Mekanisme Sistem Pernapasan pada Manusia
Juliana Dewi Hadi
10.2012.316
Kelompok : B5
Blok 7: Sistem Respirasi-1
Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kampus II, Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Untuk mempertahankan hidup salah satu kegiatan yang selalu kita lakukan adalah bernapas. Sistem pernapasan merupakan sistem utama sehingga apabila sistem ini tidak berfungsi, sistem yang lain juga tidak akan berfungsi. Tujuan pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbon dioksida. Respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida hingga penggunaan energi di dalam tubuh.Sistem respirasi atau sistem pernafasan mencakup semua proses pertukaran gas yang terjadi antara atmosfir melalui rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, paru-paru, alveolus, sel-sel melalui dinding kapiler darah.Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Isi
Ekspirasi eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi internal adalah proses pertukaran gas antara darah sirkulasi dan sel jaringan. Respirasi internal (pernapasan selular) berlangsung diseluruh sistem tubuh.
Struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama (principal structur), dan struktur pelengkap (accessory structure). Yang termasuk struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan, terdiri dari jalan napas dan saluran napas, serta paru (parenkim paru). Yang disebut sebagai jalan napas adalah (1) nares, hidung bagian luar (external nose), (2) hidung bagian dalam (internal nose), (3) sinus paranasalis, (4) faring, (5) laring. Sedangkan saluran napas adalah (1) trakea, (2) bronki dan bronkioli. Yang dimaksud dengan parenkim paru adalah organ berupa kumpulan kelompok alveoli yang mengelilingi cabang-cabang pohon bronkus. Paru kanan terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Setiap lobus memiliki bronkus lobusnya masing-masing. Paru kiri memiliki 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior. Struktur pelengkap sistem pernapasan berupa komponen pembentuk dinding toraks, diafragma, dan pleura.1
Dinding toraks atau dinding dada dibentuk oleh tulang, otot, serta kulit. Tulang pembentuk rongga dada:1
12 buah tulang iga
12 buah vertebra torakalis
Sternum
2 clavicula
2 scapula
Otot pembatas rongga dada:1
Otot ekstremitas superior:
M. Pectoralis major et minor
M. Serratus anterior
M. Subclavius
Otot anterolateral abdominal:
M. Abdominal oblicus externus
M. Recus abdominis
Otot toraks intrinsik:
M. Intercostalis externa
M. Intercostalis interna
M. Sternalis
M. Toracis tranversus
Otot pernapasan. Selain sebagai pembentuk dinding dada, otot skelet juga berfungsi sebagai otot pernapasan. Berdasarkan kegunaannya, otot pernapasan dibedakan menjadi otot untuk inspirasi, mencakup otot inspirasi utama dan tambahan, serta otot untuk ekspirasi tambahan.
Otot inspirasi utama (principal), yaitu:
M. Intercostalis externa,
M. Intercartilaginus parasternal, dan
Otot diafragma.
Otot inspirasi tambahan yang sering juga disebut otot bantu napas, yaitu:
M. Sternokleidomastoideus
M. Scalenus anterior, medius, dan posterior.
Saat napas biasa atau napas tenang, untuk ekspirasi tidak diperlukan kegiatan otot, cukup dengan daya elastis paru saja, udara didalam paru akan keluar saat ekspirasi. Namun, ketika ada serangan asma, sering diperlukan active breathing; dalam keaadan ini, untuk ekspirasi diperlukan kontribusi otot-otot berikut.1
M. Intercostalis interna
M. Intercartilaginus parasternal
M. Rectus abdominis
M. Oblicus abdominis exsternus
Otot-otot untuk ekspirasi juga berperan untuk mengatur pernapasan saat berbicara, menyanyi, batuk, bersin, dan untuk mengedan saat buang air besar serta saat bersalin.1
Bagian Konduksi
Hidung; merupakan organ berongga yang terdiri dari tulang, tulang rawan hialin, otot bercorak dan jaringan ikat. Pada kulit luarnya terdapat epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, rambut-rambut halus, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Rongga hidungnya (cavum nasi) dipisahkan oleh septum nasi. Lubang hidungnya terbagi menjadi dua, lubang hidung depan (nares nasi anterior) dan lubang hidung belakang (nares nasi posterior).
