PENDAHULUAN Tahun 2002, angka kejadian tindakan seksio sesar – CS di USA ± 26% .American College of Obstetricians and Gynecologist (2003) menyatakan bahwa sekitar 60% persalinan dengan SC dilakukan atas indikasi distosia. Distosia atau persalinan sulit ditandai dengan proses persalinan yang berjalan lambat. Gangguan persalinan umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian ukuran antara bagian terendah janin dengan jalan lahir. Roy (2003) mengemukakan pendapatnya bahwa tingginya diagnosa distosia merupakan akibat dari perkembangan perubahan lingkungan yang berlangsung lebih cepat dari pada perkembangan evolusi manusia itu sendiri. Joseph dkk (2003) melakukan analisa karakteristik maternal berkaitan dengan kenaikan angka kejadian SC di Nova Scotia. Mereka melaporkan bahwa kenaikan angka kejadian SC tersebut berhubungan dengan perubahan pada usia maternal, paritas, berat badan sebelum hamil dan pertambahan berat badan selama kehamilan. Nuthalapaty dkk (2004) dan Wilkes dkk (2003) mengemukakan adanya hubungan antara berat badan maternal dengan distosia. PANDANGAN UMUM Distosia merupakan akibat dari 4 gangguan atau kombinasi antara :. 1. Kelainan Tenaga Persalinan. Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak terkordinasi dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataan servik (uterine dysfunction) serta gangguan kontraksi otot pada kala II. 2. Kelainan Presentasi-Posisi dan Perkembangan janin 3. Kelainan pada Tulang Panggul (kesempitan panggul) 4. Kelainan Jaringan Lunak dari saluran reproduksi yang menghalangi desensus janin
Secara sederhana, kelainan diatas dapat secara mekanis dikelompokkan kedalam 3 golongan : 1. Kelainan POWER : kontraksi uterus dan kemampuan ibu meneran 2. Kelainan PASSANGER : keadaan janin 3. Kelainan PASSAGE : keadaan panggul MEKANISME DISTOSIA Pada akhir kehamilan, agar dapat melewati jalan lahir kepala harus dapat mengatasi tebalnya segmen bawah rahim dan servik yang masih belum mengalami dilatasi. Perkembangan otot uterus di daerah fundus uteri dan daya dorong terhadap bagian terendah janin adalah faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala I. Setelah dilatasi servik lengkap, hubungan mekanis antara ukuran dan posisi kepala janin serta kapasitas panggul (fetopelvic proportion) dikatakan baik bila desensus janin sudah terjadi. FPD-fetopelvic disproportion menjadi jelas bila persalinan sudah masuk kala II. Gangguan fungsi otot uterus dapat terjadi akibat regangan uterus berlebihan dan atau partus macet [obstructed labor]. Dengan demikian maka persalinan yang tidak berlangsung secara efektif adalah merupakan tanda akan adanya fetopelvic disproportion. Membedakan gangguan persalinan menjadi disfungsi uterus dan fetopelvic disproportion secara tegas adalah tindakan yang tidak tepat oleh karena kedua hal tersebut sebenarnya memiliki hubungan yang erat. Kondisi tulang panggul bukan satu-satunya penentu keberhasilan berlangsungnya proses persalinan pervaginam. Bila tidak ada data objektif untuk mendukung adanya disfungsi uterus dan FPD, harus dilakukan TRIAL of LABOR untuk menentukan apakah persalinan pervaginam dapat berhasil pada sebuah persalinan yang berdasarkan pengamatan nampaknya berlangsung secara tidak efektif. Banyak ahli yang berpendapat bahwa tindakan TRIAL of LABOR adalah merupakan prioritas utama dalam menurunkan kejadian sectio caesar.
