REFERAT
SIROSIS HEPATIS
Oleh:
Fariziyah Dwi S
G0007197
Primadita Widha
G0007132
W
G0007138
Rensa Shandra I
G0007093
Kiki Nirmawati
G0007056
Diah Ayu Saputri Pembimbing :
dr. P. Kusnanto, Sp.PD-KGEH
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2011
BAB I PENDAHULUAN
Hati Ha ti
mema memain inka kan n
pera peran n
sent sentra rall
dida didala lam m
meme memeli liha hara ra
home homeos osta tasi sis s meta metabo boli lism sme. e. Oleh Oleh karen karena a itu, itu, perk perkem emba bang ngan an penyak penyakit it hati hati sering seringkal kalii diikut diikutii dengan dengan
berbag berbagai ai manife manifesta stasi si
klinis klinis akibat akibat gangguan gangguan metaboli metabolisme. sme. Hati memiliki memiliki kapasita kapasitas s cadang cadangan an fungsi fungsiona onall yang yang cukup cukup besar, besar, sehin sehingga gga ganggu gangguan an metabolik seringkali belum tampak pada kerusakan hati minimalmoderate. Sirosi Sirosiss merupa merupakan kan kondis kondisii akhir akhir pada pada berbag berbagai ai kerusa kerusakan kan hati hati kronis kronis.. Istilah Istilah sirosis sirosis pertama kali diperkenalkan diperkenalkan oleh Laennec Laennec pada tahun 1826. Hal ini berasal berasal dari istilah Yunani Yunani scirrhus dan digunakan digunakan untuk untuk menggambark menggambarkan an permukaan permukaan oranye atau kuning kuning kecoklatan hati terlihat terlihat pada otopsi. Secara lengk lengkap ap Sirosi Sirosiss hati hati adalah adalah suatu suatu penyak penyakit it dimana dimana sirkul sirkulasi asi mikro, mikro, anatom anatomii pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker kanker). ). Suatu Suatu survey survey peneli penelitian tian di USA melapo melaporka rkan n bahwa bahwa sekita sekitarr 5,5 juta juta penduduk (2% dari populasi USA) menderita sirosis. Sirosis ini menyebabkan kematia kematian n pada pada 26.000 26.000 jiwa jiwa tiap tiap tahunn tahunnya ya dan merupa merupakan kan penyeb penyebab ab kemati kematian an terbesar ke-9 di USA pada usia antara 25-64 tahun (Sanchez and Talwalkar, 2008). 2008). Sedangkan di Indonesia, Indonesia, belum ada data resmi nasional nasional tentang sirosis hepatis. Namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia secara keseluruhan prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan
seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma. Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.
BAB II ISI
A. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN HISTOLOGI HEPAR
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum
kecuali
di
daerah
posterior-superior
yang
berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen. Macam-macam ligamennya: 1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding
anterior abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma. 2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan
bagian
bawah
lig.
falciformis
;
merupakan
sisa-sisa
peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap. 3. Ligamentum
gastrohepatica
dan
ligamentum
hepatoduodenalis : Merupakan bagian dari omentum minus yg
terbentang
dari
curvatura
minor
lambung
dan
duodenum sblh prox ke hepar. Di dalam ligamentum ini
terdapat Aa.hepatica, v.porta
dan
ductus choledocus
communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Winslow. 4. Ligamentum Coronaria Anterior kanan kiri dan ligamentum
coronaria
posterior
kanan
kiri:
Merupakan
refleksi
peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar. 5. Ligamentum triangularis kanan kiri : Merupakan fusi dari
ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara
anatomis,
organ
hepar
tereletak
di
hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi. Permukaan lobus kanan dapat mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Ligamentum falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.
Secara mikroskopis, hepar dibungkus oleh simpai yang tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yang disebut kapsul glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenkim hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan
sinusoid.
pemantauan
selanjutnya
nampak tersusun
Pada
parenkim dalam
lobuli-
lobuli. Di tengah-tengah lobuli
terdapat
sentralis merupakan cabang dari
1
vena yangg
vena-vena hepatika (vena yang
menyalurkan darah keluar dari hepar).
Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan. Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu. A. FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi
tubuh
sebanyak
20% serta
menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu : 1.
Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat Pembentukan,
perubahan
dan
pemecahan
karbohidrat, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen,
mekanisme
ini disebut
glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen
menjadi
glukosa
disebut
glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan
terbentuklah
mempunyai
pentosa.
beberapa
tujuan:
Pembentukan Menghasilkan
pentosa energi,
biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan
membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs). 2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen : a. Senyawa 4 karbon – keton bodies b. Senyawa 2 karbon – active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol) c. Pembentukan cholesterol d. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi
dan
ekskresi
kholesterol
.Dimana
serum
Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
1. Fungsi hati sebagai metabolisme protein Hati mensintesis banyak macam protein dari asam
amino.
dengan
proses
deaminasi,
hati
juga
mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yang membentuk plasma albumin dan organ utama bagi
produksi
urea.Urea
merupakan
end
product
metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.
2. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah Hati merupakan organ penting bagi sintesis proteinprotein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
A. Sirosis Hepatis
1. Definisi Sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar
parenkim
hati
yang
mengalami
regenerasi
(Sutadi, 2003). Batasan fibrosis sendiri adalah suatu penumpukan berlebihan matriks kolagen,
glikoprotein,
Respons
fibrosis
ekstraseluler
proteoglikan)
terhadap
di
kerusakan
dalam hati
(seperti hepar. bersifat
reversibel. Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya ireversibel.
2. Insidens Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun (Sutadi, 2003). Suatu survey penelitian di USA melaporkan bahwa sekitar 5,5 juta penduduk (2% dari populasi USA) menderita sirosis. Sirosis ini menyebabkan kematian pada 26.000 jiwa tiap tahunnya dan merupakan penyebab kematian terbesar ke-9 di USA pada usia antara 25-64 tahun (Sanchez and Talwalkar, 2008). Sedangkan di Indonesia, belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatis. Namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia secara keseluruhan prevalensi
sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. 3. Etiologi
Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat adalah hepatitis C (26%), penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik (18%), hepatitis B, yang bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan penyebab lain (5%), meliputi hepatitis autoimun, sirosis bilier,
drug
induced
liver
disease,
hemokromatosis,
penyakit Wilson, defisiensi alfa-1 antitripsin (Sanchez and Talwalkar, 2008). Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis hati di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya (Nurjanah, 2007).
4. Patogenesis Menurut
penelitian
terakhir,
patogenesis
sirosis
hepatis memperlihatkan adanya peranan dari sel stelata. Sel
stellata
terletak
di
ruang
perisinusoidal
dan
merupakan sel yang penting untuk produksi matriks ekstraseluler. Matriks ekstraselular merupakan penyusun hepatosit, terdiri dari kolagen (khususnya tipe I, III, dan V), glikoprotein, dan proteoglikan. Dalam keadaan normal, sel
stelata
mempunyai
peran
dalam
keseimbangan
pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Namun, pada sirosis terjadi ketidakseimbangan antara kedua proses tersebut. Sel-sel stellata, yang dulu dikenal sebagai sel Ito, lipocytes, atau sel-sel perisinusoidal, menjadi aktif membentuk kolagen karena berbagai faktor parakrin. Faktor-faktor tersebut disekresi oleh hepatosit, sel Kupfer, dan endothelium sinusoid saat terjadi cedera pada
hepar
akibat
paparan
faktor
tertentu
yang
berlangsung terus menerus, seperti hepatitis virus, bahan hepatotoksik. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata dan jaringan hepar normal akan diganti oleh jaringan ikat (Nurjanah, 2007). Pada sirosis hepatis terdapat peningkatan kadar sitokin TGF-beta1 yang merangsang aktivasi dari sel-sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe I. Peningkatan deposisi hepatosit
kolagen dan
pada
ruang
sinusoid)
dan
Disse
(ruang
antara
berkurangnya
ukuran
