DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………. .i KATA PENGANTAR…………………………………………………………….ii DAFTAR ISI………………………………………………………………………1 PENDAHULUAN...................................................................................................3 ANATOMI dan FISIOLOGI JANTUNG................................................................6 A. Anatomi Jantung...........................................................................................6 a.
Bentuk dan ukuran jantung.......................................................................6
b.
Ruang dalam jantung.................................................................................8
c.
Katup-katup jantung..................................................................................9
d.
Komponen sistem induksi jantung..........................................................11
B. Fisiologi jantung.........................................................................................12 a.
Sistem pengaturan jantung......................................................................12
b.
Siklus jantung..........................................................................................12
c.
Bunyi jantung..........................................................................................14
d.
Frekuensi jantung....................................................................................14
e.
Pengaturan frekuensi jantung..................................................................14
f.
Curah Jantung..........................................................................................16
g.
RAA Sistem………………………………………………………….... 17
EPIDEMIOLOGI...................................................................................................18 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI..........................................................................18 A. Etiologi.................................................................................19 B. Klasifikasi...................................................................................................20 PATOFISIOLOGI..................................................................................................22 MANIFESTASI KLINIS....................................................................26 DIAGNOSA...........................................................................................................28 A. Kriteria diagnosis gagal jantung.................................................................28 B. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................29
1
KOMPLIKASI.......................................................................................................31 PENATALAKSANAAN........................................................................................33 A. Non Medikamentosa...................................................................................33 B. Medikamentosa.......................................................................34 PROGNOSIS DAN UPAYA PENCEGAHAN......................................................38 KESIMPULAN......................................................................................................40 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................42
2
BAB I PENDAHULUAN Gagal jantung atau Heart failure adalah Sindrom klinis yang terjadi pada pasien karena didapatkan suatu kelainan struktur atau fungsi jantung, sehingga menimbulkan gejala klinis (dispnea, kelelahan, edema & lainnya) yang mengakibatkan pasien sering rawat inap, kualitas hidup yang buruk, dan harapan hidup pendek.(2) Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.(1) Gagal jantung dan respon kompensatoriknya mengakibatkan kelainan pada tiga penentu utama dari fungsi miokardium, yaitu beban awal (preload), kontraktilitas, dan beban akhir (afterload):(2) a. Beban awal (preload) Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik. Meningkatnya beban awal sampai titik tertentu memperbanyak tumpang tindih antara filamen-filamen aktin dan miosin , sehingga kekuatan kontraksi dan curah jantung meningkat. Hubungan ini dinyatakan dengan Hukum Starling, yaitu peregangan serabut-serabut miokardium selama diastole akan meningkatkan kekuatan kontraksi pada sistole. Beban awal dapat meningkat dengan bertambahnya volume diastolik ventrikel, misalnya karena retensi cairan, sedangkan penurunan beban awal dapat terjadi pada diuresis. Secara fisiologis, peningkatan volume akan meningkatkan tekanan pada akhir diastole untuk menghasilkan perbaikan pada fungsi ventrikel dan curah jantung, namun pada ventrikel yang gagal, penambahan volume ventrikel tidak selalu disertai perbaikan fungsi ventrikel. Peningkatan tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan bendungan paru atau sistemik, edema akibat transudasi cairan, dan mengurangi peningkatan lebih lanjut dari volume dan tekanan. Perubahan dalam volume intrakardial dan perubahan akhir pada
3
tekanan bergantung pada kelenturan daya regang ruang-ruang jantung. Ruang jantung yang sangat besar, daya regangnya dapat menampung perubahan volume yang relatif besar tanpa peningkatan tekanan yang bermakna. Sebaliknya, pada ruang ventrikel yang gagal dan kurang lentur, penambahan volume yang kecil dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang bermakna dan dapat berlanjut menjadi pembendungan dan edem. b. Kontraktilitas Kontraktilitas
menunjukkan
perubahan-perubahan
dalam
kekuatan
