REFLEKSI KASUS HEMATEMESIS DAN MELENA I. IDENTITAS Nama : Ny. F Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 61 th Agama : Islam Suku bangsa : Jawa Pekerjaan : IRT Status perkawinan : Nikah II. DESKRIPSI KASUS Keluhan Utama Muntah darah Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) Os mengeluh muntah darah. Muntah darah berwarna hitam seperti kopi pekat, dengan jumlah kurang lebih 4 gelas. Sehari sebelumnya Os mengkonsumsi jamu untuk meredakan pegel linu yang diminum sebelum tidur. Sekitar pagi hari sebelum masuk rumah sakit, Os merasa mual-mual terus ter us menerus yang disertai rasa sakit pada daerah ulu hati, sakitnya terasa pedih. Kemudian muntah beberapa kali sebelum akhirnya memuntahkan darah. Setelah memuntahkan darah Os menjadi lemah dan dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit. Malamnya setelah masuk rumah sakit, Os mengeluhkan BAB berwarna hitam ter. Os baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Sejak usia 40an tahun, Os sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan untuk menghilangkan pegel linu, dan masih dikonsumsi hingga s ebelum Os masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Penyerta Sejak 2 bulan terakhir, Os mengaku sering merasa sakit pada ulu hati, terasa pedih, sakitnya hilang timbul dan sakit mereda dengan makanan. Cepat merasa kenyang dan terkadang perut terasa kembung. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit kuning (hati) di sangkal, riwayat mengkonsumsi alcohol disangkal, riwayat napas berbunyi (asma) disangkal, riwayat hipertensi dan kencing manis disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada di keluarga yang mengalami keluhan yang serupa. PEMERIKSAAN FISIK 1. Kesan umum : tampak lemah dan pucat Kesadaran : kompos mentis, GCS 15 2. Tanda Vital : Tekanan darah : 130/60 mmHg Frekuensi nadi : 98x/menit, regular, isi cukup Laju respirasi : 20x/menit, tipe torakoabdominal . Suhu : 36,4oC
1
3. Pemeriksaan per Organ Kulit : warna kulit hitam, pucat , tidak ada sianosis, tidak ada lesi kulit lain, tidak ada dekubitus. Kepala : tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka Mata : konjungtiva pucat , sklera tidak ikterik, Telinga : daun telinga tidak ada kelainan, tidak ditemukan adanya tanda radang Hidung : tidak ada kelainan, tidak terdapat sekret Mulut, sendi rahang dan gigi : tidak ada kelainan Tenggorokan : tidak ada kelainan, massa (-), tonsil T1-T1 Leher : derajat gerak tidak ada hambatan. Kelenjar tiroid tidak membesar, tidak ada bekas luka operasi pada tiroid. Massa lain tidak teraba. Kelenjar getah bening tidak teraba. Dada : tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan. Paru : Inspeksi : tidak ada kelainan bentuk, simetris, tidak ada bagian paru yang tertinggal pada saat bernapas Palpasi : tidak ada kelainan, nyeri tekan (-), fremitus simetris normal ka/ki Perkusi : sonor di lapang paru kiri dan kanan Auskultasi : suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan wh -/-, rh -/Kardiovaskuler : Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari di ICS V midclavikula sinistra Perkusi : batas jantung kanan di ICS 4 sternalis dekstra, batas jantung kiri atas di ICS 2 parasternalis sinistra, batas jantung kiri bawah di ICS 5 linea midklavikula sinistra Auskultasi : irama reguler, tunggal, M1>M2 Bising sistolik di apeks (+), gallop (-) Denyut nadi perifer Dorsalis pedis : kiri dan kanan teraba Abdomen : Inspeksi : tidak ada kelainan kulit, tidak terdapat jaringan parut, tidak terdapat luka bekas operasi Palpasi : nyeri tekan epigastrium , hati tidak teraba, lien tidak teraba, Auskultasi : bising usus meningkat, tidak ada bruit Muskuloskeletal : tidak ada deformitas, gerak tidak terbatas, tidak ada nyeri, tidak ada benjolan/peradangan Ekstremitas : akral tidak dingin Neurologik : tidak ada kelainan Anus/rectum dan alat kelamin tidak dilakukan pemeriksaan Data Penunjang Laboratorium Hb : 6,7 g/dL 2