Pola Persalinan
Nulipara
Multipara
Persalinan Terhambat
<1,2 cm/jam
<1,5 cm/jam
Dilatasi
<1,0 cm/jam
<2,0 cm/jam
>2jam
>2jam
Desensus Persalinan Macet Tidak terjadi kemajuan dilatasi Kriteria „active phase arrest‟ dan „protraction disorder‟ menurut American College Of Obstetricians and Gynecologist Pola Persalinan
Nulipara
Multipara
Terapi Anjuran
Terapi Khusus
Pesalinan memanjang (Prolonged latent phase)
>20 jam
>14 jam
Tirah baring
Oksitosin atau SC pada keadaan gawat
<1,2 cm/jam
<1,5 cm/jam
Ekspektatif
SC untuk CPD
<1,0 cm/jam
<2 cm/jam
Persalinan terhambat 1. Protraction activephase dilatation 2. Protraction descent
Persalinan macet 1. Prolonged deceleration phase 2. Secondary arrest of dilatation 3. Arrest of descent 4. Failure of descent
>3jam
>1jam
>2jam
>2 jam
>1 jam
>1 jam
Oksitosin tanpa CPD SC pada CPD
Istirahat bila lelah SC
ABNORMALITAS TENAGA PERSALINAN Dilatasi servik dan propulsi serta ekspulsi janin dimungkinkan oleh adanya his dan usaha meneran pada persalinan kala II. Kurangnya intensitas satu atau kedua faktor diatas akan menyebabkan perjalanan partus yang terhambat atau terganggu. Diagnosis disfungsi uterus pada kala I fase laten sulit ditegakkan dan umumnya dibuat secara retrospektif. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah terapi disfungsi uterus pada pasien yang masih belum inpartu. 3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan disfungsi uterus: 1. Membiarkan berlangsungnya partus lama tanpa tindakan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal. 2. Oksitosin drip dapat digunakan untuk mengatasi beberapa jenis disfungsi uterus. 3. Pada kasus dengan kegagalan atau terdapat kontra-indikasi oksitosin drip, pilihan untuk melakukan SC lebih utama dibandingkan pilihan persalinan dengan ekstrasi cunam tengah yang secara teknis sulit dikerjakan. JENIS DISFUNGSI UTERUS Kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai dengan aktivitas miometrium yang bersifat gradual, dengan kontraksi terkuat dan berlangsung lama dibagian fundus uteri dan kearah servik kekuatan kontraksi uterus secara bertahap menjadi semakin berkurang ( Pernyataan Reynold dkk pada tahun 1948)
Caldeyro-Barcia dkk (1950) dari Montevideo Uruguay menyatakan bahwa terdapat perbedaan waktu dari onset kontraksi uterus di daerah fundus uteri dan daerah pertengahan corpus uteri serta pada segmen bawah rahim. Larks (1960) menjelaskan bahwa rangsangan yang berawal di bagian cornu akan diikuti oleh rangsangan berikutnya beberapa milidetik setelahnya, gelombang rangsangan akan saling menyatu dan diteruskan secara serentak dari fundus uteri kebagian bawah uterus. Agar terjadi dilatasi servik, diperlukan kekuatan kontraksi uterus sekurang-kurangnya 15 mmHg. Kontraksi uterus yang berlangsung secara normal dapat menimbulkan tekanan intrauterin sampai 60 mmHg. Dengan data diatas, maka disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi : 1. Disfungsi uterus hipotonik : 1. Tidak ada tonus basal 2. Kontraksi uterus memiliki pola gradasi normal ( synchronous) tetapi 3. Tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya dilatasi servik. 2. Disfungsi hipertonik ( incoordinate uterine dysfunction) 1. Basal tonus meningkat dan atau 2. Kekacauan dalam gradasi tekanan yang ditimbulkan oleh his akibat tekanan yang ditimbulkan oleh his dibagian tengah uterus lebih besar daripada yang dihasilkan oleh bagian fundus dan atau adanya peristiwa asinkronisme dari rangsang yang berasal dari cornu.
Kontraksi uterus hipotonik
Kontraksi uterus hipertonik
ETIOLOGI PENYEBAB DISFUNGSI UTERUS 1. Analgesia epidural 2. Chorioamnionitis 3. Posisi ibu selama persalinan 4. Posisi persalinan pada kala II Komplikasi maternal:
Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat berlangsung secara normal.
Bila servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas.
Emboli air ketuban (jarang).
Atonia uteri dengan akibat HPP.
Komplikasi janin : 1. Morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat oleh karena : A.Kontraksi uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterin. B.Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir. 2. Acker dkk (1988) melaporkan kejadian Erb atau Duchene paralysis pada 1/3 kasus partus presipitatus. 3. Persalinan tanpa pertolongan yang baik akan menyebabkan cedera pada janin akibat terjatuh dilantai atau tidak dapat segera memperoleh resusitasi bila diperlukan. Penatalaksanaan
Kejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan yang baik pada kehamilan yang sedang berlangsung.
Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang diberikan.
Distosia akibat kelainan pada Janin Gangguan terhadap jalannya proses persalinan dapat disebabkan oleh kelainan presentasi, posisi dan perkembangan janin intrauterin. Diagnosa distosia akibat janin bukan hanya disebabkan oleh janin dengan ukuran yang besar, janin dengan ukuran normal namun dengan kelainan pada presentasi intra uterin tidak jarang menyebabkan gangguan proses persalinan. UKURAN JANIN PADA DISPROPORSI FETOPELVIK Pada edisi awal dari Williams Obstetrics, yang dimaksud dengan berat badan berlebihan pada janin adalah bila berat badan mencapai 5000 gram. Pada edisi ke 7 sampai ke 13 kriteria berat badan janin berlebih adalah 4500 gram.
