lebih cepat 1 minggu di refrigerator atau 1-2 hari di suhu kamar. Berikut adalah proses produksi dan bahan yang digunakan dalam pembuatan susu pasteurisasi di KUD DAU Malang.
a. Bahan Baku Utama Bahan baku utama yang digunakan oleh KUD DAU adalah air susu, air susu sendiri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu; 1. Susu murni > merupakan air susu yang masi di ambing sapi, belum diperah, dan tidak terkontaminasi zat apapun. 2. Susu asli > merupakan air susu yang sudah diperah dan tida terkontaminasi atau belum ditabahkan zat apapun. 3. Susu segar > merupakan air susu yang telah dilakukan proses pendinginan pada suhu 0-40C dan tidak terkontaminasi atau belum ditambahkan zat apapun. Bahan baku ini didapatkan dari para peternak yang sebagian besar merupakan anggota dari KUD DAU Unit sapi perah merupakan potensi terbesar di KUD DAU dengan produksi per harinya kurang lebih 10 ton, dimana 80%
6
didistribusikan ke PT Nestle Indonesiam 15% diolah oleh unit pengolahan susu pasteurisasi, dan 5% diperjualbelikan langsung ke konsumen. Susu dihasilkan dari dua kali pemerahan, yaitu pada pagi dan sore hari. pemerahan pertama di pagi hari, umumnya menghasilkan susu dengan berat jenis yang tinggi namun kadar lemak yang rendah dikarenakan pada pemerahan pagi, tubuh sapi tidak memaksimalkan proses penghasilan susu yang disebabkan oleh waktu istirahat sapi yang panjang jaraknya. Sedangkan pada pemerahan sore hari, susu yang dihasilkan berat jenisnya lebih rendah, namun kadar lemaknya lebih tinggi. Penerimaan susu segar pada pemerahan pertama(pagi hari) dimulai dari pukul 05.30 WIB, susu yang datang dari transport tank ditampung sementara dalam dum tank yang suhunya telah diatur sebesar 40C. sedangkan, pada pemerahan kedua (sore hari) penerimaan susu dari para peternak dimulai dari pukul 14.30 WIB dimana susu dari pemerahan ini akan ditampung ke dalam dum tank.
b. Bahan Baku Pendukung Bahan baku pendukung diperlukan untuk mendukung kelancaran proses produksi dalam enghasilkan sumber produks. Beberapa persyaratan dalam pemilihan bahan baku pendukung antara lain, bahan tersebut harus aman dikonsumsi dan sudah mendapatkan standarisasi yang baik dari jumlah dan jenisnya, sifatnya harus multifungsi sehingga dapat menghemat pembelian bahan pembantu lainnya dan merupakan bahan-bahan berkualitas yang sudah teruji benar kualitasnya (Mandasari, 2012). Bahan pendukung yang digunakan di KUD DAU adalah sebagai berikut: 1. Gula – Merupakan karbohidrat sederhana yang mempunyai sifat mudah larut dan memiliki rasa manis. Gula ini digunakan sebagai pemanis, pengawet serta sumber total padatan. 2. Flavor – Umumnya susu pasteurisasi diberikan flavor tambahan sesuai dengan keinginan konsumen. Flavor yang digunakan oleh KUD DAU berupa flavor buah melon, strawberry, vanila serta mocca. Penambahan flavor ini juga telah disesuaikan menurut standar dari Departemen Kesehatan RI. 3. Pewarna – Digunakan untuk memperbaiki tamppilan dan membantu identifikasi susu sesuai dengan jenis rasa atau flavor yang diproduksi. Penambahan pewarna itu sendiri telah disesuaikan menurut aturan dari Departemen Kesehatan RI.
7
2.2 Pengendalian Kualitas Pengendalian merupakan suatu proses dalam mengarahkan sekumpulan variabel pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan produk akhir (Buddy, 2000). Kualitas merupakan suatu istilah relatif yang sangat bergantung pada situasi. Ditinjau dari pandangan konsumen, secara subyektif orang mendefinisikan kualitas adalah sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for use). Produk dikatakan
berkualitas
apabila
produk
tersebut
mempunyai
kecocokan
penggunaan bagi dirinya. Pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan produk akhir (Nasution, 2005). Menurut Tjiptono dan Diana (2001) tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah mungkin. Pengendalian mutu melibatkan bebe-rapa aktivitas antara lain mengevaluasi kinerja aktual, membandingkan aktual dengan target (sasaran) dan mengambil tindakan atas perbedaan antara aktual dan target. Menurut Feigenbaum (2004), akivitasaktivitas pengendalian mutu terdiri dari: 1. Pemeriksaan dan pengujian peneri-maan (bahan baku) 2. Pemeriksaan dalam proses 3. Pemeriksaan dan pengujian akhir
2.3 SOP Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance. Standar operasional prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP selain digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik yang berkaitan dengan ketepatan program dan waktu,
8
juga digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik di mata masyarakat berupa
responsivitas,
responsibilitas,
dan
akuntabilitas
kinerja
instansi
pemerintah. Hasil kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja instansi pemerintah memiliki SOP, karena itu seharusnyalah setiap satuan unit kerja pelayanan publik instansi pemerintah memiliki standar operasional prosedur sebagai acuan dalam bertindak, agar akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat dievaluasi dan terukur. Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah sebuah petunjuk buku yang sifatnya
tertulis.
operasional yang
SOP
adalah
pedoman
ada
dalam
suatu
yang
berisi
organisasi yang
prosedur-prosedur digunakan
untuk
memastikan, bahwa semua keputusan dan tindakan serta penggunaan fasilitasfasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang di dalam organisasi berjalan secara efektif, konsisten, standard dan sistematis. Terdapat juga beberapa pengertian umum tentang SOP, yaitu: a. Instruksi tertulis sederhana, untuk menyelesaikan tugas rutin dengan cara yang paling efektif dalam rangka memenuhi persyaratan operasional; b. Serangkaian instruksi tertulis yang didokumentasikan dari aktivitas rutin dan berulang yang dilakukan oleh suatu organisasi; dan c. Penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa. Secara menyeluruh satuan SOP akan menggambarkan secara detail cara Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah beroperasi (bekerja). Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa SOP adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. Manfaat SOP antara lain merupakan dokumen referensi bagi seseorang tentang bagaimana cara menyelesaikan suatu pekerjaan atau proses. SOP digunakan sebagai referensi oleh orang yang sudah biasa melakukan proses tersebut, maupun referensi pelatihan kerja bagi karyawan baru, membantu dalam melakukan evaluasi kinerja, dan lain-lain (Hadiwiyono dan Togar, 2013).
2.4 Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan pangan secara
9
preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama proses produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi (Sari dkk, 2015). Sistem HACCP terdiri dari 7 prinsip, prinsip HACCP dibuat untuk keamanan bahaya pangan, namun sistem ini akhirnya dapat diaplikasikan lebih luas dan mencakup industri lainnya. Aplikasi HACCP, terutama yang diperuntukkan bagi pangan, dilaksanakan berdasarkan beberapa pedoman, yaitu prinsip umum kebersihan panganCodex, Codex yang sesuai dengan kode praktik, dan undang-undang keamanan pangan yang sesuai (BSN, 1998). HACCP diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan (Thaheer, 2005). Program persyaratan dasar merupakan cara produksi makanan yang baik (Good Manufacturing Practice, GMP) atau praktik higiene yang baik (Good Hygiene Practice, GHP) yang akan dipatuhi oleh semua pelaku bisnis makanan, yang memiliki reputasi baik untuk memastikan bahwa makanan yang diberikan pada konsumen adalah makanan yang sehat dan aman (Prasetyo, 2000). Sistem manajemen mutu berfungsi sebagai kerangka acuan yang didalamnya setiap kegiatan proses dapat dikelola, termasuk sistem HACCP (Nurmawati, 2012).
10
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
3.1.
Profil Perusahaan KUD (Koperasi Unit Desa) DAU merupakan salah satu usaha yang
bergerak di bidang pengolahan dan produksi susu yang terletak disusun Sengkaling, Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Luas wilayah kerja KUD DAU seluas 5.725.502 m 2 meliputi 10 desa dengan ketinggian 450 – 1100 M dari permukaan laut. Letak geografis KUD DAU yaitu : Sebelah Utara
: Kecamatan Karang Ploso
Sebelah Selatan
: Kecamatan Wagir
Sebelah Barat
: Kota Batu
Sebelah Timur
: Kota Malang
KUD DAU sudah berdiri sejak 20 Oktober 1973 dengan bentuk badan usaha ini masih berstatus Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Pada 3 September 1979, seiring dengan munculnya Instruksi Presiden/ Inpres Nomor 2 tahun 1978 mengenai pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD) maka seluruh anggota BUUD DAU sepakat untuk membentuk KUD DAU, dimana pada rapat tersebut ditunjuk 5 orang sebagai penadatangan akta pendirian KUD DAU antara lain W.A GAni, Suharyono, Joni Subagio, Ramidjan dan Sutrisno Adiwijaya. Koperasi Unit Desa (KUD) resmi didirikan pada 29 Januari 1960. Nama DAU sendiri selain mewakili nama wilayah juga memiliki kepanjangan Dadio Ayeming Urip atau menjadikan kesejahteraan hidup. KUD DAU memiliki usaha inti yang bergerak dibidang penyerapan susu dari sapi perah, pengelolaan peternakan sapi serta produksi susu siap minum dengan dua jenis susu yaitu susu segar dan susu pasteurisasi. Susu pasteurisasi memiliki 5 variasi rasa yaitu cokelat, strawberry, mocca, melon dan durian. Susu pasteurusasi juga memiliki 4 variasi ukuran kemasan yaitu 140 ml, 180 ml, 500 ml dan 1 liter. Kapasistas produksi KUD DAU mengalami penurunan beberapa tahun terakhir ini yang dulunya dapat menghasilkan susu segar 8000 liter/hari sekarang menjadi 2500 liter/hari. Penurunan kapasistas produksi ini dikarenakan semakin berkurangnya jumlah peternak sapi diwilayah KUD DAU. Proses produksi yang dilakukan oleh KUD DAU juga masih proses produksi yang sama seperti dahulu tidak ada perubahan dari segi kecanggihan teknologi. Mesin pasteurisasi yang digunakan adalah mesin yang telah
11
digunakan sejak 1989. Sejauh ini KUD DAU belum memiliki SOP tertulis, SSOP, GMP maupun HACCP yang merupakan salah satu sertifikat penjaminan mutu. Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan , pihak KUD DAU menuturkan keterbatasan biaya dan penurunan produksilah yang membuat KUD DAU tidak dapat memiliki sertifikast penjaminan mutu. Legalitas hukum yang dimiliki KUD DAU adalah Merk Dagang. 3.2.
Proses Produksi Proses produksi susu pasteurisasi memiliki beberapa tahapan dalam
pengolahannya, berikut rincian tahapan prosesnya berdasarkan diagram alir. Diagram alir dapat dilihat pada Gambar 2. a.
Penerimaan susu dari peternak
Penerimaan susu dari peternak diambil pada pagi dan sore hari, dimana transport tank dari KUD DAU akan mengambil susu yang telah disetorkan peternak di pos-pos yang sudah ditentukan. Susu segar yang disetorkan oleh para peternak sudah melalui proses penyompanan refrigerasi untuk meminimalisir kerusakkan yang mungkin terjadi selama proses transportasi berlangsung. b.