kontraksi atau keadaan inotropik yang terjadi bukan karena perubahan-perubahan dalam panjang serabut. Pemberian obat-obat inotropik positif seperti katekolamin atau digoksin, akan meningkatkan kontraktilitas, sedangkan hipoksia dan asidosis akan menekan kontraktilitas. Pada gagal jantung terjadi depresi dari kontraktilitas miokardium. c. Beban akhir (afterload) Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai untuk mengejeksikan darah sewaktu sistolik. Menurut Hukum Laplace, ada tiga variabel yang mempengaruhi tegangan dinding yaitu ukuran atau radius intraventrikel, tekanan sistolik ventrikel dan tebal dinding. Vasokonstriksi arteri yang meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel dapat meningkatkan tekanan sistolik ventrikel, sedangkan retensi cairan dapat meningkatkan radius intraventrikel. Pemberian vasodilator dan hipertrofi ventrikel sebagai konsekuensi lain dari gagal jantung dapat mengurangi beban akhir. Dahulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa jantung, sehingga diperlukan inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas, dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban jantung. Sekarang gagal jantung dianggap sebagai remodeling progresif akibat beban atau penyakit pada miokard sehingga pencegahan progresivitas dengan penghambat neurohumoral (neurohumoral blocker) seperti ACE-inhibitor, angiotensin reseptor blocker dan beta-blocker diutamakan disamping obat konvensional (diuretik dan digitalis), ditambah dengan terapi yang muncul
4
belakangan ini seperti bedah rekonstruksi ventrikel kiri (LV reconstruction surgery) dan mioplasti. Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka yang selamat dari
serangan
infark
jantung
akut
akibat
kemajuan
pengobatan
dan
penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak orang yang hidup dalam keadaan disfungsi ventrikel kiri, yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung kronis, dan semakin banyak yang dirawat akibat gagal jantung kronis.
5
BAB II ANATOMI dan FISIOLOGI JANTUNG
A.
Anatomi Jantung (2) Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan berbagai substansi dari dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut jantung dan sistem saluran yang terdiri dari arteri yang mengalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah menuju jantung. Jantung manusia merupakan jantung berongga yang memiliki 2 atrium dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah ke berbagai bagian tubuh. Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan, terletak di rongga dada sebalah kiri. Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang disebut perikardium. Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah klep yang melengkapinya.
Untuk
mejamin
kelangsungan
sirkulasi,
jantung
berkontraksi secara periodik. Otot jantung berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan. Kontraksi jantung manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontaksi yang diawali kekuatan rangsang dari otot jantung itu sendiri dan bukan dari saraf. Terdapat beberapa bagian jantung (secara anatomis) akan kita bahas dalam referat ini, diantaranya yaitu : a.
Bentuk dan ukuran jantung Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler.
Jantung dibentuk oleh organ-organ muskular, apex, basis cordis, atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-kira 12 cm, lebar 8-9 cm serta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
6
Posisi jantung terletak di antara kedua paru dan berada di tengah tengah dada, bertumpu pada diafragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial jantung berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal jantung berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. Selaput yang membungkus jantung disebut perikardium dimana terdiri antara lapisan fibrosa dan serosa. Dalam cavum pericardium ini berisi 50 cc cairan yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara perikardium dan epikardium. Epikardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endokardium.
7
b.
Ruang dalam jantung Ada 4 ruangan dalam jantung yaitu 2 atrium dan 2 ventrikel. Kedua
atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar ventrikel (septum inter-ventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada masing-masing sisi jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung yang disebut orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup trikuspid.
c.
Katup-katup jantung 1) Katup trikuspid
8
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari tiga daun katup.
2) Katup pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan
menutup
bila
ventrikel
kanan
relaksasi,
sehingga
memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.
9
3) Katup bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
4) Katup aorta
Katup aorta terdiri dari tiga daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir ke seluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.
d.
Komponen sistem induksi jantung 1. 2. 3. 4.
Sinoatrial Atrioventrikular RA, LA, RV, LV Pace maker (pusat picu jantung)
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang
10
bergerak. Untuk fungsi tersebut, otot jantung mempunyai kemampuan untuk menimbulkan rangsangan listrik. Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik ini dimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava superior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje, dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.
B.Fisiologi jantung (1)
11
a.
Sistem pengaturan jantung 1. Nodus sinoatrial (nodus SA) adalah suatu masa jaringan otot jantung khusus yang terletak di dinding posterior atrium kanan tepat di bawah pembukaan vena cava superior. Nodus SA mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga disebut pemacu jantung. 2. Nodus atrioventrikular (nodus AV) berfungsi untuk menunda impuls seperatusan detik, sampai ejeksi darah atrium selesai sebelum terjadi kontraksi ventricular. Berkas AV berfungsi membawa impuls di sepanjang septum interventrikular menuju ventrikel. 3. Serabut purkinje adalah serabut otot jantung khusus yang mampu menghantar impuls dengan kecepatan lima kali lipat kecepatan hantaran serabut otot jantung.
b.
