BAB I PENDAHULUAN Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersamaan dengan hormon glukagon yang juga disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.1,2 Pradiabetes adalah suatu kondisi di mana kadar glukosa darah atau tingkat HbA1C mencerminkan dan menggambarkan nilai yang lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk diagnosis sebagai penderita diabetes. Kondisi prediabetes ini dapat didiagnosis secara pasti dengan menggunakan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Setelah melakukan puasa 8 hingga 12 jam, glukosa darah seseorang diukur sebelum dan 2 jam setelah minum larutan yang mengandung glukosa. Dengan gangguan toleransi glukosa Seseorang akan menghadapi risiko yang lebih besar terkena diabetes dan penyakit kardiovaskular. Mengobati gangguan toleransi glukosa dapat membantu mencegah perkembangan diabetes dan menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. 1,2 Pradiabetes menjadi kondisi yang lebih umum di Indonesia. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimanatan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat. Pada negara Amerika Serikat, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan memperkirakan bahwa setidaknya 86 juta orang dewasa AS usia 20 atau lebih tua memiliki pradiabetes di tahun 2012. 1,2
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab Gangguan Toleransi Glukosa Penyebab pasti dari pradiabetes tidak diketahui, meskipun terdapat adanya sejarah genetika dalam keluarga memegang peranan yang penting. Para peneliti telah menemukan beberapa gen yang terkait dengan resistensi insulin. Kelebihan dan kekurangan lemak – lemak dalam tubuh terutama lemak dalam perut serta aktivitas seseorang yang tidak aktif dan jarang juga tampaknya menjadi faktor penting dalam perkembangan pradiabetes. 1,2 Hal yang jelas adalah orang yang memiliki pradiabetes tidak dapat mengelola gula darah (glukosa) dengan tepat dan dengan baik seperti seseorang yang normal. Hal ini menyebabkan gula darah menumpuk dalam aliran darah, dimana seharusnya gula darah ini bekerja secara normal dengan memberikan kontribusi sebagai sumber energi terhadap sel-sel yang terdapat di dalam otot dan jaringan lain. 1,2 Sebagian besar glukosa dalam tubuh seseorang berasal dari makanan yang dimakan, khususnya makanan yang mengandung karbohidrat. Setiap makanan yang mengandung karbohidrat dapat meningkatkan kadar gula darah seseorang, tidak hanya berasal dari makanan yang manis. Selama proses pencernaan makanan, gula memasuki aliran darah seseorang, dan dengan bantuan insulin, memasuki sel-sel tubuh di mana ia digunakan sebagai sumber energi.1-3 Insulin adalah hormon yang berasal dari kelenjar pankreas. Ketika seseorang makan maka pancreas akan mengeluarkan insulin ke dalam aliran darah. Insulin yang beredar dalam aliran darah tersebut bertindak seperti sebuah kunci yang membuka pintu mikroskopis yang memungkinkan gula darah untuk memasuki sel-sel tubuh. Sehingga insulin dapat menurunkan jumlah gula atau glukosa dalam aliran darah seseorang. 1-3 Apabila tingkat gula darah seseorang menurun, maka sekresi insulin dari pankreas juga akan menurun. Bila Anda memiliki pradiabetes, maka proses ini mulai bekerja tidak benar. Gula atau glukosa dapat menumpuk dalam aliran darah seseorang. Hal ini terjadi ketika pankreas tidak membuat cukup insulin atau sel-sel dalam tubuh telah menjadi resisten terhadap aksi insulin atau bahkan keduanya dapat terjadi. 1-3 2
Prediabetes Mengarah pada Diabetes Mellitus Tipe 1 Pada penderita prediabetes yang mengarah pada diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), lebih dari 90% sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang diproduksi hanya sedikit atau tidak dapat diproduksikan. Namun, hanya sekitar 10% dari semua penderita Diabetes Mellitus menderita Diabetes Tipe 1. Kebanyakan Diabetes Tipe 1 memunculkan tanda dan gejala sebelum usia 30. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau pada awal dewasa dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Faktor genetik dapat membuat sebagian orang lebih rentan terhadap ancaman faktor lingkungan. Defisiensi insulin pada prediabetes yang mengarah pada daiabetes tipe-1 akan mengurangi ambilan glukosa oleh otot, jaringan lunak, jaringan splanikus dan akan terjadi peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Kadar gula darah akan meningkat dan mengakibatkan peningkatan osmolalitas cairan ekstra selular. Peningkatan osmolalitas yang melebihi ambang batas ginjal akan menyebabkan glukosa dikeluarkan melalui urin. Glukosa yang ada akan menarik air dan elektrolit lain sehingga pasien mengeluh sering kencing atau poliuria. Dengan demikian tubuh