Pendinginan
Setelah susu dari para peternak diambil, susu pada transport tank langsung dialirkan ke plate cooler dengan suhu sekitar 5 C c.
Penyimpanan
Susu ditampung dan disimpan pada cooling tank dengan suhu yang stabil 040C. d.
Pasteurisasi
Susu segar yang telah ditampung di cooling tank akan dipompa ke transit/dum tank yang kemudian akan dialirkan ke plate heat exchanger untuk dilakukan proses pasteurisasi pada suhu 85-920C selama kurang lebih 15-20 detik. e.
Homogenisasi
Setelah melakukan proses pasteurisasi, susu segar dihomogenesasikan untuk menyeragamkan butiran-butiran lemak sehingga lapisan-lapisan lemak di permukaan akan hilang karena telah tercampur rata. f.
Separasi
Proses separasi merupakan penyempurnaan dari proses homogenisasi, untuk memisahkan gumpalan-gumpalan atau padatan yang tidak terhomogenisasi dengan baik.
12
g.
Pendinginan
setelah melalui pross separasi, susu kembali didinginkan dengan dipompa dan dialiri ke plate cooler dengan suhu sekitas 50C h.
Penambahan bahan baku beku pendukung
Susu yang telah didinginkan kemudian diberi bahan baku pendukung dengan kadar dan formulasi yang sudah ditentukan sebelumnya. Bahan baku pendukung yang ditambahkan antara lain, gula, pewarna makanan, dan flavor. i.
Pengisian dan pengemasan
Setelah diolah dengan bahan baku pendukung selanjutnya dilakukan proses pengisian susu ke dalam kemasan seperti botol dan gelas yang sudah dilabelisasi. Susu pasteurisasi yang telah diisi ke dalam botol dan gelas, kemudian dikemas sempurna dengan cup sealer. j.
Penyimpanan refrigerasi
Susu pasteurisasi yang sudah dikemas selanjutnya disimpan kedalam suhu refrigerasi sekita 0-40C dan siap didistribusikan dan dijual kepada konsumen.
3.2.1 Diagram Alir
Gambar 2. Diagram Alir Proses Produksi Susu Pasteurisasi
13
3.2.2 Mesin dan Peralatan KUD DAU menggunakan beberapa mesin dan peralatan agar proses dapat berjalan dengan baik. Mesin dan peralatan produksi mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyusunan letak fasilitas produksi didalam pabrik. Mesin dan peralatan merupakan sebagian dari sejarah peradaban manusia dalam usaha yang mempunyai peran sangat penting dalam efisiensi produksi dan kualitas produk (Catur, 2010). Adapun mesin dan peralatan yang digunakan oleh KUD DAU diantaranya : a. Drump Tank Drump tank adalah tangki penampung susu segar yang dibawa
dengan
truk
di
pos penampungan. Fungsinya untuk
menampung susu yang disetorkan oleh peternak. Tangki enampung ini dihubungkan dengan “cooling unit” (unit pengolahan) menggunakan pompa “centrifuge”, terbuat dari baja tahan karat dan memiliki kapasitas tampung susu 500 liter. Adapun peralatan dump tank dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Peralatan drump tank b. Ice Bank Fungsinya
untuk
menghasilkan
air
dingin
bersuhu
10 oC
yang didinginkan oleh sebuah kompresor dengan kekuatan 100 kkal/jam dengan kapasitas alat 6000 liter air dingin. Prinsip kerjanya adalah Freon pada alat akan mendinginkan 6000 liter air yang masuk sampai suhu 10oC. Air dingin tersebut selanjutnya dialirkan keluar dengan kecepatan 25.000 liter/jam untuk mendinginkan susu. Suhu air dingin akan menjadi 60 oC karena terjadi pertukaran panas dengan susu. Air
bersuhu 60 oC
tersebut selanjutnya kembali lagi ke “ice bank” untuk didinginkan sampai 10 oC sehingga terjadi suatu peristiwa sirkulasi terus menerus dan volume
14
air dalam “ice bank” tetap 6000 liter. Adapun peralatan ice bank dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Peralatan ice bank c. Storage Tank (Tangki Penyimpanan Susu Segar) Storage tank adalah tanki penyimpanan susu segar. Berfungsi untuk menyimpan sementara susu setelah susu mengalami pendinginan melalui plat pendingin hingga proses distribusi dilakukan agar suhu susu dapat dipertahankan yaitu ≤ 40 oC sebab di dalam tangki terdapat aliran air pendingin yang digunakan sebagai medium pendingin. Di KUD Dau terdapat 3 unit tangki penyimpan sehingga kapasitas total tangki penyimpan adalah 6000 liter. Adapun peralatan storage tank dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peralatan storage tank
d. Centrifugal Pump (Pompa sentrifugasi) Mesin Centrifugal Pump (Pompa sentrifugasi berfungsi untuk memindahkan susu dari bagian satu ke bagian lain dengan menggunakan gaya sentrifugal. Pompa yang digunakan di KUD DUD terbuat dari besi
15
tahan karat. Adapun mesin pompa sentrifugasi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Mesin pompa sentrifugasi e. Plate heat exchanger (PHE) Plate heat exchanger (PHE) digunakan dalam proses pasteurisasi untuk membunuh mikroorganisme pathogen dan sebagian besar pembusuk. Plate Heat Exchanger (PHE) berfungsi sebagai sistem pemanas atau pendingin dari suatu sistem produksi. Adapun mesin PHE dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Mesin Plate Heat Exchanger (PHE)
f.
Homogenizer dan separator Homogenizer dan separator berfungsi untuk menyeragamkan ukuran dari butiran-butiran lemak dan protein pada susu agar tidak timbul lapisan-lapisan di permukaan susu. Adapun mesin Homogenizer dan separator dapat dilihat pada Gambar 8.
16
Gambar 8. Mesin Homogenizer dan separator g. Mixing tank Mixing tank digunakan untuk menampung susu yang akan dilakukan proses penambahan bahan baku pendukung seperti gula, flavor dan pewarna. Adapun mesin mixing tank dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Mesin mixing tank h. Sealer Sealer berfungsi untuk penyempurnaan pengemasan susu yang sebelumnya telah dilakukan proses filling atau pengisian secara manual ke dalam kemasan botol dan gelas yang terlabelisasi. Adapun mesin sealer dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Mesin sealer
17
3.2.3 Sanitasi Menurut Rahmi (2000), kebersihan dalam suatu pabri pengolahan pangan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya menjadi tiga tahapan, antara lain sebagai berikut: Kebersihan fisik, yaitu peralatan bebas dari sisa-sisa produk, bahan asing dan tidak adanya lender pada permukaan. Kebersihan kimiawi, yaitu alat atau bahan terbebas dari bahan kimia yang tidak dikehendaki seperti adanya sisa bahan pembersih Kebersihan biologis, yaitu tidak adanya mikroba atau bakteri pembusuk pada peralatan yang dapat mencemari bahan. Menurut Ginting (2005), proses sanitasi dasar dari suatu proses produksi yang harus diterapkan pada setiap komponen industry , antara lain: Sanitasi bahan baku> tindakan penjagaan kebersihan pada bahan baku yang sangat besar pengaruhnya pada mutu produk akhir. Sanitasi ruang pengolahan
dan
lingkungan> tindakan
penjagaan
kebersihan ruangan sekitar tempat pengolahan dan lingkungan. Sanitasi
mesin
dan
peralatan
pengolahan>
tindakan
penjagaan
kebersihan terhadap mesin dan peralatan pengolahan. Sanitasi pekerja> penjagaan kebersihan terutama pada pekerja yang bersentuhan langsung dengan bahan , karena pekerja merupakan salah satu faktor pembawa kontaminasi terhadap produk. Sanitasi air proses> air merupakan salah satu komponen dasar dalam industry pengolahan yang perlu dijakga kebersihan karena air sering bercampur dengan bahan pada saat proses produksi. Sistem sanitasi yang dilakukan KUD DAU meliputi sanitasi bahan baku, air, peralatan, gedung dan lingkungan, serta sanitasi pekerja. Untuk sanitasi bahan baku dilakukan penyaringan pada susu yang baru datang dari peternak dengan menggunakan bak penyaring khusus, selain itu, setiap ujung-ujung selang penghubung dari satu proses ke proses selanjutnya juga dilakukan penyaringan ulang dengan cara penambahan kain kassa di setiap ujung selang agar kotoran yang ada mampu tertahan oleh kain kassa tersebut. Sanitasi alat dan mesin produksi dilakukan dengan sistem Clean Inject Plan (CIP) dengan dua macam metode sanitasi yaitu menggunakan air panas untuk kotoran yang mudah luruh, dan menggunakan bahan kimia berupa soda fosfit dan nitrit untuk kotoran yang dapat menimbulkan kerak dan korosi. Sanitasi
18
dengan mengunakan air panas dilakukan selama kurang lebih satu jam sebelum produksi. Kemudian untuk sanitasi dengan bahan kimia, dilakukan sesudah produksi dan dengan sanitasi tambahan yaitu pembilasan menggunakan air panas selama satu jam. Untuk
sanitasi
terhadap
pekerja
,sanitasi
yang
dilakukan
tidak
mengunakan disinfektan maupun pakaian khusus sebagaimana yang dilaukan oleh produsen dan industry pangan lainnya karena susu merupakan bahan yang sensitive.
3.3.