Siklus jantung Siklus jantung mencakup periode dari akhir kontraksi (sistole) dan
relaksasi (diastole) jantung sampai akhir sistole dan diastole berikutnya. Kontraksi jantung mengakibatkan perubahan tekanan dan volume darah dalam jantung dan pembuluh utama yang mengatur pembukaan dan penutupan katup jantung serta aliran darah yang melalui ruang-ruang dan masuk ke arteri. Peristiwa mekanik dalam siklus jantung : 1) Selama masa diastole (relaksasi) Tekanan dalam atrium dan ventrikel sama-sama rendah, tetapi tekanan atrium lebih besar dari tekanan ventrikel. Atrium secara pasif terus – menerus menerima darah dari vena (vena cava superior dan inferior, vena pulmonar). Darah mengalir dari atrium
12
menuju ventrikel melalui katup A-V yang terbuka. Tekanan ventrikular mulai meningkat saat ventrikel mengembang untuk menerima darah yang masuk. Katup semilunar aorta dan pulmonar menutup karena tekanan dalam pembuluh-pembuluh lebih besar daripada tekanan dalam ventrikel. Sekitar 70% pengisian ventrikular berlangsung sebelum sistole atrial. 2) Akhir diastole ventricular Nodus SA melepas impuls, atrium berkontraksi dan peningkatan tekanan dalam atrium mendorong tambahan darah sebanyak 30% ke dalam ventrikel. 3) Sistole ventrikular Aktivitas listrik menjalar ke ventrikel yang mulai berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel meningkat dengan cepat dan mendorong katup A-V untuk segera menutup. 4) Ejeksi darah ventrikular ke dalam arteri Tidak semua darah ventrikular dikeluarkan saat kontraksi. Volume sistolik akhir darah yang tersisa pada akhir sistole adalah sekitar 50 ml. Isi sekuncup (70 ml) adalah perbedaan volume diastole akhir (120 ml) dan volume sistole akhir (50 ml). 5) Diastole ventrikular Ventrikel berepolarisasi dan berhenti berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel menurun tiba-tiba sampai di bawah tekanan aorta dan trunkus pulmonarius, sehingga katup semilunar menutup (bunyi jantung kedua). Adanya peningkatan tekanan aorta singkat akibat penutupan katup semilunar aorta. Ventrikel kembali menjadi rongga tertutup dalam periode relaksasi isovolumetrik karena katup masuk dan katup keluar menutup. Jika tekanan dalam ventrikel menurun tajam dari 100 mmHg sampai mendekati nol, jauh di bawah tekanan atrium, katup A-V membuka, dan siklus jantung dimulai kembali.
13
c.
Bunyi jantung Bunyi jantung secara tradisional digambarkan sebagai lup-dup dan
dapat didengar melalui stetoskop. “Lup” mengacu pada saat katup A-V menutup dan “dup” mengacu pada saat katup semilunar menutup. Bunyi ketiga atau keempat disebabkan vibrasi yang terjadi pada dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel, dan dapat didengar jika bunyi jantung diperkuat melalui mikrofon. Murmur adalah kelainan bunyi jantung atau bunyi jantung tidak wajar yang berkaitan dengan turbulensi aliran darah. Bunyi ini muncul karena defek pada katup seperti penyempitan (stenosis) yang menghambat aliran darah ke depan, atau katup yang tidak sesuai yang memungkinkan aliran balik darah. d.
Frekuensi jantung Frekuensi jantung normal berkisar antara 60 sampai 100 denyut per
menit, dengan rata-rata denyutan 75 kali per menit. Dengan kecepatan seperti itu, siklus jantung berlangsung selama 0,8 detik: sistole 0,5 detik, dan diastole 0,3 detik. Takikardia adalah peningkatan frekuensi jantung sampai melebihi 100 denyut per menit. Bradikardia ditujukan untuk frekuensi jantung yang kurang dari 60 denyut per menit. e.