Cavum nasi dibagi menjadi dua, yaitu vestibulum nasi, yang merupakan daerah lebar di belakang nares anterior, dan fossa nasalis, yang merupakan daerah di belakang vestibulum nasi. Vestibulum nasi tersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan berubah menjadi epitel bertingkat toraks bersilia bersel globet sebelum masuk fossa nasalis. Terdapat kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan vibrisae, yaitu rambut-rambut kasar, yang berfungsi menyaring udara pernafasan.
Pada dinding lateral, ada tiga tonjolan tulang yang disebut concha, yaitu concha nasalis superior yang dilapisi epitel khusus, concha nasalis media, dan concha nasalis inferior yang keduanya dilapisi epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet. Di bawah epitel yang melapisi concha nasalis inferior banyak terdapat plexus venosus yang disebut "swell bodies", berfungsi untuk menghangatkan udara yang melalui hidung.
Selain itu, juga terdapat epitel olfaktorius yang merupakan epitel bertingkat toraks. Terdiri atas tiga jenis sel, yakni sel olfaktorius, yaitu berfungsi sebagai sel saraf yang terletak di antara sel basal dan sel penyokong serta bergabung dgn akson di lamina propia membentuk nervus olfaktorius (N. II); sel penyokong bervili, yaitu yang sitoplasmanya mempunya granula kuning kecoklatan; dan sel basal yang merupakan sel cadangan pembentuk sel penyokong dan mungkin akan menjadi sel olfaktorius.2
Epitel olfactorius adalah terdiri atas 3 jenis sel : sel sustentakular, sel basal, dan sel olfactorius. Sel olfactorius adalah neuron bipolar, tersebar merata diantara sel-sel sustentakular. Inti bulatnya menempati zona lebih rendah dari yang berasal dari sel-sel penyokong. Terdapat kompleks golgi supranuklear kecil dan beberapa elemen tubulovesikular dari RE halus. Bagian apikal sel menyempit menjadi juluran silindris halus, yang meluas ke atas ke permukaan epitel, tempatnya berakhir dengan melebar, yang disebut bulbus olfactorius.3
Tunika mukosa fossa nasalis akan berlanjut ke sinus paranasalis. Sinus paranasalis adalah rongga dalam tengkorak yang berhubungan dengan cavum nasi, di antaranya adalah sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidales, dan sinus ethmoidales. Sinus-sinus ini dilapisi oleh epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet. Kelenjar-kelenjarnya memproduksi mukosa yang akan dialirkan ke cavum nasi oleh gerakan silia-silia. Bila terjadi peradangan, dapat menyebabkan sinusitis.2
Fungsi pernapasan hidung, bila udara mengalir melalui hidung akan ada tiga fungsi tertentu yang dikerjakan oleh rongga hidung, (1) udara dihangatkan oleh permukaan konka dan septum yang luas, (2) udara dilembabkan sampai hampir lembab sempurna sebelum udara meninggalkan hidung. (3) udara disaring. Semua fungsi ini disebut dungsi pelembab udara dari saluran napas bagian atas. Biasanya suhu inspirasi meingkat sampai 1˚F melebihi suhu tubuh dengan kejenuhan uap air 2-3% sebelum udara mencapai trakea.4
Pharynx (faring); merupakan ruangan di belakang cavum nasi yang menghubungakan traktus digestivus dan traktus respiratorius. Dinding lateral pharynx terdiri dari otot skelet. Yang termasuk bagian dari pharynx adalah nasopharynx, oropharynx dan laringopharynx.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
Nasopharynx; mengandung epitel bertorak bersilia bersel goblet. Terletak di bawah membrana basalis dan terdapat kelenjar campur pada lamina propia. Pada bagian posterior terdapat jaringan limfoid yang membentuk tonsila pharyngeal yang pada anak-anak sering membersar dan meradang (adenoitis). Terdapat muara yang menghubungkan rongga hidung dan telinga bagian tengah (osteum pharyngeum tuba auditiva) dan di sekelilingnya banyak kelompok jaringan limfoid yang disebut tonsila tuba.
Oropharynx; mengandung epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Oropharynx akan dilajutkan ke bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bawah, ke arah epitel oesophagus.Di sini terdapat tonsila palatina yang sering meradang (tonsilitis).