Penerapan Pengendalian Mutu
3.3.1. Pengendalian Mutu Bahan Baku Bahan
baku
merupakan
salah
satu
faktor
utama
yang
akan
mempengaruhi mutu dari suatu produk akhir. Kualitas dari bahan baku sendiri akan berbanding lurus dengan kualitas dari produk yang dihasilkan. Menurut Ahyani (2005) syarat bahan baku dapat diterima oleh suatu perusahaan adalah dengan melalui beberapa prosedur antara lain seleksi sumber bahan, pemeriksaan dokumen, pembelian, pemeriksaan penerimaan bahan dan penjagaan gudang bahan baku perusahaan. Pengendalian mutu bahan baku pada KUD DAU dimulai pada saat penerimaan, dimana KUD DAU telah melaksanakan kerjasama dengan Nestle sehingga bahan baku susu segar yang dihasilkan harus sesuai dengan standar yang diinginkan oleh Nestle. Susu segar yang digunakan sebagai bahan baku harus sesuai dengan SNI 3141.1 : 2011. Pada Tabel 1 dapat dilihat syarat susu segar pada SNI 3141.1 :2011. Tabel 1. Syarat Susu Segar Menurut SNI 3141.1 :2011
19
Pengujian yang dilakukan pada bahan baku susu segar KUD DAU disesuaikan dengan syarat susu segar SNI yaitu : a. Uji Organoleptik Susu segar yang diterima oleh petugas KUD DAU pada pos penampungan yang pertama dilakukan adah menguji secara organolpetik yaitu dari sisi, rasa, aroma dan kekentalan. Jika terjadi penyimpangan misalnya warna ataupun rasa agak kemerahan dan rasanya agak asam serta susu sangat encer sekali maka susu tersebut akan ditolah oleh petugas. Pengujian ini dilakukan oleh ahli yang sudah berpengalaman yaitu petugas pengendalian mutu bahan baku. Menurut literatur yang kami dapatkan warna susu segar yang norml adalah putih kekuningan, bau yang kahs terutama karena adanya asam – asam lemak dan susu segar yang normal adalah sedikit manis yang ditimbulkan karena kandungan laktosa didalam susu (Idris, 2002). b. Uji Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan berat dari sejumlha volume susu yang dapat mencerminkan kemurnia susu tersebut. apabila bobot jenis susu lebih rendah dari nilai tersebut maka menunjukkan adanya penambahan air kedalam susu. Sebaliknya bila bobot jenis lebih besar dari standar berarti ada kemungkinan penambahan suatu bahan padat ke dalam susu. Bobotj jenis susu normal adalah 1,028 g/cm 3 pada suhu 27,5ºC. Jika suhu susu kurang dari 27,5ºC maka susu tidak dapat diterima. Setiap kenaikan 1ºC suhu susu berat jenis ditambah 0,0002 dan hal ini berlaku kebalikannya. c. Uji Reduktase Uji reduktasi digunakan untuk memprediksi jumlah mikroorganisme yang ada didalam suus. Uji ini dapat memberikan perkiraan jumlah bakteri dalam susu dengan mengamati waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk dapat melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan perubahan zat warn biru metilen. Semakin tinggi jumlah bakteri pada susu maka semkain cepat terjadinya perubahan warna. Berikut ini adalah Tabel 2 yang akan menunjukkan interpetasi hasil uji reduktase :
20
Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Reduktase Waktu > 5,5 jam > 2 – 5,5 jam > 20 menit – 2 jam < 20 menit
Jumlah mol/ml <500.000 500.000 – 4.000.000 4.000.000 – 20.000.000 > 20.000.000
d. Uji Antibiotik Uji antibiotik dilakukan dengan menggunakan alta beta star 25 untuk mengetahui adanya kandungan antibiotic golongan Beta lactam yang biasa digunakan ditingkat koperasi kecil untuk pelayanan kesehatan hewan seperti antibiotic penicillin dan tetracyclin. Uji dilakukan hanya dengan mencelupkan paper stick yang berbetuk seperti cotton ud pada 20 ml susu untuk 1 sampel kemudian diangin – anginkan selama 10 detik dan dibaca. Dimana hasil pembacaan warna menunjukkan strip 2 menandakan positif dan apabila strip 1 menunjukkan negative (Rahmi, 2000). e. Uji Alkoholex Uji alcohol digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman susu. Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu pengaduk, tabung reaksi, pipet volum, 5 ml alcohol 75,3% dan 5 ml sampel susu. Jika terjadi penggumpalan setelah penambahan alcohol hal ini menunjukkan bahwa susu tersebut bersifat asam dan tidak layak untuk diterima. f.
Uji Kadar Lemak Lemak merupakan sumber utama dalam susu. Pada umumumnya
komposisi susu terdiri atas air dan bahan kering dan lemak termasuk kedalam bahan kering susu. Pereaksi yang digunakan untuk menentukan kadar lemak dengan metode Gerber yaitu asam sulfat 91-92% dengan kenampakan tidak bewarna jernih. Kadar lemak yang dapat diterima KUD DAU yaitu 3.0 – 3.5% b/b3. hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan kadar lemak minimum susu sebanyak 3.0%b/b3 (Lampret, 2000). Pengujian ini dilakukan oleh petugas KUD DAU yang berada di pos penampungan sehingga peternak sapi yang ingin menyerahkan susu sapi kepada KUD DAU harus menuju pos penampungan terlebih dahulu.
3.3.2 Pengendalian Mutu Pemasok dan Penampung Dalam pembuatan susu pasteurisasi digunakan susu segar sebagai bahan baku utama. Sumber pasokan susu segar berasal dari banyaknya
21
peternak sapi yang berada di kawasan KUD DAU. Sehingga diperlukan kontrol untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan mutu bahan baku adalah dengan melakukan uji kualitas susu. Beberapa uji yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Uji organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk menguji rasa, aroma dan flavor susu segar. Hal ini bertujuan untuk mengetahui baik atau tidaknya kualitas susu segar berdasarkan pengujian sensoris indera penglihatan, perasa dan penciuman. Uji ini dilakukan dengan personal yang telah berpengaruh sehingga dapat membedakan dengan jelas susu yang segar atau tidak. Pengujian dilakukan dengan mengambil sampel susu dari setiap peternak untuk dilihat warna dan konsistensinya. Dicium bau atau aroma dari susu serta dirasakan untuk mengetahui apakah susu masih segar atau tidak. Hasil pengujian susu ini bersifat subjektif dan belum ada standar penilaian yang baku. Standarisasi dapat dilakukan dengan membuat rentang skor untuk setiap parameter sensoris dan memberikan penilaian berdasarkan jumlah skor. Sehingga setiap sample dapat diketahui tingkat kualitasnya berdasarkan total skor penilaian yang berfungsi sebagai tindakan pengendalian mutu. Selain itu hasil pengujian belum didokumentasikan secara jelas dan teratur. Di KUD DAU Malang, pengujian organoleptik hanya dilakukan oleh 1 karyawan yang bertugas menangani bahan baku yang datang atau dapat disebut sebagai panelis. Panelis akan memberikan penilaian secara subjektif. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas uji organoleptik dibutuhkan panelis lebih dari 1. Mengingat setiap individu memiliki selera yang beragam sehingga diperlukan panelis yang beragam pula untuk menyesuaikan selera konsumen dan memuaskan. Sesuai dengan SK direktorat jendral peternakan nomor 17/KPTS/DJP/DEPTAN/1983, standar susu yang baik adan berwarna putih kekuningan, aroma khas susu sapi, rasa susu yang tidak menyimpang yaitu sedikit manis dan sedikit asin serta kekentalan yang encer. 2. Uji Berat Jenis Pengujian berat jenis bertujuan untuk mengetahui kandungan bahan kering tanpa lemak atau solid non fat (SNF) dalam susu. Kandungan SNF berbanding lurus dengan berat jenis susu. Pengujian dilakukan dengan alat laktodensimeter. Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan mengikuti hukum Archimedes dimana jika suatu benda dicelupkan kedalam suatu cairan, maka
22
benda tersebut akan mendapatkan tekanan ke atas sesuai dengan berat volume cairan yang dipindihakna (Rahmawan, 2001). 3. Uji Alkohol Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran susu menggunakan alat salut alkohol tester. Menurut Dwitania (2013) prinsip pengujian berdasarkan kestabilan sifat kolodial protein susu yang bergantung pada selubung air yang menyelimuti bulir-bulir protein. Apabila susu dicampur dengan alkohol yang memiliki daya dehidrasi maka protein akan terkoalgulasi. Hasil uji positif susu akan terjadi penggumpalan karena protein dalam susu terdenaturasi dan terkoagulasi bersama dengan alkohol dan sebaliknya.
3.3.3 Pengendalian Mutu Proses Produksi Proses produksi merupakan tahap yang penting untuk menghasilkan produk dengan kualitas baik. Adanya pengendalian mutu pada proses produksi bertujuan untuk menghasilkan mutu produk yang baik dan seragam serta dapat mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan. Pengendalian mutu dilakukan dengan melakukan pengawasan di setiap rantai produksinya. Pengawasan atau pengecekan berdasarkan parameter-parameter yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pada proses sehingga dapat menjamin kualitas produk yang dihasikan. Berikut adalah parameter yang harus dicapai saat produksi pada setiap proses melaksanakan pengendalian mutu dan proses pembuatan susu pasteurisasi. Proses produksi dimulai dengan melakukan sanitasi alat dan lingkungan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan alat dan memastikan tidak ada kerusakan teknissertameminimalisir terjadinya kontaminasi pada produk. Standar Proses Produksi Susu Pasteurisasi di KUD DAU dapat dilihat pada Tabel 3.
a. Tahap pendinginan Susu segar yang akan dimasukkan ke dalam cooling tank untuk didinginkan, terlebih dahulu disaring menggunakan kain saring untuk memisakan dari bahan pengotor seperti bulu sapi yang terikut saat proses pemerahan. Kemudian susu disalurkan melalui pipa-pipa menuju cooling tank. Saat pendinginan suhu dikontrol untuk meminimalisir kerja mikroorganisme yang ada pada susu segar. Susu yang telah melewati plate cooler akan masuk cooling tank agar suhunya stabil antara 0-4 oC. Dimana, pendingin akan bekerja secara otomatis
23
apabila suhu telah melebihi standar. Selain itu, pada cooling tank dilengkapi dengan baling-baling yang berfungsi sebagai pengaduk untuk menghindari adanya perubahan atau pemisahan fase saat suhu rendah. Pada tahap ini, mesin selalu dipastikan dalam keadaan tertutup agar meminimalisir masuknya kontaminan pada susu. Tabel 3. Standar Proses Produksi Susu Pasteurisasi di KUD DAU No. Proses Standar Perusahaan o 1. Pendinginan Suhu : 0-4 C 2. Pasteurisasi Suhu :72-95 oC Waktu : 15 detik Homogenisasi Tekanan : 150 bar Parameter : konsistensinya stabil dan tidak terjadi penggumpalan Pencampuran Penambahan gula dengan proses pencairan terlebih dahulu Penambahan essens disesuaikan dengan variasi rasa yaitu plain, coklat, strawberry, durian dan mocca Pengisian dan Cup: 250 ml pengemasan Botol kecil : 500 ml Botol besar : 1000 ml Kontrol Parameter - Sealing tidak smepurna - Kemasan bocor Penyimpanan Suhu : 0-1 oC Sumber: KUD DAU, 2016 b. Tahap pasteurisasi Susu dari pendingin akan masuk pada transfer tank dan disaring menggunakan kain saring untuk menyempurnakan proses pemisahan dari bahan pengotor. Proses pasteurisasi susu dinyatakan telah terpenuhi saat sirkuit listrik yang menunjukkan suhu air pada PHE adalah 89 oC dan suhu susu 84 oC, sehingga kelp dibuka untuk menyalurkan susu pada tahap selanjutnya. Waktu pasteurisasi dikontrol selama kurang lebih 15 detik. Namun, karena keseluruhan proses pasturisasi berjalan secara kontinue, sehingga waktu pemanasan tidak dapat ditentukan dalam waktu yang tepat. Pengendalian mutu pada proses ini dapat dilihat dari terpenuhinya atau tidaknya kecukupan panas untuk menginaktivasi mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan pada produk yang dilakukan masa inkubasi.
