2
REFERAT
PENATALAKSANAAN ARTRITIS GOUT
Disusun oleh:
Luciana 112016290
Pembimbing:
dr. Sugiarto, Sp. PD
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOTO SOEBROTO
PERIODE 07 AGUSTUS 2017 - 14 OKTOBER 2017
Daftar Isi
Daftar isi 2
Latar Belakang 3
Epidemiologi 4
Etiologi 4
Patofisiologi 5
Manifestasi Klinis 10
Pemeriksaan Klinis 11
Kriteria Diagnostik 12
Penatalaksanaan 16
komplikasi 20
Prognosis 21
Kesimpulan 21
Daftar Pustaka 22
Latar Belakang
Artritis gout atau yang biasa dikenal dengan artritis pirai merupakan suatu penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler.1 Artritis gout merupakan suatu penyakit metabolik yang terkait dengan peradangan sendi akibat peningkatan kadar asam urat dalam darah/hiperurisemia. Hiperurisemia adalah suatu keadaan dimana kadar asam urat serum diatas normal yaitu lebih dari 7 mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dL pada wanita. Keadaan hiperurisemia terjadi akibat ekskresi asam urat menurun atau sintesis asam urat meningkat. Keadaan sintesis asam urat meningkat diakibatkan oleh pengaruh asupan makanan yang tinggi akan purin, faktor genetik dan asupan alkohol. Peningkatan asam urat dalam darah merupakan faktor utama terbentuknya kristal-kristal monosodium urat (MSU) yang terdeposit dalam sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal tersebut berbentuk seperti jarum dan apabila menumpuk maka akan memicu reaksi peradangan, bila berlanjut maka akan menimbulkan nyeri hebat di daerah terkait.
Terapi yang direkomendasikan adalah berdasarkan tahapan-tahapan terjadinya gout.2 Tahapan gout terdiri dari 4 fase yaitu tanpa gejala, gout akut, interkritikal dan kronis. Tahapan gout tanpa gejala atau hiperurisemia saja biasanya tidak membutuhkan pengobatan. Menurut American College of Rheumatology (ACR) tahun 2012, terapi lebih diutamakan non-farmakologi yaitu dengan edukasi pola makanan dan terapi farmakologi berdasarkan tahapan terjadinya gout.3 Ada 4 domain spesifik dalam manajemen terapi gout yaitu menurunkan kadar urat (urate-lowering theraphy), artritis gout kronik dengan ditemukan tofus pada pemeriksaan fisik, analgesik dan anti-inflamasi dan anti-inflamasi profilaksis pada serangan gout akut.3
Oleh karena itu, semakin cepat dan tepat dalam mencegah dan mengobati serangan gout akut maka dapat mengurangi insiden dan prevalensi artritis gout yang terjadi khususnya di Indonesia, maka referat ini akan membahas kriteria diagnosis dan penatalaksanaan dari artritis gout.
Epidemiologi
Prevalensi hiperurisemia cenderung meningkat baik pada negara maju maupun negara berkembang dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi geografis, etnis dan konstitusi faktor genetik. Prevalensi penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan dengan rasio 2-7:1 yang proporsi puncaknya pada usia lima puluhan. Penelitian meta-analisis di Cina pada tahun 2011 mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 21,6% pada pria dan 8,6% pada wanita.
Jumlah kejadian artritis gout di Indonesia masih belum jelas karena data yang masih sedikit. Hal ini disebabkan negara Indonesia memiliki berbagai macam jenis etnis dan kebudayaan sehingga kejadian artritis gout lebih banyak variasi namun telah dilakukan penelitian untuk mencari prevalensi hiperurisemia. Penderita artritis gout pada pria terjadi pada usia yang lebih muda yaitu pada usia di bawah 34 tahun sebesar 32%.4 Pada wanita, kadar asam urat umumnya rendah dan meningkat setelah usia menopause. Prevalensi di desa Tenganan Pegrisingan Karangasem, Bali pada tahun 2011 didapatkan sebesar 28%. Di daerah Minahasa pada tahun 2003, proporsi kejadian artritis gout sebesar 29,2% dan pada etnik tertentu di Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah menderita gout 6,5 tahun atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah.
Etiologi
Seperti yang telah dijelaskan bahwa penyebab dari gout adalah hiperurisemia. Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik. Hiperurisemia dan gout primer adalah hiperurisemia dan gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain. Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia atau gout disebabkan karena penyakit lain atau penyebab lain. Hiperurisemia dan gout idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologi atau anatomi yang jelas.