Pengaturan frekuensi jantung 1) Impuls eferen (motorik) menjalar ke jantung melalui saraf simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom. Frekuensi jantung dalam kurun waktu tertentu ditentukan melalui keseimbangan impuls akselerator dan inhibitor dari saraf simpatis dan parasimpatis. Pusat refleks kardioakselerator adalah sekelompok neuron dalam medulla oblongata. Efek impuls neuron ini adalah untuk meningkatkan frekuensi jantung. Impuls ini menjalar melalui serabut simpatis dalam saraf jantung menuju jantung. Ujung serabut saraf mensekresi norepineprin, yang
14
meningkatkan frekuensi pengeluaran impuls dari nodus SA, mengurangi waktu hantaran melalui nodus A-V dan sistem
Purkinje,
dan
meningkatkan
eksitabilitas
keseluruhan jantung. Pusat refleks kardioinhibitor juga terdapat dalam medulla oblongata. Efek impuls dari neuron ini adalah untuk mengurangi frekuensi jantung. Impuls ini menjalar melalui serabut parasimpatis dalam saraf vagus. Ujung serabut saraf mensekresi
asetilkolin,
yang
mengurangi
frekuensi
pengeluaran impuls dari nodus SA dan memperpanjang waktu hantaran melalui nodus V-A. 2) Impuls aferen (sensorik) yang menuju pusat kendali jantung berasal dari reseptor, yang terletak di berbagai bagian dalam sistem kardiovaskular. Prereseptor dalam arteri karotis dan aorta sensitif terhadap perubahan tekanan darah. (a) peningkatan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang memperlambat frekuensi jantung. (b) penurunan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang menstimulasi frekuensi jantung yang menjalar
melalui pusat medular. Proreseptor dalam vena cava sensitif terhadap penurunan tekanan darah. Jika tekanan darah menurun, akan terjadi suatu
refleks
peningkatan
frekuensi
jantung
untuk
mempertahankan tekanan darah. 3) Pengaruh lain pada frekuensi jantung Frekuensi jantung dipengaruhi oleh stimulasi pada hampir semua saraf pada kulit, seperti reseptor untuk nyeri, panas, dingin, dan sentuhan, atau oleh input emosional dari sistem
saraf pusat. Fungsi jantung normal bergantung pada keseimbangan elektrolit seperti kalsium, kalium, dan natrium yang mempengaruhi frekuensi jantung jika kadarnya meningkat atau berkurang.
15
f.
Curah Jantung Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per menit. Curah jantung terkadang disebut volume jantung per menit. Volumenya kurang lebih 5 L per menit pada laki-laki berukuran rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan. Perhitungan curah jantung yaitu curah jantung = frekuensi jantung x isi sekuncup.
g.
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron(5) Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai
-
serangkaian peristiwa berikut: Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi
-
glomerulus. Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus. Interaksi renin dan angiotensinogen dalam
-
menghasilkan angiotensinI. Konversi angotensin I menjadi angiotensin II. Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal. Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang
darah
untuk
meningkatkan tekanan darah.
16
BAB III EPIDEMIOLOGI Gagal jantung adalah sindroma yang umum muncul dengan tingkat kejadian dan sebaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hampir 5 juta orang di AS mengalami gagal jantung, dan hampir 500.000 kasus baru yang muncul tiap tahun.(2) Penyakit ini berkaitan dengan usia, 75% kasus mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat kejadian gagal jantung meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada usia diatas 80 tahun.(1) Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
17
berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. (1) Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0.4 – 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat, lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.(1) Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.(1)
BAB IV ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI A.
Etiologi (1) Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut
menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri: penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi (tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan: gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif.(1) 1. Gangguan mekanis a. Peningkatan beban tekanan
18
b. Peningkatan beban volume c. Hambatan pengisian ventrikel d. Retriksi endokardial atau miokardial e. Aneurisma ventrikular 2. Kelainan miokardial a. Primer b. Sekunder 3. Gangguan irama jantung Ventrikular standstill Ventrikular fibrilasi Takhikardi atau bradikardi Gangguan konduksi B.