Laryngopharynx; mengandung epitel bervariasi, yang sebagain besarnya merupakan epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Terletak di belakang larynx.5
Larynx (laring); menghubungkan prharynx dan trakea. Laring pada umumnya dikenal sebagai kotak suara, yang berada dibawah epiglotis dan faring. Laring membuat beberapa tulang rawan epiglotis, tulang rawan tiroid, tulang rawan krikoid dan tulang rawan aritaenoid, yang dijadikan satu oleh ligamen.6 Bentuknya tidak beraturan/irreguler. Mengandung epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali ujung plica vocalis berlapis gepeng. Larynx berfungsi untuk fonasi (menyuarakan), dan mencegah benda asing memasuki jalan nafas dengan adanya refleks batuk. Dinding larings terdiri atas tulang rawan hialin, tulang rawan elastis, jaringan ikat, otot skelet, kelenjar campur.
Rangka larynx mempunya 9 tulang rawan, yakni 4 tulang rawan hialin (1 tulang rawan tiroid, 2 tulang rawan krikoid, 2 tulang rawan aritenoid); tulang rawan elastis (1 tulang rawan epiglotis, 2 tulang rawan kuneiformis, dan 2 tulang rawan kornikulata); serta ujung tulang rawan aritenoid yang merupakan tulang rawan elastis. Tulang-tulang rawan akan diikat oleh ligamentum dan berarticulatio dengan otot intrinsik (M. intrinsik laring) yang berfungsi untuk mengubah bentuk pita suara sehingga timbul fonasi, sementara M. ekstrinsik laring berfungsi untuk proses menelan. Ada juga M. vokalis yang berfungsi mengatur ketengangan pita suara sehingga udara yang melalui pita suara dapat menimbulkan suara dengan nada yang berbeda-beda.
Salah satu tulang rawan dalam larynx yang berfungsi khusus adalah epiglotis. Epiglotis merupakan bagian anterior yang paling sering berkontak dengan akar lidah pada proses menelan.
Trachea (batang tenggorokan); terdiri dari rangka berbentuk C yang merupakan tulang rawan hialin. Jumlahnya berkisar dari 16-20 buah. Cincin-cincin tulang rawan dihubungkan oleh jaringan penyambung padat fibroelastis dan retikulin yang disebut ligamentum anulare untuk mencegah agar lumen trakea jangan meregang berlebihan. Sedangkan otot polos berperan untuk mendekatkan kedua tulang rawan. Bagian trakea yang mengandung tulang rawan disebut pars kartilagenia, sementara yang mengandung otot disebut pars membranasea.5
Lapisan-lapisan yang terdapat pada trakea adalah mukosa trakea yang mengandung epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet dan terdapat kelenjar campur; tunika submukosa, terdiri dari jaringan ikat jarang, lemak, dan kelenjar campur (glandula trakealis) yang banyak terletak di bagian posterior; serta tunika adventisia, di mana terdapat jaringan fibroelastis yang berhubungan dengan perikondrium sebelah luar pars kartilagenia.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).3,7
Bronkus Ekstrapulmonal dan Intrapulmonal; bronkus ekstrapulmonal sama dengan trakea hanya saja diameternya lebih kecil. Sementara bronkus intrapulmonar memiliki mukosa yang membentuk lipatan longitudinal. Epitelnya bertingkat toraks bersilia bersel goblet dan membrana basalisnya jelas. Lamina propianya mengandung jaringan ikat jarang, serat elastis, muskulus polos piral, noduli limfatici, dan kelenjar campur. Bentuk tulang rawannya tidak beraturan dan susunan muskulusnya seperti spiral.
Bronkiolus Terminalis; berdiameter 0.3 mm, mengandung epitel selapis torak bersilia bersel goblet dan epitel selapis torak rendah. Di antara deretan sel ini ada sel clara yang bergranula kasar dan bermikrovili, fungsinya diduga ikut berperan terhadap pembentukan cairan bronkiolar yang mengandung protein, glikoprotein, kolesterol, mengeluarkan sejumlah kecil surfaktan yang terdapat di dalam sekret bronkiolar. Lamina propianya mengandung otot polos dan serat elastin yang tipis, namun tidak mempunyai kelenjar dan saraf. Lapisan luarnyamengandung serat kolagen, serat elastin, pembuluh darah dan nodulus limfatisi, serta saraf.2
Bagian Respirasi
Bronkiolus Respiratorius; merupakan bagian antara konduksi dan respirasi. Panjangnya 1-4 mm, dan diameter 0.5 mm. Mengandung epitel torak rendah atau selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Di antara sel kubis terdapat sel clara. Lamina propianya mengandung serat kolagen, serat elastin, dan otot polos yang terputus-putus.