Parkland Hospital : 2/3 neonatus yang dilahirkan perabdominal (SC) pasca persalinan ekstraksi forsep yang gagal memiliki berat badan 3700 gram. Disproporsi fetopelvik bukan hanya disebabkan oleh berat badan janin yang besar, kelainan letak seperti posisio oksipitalis posterior, presentasi muka , presentasi dahi juga dapat menyebabkan hambatan persalinan. Penilaian Ukuran Kepala Janin Upaya untuk meramalkan adanya Disproporsi Fetopelvik - FPD secara klinis dan radiologis atas dasar ukuran kepala janin tidak memberi hasil memuaskan. Thorp dkk (1993) melakukan evaluasi terhadap maneuver Mueller- Hillis dan menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara distosia dengan kegagalan desensus kepala janin. Ferguson dkk ( 1998) menyatakan bahwa sensitivitas dalam meramalkan adanya CPD dengan menggunakan index fetopelvic ( yang dikemukakan oleh Thurnau dkk 1991) sangat kurang. Sampai saat ini tidak ada metode terbaik untuk meramalkan secara akurat adanya FPD berdasarkan ukuran kepala janin. LETAK SUNGSANG Definisi Letak sungsang didefinisikan sebagai letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah (presentasi bokong) . Klasifikasi Letak sungsang dibagi menjadi : 1. Letak bokong murni (frank breech), yaitu hanya bokong saja yang jadi bagian depan sedangkan kedua tungkai bawah lurus ke atas.
2. Letak bokong kaki (complete breech), yaitu disamping bokong teraba kaki, baik teraba kedua kaki atau satu kaki. 3. Letak kaki (footling breech/incomplete breech), yaitu salah satu atau kedua kaki terletak sebagai bagian yang terendah.
Etiologi Letak sungsang biasanya terjadi karena kegagalan versi spontan menjadi presentasi kepala pada kehamilan aterm atau pada persalinan prematur sebelum versi kepala terjadi. Beberapa faktor predisposisi pada letak sungsang:
1. Bobot janin relatif rendah. Hal ini mengakibatkan janin bebas bergerak. Ketika menginjak usia 28-34 minggu kehamilan, berat janin makin membesar, sehingga tidak bebas lagi bergerak. Pada usia tersebut, umumnya janin sudah menetap pada satu posisi. Kalau posisinya salah, maka disebut sungsang. 2. Rahim yang sangat elastis. Hal ini biasanya terjadi karena ibu telah melahirkan beberapa anak sebelumnya, sehingga rahim sangat elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk berputar hingga minggu ke-37 dan seterusnya. 3. Hamil kembar. Adanya lebih dari satu janin dalam rahim menyebabkan terjadinya perebutan tempat. Setiap janin berusaha mencari tempat yang nyaman, sehingga ada kemungkinan bagian tubuh yang lebih besar (yakni bokong janin) berada di bagian bawah rahim. 4. Hidramnion. Volume air ketuban yang melebihi normal menyebabkan janin lebih leluasa bergerak walau sudah memasuki trimester ketiga.
5. Hidrosefalus. Besarnya ukuran kepala akibat kelebihan cairan (hidrosefalus) membuat janin mencari tempat yang lebih luas, yakni di bagian atas rahim. 6. Plasenta previa. Plasenta yang menutupi jalan lahir dapat mengurangi luas ruangan dalam rahim. Akibatnya, janin berusaha mencari tempat yang lebih luas yakni di bagian atas rahim. 7. Panggul sempit. Sempitnya ruang panggul mendorong janin mengubah posisinya menjadi sungsang. 8. Kelainan bawaan. Jika bagian bawah rahim lebih besar daripada bagian atasnya, maka janin cenderung mengubah posisinya menjadi sungsang.
Diagnosis Pemeriksaan Luar Berdasarkan pemeriksaan Leopold akan teraba bagian keras, bundar, dan melenting pada fundus uteri. Punggung anak dapat diraba pada salah satu sisi perut dan bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Di atas simfisis, akan teraba bagian yang kurang bundar dan lunak. Bunyi jantung terdengar pada punggung anak setinggi pusat.