akan selalu dalam keadaan haus dan mengakibatkan banyak minum (polidipsia). Polifagia disebabkan glukosa di dalam darah tidak dapat dipakai pada jaringan-jaringan perifer sehingga tubuh akan kekurangan glukosa (proses kelaparan starvation) yang menyebabkan pasien banyak makan. Selain itu defisiensi insulin pada pasien DM tipe-1 juga mengakibatkan berkurangnya ambilan asam amino dan sintesis protein, sehingga pemenuhan nitrogen otot kurang. Katabolisme protein juga meningkat, sehingga secara klinis massa otot dijaringan perifer berkurang mengakibatkan penurunan berat badan. Pada penderita prediabetes diperlukan perhatian pada tanda dan gejala yang mungkin muncul dan dapat mengarah pada diabetes mellitus tipe 1 yakni:
Rasa haus yang berlebihan Frekuensi BAK yang meningkat Rasa lapar yang berlebihan Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya
3
Penderita prediabetes yang mengarah pada diabetes mellitus tipe 1 mengalami kerusakan sel beta pankreas yang tidak dapat dicegah dalam memproduksi insulin, sehingga yang dapat dilakukan adalah dengan mengontrol pola makan dan melakukan latihan jasmani secara teratur agar gula darah ditubuh dapat terkontrol dengan baik serta melakukan control yang rutin. Prediabetes Mengarah pada Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada penderita prediabetes yang mengarah pada diabetes tipe 2 (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus), fungsi pankreas berjalan secara normal dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang lebih tinggi dari kadar yang normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Terjadi resistensi sel insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita toleransi glukosa terganggu. Diabetes tipe 2 jarang sekali terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi menjadi lebih umum pada jaman ini karena gaya hidup dan kurangnya aktivitas. Namun, diabetes tipe 2 biasanya bermula pada pasien yang umurnya lebih dari 30 dan menjadi semakin lebih sering seiring dengan peningkatan usia. Sekitar 15% dari orang yang berusia lebih dari 70 tahun menderita diabetes tipe 2. 2-5
Prediabetes Mengarah pada Diabetes Gestasional Diabetes gestasional disebabkan karena resistensi insulin selama kehamilan. Pada kehamilan, terjadi resistensi insulin secara fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon kehamilan seperti progesterone, kortisol, prolaktin, dan sebagainya yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan. Hal tersebut merupakan mekanisme tubuh dalam menjaga asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik dapat terjadi sebelum kehamilan dengan ibu-ibu yang mengalami obesitas, akan tetapi kebanyakan wanita dengan diabetes gestasional memiliki resistensi insulin secara fisiologis. Kondisi ini akan membaik segera setelah partus dan akan kembali ke kondisi awal setelah selesai masa nifas. 2-5 4
Diabetes gestasional jarang terdapat adanya gejala dan dapat hanya terdeteksi oleh pemeriksaan penunjang. Beberapa metode skrining untuk diabetes gestasional telah diusulkan tapi sejauh ini tidak ada metode yang optimal yang telah berlaku secara umum dan rekomendasi bervariasi dalam kriteria tertentu. Secara tradisional, dokter kandungan telah mengandalkan faktor risiko dan resiko klinis untuk mengidentifikasi pasien yang paling mungkin untuk mengalami diabetes gestasional. Potensi dan faktor resiko diabetes gestasional meliputi: 2-5 Seseorang yang relatif dengan keturunan diabetes Obesitas (di atas 120% berat badan ideal) Berat bayi sebelum yang berlebih (lebih besar dari persentil ke-90) Kematian neonatus atau bayi yang lahir mati tetapi tidak dapat dijelaskan Sejarah adanya diabetes pada periode sebelumnya (misalnya selama kehamilan sebelumnya menderita diabetes gestasional). Metode skrining selektif dapat dilakukan berdasarkan faktor risiko potensial yang ada dalam hubungannya dengan diabetes gestasional dengan melakukan pengukuran kadar glukosa darah sewaktu maupun glukosa darah puasa. Diagnosis diabetes gestasional dapat ditegakkan berdasarkan pada hasil TTGO yang telah diukur. Metode skrining tersebut masih disukai di sebagian rumah sakit. Skrining selektif juga sebagai metode yang digunakan di sebagian besar pusat rumah sakit di Hongkong. Pada beberapa populasi, hampir setengah dari semua pasien dengan diabetes gestasional kekurangan atau memiliki faktor risiko potensial tertentu yang minimal sehingga skrining secara umum menjadi jarang untuk dilakukan. American Diabetes Association telah merekomendasikan bahwa semua wanita yang hamil dan belum teridentifikasi adanya gangguan toleransi glukosa harus di lakukan skrining pada awal kehamilan dengan 1 jam 50 g TTGO dengan tes yang dilakukan antara 24 dan 28 minggu kehamilan. Nilai glukosa plasma ≥ 7,8 mmol / L harus digunakan sebagai ambang batas dan indikasi untuk kebutuhan untuk 3 jam 100 g TTGO. Hal ini direkomendasi dan juga didukung oleh Workshop Konferensi Ketiga Diabetes Gestasional Internasional. The American Congress of Obstetricians & Gynecologist merekomendasikan skrining dilakukan pada semua wanita yang hamil dan berusia lebih dari 30 tahun, atau pada wanita muda jika adanya faktor risiko yang timbul. 2-5