Duktus Alveolaris; berdinding tipis, sebagian besar terdiri dari alveoli dan dikelilingi sakus alveolaris. Di mulut alveolus terdapat epitel selapis gepeng (sel alveolar tipe 1). Mengandung jaringan ikat serat elastin, serat kolagen, otot polos yang makin mengecil hingga hanya terlihat sebagai titik-titik kecil. Duktus ini terbuka ke atrium, yakni ruang yang menghubungkan beberapa sakus alveolaris.
Sakus Alveolaris; merupakan kantong yang dibentuk oleh beberapa alveoli. Terdapat serat elastin dan serat retikulin yang melingkari muara sakus alveoli, serta sudah tidak mempunyai otot polos.
Alveolus/Alveoli; merupakan kantong kecil yang terdiri dari selapis sel seperti sarang tawon. Alveoli berfungsi untuk pertukaran gas (O2 dan CO2) antara udara dan darah. Di sekitar alveoli terdapat serat elastin yang melebar pada saat inspirasi dan menciut pada saat ekspirasi; serta serat kolagen yang mencegah regangan berlebihan sehingga kapiler dan septum interalveolaris tidak rusak. Alveoli berjumlah sekitar 300-500 juta dan mengandung epitel selapis gepeng. Pada dinding-dindingnya terdapat lubang kecil berbentuk bulat/lonjong disebut poros/stigma alveolaris yang berfungsi untuk menghubungkan alveoli yang berdekatan dan mencegah atelektasis. Diameternya sekitar 10-15 μm.2
Kerja pernapasan
Bernapas terdiri dari dua fase yaitu fase Inspirasi dan Fase Ekspirasi. Inspirasi merupakan fase pemasukan oksigen ke dalam tubuh, sedangkan ekspirasi merupakan proses pengeluaran karbondioksida dari dalam tubuh. Kerja inspirasi dapat dibagi menjadi 3 bagian: (1) yang dibutuhkan untuk pengembangan paru dalam melawan daya elastisitas paru dan dada, yaitu kerja compliance atau kerja elastis, (2) yang dibutuhkan untuk mengatasi vikositas jaringan paru dan struktur dinding dada, disebut kerja resistensi jaringan, (3) yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi jalan napas selama udara masuk ke dalam paru, disebut kerja resistensi jalan napas. Pada pengembangan paru dan torak memerlukan energi hampir dua kali lipat, daripada pengembangan paru saja.4
Mekanisme pernapasan manusia ada dua macam yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.8
Pernapasan Dada
Fase inspirasi pada pernapasan dada terjadi akibat aktivitas otot-otot antar tulang rusuk. Ketika otot-otot antar tulang rusuk berkontraksi, tulang rusuk terangkat menyebabkan rongga dada membesar. Membesarnya rongga dada menyebabkan tekanan udara dalam paru-paru menurun, akibatnya udara dari lingkungan masuk ke dalam paru-paru melewati hidung. Sedangkan fase ekspirasi terjadi ketika otot-otot antar tulang rusuk berelaksasi, tulang rusuk kembali pada posisi semula menyebabkan mengecilnya rongga dada. Tekanan udara dalam paru-paru meningkat kembali mengakibatkan keluarnya udara dari paru-paru ke lingkungan.8
Mengangkat rangka iga, pengembangan paru-paru ini dapat terjadi karena pada posisi istirahat, iga miring ke bawah, dangan demikian sternum turun kebelakang ke arah kolumna vertebralis. Tetapi, bila rangka iga dielevasikan, tulang iga langsung maju sehingga sternum sekarang bergerak ke depan menjahui spinal, membentuk jarak anteroposterior dada. Oleh karena itu, otot-otot yang mengelevasikan rangka dada dapat diklasifikasikan sebagai otot inspirasi, dan otot yang menurunkan rangka disebut sebagai otot ekspirasi. Otot yang paling penting untuk yang mengangkat rangka iga adalah otot intercostalis eksterna, tetapi ada otot-otot lain yang membantunya adalah strenokleidomastoideus, mengangkat sternum keatas, serratus anterior, mengangkat sebagian besar iga, scalenus, mengangkat 2 iga pertama. Otot yang menarik rangka iga turun kebawah saat ekspirasi adalah rectus abdominis, memiliki efek penarikan ke arah bawah yang sangat kuat terhadap iga=iga bagian bawah pada saat yang bersamaan ketika otot-otot ini dan otot abdominal lainnya menekan isi abdomen ke atas ke arah diafragma, otot berikutnnya adalah intercostalis internus.4
Pernapasan Perut