Pemeriksaan Dalam Pada pemeriksaan dalam, jika pembukaan sudah besar dapat teraba tiga tonjolan tulang, yaitu kedua tubera ossis ischii dan ujung os sacrum, sedangkan os scrum dapat dikenal sebagai tulang yang meruncing dengan deretan prosesus spinosus ditengah-tengah tulang tersebut
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan menggunakan Röntgen dan USG. Namun karena adanya faktor resiko paparan radiasi maka USG lebih sering digunakan pada saat ini. Dengan menggunakan USG dapat diketahui presentasi, letak dan habitus dari bayi, adanya kehamilan multipel, lokasi dari plasenta dan volume cairan amnion.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan antepartum Apabila telah ditegakkan diagnosis sungsang, seorang ibu harus diobservasi apakah terjadi versi spontan menjadi presentasi kepala. Apabila posisi sungsang tetap bertahan diatas usia kehamilan 36 minggu maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan versi luar.
Versi Luar Merupakan suatu tindakan untuk mengubah letak janin dalam rahim yang dikerjakan dari luar melalui dinding abdomen.
Penatalaksanaan selama persalinan Keputusan untuk menentukan cara kelahiran bayi, harus dibuat secara hati-hati sesuai dengan kondisi individu. (tabel berikutnya)
Seksio sesaria Indikasi untuk seksio sesaria antara lain panggul sempit, janin besar (lebih dari 3500 gr pada primi dan 4000 gr pada multigravida) atau tali pusat menumbung.
Tabel. Kriteria persalinan pervaginam atau seksio sesaria pada letak sungsang Persalinan Pervaginam
Seksio Sesaria
- Letak sungsang bokong murni
- Berat janin >3500 gr atau <1500 gr
- Umur kehamilan >=34 minggu
- Ukuran pelvis yang sempit atau Perbatasan
- Taksiran berat badan janin 2000 – 3500 gr
- Kepala janin yang defleksi atau Hiperekstensi
- Kepala janin fleksi
- Pecah ketuban yang lama
- Ukuran pelvis yang memadai
- Bagian bawah janin yang tidak Engaged
- Tidak ada indikasi ibu maupun anak
- Primi tua
untuk seksio sesaria - Janin yang preamatur (umur kehamilan 25-34 minggu) - Presentasi kaki
Persalinan pervaginam
Persalinan pervaginam spontan Persalinan spontan pervaginam hanya dilakukan apabila taksiran berat badan anak pada primipara kurang dari 3500 gr dan pada multipara kurang dari 4000 gram serta tidak ada penyulit lain. Bila syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka langsung dilakukan seksio sesaria. Persalinan pervaginam pada letak sungsang biasanya ditolong secara Bracht dan pada primigravida selalu didahului dengan episiotomi.
PERASAT BRACHT Bokong dan pangkal paha yang telah lahir di pegang dengan 2 tangan, kemudian di hiperlordosis tubuh janin kearah perut ibu, sehingga lama kelamaan bagian janin dapat dilahirkan. Penolong sama sekali tidak melakukan tarikan, hanya bantu proses persalinan sesuai dengan letak sungsang. Tidak semua bagian berhasil dilahirkan.
Persalinan sungsang pervaginam secara spontan (sungsang “Bracht”) dapat dibagi menjadi 3 tahap : 1. Fase Lambat Pertama Tahapan persalinan dari bokong sampai umbilicus. Disebut fase lambat oleh karena pada fase ini umumnya tidak terdapat hal-hal yang membahayakan jalannya persalinan.Pada fase ini, penolong bersikap pasif menunggu jalannya persalinan. 2. Fase Cepat Tahapan persalinan dari umbilikus sampai mulut. Disebut fase cepat oleh karena dalam waktu < 8 menit ( 1 – 2 kali kontraksi uterus ) fase ini harus sudah berakhir.Pada fase ini, talipusat berada diantara kepala janin dengan PAP sehingga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia janin. 3. Fase lambat Kedua Tahapan persalinan dari mulut sampai seluruh kepala. Pertolongan pada tahap persalinan ini tidak boleh tergesa-gesa oleh karena persalinan kepala yang terlalu cepat pada presentasi sungsang dapat menyebabkan terjadinya dekompresi kepala sehingga dapat menyebabkan perdarahan intrakranial.
PERASAT KLASIK Dasarnya adalah lengan kiri janin ditolong oleh lengan kiri penolong begitu pula sebaliknya. Bokong dan pangkal paha yang telah lahir dipegang dengan 2 tangan, badan ditarik kebawah sampai ujung bawah scapula dimana kelihatan dibawah simfisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan yang bertentangan dengan lengan yang akan dilahirkan, tubuh janin ditarik keatas, sehingga perut janin ke arah perut ibu. Tangan penolong yang satu dimasukan kedalam jalan lahir dengan menelusuri punggung janin menuju ke lengan belakang sampai fossa kubiti. 2 jari tangan tersebut ditempatkan sejajar dengan humerus dan lengan belakang janin dikeluarkan dengan bimbingan jari – jari tersebut. Untuk melahirkan lengan depan, dada dan punggung janin dipengang dengan kedua tangan, tubuh janin diputar unutk mengubah lengan depan supaya berada di belakang dengan arah putaran sedemikian rupa sehingga punggung janin melewati simfisis, kemudian lengan yang sudah berada dibelakang tersebut dilahirkan dengan cara yang sama. Cara klasik terutama dilakukan bila lengan depan menjungkit ke atas / berada di belakang leher janin. Karena memutar tubuh dapat membahayakan janin, maka bila lengan depan letaknya normal, cara klasik dilakukan tanpa memutar tubuh janin, sehingga lengan kedua tetep dilahirkan sebagai lengan depan. Kedua kaki dipengang dengan tangan yang bertentangan dengan lengan depan untuk menarik tubuh janin ke bawah sehingga punggung janin mengarah ke bokong.