Hiperurisemia dan gout primer terbagi menjadi dua yaitu dengan kelainan molekular yang masih belum jelas dan hiperurisemia primer karena adanya kelainan enzim spesifik.
Hiperurisemia dengan kelainan molekular yang masih belum jelas dapat disebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya produksi asam urat dalam tubuh dan pengeluaran asam urat melalui ginjal yang kurang adekuat namun dengan etiologi yang tidak diketahui.
Hiperurisemia dengan kelainan enzim spesifik yaitu dengan meningkatknya produksi asam urat dalam tubuh dapat disebabkan oleh sintesis atau pembentukan asam urat yang berlebihan oleh karena defisiensi sebagian dari enzim hipoksantin guanine fosforibosil-transferase (HGPRT) yang dapat ditemukan pada sindrom Kelley-Seegmiller.5 Selain itu peningkatan aktivitas varian dari enzim phoribosylpyrophosphatase (PRPP) sintetase sehingga menyebabkan overproduksi asam urat.
Hiperurisemia primer karena ekskresi asam urat yang kurang adekuat (underexcretion) kemungkinan disebabkan karena faktor genetik. Hal tersebut ditandai dengan kadar fractional uric acid clearance pada hiperurisemia primer tipe underexcretion didapatkan lebih rendah dari orang normal.5
Hiperurisemia dan gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan de novo biosynthesis, yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan underexcretion. Kelainan karena peningkatan de novo biosynthesis terdiri dari kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada sindrom Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glucose 6-phosphatase pada glycogen storage disease (Von Gierkee) dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-1-phosphate aldolase.5
Patofisiologi
Metabolisme asam urat
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Purin merupakan hasil metabolisme asam nukleat yang secara langsung diubah dari makanan. Pemecahan nukelotida purin terjadi di semual sel, tetapi asam urat hanya dihasilkan oleh jaringan yang mengandung xanthine oxsidase (XO) terutama di hepar dan usus kecil. Rerata sintesis asam urat endogen setiap harinya adalah 300-600 mg per hari, dari diet 600 mg per hari lalu diekskresikan ke urin rerata 600 mg per hari dan ke usus sekitar 200 mg per hari. Pada keadaan normal, 90% metabolit nukleotid (adenine, guanine dan hipoxantin) dipakai kembali untuk membentuk adenine monophosphat (AMP), inosinemonophosphat (IMP) dan guanine monophosphate (GMP) oleh enzim adenine phosphoribosyltransferase (APRT) dan hypoxantine guanine phosphoribosyltransferase (HGPRT).3 Dua pertiga total urat tubuh berasal dari pemecahan purin endogen, hanya sepertiga yang berasal dari diet yang mengandung purin. Pada pH netral, asam urat dalam bentuk ion asam urat (monosodium urat) banyak terdapat dalam darah.
Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa, yaitu 5-phosporibosyl-1-porphosphat (PRPP) yang didapat dari ribose 5 fosfat yang disintesis dengan ATP (adenosinetriphosphate) dan merupakan sumber gugus ribosa.3 Reaksi pertama, PRPP bereaksi dengan glutamin membentuk fosforibosilamin yang mempunyai sembilan cincin purin. Reaksi ini kemudian dikatalisis oleh PRPP glutamil amidotransferase, suatu enzim yang dihambat oleh produk nukleotida IMP, AMP dan GMP.3 Ketiga nukleotida ini juga menghambat produksi nukelotida purin dengan menurunkan kadar substrat PRPP. IMP merupakan nukleotida purin pertama yang dibentuk dari gugus glisin dan mengandung basa hipoxanthine. IMP berfungsi sebagai titik cabang dari nukelotida adenine dan guanine. AMP berasal dari IMP melalui penambahan sebuah gugus amino aspartate ke karbon enam cincin purin dalam reaksi yang memerlukan guanosine triphosphate (GTP).3 GMP berasal dari IMP melalui pemindahan satu gugus amino dari amino glutamin ke karbon dua cincin purin, reaksi ini membutuhkan ATP. Selanjutnya AMP mengalami deaminasi menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami defosforilasi menjadi inosin dan guanosin.3 Basa hypoxanthine terbentuk dari IMP yang mengalami defosforilasi dan diubah oleh xanthine oxidase menjadi xhantine serta guanine akan mengalami deaminasi untuk menghasilkan xanthine juga. Xhantine akan diubah oleh xhantine oxidase menjadi asam urat.