Prediabetes Mengarah pada Diabetes Terkait Malnutrisi
5
Pada penderita pradiabetes yang cenderung mengarah pada diabetes mellitus terkait kekurangan gizi (MRDM) merupakan jenis langka diabetes yang dikaitkan dengan kekurangan gizi jangka panjang. Jenis diabetes ini ditandai dengan adanya insulinopenia, resistensi insulin, hiperglikemia dan kegagalan pada sel beta pankreas. Pasien-pasien dengan keluhan ini memiliki gejala khas berupa kurus, berusia muda, dengan kondisi hiperglikemia, tetapi berbeda dengan IDDM. Pada diabetes jenis ini membutuhkan dosis tinggi insulin untuk melakukan control ditambah dengan terapi gizi medis dan terapi jasmani. 2-5 Toleransi glukosa terganggu diamati dalam kasus kwashiorkor dan dapat dijelaskan oleh respon fungsional sel beta pankreas yang buruk karena tingkat sintesis protein yang berkurang oleh karena defisiensi asam amino. Selain respon awal yang buruk dari sel beta pankreas, kasus kwashiorkor menunjukkan sekresi C peptide rendah yang berkelanjutan setelah dilakukannya pemeriksaan dan uji laboratorium. Hal tersebut menunjukkan adanya antagonisme insulin di atas respon fungsional yang tidak memadai lamban dari sel beta pankreas. Bahkan, temuan ini juga diperparah dengan kehadiran antagonis insulin seperti hormon pertumbuhan dan kortisol, yang umumnya meningkat antara kasus PEM. Disfungsi pankreas diamati dalam kasus kekurangan gizi, selain sekresi C peptide yang miskin, juga diwujudkan dengan rasio rendah C peptide berbanding kadar glukosa darah setelah pemeriksaan tes laboratorium. Hal tersebut merupakan perjanjian dengan sesame klinisi yang melaporkan rasio insulin berbanding glukosa yang rendah dalam kasus-kasus kwashiorkor di situasi yang berbeda. 2-5 Langkah Diagnosis Gangguan Toleransi Glukosa Pemeriksaan gula darah mandiri dapat memberikan informasi kepada para pradiabetesi sejauh mana keberhasilan program pencegahan diabetes saat itu. Informasi ini sangat berguna untuk membantu anda melakukan evaluasi terhadap asupan makanan, aktifitas dan kegiatan jasmani yang digunakan, sehingga kadar gula darah dapat dijaga sebaik mungkin. Sangat penting anda mengetahui gejala-gejala seperti keluar keringat dingin, rasa lemas, berdebar-debar, sangat lapar sebagai reaksi akibat kadar gula darah yang terlalu rendah (hypoglycemia), sehingga dengan pemeriksaan gula darah sesegera mungkin hasilnya dapat segera diketahui dan pertolongan yang tepat dapat segera dilakukan.3-7 Pemeriksaan gula darah mandiri juga sangat penting dilakukan ketika seseorang dengan prediabetes sedang sakit atau dalam keadaan stress, sehingga kadar gula darah yang tinggi dapat 6
segera diketahui dan penanganan dapat segera dioptimalkan dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani. Keakuratan hasil sangat tergantung kepada teknik pengambilan dan pemeriksaan serta sistem dari glukometer yang bekerja dengan baik. 3-7 Glukosa Darah Sewaktu Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dapat dilihat pada table berikut ini. 3-7 Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Prediabetes3
Glukosa Darah Puasa Seorang dokter dapat melakukan dua tes gula darah yang berbeda yakni glukosa plasma puasa
(GDP) tes dan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Kedua tes ini digunakan untuk menentukan apakah seseorang memiliki pra-diabetes. Selama menguji GDP, kadar glukosa darah diukur setelah 8-10 jam melakukan puasa terlebih dahulu, Tes ini dapat menentukan apakah tubuh sedang memetabolisme glukosa dengan benar atau tidak. Jika kadar glukosa darah seseorang normal setelah melakukan tes glukosa darah puasa (GDP), Seseorang tersebut bisa dinyatakan apa yang disebut dengan "gangguan glukosa puasa," yang menunjukkan pra-diabetes. Memahami Hasil Tes GDP dapat dilihat pada tabel berikut ini. 3-7 7
Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Puasa pada Prediabetes3
Kadar HbA1C Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C), disebut juga glycohemoglobin atau disingkat sebagai A1C, merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk
mengevaluasi pengendalian gula darah. Hasil pemeriksaan A1C memberikan gambaran rata-rata gula darah selama periode waktu enam sampai dua belas minggu dan hasil ini dipergunakan bersama dengan hasil pemeriksaan gula darah mandiri sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian terhadap pengobatan prediabetes atau diabetes yang dijalani. 3-7 Hemoglobin adalah salah satu substansi sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ketika gula darah tidak terkontrol (yang berarti kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu, maka kadar HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usia sel darah merah). Kadar HbA1C akan mencerminkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan. 3-7 Kadar HbA1C normal pada seseorang yang tidak menderita diabetes berkisar antara 4% sampai dengan 6%. Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada penderita diabetes, kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7%. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya. Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mengungkapkan bahwa penurunan HbA1C akan banyak sekali memberikan manfaat. Setiap penurunan HbA1C sebesar 1% akan mengurangi risiko kematian akibat diabetes sebesar 21%, serangan jantung 14%, komplikasi mikrovaskular 37% dan penyakit vaskuler perifer 43%.3-7 Penyandang prediabetes dan diabetes direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HbA1C setiap tiga bulan untuk menentukan apakah kadar gula darah telah mencapai target yang
8
diinginkan. Pada penyandang diabetes dengan gula darah terkontrol baik maka frekuensi pemeriksaan dapat dilakukan sedikitnya dua kali setahun. 3-7 Untuk seseorang yang tidak memiliki diabetes, tingkat A1C yang normal dapat berkisar 4-6 %. Seseorang yang memiliki diabetes yang tidak terkontrol untuk waktu yang lama mungkin memiliki tingkat A1C di atas 8 %. Ketika tes A1C digunakan untuk mendiagnosa diabetes, tingkat A1C sebesar 6,5 % atau lebih tinggi pada dua tes terpisah menunjukkan bahwa Anda memiliki diabetes. Hasil antara 5,7 dan 6,4 % dianggap pradiabetes yang menunjukkan risiko tinggi terjadinya diabetes. Bagi kebanyakan orang yang sebelumnya telah didiagnosis diabetes, tingkat A1C dari 7 % atau kurang adalah target pengobatan umum. Target yang lebih tinggi dapat dipilih pada beberapa individu. Jika tingkat A1C Anda di atas target, seorang dokter dapat merekomendasikan perubahan dalam rencana pengobatan prediabetes dan diabetes yang telah dijalani. Ingat, semakin tinggi tingkat A1C Anda, semakin tinggi risiko komplikasi diabetes. 3-7 Kadar Tes Toleransi Glukosa Oral Tes lainnya yang dapat dilakukan adalah seorang dokter melakukan tes toleransi glukosa oral. Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus. Selama tes ini, gula darah Anda diukur setelah melakukan puasa dan kemudian lagi 2 jam setelah minum minuman yang mengandung sejumlah besar gula. 3-7 TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan glukosuria berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 24 dan 28 minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal. 3-7 Dua jam setelah minum, jika glukosa seseorang lebih tinggi dari normal, maka seseorang tersebut dinyatakan apa yang disebut dengan "gangguan toleransi glukosa," yang menunjukkan
9
pra-diabetes. Memahami hasil tes TTGO dapat dilihat sebagai berikut, hasil tes toleransi glukosa oral diberikan dalam miligram per desiliter (mg / dL) atau milimol per liter (mmol / L). Jika seseorang sedang diuji untuk prediabetes dan diabetes tipe 2, dua jam setelah minum larutan glukosa: 3-7 Tingkat glukosa darah normal lebih rendah dari 140 mg / dL (7,8 mmol / L). Tingkat glukosa darah antara 140 mg / dL dan 199 mg / dL (7,8 dan 11 mmol / L) dianggap gangguan toleransi glukosa, atau pradiabetes. Jika Anda memiliki pradiabetes, seseorang berisiko untuk menjadi diabetes tipe 2. Orang tersebut juga berisiko mengembangkan penyakit jantung, bahkan jika seseorang tidak menderita diabetes. Tingkat glukosa darah dari 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih tinggi mungkin
menunjukkan diabetes. Jika hasil tes toleransi glukosa menunjukkan diabetes tipe 2, dokter mungkin mengulang ujian pada hari lain atau menggunakan tes darah lain untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Berbagai faktor dapat mempengaruhi keakuratan tes toleransi glukosa, termasuk penyakit, tingkat aktivitas dan obat-obatan tertentu. 3-7 Jika seseorang sedang diuji untuk diabetes gestational, dokter akan mempertimbangkan hasil setiap tes glukosa darah. 3-7
Jika kadar glukosa darah Anda lebih tinggi dari 140 mg / dL (7,8 mmol / L) setelah uji satu jam, dokter akan merekomendasikan tes tiga jam.
Jika kadar glukosa darah Anda lebih tinggi dari 190 mg / dL (10,6 mmol / L) setelah uji satu jam, Anda akan didiagnosis dengan diabetes gestasional.
