BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gagal jantung kongestif ( Congestive Heart Failure) adalah sindrom klinis akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi natrium dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini dapat terjadi dalam paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah gagal jantungnya pada sisi kanan atau menyeluruh.1 Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka panjang dapat diikuti gagal jantung kiri. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi pada saat yang sama maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Gagal jantung kongesif biasanya dimulai lebih dulu oleh gagal jantung kiri dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan.2 Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya.3 Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.3
1
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. 3 Salah satu penegakan diagnosis adanya gagal jantung adalah pemeriksaan foto rontgen toraks yang dapat menggambarkan ukuran dan bentuk jantung serta kondisi kedua paru.4 Untuk itu penting bagi mahasiswa kedokteran dan para dokter untuk memahami tanda-tanda penting pada gambaran foto rontgen toraks pada keadaan gagal jantung.1
1.2. Rumusan Masalah
Pembahasan refrat dibatasi pada anatomi dari jantung, definisi gagal jantung, etiologi terjadinya gagal jantung, patofisiologi terjadinya gagal jantung, klasifikasi gagal jantung, Cara diagnosis gagal jantung, cara mendiagnosis gagal jantung berdasarkan radiologi dan penatalaksanaan gagal jantung.
1.3. Tujuan
Penulisan refrat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai gagal jantung dan juga sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian Radiologi RSPBA Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Jantung 2.1.1. Bentuk dan letak jantung
Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas. Jantung yang normal terletak di rongga dada sebelah kiri, di dalam ruang mediastinum. Apeks jantung menghadap ke kiri depan bawah. Besar jantung lebih kurang sebesar kepalan tangan pemiliknya. Pada bayi ukurannya relatif lebih besar daripada dewasa. Pada bayi, perbandingan jantung terhadap rongga dada (rasio kardiotoraks) mencapai 60%, pada anak besar sampai dewasa muda mencapai 50%.5,6
Gambar 1. Letak Jantung6
2.1.2. Lapisan jantung
Lapisan otot jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri
3
dari fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan perikardium terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan perikardium visceral (lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan berfungsi sebagai pelumas. 5 Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung. Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung yang memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat istimewa yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik. 5 Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda. Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai tahanan aliran darah lebih besar.5 Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang merupakan tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel. Lapisan endokardium merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu aliran darah.6
4
Gambar 2. Lapisan jantung6
2.1.3. Ruang-Ruang Jantung
Jantung terdiri dari empat ruang, dua ruang berdinding tipis disebut atrium dan dua ruang berdinding tebal disebut ventrikel.6 1. Atrium
Atrium kanan. Berfungsi menampung darah yang rendah oksigen dari seluruh tubuh yang mengalir dari vena kava superior dan inferior serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru-paru.6
Atrium kiri. Berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru melalui empat buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.6
2. Ventrikel
Ventrikel kanan. Berfungsi memompakan darah dari atrium kanan ke paruparu melalui vena pulmonalis.6
5
Ventrikel kiri. Berfungsi memompakan darah yang kaya oksigen dari atrium kiri ke seluruh tubuh melalui aorta.6
6
Gambar 3. Ruang-Ruang Jantung
2.1.4. Katup Jantung
Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan katup yang menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup semilunar.6 Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung sebelumnya sesaat setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau diastolik. Tiap bagian daun katup jantung diikat oleh chordae tendinea sehingga pada saat kontraksi daun katup tidak terdorong masuk keruang sebelumnya yang bertekanan rendah. Chordae tendinea sendiri berikatan dengan otot yang disebut muskulus papilaris.6
Katup atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan disebut katup trikuspidalis.
6
Katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri disebut katup bikuspidalis atau katup mitral. Katup atrioventrikuler memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel pada saat diastolik dan mencegah aliran balik pada saat ventrikel berkontraksi memompa darah keluar jantung yaitu pada saat sistolik.6
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup semilunar yang lain adalah katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan asendence aorta yaitu katup aorta.6
Gambar 4. Katup Jantung6
2.1.7. Sirkulasi jantung
Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian terdapat juga sirkulasi koroner yang juga berperan sangat penting bagi sirkulasi jantung.6
Sirkulasi Sistemik
7
1. Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh. 2. Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda. 3. Memerlukan tekanan permulaan yang besar. 4. Banyak mengalami tahanan. 5. Kolom hidrostatik panjang.6
Sirkulasi Pulmonal 1. Hanya mengalirkan darah ke paru. 2. Hanya berfungsi untuk paru-paru. 3. Mempunyai tekanan permulaan yang rendah. 4. Hanya sedikit mengalami tahanan. 5. Kolom hidrostatiknya pendek.6
Sirkulasi Koroner Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang cukup pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa oksigen untk miokardium melalui cabangcabang intramiokardial yang kecil-kecil.6
Gambar 5. Sirkulasi Sistemik dan Pulmonal6
8
2.2. Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan yang berlebih pada jantung, sehingga tidak mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.1 Gagal jantung kongestif ( congestive heart failure) adalah sindrom klinis akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi natrium dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini dapat terjadi dalam paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah gagal jantungnya pada sisi kanan atau menyeluruh.1 Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai dengan peninggian volume diastolik secara abnormal. Gagal jantung kongestif biasanya disertai dengan kergagalan pada jantung kiri dan jantung kanan.2 Keadaan ini dapat disebabkan olaeh karena gangguan primer otot jantung, atau beban jantung yang berlebihan, atau kombinasi keduanya. Beban jantung yang berlebihan pada preload atau beban volume terjadi pada defek dengan pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, atau fistula arteriovena. Sedangkan beban yang berlebihan pada afterload atau beban tekanan terjadi pada obstruksi jalan keluar jantung, misalnya stenosis aorta, stenosis pulmonal, atau koarktasio aorta.3
9
2.3. Epidemiologi
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.3 Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. 3
2.4. Etiologi
Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung : 1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung), yaitu : Kondisi miokardium normal, akan tetapi gangguan dari beban kerja yang berlebihan, biasanya kelebihan beban volume (preload) atau tekanan (afterload) akibat penyakit jantung bawaan atau didapat.3
10
2. Faktor miokardium, yaitu : Kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium, misalnya: a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik atau difteri. b. Otot jantung mengalami defisiensi nutrisi, seperti pada anemia berat. c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, misal kardiomiopati.3,4
2.5. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume
sekuncup,
dan
meningkatkan
volume
residu
ventrikel.