24
c. Tahap pencampuran Selain, dilakukan penambahan bahan baku pendukung. Pada tahap ini, susu sekaligus didinginkan dengan suhu maksimal 1 oC. Kemudian susu yang telah dicampur diuji sensoris agar memenuhi standar rasa yang telah ditentukan. d. Tahap pengemasan Apabila setelah dilakuak proses pasteurisasi dilanjutkan dengan proses pengemasan. Pada tahap pengisian dalam kemasan cup berlangsung secara otomatis dan berlangsung secara singkat. Produk yang telah di sealling akan dialiri dengan air untuk membersihkan dari sisa susu yang menempel pada saat proses pengisian. Proses kontrol dilakukan dengan memeriksa produk yang saat proses sealling tidak sempurna atau terdapat kemasan yang bocor maka akan di reject. e. Tahap penyimpanan Susu yang telah dikemas akan ditempatkan pada ruangan pendingin dengan suhu terkontrol 0-1 oC. Kerja pendingin secara otomatis, apabila suhu ruangan telah melewati 1 oC maka mesin pendingin otomatis menurunkan suhu. Adanya buka tutup ruangan pendingin yang terlalu sering, akan menyebabkan suhu ruang pendingin tidak stabil dan naik. Susu dapat berlangsung didistribusikan atau disimpan selama 1 malam. Selain untuk mengetahui apakat terdapat perubahan fisik yang ada pada susu, juga menjaga susu dalam kondisi mikroba inaktif untuk didistribusikan berdasarkan FIFO (First In First Out) yaitu produk yang awal masuk ruang pendingin maka harus didistribusikan terlebih dahulu. 3.3.4 Pengendalian Produk Akhir Pengendalian mutu produk akhir dilakukan selama masa penyimpanan sampai proses distribusi. Apabila saat proses penyimpanan terjadi kerusakan maka produk tidak akan dipasarkan. sedangkan produk yang telah didistribusikan tetapi mengalami kerusakan akan ditarik dari pasar. Pengendalian yang dilakukan selama proses distribusi saampai produk diterima konsumen dengan cara pemantauan suhu mesin pendingin yang tidak melebihi 4ºC. Selain itu jumlah produk yang diditribusikan harus sesuai dengan permintaan pasar untuk meminimalisir produk tidak laku dan mengalami kerusakan. Bentuk pengendalian mutu produk akhir yang dilakukan KUD DAU adalah dengan mengirimkan sampel susu pasteurisasi setiap 3 bulan sekali ke Dinas Peternakan, Kota Malang yang bertujuan untuk mengendalikan mutu produk
25
yang dihasilkan. Pada saat kami melakukan kunjungan ke KUD DAU terdapat kejadian menarik dan menjadi bukti bahwa penarikan susu yang tidak layak konsumsi dari pasar memang benar dilakukan. Lokasi kejadia berada di Koperasi yang berada dalam lingkup KUD DAU yang juga menjual produk susu hasil olahan KUD DAU. Kerusakan susu disebabkan karena mesin pendingin mati selama 1 hari sehingga susu dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi. Berikut ini ada foto penarikan produk susu yang sudah tidak layak konsumsi dari pasar :
26
3.2.6 Kekurangan Pengendalian Mutu pada Perusahaan KUD DAU yang merupakan suatu KUD pengolah susu segar menjadi susu pasteurisasi, memiliki beberapa jenis pengendalian mutu yang masih belum memenuhi standarisasi. Salah satunya adalah cara pegawai untuk memproses, membungkus dan mengemas susu kedalam wadah yang lebih besar. Berikut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Dapat dilihat pada gambar di atas adalah salah satu contoh kegiatan para pegawai mengisi botol-botol susu yang sudah diproses. Mereka masih belum menggunakan standarisasi seperti kelengkapan ADP (Alat Perlindungan Diri) seperti sarung tanga, masker, cap penutup kepala. Hal ini dapat menimbulkan turunnya kualitas pada produk ketika adanya kontamina yang secara langsung antara tubuh/bagian tubuh manusia yang tidak steril dengan produk yang dihasilkan. Selanjutnya ada segi mesin dan peralatan. Kualitas juga ditentukan dari kebersihan mesin serta peralatan yang digunakan. Jika mesin yang digunakan
27
dan peralatan terkontaminasi, maka dapat menimbulkan turunnya kualitas produk. Berikut adalah keadaan mesin dan peralatan di perusahaan:
Seperti yang dilihat pada gambar di atas, mesin dan peralatan kurang bersih pada lingkungan yang kurang bersih pula. Seharusnya hal ini dapat dicegah dengan mengatur tata letak atau pembersihan mesin dan peralatan, perawatan secara berkala. Serta adanya tim kebersihan sehingga tidak kelihatan kotor seperti pada gamabr di atas. Hal ini juga mempengaruhi kualitas produk, karena melihat cara pegawai mengemas produk seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, secara otomatis akan terkena kontaminasi dari lingkungan dengan kondisi yang seperti itu.
28
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 SOP Produksi Susu Pasteurisasi Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah sekumpulan prosedur operasional standar yang digunakan sebagai pedoman dalam perusahaan untuk memastikan langkah kerja setiap anggota telah berjalan secara efektif dan konsisten, serta memenuhi standar dan sistematika (Tambunan, 2013). SOP memiliki manfaat sebagai dokumen referensi mengenai bagaimana cara/ proses menyelesaikan suatu pekerjaan (Hadiwiyono dan Panjaitan, 2013). Menurut Chatab (1996), penyusunan SOP harus jelas, singkat, sistematis, menggunakan bahasa sehari-hari, mudah dimengerti, tidak bermakna ganda, mempunyai urutan dan teknis, urutan prosesnya logis, rujukan penanggung jawab ditujukan kepada jabatan, dan penggunaan diagram alir untuk menjelaskan secara umum. Oleh maka dari itu, KUD perlu membuat SOP agar memudahkan proses menyelesaikan suatu pekerjaan. Menurut Maunsell (2012), penerapan SOP di industri pengolahan susu dimulai dari proses pemerahan. Adapun SOP proses produksi susu sebagai berikut : 1. Susu dikirim dari peternakan dengan menggunakan milkcan kemudian disimpan di freezer untuk mendinginkan susu sampai dengan suhu 4 oC. Pada tahap penerimaan dilakukan pemeriksaan fisik. 2. Susu yang sudah masuk ke dalam tangki kemudian dipanaskan dengan suhu 2 menit pada suhu 85oC. 3. Pada tahap pemanasan yaitu susu dituang ke alat utama proses pasteurisasi yaitu Plate Heat Exchanger (PHE) untuk memanaskan susu hingga mencapai suhu 65 oC selama 30 menit. 4. ·Setelah dilakukan proses pemanasan lalu menekan tombol start mixing 5. Memasukkan bahan-bahan penunjang seperti gula dan coklat bubuk, kemudian buka valve corong 6. Setelah semua bahan baku masuk, tutup valve corong dan matikan motor mixing dan tutup. 7. Setelah dilakukan proses pasteurisasi dan mixing kemudian susu dituang ke milkcan/panci yang dilanjutkan dengan tahap pendinginan dengan
29
merendam milkcan/panci berisi susu tersebut ke dalam air es hingga suhu mencapai 10 oC dan siap untuk dikemas.
4.2 Rekomendasi SOP Proses Produksi Susu Pasteurisasi KUD DAU Saat ini KUD DAU masih belum menerapkan SOP. Namun, mereka menganggap syarat perjanjian dengan PT Nestle sebagai dokumen SOP. Dokumen perjanjian dengan PT Nestle berisi tentang persyaratan penampungan susu segar, pengujian mutu sebelum penerimaan, pengujian mutu setelah penerimaan dan ditempat penampungan pemasok, persyaratan operasional minimun dan elemen-elemen pengujian mutu. Menurut Winata (2016) SOP sebagai sekumpulan langkah-langkah khusus yang spesifik yang dibuat secara tertulis dan menjelaskan setiap aktivitas dengan detail yang bertujuan untuk menyempurnakan suatu kegiatan sesuai dengan standar yang telah ada. Rekomendasi untuk KUD DAU dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP), yaitu dengan membuat dan menerapkan dokumen penulisan SOP yang benar dan akurat. Tujuan dari penulisan SOP sebagai pedoman yang dipergunakan untuk memudahkan dalam melaksankan kegiatan. Selain itu, Penerapan SOP dapat mencegah bertambahnya produk cacat yang dihasilkan pada setiap kegiatan produksi yang dilakukan KUD DAU. Agar SOP memuat halhal penting secara tepat, akurat, dan sesuai kebutuhan perusahaan, maka perusahaan hendaknya membentuk suatu tim yang disebut Tim Penyusun SOP. Membentuk tim pengawas yang bertugas untuk mengawasi setiap kegiatan operasional dan memberi teguran bagi yang tidak melaksanakan kegiatan sesuai SOP. Melakukan evaluasi dokumentasi SOP tiap 3 bulan sekali. Memberikan sosialiasi kepada tenaga kerja akan pentingnya penerapan SOP. Berkaitan dengan
pentingnya
tahapan dalam
penulisan
menjalankan
SOP
kegiatan
sebagai
pedoman
operasional,
maka
tatacara
atau
penting
untuk
pembuatan SOP agar tidak terjadi kegagalan/kesalahan dalam menjalankan suatu kegiatan. SOP proses produksi di KUD DAU dapat dilihat pada Gambar 11.
30
Mulai
Staff penerima bahan baku
Bagian laboratorium dan staf penerima
Bagian laboratorium
Bahan baku diterima di pabrik, Pagi hari sebelum jam 8.00 WIB
melakukan pemeriksaan kesegaran susu dengan menggunakan standar tolokukur sebagaimana Form SOP-010 oleh staf penerima
Pemeriksaan terhadap bahan masuk dengan menguji kadar yangterkandung
Susu yang lolos pemeriksaan siap diolah
A
Petugas bagian produksi
Susu yang akan diolah dimasukkan ke dalam tangki pengolahan melalui pipa khusus
Petugas bagian produksi
Pengoperasian alat
31
Produk yang memenuhi kriteria akan dipisahkan dan ditandai,sementara itu produk yang tidak lolos uji akan dibuang
Petugas bagian produksi
Susu yang sudah masuk kedalam tangki dipanaskan selama 2 menit pada suhu 85°C
Petugas bagian produksi
Penambahan perasa ke dalam mesin
Petugas bagian produksi
Volume susu yang diproduksi dicatat
B
Petugas bagian kemasan
Susu dikemas secara otomatis dengan alat dalam keadaan kedap udara
Petugas bagian kemasan
Penyortir kemasan susu yang cacat/rusak
Petugas bagian kemasan
Pengepakan kemasan ke dalam kardus dilakukan secara otomatis dengan mesin
Selesai
Gambar 11. SOP Proses Produksi Susu Pasteurisasi
32
4.3 SSOP Pada Susu Pasteurisasi Undang-undang Pangan RI No. 7 tahun 1996 (Kementrian Kesehatan, 1996) menjelaskan bahwa sanitasi pangan merupakan upaya pencegahan terhadap berbagai kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan kesehatan manusia. Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP) merupakan suatu prosedur standar yang dapat mencakup seluruh area dalam memproduksi suatu produk pangan mulai dari kebijakan perusahaan, tahapan kegiatan sanitasi, petugas yang bertanggung
jawab
melakukan
sanitasi,
cara
pemantauan,
hingga
pendokumentasiannya (Thaheer, 2005). SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP, yang berisi tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995). SSOP menurut FDA (1995) terdiri atas delapan aspek kunci yaitu, (1) keamanan air proses produksi, (2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, (3) pencegahan kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter, (4) kebersihan pekerja, (5) pencegahan atau perlindungan dari adulterasi, (6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat, (7) pengendalian kesehatan karyawan, (8) pemberantasan hama. Pengolahan pangan pada umumnya beresiko akan adanya kontaminasi karena penggunaan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan bahan pangan diharuskan mengalami proses sanitasi terlebih dahulu sebelum dan setelah proses produksi berlangsung (Jenie, 1998). Sanitasi alat dan wadah umumnya menggunakan bahan-bahan kimia untuk meminimalisir kandungan mikroba yang terdapat dalam peralatan produksi. Bahan kimia yang umum digunakan sebagai bahan sanitasi peralatan terdiri atas soda kaustik, asam serta alkohol. 4.4 Rekomendasi SSOP Pada Susu Pasteurisasi KUD DAU Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP) merupakan suatu prosedur standar yang dapat mencakup seluruh area dalam memproduksi suatu produk pangan mulai dari kebijakan perusahaan, tahapan kegiatan sanitasi, petugas yang bertanggung jawab melakukan sanitasi, cara pemantauan, hingga pendokumentasiannya (Thaheer, 2005).