Gambar 1. Metabolsime asam urat.1
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa asam urat dalam peredaran darah dalam bentuk monosodium urat (MSU). Apabila konsentrasi MSU dalam plasma berlebih atau dalam keadaan hiperurisemia yaitu lebih dari 7,0 mg/dL maka akan membentuk kristal. Hal ini terjadi dikarenakan kristal MSU tersebut tingkat kelarutan dalam plasma sangat rendah. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya serangan artritis gout pada penderita hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga kelarutan asam urat dipengaruhi oleh pH, suhu dan ikatan antara asam urat dan protein plasma.
Kristal MSU yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan mengaktifkan sel-sel melalui rute konvensional yaitu opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan mediator inflamasi.3 Mekanisme kedua adalah MSU berinteraksi langsung dengan membran lipid dan protein melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit. Dari interaksi tersebut mengaktivasi beberapa jalur transduksi seperti protein G, fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, dan p38 mitogen-activated protein kinase. Mediator-mediator tersebut akan menginduksi pengeluaran interleukin (IL) pada sel monosit dan merupakan faktor penentu terjadinya akumulasi neutrofil.3
Pengenalan kristal MSU atau desensitisasi diperantarai oleh Toll-like receptor (TLR) 2 dan TLR 4 yang kemudian kedua reseptor tersebut beserta TLR protein penyadur MyD88 mendorong terjadinya fagositosis. Proses pengenalan oleh TLR 2 an 4 akan mengaktifkan faktor transkripsi nuclear factor-kB dan menghasilkan berbagai macam faktor inflamasi. Proses fagositosis MSU mengahasilkan reactive oxygen species melalui NADPH oksidase. Keadaan tersebut mengakitfkan NLRP3, MSU juga menginduksi pelepasan ATP yang nantinya akan mengaktifkan P2X7R. Ketika P2X7R diaktifkan akan terjadi proses pengeluaran cepat kalium dari dalam sel yang merangsang NLRP3. Kompleks makro molekular yang disebut dengan inflamasom terdiri dari NLRP3, ASC dan pro-caspase-1 dan CARDINAL. Semua proses diatas nantinya akan menghasilkan IL-1alfa.3
Salah satu komponen utama pada inflamasi akut adalah pengaktifan vascular endothelial yang menyebabkan vasodilatasi dengan peningkatan aliran darah, peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma dan pengumpulan leukosit ke dalam jaringan.3 Aktivasi endotel akan menghasilkan molekul adhesi seperti E-selectin, intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan disebabkan karena adanya faktor TNF-alfa yang dikeluarkan oleh sel mast.3
Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui faktor kemotaktik yaitu sitokin dan kemokin yang berperan pada adhesi endotel dan proses transmigrasi. Sejumlah faktor yang diketahui berperan dalam proses artritis gout adalah IL-1alfa, IL-8, CXCL1 dan granulocyte stimulating-colony factor.3
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kadar MSU dalam darah dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu produksi dan ekskresi. Apabila kedua faktor tersebut terganggu maka akan memengaruhi kadar MSU, bisa berlebih ataupun bisa berkurang. Hiperurisemia adalah kadar MSU dalam darah yang berlebih yaitu lebih dari 7 mg/dL. Ada beberapa faktor yang memengaruhi hiperurisemia antaralain:
Nutrisi
MSU merupakan produk hasil metabolisme dari purin. Purin merupakan suatu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat atau asam inti dari sel dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Makan-makanan yang mengandung purin tinggi (150 – 180 mg/100 gram) misalnya jeroan baik dagin sapi, kambing maupun babi, makanan hasil laut (seafood), kacang-kacangan, bayam, jamur, kembang kol, sarden, kerang, minuman beralkohol.1 Gaya hidup seseorang yang senang dengan makanan-makanan yang disebut diatas berisiko tinggi terjadinya hiperurisemia asimptomatik maupun serangan gout akut. Namun terdapat makanan yang tinggi purin yang tidak meningkatkan kadar MSU. Makanan tersebut bersumber dari nabati seperti asparagus, polong-polongan, kembang kol dan bayam.