Dengan
meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru
11
dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.4 Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang. 4
Gambar 6. Mekanisme Edema Paru pada CHF9
2.6. Klasifikasi
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New
York Heart Association (NYHA) classification for heart failure membaginya menjadi 4 kelas, berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala, sebagai berikut :
12
1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas. 2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat. 3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas. 4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat beristirahat.5
Peningkatan
tekanan
vena
pulmonalis
atau
hipertensi
pulmonal
berhubungan dengan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) dan dapat di klasifikasikan
menjadi
beberapa
derajat
yang
sesuai
dengan
gambaran
radiologisnya pada foto toraks. Pengklasifikasian ini merupakan urut-urutan yang terjadi pada CHF. Menurut Elliots, klasifikasi hipertensi vena pulmonalis dibagi menjadi :7 1. Stage 1 : Pada stage 1 PCWP [13-18 mm]. Terjadi redistribusi dari pembuluh darah paru. Pada foto toraks PA normal, pembuluh darah pada lobus atas lebih kecil dan sedikit dibanding pembuluh darah pada lobus bawah paru. Pembuluh darah paru yang beranastomosis memiliki kapasitas reservoir dan akan mengalir pada vaskular yang tidak menerima perfusi darah,
13
sehingga menyebabkan terjadinya ditensi pada vaskular yang telah mendapat perfusi darah. Hal ini mengakibatkan terjadinya redistribusi pada aliran darah pulmonal. Awalnya terjadi aliran darah yang sama, kemudian terjadi redistribusi aliran darah dari lobus bawah menuju lobus atas. Pada gambaran radiologis tampak redistribusi dari pembuluh darah paru, kardiomegali, dan broad vascular pedicle.7 2. Stage 2 : Pada stage 2, PCWP [18-25 mm]. Tahap ini ditandai oleh kebocoran cairan kedalam interlobular dan interstitial peribronkial sebagai akibat dari meningkatnya tekanan di dalam kapiler paru. Saat kebocoran cairan masuk ke dalam septum interlobular perifer, akan tampak gambaran garis Kerley B pada foto toraks. Saat kebocoran cairan masuk ke dalam interstitial peribronkovaskular, pada foto toraks akan tampak gambaran penebalan pada dinding bronkus yang disebut peribronchial cuffing dan pengaburan pembuluh darah paru (perihilar haze). Selain itu, fisura interlobaris juga akan terlihat menebal pada foto toraks. 7 3. Stage 3 : Pada stage ini, PCWP [> 25 mm]. Tahap ini ditandai dengan berlanjutnya kebocoran cairan menuju interstitial, yang tidak dapat dikompensasi oleh drainase limfatik. Hal ini akan mengakibatkan kebocoran cairan menuju alveoli (edema alveolar) dan kebocoran cairan menuju cavum pleura (efusi pleura). Pada foto toraks akan tampak gambaran konsolidasi, air
bronchogram, cotton woll appearance, dan efusi pleura.7
14
4. Stage 4 : Pada tahap ini terjadi proses hemosiderosis, osifikasi (tampak pada hipertensi pulmonum yang lama).7
7 Gambar 7. Klasifikasi CHF pada Gambaran Radiologi.
2.8. Manifestasi Klinis
Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi menjadi 2 yaitu 15upture15 mayor dan 15upture15 minor. Diagnosis ditegakkan dari dua 15upture15 mayor atau satu 15upture15 mayor dan dua 15upture15 minor harus ada di saat bersamaan.1 Kriteria mayor : 1. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea. 2. Peningkatan tekanan vena jugularis 3. Ronkhi basah tidak nyaring 4. Kardiomegali 5. Edema paru akut 6. Irama derap S3
15
7. Peningkatan tekanan vena >16 cm H 20 8. Refluks hepatojugular.1 Kriteria minor : 1. Edema pergelangan kaki 2. Batuk malam hari 3. Dispneu d’effort 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura1
2.9.Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri ataupun gabungan dan: (1) beban awal, (2) kontraktilitas, dan (3) beban akhir. Penanganan biasanya dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA kelas fungsional II). Regimen penangangan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai respons klinis yang diinginkan. Eksaserbasi akut dan gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung berat dapat menjadi alasan untuk perawatan di rumah sakit dan penanganan yang lebih agresif. 11 Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.11
16
1.
Non Farmakalogi : a. Anjuran umum : 1)
Edukasi
:
terangkan
hubungan
keluhan,
gejala
dengan
pengobatan. 2)
Aktivitas 17uptur dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih 17upt dilakukan.
3)
b.
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.11
Tindakan Umum : 1)
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
2)
Hentikan rokok
3)
Hentikan 17upture pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.
4)
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
5)
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.11
17
2.
Farmakologi Terapi
farmakologik
terdiri
atas
panghambat
ACE,
Antagonis
Angiotensin II, 18upture18, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.10 a.
Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit 18upture18 18upture dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop 18upture18 atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis 18upture18 dapat dinaikkan, berikan 18upture18 intravena, atau kombinasi loop 18upture18 dengan tiazid. Diuretik hemat kalium,
spironolakton,
dengan
dosis
25-50
mg/hari
dapat
mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.10 b.
Penghambat
ACE
bermanfaat
untuk
menekan
aktivitas
neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.10 c.
Penyekat
Beta
bermanfaat
sama
seperti
penghambat
ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan 18upture ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan 18upture18.10
18
d.
Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi terhadap ACE 19upture19l.10
e.
Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama 19upture19, ACE inhibitor, beta blocker.10
f.
Antikoagulan
dan
antiplatelet.
Aspirin
diindikasikan
untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli, 19upture19la
dan
Trancient
Ischemic
Attacks,
19upture19
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.10 g.
Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah kematian mendadak.10
h.
Antagonis
kalsium
dihindari.
Jangan
menggunakan
kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.10 Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi 19upture19la serta
19
meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.
10
Penderita gagal jantung akut 20uptur dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti 20upture otot papilari akut maupun defek septum ventrikel pasca infark. 10 Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat 20upture20la anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. 10 Pemberian
loop
20upture20
intravena
seperti
furosemid
akan
menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada
20
upture. Loop upture juga meningkatkan produksi prostaglandin upture lat renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.10 Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.10 Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan21upture21lat) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam.10 Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5
g/kg/menit.10
Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,
21
aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1 g/kg/menit.10
menit dilanjutkan dengan uptur 0,01
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata – rata > 65 mmHg. 10 Pemberian 22upture22 2
g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5
g/kg/mnt akan merangsang reseptor
22upture22la beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 – 15
g/kg/mnt akan merangsang reseptor upture la alfa dan beta
yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian upture akan merangsang reseptor upture22la 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan upture sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 2,5 – 15
g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis
g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis
yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 – 20 Phospodiesterase
inhibitor
g/kg/mnt.10
menghambat
penguraian
cyclic-AMP
menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya
22
digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25
g/kg bolus 10 –20 menit kemudian uptur 0,375 – 075
g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25– 0,75
g/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5
μg/kg/mnt.10 Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan uptur kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5
g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1
μg/kg/mnt.10 Penanganan
yang
lain
adalah
terapi
penyakit
penyerta
yang
menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita 23uptur dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan
preload
dan
afterload.
Tekanan
darah
diturunkan
dengan
menggunakan obat seperti lood upture intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine). Loop upture diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi upture l dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantungharus diterapi.10
23
Penanganan upture yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,
pemasangan
pacu
jantung,implantable
cardioverter
upture24lator,
ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok
kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau upture septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi.
Implantable cardioverterdevice bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.
