Refleksi Kasus Disfagia Orofaring thtFull description
Deskripsi lengkap
adsgsgdgdsysy
REFLEKSI KASUS SEROTINUSFull description
refkasDeskripsi lengkap
REFLEKSI KASUS MATI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Bagian Ilmu Kedokteran Forensik di RSUP DR.Sardjito
Diajukan kepada: dr. I.B.G. Surya Putra Pidada, Sp.F
Disusun Oleh: Najib Wibisono ( 20080310091)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014
A. Deskripsi kasus
Nama
: A.W
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 24 Tahun
Alamat
: Jepara
Agama
: Islam
Kasus Seorang jenazah laki-laki tidak berlabel terletak di atas meja otopsi dibungkus dengan kantong jenazah warna putih dengan resleting hitam di sepanjang tepi kantong. Jenazah dalam keadaan terbungkus kain batik warna merah bermotif bunga warna kuning dan hijau, memakai kaos coklat tanpa kerah lengan pendek bahan katun bertuliskan pause death. Jenazah memakai celana pendek coklat bergaris kuning disamping berlogo yonex, celana dibuka terlihat celana dalam bewarna abu-abu bermerk davin. Jenazah dikirim oleh penyidik Kasatlantas Polsek Gamping pada tanggal 14 Januari 2014 jam 16.00. Penyidik meminta Tim Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta / Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito untuk melakukan identifikasi serta pemeriksaan luar. Otopsi dilakukan tanggal 15 Januari 2014 mulai pukul 01.30 dan berakhir pukul 02.56. Jenazah dalam kondisi mati mendadak.
Kesimpulan hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut : 1. Jenazah laki-laki, panjang badan 159,5 cm, berat badan 67,7 kg, golongan darah menyusul. 2. Terdapat tanda-tanda mati lemas seperti keluarnya busa bewarna putih dari mulut dan hidung, terdapat bintik perdarahan di beberapa tempat dan warna keunguan pada jaringan di bawah kuku. 3. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan
4. Poin dua berhubungan dengan mekanisme kematian 5. Sebab kematian tidak bisa diketahui dengan pasti karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam 6. Sebab kematian diperkirakan 8-24 jam dari sebelum saat pemeriksaan
B. Masalah yang diangkat Apakah dokter boleh melakukan otopsi pada jenazah yang tidak diberi label?
C. Analisa dan Pembahasan Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera. Melakukan interpretasi atau penemuan penemuan tersebut. Menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan obyektif pada korban yang diperoleh dari pemeriksaan
adalah temuan medis. Adapun
persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal adalah : 1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan,
termasuk
surat
ijin
keluarga,
surat
permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum. 2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud pada surat tersebut. 3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin untuk membantu member petunjuk pemeriksaan dilakukan.
dan
jenis
pemeriksaaan
penunjang
yang
harus
Aspek medikolegal : 1. KUHAP pasal 133 ayat 1 dan 2 mengenai permintaan tertulis dari penyidik TERPENUHI. Surat nomor R/09/I/2014/RESKRIM dari Kepolisian Sektor Gamping, untuk pemeriksaan luar. 2. KUHAP
pasal
133
mengenai
pelabelan
jenazah
TIDAK
TERPENUHI. 3. KUHAP pasal 134 ayat 2 dan 3 mengenai persetujuan tertulis dari pihak keluarga TERPENUHI. 4. Berita acara penyerahan jenazah TERPENUHI.
Berdasarkan Pasal 133 KUHAP Ayat 3 yang berbunyi “mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat” maka dokter tidak boleh melakukan otopsi sebelum jenazah diberi lebel terlebih dahulu. Hal ini untuk memastikan bahwa jenazah yang akan diotopsi memang sesuai dengan identitas pada surat permintaan otopsi dari penyidik. Akan tetapi pada kenyataan dilapangan, yang terjadi adalah terkadang dokter tetap melakukan otopsi pada jenazah yang tidak berlabel tapi pada kondisi dimana terdapat konfirmasi dari pihak penyidik untuk menyusulkan label pada keesokan harinya atau beberapa hari berikutnya, pada saat otopsi hadir keluarga serta penyidik, sehingga bisa memastikan bahwa jenazah sesuai identitas.
D. Kesimpulan Pada kasus diatas sebaiknya dokter menunggu penyidik memberikan label pada jenazah tersebut sebelum diotopsi, agar jenazah yang akan diotopsi memang sudah sesuai dengan identitas yang ada di surat permintaan otopsi.
E. Referensi 1. Hamdani, Njowito. Autopsi. Dalam : Ilmu Kedokteran Kehakiman. Edisi Kedua. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2000 2. Idries, AM. Prosedur Khusus. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Binarupa Aksara. Jakarta. 1997 3. Mansjoer A, Suprohiota, wardani WI. Setiowulan W. Autopsi. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius. Jakarta. 2000