Klasifikasi (2) a. Gagal jantung sistolik dan diastolik Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan fisik, kemampuan aktivitas fisik menurun, dan gejala hipoperfusi lainnya. Sedangkan gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Kedua jenis ini tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan doppler-ekokardiografi.(2)
19
b. Gagal jantung high output dan low output Gagal jantung curah tinggi disebabkan oleh penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan paget’s disease. Gagal jantung curah rendah ditemukan pada hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup, dan perikardium.(2) c. Gagal jantung kanan dan kiri Gagal jantung kiri terjadi akibat kelemahan ventrikel kiri, ventrikel kiri gagal untuk memompa darah, maka akan terbendung kemudian terjadi peningkatan tekanan di atrium kiri serta vena-vena di belakangnya (vena pulmonalis), menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi bila terdapat kelainan yang melemahkan ventikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/ sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti pada vena-vena sistemik yang menyebabkan oedem perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis.(2) d. Gagal jantung akut dan kronik Gagal jantung akut terjadi bila pasien yang secara awal sehat secara keseluruhannya, lalu mendadak mengalami penurunan curah jantung, terjadi penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contohnya terjadi robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Gagal jantung akut biasanya adalah sistolik. Gagal jantung kronik secara khas diamati pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvuler yang berkembang secara lambat. Kongesti perifer sangat mencolok, tapi tekanan darah kadang masih terpelihara dengan baik.(2)
20
BAB V PATOFISIOLOGI Pompa yang tidak adekuat dari jantung merupakan dasar terjadinya gagal jantung(4). Pompa yang lemah tidak dapat memenuhi keperluan terus-menerus dari tubuh akan oksigen dan zat nutrisi. Sebagai reaksi dari hal tersebut , awalnya dinding jantung merentang untuk menahan lebih banyak darah karena hal ini, maka otot jantung menebal untuk memompa lebih kuat. Sementara itu ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan sodium. Ini menambah jumlah darah yang beredar melalui jantung dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kenaikkan yang progresif pada tekanan pengisian sistemik rata-rata dimana tekanan atrium kanan meningkat sampai akhirnya jantung mengalami peregangan yang berlebihan atau menjadi sangat edema sehingga tidak mampu memompa darah yang sedang sekalipun. Tubuh kemudian mencoba untuk berkompensasi dengan melepaskan hormon yang membuat jantung bekerja lebih keras. Dengan berlalunya waktu, mekanisme pengganti ini gagal dan gejala-gejala gagal jantung
21
mulai timbul. Seperti gelang karet yang direntang berlebihan, maka kemampuan jantung untuk merentang dan mengerut kembali akan berkurang. Otot jantung menjadi terentang secara berlebihan dan tidak dapat memompa darah secara efisien. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan meningkatkan beban akhir. Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena infark miokardium dan kardiomiopati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis tersebut, ada faktor-faktor fisiologis lain yang dapat juga mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa, seperti stenosis katup atrioventrikularis dapat mengganggu pengisian ventrikel, perikarditis konstriktif dan tamponade jantung dapat mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel, sehingga menyebabkan gagal jantung. Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di dalam sarkomer atau dalam sintesisnya atau fungsi dari protein kontraktil merupakan penyebab gangguan kontraktilitas miokardium yang dapat mengakibatkan gagal jantung. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer terjadi yaitu(3): meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif. Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain (2) : 1. Norepinephrine
menyebabkan
vasokontriksi,
meningkatkan
denyut
jantung, dan toksisitas miosit 2. Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis 3. Aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium
22
4. 5. 6. 7.
Endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas miosit Vasopresin menyebabkan vasokontriktor dan resorbsi air TNF α merupakan toksisitas langsung miosit ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif
pada miosit 8. Interleukin-1 dan interleukin-6 bersifat toksis terhadap miosit. Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastole atrium dan
ventrikel
berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP (Left Atrium Pressure), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru. Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmoner, yang mana hipertensi pulmoner akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
23
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.(6,7) Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.(6) Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium
24
dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.(6,7) Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.(8) Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.(6,8) Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.(6)
BAB VI MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis gagal jantung secara umum (2):
Dispnea, atau perasaan sulit bernafas adalah manifestasi yang paling umum dari gagal jantung. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru-paru yang mengurangi kelenturan
paru-paru.
Meningkatnya
tahanan
aliran
udara
juga
25
menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal
dari gagal jantung kiri. Ortopnea, atau dispnea pada posisi berbaring, terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi dari cairan interstitial dari ekstremitas bawah
juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Dispnea nokturnal paroksismal (PND) atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu oleh perkembangan edema paru-paru interstitial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri daripada
dispnea atau ortopnea. Asma kardial adalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada waktu
malam atau karena aktivitas fisik. Batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru, terutama pada posisi berbaring. Terjadinya ronki akibat transudasi cairan paru-paru adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya
terdengar di bagian bawah paru-paru sesuai pengaruh gaya gravitasi. Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial sekunder dari
distensi vena. Distensi atrium atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esophagus dan disfagia atau kesulitan menelan.
Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association ( NYHA ) umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik, yang mana klasifikasinya sebagai berikut (3) : 1. Kelas I : tidak terbatas, aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan lelah, sesak nafas atau palpitasi 2. Kelas II : sedikit terbatas pada altifitas fisik, aktivitas fisik sehari-hari menyebabkan lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina 3. Kelas III : aktivitas fisik sangat terbatas, saat istirahat tanpa keluhan, namun aktivitas kurang dari sehari-hari menimbulkan gejala 4. Kelas IV : tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun, gejala gagal jantung timbul bahkan saat istirahat dan bertambah berat bila melakukan aktivitas.
26
BAB VII DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler.(2) Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik dan karakteristik forward or backward, left or right heart failure. A.
Kriteria diagnosis gagal jantung
(3)
Kriteria diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study : Kriteria mayor : a. Paroksismal nokturnal dispneu b. Ronki paru c. Edema akut paru d. Kardiomegali e. Gallop S3 f. Distensi vena leher g. Refluks hepatojugular h. Peningkatan tekanan vena jugularis Kriteria minor : a. Edema ekstremitas
27
b. c. d. e. f. g.
Batuk malam hari Hepatomegali Dispnea d’effort Efusi pleura Takikardi (120x/menit) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor. B.
Pemeriksaan Penunjang
Dalam membantu penegakan diagnosis gagal jantung dapat dilakukan pemeriksaan berikut ini(2): 1. EKG EKG sangat penting dalam menentukan irama jantung, tetapi EKG tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan EKG tidak spesifik menunjukkan adanya gagal jantung. 2. Foto thorax Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali
biasanya
ditunjukkan
dengan
adanya
peningkatan
cardiothoracic ratio / CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan posterior anterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi sistolik karena ukuran biasa terlihat normal. Selain itu, pada pemeriksaan foto toraks didapatkan adanya kongesti vena paru-paru, berkembang menjadi edema interstitial atau alveolar pada gagal jantung yang lebih berat, redistribusi vaskular pada lobus atas paru-paru, dan kardiomegali. Pada gagal jantung akut sering tidak terdapat kardiomegali. 3. Pemeriksaan laboratorium
28
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan perubahan yang khas pada kimia darah, seperti adanya hiponatremia, sedangkan kadar kalium dapat
normal
atau
menurun
sekunder
terhadap
terapi
diuretik.
Hiperkalemia dapat terjadi pada tahap lanjut dari gagal jantung karena gangguan ginjal. Kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin dapat meningkat sekunder terhadap perubahan laju filtrasi glomerulus. Urin menjadi lebih pekat dengan berat jenis yang tinggi dan kadar natriumnya berkurang. Kelainan pada fungsi hati dapat mengakibatkan pemanjangan masa protrombin yang ringan. Dapat pula terjadi peningkatan bilirubin dan enzim-enzim hati, aspartat aminotransferase (AST) dan fosfatase alkali serum, terutama pada gagal jantung yang akut. Kadar kalium dan natrium merupakan prediktor mortalitas. Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NT-pro BNP (N Terminal protein BNP. Kegunaan pemeriksaan BNP adalah untuk skrining penyakit jantung, stratifikasi pasien dengan gagal jantung, deteksi left ventricular systolic dan atau diastolic dysfunction serta untuk membedakan dengan dispnea. Berbagai studi menunjukkan konsentrasi BPN lebih akurat mendignosis gagal jantung. 4. Ekokardiografi Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Doppler echocardiography dua dimensi dapat digunakan untuk menentukan penampilan
LV sistolik dan diastolik, cardiac output
(ejection fraction), serta tekanan pengisian ventrikel dan arteri pulmoner (pulmonary artery and ventricular filling pressures). Harus dilakukan secara rutin untuk diagnosis optimal gagal jantung dalam menilai fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri, katup, ukuran ruang jantung, hipertrofi, dan abnormalitas gerakan. 5. Tes fungsi paru 6. Uji latih beban jantung