10
24
BAB III GAMBARAN RADIOLOGI GAGAL JANTUNG KONGESTIF
3.1 Pemeriksaan Radiografi Thorax
Pemeriksaan radiografi toraks dilakukan untuk menilai jantung, paru, mediastinum dan dinding dada. Pemeriksaan radiografi toraks untuk menilai jantung dan paru sangat penting untuk penilaian awal dan merupakan pelopor untuk pemeriksaan berikutnya.12 Radiografi toraks di baca dengan menempatkan sisi kanan foto (marker R) di sisi kiri pemeriksa atau sisi kiri foto (marker L) di sisi kanan pemeriksa. Pada radiografi toraks, jantung terlihat sebagai bayangan opak (putih) di tengah dari bayangan lusen (hitam) paru-paru.12 Syarat layak baca radiografi toraks, yaitu:
Identitas Foto yang akan dibaca harus mencantumkan identitas yang lengkap sehingga jelas apakah foto yang dibaca memang milik pasien tersebut.
Marker Foto yang akan di baca harus mencantumkan marker R (Right/ kanan) atau L (Left/ kiri).
Os scapula tidak superposisi dengan toraks Hal ini dapat tercapai dengan posisi PA, tangan di punggung daerah pinggang dengan sendi bahu internal rotasi.
25
Densitas cukup Densitas foto dikatakan cukup/ berkualitas jika corpus vertebra di belakang jantung terlihat samar.
Inspirasi cukup Pada inspirasi yang tidak adekuat atau pada saat ekspirasi, jantung akan terlihat lebar dan mendatar, corakan bronkovaskular akan terlihat ramai atau memadat karena terdorong oleh diafragma. Inpirasi dinyatakan cukup jika iga 6 anterior atau iga 10 posterior terlihat komplit. Iga sisi anterior terlihat berbentuk huruf V dan iga posterior terlihat menyerupai huruf A.
Simetris Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara prosesus spinosus dan sisi medial os clavikula kanan - kiri. Posisi asimetris dapat mengakibatkan gambaran jantung mengalami rotasi dan densitas paru sisi kanan kiri berbeda sehingga penilaian menjadi kurang valid.12
3.2 Radio Posisi 3.2.1 Thorax X-Ray
Jantung berada di sisi anterior rongga dada. Pada radiografi toraks dengan posisi berdiri, dimana sinar berjalan dari belakang ke depan (PA), maka letak jantung dekat sekali dengan film. Jika jarak dari fokus sinar ke film cukup jauh, maka bayangan jantung yang terjadi pada film tidak banyak mengalami pembesaran/ magnifikasi. Pada umumnya jarak fokus-film untuk radiografi jantung 1,8 – 2m. Bayangan jantung yang terlihat pada radiografi toraks proyeksi PA mengalami magnifikasi ± 5% dari keadaan sebenarnya. Lain halnya bila
26
radiografi dibuat dalam proyeksi antero-posterior (AP), maka jantung letaknya akan menjadi jauh dari film sehingga bayangan jantung akan mengalami magnifikasi bila dibandingkan dengan proyeksi PA. Hal yang sama akan terjadi pada radiografi yang dibuat dengan posisi telentang (supine) dengan sinar berjalan dari depan ke belakang (AP). Di sini bayangan jantung juga akan terlihat lebih besar dibanding dengan proyeksi PA dan posisi berdiri. Posisi AP dilakukan pada pasien yang tidak sanggup berdiri (posisi PA).12 Pada orang yang kurus dan jangkung (astenikus) jantung berbentuk panjang dan ke bawah. Ukuran vertikal jauh lebih besar daripada ukuran melintang. Diafragma letaknya mendatar sehingga jantung seolah tergantung (cor pendulum). Sebaliknya pada orang yang gemuk dan pendek (piknikus); letak jantung lebih mendatar dengan ukuran melintang yang lebih besar disertai diafragma yang letaknya lebih tinggi.
Bentuk dinding toraks seperti pectus
excavatum/ pigeon chest, pectus carinatum, kelainan pada kelengkungan vertebra seperti skoliosis, kifosis atau hiperlordosis dapat mempengaruhi bentuk dan letak jantung.12 Kelainan luas pada paru dapat mempengaruhi bentuk dan letak jantung. Fibrosis atau atelektasis dapat menarik jantung, sedangkan efusi pleura dan pneumotorak dapat mendorong jantung.12 1. Posteroanterior Projection (PA)13
a. Kecepatan kaset Kaset dengan kombinasi layaer-film (screen-film combination), kecepatan nominal adalah 200 dalam tempat kaset.
27
b. Ukuran kaset
35 x 43 cm
35 x 35 cm
24 x 30 cm (Untuk anak-anak)
Gunakan penanda Left atau Right
c. Sarat pemeriksaan
Apeks paru harus terlihat
Pajanan sebaiknya dilakukan pada saat inspirasi penuh: iga ke-10 posterior dan iga ke-6 anterior harus tampak diatas diafragma
Pastikan bahwa bagian bawah diafragma terlihat pada dua sisi, termasuk kedua sudut kostofrenikus
Struktur paru-paru dan tulang belakang harus dapat terlihat dibelakang jantung.13
Apeks paru terlihat
iga ke-10 posterior dan iga ke-6 anterior
Gambar 8. Sarat pemeriksaan foto thorax PA13
28
d. Prosedur pemeriksaan
Pasien masuk ke dalam kamar pemeriksaan, tentukan format kaset, dan letakan kaset dalam tempat kaset. Sejajarkan arah sinar terhadap susunan kaset tersebut.
Atur posisi pasien, pastikan bahu pasien ditekankan kedepan dengan benar. Sejajarkan kembali arah sinar jika mungkin
Beritahu pasien untuk menarik nafas dalam, lalu menahan nafas
Pajankan sinar X (expose)
Beritahu pasien untuk nafas biasa.13
Gambar 9. Posisi pasien (PA)13
2. Anteroposterior Projection (AP)13
a. Kecepatan kaset Kaset dengan kombinasi layaer-film, kecepatan nominal adalah 200 dalam tempat kaset. b. Ukuran kaset
35 x 43 cm
29
35 x 35 cm
24 x 30 cm (Untuk anak-anak)
Gunakan penanda Left atau Right
c. Sarat pemeriksaan
Apeks paru harus terlihat
Pajanan sebaiknya dilakukan saat inspirasi penuh
Pastikan bahwa bagian bawah diafragma terlihat pada dua sisi, termasuk kedua sudut kostofrenikus
Struktur paru-paru dan tulang belakang harus dapat terlihat dibelakang 13
jantung.
Apeks paru harus terlihat
Diafraga terlihat pada dua sisi, termasuk sudut costofrenikus Gambar 10. Sarat pemeriksaan foto thorax AP13
d. Prosedur pemeriksaan
Pasien masuk ke dalam kamar pemeriksaan, tentukan format kaset, dan letakan kaset dalam tempat kaset. Sejajarkan arah sinar terhadap susunan kaset tersebut.