33
Sanitasi adalah program yang bertujuan untuk menghindarkan pekerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi fasilitas-fasilitas personal di lingkungan kerjanya sehingga pelaksanaan proses produksi berjalan dengan baik serta menghasilkan produk yang sesuai harapan. Sanitasi dalam industri pangan meliputi kegiatan –kegiatan secara aspetik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk makanan; pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Analisis SSOP dilakukan berdasarkan 8 aspek yang terdapat dalam pedoman SSOP. Berdasarkan pengamatan dan analisis yang dilakukan, hasil identifikasi penyimpangan atau ketidaksesuaian kondisi terhadap pelaksanaan SSOP disajikan dalam Tabel 4. Hasil identifikasi menunjukkan terdapat 6 aspek yang menyimpang dari 8 aspek dalam SSOP. Tabel 4. Penyimpangan Aspek SSOP No Aspek SSOP 1 Kondisi/ kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan 2 Pencegahan kontaminasi silang
3
Kebersihan pekerja
4
Pelabelan dan penyimpanan yang tepat
5
Pengendalian kesehatan karyawan
6
Pemberantasan hama
Penyimpangan Sebagian besar pekerja tidak menggunakan sarung tangan Produk berpotensi terjadi kontaminasi dari pekerja dan pengunjung - Produk juga berpotensi terkontaminasi dari permukaan botol atau gelas yang terkena debu akibat pintu yang tidak ditutup. Kurangnya fasilitas wastafel di ruang produksi - Tidak adanya sabun atau sanitizer untuk cuci tangan - Kamar mandi licin, gelap dan kotor, sehingga tidak higienis untuk pekerja Pelabelan pada susu kemasan gelas tidak ditandai dengan tata cara penggunaan susu pasteurisasi Tidak ada pemeriksaan rutin kesehatan karyawan - Tidak pernah adanya imunisasi untuk karyawan Tidak terdapat kasa pada pintu untuk menghalangi serangga masuk ke ruang produksi dan pengemasan
Melihat keadaan KUD DAU mulai dari segi lingkunga, mesin dan peralatan, pekerja serta mesin dan peralatan, dapat direkomendasikan suatu saran SSOP yang dapat diimplementasikan kepada pihak perusahaan yaitu :
34
a. Sanitasi Sumber Air Air sangat penting berasal darimana terutama untuk industri pangan seperti industri pengolahan susu di KUD DAU. Kualitas dan kuantitas air bersih harus memenuhi standar yang ditentukan pemerintah. Pada umumnya air yang digunakan industri pangan harus memenuhi persyaratan mutu air untuk diminum, air bebas bakteri serta senyawa kimi berbahaya, tidak bewarna, tidak beraroma dan tidak keruh. Dapat direkomendasikan sistem pengambilan air di KUD DAU menggunakan air sumur yang sudah mengalami proses penyaringan sehingga dampaknya hasil proses pengolahan air bersih pada KUD DAU baru memenuhi beberapa standar yang sudah ditetapkan. Beberapa kriteria mutu tersebut tidak beraroma, tidak berwarna, tidak keruh dan memiliki parameter kimiawi yang standar. b. Sanitasi Bangunan Pabrik Bangunan atau lingkungan pabrik juga menentukan kondisi pekerja dan produk. Sangat menunjang produksi dan juga memberikan kenyamanan kerja terhadap karyawan. Direkomendasikan untuk kriteria sanitasi bangunan pabrik itu dilihat dari dinding bangunan yang kokoh, tidak kotor dan tidak berantakan. Sangat disayangkan beberapa kondisi bangunan di KUD DAU mulai menurun dan disarankan agar tim atau beberapa karyawan dapat memperbaiki bangunan, lingkungan kerja yang kotor dan berantakan agar lebih ergonomis bagi pekerja yang melakukan pekerjaan disana. c. Sanitasi Peralatan Produksi Mesin dan peralatan adalah satu alat utama di dalam proses produksi pembuatan susu pasteurisasi di KUD DAU. Namun kondisi mesin yang cukup lama dapat menimbulkan penurunan kualitas kinerja mesin dan peralatan tersebut. Direkomendasikan agar setiap beberapa tahun sekali diadakannya perawatan intensif pada mesin dan peralatan. Selain dapat mencegah terjadinya kerusakan, dapat menunjang kinerja mesin lebih baik dan benar. d. Sanitasi Lingkungan Kerja KUD DAU yang merupakan industri pembuatan susu pasteurisasi harus memiliki lingkungan kerja yang sangat steril. Jika tidak, maka akan menimbulkan kontaminan pada produk maupun pekerja. Direkomendasikan agar pada setiap bilik produksi diberi sekat pembatas antara proses 1 dengan lainnya. Pembersihan pada lantai produksi, adanya wastafel/fasilitas untuk pekerja.
35
e. Sanitasi Karyawan Karyawan ibaratkan operator. Mereka bekerja di dalam proses produksi untuk mengemas dan mengecek jalannya produksi. Namun di dalam industri pangan, seharusnya ada ADP (Alat Perlindungan Diri). Hal ini sangat direkomendasikan kepada pihak KUD DAU agar karyawan bisa memiliki atribut ADP masing-masing seperti cap penutup kepala, sarung tanga, masker mulut, clemek/baju steril, sepatu boot (agar mudah dalam melakukan pekerjaan di area yang licin). Hal ini sangat berguna dan meminimalisir adanya risiko kontaminasi antara pegawai dengan produk.
4.5 Good Manufacturing Practice (GMP) Untuk Susu Pasteurisasi Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratanpersyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2005). GMP wajib diterapkan oleh industri yang menghasilkan produk pangan sebagai upaya preventif agar pangan yang siap dikonsumsi tersebut bersifat aman, layak, dan berkualitas. Penerapan GMP dapat mengacu berbagai referensi, namun sejauh ini penerapan GMP menggunakan peraturan yang diterbitkan oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sesuai dengan jenis produk yang di hasilkan. Berikut ini beberapa jenis standar GMP : 1. Standar GMP untuk industria obat-obatan di sebut dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) 2. Standar GMP untuk industri makanan di sebut dengan CPMB (Cara Pembuatan Makanan yang Baik) 3. Standar GMP untuk industri kosmetik di sebut dengan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) 4.
Standar GMP untuk industri obat tradisional di sebut dengan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) Susu pasteurisasi digolongkans sebagai produk pangan sehingga akan
mengikuti aturan BPOM terkait CPMB (Cara Pembuatan Makanan yang Baik) sesuai
Peraturan
BPOM
Nomor
HK.03.1.23.04.12.2206
TAHUN
2012.
Berdasarkan peraturan tersebut persyaratan yang harus diterapkan KUD DAU jika ingin memiliki sertifikat GMP meliputi :
36
1. Lokasi dan Lingkungan Produksi Untuk menetapkan lokasi perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang
mungkin
dapat
dilakukan
untuk
melindungi
pangan
yang
diproduksinya. 2. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas IRTP seharusnya menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah dibersihkan dan disanitasi. 3. Peralatan Produksi Tata letak peralatan produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan sebaiknya didisain, dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. 4. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air Sumber air bersih untuk proses produksi sebaiknya cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan / atau air minum. 5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. 6. Kesehatan dan Higiene Karyawan Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa karyawan yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran 7. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi Pemeliharaan
dan
program
sanitasi
terhadap
fasilitas
produksi
(bangunan, mesin / peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya) dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah. 8. Penyimpanan Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan.
37
9. Pengendalian Proses Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah tangga pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a) Penetapan spesifikasi bahan; b) Penetapan komposisi dan formulasi bahan; c) Penetapan cara produksi yang baku ; d) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan e) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa. 10. Pelabelan Pangan Kemasan
pangan
memudahkan
diberi
konsumen
label dalam
yang
jelas
memilih,
dan
informatif
menangani,
untuk
menyimpan,
mengolah dan mengonsumsi pangan. 11. Pengawasan Oleh Penanggung Jawab Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman. 12. Penarikan Produk Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit/keracunan pangan atau karena tidak memenuhi persyaratan/ peraturan perundangundangan di bidang pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban
yang
lebih
banyak
karena mengkonsumsi pangan
yang
membahayakan kesehatan dan/atau melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan. 13. Pencataan dan Dokumentasi Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan distribusi,
mencegah
produk
melampaui
batas
kadaluwarsa,
meningkatkan keefektifan sistem pengawasan pangan. 14. Pelatihan Karyawan Pimpinan dan karyawan IRTP harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip - prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta
38
proses pengolahan pangan yang ditanganinya agar mampu mendeteksi resiko yang mungkin terjadi dan bila perlu mampu memperbaiki penyimpangan yang terjadi serta dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman.
4.6 Rekomendasi Good Manufacturing Practice (GMP) KUD DAU Rekomendasi
dapat
kami
berikan
setelah
kami
mengetahui
penyimpangan yang dilakukan KUD Dau terhadap 14 Pedoman GMP yang sudah disebutkan pada bagian 4.5. Berdasarkan pengamatan dan analisis yang dilakukan, hasil identifikasi penyimpangan atau ketidaksesuaian kondisi terhadap pedoman GMP disajikan dalam Tabel 5. Hasil penyimpangan tersebut dikategorikan mayor, minor atau serius dengan pertimbangan dari peneliti. Tabel 5. Penyimpangan Aspek GMP No Aspek GMP Penyimpangan 1. Lokasi dan Tempat produksi susu berdekatan dengan area Lingkungan parkir dan berhadapan langsung dengan jalan Produksi menuju area parkir tersebut. 2. Bangunan dan a. Lantai ruangan banyak yang rusak dan tidak Fasilitas rata b. Lantai dengan dinding dan dinding dengan dinding membentuk sudut siku-siku, sehingga sulit untuk dilakukan pembersihan c. Pintu ruangan dan beberapa ventilasi tidak memiliki tirai atau kasa dan selalu dalam keadaan terbuka 3. Peralatan Pengaturan tata letak produksi masih belum Produksi tertata dengan baik Fasilitas dan a. Sarana toilet tidak dipisahkan antara 4. karyawan pria dan wanita Kegiatan b. Fasilitas toilet karyawan tidak terawat dengan Higiene serta baik, pintu yang mudah rusak dan lantai licin c. Dalam ruang produksi maupun dekat toilet Sanitasi tidak disediakan wastafel, sabun cair maupun pengering, serta tidak adanya peringatan cuci tangan sebelum bekerja dan setelah dari toilet 5. Kesehatan dan a.Sebagian karyawan tidak menggunakan Higiene penutup kepala, sarung tangan, masker, dan Karyawan sepatu yang sesuai dengan tempat produksi. b. Pengunjung yang memasuki tempat produksi tidak diberlakukan persyaratan hygiene Pemeliharaan 6. a. Serangga dapat dengan mudah masuk, karena sebagian ventilasi tidak ditutupi dengan dan Program kasa dan pintu selalu dalam keadaan terbuka Higiene dan b. Penanganan limbah produk cacat dibiarkan berceceran di lantai, tidak langsung dibuang di
39
Kategori Mayor
Minor Mayor
Mayor
Serius Minor Minor Mayor
Serius
Mayor Mayor
Minor
Sanitasi
tempat sampah
7.