Jumlah leukosit : 8100./μL Jumlah trombosit : 178.000/μL Hematokrit : 20,8% Ureum : 38 mg/dL Kreatinin : 1,1 mg/dL Gula darah : 98 mg/dl DIAGNOSA SEMENTARA Hematemesis Melena et causa Gastritis Erosiva DIAGNOSA BANDING Hematemesis Melena et causa Tukak Peptikum PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na, K, Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT, albumin, globulin) 2. Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung 3. Radiologi : Endoskopi SCBA, USG hati TERAPI 1. Suportif - Tirah baring - Infus RL 20 tts/menit, ganti dengan NaCl 0,9% apabila akan dilakukan transfusi darah - Transfusi PRC hingga Hb mencapai di atas 10 g/dl 2. Simptomatis - Metoklorpramid 3x 10 mg drip - Asam Traneksamat 3 x 1 g bolus iv 3. Nutrisi - Makan- makanan yang lunak dalam porsi kecil sedikit-sedikit - Hindari mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam, merokok dan alkohol 4. Kausal : b. Medikamentosa - Lansoprazole 2 x 30 mg bolus iv - Ranitidine 2 x 150 mg bolus iv - Sucralfate 3 x 1 gram / Misoprostol 4 x 200 mcg - Antasid 3 x 1 sdt - Vitamin K 3 x 1 amp c. Operasi : 5. Rehabilitasi Medik C. PEMBAHASAN 3
Dari anamnesis diperoleh data bahwa Sejak 3 hari yang lalu OS mengeluh muntah darah. Muntah darah berwarna hitam seperti kopi pekat, dengan jumlah kurang lebih 4 gelas. Sehari sebelumnya OS mengkonsumsi jamu untuk meredakan pegel linu sebelum tidur. Sekitar pagi hari sebelum masuk rumah sakit, OS merasa mual-mual terus menerus dan sakit pada daerah ulu hati, sakitnya terasa pedih dan kemudian muntah beberapa kali sebelum akhirnya memuntahkan darah. Malamnya setelah masuk rumah sakit, OS mengeluhkan BAB warna hitam ter. OS baru pertama kali mengalami keluhan BAB warna hitam dan muntah darah seperti ini. Sejak 2 bulan terakhir, OS mengaku sering merasa sakit pada ulu hati, terasa pedih, sakitnya hilang timbul dan sakit mereda dengan makanan. Cepat merasa kenyang dan terkadang perut terasa kembung. Sejak usia 40-an tahun, OS sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan pegel linu, dan masih dikonsumsi hingga sekarang. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada epigastrium, dan konjungtiva pucat. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa sementara yaitu Hematemesis Melena et causa Gastritis erosif. Terdapat tanda-tanda fisis pada pasien yang mengarahkan diagnosa pada Hematemesis Melena et causa Gastritis erosif yaitu muntah darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi, BAB yang berwarna hitam seperti ter, mual dan muntah, nyeri tekan epigastrium , pernah mengalami riwayat gastritis sebelumnya, serta terdapat riwayat pemakaian obat-obatan dan jamu untuk mengurangi pegel-pegel dalam jangka waktu yang lama. Muntah darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi diakibatkan oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu lambung, yang telah tercampur dengan asam lambung. Warna darah terganung pada jumlah asam lambung yang ada dan lamanya kontak dengan darah. Darah dapat berwarna merah segar bila tidak tercampur dengan asam lambung atau merah gelap, coklat, ataupun hitam bila telah bercampur dengan asam lambung atau enzim pencernaan sehingga hemoglobin mengalami proses oksidasi menjadi hematin. BAB yang berwarna hitam seperti ter juga diakibatkan oleh tercampurnya darah dengan asam lambung. BAB hitam (melena) baru dijumpai apabila terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL. Perdarahan saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi sebagai hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran cerna yang cepat. Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa sakit di daerah ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak beberapa bulan terakhir dan hilang timbul. Sakit dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang bila pasien makan. Kadang-kadang pasien merasa mual. Cepat merasa kenyang dan terkadang terasa kembung. Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa pasien pernah menderita gastritis. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa dispepsia yang dikeluhkan pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan keseimbangan faktor agresif dan defensif. Gastritis akut dapat disebabkan oleh NSAIDs, alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung maupun stress. Gastritis kronik disebabkan oleh Helicobacter pylori. Kemungkinan terjadi gastritis Akut pada pasien ini karena terdapat riwayat pemakaian obat-obat maupun jamu pereda pegel linu. Umumnya obat-obatan tersebut mengandung bahan-bahan yang dapat mengakibatkan perangsangan asam lambung yang berlebihan ataupun menghambat serta mengganggu dari fungsi perlindungan mukosa lambung terhadap asam lambung sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan lambung. Kandungan obat-obatan tersebut diantaranya yang terbanyak adalah NSAIDs 4