Atur posisi pasien, pastikan pasien duduk tegak, sejajarkan lagi arah sinar jika mungkin.
Beritahu pasien untuk menarik nafas dalam, lalu menahan nafas
30
Pajankan sinar X (expose).
Beritahu pasien untuk nafas biasa.13
Gambar 11. Posisi pasien (PA)13
3. Lateral Projection13
a. Kecepatan kaset Kaset dengan kombinasi layaer-film, kecepatan nominal adalah 200 dalam tempat kaset. b. Ukuran kaset
35 x 43 cm
35 x 35 cm
24 x 30 cm (Untuk anak-anak)
c. Sarat pemeriksaan
Apeks paru harus terlihat
Sternum tampak lurus dari lateral
31
Pastikan bahwa bagian bawah diafragma terlihat 13
Apeks paru harus terlihat
Pastikan bahwa bagian bawah diafragma terlihat
Gambar 12. Sarat pemeriksaan foto thorax lateral 13
d. Prosedur pemeriksaan
Pasien masuk ke dalam kamar pemeriksaan, tentukan format kaset, dan letakan kaset dalam tempat kaset. Sejajarkan arah sinar terhadap susunan kaset tersebut.
Atur posisi pasien (biasanya lateral kiri), sebaiknya pasien berdiri tegak atau agak condong kedepan (sedikit bungkuk), jangan kebelakang. Gunakan lengan tempat kaset untuk membantu menyokong tubuh. Sejajarkan lagi arah sinarnya jika mungkin.
Beritahu pasien untuk menarik nafas dalam, lalu menahan nafas
Pajankan sinar X (expose).
Beritahu pasien untuk bernafas normal.13
32
Gambar 13. Posisi pasien (lateral) diafragma dikatakan mendatar.13
3.2.2 USG Thorax
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik noninvasif menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz (>20 kilohertz) untuk menghasilkan gambaran struktur organ di dalam tubuh. Pemeriksaan USG thorax lebih aman dibanding dengan pemeriksaan computed tomography scaning (CT Scan) dan radiologi karena tidak menggunakan radiasi. USG thorax dibandingkan dengan magnetic resonance imaging (MRI) lebih aman karena tidak menggunakan medan magnet yang kuat. 6 Indikasi penggunaan USG thorax pada awalnya hanya terbatas pada kasuskasus gawat darurat. Penggunaan pada kasus darurat dikarenakan pemeriksaan radiologi membutuhkan ruang khusus dan alat yang lebih besar dan rumit untuk dijalankan sedang USG thorax lebih kecil dan tidak memerlukan ruangan khusus. Penggunaan USG thorax dapat langsung dikerjakan disamping tempat tidur pasien
33
tanpa harus memindahkan pasien. Pemeriksaan juga dapat langsung dilakukan oleh dokter diruang gawat darurat tanpa perlu dokter ahli radiologi.6 Indikasi penggunaan USG thorax : a. Membedakan efusi pleura atau penebalan pleura b. Mendeteksi efusi pleura dan pemandu untuk punksi terutama efusi yang minimal dan terlokalisir c. Membedakan efusi pleura dan kelumpuhan diafragma, dilihat dari gambaran radiologi meragukan d. Menentukan pneumothorax terutama dalam keadaan gawat darurat dan peralatan radiologi tidak tersedia atau masih menunggu lama hasil radiologi e. Menilai invasi tumor ke pleura atau dinding dada dan memandu biopsi jarum untuk tumor f.
Mengevaluasi pasien dengan pleuritis yang sangat nyeri. 6
Kelebihan dan kekurangan USG thorax dapat dilihat pada tabel : 6
34
Transthoracic dada US dapat dilakukan dengan unit US modern. Sebuah 25-MHz penyelidikan lengkung memungkinkan visualisasi struktur yang lebih dalam, dan bidang pemindaian sektor memungkinkan bidang pandang yang lebih luas melalui jendela akustik kecil. Dinding dada, pleura, dan paru-paru dapat dengan
cepat disurvei dengan
probe lengkung.
Setelah
kelainan
telah
diidentifikasi, resolusi tinggi 7,5-10-MHz linear probe dapat digunakan untuk memberikan gambaran rinci dari setiap dinding dada, pleura, atau kelainan paruparu perifer. Kedua skala abu-abu dan warna Doppler pencitraan berguna untuk penilaian kelainan pleura dan parenkim. Mengangkat lengan di atas kepala pasien meningkatkan ruang rusuk jarak dan memfasilitasi pemindaian dengan pasien dalam tegak atau posisi telentang. Dada posterior terbaik dicitrakan dengan pasien duduk tegak, sedangkan anterior dan lateral dada dapat dinilai dalam posisi dekubitus lateral.
Gambar 14. Posisi probe pada USG thorax1
35
Gambar 15. Posisi probe lateral USG thorax1
Gambar 16. Posis probe1
Sebelum melakukan pemeriksaan US, penting untuk meninjau dada radiografi pasien untuk melokalisasi area of interest. Visualisasi maksimum dari paru-paru dan pleura ruang dicapai dengan scanning sepanjang ruang interkostal. Pemindaian harus dilakukan selama respirasi tenang, untuk memungkinkan untuk penilaian gerakan paru-paru normal, dan dalam respirasi ditangguhkan, ketika lesi dapat diperiksa secara detail dengan skala abu-abu atau warna Doppler US. Pada gambar skala abu-abu, yang echogenicity lesi dapat dibandingkan dengan hati dan ditandai sebagai hypoechoic, isoechoic, atau hyperechoic.13
36
Ketika Doppler warna yang digunakan, sensitivitas Doppler yang harus di set ke aliran rendah atau skala-kecepatan rendah (biasanya 0,25 m / detik). Filter dinding diatur untuk meminimalkan penolakan dari pergeseran frekuensi kecil dan untuk menghindari gangguan dari gerakan pernapasan atau jantung. Keuntungan warna Doppler meningkat sampai latar belakang seragam berwarna “badai salju” diperoleh dan kemudian menurun sampai hanya beberapa Speckles berwarna acak tetap.13 Ketika berdenyut-gelombang Doppler digunakan untuk mengevaluasi aliran pembuluh darah dalam lesi, itu penting untuk menjaga sudut Doppler pada 60 ° atau kurang. The berdenyut-gelombang Doppler harus diulang setidaknya dua kali untuk memastikan reproduktifitas bentuk gelombang spektral. Puncak kecepatan sistolik, kecepatan akhir diastolik, indeks resistif, dan indeks pulsasi mudah berasal dari menjiplak.13 Pandangan sonografi dari anterior atas dan mediastinum menengah dapat diperoleh
melalui
pendekatan
suprasternal.