PERASAT MUELLER Dengan kedua tangan pada bokong dan pangkal paha, tubuh janin ditarik ke bawah sampai bahu depan berada di bawah simfisis, kemudian lengan depan dikeluarkan dengan cara yang kurang lebih sama dengan cara yang telah diuraikan di depan, sesudah itu baru lengan belakang di lahirkan.
PERASAT LOEVSET Dasarnya adalah bahu belakang janin selalu berada lebih rendah daripada bahu depan karena lengkungan jalan lahir, sehingga bila bahu belakang di putar ke depan dengan sendirinya akan lahir di bawah simfisis. Setelah sumbu bahu janin terletak dalam ukuran muka belakang, dengan kedua tangan pada bokong, tubuh janin ditarik kebawah sampai ujung bawah scapula depan terlihat di bawah simfisis, kemudian tubuh janin diputar dengan cara memegang dada dan punggung oleh kedua tangan sampai bahu belakang terdapat di depan dan tampak di bawah simfisis, dengan demikian lengan depan dapat dikeluarkan dengan mudah. Bahu yang lain yang sekarang jadi bahu belakang, dilahirkan dengan memutar kembali tubuh janin kearah berlawanan, sehingga bahu belakang jadi bahu depan dan lengan dapat dilahirkan dengan mudah.
PERASAT MAURICEAU Badan janin dengan perut kebawah diletakkan pada lengan kiri penolong. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut janin sedangkan jari telunjuk dan jari manis pada maxilla untuk mempertahankan kepala agar tetap flexi. Tangan kanan memegang bahu janin dari belakang dengan jari telunjuk dan jari tengah berada di sebelah kiri dan kanan leher. Janin ditarik ke bawah dengan tangan kanan sampai suboksiput / batas rambut dibawah simfisi. Tubuh janin digerakkan ke atas sedangkan tangan kiri tetep mempertahankan fleksi kepala, sehingga muka lahir melewati perineum dan disusul oleh bagian lain. Tangan kiri tidak boleh ikut menarik janin, karena dapat menyebabkan perlukaan pada mulut dan muka janin.
CUNAM PIPER Kedua kaki janin dipegan pleh seorang pembantu dan diangkat ke atas, kemudian cunam dipasang melintang terhadap kepala dan melintang terhadap panggul. Cunam ditarik curam kebawah sampai batas rambut dan suboksiput berada dibawah simfisis, dengan suboksiput sebagai titik pemutaran , cunam berangsur diarahkan mendatar dan keatas, sehingga muka janin dilahirkan melewati perineum, disusul oleh bagian kepala yang lain.
PRESENTASI MUKA Merupakan kelainan deflkeksi kepala. Pada presentasi muka terjadi hiperekstensi maksimum kepala sehingga oksiput menempel dengan punggung janin dengan demikian maka yang merupakan bagian terendah janin adalah mentum. Dalam kaitannya dengan simfisis pubis, maka presentasi muka dapat terjadi dengan mento anterior atau mento posterior. Pada janin aterm dengan presentasi muka mento-posterior, proses persalinan pervaginam terganggu akibat bregma (dahi) tertahan oleh bagian belakang simfisis pubis. Dalam keadaan ini, gerakan fleksi kepala agar persalinan pervaginam dapat berlangsung terhalang, maka persalinan muka spontan per vaginam tidak mungkin terjadi.
Presentasi Muka Mentoposterior, dagu berada dibagian posterior . Persalinan pervaginam hanya mungkin berlangsung bila dagu berputar ke anterior. Bila dagu berada di anterior, persalinan kepala per vaginam masih dapat berlangsung pervaginam melalui gerakan fleksi kepala. Pada sejumlah kasus presentasi muka dagu posterior, dagu akan berputar spontan ke anterior pada persalinan lanjut. Pada tahun 1995 sampai 1999 , angka kejadian presentasi muka di Parkland Hospital sekitar 1 : 2000 persalinan.