(Asam mefenamat) dan berbagai jenis steroid (prednisone, deksametason dll). Efek samping NSAIDs pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek samping pada lambung memang yang paling sering terjadi. NSAIDs merusak mukosa lambung malalui 2 mekanisme yakni : tropikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAIDs bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAIDs tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun, NSAIDs secara bermakna menekan prostaglandin. Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitiprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitiproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukus, dan ion bikarbonat dan meningkatkan epithelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi neutrofil pada endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa lambung. Berdasarkan penelitian, terbukti sebagai faktor resiko untuk mendapatkan efek samping semakin besar dari penggunaan NSAIDs adalah digunakan secara bersamasama dengan steroid, usia lanjut > 60 tahun, dan masih mengkonsumsi obat-obatan tersebut walaupun telah menderita penyakit gastritis sebelumnya tanpa diberikan obat-obatan pelindung untuk mukosa lambung. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa pasien mengalami Hematemesis Melena et causa Gastritis Akut erosif. Namun untuk menegakkan diagnosis secara pasti harus dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan kecil-kecil. Menentukan status hemodinamik pada saat pasien datang sangatlah penting karena hal ini akan mempengaruhi prognosis. Di samping itu, tanda-tanda gangguan sirkulasi perifer juga harus diwaspadai. Pada saat pemeriksaan , tidak didaparkan tanda-tanda hipovolemik sampai syok, yaitu tekanan darah masih dalam batas normal, nadi dan napas juga dalam batas normal serta akral tidak dingin. Hanya ditemukan konjungtiva pucat yang menandakan terjadi anemia, dan hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan Hb yang hanya 6, 7 gr/dl. Hal ini kemungkinan dikarenakan jumlah darah yang hilang tidak teralu banyak dan pasien telah mendapatkan penaganan sebelumnya di IGD serta telah mendapat satu kolf transfusi PRC. Diagnosis banding pasien ini adalah Hematemesis Melena et causa Tukak Peptikum dan Hematemesis Melena et causa varises esofagus. Berdasarkan penelitian bahwa penyebab terbanyak dari hematemesis melena adalah diakibatkan oleh pecahnya varises esofagus, gastritis erosif dan tukak peptikum. Gejala-gejala yang timbul hampir sama. Pada Hematemesis Melena yang diakibatkan oleh varises esofagus terdapat riwayat penyakit atau kelainan hati sebelumnya, dan umumnya darah yang dimuntahkan berwarna merah segar karena berasal dari pembuluh darah esofagus yang pecah walaupun terdapat juga warna muntahan darah berwarna hitam karena ada darah yang mengalir ke lambung dan bercampur dengan asam lambung. Untuk ,mengetahui apakah terdapat kelainan pada hati dapat dilakukan pemeriksaan fungsi hati seperti SGPT, SGOT dan apabila diperlukan dapat dilakukan USG hati. Sedangkan Hematemesis Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum, untuk membedakannya dengan gastritis erosif dapat dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi. Pada gastritis erosif dapat dijumpai kongesti mukosa, eresi-erosi kecil, dan 5
kadangkadang disertai dengan perdarahan kecil-kecil. Sedangkan pada tukak peptik dapat dijumpai erosi yang lebih luas dan dalam atau luka terbuka. Nyeri pada tukak duedonum umumnya tidak terlokalisasi, rasa sakit timbul waktu merasa lapar, biasanya terjadi setelah 90-3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau minum antasida. Nyeri spesifik timbul dini hari, antara tengah malam dan jam 3 dini hari yang dapat membangunkan pasien, dan rasa sakit terletak pada daerah sebelah kanan garis tengah perut. Sedangkan rasa sakit pada tukak lambung timbul setelah makan., dan terjadi pada daerah sebelah kiri dari garis tengah perut Pemeriksaan penunjang yang diusulkan