Pendekatan
suprasternal
memungkinkan penilaian yang memadai dari mediastinum atas di 90% -95% dari kasus. Hal ini dilakukan dengan pasien dalam posisi terlentang, dengan bahu didukung dengan bantal dan kepala diperpanjang mundur. Dilihat dari mediastinum atas harus diperoleh dalam sagital dan aksial. Warna Doppler US membantu dalam membedakan pembuluh darah besar dari setiap massa mediastinum. Visualisasi dari mediastinum melalui pendekatan parasternal atau infrasternal biasanya kurang dapat diandalkan.13 Gambaran dinding dada normal terdiri dari lapisan jaringan lunak, otot dan fascia adalah echogenic. Tulang rusuk digambarkan seperti garis echogenic diatas
37
lapisan jaringan lunak, otot dan fascia. Pleura parietal digambarkan seperti dua garis echogenic dibawah tulang rusuk. Transducer yang digunakan sebaiknya berbentuk linier array dengan panjang gelombang 7,5-10 MHz. Bentuk transducer lain dapat digunakan untuk pemeriksaan ini tapi hasil yang didapat tidak sebaik jika menggunakan transducer linier array. Gambaran normal thorax dapat berbeda tergantung dari posisi pemeriksa dan letak transducer. 6
3.2.3 CT – SCAN Thorax
Teknik Pemeriksaan CT-SCAN thorax
1. Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan gantry. 2. Posisi objek : o
Mengatur pasien sehingga Mid Sagital Plane (MSP) tubuh sejajar dengan lampu indicator longitudinal. Kedua tangan pasien di atas kepala.
o
o
Memfiksasi lutut dengan menggunakan body clem. Menjelaskan kepada pasien untuk inspirasi penuh dan tahan nafas pada saat pemeriksaan berlangsung.
3. Scan Parameter Scan parameter pemeriksaan CT-Scan thorax adalah seperti tercantum pada tabel dibawah ini :
38
Foto sebelum dan sesudah memasukkan Media Kontras Kasus seperti tumor dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras. Tujuan dibuat foto sebelum dan sesudah media kontras adalah untuk melihat apakah ada jaringan yang menyerap kontras banyak, sedikit atau tidak sama sekali.13
14 Gambar 17. Scanogram Thorax dan garis-garis program scan.
Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-Scan Thorax dapat diwakili beberapa kriteria :
Potongan axial 1 o
Merupakan bagian paling superior dari thorax yang disebut apeks paru-paru. Kriteria gambar yang tampak adalah (A) vena jugularis 39
interna kanan, (B) arteri karotis komunis kanan, (C) Trakhea, (D) Sternum, (E) Sternoklavikula joint, (F) klavikula, (G) Vena jugularis interna kiri, (H) arteri subklavikula kiri, (I) arteri karotis komunis kiri, (J) vertebra thorakal II – thorakal III, (K) arteri subklavia kanan, (L) prosesus acromion dari scapula, dan (M) caput humerus.13
Gambar 18. Posisi irisan thorax dan gambar irisan CT- Scan Axial 1 . 14
Potongan axial 3 o
Kriteria yang tampak antara lain (A) vena brachiocephalic kanan (dengan media kontras), (B) arteri innominata, (C) manubrium sterni, (D) Vena brachiophelic kiri, (E) Arteri komunis karotis kiri, (F) arteri subklavia kiri, (G) oesofagus, (H) vertebra thorakal IIIthorakal IV, dan (I) trakhea.
40
Gambar 19. Posisi irisan Thorax dan gambar irisan CT-Scan axial 3.14
Potongan axial 5 o
Kriteria gambar yang tampak adalah (A) vena kava superior, (B) Aorta
ascenden,
(C)
Corpus
sternum,
(D)
Window
aortopulmonary, (E) oesoagus, (F) aorta descenden, (G) vertebra thorakal IV-thorakal V, dan (H) Trakhea.
Gambar 20. Posisi irisan thorax dan gambar irisan Ct-Scan axial 5.13
Potongan axial 7 o
Kriteria gambar yang tampak antara lain (A) Vena kava superior, (B) Aorta ascenden, (C) arteri pulmonari utama, (D) Vena pulmonari kiri, (E) arteri pulmonari kiri, (F) aorta descenden, (G)
41
Vertebra thorakal VI-thorakal VII, (H) Vena azygos, (I) oesofagus, (J) arteri pulmonari kanan.1
Gambar 21. Posisi irisan thorax dan gambar irisan CT-Scan axial 7.
13
Potongan axial 10 o
Kriteria Gambar yang tampak adalah (A) Vena kava inferior, (B) atrium kanan, (C) Katup trikuspidalis, (D) perikardium, (E) ventrikel kanan, (F) septum interventrikular, (G) ventrikel kiri, (H) atrium kiri, (I) aorta descenden, (J) vertebra thorakal IX-thorakal X, (K) Oesofagus, (L) hemidiafragma kanan.
Gambar 22. Posisi irisan Thorax dan gambar irisan Ct-Scan axial 7. 14
42
3.3. Radioanatomi Jantung 3.3.1 Rontgen Jantung 1. Radioanatomi Proyeksi PA/ AP
- Trakea dan brous kanan kiri terlihat sebagai lesi lusen (hitam) yang superposisi dengan vertebra
Gambar 23. Trakea dan bronkus utama terlihat lusen.9
- Hillus terdiri dari arteri, vena, bronkus dan limfe
Gambar 24. Hillus paru pada foto toraks PA.9
43
Gambar 25. Diafragma pada foto toraks PA. Cara menilai tinggi kubah diafragma. 9
-
Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan. Atrium kanan bersambung dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh v. cava superior.
-
Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol di sebelah kiri kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas jantung melengkung ke dalam (konkaf) yang disebut pinggang jantung.
-
Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteria pulmonalis.
-
Di bawah penonjolan a. Pulmonalis terdapat aurikel atrium kiri (left atrial
appendage).
-
Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan lengkungan konveks ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak lengkungan dari ventrikel kiri itu disebut sebagai apex jantung.
-
Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya
para-vertebral kiri dari arkus sampai diafragma.
44
Gambar 26. Radioanatomi foto toraks PA. 11
-
Apeks paru terletak di atas bayangan os clavikula.
-
Lapangan atas paru berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah berada antara iga 2-4 anterior dan lapangan bawah berada di bawah iga 4 anterior.
45
2. Radioanatomi Proyeksi Lateral
-
Di belakang sternum, batas depan jantung dibentuk oleh ventrikel kanan yang merupakan lengkungan dari sudut diafragma depan ke arah kranial. Kebelakang, lengkungan ini menjadi lengkungan aorta.
-
Bagian belakang batas jantung dibentuk oleh atrium kiri. Atrium kiri ini menempati sepertiga tengah dari seluruh batas jantung sisi belakang. Dibawah atrium kiri terdapat ventrikel kiri yang merupakan batas belakang bawah jantung.
-
Batas belakang jantung mulai dari atrium kiri sampai ventrikel kiri berada di depan kolumna vertebralis. Ruangan di belakang ventrikel kiri disebut ruang belakang jantung (retrocardiac space) yang radiolusen karena adanya paruparu.
-
Aorta desendens letaknya berhimpit dengan kolumna vertebralis.