Diagnosis: Diagnosa presentasi muka ditegakkan melalui pemeriksaan VT dengan meraba adanya mulut – hidung – tulang rahang atas dan “orbital ridges”. Kadang perlu dibedakan dengan presentasi bokong dimana dapat teraba adanya anus dan tuber-ischiadica yang sering keliru dengan mulut dan tulang rahang atas. Pemeriksaan radiologis dapat menampakkan gambaran hiperekstensi kepala yang jelas dan tulang muka diatas pintu atas panggul. Etiologi :
Tumor leher janin
Lilitan talipusat
Janin anensepalus
Kesempitan panggul dengan janin yang besar
Grande multipara dengan perut gantung („pendulous abdomen‟)
Mekanisme persalinan pada presentasi muka: Presentasi muka jarang terjadi bila kepala masih diatas Pintu Atas Panggul. Umumnya keadaan diawali dengan presentasi dahi yang kemudian pada proses desensus berubah menjadi presentasi muka . Mekanisme persalinan terdiri dari densensus – putar paksi dalam – fleksi – ekstensi dan putar paksi luar.
Mekanisme persalinan pada presentasi muka mentoposterior. Terjadi putar paksi dalam sehingga dagu berputar keanterior dan lahir pervaginam Tujuan Putar Paksi Dalam adalah agar dagu berada dibelakang simfisis pubis oleh karena hanya pada posisi ini kepala janin dapat melewati perineum melalui gerakan fleksi. Setelah Putar Paksi Dalam dagu kedepan selesai dan tahapan desensus berikutnya berlangsung, maka dagu dan mulut nampak di vulva dan persalinan kepala berlangsung melalui gerakan fleksi. Setelah kepala lahir, oksiput akan mendekati anus dan dagu berputar seperti saat memasuki Pintu Atas Panggul. Persalinan bahu berlangsung seperti pada presentasi belakang kepala.Pada presentasi muka, edema akan merubah bentuk wajah anak. Molase juga terjadi dan menyebabkan bertambah panjangnya diameter occipitomentalis ,
Penatalaksanaan: Bila ukuran panggul normal dan kemajuan proses persalinan berlangsung secara normal, persalinan pervaginam pada presentasi muka dapat berlangsung dengan wajar. Observasi Detik Jantung Janin dilakukan dengan monitor eksternal. Presentasi muka sering terjadi pada panggul sempit, maka terminasi kehamilan dengan SC sering terpaksa harus dilakukan. Usaha untuk merubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala , pemutaran posisi dagu posterior menjadi dagu anterior secara manual atau dengan cunam, serta dengan versi ekstraksi tidak boleh dikerjakan pada masa obstetri modern.
PRESENTASI DAHI Merupakan kelainan letak defleksi dan presentasi yang sangat jarang. Diagnosa ditegakkan bila VT pada PAP teraba orbital ridge dan ubun-ubun besar.
Presentasi dahi Pada gambar diatas, terlihat bahwa kepala berada diantara posisi fleksi sempurna dengan ekstensi sempurna. Kecuali pada kepala yang kecil atau panggul yang sangat luas, engagemen kepala yang diikuti dengan persalinam pervaginam tak mungkin terjadi. Diagnosis Presentasi dapat dikenali melalui pemeriksaan palpasi abdomen dimana dagu atau oksiput dapat diraba dengan mudah. Diagnosa dipastikan dengan VT dan teraba sutura frontalis – ubunubun besar – orbital ridges – mata atau pangkal hidung. Etiologi Etiologi sama dengan penyebab presentasi muka. Presentasi dahi sering merupakan keadaan “temporer” dan dalam perjalanan persalinan selanjutnya dapat berubah secara spontan menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinan Pada janin yang sangat kecil kecil atau panggul yang luas persalinan pervaginam biasanya berlangsung dengan mudah. Pada janin aterm dengan ukuran normal, persalinan pervaginam sulit berlangsung oleh karena engagemen tidak dapat terjadi sampai terjadinya molase hebat yang memperpendek diamater occipitomentalis atau sampai terjadinya fleksi sempurna atau ekstensi maksimum menjadi presentasi muka. Persalinan pervaginam pada presentasi dahi yang persisten dapat berlangsung bila terdapat molase berlebihan sehingga bentuk kepala berubah. Molase berlebihan akan menyebabkan caput didaerah dahi sehingga palpasi dahi menjadi sulit. Pada presentasi dahi yang transien, progonosis tergantung pada presentasi akhir. Bila tetap pada presentasi dahi, prognosis persalinan pervaginam sangat buruk kecuali bila janin kecil atau jalan lahir sangat luas.Prinsip penatalaksanaan sama dengan pada presentasi muka.