Untuk tes tiga jam: 3-7 Tingkat glukosa darah puasa normal adalah lebih rendah dari 95 mg / dL (5,3 mmol /
L). Satu jam setelah minum larutan glukosa, kadar glukosa darah normal lebih rendah dari
180 mg / dL (10 mmol / L). Dua jam setelah minum larutan glukosa, kadar glukosa darah normal lebih rendah dari
155 mg / dL (8,6 mmol / L). Tiga jam setelah minum larutan glukosa, kadar glukosa darah normal lebih rendah dari 140 mg / dL (7,8 mmol / L). 10
Jika salah satu tes lebih tinggi dari normal, Anda mungkin akan perlu menguji lagi dalam empat minggu. Jika dua atau lebih dari tes yang lebih tinggi dari biasanya, Anda akan didiagnosis dengan diabetes gestasional. Jika seorang wanita didiagnosis dengan diabetes gestasional, Seseorang dapat mencegah komplikasi dengan hati-hati mengelola kadar gula darah Anda sepanjang sisa kehamilan Anda. 3-7 Cara pelaksanaan TTGO menurut Perkeni: 3-7
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Insulin C-Peptide Test Sebuah tes C-peptide dilakukan untuk mengukur kadar peptide dalam darah. C-Peptide umumnya ditemukan dalam jumlah yang sama dengan insulin. Hal ini dikarenakan insulin dan C-peptide terkait ketika pertama kali dibuat oleh pankreas. Insulin membantu tubuh menggunakan dan mengendalikan jumlah gula (glukosa) dalam darah. Insulin memungkinkan glukosa untuk memasuki sel-sel tubuh yang digunakan dan yang memerlukan energi. Tingkat Cpeptide dalam darah dapat menunjukkan berapa banyak insulin sedang dibuat oleh pankreas. Cpeptide tidak mempengaruhi tingkat gula darah dalam tubuh.3-7 Sebuah tes C-peptide dapat dilakukan bila seorang pasien dengan prediabetes yang baru saja terdiagnosa dan tidak jelas apakah prediabetes ini mengarah pada diabetes tipe 1 atau tipe 2. Seseorang dengan kondisi dimana pankreas tidak dapat memproduksi insulin (diabetes tipe 1) memiliki kadar insulin dan C-peptide yang rendah. Seseorang dengan diabetes tipe 2 dapat memiliki kadar insulin dan C-peptide yang normal atau tinggi.3-7 11
Sebuah tes C-peptide juga dapat membantu menemukan penyebab gula darah rendah (hipoglikemia), seperti penggunaan obat diabetes yang berlebihan untuk mengobati diabetes atau pertumbuhan tumor di pankreas (insulinoma). Karena insulin buatan manusia atau insulin sintetis tidak memiliki C-peptide, orang dengan kadar gula darah yang rendah yang mengambil terlalu banyak insulin akan memiliki kadar C-peptide yang rendah tetapi memiliki kadar insulin yang tinggi. Sebuah insulinoma menyebabkan pankreas untuk melepaskan insulin terlalu banyak, yang menyebabkan kadar gula darah turun (hipoglikemia). Seseorang dengan insulinoma akan memiliki kadar C-peptide yang tinggi dalam darah ketika mereka memiliki kadar insulin yang tinggi.3-7 Referensi nilai normal tercantum hanya sebagai panduan. Rentang ini bervariasi dari laboratorium A dan laboratorium B, dan masing-masing laboratorium mungkin memiliki kadar normal yang berbeda-beda. Tingkat C-peptide dalam darah harus dibaca dengan hasil tes glukosa darah. Kedua tes ini akan dilakukan pada waktu yang sama. Sebuah tes untuk mengukur tingkat insulin juga dapat dilakukan. Kadar normal C-Peptide adalah 0.51 - 2.72 nanograms per milliliter (ng/mL) or 0.17–0.90 nanomoles per liter (nmol/L).3-7
Kadar Tinggi3-7
Kadar tinggi dari kedua C-peptide dan glukosa darah ditemukan pada orang dengan
diabetes tipe 2 atau resistensi insulin. Kadar tinggi C-peptide dengan kadar glukosa darah yang rendah mungkin berarti bahwa tumor penghasil insulin dari pankreas (insulinoma) hadir atau penggunaan obat-obatan diabetes oral tertentu seperti sulfonilurea (misalnya, glyburide) yang menyebabkan kadar C-Peptide tinggi . Jika kadar C-peptide yang tinggi setelah insulinoma diambil, mungkin berarti bahwa tumor telah kembali atau tumor telah menyebar ke bagian lain dari tubuh (metastasis).
Kadar Rendah3-7
Rendahnya kadar kedua C-peptide dan glukosa darah ditemukan pada penyakit hati, infeksi berat, penyakit Addison, atau terapi insulin.
12
Kadar rendah dari C-peptide dengan kadar glukosa darah yang tinggi ditemukan pada
orang dengan diabetes tipe 1. Pembedahan lengkap dari pankreas (pancreatectomy) menyebabkan tingkat C-peptide begitu rendah sehingga tidak bisa diukur. Tingkat glukosa darah akan tinggi, dan insulin akan dibutuhkan agar orang tersebut untuk bertahan hidup.