Gambar 27. Radioanatomi foto toraks Lateral kiri. 11
46
Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu : - Lobus superior kanan (right upper lobe/ RUL) - Lobus media kanan (right middle lobe/ RML) - Lobus inferior kanan (right lower lobe/ RLL)
Paru kiri terdiri dari 2 lobus - Lobus superior kiri (Left upper lobe/ LUL) dan lingula
Gambar 28. Radioanatomi lobus paru kiri radiografi toraks PA dan lateral.11
Mediastinum terdiri dari : - Mediastinum superior (dari aperture toracis sampai arcus aorta) - Mediastnum anterior (daerah antara sternum dengan pericardiumsisi anterior) - Mediastinum media (jantung) - Mediastinum posterior (pericardium sisi posterior sampai vertebra)
47
Gambar 29. Radiografi toraks lateral. Mediastinum.
Cara pengukuran Cardio Thoracic R atio (CTR)
-
-
Ditarik garis M yang berjalan di tengah-tengah kolumna vertebralis torakalis.
-
Garis A adalah jarak antara M dengan batas jantung sisi kanan yang terjatuh.
-
Garis B adalah jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjatuh. Garis transversal C ditarik dari dinding toraks sisi kanan ke dinding toraks sisi kiri. Garis ini melalui sinus kardiofrenikus kanan. Bila sinus-sinus kardiofrenikus ini tidak sama tingginya, maka garis C ditarik melalui pertengahan antara kedua sinus itu. Ada pula yang menarik garis C ini dari sinus kostofrenikus kanan ke sinus kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua cara ini tidak begitu besar, sehingga dapat dipakai semuanya.
10
48
Gambar 30. Cara pengukuran CTR.10
Rumus :
CTR =
+ 1 + 2
= ±50%
Pada radiografi toraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, CTR kurang dari 50%. Pada umumnya jantung mempunyai batas radio-anatomis sebagai berikut : - Batas kanan jantung letaknya para-sternal, Bila kita memakai garis A, maka garis A ini panjangnya tidak lebih dari 1/3 garis dari M ke dinding toraks kanan. - Batas jantung sisi kiri terletak di garis pertengahan klavikula (mid-clavicular line). - Batas dari arkus aorta, yaitu batas teratas dari jantung, letaknya 1-2 cm di bawah tepi manubrium sterni.
49
3.3.2 Radio Anatomi CT-Scan Thorax Potongan Axial
Gambar 31. CT-Scan Jantung potongan axial13
Keterangan:
Paru Kanan: 4. Segment lateral lobus medial 5. Segment medial lobus medial 7. Segment medial basal pada lobus bawah 8. Segment basal anterior pada lobus bawah 9. Segment basal lateral pada lobus bawah 10. Segment basal posterior pada lobus bawah
50
Paru kiri: 5. Segment lingular inferior 7. Segment medial basal pada lobus bawah 8. Segment basal anterior pada lobus bawah 9. Segment basal lateral pada lobus bawah 10. Segment basal posterior pada lobus bawah
Gambar 32. CT-Scan Jantung potongan axial14
Keterangan:
(Atrioventrikular)
1. Musculus Latissiumus Dorsi
8. Sternum (Body)
2. Musculus Serratus Anterior
9. Ventrikel Kanan
3. Paru Kanan
10. Interventrikular Septum
4. Atrium Kanan
11. Atrium Kiri
5. Vena Dan Arteri Thoracic Interna
12. Costae (Costae Cartilago)
6. Arteri Coroner Kanan Dekstra
13. Arteri Coroner Sinistra
7. Katup Trikuspid Kanan Dekstra
14. Ventrikel Kiri 51
15. Sinus Coroner
28. Ductus Thoracic
16. Arteri Coroner Sinistra
29. Aorta Descenden
17. Nervus Phrenicus Dan
30. Paru Sinistra
Pericardium
31. Nodus Limpaticus Paramamari
18. Miokardium
32. Nodus Limpaticus Para
19. Costae
Vertebrae
20. Musculus Intercostalis 21. Vena Azygos
33. Nodus Limpaticus Percardial Lateral
22. Musculus Erector Spinae
34. Nodus Limpaticus Parasternal
23. Musculus Trapezius
35. Nodus Limpaticus Prepericardial
24. Medula Spinalis
36. Nodus Limpaticus
25. Processus Spinosu
Juxtaesophageal
26. Esofagus
37. Nodus Limpaticus Paraaorta
27. Truncu Simpaticus
38. Nodus Limpaticus Intercostal
3.3.3
Radio Anatomi MRI Thorax
Gambar 33. MRI Jantung potongan sagital
52
Keterangan:
1. Trakea 2. Musculus Sternocleidomastoidea 3. Sternohyoid, Sternothyroid, Musculus Omohyoidesus
Muskulus Cervicis Splenicus 23. Musculus Seratus Posterior Superior 24. Muskuculus Rhomboid Major
4. Clavicula
25. Esophagus
5. Trunkus Braciocephalicus
26. Medula Spinalis
6. Vena Braciocephalica Sinistra
27. Musculus Multifidus Dan
7. Sternum (Manubrium)
Musculus Thoracis Semispinalis
8. Pericardium
28. Musculus Spina Erector
9. Paru Dekstra
29. Musculus Trapezius
10. Aorta Ascenden
30. Processus Spinosus
11. Arteri Pulmonalis Dekstra
31. Ligamentum Flav
12. Aurikula Dekstra
32. Vena Azygos
13. Arteri Coronary Dekstra
33. Sinus Pericardium
14. Septum Interarticularis
34. Atrium Sinistra
15. Katup Atrioventricular Dekstra
35. Vertebrae Thoracica
16. Ventrikel Dekstra
36. Atrium Dekstra
17. Processus Xypoideus Os Sternum
37. Space Intervertebrae
18. Diafragma
38. Ligamentum Longitudinal
19. Muskulus Rectus Abdominis 20. Hepar 21. Musculus Capitis Semispinalis 22. Musculus Capitis Splenicus Dan
Anterior 39. Permukaan Bawah Corpus Vertebrae 40. Permukaan Bawah Corpus
53
Vertebrae
Anterior
41. Nodus Limpaticus Paratracheal 42 Nodus Limpaticus
45. Nodus Lymphaticus Trakeobronchial
Juxtaesophageal
46. Nodus Limpaticus Prepericardial
43. Nodus Limpaticus Paravertebrae
47. Jaringan Adiposa Subpericardial
44. Nodus Lymphaticus Mediastinal
3.4. Radio Patologis
Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien dengan gagal jantung kongestif: (1) ukuran dan bentuk siluet jantung, dan (2) edema di dasar paru-paru.