fenestrae endotel menyebabkan terjadinya kapilarisasi sinusoid. Sel-sel stellata yang aktif juga memiliki sifat kontraktil sehingga adanya kapilarisasi dan konstriksi sinusoid karena sel-sel stellata ini dapat menimbulkan terjadinya hipertensi portal (David, 2011). 5. Patofisiologi Hubungan hati terhadap darah adalah unik. Tidak seperti kebanyakan organ-organ tubuh, hanya sejumlah kecil darah disediakan pada hati oleh arteriarteri. Kebanyakan dari penyediaan darah hati datang dari vena-vena usus ketika darah kembali ke jantung. Vena utama yang mengembalikan darah dari usus disebut vena portal (portal vein) . Ketika vena portal melewati hati, ia terpecah kedalam vena-vena yang meningkat bertambah kecil. Vena-vena yang paling kecil (disebut sinusoid-sinusoid karena struktur mereka yang unik) ada dalam
kontak yang dekat dengan sel-sel hati. Faktanya, sel-sel hati berbaris sepanjang sinusoid-sinusoid. Hubungan yang dekat ini antara sel-sel hati dan darah dari vena portal mengizinkan sel-sel hati untuk mengeluarkan dan menambah unsurunsur pada darah. Sekali darah telah melewati sinusoid-sinusoid, ia dikumpulkan dalam vena-vena yang meningkat bertambah besar yang ahirnya membentuk suatu vena tunggal, vena hepatik (hepatic veins) yang mengembalikan darah ke jantung. Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan darah, dan ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak normal antara darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang membypass hati yang menjurus pada banyaknya manifestasi-manifestasi dari sirosis. Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan peningkatan resistensi vena portal (1). Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg (2). Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik). Diagnosis hipertensi portal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
laboratorium, endoskopi, pencitraan, biopsi hati dan pengukuran tekanan vena porta. Usaha penyelamat hidup seperti tindakan pembedahan endoskopik atau pemberian obat-obatan terus berkembang. Untuk dapat mengelola dengan baik, diagnosis yang tepat merupakan syarat mutlak. Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis. Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga normal. Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obs-truksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya. Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati yang mempunyai dua fungsi yang penting: membantu dalam pencernaan dan mengeluarkan dan menghilangkan unsur-unsur yang beracun dari tubuh. Empedu yang dihasilkan oleh sel-sel hati dikeluarkan kedalam saluran-saluran yang sangat kecil yang melalui antara sel-sel hati yang membatasi sinusoid-sinusoid, disebut canaliculi. Canaliculi bermuara kedalam saluran-saluran kecil yang kemudian bergabung bersama membentuk saluransaluran yang lebih besar dan lebih besar lagi. Akhirnya, semua saluran-saluran bergabung kedalam satu saluran yang masuk ke usus kecil. Dengan cara ini, empedu mencapai usus dimana ia dapat membantu pencernaan makanan. Pada saat yang bersamaan, unsur-unsur beracun yang terkandung dalam empedu masuk ke usus dan kemudian dihilangkan/dikeluarkan dalam tinja/feces. Pada sirosis, canaliculi adalah abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara sel-sel hati dan darah dalam sinusoidsinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur beracun secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang. Ada tiga jenis pembuluh darah yaitu arteri, vena dan kapiler. Arteri membawa darah dari jantung dan mendistribusikannya ke seluruh jaringan tubuh
melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil (diameter < 0,1 mm) disebut arteriola. Persatuan antara cabang-cabang arteri disebutanastomosis. End artery anatomic yang cabang-cabang terminalnya tidak beranastomosis dengan cabang-cabang arteri yang mendarahi daerah yang berdekatan. End artery fungsional adalah pembuluh darah yang cabang-cabangnya beranatomosis dengan cabang-cabang terminal arteri yang ada di dekatnya, tetapi besarnya anatomosis tidak cukup untuk mempertahankan jaringan tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat. Vena adalah pembuluh yang membawa darah kembali ke jantung, banyak diantaranya mempunyai katup. Vena terkecil disebut venula. Vena yang lebih besar atau muara-muaranya, bergabung membentuk vena yang lebih besar dan biasanya membentuk hubungan satu dengan yang lain menjadi plexus venosus. Arteri propunda yang berukuran sedang sering diikuti oleh dua buah vena, masing-masing berjalan di sisinya disebut venae comitantes. Vena yang keluar dari trachtus gastrointestinal tidak langsung menuju ke jantung tetapi bersatu membentuk vena porta. Vena ini masuk ke hati dan kembali bercabangcabang menjadi vena yang ukurannya lebih kecil dan akhirnya bersatu