Obat-obatan
Seseorang yang mengonsumsi obat-obatan diuretika seperti furosemide dan hidroklorotiazida, obat-obatan kanker, vitamin B12 dapat meningkatkan kadar MSU dalam darah yaitu dengan meningkatkan absorbsi asam urat di ginjal sehingga menurunkan ekskresi asam urat urin.3
Obesitas
Kelebihan berat badan (IMT>25 kg/m2) dapat meningkatkan kadar asam urat dan juga memberikan beban penopang sendi tubuh yang lebih berat. Obesitas berkaitan dengan resistensi insulin. Insulin diduga meningkatkan reabsorbsi asam urat pada ginjal melalui urate dependent anion transporter-1 (URAT1) atau melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush border yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus proksimal.3 Hal ini mengakibatkan gangguan pada proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adneosin dalam tubuh meningkat. Peningkatan adenosine dalam tubuh menyebabkan retensi sodium, asma urat dan air oleh ginjal.3
Usia
Hiperurisemia dapat terjadi pada semua tingkat usia namun kejadian ini meningkat pada laki-laki dewasa berusia lebih dari 30 tahun dan wanita setelah menopause atau berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini disebabkan oleh karena pada usia ini wanita mengalami gangguan produksi hormon estrogen. Hormon tersebut berisfat urikosurik yaitu meningkatkan ekskresi asam urat dalam urin.
Genetik
Mutasi genetik dapat diasosiasikan dengan kelebih produksi asam urat atau memengaruhi ekskresi asam urat oleh karena defek sistem transport asam urat pada ginjal. Orang-orang berkulit hitam juga memiliki risiko tinggi terjadinya hiperurisemia.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis artritis gout terdapat beberapa tahapan yaitu terdiri dari artritis gout asimptomatik, artritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun dengan tofus.
Asimptomatik artritis gout
Merupakan tahap pertama hiperurisemia dan bersifat tanpa gejala/asimptomatik. Kondisi ini dapat terjadi untuk beberapa jangka waktu lama dan ditandai dengan penumpukan asam urat pada jaringan yang bersifat silent.1,3 Pada tahap ini harus diupayakan untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah dengan mengubah pola makan atau gaya hidup.
Akut artritis gout
Tahap ini terjadi radang sendi yang timbul sangat cepat dan dalam waktu yang singkat. Radang sendi muncul tiba-tiba ketika bangun pagi, pasien akan merasakan sakit yang hebat sampai kesulitan dalam berjalan. Radang sendi biasanya terjadi pada salah satu sendi pada ekstremitas atas atau bawah (monoartikuler) dengan keluhan utama nyeri seperti tertusuk-tusuk, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Pada 50% kasus, serangan artritis gout akut terjadi pada metatarsophalangeal-1 (MTP-1) yang biasa disebut dengan podagra.3 Apabila berlanjut dan tidak terobati maka serangan dapat bersifat poliartikular yaitu terjadi pada sendi-sendi lainnya misalnya sendi lutut, pergelangan kaki, sendi-sendi pada jari tangan, dll, selain itu dapat timbul rekurensi yang multipel, interval antara serangan singkat dan tidak menentu.
Interkritikal gout
Fase ini merupakan kelanjutan daripada serangan akut gout dan biasanya dapat sembuh sendiri walaupun tidak diobati. Setelah serangan terdapat interval waktu atau jeda waktu dimana pasien tidak timbul gejala dan sifatnya asimptomatik. Fase ini merupakan interkritikal. Secara klinis tidak menimbulkan gejala namun pada aspirasi sendi dapat ditemukan kristal urat yang menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut atau kemungkinan deposit asam urat secara silent.1,3 Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut.
Gout menahun dengan tofus
Pada stadium ini umumnya disertai dengan tofus yang banyak dan bersifat poliartikuler. Tofus terbentuk pada masa artritis gout kronis akibat insolubilitas (kemampuan kelarutan relatif asam urat). Tempat-tempat yang sering dihinggapi adalah bursa olecranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar dan heliks telinga. Tofus dapat menghilang apabila diterapi dengan cepat. Tofus yang besar dapat dilakukan ekspirasi namun hasilnya kurang memuaskan.3 Pada stadium ini biasanya tofus disertai dengan penyakit ginjal menahun. Tofus biasanya sangat sulit dibedakan dengan nodul pada artirits rheumatoid sehingga perlu observasi yang lebih teliti untuk menegakkan diagnosis gout menahun.