adalah Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na, K, Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT, albumin, globulin), endoskopi dan USG hati. Pemeriksaan darah berguna untuk menilai keadaan sekaligus sebagai panduan untuk terapi. Sebagai contohnya kadar Hb dapat digunakan untuk panduan kapan harus dilakukan tranfusi darah. Karena pasien mengalami kehilangan darah baik melalui muntah ataupun feses, atau perdarahan di dalam lambung maka pada pemeriksaan Hb yang diharapkan adalah terjadinya penurunan kadar Hb. Elektrolit juga diperiksa karena ketika pasien muntah akan terjadi juga defisit elektrolit yang hilang bersama muntahan tersebut. Defisit elektrolit ini juga harus dikoreksi. Pemeriksaan fungsi hati diperlukan, untuk menilai apakah telah terjadi kelainan pada hati dan sebagai pertimbangan dalam pemberian terapi khususnya pada obat-obatan yang di metabolisme di hati. Endoskopi dilakukan untuk mengetahui asal tempat terjadinya sumber perdarahan, penyebab perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai diagnostik pasti. USG hati dilakukan apabila ada indikasi untuk melihat gambaran keadaan hati. Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan obat penghambat pompa proton seperti Lansoprazole. Mekanisme kerja PPI adalah memblokir enzim K+H+ATP ase yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan energi yang akan digunakan untuk mengeluarkan enzim HCL dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Selanjutnya diberikan obat-obatan golongan antihistamin H2 seperti Ranitidine, obat ini bekerja dengan cara memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Efek ini bersifat reversibel. Selain itu diberikan juga obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti sucralfate yang mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub alumunium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisiokokemikal pada daerah erosi, yang melindunginya dari pengaruh agresif asam lambung. Atau dapat diberikan obat-obatan analog prostaglandin seperti misoprostol yang dapat mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa lambung. Selain itu diberikan juga obat-obatan antasida yang mempunyai kemampuan untuk menetralkan asam lambung atau mengikatnya, seperti Magnesium hidroksida atau Alumunium hidroksida. Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna bagian atas diperbolahkan, dengan peetimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan relative murah. Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan dapat mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan darah yang bergantung pada vitamin K adalah faktor II, VII, IX, dan X. Apabila terjadi defisiensi vitamin K maka proses pembekuan akan berlangsung lama dan perdarahan dapat terjadi terus-menerus. Pemberian obat-obatan 6
antasida dan antagonis reseptor H2 tidak boleh diberikan pada waktu yang bersamaan, karena obat-obatan antasida dapat menghambat absorbsi dari obat-obatan lain. Pemberian dapat dilakukan dengan tenggang waktu 1-2 jam. Sebagai contoh pemberian antasida dilakukan 1 jam sebelum makan dan obat-obatan antihistamin H2 diberikan 1 jam setelah makan. Untuk obat-obatan antagonis H2 dan cytoprotective agent pemberiannya boleh dilakukan secara bersama-sama. Apabila kita menggunakan sucralfate, maka pemberiannya juga jangan diberikan bersamaan dengan antasida, karena sucralfate membutuhkan PH asam untuk aktivasi. DAFTAR PUSTAKA 1. Sastroamoro, S dkk., 2007., Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit Dalam RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo., Jakarta 2. Mansjoer, A dkk., 2001., Hematemesis Melena dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid I ., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Media Aesculapius hal.634-636 3. Adi, P., 2006., Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV ., Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta., hal.289-292 4. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia., 2008., ISO Farmakoterapi., PT.ISFI : Jakarta. 5. Mubin, AH., 2006., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2 : Diagnosis dan Terapi , EGC : Jakarta 6. Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC., 2001., Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2., Widya Medika : Jakarta
7