dengan pembuluh menyerupai kapiler di dalam hati yang disebut sinusoid. Sistem portal adalah sistem pembuluh yang terletak diantara dua jejari kapiler. Anastomosis portal-sistemik Oeshophagus mempunyai tiga buah penyempitan anatomis dan fisiologis. Yang pertama di tempat faring bersatu dengan ujung atas oeshopagus, yang kedua di tempat arcus aorta dan bronkus sinister menyilang permukaan anterior oeshophagus dan yang ketiga terdapat di tempat oeshopagus melewati diaphragma untuk masuk kegaster. Penyempitan-penyempitan ini sangat penting dalam klinik karena merupakan tempat benda asing yang tertelan tertambat atau alat esofagoskop sulit dilewatkan. Karena jalannya makanan atau minuman lebih lambat pada tempat-tempat ini, maka dapat timbul striktura atau penyempitan di daerah ini setelah meminum cairan yang mudah terbakar dan kororsif atau kaustik. Penyempitan ini juga merupakan tempat yang lazim untuk kanker oeshopagus. Dalam keadaan normal, darah di dalam vena portae hepatis melewati hati dan masuk ke vena cava inferior, yang merupakan sirkulasi vena sistemik melalui venae hepaticae. Rute ini merupakan jalan langsung. Akan tetapi, selain itu terdapat hubungan yang lebih kecil di antara sistem portal dan sistem sistemik,
dan hubungan penting jika hubungan langsung tersumbat 1. Pada sepertiga bawah oeshophagus, rami oeshophagei vena gastrica sinistra (cabang portal) beranastomosis dengan venae oesophageales yang mengalirkan darah dari sepertiga tengah oeshopagus ke vena az ygos (cabang sistemik).5 2. Pada pertangaan atas canalis analis, vena rectalis superior (cabang portal) yang mengalirkan darah dari setengah bagian atas canalis analis dan beranastomosis dengan vena rectalis media dan vena rectalis inferior (cabang sistemik), yang masing-masing merupakan cabang vena iliaca interna dan vena pudenda interna.5 3. Vanae paraumbilicales menghubungkan ramus sinistra vena portae hepatis dan venae superficiales dinding anterior abdomen (cabang sistemik). Venae para umbilicales berjalan di dalam ligamentum falciforme dan ligamentum teres hepatis.5 4. Vena-vena colon ascendens, colon descendens, duodenum, pancreas, dan hepar (cabang portal) beranastomosis dengan vena renalis, vena lumbalis, dan venae phrenicae (cabang sistemik). Sirkulasi portal di mulai dari vena-vena yang berasal dari lambung, usus, limpa dan pankreas, vena porta, hepar, vena hepatika, dan vena cava. Vena-vena yang membentuk sistem portal adalah vena porta, vena mesenterika superior dan inferior, vena splanikus dan cabang-cabangnya. Vena porta sendiri dibentuk dari gabungan vena splanikus dan vena mesenterika superior. Vena porta membawa darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pankreas, dan kandung empedu. Vena mesenterika superior dibentuk dari vena-vena yang berasal dari usus halus, kaput pankreas, kolon bagian kiri, rektum dan lambung. Vena porta tidak mempunyai katup dan membawa sekitar tujuh puluh lima persen sirkulasi hati dan sisanya oleh arteri hepatika. Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang selanjutnya ke vena kava inferior. Vena porta terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah di observasi oleh mukosa dan usus halus. Besarnya kira-kira berdiameter 1 mm. Yang satu dengan yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah ke hati, cabang vena porta arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah balutan dan membentuk saluran porta. Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap lobulus
disaluri oleh sebuah pembuluh Sinusoid darah atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus berjalan di antara lobulus hati disebut Vena interlobuler. Dari sisi cabang-cabang kapiler masuk ke dalam bahan lobulus yaitu Vena lobuler. Pembuluh darah ini mengalirkan darah dalam vena lain yang disebut vena sublobuler, yang satu sama lain membentuk vena hepatica. Empedu dibentuk di dalam sela-sela kecil di dalam sel hepar melalui kapiler empedu yang halus/korekuli. Dengan berkontraksi dinding perut berotot pada saluran ini mengeluarkn empedu dari hati. Dengan cara berkontraksi, dinding perut berotot pada saluran ini mengeluarkanempedu.
6. Manifestasi klinis Pada sirosis terjadi gangguan arsitektur hepar yang mengakibatkan
kegagalan
sirkulasi
dan
kegagalan
parenkim hepar yang masing- masing memperlihatkan gejala klinis berupa : a.
Kegagalan parenkim hepar 1) ikterus 2) koma 3) spider nevi 4) alopesia pectoralis 5) ginekomastia 6) kerusakan hati 7) rambut pubis rontok 8) eritema palmaris 9) atropi testis 10) kelainan darah (anemia, hematon/mudah terjadi
perdarahan) a.