Penyimpanan
8.
Pencatatan dan Dokumentasi
9.
Pelatihan Karyawan
Penyimpanan produk jadi dilakukan dengan Minor menggunakan plastik sehingga memungkinkan produk jadi saling berdesakan dan rusak Belum memiliki dokumentasi atau pencatatan Minor yang lengkap dan teratur mengenai inspeksi dan pengujian, pembersihan dan sanitasi, kesehatan karyawan, dan ketentuan lain yang berhubungan dengan proses produksi. Karyawan belum diberikan pelatihan terfokus Mayor pada GMP
Keterangan: Minor : Tingkat penyimpangan yang kurang serius dan tidak menyebabkan risiko terhadap kualitas keamanan pangan produk Mayor : Tingkat penyimpangan yang dapat menyebabkan risiko terhadap kualitas keamanan pangan produk Serius : Tingkat penyimpangan yang serius yang dapat menyebabkan risiko terhadap kualitas keamanan pangan produk dan segera ditindaklanjuti
Melalui Penyimpangan yang ada pada Tabel 5, maka dapat diberikan rekomendasi
agar
KUD
DAU
dapat
mengikuti
persyaratan
HACCP.
Rekomendasi untuk KUD DAU dapat dilihat pada Tabel 6. Pemberian rekomendasi ini berdasarkan pemikiran dan disuksi kelompok peneliti. Adanya rekomendasi yang kami berikan diharapkan dapat bermanfaat untuk KUD DAU. Tabel 6. Rekomendasi Perbaikan Penyimpangan GMP KUD DAU No Penyimpangan Rekomendasi Perbaikan 1. Tempat produksi susu berdekatan Area parker sebaiknya dengan area parkir dan berhadapan dipindahkan sehingga tidak terlalu langsung dengan jalan menuju area dekat dengan tempat produksi parkir tersebut. susu 2. a. Lantai ruangan banyak yang rusak a.Penggantian lantai ruangan dan tidak rata yang rusak b. Lantai dengan dinding dan dinding b.Area dinding yang membentuk dengan dinding membentuk sudut siku – siku sebaikanya sering siku-siku, sehingga sulit untuk dibersihkan sehingga kotoran dilakukan pembersihan tidak menumpuk c.Pintu ruangan dan beberapa ventilasi c.Pemberian tirai dan kasa untuk tidak memiliki tirai atau kasa dan selalu pintu ruangan dan ventilasi serta dalam keadaan terbuka memastikan pintu selalu dalam keadaan tertutup 3. Pengaturan tata letak produksi masih Tata letak produksi jika belum tertata dengan baik memungkinkan dapat ditata ulang 4. a. Sarana toilet tidak dipisahkan antara a.Pemisahan toilet pria dan wanita karyawan pria dan wanita b.Fasilitas toilet karyawan tidak b.Pembersihan fasilitas toilet
40
terawat dengan baik, pintu mudah rusak dan lantai licin
5.
6.
7.
8.
9.
yang sebaikanya dilaksanakan dengan rutin dan selalu menjaga kebersihan toilet c.Dalam ruang produksi maupun dekat c.Menyediakan wastafel, sabun toilet tidak disediakan wastafel, sabun cair maupun pengering, serta cair maupun pengering, serta tidak tidak adanya peringatan cuci adanya peringatan cuci tangan tangan sebelum bekerja dan sebelum bekerja dan setelah dari toilet setelah dari toilet a.Sebagian karyawan tidak a. Karyawan diwajibkan menggunakan penutup kepala, sarung menggunakan penutup kepala, tangan, masker, dan sepatu yang sarung tangan, masker, dan sesuai dengan tempat produksi. sepatu yang sesuai dengan tempat produksi. b. Pengunjung yang memasuki tempat b. Pengunjung yang memasuki produksi tidak diberlakukan tempat produksi wajib persyaratan hygiene diberlakukan persyaratan higiene a. Serangga dapat dengan mudah a. Pemberian tirai dan kasa untuk masuk, karena sebagian ventilasi tidak pintu ruangan dan ventilasi serta ditutupi dengan kasa dan pintu selalu memastikan selalu dalam dalam keadaan terbuka keadaan tertutup b. Penanganan limbah produk cacat b.Produk cacat sebaikanya dibiarkan berceceran di lantai, tidak segera dibuang ditempat sampah langsung dibuang di tempat sampah Penyimpanan produk jadi dilakukan Perbaikan kualitas kemasan dengan menggunakan plastik produk sehingga meminimalkan sehingga memungkinkan produk jadi produk rusak saling berdesakan dan rusak Belum memiliki dokumentasi atau Mulai membiasakan mencatat dan pencatatan yang lengkap dan teratur mendokumentasikan kegiatan mengenai inspeksi dan pengujian, inspeksi, pembersihan dan pembersihan dan sanitasi, kesehatan sanitasi, kesehatan karyawan, karyawan, dan ketentuan lain yang dan ketentuan lain yang berhubungan dengan proses produksi. berhubungan dengan proses produksi. Karyawan belum diberikan pelatihan Pemberian pelatihan GMP pada terfokus pada GMP karyawan
4.7 HACCP Pada Susu Pasteurisasi Salah satu alat manajemen mutu yang dapat digunakan adalah Hazard Analysis and critical control point (HACCP) yang telah banyak dilakukan di berbagai negara menjadi salah satu alat pengawasan yang berdasarkan prinsip pencegahan. Konsep ini telah banyak diterapkan pada industri pangan. Konsep ini didasarkan atas kesadaran dan pengertian bahwa bahaya akan timbul pada berbagai titik/tahapan produksi, namun upaya pengendalian dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya tersebut. Melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) pemerintah Indonesia juga telah mengadaptasi konsep HACCP menjadi SNI 01-
41
4852-1998 beserta pedoman penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai industri pangan di Indonesia. Menurut Borude et al., Penerapan HACCP pada pabrik pengolahan susu di Khyber Agro Pvt. dilaksanakan melalui 12 langkah meliputi pembentukan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi pengguna, pembentukan diagram alir, konfirmasi diagram alir, melakukan analisa bahaya, menentukan CCP, menetapkan batas kritis untuk setiap CCP, menetapkan prosedur pemantauan, menetapkan tindakan korektif, menetapkan prosedur verifikasi, membangun dokumentasi dan pencatatan. Penerapan HACCP dapat meningkatkan kualitas susu pasteurisasi. Program pra syarat (GMP) dan program sebelum operasional merupakan pilar kokoh dari rencana HACCP. Sehingga SOP dan GMP wajib dibentuk untuk memastikan kualitas produk yang baik dan kebersihan pabrik. Identifikasi pengurangan jumlah bahaya (fisik, biolohi dan kimiawi) diperlukan karena kan menjamin keamanan produk pangan untuk diproduksi dan keamanan konsumen. Dengan adanya HACCP dapat menurunkan biaya kegagalan atau keamanan produk.
4.8. Penyusunan dan Penenrapan HACCP pada KUD DAU 4.8.1 Pembentukan Tim HACCP Tim HACCP merupakan langkah pertama yang harus dilakukan jika KUD DAU ingin merapakan HACCP. Tim HACCP sebaiknya berisi berbagai orang yang berbeda disiplin ilmu (multidisiplin ilmu) sehingga akan lebih bijak ketika mempertimbangkan berbagai hal. Komposisi Tim HACCP idealnya melibatkan : 1. Staff Quality Assurance atau Staff Quality Control. 2. Personil Bagian Produksi (mengerti bahan baku dan proses produksi) 3. Personil dari bagian Teknis/Engineering Berdasarkan Tim HACCP yang telah terbentuk harus dipilih seseorang untuk menjadi Ketua Tim HACCP yang bertanggung jawab dalam hal menentukan dan mengontrol lingkup HACCP yang akan digunakan, mengarahkan disain dan implementasi Sistem HACCP dalam pabrik, mengkoordinasi dan mengetuai pertemuan Tim, menentukan apakah sistem HACCP yang dibentuk telah memenuhi ketentuan Codex, memperhatikan pemenuhan sistem terhadap peraturan-peraturan atau standar yang berlaku dan kefektivitas dari sistem HACCP yang akan dibuat, memelihara dokumentasi atau rekaman HACCP,
42
memelihara dan mengimplementasi hasil-hasil audit internal sistem HACCP, mempunyai keahlian komunikasi dan kepemimpinan, serta mempunyai perhatian yang tinggi terhadap jenis usaha yang dijalankan. Kemudian anggota Tim HACCP juga harus memutuskan lingkup HACCP yang meliputi dimana harus memulai, dimana harus berhenti dan apa saja yang harus
dimasukkan
dalam
sistem
HACCP.
Tim
HACCP
juga
harus
mensosialisasikan sebab - sebab KUD ingin menerapkan sistem HACCP.Tim HACCP harus memiliki pengertian tentang produk selengkap mungkin. Semua komposisi produk secara rinci harus diketahui dan dimengerti. Informasi ini akan sangat penting untuk bahaya mikrobiologis karena komposisi produk harus diperiksa berkaitan dengan kemampuan patogen untuk tumbuh. Pada Tabel 7 akan kami berikan contoh pembentukan Tim HACCP KUD DAU yang kami sesuaikan dengan informasi terkait struktur organisasi yang kami dapatkan. Tabel 7. Tim HACCP Nama Wahyu Kembar
Mujiono Rini Sulistyowati Siti Afifiah Mulyono Slamet Rochman Edy Purwanto Hartono
Fungsi Dalam Tim HACCP Ketua Tim HACCP
Jabatan dalam KUD Koordinator Pasca Panen
Anggota HACCP Anggota Tim HACCP Anggota Tim HACCP Anggota Tim HACCP Anggota Tim HACCP Anggota Tim HACCP Anggota Tim HACCP
Laboran
Tim
Bidang Keahlian Distribusi, Pemasaran dan Pengolahan Produk Mikrobiologi
Admin Keuangan Formulator
Keuangan
Koordinator Maintenance Staf Pengadaan Koordinator Komputer Koordinator Produksi
Maintenance Mesin
Kimia
PPIC IT Pengolahan Produk
4.8.2 Deskripsi Produk Mendeskripsikan produk dimulai dengan menjelaskan secara rinci komposisi produk tersebut, misal pada susu komposisinya dari susu, gula, perasa, pewarna dan sebagainya. Struktur fisika/kimia misal Aw, pH dari produk tersebut berapa. Pengemasan yang dibuat lebih menarik lagi dan mampu untuk melindungi
produk
dengan
maksimal.