Pemeriksaan klinis
Pada pemeriksaan klinis dapat ditentukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa asam urat dilakukan dengan pemeriksaan lewat laboratorium, pemeriksaan radiologis dan cairan sendi. Pada anamnesa terutama ditujukan untuk mendapatkan faktor keturunan dan kelaianan atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia. Pertanyaan yang dapat menggali seperti adakah keluarga yang menderita hiperurisemia dan gout, kebiasaan pasien meminum alkohol, memakan obat-obatan tertentu secara teratur, adanya kelaianan darah, kelaianan ginjal atau penyakit lainnya.
Pemeriksaan fisik sama seperti anamnesa yaitu mencari kelaianan atau penyakit sekunder hiperurisemia terutama tanda-tanda anemia atau phletora, pembesaran organ limfoid, keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan tanda kelaianan ginjal serta kelaianan pada sendi.
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mengarahkan dan memastikan penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berdasarkan perkiraan diagnosis setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap. Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan adalah kadar asam urat dalam darah dan urin 24 jam. Kadar asam urat dalam urin 24 jam penting dikerjakan untuk mengetahui apakah penyebab hiperurisemia disebabkan oleh overproduction atau underexcretion. Kadar asam urat dalam urin 24 jam pada orang normal adalah dibawah 600 mg/hari.5 Pemeriksaan cairan sendi yang dilakukan dibawah mikroskop untuk melihat Kristal urat atau monosodium urate (Kristal MSU) dalam cairan sendi. Hal ini dilakukan dengan mengaspirasi cairan sendi dengan menggunakan spuit. Selanjutnya adalah pemeriksaan dengan rontgen. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan diawal setiap pemeriksaan sendi. Pemeriksaan ini paling efektif apabila penyakit sudah berlangsung kronis dan sering kumat, bahkan apabila tidak membaik dianjurkan untuk dilakukan magnetic resonance imaging (MRI).5 Hal ini dilakukan untuk melihat kelaianan baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di sekitar sendi.
Kriteria diagnostik
Kriteria diagnostik gout bertujuan untuk memudahkan dan membantu klinisi dalam identifikasi akut artritis gout dengan gold standart yaitu tetap berdasarkan dari pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis ini telah disepakati oleh American College of Rheumatology (ACR) dan European League Against Rheumatism (EULAR) pada tahun 2015.6 Menurut kriteria yang dibuat oleh kedua badan internasional tersebut, ada beberapa langkah yang harus diidentifikasi untuk memenuhi syarat kriterianya. Langkah pertama adalah entry criterion, yang ditandai dengan pada pasien terdapat satu episode bengkak, nyeri atau sensitive terhadap nyeri di daerah peripheral joint atau di bursa.6 Kemudian langkah kedua adalah sufficient criterion yaitu adanya bukti jelas kristal MSU pada sendi atau bursa yang mengalami keluhan tersebut atau adanya presentasi tofus.6 Apabila pasien memenuhi kriteria pada langkah kedua maka pasien tidak perlu memenuhi kriteria selanjutnya pada langkah ketiga, artinya diagnosis pasien sudah tegak mengalami artritis gout. Langkah ketiga yaitu criteria, digunakan apabila pada langkah kedua tidak terjadi pada pasien.6 Pada langkah ketiga terbagi menjadi dua poin untuk menegakkan diagnosis yaitu:
Secara klinis
Pola lokasi nyeri yang bersangkutan saat episode gejala/simptomatis. Hal tersebut dapat terjadi secara monoartikular atau poliartikular, umumnya di ankle atau mid-foot dapat disertai/tidak dengan keterlibatan sendi metatarsophalangeal.
Karakteristik dari episode simptomatisnya. Terdapat tiga karakteristik yaitu adakah eritema disekitar sendi-sendi yang terserang (dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik oleh klinisi atau keluhan utama pasien datang berobat), pasien tidak berani untuk menyentuh bagian-bagian yang terserang dan keluhan tersebut dapat disertai dengan kesulitan untuk berjalan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sendi-sendi yang terlibat.
Lamanya serangan tanpa memperdulikan penggunaan anti-inflamasi. Kriterianya yaitu lamanya nyeri maksimal kurang dari 24 jam, mengalami resolusi gejala dalam waktu kurang dari 14 hari dan resolusi komplit yang terjadi diantara episode simptomatik.