13
14
Penatalaksanaan Kita semua sepakat bahwa manajemen penatalaksanaan prediabetes harus dilakukan secara intensif. Berbagai studi mengatakan bahwa prediabetes sampai saat ini dapat dikurangi resikonya untuk menjadi diabetes dengan melakukan perubahan pola hidup yang berkaitan dengan peningkatan resistensi insulin seperti menurunkan obesitas, mengatasi dislipidemia, meningkatkan aktivitas fisik yang berkaitan dengan pembakaran kalori. Kesulitannya adalah bahwa penyandang GDPT dan TGT yang mampu mempertahankan pola hidup yang diajarkan secara baik dalam jangka waktu lama berlangsung dengan tidak baik. Terapi medika mentosa saat ini hanya direkomendasikan apabila terdapat adanya kondisi disfungsi metabolik yang menyertainya, misalnya :3,5-11
Mengatasi hipertensi Mengatasi profil lipid Mengatasi proteinuria Mengatasi hiperurisemia
Beberapa studi mulai dilakukan untuk melakukan pendekatan pelaksanaan secara adekuat dan berpegang pada prinsip gizi medis dan latihan jasmani pada kelompok prediabetes. Pendekatan terapi tersebut saat ini berpegangan pada bagaimana mengatasi risiko yang mungkin timbul pada pasien prediabetes apabila kelainannya menjadi progresif. Pendekatan terapi di masa mendatang adalah : 3,5-11 Menurunkan resistensi insulin Meningkatkan sekresi insulin di pankreas Melakukan preservasi fungsi sel beta pankreas Mengurangi berat badan dan obesitas sentral secara efektif Modalitas yang ada pada penatalaksanaan prediabetes adalah dengan terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis dan meningkatkan aktivitas jasmani. 3,5-11 Terapi Gizi Medis Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi orang yang menyandang status prediabetes. Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi seseorang 15
dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain : 3,5-11 1. Menurunkan berat badan 2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic 3. Menurunkan kadar glukosa darah 4. Memperbaiki profil lipid 5. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah yang mendekati nilai normal dimana kadar glukosa darah puasa berkisar 90130 mg/dl, kadar glukosa darah 2 jam setelah makan kurang dari 180 mg/dl, dan kadar HbA1C kurang dari 7 %.. Pada tekanan darah dijaga kurang dari 130/80 mmHg, kemudian pada profil lipid dipertahankan kadar kolesterol LDL kurang dari 100 mg/dl, kolesterol HDL lebih dari 40 mg/dl, kadar trigliserida kurang dari 150 mg/dl. Berat badan penderita pradiabetes juga harus dipertahankan senormal mungkin. 3,5-11 Pada tingkat individu, target pencapaian terapi gizi medis ini lebih difokuskan pada perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup, pola makan, status nutisi dan faktor lainnya yang perlu diberikan prioritas. Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan adalah dengan memperhatikan kondisi: 3,5-11 Tinggi badan Berat badan Status gizi Aktivitas fisik Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak. Komposisi bahan makanan ini harus di perhatikan guna menghitung kebutuhan kalori. 3,5-11 Karbohidrat Sebagai sumber energi yang dibutuhkan pada seseorang. Karbohidrat yang diberikan pada seseorang dengan pradiabetes tidak boleh lebih dari 55 % dari kebutuhan energi sehari. Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori. Dalam menyajikan makanan, gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. 3 Protein 16
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15 % dari total kalori per hari. Pada setiap gram protein terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.3 Lemak Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. Lemak dibagi dua yakni lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh harus dibatasi. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 hingga 25% kebutuhan kalori.Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).3
Perhitungan Jumlah Kalori Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dipakai indeks massa tubuh ( IMT ) atau rumus Brocca. IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan dalam kilogram yang dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT. 3,5-11
Berat badan kurang : <18.5 Berat badan normal : 18.5-22.9 Berat badan lebih : . 23.0 o Dengan resiko : 23-24.9 o Obesitas I : 25-29.9 o Obesitas II : > 29.9
Penentuan status gizi berdasarkan rumus Brocca adalah pertama-tama harus dilakukan perhitungan berat badan idaman pada berdasarkan rumus berikut ini. 3,5-11 BBI (kg) = (TB (Cm)-100) -10%, menggunakan rumus ini apabila tinggi badan
pada laki-laki > 160 cm dan tinggi badan pada perempuan > 150 cm. BBI (kg) = (TB (Cm)-100), menggunakan rumus ini apabila tinggi badan pada laki-laki < 160 cm dan tinggi badan pada perempuan > 150 cm.