LETAK LINTANG Sumbu panjang janin tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu. Kadang-kadang sudut yang ada tidak tegak lurus sehingga terjadi letak oblique yang sering bersifat sementara oleh karena akan berubah menjadi presentasi kepala atau presentasi bokong (“unstable lie”). Pada letak lintang, bahu biasanya berada diatas Pintu Atas Panggul dengan bokong dan kepala berada pada fossa iliaca. Deskripsi letak lintang : akromial kiri atau kanan dan dorso-anterior atau dorso-posterior. Angka kejadian 1 : 300 persalinan tunggal (0.3%)
Palpasi abdomen pada letak lintang . Posisi akromion kanan dorso anterior A. Leopold I , B Leopold II C. Leopold III dan D Leopold IV Diagnosis Diagnosa biasanya mudah dan kadang-kadang hanya melalui inspeksi dimana abdomen terlihat melebar dengan fundus uteri sedikit diatas umbilikus. Tidak ada kutub janin yang teraba dibagian fundus dan kepala teraba di fossa iliaca. Pada dorso-posterior, teraba bagian kecil pada palpasi dinding abdomen. VT pada persalinan dini dapat meraba tulang rusuk, bila pembukaan servik sudah bertambah maka dapat teraba skapula dan klavikula. Arah penutupan aksila menunjukkan arah bahu dan lokasi kepala. Pada persalinan lanjut, bahu terperangkap dalam jalan lahir dan seringkali disertai prolapsus lengan dan keadaan ini disebut letak lintang kasep - neglected transverse lie. Etiologi 1. Grandemultipara akibat dinding abdomen yang kendor 2. Janin Preterm 3. Plasenta previa 4. Kelainan anatomis uterus 5. Hidramnion
6. Panggul sempit Wanita yang sudah mengalami persalinan > 4 kali dengan bayi aterm memiliki kemungkinan mengalami kehamilan dengan presentasi lintang 10 kali lipat nulipara. Kekendoran otot abdomen yang mengakibatkan perut gantung (“pendulous abdomen”) dapat menyebabkan uterus jatuh kedepan sehingga sumbu panjang janin menjauh dari sumbu jalan lahir. Letak plasenta pada Segmen Bawah Rahim dan kesempitan panggul dapat menyebabkan gangguan akomodasi bagian terendah janin sehinga terjadi letak lintang. Mekanisme persalinan Persalinan spontan pervaginam pada janin aterm normal dengan presentasi lintang tidak mungkin berlangsung. Setelah selaput ketuban pecah, lengan janin memasuki panggul dan menyebabkan prolapsus lengan. Kontraksi uterus selanjutnya akan menyebabkan bahu masuk kedalam SBR dan menyebabkan regangan SBR berlebihan yang dapat berakhir dengan ruptura uterus (“neglected transverse lie”) Bila janin kecil (kurang dari 800 gram) dan panggul cukup luas, persalinan pervaginam dapat berlangsung bila his yang cukup kuat untuk melipat tubuh janin agar melewati PAP dan persalinan berlangsung dengan mekanisme conduplicatio corporae. Penatalaksanaan Presentasi lintang pada awal persalinan adalah indikasi untuk melakukan SC. Pada minggu ke 39 sebelum persalinan atau pada awal persalinan, bila selaput ketuban masih utuh dapat dilakukan tindakan versi luar pada presentasi lintang tanpa disertai komplikasi lain . Pada saat melakukan SC, akibat terperangkapnya tubuh janin dalam SBR maka insisi uterus lebih baik dilakukan secara vertikal.
Letak lintang kasep (“neglected transverse lie”) Terdapat lingkaran muskular (pathological retraction ring-Bandl” ) diatas SBR yang sudah sangat menipis. Tekanan His disebarkan secara sentripetal pada dan diatas lingkaran retraksi patologis sehingga regangan terus bertambah dan menyebabkan robekan pada SBR.
PRESENTASI RANGKAP Prolapsus lengan disamping bagian terendah janin. Angka kejadian dan Etiologi: Angka kejadian 1 : 700 persalinan. Keadaan ini disebabkan oleh hambatan penutupan PAP oleh kepala janin secara sempurna antara lain seperti yang terjadi pada persalinan preterm. Prognosis dan Penatalaksanaan Angka kematian perinatal meningkat sebagai konsekuensi dari persalinan preterm, prolapsus talipusat dan prosedur obstetrik yang traumatik. Pada sebagian besar kasus, penatalaksanaan kasus adalah ekspektatif oleh karena jarang mengganggu jalannya persalinan
dan umumnya tangan janin secara reflektoar akan ditarik sehingga tidak lagi mengganggu jalannya persalinan. Tindakan yang bisa dikerjakan adalah dengan mereposisi tangan dan menurunkan kepala kedalam jalan lahir secara bersamaan. Tebes dkk (1999) melaporkan adanya janin yang mengalami nekrosis iskemik pada tangan yang selanjutnya sampai memerlukan amputasi.