Bukti klinis dari tofus. Hal ini ditandai dengan adanya nodul subkutaneus yang kering atau putih seperti kapur. Lokasi yang sering terkena di sendi, daun telinga, bursa olecranon, pada jari dan tendon (Achilles).
Laboratorium
Kadar serum urat. Idealnya pasien diperiksa kadar serum uratnya saat tidak mengonsumsi ULT dan lebih dari 4 minggu setelah awal episode serangan
Analisis cairan sendi/synovial yang diaspirasi dari sendi atau bursa yang bersangkutan
Imaging
Adanya bukti nyata deposit urat pada sendi atau bursa yang mengalami gejala yang dideteksi menggunakan ultrasound evidence of double contour sign atau dual-energy computed tomography.6
Adanya bukti kerusakkan sendi yang diduga oleh karena gout dengan radiografi konvensional pada tangan atau kaki serta menunjukkan paling sedikit satu erosi.6
Table 2
The ACR/EULAR gout classification criteria*
Categories
Score
Step 1: Entry criterion (only apply criteria below to those meeting this entry criterion)
At least 1 episode of swelling, pain, or tenderness in a peripheral joint or bursa
Step 2: Sufficient criterion (if met, can classify as gout without applying criteria below)
Presence of MSU crystals in a symptomatic joint or bursa (ie, in synovial fluid) or tophus
Step 3: Criteria (to be used if sufficient criterion not met)
Clinical
Pattern of joint/bursa involvement during symptomatic episode(s) ever
Ankle or mid-foot (as part of monoarticular or oligoarticular episode without involvement of the first metatarsophalangeal joint
1
Involvement of the first metatarsophalangeal joint (as part of monoarticular or oligoarticular episode)
2
Characteristics of symptomatic episode(s) ever
Erythema overlying affected joint (patient-reported or physician-observed)
Can't bear touch or pressure to affected joint
Great difficulty with walking or inability to use affected joint
One characteristic
Two characteristics
Three characteristics
1
2
3
Time course of episode(s) ever
Presence (ever) of 2, irrespective of anti-inflammatory treatment: Time to maximal pain <24 h Resolution of symptoms in 14 days Complete resolution (to baseline level) between symptomatic episodes
One typical episode
Recurrent typical episodes
1
2
Clinical evidence of tophus
Draining or chalk-like subcutaneous nodule under transparent skin, often with overlying vascularity, located in typical locations: joints, ears, olecranon bursae, finger pads, tendons (eg, Achilles)
Present
4
Laboratory
Serum urate: Measured by the uricase method. Ideally should be scored at a time when the patient was not receiving urate-lowering treatment and it was >4 weeks from the start of an episode (ie, during the intercritical period); if practicable, retest under those conditions. The highest value irrespective of timing should be scored
<4 mg/dL (<0.24 mmol/L)
6–<8 mg/dL (0.36–<0.48 mmol/L)
8–<10 mg/dL (0.48–<0.60 mmol/L)
10 mg/dL ( 0.60 mmol/L)
4
2
3
4
Synovial fluid analysis of a symptomatic (ever) joint or bursa (should be assessed by a trained observer)
MSU negative
2
Imaging§
Imaging evidence of urate deposition in symptomatic (ever) joint or bursa: ultrasound evidence of double-contour sign¶ or DECT demonstrating urate deposition**
Present (either modality)
4
Imaging evidence of gout-related joint damage: conventional radiography of the hands and/or feet demonstrates at least 1 erosion
Present
4
Gambar 2. Diagnosis Kriteria Gout menurut ACR dan EULAR 2015.6
Penatalaksanaan
Manejemen penatalaksanaan pada setiap penyakit dibagi menjadi 2 yaitu secara farmakologis dan non-farmakologis. Secara farmakologis, tujuang pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Terapi yang diberikan harus dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artritis gout dan berdasarkan kondisi objektif penderita dan perawatan komorbiditas.