Penentuan status gizi dihitung dari berat badan aktual dibandingkan dengan berat badan ideal yang sudah didapatkan. 3,5-11 Status gizi : ( BB actual : BB ideal ) x 100% 17
o Berat badan kurang : BB < 90% BBI o Berat badan normal : BB 90-110 % BBI o Berat badan lebih : BB 110-120% BBI o Gemuk : BB > 120 % BBI Penentuan kebutuhan kalori per hari dapat digunakan rumus Brocca sebagai berikut ini: 3,5-11
Kebutuhan basal laki-laki : BBI (kg) x 30 kalori Kebutuhan basal perempuan : BBI (kg) x 25 kalori Koreksi atau penyesuaian : o Umur diatas 40 tahun : - 5% o Aktivitas ringan : + 10 % o Aktivitas sedang : + 20 % o Aktivitas berat : + 30 % o Berat badan gemuk : - 20 % o Berat badan lebih : - 10 % o Berat badan kurus : + 20 % o Kehamilan trimester I & 2 : + 300 kalori o Kehamilan trimester III & Menyusui : + 500 kalori Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar yakni untuk makan pagi 20 %, makan siang 30 %, dan makan malam 25 %, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. 3,5-11 Rekomendasi: 3,5-11 Modifikasi gaya hidup prediabetes termasuk manajemen berat badan, aktivitas fisik dan
makan sehat diet rendah lemak, lemak jenuh dan tinggi serat. Makan sehat memberikan nutrisi yang memadai, mendorong pertumbuhan dan kesehatan yang optimal, dan meminimalkanrisiko penyakit kronis yang berhubungan dengan nutrisi
seperti diabetes tipe 2. Mengikuti International Food Guide akan membantu mengurangi risiko diabetes tipe 2. Pilih berbagai makanan dari semua empat kelompok makanan. Makanlah setidaknya satu hijau gelap dan satu jeruk sayur setiap hari. Membuat setidaknya setengah dari produk biji-bijian Anda gandum setiap hari. Pilih alternatif susu rendah lemak seperti yoghurt dan keju dengan lemak susu rendah
(MF) persentase. Makanlah setidaknya dua porsi ikan setiap minggu. Sertakan jumlah kecil, 2-3 sdm (30-45 ml), lemak tak jenuh setiap hari seperti minyak
zaitun, kacang-kacangan, biji, alpukat dan selai kacang alami. Batasi mentega, margarin keras, lemak babi, dan produk siap saji. 18
Pilih produk makanan yang disiapkan dengan sedikit atau tanpa menambahkan lemak,
gula, atau garam. Apabila haus, minum dengan air putih
Rekomendasi tambahan: 3,5-11 Makan makanan biasa sepanjang hari dan menambahkan makanan ringan bila diperlukan
untuk menghindari puasa. Pilih teknik memasak rendah lemak sehat seperti mengukus, merebus dan memasak lambat daripada memasak dengan panas yang tinggi dan tinggi lemak seperti
menggoreng. Pilih karbohidrat yang tinggi serat atau dengan indeks glikemik rendah lebih sering
karena dapat membantu dalam manajemen berat badan dan kontrol glikemik. Batasi lemak jenuh yang ditemukan dalam daging hewan, mentega, keju, dan minyak
tumbuhan tropis. Batasi daging dan membuang semua lemak yang terlihat dan kulit dari daging hewan termasuk unggas, daging merah, dan daging babi.
Latihan Jasmani Pengelolaan prediabetes dalam melakukan aktivitas jasmani merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Anjuran untuk melakukan kegiatan fisik bagi penderita prediabetes telah dilakukan sejak lama. Kegiatan fisik pada prediabetes dapat mengurangi resiko penyakit diabetes dan penyakit kardiovaskular. Kegiatan fisik juga dapat meningkatkan rasa bugar dalam kebutuhan fisik tubuh. Mengingat hal ini, penderita prediabetes dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik dengan baik dan teratur. 3,5-11 Bila seseorang sehat melakukan kegiatan fisik dinamik secara baik, maka kebutuhan energi otot yang bekerja akan dipenuhi oleh proses pemecahan glikogen intramuscular dan juga peningkatan sediaan glukosa hati. Ambilan glukosa oleh jaringan otot pada keadaan istirahat membutuhkan insulin, sedangkan pada otot yang aktif walaupun terjadi peningkatan kebutuhan glukosa, kadar insulin tubuh tidak meningkat. Hal ini disebabkan oleh karena peningkatan kepekaan reseptor insulin otot dan penambahan reseptor insulin otot pada saat melakukan jasmani. Kepekaan ini akan berlangsung lama, bahkan hingga latihan telah berakhir. Pada latihan jasmani akan terjadi peningkatan aliran darah, menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor insulin akan menjadi lebih aktif. 3,5-11 19
Prinsip latihan jasmani bagi penderita prediabetes persis sama dengan latihan jasmani secara umum, yaitu dengan memenuhi beberapa hal seperti frekuensi, intensitas, durasi dan jenis. 3,5-11