29
7. Kardiologi nuklir.
BAB VIII KOMPLIKASI Komplikasi gagal jantung meliputi: (4) 1. Cachexia jantung Jika pasien gagal jantung dengan kelebihan berat badan, kondisi mereka cenderung lebih parah. Indikator penting dari kondisi memburuk adalah terjadinya cachexia jantung, yang ditandai dengan berat badan yang cepat menurun (kehilangan sedikitnya 7,5% dari berat normal dalam waktu 6 bulan). 2. Gangguan fungsi ginjal Gagal jantung melemahkan kemampuan jantung untuk memompa darah, hal ini dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh termasuk ginjal. Penurunan fungsi ginjal umumnya terjadi pada pasien dengan gagal jantung, baik sebagai komplikasi gagal jantung dan sebagai komplikasi berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan gagal jantung (seperti diabetes). Studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal jantung dan gangguan fungsi ginjal meningkatkan risiko komplikasi jantung termasuk rawat inap dan kematian. 3. Aritmia Fibrilasi atrium adalah mengalahkan cepat bergetar di ruang atas jantung. Ini adalah penyebab utama stroke dan sangat berbahaya pada
penderita gagal jantung. Takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel adalah aritmia serius yang dapat terjadi pada pasien ketika fungsi jantung secara signifikan
terganggu. 4. Depresi Studi menunjukkan bahwa depresi mungkin memiliki efek biologis yang merugikan pada sistem kekebalan tubuh dan saraf, pembekuan darah, tekanan darah, pembuluh darah, dan irama jantung. Orang yang depresi
30
mungkin gagal untuk mengikuti petunjuk medis dan tidak dapat menjaga diri mereka sendiri. 5. Angina dan serangan jantung Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama gagal
jantung,
pasien dengan gagal jantung memiliki risiko lanjutan untuk angina dan serangan jantung. 6. Kongesti paru 7. Cardiac arrest 8. Sudden death.
31
BAB IX PENATALAKSANAAN Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung secara umum ditujukan pada lima aspek yaitu mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor pencetus dan penyakit yang mendasari.(4) Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi : a.
Non medikamentosa (1) Umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan. Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar – benar dengan tirah baring mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
Sering tampak
gejala – gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80 – 100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari. Program penatalaksanaan non medikamentosa ini dapat berupa: Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, bagaimana upaya
jika timbul keluhan Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas
sosial, serta rehabilitasi Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air, dan kebiasaan
alkohol Monitor berat badan, berhati-hati dengan kenaikan berat badan
tiba-tiba Mengurangi berat badan pada pasien obesitas Berhenti merokok Perlu perhatian khusus jika akan melakukan perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas
32
Konseling mengenai obat, efek samping, dan perlunya menghindari obat-obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, antidepresan trisiklik, steroid, dihidropiridin efek cepat.
b.
Medikamentosa Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah mengurangi gejala akibat bendungan sirkulasi, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup serta memperpanjang harapan hidup. Untuk itu, pendekatan awal adalah
memperbaiki
berbagai
gangguan
yang
mampu
untuk
menghilangkan beban kardiovaskular yang berlebihan, seperti mengobati hipertensi, mengobati anemia, mengurangi berat badan atau memperbaiki stenosis aorta. Gagal jantung yang tetap bergejala walaupun penyakit yang mendasarinya telah diobati, memerlukan pembatasan aktivitas fisik, pembatasan asupan garam dan obat .(4) Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). Digitalis semula merupakan obat yang selalu diberikan pada klien gagal jantung, tetapi ternyata efektivitas diuretik pada gagal jantung sama dengan digitalis, terutama pada klien dengan edema sebagai gejala utama gagal jantung, sehingga pada strategi pengobatan gagal jantung pilihan pertama adalah pemberian diuretic. Diuretic yang digunakan adalah grup II, Loop diuretic yaitu furosemid. Furosemid menghambat reabsorpsi Na, Cl, pada ascending limbloop of Henle, sedikit efek pada tubulus proksimalis. ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan. Digitalis diberikan bila ada aritmia supraventikuler (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau bila ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi apabila fungsi ginjal menurun atau kadar kalium
33
rendah. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini. (4) Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan. (8,9)
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.(8) Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam.(8,10) Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit. (8,10) Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan
34
ventrikel.
Pemberiannya
akan
memperbaiki
hemodinamik
dan
neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit.(8) Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.(8,11,12) Pemberian dopamin < 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik β1 dan β2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrakatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt.(8) Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang
35
memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 – 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt.(8) Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt.(8) c.
Operatif (4) Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially curable. Pemakaian alat dan tindakan bedah antara lain :
Revaskularisasi (perkutan, bedah) Operasi katup mitral Aneurismektomi Kardiomioplasti External cardiac support Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung
biventricular Implantable cardioverter defibrillators (ICD) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart Ultrafiltrasi, hemodialisis.