Tatalaksana farmakologis
EULAR tahun 2016 mengeluarkan beberapa butir rekomendasi dalam penanganan pasien dengan serangan gout akut dan terapi selanjutnya yaitu:7
1. Terapi lini pertama serangan gout
Kolkisin (serangan dalam 12 jam pertama) pada hari pertama dan/atau NSAID+PPI dan kortiksteroid oral
Rekomendasi: kombinasi kolkisin dan NSAID atau kolkisin dan kortikosteroid oral
Kontraindikasi NSAID dan kortikosteroid oral: pada pasien dengan gangguan ginjal berat
Kontraindikasi kolkisin: pasien yang menjalani terapi P-glycoprotein dan/atau CYP3A4 inhibitor seperti siklosporin atau klaritromisin
Dosis:
Kolkisin: 1 mg/hari (dalam jam pertama) kemudian dilanjutkan 0,5 mg (1 jam setelahnya) pada hari pertama serangan
Kortikosteroid oral: prednisolon 30-35 mg/hari dengan pengobatan kurang lebih 3-5 hari
2. Terapi serangan gout berulang dan kontraindikasi terhadap terapi lini pertama
Anti-IL beta
Anti-IL 1
Indikasi: pada pasien yang kontraindikasi, intoleransi dan tidak respon dengan terapi NSAID dan/atau kolkisin
Kontraindikasi IL-1: pasien dengan infeksi berat atau sepsis
Dosis
Canakinumab 150 mg iv subkutan, pengobatan selama 3 hari
Anti-IL1 100 mg, pengobatan selama 3 hari
3. Terapi profilaksis dari serangan gout
Kolkisin
NSAID
Diberikan 6 bulan setelah menjalani terapi obat penurun asam urat/uric lower therapy (ULT)
Kontraindikasi kolkisin: pasien yang menjalani terapi P-glycoprotein dan/atau CYP3A4 inhibitor seperti siklosporin atau klaritromisin
Kontraindikasi NSAID: pada pasien dengan gangguan ginjal berat
Dosis
Kolkisin 0,5-1 mg/hari
NSAID:
Naproxen 250 mg, 2x1 tablet (dosis rendah)
4. Terapi ULT
Diberikan pada pasien yang mengalami serangan gout akut lebih dari 2 kali/tahun, terdapat tophi, artropati urat dan atau batu ginjal.
Dosis
Allopurinol 200-300 mg/hari
5. Monitoring pada pasien dengan terapi ULT
Serum asam urat harus dimonitor dan dijaga < 6 mg/dL
Kadar serum urat < 5 mg/dL harus dicapai pada pasien dengan gout berat yang ditandai dengan tophi, artropati kronik dan serangan yang sering
Kadar asam urat < 3 mg/dL tidak direkomendasi dengan terapi ULT jangka panjang
6. Inisisasi terapi ULT
Pada saat awal terapi ULT harus menggunakan dosis rendah yang kemudian dosis di tritasi sampai kadar serum asam urat mencapai target yaitu < 6 mg/dL
Kadar asam urat harus dijaga < 6 mg/dL seumur hidup
Obat yang digunakan adalah kombinasi allopurinol dengan urikosurik, febuxostat (menjadi pilihan apabila pasien tidak respon dengan kadar asam urat belum mencapai target)
Dosis
Allopurinol
Dosis awal: 100 mg/hari, kemudian ditingkatkan menjadi 600-800 mg/hari
Febuxostat
Dosis: 80-120 mg/hari
Urikosurik
Benzbromarone
Dosis: 50-200 mg/hari
Probenesid
Dosis: 1-2 g/hari
7. Terapi ULT pada pasien dengan gangguan ginjal berat
Pada pasien seperti ini, dosis alluporinol yang dipakai maksimum harus di setarakan dengan klirens kreatinin. Apabila target serum asam urat tidak tercapai, maka diganti dengan febuxostat atau benzbromaron dengan atau tanpa allopurinol, termasuk pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus < 30 mL/menit
8. Terapi ULT pada pasien dengan kronik gout tofus dan angka harapan hidup rendah
Pegloticase, ULT yang sangat kuat berasal dari strain yang dimodifikasi secara genetik dari kuman Escherichia coli yang mengkatalisasi oksidasi dari asam urat menjadi bentuk yang mudah larut yaitu allantoin
9. Terapi pada pasien yang mendapatkan terapi diuretik
Segera mengganti obat anti-hipertensi ke golongan seperti calcium channel blocker (CCB) atau apabila pasien juga hyperlipidemia, maka menggunakan obat golongan statin atau fenofibrat
Gambar 3. Algoritma Manajemen Terapi pada Serangan Akut Gout.7
Gambar 4. Algoritme Manajemen Terapi Hiperurisemia.7
Tatalaksana non-farmakologi
Beberapa gaya hidup yang dianjurkan antara lain adalah dengan menurunkan berat badan, mengonsumsi makanan sehat, olahraga, menghindari rokok dan konsumsi air yang cukup. Modifikasi diet untuk penderita obesitas adalah dengan target mencapai indeks masa tubuh yang ideal. Diet yang terlalu ketat dan diet tinggi protein atau rendah karbohidrat harus dihindari. Pada penderita gout dengan riwayat batu saluran kemih disarankan untuk mengonsumsi 2 liter air tiap harinya.3
Komplikasi
Artritis gout dapat menyebabkan beberapa komplikasi meliputi severe degenaritve arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin, protease dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis kronis, destruksi kartilago dan erosi tulang.3 Kristal MSU urat mengaktivasi osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi anabolik yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.3
Selain itu nefropati gout kronik merupakan penyakit tersering yang ditimbulkan karena hiperurisemia yang terjadi akibat dari pengendapan kristal MSU dalam tubulus ginjal. Pada jaringan ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang menyumbat dan merusak glomerulus.