Presentasi rangkap. Tangan kiri berada didepan bagian terendah janin dan biasanya desensus kepala dapat berlangsung normal
Distosia akibat Gangguan pada Jalan Lahir (CPD) Disproporsi fetopelvik diakibatkan oleh kurangnya kapasitas panggul, ukuran anak yang besar atau yang paling sering adalah kombinasi antara kedua hal tersebut. Kurangnya diameter panggul dapat menyebabkan distosia selama proses persalinan. Kesempitan panggul dapat terjadi pada : pintu atas panggul, bidang tengah panggul pintu bawah panggul atau kombinasi diantaranya.
PENYEMPITAN PINTU ATAS PANGGUL Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran
Diameter antero-posterior terpendek.
Diameter tranversal terbesar. Perkiraan Diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan melalui pengukuran Conjugata
Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas panggul sering ditegakkan bila ukuran CD <>.
Pengukuran Conjugata Diagonalis Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata diameter biparietal - BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin dapat melalui panggul bila diameter AP – Pintu Atas Panggul. Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak dalam kandungannya biasanya juga kecil. Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik terjadi melalui tekanan hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah janin terhadap servik. Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas
ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan Pintu Atas Panggul. Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik selaput ketuban pada servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan. Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi terjadinya kelainan presentasi. Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka dan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.
PENYEMPITAN PINTU TENGAH PANGGUL Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul. Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” ( LETAK MALANG MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan posisio occipitalis posterior ( sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ). Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5. Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum. Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
Diameter Sagitalis Posterior - DSP ( titik pertengahan diameter interspinous dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya kesempitan PAP. Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila jumlah dari Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) kurang dari 13.5 cm. Dengan demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila diameter interspinous. Dugaan klinik adanya kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina ischiadica yang menyolok.
PENYEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama. Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis. Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx). Terjadi kesempitan pada Pintu Bawah Panggul bila diameter intertuberosa. Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi pada persalinan terjadi robekan perineum yang luas. Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul. PENILAIAN KAPASITAS PANGGUL 1. Pengukuran Conjugata Diagonalis dengan pemeriksaan panggul 2. Pengukuran diameter interspinarum menggunakan jangka pengukur Boudeloque 3. Penonjolan spina ischiadica yang ditemukan saat vaginal toucher 4. Sudut arcus pubis ( sudut arcus pubis lancip atau kurang dari 900 ) 5. [ Pemeriksan X-ray pelvimetri ] 6. [ Computed Tomography Scanning ] 7. [ Magnetic Resonance Imaging ]
DISTOSIA AKIBAT JALAN LAHIR LUNAK Abnormalitas anatomik organ reproduksi wanita dapat menyebabkan abnormalitas atau gangguan jalannya proses persalinan. Kelainan dapat meliputi : uterus- servix – vagina – vesika urinaria – rektum dan masa dalam adneksa serta parametrium (kista ovarium, mioma uteri). Kelainan Uterus:
Kelainan bentuk uterus (uterus bicornu, uterus septus)
Prolapsus uteri
Torsi uterus Kelainan servix uteri: jaringan sikatrik yang menyebabkan stenosis servik. Kelainan
vulva - vagina : Septum vagina, sikatrik vulva dan vagina , “Giant Condyloma Accuminata”. Vesica urinaria dan rectum yang penuh dapat menyebabkan distosia. Masa adneksa : mioma uteri dibagian servik, kista ovarium.
DAFTAR PUSTAKA Cunningham FG et al : Dystocia – Abnormal Labor in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005 De Cherney, Alan H. Current Obstetric and Gynecologic Diagnmosis and Treatment. 9thEdition.2003. India. The McGraw – Hill Companies Inc Krishadi, Sofie R.et all.editor.Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin. Bagian Pertama.2005.Bandung.Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Perjan RSHS Critchclow CW, Leet TL, Beneditti TJ et al: Risk factors and infant outcomes associated with umbilical cord prolapse: A population-base case control study among births in Washington state. Am J Obstet Gynecol 170;163, 1994 Sporri S, Hanggi W, Brahetti A et al: Pelvimetry by magnetic resonance imaging as a diagnostic tool to evaluate dystocia. Obstet Gynecol 89;902, 1997 Ferguson JE, Newberry YG, DeAngelis GA et al: The fetal-pelvic index has minimal utility in predicting fetal-pelvic disproportion.Am J Obstet Gynecol 179;1186, 1998 Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi RS DR. Hasan Sadikin