Hipertensi portal 1) varises oesophagus 2) spleenomegali 3) perubahan sumsum tulang 4) caput meduse
5) asites 6) collateral veinhemorrhoid 7) kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni) Klasifikasi derajat sirosis hepatis menurut criteria Childpugh : Skor
/
1 (ringan)
2 (sedang)
3 (berat)
parameter Bilirubin (mg%) Albumin (gr%) Prothrombin
<2,0 >3, 5 > 70
2,0 – 3,0 3,0- < 3,5 40 – 70
> 3,0 <3,0 < 40
time (Quick%) Asites
-
Minimal–
Banyak (+++)
sedang (+) – (+
Sukar dikontrol
+) Mudah Hepatic
Tidak ada
enchephalopath
dikontrol Std 1 dan (minimal)
II
Std
III
dan
(berat/koma)
y (Sutadi, 2003) 1. Komplikasi Sirosis a. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja, seperti dari pita elastik kaos kaki, mungkin cukup untk menyebabkan pitting). Pembengkakkan seringkali
IV
memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilnagan efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat. b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP
adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit
perut
dan kelembutan perut, diare, dan
memburuknya ascites. c.
Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung. Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices ; lebih tinggi tekanan portal, lebih
besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung. Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi berbaring). Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis. d. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsurunsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihliangkan racunnya). Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka telah kehilangan hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa dari darah dalam vena portal membypass hati melalui vena-vena lain. Akibat dari kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-unsur beracun berakumulasi dalam darah.
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy.
Gejala-gejala
lain
termasuk
sifat
lekas
marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian. Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan sirosis sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal oleh hati. Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal didetoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat penenang (sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan tidur. Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu di-detoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obat-obat yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.
e. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjalginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat dicangkok kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal biasanya mulai bekerja secara normal. Ini menyarankan bahwa fungsi yang berkurang dari ginjal-ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun dalam darah ketika hati gagal. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome. Satu tipe terjadi secara
berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan. Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu. f.
Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga. g. Hypersplenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut. Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah ( anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia),
dan/atau
suatu
jumlah
platelet
yang
rendah
(thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat
menjurus
pada
infeksi-infeksi,
dan
thrombocytopenia
dapat
mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama). h. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati.
BAB III PENUTUP
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki fungsi yang kompleks, diantaranya adalah berperan dalam metabolisme protein. Salah satu protein yang memiliki peranan penting adalah albumin. Adanya gangguan pada
fungsi
metabolisme
hepar albumin.
akan
menyebabkan
Salah
satu
gangguan
penyakit
hepar
pada yang
menyebabkan gangguan fungsi hepar adalah sirosis hepatis. Kadar albumin pada sirosis hepatis dipengaruhi oleh adanya penurunan sintesis albumin di sinusoid, peningkatan degradasi albumin, efek dilusi, dan distribusi albumin di ekstra dan intravaskuler yang berbeda dari kondisi normal.
DAFTAR PUSTAKA
Arroyo V. 2010. Pathophysiology,Diagnosis And Treatment Of Ascites
.Cirrhosis
In
http://mse.mef.hr/msedb/slike/p06030201_1/dir429/pdf0.pd f David
C
W.
2011.
Cirrhosis .
Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview#showall
Doweiko JP and DJ Nompleggi a. 1991. Role of Albumin in Human Physiology and Pathophysiology. Journal of Parenteral and enteral Nutrition. 15 (2) : 207 – 11
-----------------------------------------b. 1991. The Role of Albumin in Human Physiology and Pathophysiology, Part III : Albumin and Disease States. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition . 18 (4) : 476 – 84
Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Hasan, et al. 2008. Medicinus Journal : Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati. Jakarta : Dexa-Medica. PP : 3-6
Murray, et al. 2005. Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta : EGC. Pp : 703-705
Nicholson JP, MR Wolmarans, and GR Park. 2000. The Role of Albumin in Critical Illnes. British Journal of Anaesthesia. 85 (4) : 599 – 610
Nurdjanah S. 2007. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Editor Sudoyo AW, Setitohadi B, Alwi I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Peralta
R.
Hypoalbuminemia .
2010.
http://emedicine.medscape.com/article/166724-clinical#showall (28 Juni 2010)
Sacher R.A. and Mcpherson R.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta : EGC. pp : 373.
Sanchez W and Talwalkar JA. 2008. Liver Cirrhosis. The American College of Gastroenterology. P : 301-263-90000
Sutadi
SM,
2003.
Sirosis
Hepatis .
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalamsrimaryani5.pdf Throop, et al. 2004. Article : Albumin in Health and Disease : Protein
Metabolism and Function . Columbia : University of Missouri-Columbia. Pp : 932-938