Artritis gout sering dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya batu ginjal. Hal tersebut dikarenakan pH urin rendah yang mendukung terjadinya asam urat yang tidak larut. Batu ginjal atau nefrolitiasis asam urat merupakan pembentukkan massa keras seperti batu di dalam ginjal yang dapat menyebabkan nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.1,3 Terdapat tiga hal yang signifikan kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita batu ginjal yaitu hiperurikosuria, rendahnya pH dan rendahnya volume urin.
Prognosis
Prognosis artritis gout merupakan penyakit yang tidak berdiri sendiri. Prognosis penyakit artritis gout merupakan prognosis penyakit yang menyertainya. Penyakit ini sering dikaitkan dengan morbiditas yang cukup besar dengan episode serangan akut yang sering menyebabkan penderita cacat.1,3 Artritis gout yang diterapi lebih dini dan benar akan membawa prognosis yang baik jika kepatuhan penderita terhadap pengobatan juga baik. Jarang artritis gout sendiri yang menyebabkan kematian atau fatalitas pada penderitanya.3 Penyakit ini biasanya sering terkait dengan penyakit yang berbahaya lainnya dengan angka mortalitas yang cukup tinggi seperti hipertensi, dyslipidemia, penyakit ginjal dan obesitas.
Kesimpulan
Artritis gout merupakan suatu gangguan metabolik dimana terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah/hiperurisemia. Kadar asam urat dalam darah dipengaruhi oleh produksi dan ekskresi. Peningkatan kadar asam urat dalam darah dapat menyebabkan penumpukkan kristal monosodium urat monohidrat terutama dalam sendi dan jaringan sekitar serta berperan pada reaksi radang akut yang berkembang, menyebabkan nyeri berat. Terdapat 4 stadium perkembangan klinis artritis gout yaitu hiperurisemia asimptomatik, artritis gout akut, stadium interkritikal dan stadium artritis gout kronis. Pengobatan biasanya ditujukan pada gout stadium akut yaitu dengan analgesi, NSAID, kortikosteroid, urikosurik dengan tujuan untuk menurunkan kadar asam urat yang tinggi. Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah severe degenaritve arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Prognosis pada penyakit ini baik apabila diterapi dengan cepat dan tepat.
Daftar pustaka
Widyanto, FW. Artritis Gout dan Perkembangannya. Ejournal. Vol. 10. No. 2. Diakses 12 September 2017. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/viewFile/4182/4546.
Dianati, NA. Gout dan Hiperurisemia. J MAJORITY. Vol. 4. No. 3. 2015.
Khanna, D et al. American College of Rheumatology Guidlelines for Management of Gout, Part 1: Systematic Nonpharmacologic and Pharmacologic Therapeutic Approaches to Hyperuricemia. American College of Rheumatology. Vol. 64. No. 10, pp. 1431-1446. 2012.
Sholihah, FM. Diagnosis and Treatment Gout Arthritis. J MAJORITY. Vol. 3. No. 7. 2014.
Putra, TJ. Hiperurisemia. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III, PAPDI. pp. 1213-1216.
Neogi T, Jansen TLTA, Dalbeth N, et al. Ann Rheum Dis 2015;74:1789-1798. Diunduh dari: http://ard.bmj.com/. 26 September 2017.
Richette, P et al. 2016 Updated EULAR Evidence-Based Recommendations for the Management of Gout. Group.bmj.com. 76:29-42. 2017.