36
BAB X PROGNOSIS DAN UPAYA PENCEGAHAN Prognosis Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu: (2)
Kelas NYHA I Kelas NYHA II Kelas NYHA III Kelas NYHA IV
: mortalitas 5 tahun 10-20% : mortalitas 5 tahun 10-20% : mortalitas 5 tahun 50-70% : mortalitas 5 tahun 70-90%
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu : (2)
Waktu timbulnya gagal jantung
Timbul serangan akut atau menahun
Derajat beratnya gagal jantung
Penyebab primer
Kelainan atau besarnya jantung yang menetap
Keadaan paru
Cepatnya pertolongan pertama
Respons dan lamanya pemberian digitalisasi
Seringnya gagal jantung kambuh. Gagal jantung akut atau gagal jantung kronis sering merupakan kombinasi
kelainan jantung dan organ sistem lain terutama penyakit metabolik. Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk.
37
Pencegahan (1) Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan, terutama pada kelompok dengan risiko tinggi.
Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark
ulangan Pengobatan hipertensi yang agresif Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung Memerlukan pembahasan khusus Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari.
BAB XI KESIMPULAN Gagal jantung adalah sindroma yang umum muncul dengan tingkat kejadian dan sebaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hampir 500.000 kasus baru yang muncul tiap tahun. Penyakit ini berkaitan dengan usia, 75% kasus mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat kejadian gagal jantung
38
meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada usia diatas 80 tahun. Congestive heart failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Klasifikasi gagal jantung dapat dibedakan menjadi gagal jantung sistolik dan diastolik, gagal jantung high output dan low output, gagal jantung kanan dan kiri, serta gagal jantung akut dan kronik. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaankeadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer terjadi yaitu: meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif. Gambaran klinis gagal jantung secara umum yaitu dispnea, orthopnea, asma kardial, paroksismal nokturnal dispnoe, batuk non produktif, hemoptisis, dan disfagia. Gagal jantung pada sisi kanan jantung menimbulkan tanda dan gejala bendungan vena sistemik. Gagal jantung ke depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ-organ, karena darah dialihkan dari organ-organ non vital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak, maka manifestasi paling dini dari gagal jantung kiri adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot rangka. Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler. Kriteria diagnosis gagal jantung yang dipakai adalah menurut Framingham Heart Study. Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung secara umum ditujukan pada lima aspek yaitu mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard,
39
mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor pencetus dan penyakit yang mendasari. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi non medikamentosa dan medikamentosa. Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). Digitalis semula merupakan obat yang selalu diberikan pada klien gagal jantung, tetapi ternyata efektivitas diuretik pada gagal jantung sama dengan digitalis, terutama pada klien dengan edema sebagai gejala utama gagal jantung, sehingga pada strategi pengobatan gagal jantung pilihan pertama adalah pemberian diuretic. Tindakan bedah dapat dilakukan pada penderita yang potentially curable. Komplikasi yang ditimbulkan gagal jantung yaitu cachexia jantung, gangguan fungsi ginjal, aritmia, depresi, angina dan serangan jantung, kongesti paru, cardiac arrest, bahkan sudden death. Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui, sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi berdasarkan kelas NYHA. Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan, terutama pada kelompok dengan risiko tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI. 2006; ed IV 2. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s principle of internal medicine.2005; ed XVI 3. Batrum C. Real Time Ultrasound A Manual for Physicians and Technical Personell. Ed II. W.B. Saunders Co. 1987 4. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with heart failure. A statement for healthcare professionals from The
40
Cardiovascular Nursing Councils of The American Heart Assiciation Circulation 2000 5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. Ed VI. 2002.p.478-9. 6. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH.ABC of heart failure: pathophysiology. BMJ 2000;320:167-70. 7. McNamara DM. Neurohormonal and cytokine activation in heart failure. In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.117-36. 8. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007 9. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: management: diuretics, ACE inhibitors, and nitrates. BMJ 2000;320:428-31. 10. Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure Management: digoxin and other inotropes, _ blockers, and antiarrhythmic and antithrombotic treatment. BMJ 2000;320:495-8. 11. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. ABC of heart failure: non-drug management. BMJ 2000;320:366-9. 12. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements 2005;7 (Supplement J):J15-J20.
41