Informasi
keamanaan,
perlakuan
pengolahan seperti perlakuan panas/dingin, pengasapan atau penggorengan,
43
penyimpanan produk seperti kondisi masa simpan dan metode distribusi yang digunakan pada produk. Deskripsi produk secara singkat dapat berupa nama produknya, komposisi, karakteristik produk akhir, metode pengawetan, pengemasan-primer dan sekunder, kondisi penyimpanan, metode distribusi, masa simpan, pelbelan khusus pada kemasan, dan persiapan konsumen. Didalam menetapkan diskripsi produk, perlu diperhatikan dan diidentifikasi informasi yang akan berkaitan dengan program HACCP, agar memberi petunjuk dalam rangka identifikasi bahaya yang mungkin terjadi, serta untuk membantu pengembangan batas-batas kritis. Dapat dicontohkan pada deskripsi produk susu pasteurisasi di Tabel 8. Tabel 8. Contoh deskripsi produk susu pasteurisasi 1 Nama Produk Susu Pasteurisasi DAU 2
Komposisi
Susu, gula, perasa (cokelat, melon, strawberry), pewarna
3
Pengemasan primer
Cup dan botol plastic
4
Pengemasan sekunder
Kardus karton
5
Metode pengawetan
Pasteurisasi
6
Kondisi pentimpanan
1 minggu pada refrigerator dan 1-2 hari pada suhu ruang
7
Cara distribusi
Suhu dingin <200C
8
Masa kadalluarsa
1 minggu pada penyimpanan di refrigerator
9
Tujuan konsumen
10 Cara penyimpanan konsumsi
Semua konsumen Dapat disimpan di lemari es atau langsung di konsumsi
4.8.3 Identifikasi Pengguna Identifikasi pengguna yang dimaksudkan adalah bagaimana cara produsen mengidentifikasi untuk siapa produk yang dihasilkan. Konsumen yang dimaksud adalah dengan kriteria jenis kelamin, usia dan kondisi konsumen. Tujuan penggunaan ini harus didasarkan kepada manfaat yang diharapkan dari produk oleh pengguna atau konsumen. Pengelompokan konsumen penting dilakukan untuk menentukan tingkat resiko dari setiap produk. Tujuan penggunaan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi apakah produk tersebut dapat didistribusikan kepada semua konsumen atau hanya konsumen
44
khusus yang sensitif (misal pada konsumen yang memiliki alergi terhadap susu sapi). Sedangkan cara menangani dan mengkonsumsi produk juga penting untuk selalu memberi perhatian, misalnya produk produk siap santap memerlukan perhatian khusus untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
4.8.4 Pembuatan Diagram Alir Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya. Bagan alir yang dibuat berdasarkan pengamatan terhadap proses produksi susu pasteurisasi di KUD DAU. Digram alir proses produksi digambarkan dengan peta proses operasi atau Operation Process Chart (OPC). Peta proses operasi (OPC) proses produksi susu pasteurisasi di KUD DAU dapat dilihat pada Gambar 12. Susu Segar 0-1
Memasang pipa stainless steel untuk mengalirkan susu
0-2 i-1
Mengalirkan susu dari truk ke dum tank, sekaligus pengujian
0-3
Mendinginkan susu di plate coole
0-4
Mengalirkan susu ke tempat sementara di transit tank
0-5
Mengalirkan susu ke tempat sementara di transit tank
0-6
Memanaskan susu
0-7
Perasa
Memecah lemak pada susu
0-8
Mengalirkan susu ke tempat sementara di transit tank
0-9
Memanaskan susu kembali
0-10
Mendinginkan susu di plate coole
0-11
Mencampur
Mengemas susu 0-12
Menyimpan
45
Gambar 12. Peta Proses Operasi Produksi Susu Pateurisasi Keterangan Simbol
Kegiatan
Jumlah
Operasi
12
Inspeksi
1
Penyimpanan
1
Berdasarkan penjelasan pada gambar 1 menjelaskan peta proses operasi susu pasteurisasi di KUD DAU. Selama proses produksi berlangsung terdapat 12 kali operasi meliputi: proses pemasangan pipa stainless steel untuk mengalirkan susu, kemudian mengalirkan susu dari truk ke dump tank, membandingkan susu di plate cooler, mendinginkan susu di cooling bahan baku, mengalirkan susu ke temat sementara di transit tank, memanaskan susu, memecah lemak pada susu, memisahkan lemak, memanaskan susu kembali, mendinginkan susu di plate cooler, mencampur susu dengan perasa, mengemas susu dan penyimpanan. Proses inspeksi sebanyak 1 kali terdapat pada saat mengalirkan susu ke truk ke dump tank dan 1 kali proses penyimpanan di proses terakhir. 4.8.5 Konfirmasi Diagram Alir dengan Pihak Lapangan Diagram alir yang telah dibuat sebaiknya segera dikonfirmasikan dengan pelaksanaan dilapangan. Kegiatan ini bertujuan untuk meninjau operasinya atau membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi yang sesuai dengan keadaan dilapangan. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan sebagai arsip.
4.8.6 Analisa Bahaya 4.8.6.1 Analisa Bahaya Bahan Baku Bahaya dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat mempengaruhi kualitas produk dan kesehatan konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut yang dapat berupa cemaran biologis, kimia atau fisik di dalam, atau kondisi dari makanan dengan potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan. Sebelum melakukan analisa bahaya langkah yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi bahaya yang mungkin dapat terjadi pada proses produksi susu
46
pasteurisasi di KUD DAU. Setelah teridentifikasi maka dapat dianalisa bahayanya. Pada Tabel 9 dapat dilihat Analisa Bahaya Bahan Baku Susu Pasteurisasi. Tabel 9. Analisa Bahaya Bahan Baku Tahap Jenis Justifikasi Bahaya Proses Bahaya F K Penerimaan susu segar B Penerimaan F Gula K B Penerimaan F Bubuk K Cocoa B Penerimaan F Pewarna K Merah B Penerimaan F Pewarna Hijau K Penerimaan F Essence Strawberry Penerimaan F Essence Melon Essence F Mocca Essence F Vanilla Essence F Cream Flavor
Warna susu tidak putih kekuningan, susu encer sekali, terdapat gumpalan Karbonat= positif Alkohol = positif Antibiotik=positif Kadar lemak >5% TPC> 2 juta TCC>200.000 Gula menggumpal, terdapat hama atau serangga Ph <6,5 Air>1% TPC>200.000 Tidak berbentuk bubuk, tidak kering Ph <7,00 Air >4,5% TPC>5000 Tidak berbentuk bubuk, tidak kering Ph <6,5 TPC>5000 Tidak berbentuk bubuk, tidak kering, tidak berwarna hijau Ph <6,5 Tidak beraroma khas strawberry
Evaluasi Bahaya (Signifikansi Bahaya) Ml
+
Mm
++
Mm
++
Mm
++
Ml
+
Ml Mm
+ ++
Ml
+
Ml Mm Ml Ml
+ ++ + +
Mm
++
Ml
+
Mm
++
Mm
++
Mm
+
Mm
+
Mm
++
Tidak beraroma khas melon
Cair kuning muda, tidak beraroma mocca Warna kuning rasa sedikit hambar Tekstur kasar berwarna kuning
4.8.6.2 Analisa Bahaya Proses Produksi Bahaya dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat mempengaruhi kualitas produk dan kesehatan konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut yang dapat berupa cemaran biologis, kimia atau fisik di dalam, atau kondisi dari
47
makanan dengan potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan. Sebelum melakukan analisa bahaya langkah yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi bahaya yang mungkin dapat terjadi pada proses produksi susu pasteurisasi di KUD DAU. Setelah teridentifikasi maka dapat dianalisa bahayanya. Identifikasi yang pertama adalah menganalisis adanya bahaya pada bahan baku. Selanjutnya adalah identifikasi bahaya pada proses produksi yang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Analisa Bahaya Proses Produksi Tahap Jenis Justifikasi Bahaya Proses Bahaya Penerimaan susu segar Penyimpanan pascapanen
F
Adanya material asing (serpihan debu)
F K MB
Tidak ada Aktivasi enzim oleh bakteri Pertumbuhan bakteri patogen (E.colli coliform, S. Aurus) Material asing (kertas, plastik dari raw material)
Pencampura F n bahan makanan K Filtering
F K MB Homogenisas F i K MB Pasteurisasi F (heating and K cooling) MB Pendinginan F storage tank K MB Pengisian F dan K pengemasan MB Penyimpanan stock
F K MB
Raw material yang tidak sesuai formulasi yang tidak ditentukan Material asing (kotoran, dsb) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Bakteri patogen tidak mati Tidak ada Tidak ada Pertumbuhan bakteri patogen Material asing (kemasan dsb) Tidak ada Recontamination kebocoran pack integrity Kemasan rusak saat penumpukkan stock Tidak ada Bakteri tumbuh akibat suhu penyimpanan tidak stabil
48
Evaluasi Bahaya (Signifikansi Bahaya) Ml +
Mm
++
L1
+
LI
++
L1
+
LI
+
Mm
+
LI Lm
+ ++
MI
+
Mm
++
4.8.7 Penentapan CCP Pada
bagian
kedua
dari
pengembangan
HACCP
adalah
pengembangan/penentuan Critical Control Point (CCP). Tahap ini merupakan kunci dalam menurunkan atau mengeliminasi bahaya-bahaya (hazards) yang sudah diidentifikasi. CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi hazard pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya. CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Namun demikian penetapan lokasi CCP hanya dengan keputusan dari analisa signifikansi bahaya dapat menghasilkan CCP yang lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan. Sebaliknya juga sering terjadi negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat membahayakan keamanan pangan. Disamping system Codex yang hanya menggunakan satu jenis diagram kepurtusan, terdapat pula format lain yang menggunakan 3 jenis diagram keputusan (Gambar 13, 14, 15) untuk menentukan CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi. Penentuan critical control point (CCP) Susu Pasteurisasi KUD DAU dapat dilihat pada Tabel 11.
49
Gambar 13. Decision Tree untuk Penetapan CCP pada Bahan Baku
Gambar 14. Decision Tree untuk Penetapan CCP pada Komposisi
Gambar 15. Decision Tree untuk Penetapan CCP pada Proses Produksi
50
51
Tabel 11. Penentuan Critical Control Point (CCP) Susu Pasteurisasi KUD DAU Manajemen Risiko adalah No Proses 1 Pasteurisasi
Bahaya Signifikan Biologis : mikroorganisme (Salmonella, E.coli, B.cereus, S aureus) Pengemasan Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Bacillus sp, Clostridim sp Fisik : debu, rambut Kimia : alkohol
P1 P2 P3 P4 P5 CCP Alasan Keputusan Y Y Y T T CCP Proses ini dilakukan untuk mengurangi bahaya yang dapat terjadi
2
Y
T
Y
T
-
CCP Kontaminasi terjadi pada taraf yang tidak aman
Y
Y
-
-
-
Y
Y
-
-
-
CCP Kontaminasi berasal dari pekerja dan lingkungan CCP Langkah ini dibuat untuk mengebdalikan bahaya
4.8.8 Penentuan Batas Kritis Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat merupakan bahan mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun harus spesifik. Sudarmaji (2009) menyatakan pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat kelembaban, kadar air (Aw), ketersediaan klorin, dan parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur. Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP, dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diperinci pada suatu tahap tertentu. Kriteria yang kerap
kali
dipergunakan
mencakup
pengukuran
suhu,
waktu,
tingkat
kelembaban, pH, Aw dan chlorine yang ada, dan parameter yang berhubungan dengan panca indra seperti kenampakan dan tekstur. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini harus selalu tidak dilanggar untuk menjamin bahwa CCP secara efektif mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Berikut adalah tabel batas kritis yang diimplementasikan pada susu pasteurisasi di KUD DAU (Tabel 12.)