Frekuensi : Jumlah olahraga yang dilakukan perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur sebanyak 3-5 kali per minggu. Intensitas : Ringan dan sedang yakni 60-70 % maximum heart rate. Durasi : 30-60 menit per latihan Jenis : Latihan jasmani endurans ( aerobic ) untuk meningkatkan kemampuan Kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda. Latihan jasmani yang dipilih sebaiknya yang disenangi serta memungkinkan untuk dilakukan dan hendaknya melibatkan otot-otot besar. Latihan jasmani sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan untuk menentukan intensitas latihan dapat digunakan rumus Maximum Heart Rate (MHR) dan Target Heart Rate (THR) yaitu : 3,5-11 MHR : 220-umur seseorang THR : Target biasanya ( 75%) x MHR Untuk melakukan latihan jasmani, perlu diperhatikan beberapa hal yang harus dilakukan guna membuat latihan jasmani menjadi aman tanpa cedera. 3,5-11 Pemanasan Bagian kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki kegiatan yang sebenarnya dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh seperti menaikan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi hingga mendekati intensitas latihan. Pemanasan dilakukan 10-15 menit untuk menghindari cedera akibat latihan. 3,5-11 Latihan inti Pada tahap ini diusahakan denyut nadi mencapai target THR agar mendapatkan manfaat latihan. Bila THR tak tercapai, maka manfaat latihan tidak akan tercapai. Sedangkan apabila lebih dari THR, maka bisa mendapatkan resiko yang tidak diinginkan. 3,5-11 Pendinginan Setelah selesai dalam melakukan latihan jasmani, sebaiknya dilakukan tahap pendinginan. Tahap ini dilakukan untuk mencegah penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot setelah melakukan aktivitas jasmani. Proses pendinginan dapat dilakukan selama kurang lebih 5 hingga 10 menit, hingga denyut jantung mendekati denyut nadi istirahat. 3,5-11 Pereganggan 20
Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih teregang dan menjadikannya lebih elastis. Tahapan ini lebih bermanfaat terutama bagi penderita prediabetes usia lanjut. 3,5-11
Edukasi Penderita prediabetes yang mengarah pada terjadinya diabetes umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan ketrampilan dan motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yng berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi. 3,5-11
BAB III PENUTUP Tubuh manusia menyerap glukosa dan menggunakannya sebagai bahan untuk menjadi energi. Resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana tubuh menghasilkan insulin tetapi tidak menggunakannya secara efektif. Resistensi insulin meningkatkan risiko diabetes tipe 2 dan pradiabetes. Kontributor utama terhadap resistensi insulin adalah kelebihan berat badan, terutama lemak pada daerah sekitar pinggang, dan aktivitas fisik yang tidak aktif. Prediabetes adalah suatu 21
kondisi di mana tingkat glukosa darah atau HbA1C mencerminkan tingkat-glukosa darah ratarata lebih tinggi dari normal tetapi tidak tinggi cukup untuk diagnosis diabetes. Studi dan penelitian lanjutan yang dikonfirmasi oleh Program Pencegahan Diabetes mengatakan bahwa orang-orang dengan pradiabetes bisa sering mencegah atau menunda diabetes jika mereka kehilangan berat badan dengan membakar lemak dan melakukan kontrol asupan kalori dan meningkatkan aktivitas fisik. Dengan menurunkan berat badan dan menjadi lebih aktif secara fisik, orang dapat membuat resistensi insulin menjadi tidak resisten dan menurunkan angka prediabetes sehingga mencegah atau menunda diabetes. Orang dengan resistensi insulin dan prediabetes dapat menurunkan risiko mereka untuk menjadi diabetes dengan makan makanan yang sehat dan mencapai serta mempertahankan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik dan tidak merokok.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's manual
2.
of medicine. 18th ed. New York : Mc Graw Hill; 2013. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
3.
dalam. Edisi ke 5. Jakarta : Interna publishing; 2009.h.1891-99, 2803-8. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia. Jakarta; 2011. 22
4.
Barratt P, Marangou A, David T, Parsons R, et.al Western Australian Impaired fasting glucose / impaired glucose tolerance consensus guidelines.Australia; 2005.
5.
WHO, International Diabetes Federation. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycemia. Geneva Switzerland : WHO Library Cataloguing-in-
6.
Publication Data; 2006.p17-33. Defronzo RA, Abdul-Ghani M. Assessment and treatment of cardiovascular risk in prediabetes: impaired glucose tolerance and impaired fasting glucose. American Journal of
7.
Cardiology 2011;108(suppl):3B–24B. Gillies CL, Lambert PC, Abrams KR et al. Different strategies for screening and prevention of type 2 diabetes in adults: cost effectiveness analysis. British Medical Journal
8.
2008;336:1180–5. Diunduh dari http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/a1c-test/basics/definition/prc-
9.
20012585 pada tanggal 5 july 2015. Diunduh dari http://www.mayoclinic.org/diseases-
10.
conditions/prediabetes/basics/treatment/con-20024420 pada tanggal 5 july 2015. Diunduh dari http://www.albertahealthservices.ca/hp/if-hp-ed-cdm-ns-5-1-1-
11.
prediabetes.pdf pada tanggal 5 july 2015 Diunduh dari http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/Diabetes/insulinresistance-prediabetes/Documents/Insulin_Resistance_Prediabetes-508.pdf pada tanggal 5 july 2015
23