Gambar 34. Kardiomegali all chamber.8
Dengan perkembangan dari gagal jantung kongestif, atrium kiri mengalami peningkatan tekanan yang paling pertama. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik, tekanan kapiler paru serta pembentukan edema interstitial terutama pada daerah basal paru. Hal ini menyebabkan peningkatan
54
resistensi vaskuler yang mengalir ke basal paru, menyebabkan pirau aliran darah ke pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas paru-sehingga menyebabkan adanya peralihan pada vena-vena pada lobus atas. Pengalihan pada lobus atas dapat didiagnosis dengan radiografi posisi erect (tegak), pembesaran pembuluhpembuluh darah pada lobus atas sama dengan atau melebihi pembuluh-pembuluh darah pada lobus bawah yang berjarak sama dari hilum. Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tanda-tanda edema interstitial yang diikuti tanda-tanda edema alveolar: a) Pengaburan dari tepi pembuluh darah b) Perihilar kabur
Gambar 35. Cardiomegali dengan perihilar yang terlihat kabur.8
c) Peribronchial cuffing : Gambaran seperti donat kecil. Terjadi akibat akumulasi cairan interstitial di sekeliling bronkus yang menyebabkan menebalnya dinding bronkus.
55
Gambar 35. Peribronchial cuffing tampak seperti gambaran donat kecil pada bronkus.11
d) Garis Kerley A : Berupa gambaran garis yang agak panjang (2-6 cm) yang tampak seperti garis bercabang dengan arah diagonal dari hilus menuju ke arah perifer. Munculnya garis ini disebabkan oleh distensi saluran yang beranastomosis antara pembuluh limfe paru perifer dan sentral. Garis ini jarang dibanding garis Kerley B, dan tidak akan tampak tanpa disertai adanya garis Kerley B atau garis Kerley C.
11 Gambar 36. Garis kerley A, Garis Kerley B, dan Kerley C.
56
e) Garis Kerley B : Berupa gambaran garis pendek yang berparalel pada daerah paru perifer. Garis ini dapat terlihat ketika cairan mengisi dan mendistensi septum interlobular. Panjangnya kurang dari 1 cm dan paralel antara satu dengan lainnya pada sudut kanan bawah dari pleura. Garis ini bisa tampak pada semua daerah paru, tapi lebih sering pada paru bagian basal di sudut costofrenicus pada foto toraks PA.
Gambar 37. Garis kerley B tampak berupa garis putih horizontal yang pendek-pendek pada bagian basal paru.11
f) Garis Kerley C Garis ini jarang terlihat dibanding garis yang lain. Bentuk garis ini pendek dan tipis dengan gambaran reticular yang merepresentasikan garis Kerley B en face. Munculnya garis ini disebabkan oleh menebalnya anastomosis pembuluh limfe atau superimpose dari beberapa garis Kerley B. g) Efusi pleura Efusi laminar yang berkumpul di bawah pleura viseral, yakni pada jaringan ikat longgar antara paru dan pleura.
57
11 Gambar 38. Efusi pleura tampak pada foto torak PA
h) Bat’s Wings Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati alveoli dan menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas alveolar multiple dari setengah bagianbawah paru. Kemungkinan lain, dapat juga terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan kurang tegas/jelas atau densitas perihilar.
8 Gambar 39. Ilustrasi Gambaran Foto Toraks Pasien CHF.
58
Gambar 40. Congestive Heart Failure.8
Radiografi dada memperlihatkan kardiomegali, pengalihan vena-vena lobus atas (tanda panah), garis septum (garis Kerley B) terlihat baik di zona bawah kanan (tanda panah terbuka), dan penebalan/cairan di fisura horizontal (mata panah). Cairan di fisura horizontal kanan kadang-kadang disebut “Phantom tumour”, itu bisa menghilang pada pemeriksaan radiologi berikutnya, bila keadaan pasien membaik.12 Penyebab lain yang menyebabkan terjadinya gagal jantung juga memiliki gambaran radiologis yang berbeda antara satu dengan lainnya, seperti pada kelainan jantung didapat dan pada kelainan jantung bawaan.12
3.4.2 Radio Patologi USG
Daripada kemajuan teknologinya, perkembangan USG paru terutama didasarkan pada temuan signifikan artefak sonografi. Terutama beberapa artefak garis vertikal ekogenik, yang dikenal sebagai garis B, adalah tanda adanya cairan pada interstisial paru yang sederhana dan non invasif yang mudah dievaluasi di
59
bedside. Garis B terbentuk dari interaksi antar muka secara akustik udara-cairan (air-fluid) yang kecil dan berjumlah multipel, karena fakta bahwa udara dan air adalah 2 unsur dengan nilai impedansi akustik yang berlawanan. Fenomena ini terkait dengan kontras antara struktur yang terisi udara ( air-filled ) dan yang kaya cairan (water-rich), yang menghasilkan banyak gema dari sinar ultrasonic yang divisualisasikan pada layar sebagai artefak vertikal linier, garis B.13
Gambar 41. USG paru menunjukkan garis B multiple pada kasus edema paru kardiogenik. Jika pola seperti ini ditemukan pada banyak lokasi di anterior dan lateral dada, hal ini merupakan diagnosis sindrom interstitial.13
Pada paru normal yang teraerasi, hanya ada sedikit garis B yang terdeteksi secara sonografi. Ketika kadar air meningkat dan kadar udara berkurang karena proses penyakit, sekat interlobular yang menebal dan cairan dalam ruang alveolar menyebabkan timbulnya garis B difus dan multipel (Gambar 6). Setiap kondisi paru dimana udara alveolar berkurang secara parsial dan cairan interstisial atau selularitas meningkat, menyebabkan terbentuknya garis B pada USG paru. Garis 13
B menggarisbawahi apa yang disebut sebagai sindrom interstisial. Teknik dasar untuk mendiagnosis sindrom interstisial terdiri dari pemeriksaan dada anterior dan lateral dengan scan 4 interkostal pada tiap sisi, 60
sesuai dengan area atas dan bawah secara anterior, dan area atas dan basal secara lateral. Scan yang positif ditandai minimal 3 garis B, sedangkan pemeriksaan yang positif didefinisikan oleh setidaknya 2 area positif per sisi .13
Gambar 42. Pola sonografi tipikal dari sindrom difus alveolar-interstitial (kiri) dan radiografi dada (kanan) pada kasus edema paru kardiogenik akut. Pada gambaran sonografi kedua sisi, adanya artefak beberapa ekor komet yang saling berdekatan (minimal 3 per scan dan pada semua area dada) dapat dengan mudah di bedakan. Gambar-gambar tersebut menunjukkan pola 13 sonografi B+ sesuai dengan temuan radiologi dari edema paru.