52
Tabel 12. Penentuan Batas Kritis Susu Pastuerisasi di KUD DAU CCP Komponen kritis Batas kritis Pasteurisasi Suhu 85-92oC
Pengemasan
Waktu
15-20 detik
Flow rate
2000 L/jam
Konsentrasi
H2O2 33-40%
4.8.9 Penetapan Prosedur Monitoring Pemantauan atau monitoring dalam HACCP didefinisikan sebagai pengecekan terhadap suatu prosedur pelaksanaan pengolahan dan dalam suatu penanganan pada CCP yang dapat dikendalikan dengan pengujian dan pengamatan sehingga CCP dapat dikendalikan dan dapat menjamin keamanan produk. Winarno dan Surono menyatakan (2004), biasanya perlu dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan praktis. Terdapat lima macam pemantauan yang penting dilaksanakan antara lain, pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi. Pemantauan dilakukan oleh manager produksi yang dapat mengambil keputusan dan berwenang dalam proses pengontrolan produksi. Pemantauan CCP pada pembuatan susu pasteurisasi di KUD DAU dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Pemantauan CCP pada pembuatan susu pasteurisasi di KUD DAU No. CCP Pemantauan 1.
Pasteurisasi
Apa
Kontrol pasteurisasi
Dimana
Unit pasteurisasi
Kapan
Selama proses pasteurisasi berlangsung
Siapa
Operator unit pasteurisasi
Bagaimana
Kontrol dan kalibrasi suhu, waktu, dan flow rate
2.
Kemasan
Apa
Mengendalikan
konsentrasi
H2O2 33-40% Dimana
Mesin packaging
Kapan
Setiap
awal
dan
selama
proses filling berlangsung Operator filling
Siapa
53
Bagaimana
Mengontrol konsentrasi H2O2 dari awal dan selama proses filling berlangsung
4.8.10 Tindakan Koreksi Terdapatnya tindakan koreksi dalam pengendalian CCP yaitu berfungsi sebagai pencegahan yang terjadi terhadap batas kritis yang ditemukan dalam setiap proses pengolahan. Jika terdapatnya kesalahan atau kegagalan dalam proses produksi, maka tindakan koreksi ini harus segera dilaksanakan. Tindakan koreksi ini harus dapat mengurangi potensi bahaya yang dapat terjadi sehingga dapat diterima sesuai dengan persyaratan yang diizinkan.Tindakan korektif terdiri dari dua level, diantaranya tindakan segera (Immediete Action) dan tindakan pencegahan (Preventative Action). Tindakan segera terdiri dari penyesuaian proses agar menjadi terkontrol kembali dan menangani produk-produk yang dicurigai terkena dampak penyimpangan. Tindakan pencegahan terdiri dari pertanggungjawaban untuk tindakan koreksi dan pencatatan tindakan koreksi. Tindakan korektif pada setiap CCP dalam pembuatan susu pasteurisasi di KUD DAU dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Tindakan korektif CCP pembuatan susu pasteurisasi di KUD DAU Tindakan Korektif No. CCP Tindakan Segera Tindakan Pencegahan 1. Pasteurisasi - Menghentikan Melakukan tindakan proses pasteurisasi inspeksi pada - Melakukan re-work pengecekan suhu dan produk waktu secara berkala 2.
Kemasan
- Menghentikan proses pengemasan jika terjadi penyimpanan - Melakukan re-work produk
- Melakukan tindakan inspeksi untuk mengendalikan konsentrasi H2O2
4.8.11 Menetapkan prosedur verifikasi Prosedur verifikasi dalam HACCP yaitu melakukan pemeriksaan terhadap semua program HACCP sudah sesuai dengan rencana atau masih terjadi penyimpangan. Verifikasi yang dilakukan dapat mencakup peninjauan terhadap sistem HACCP dan catatannya, peninjauan terhadap penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang berada dalam pengendalian, serta
54
melakukan pemeriksaan (audit) metode, prosedur dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi
dilanjutkan
dengan
pengambilan
sampel
secara
acak
dan
menganalisanya. Prosedur verifikasi diakhiri dengan validasi sistem untuk memastikan
sistem
sudah
memenuhi
semua
persyaratan
Codex
dan
memperbaharui sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan dalam proses produksi. Sudarmaji (2009) menyatakan bahwa, verifikasi tidak pernah menggantikan pemantauan. Verifikasi hanya dapat memberikan tambahan informasi untuk meyakinkan kembali kepada produsen bahwa penerapan HACCP akan menghasilkan produksi makanan yang aman (ILSI-Eropa, 1996). Prosedur verifikasi susu pasteurisasi di KUD DAU dapat dilihat pada Tabel 15
55
Tabel 15. Prosedur Verifikasi Susu Pasteurisasi di KUD DAU Unit Tujuan Aktivitas No. Apa Dimana Kenapa 1. Penerimaan bahan Penerimaan bahan Mengechek kualitas baku baku susu segar 2. Penyimpanan Penerimaan bahan Menjaga kondisi penerimaan bahan baku susu segar agar baku tetap dingin dan tidak rusak 3. Filtering Proses Mengecheck filter tetap bersih dan tidak ada bloking 4. Homogenisasi Proses Tidak ada lapisan yang terbentuk, tercapainya tekanan yang diinginkan 5. Pasteurisasi Proses Waktu dan suhu pasteurisasi tercapai 6.
Pendinginan
Proses
7.
Pencampuran bahan tambahan Homegenisasi
Proses
8.
9.
Filling Pengemasan
Proses
dan Proses
Metode
Frekuensi
Tanggung jawab Bagaimana Kapan Siapa Check kimia dan Setiap kedatangan Kepala unit dan mikrobiologi susu segar operator proses Check suhu Tiap 15 menit Kepala unit dan pada drum tank operator proses dan cooling tank Visual
Sebelum CIP Kepala unit dan (Clean in Place) operator proses
Pressure Gauge
Setiap 15 menit
Check Flow Tiap proses dimulai rate, suhu dan waktu Untuk menjaga Check suhu Setiap jam kondisi susu storage tank pasteurisasi pada suhu dingin Tiap blending Kesesuaian flavour Visual dan warna Pressure Gauge Tiap 15 menit Tercapainya tekanan dan dan mixing tank perataan produk Check flow rate Tiap mulai dan CIP suhu, selesai produksi konsentrasi bahan CIP
56
Kepala unit dan operator proses
Kepala Unit dan operator proses Kepala unit dan operator proses
Kepala unit dan operator proses Kepala unit dan operator proses Kepala unit dan operator proses
10.
Penyimpanan
Proses
Menjaga kondisi Check suhu Tiap mulai Kepala unit dan susu pada suhu refrigerator penyimpanan dan operator proses refrigerasi agar selesai proses kualitas susu tetap pengemasan dan terjaga jika terjadi penurunan voltage
57
4.8.12. Dokumentasi dan Rekaman Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dalam HACCP. Penyimpanan data merupakan bagian penting pada HACCP. Penyimpanan data dapat meyakinkan bahwa informasi yang dikumpulkan selama instalasi, modifikasi dan operasi sistem akan dapat diperoleh oleh siapapun yang terlibat dalam proses, juga dari pihak luar (auditor) (Sudarmaji, 2009). Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem HACCP adalah analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan tindakan korektif yang berhubungan. Pembuatan dokumentasi dan pencatatan sistem HACCP dilakukan oleh tim HACCP yang dibentuk dengan mekanisme administratif yang rapi sesuai dengan SOP dari perusahaan dan alur distribusi yang jelas terjamin kerahasiannya serta aturan perubahan dokumentasi yang jelas (Thaheer, 2005).
Setelah seluruh tahapan penerapan HACCP dilakukan maka kita dapat membuat HACCP Plan yang dapat dilihat pada Tabel 16.
58
Tabel 16. HACCP PLAN CCP
Batas Kritis
Prinsip 2
Prinsip 3
Pasteurisasi - Biologis : mikroorganisme (Salmonella, E.coli, B.cereus, S aureus)
Pengemasan - Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Bacillus sp, Clostridim sp
Apa
Dimana
Prosedur Monitoring Kapan Siapa Prinsip 4
Bagaimana
Tindakan Segera
Tindakan Korektif Tindakan Pencegahan Prinsip 5
Suhu = 85-92'C - Waktu = 15-20 detik - Flow Rate - 2000 L/jam
Menghentikan proses Selama Operator Kontrol dan pasteurisasi, Melakukan reKontrol Unit proses unit kalibrasi suhu, work produk pasteurisasi pasteurisasi pasteurisasi pasteurisas waktu, dan flow berlangsung i rate
Konsentrasi = H2O2 33-40%
Mengendalik Mengontrol Menghentikan proses Setiap awal an konsentrasi H2O2 pengemasan jika terjadi dan selama Operator konsentrasi Mesin penyimpanan dari awal dan packaging proses filling filling H2O2 33selama proses Melakukan re-work produk berlangsung 40% filling berlangsung
Pengemasan - Fisik : debu, rambut Pengemasan -Kimia : alkohol
59
Apa
Prosedur Verifikasi Dimana Tujuan Metode Frekuensi Tanggung Jawab Prinsip 6
Waktu Melakukan tindakan inspeksi pada dan pengecekan suhu dan waktu secara Pasteurisa suhu Proses berkala si pasteuri sasi tercapai
Melakukan tindakan inspeksi untuk mengendalikan konsentrasi H2O2
Pengemas Proses an
Check Flow Tiap rate, proses suhu dimulai dan waktu
Dokumentasi Prinsip 7
Mendokumentasikan seluruh tahapan mulai dari analisis bahaya Kepala Unit dan operator proses ccp, batas kritis, monitoring, korektif, verifikasi
Check Mendokumentasikan seluruh flow rate tahapan mulai dari suhu, Tiap mulai analisis bahaya Kepala unit dan CIP konsentr dan selesai operator proses ccp, batas kritis, monitoring, asi produksi korektif, verifikasi bahan CIP
DAFTAR PUSTAKA [FDA]. 1995. Sanitation, sanitary regulation and voluntary programs. In : Marriot & G. Norman (Ed). Principle of Food Sanitation. 3rd Edition. Chapman and Hall, New York. Pp 7. Aris. 2009. Struktur Organisasi Perusahaan. Bina Husada. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) Serta Pedoman Penerapannya. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-4852-1998. Buddy, I. 2000. TQM (Total Quality Management) Panduan Menghadapi Persaingan Global Edisi Revisi. Djambatan. Jakarta. Catur. 2010. Mesin dan Peralatan Industri Pertanian. UNSUT. Sumatera. Feigenbaum, A. V. 2004. Total Quality Control. Mc.Graw Hill Co. New York. Nasution, M.N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nurmawati. 2012. Proses Pembentukan Pola Perilaku Kerja Karyawan PT. Indopherin Jaya Melalui Budaya Organisasi 5S (Studi Kasus Pada Karyawan PT. Indopherin Jaya, Kota Probolinggo). Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang. Prasetyo, A.T. 2000. Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality Assurance Industri Pangan. Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang. Sari, A., Azlia, W dan Yunarti, R. 2015. Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Pada Proses Pembuatan Keripik Tempe. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 14, No. 1 Sartika, R. A. D., Indrawani, Y., Sudiarti, T. 2005. Analisis Mikrobiologi E. Coli O157:H7 pada Hasil Olahan Hewan Sapi dalam Proses Produksinya. Makara Kesehatan 9 (1): 23-28. Siregar, S. B. 2001. Peningkatan Kemampuan Berproduksi Susu Sapi Perah Laktasi Melalui Perbaikan Pakan dan Frekuensi Pemberiannya. J. Ilmu Ternak Vet. 6 (2): 7 6- 82. Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
60
Tjiptono, F dan Diana, A. 2001. Total Quality Management Edisi Revisi. Gramedia. Yogyakarta.
61