Deteksi sederhana garis B tidak memungkinkan diferensiasi penyakit yang melibatkan interstisial paru, namun tanda-tanda USG organ lainnya dapat digunakna
untuk
mengkonfirmasi
kongesti
paru
pada
gagal
jantung
terkompensasi. Untuk memudahkan sonografi jantungn yang terfokus, dapat dilakukan dengan menggunakan probe yang sama yang digunakan pada
61
pemeriksaan paru, mencari penurunan fungsi ventrikel kiri secara keseluruhan, yang akan terdeteksi sekitar 50% pada kasus gagal jantung akut terkompensasi. 13 Mengenai USG paru, tanda lain selain garis B mungkin dievaluasi untuk membedakan pola sindrom interstisial yang serupa dari penyebab kardiogenik dan non kardiogenik. Termasuk evaluasi sliding pleura dan iregularitas, distribusi garis B, dan konsolidasi subpleura. Beberapa studi meunujukkan reliabilitas dari tanda-tanda ini dalam membedakan edema paru kardiogenik dari ARDS dan fibrosis paru.13 Diagnosis primer cairan pada interstisial paru dalam keadaan gawat darurat sangat penting untuk diagnosis banding gagal napas kardiogenik dan non kardiogenik. Beberapa studi menunjukkan kegunaan garis B sebagai tes diagnostik primer pada pasien gagal napas akut.13
3.4.3 Radio Patologi CT-Scan CHF
CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan manajemen gagal jantung kongestif. Multichannel CT scan berguna dalam menggambarkan kelainan bawaan dan katup; Namun, ekokardiografi dan magnetic resonance imaging (MRI) dapat memberikan informasi yang sama tanpa mengekspos pasien untuk radiasi pengion. Tingkat kepercayaan di CT scan moderat, dan tingkat temuan positif palsu dan negatif palsu di modalitas rendah. 14
62
Gambar 43. CT-Scan CHF14
Penebalan septal dikarenakan edema
Subtle ground glass opacity in the dependent part of the lungs (HU difference of 100-150 between the dependent and non-dependent part of the lung).
Bilateral pleural fluid.14
Pada high resolution computed
tomography (HRCT), tanda edema
hidrostatik biasanya ditampakan dengan kombinasi penebalan septa dan groundglass opacities. Insidensi dan predominansi dari tanda tersebut biasanya bervariasi.14
Gambar 43. CT scan setinggi lobus bawah paru menunjukkan area dengan opasitas ground-glass, dengan penebalan fissura mayor, menunjukkan edema interstitial subpleura.14
63
Terdapat
juga
penebalan
septum
interlobular
dan
interstitial
peribronchovaskular.Crazy paving dan konsolidasi biasanya juga seringkali tampak. Pada beberapa pasien, gambaran perivaskular yang tidak jelas dan opasitas sentrilobular dapat terdeteksi, atau ground-glass opacity dapat tampak lobular atau seperti bercak dengan distribusi parahilar dan gravitasional. 14
Gambar 44. CT scan setinggi arcus aorta dan arteri pulmonalis menunjukkan opasitas ground glass dengan distribusi geografik dan sparing parsial dari perifer paru. 14
Penebalan septum interlobularis dan edema subpleura dan efusi pleura bilateral dengan atelektasis pasif lobus-lobus bawah juga didapatkan.14
Gambar 45. Rontgen dan CT-Scan yang memperlihatkan gambaran edema yang mengikuti arah 14 gravitasi dan dapat diukur perbedaan densitas masingmasing edema
64
Terdapat bukti bahwa distribusi edema parahilar atau bat-wing sering ditemukan pada pasien yang mengalami penumpukan cairan secara cepat. Terkadang edema dapat terjadi unilateral, seperti yang terjadi pada pasien dengan posisi dekubitus lateral yang diperpanjang atau asimetris dan bahkan dengan distribusi tidak wajar pada pasien dengan emfisema regional. Pada studi mengenai edema hidrostatik di paru anjing, pola high resolution CT menunjukkan gambaran terutama di sentral, peribronkovaskular, dan distribusi edema di posterior, berhubungan dengan peningkatan ketebalan dinding bronkial.14
14 Gambar 37. Peningkatan CTR dikarenakan effusi pericardial
3.4.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Karena dukungan yang cukup lengkap dari echocardiography, MRI jarang digunakan dalam pemeriksaan pasien dengan gagal jantung kongestif. Kegunaan utamanya melibatkan deliniasi kelainan jantung bawaan dan penyakit penilaian katup
jantung;
itu
juga
digunakan
pada
pasien
dengan
kondisi
lain.
65
Tingkat kepercayaan di MRI tinggi, dan tingkat temuan positif palsu dan negatif palsu yang rendah.14
Gambar 31. MRI CHF14 (A,B): Batas prognosis. (A) Short-axis delayed-enhancement yang memperlihatkan bekas luka transmural di dinding anterior dan anteroseptal pada LAD. Karena bekas luka yang meluas di daerah vaskular, prosedur revaskularisasi seperti bypass arteri coronaria tidak akan berhasil. (B) Three-chamber delayed-enhancement memperlihatkan bekas luka transmural yang luas di daerah basal dan dinding mid-lateral yang mengindikasikan kemungkinan kecil berhasilnya terapi resinkronisasi jantung.14
66
BAB IV KESIMPULAN
Gagal jantung kongestif ( Congestive Heart Failure) adalah sindrom klinis akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi natrium dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini dapat terjadi dalam paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah gagal jantungnya pada sisi kanan atau menyeluruh.1 Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. 3 Salah satu penegakan diagnosis adanya gagal jantung adalah pemeriksaan foto rontgen torak, USG, CT-Scan, serta MRI yang dapat menggambarkan ukuran dan bentuk jantung serta kondisi kedua paru. Pada pemeriksaan foto rontgen thoraks didapatkan gambaran CTR >50%, efusi pleura, garis kerley A B dan C,
bat’s wings, serta peribronchial cuffing . Pada ct-scan, tanda edema hidrostatik biasanya ditampakan dengan kombinasi penebalan septa dan ground-glass opacities. MRI jarang digunakan dalam pemeriksaan pasien dengan gagal jantung kongestif. Kegunaan utamanya melibatkan deliniasi kelainan jantung bawaan dan penyakit penilaian katup jantung. Pada USG dikenal sebagai B-Line, adalah tanda adanya cairan pada interstisial paru yang sederhana.
67
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI. 2. Hauser K, Longo B, Jameson F. 2005. Harrison’s principle of internal medicine. 3. Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan . 2004. Buku ajar kardiologi. jakarta : balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia.hal 7 – 17,115 – 126. 4. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M . 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC.hal.633-640. 5. Oemar, Hamed. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia. hal. 7-12. 6. Moore KL, Dalley AF. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis. Edisi V:Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. 7. Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC 8. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D.Acute Pulmonary Edema.http://www.nejm.org/ 9. Meschan, Isadore. 1987. Roentgen Sign in Diagnostic Imaging, Volume 4 The Chest. Philadelphia : Saunders Company 10. Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
68
11. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. 2000. Team management of
patients with heart failure. A statement for healthcare professionals from The Cardiovascular Nursing Councils of The American Heart Assiciation Circulation. 12. Cremers, Simon., Bradshaw, Jennifer., Herfkens, Freek. 2010. Chest X Ray-Heart Failure. The Radiology Assistant. Publication date : 1-9-2010. 13. Sandstrom, S.2004.WHO Manual pembuatan foto diagnostik : teknik dan proyeksi kardiografi. EGC, Jakarta. 14. Moeller, T. 2001. Pocket Atlas of Sectional Anatomi. Vol.2. Grammlich ; Germany.
69