Inspirasi pada pernapasan perut terjadi akibat aktivitas otot-otot diafragma. Diafragma adalah sekat antara rongga dada dan rongga perut. Ketika otot diafragma berkontraksi, diafragma akan mendatar. Mendatarnya diafragma menyebabkan membesarnya rongga dada, sebagai akibatnya tekanan udara dalam paru-paru menurun. Udara dari lingkungan masuk dari lingkungan ke dalam paru-paru melewati hidung, sedangkan fase ekspirasi terjadi ketika otot diafragma berelaksasi, diafragma kembali pada posisi semulanya yaitu melengkung ke atas. Kembalinya diafragma pada posisi semulanya menyebabkan rongga dada mengecil. Tekanan udara dalam paru-paru meningkat kembali mengakibatkan udara dalam paru-paru keluar ke lingkungan.8
Yang paling penting dari sistem ventilasi paru adalah terus-menerus memperbarui udara dalam area pertukaran gas paru, dimana udara dan darah paru saling berdekatan. Yang termasuk area ini adalah alveoli, kantong alveolus, duktus alveolaris, bronkiolus respiratorius, kecepatan udara baru yang masuk ke dalam area ini disebut juga ventilasi alveolus.
Bila paru mengembang dan berkontraksi selama bernapas normal, maka paru bergerak ke arah depan dan ke arah belakang dalam rongga pleura. Untuk memudahkan pergerakan ini, terdapat lapisan tipis cairan mukoid yang terletak diantara pleura parietalis dan pleura viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa msenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil tranudat cairan intertisial dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam pleura. Cairan ini membawa protein jaringan, yang memberi sifat mukoid pada cairan pleura, yang memungkinkan pergerakan paru agar berlangsung dengan mudah.
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa milimeter. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut di pompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral pleura pariealis. Oleh karena itu ruang pleura ruang anara pleura viseralis dan parietalis disebut ruang potensial.
Keseimbangan asam – basa.
Sistem buffer dipergunakan oleh tubuh untuk menahan lonjakan pH cairan tubuh ke arah pH asam atau ke arah basa. Mempertahankan pH yang mantap sangat penting untuk kehidupan. Perubahan kecil saja pada pH normal dapat menyebabkan rusaknya banyak zat yang ada didalam tubuh, berubahnya kecepatan reaksi kimia sel-sel, yaitu beberapa ditekan dan lainnya dipercepat, dan berhentinya beberapa reaksi biokimia (metabolisme) yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Kematian terjadi apabila pH darah diatas 7,45 atau dibawah 7.35. pH darah yang normal berada antara 7,35-7,45. Apabila pH darah naik diatas 7,4 disebut keadaan alkalosis, sedangkan jika pH dibawah 7,35 disebut asidosis.
Semua cairan tubuh mempunyai sistem penyangga (buffer) asam-basa, yang segera bergabung dengan setiap kenaikan asam atau kenaikan basa sehingga mencegah perubahan kensentrasi ion hidrogen atau mencegah perubahan harga pH. Keberadaan sistem buffer dalam tubuh mutlak diperlukan untuk mempertahankan harga pH, sebab sedikit fluktuasi harga pH mempunyai pengaruh yang buruk pada kesehatan seseorang.
Ada 4 sistem buffer:
Bufer bikarbonat (H2CO3 dan pasangannya HCO3-); merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
Bufer protein (HPr dan pasangannya NaPr); merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
Bufer hemoglobin (HHB dan pasangannya Hb- atau HhbO2 dan pasangannya, HbO2); merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat.
Bufer fosfat (HPO4-2 dan pasangannya, H2PO4-); merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia. Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan ginjal dalam menunjang kinerja system buffer adalah dengan mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion hydrogen dan bikarbonat serta membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia). Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan system buffer. Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7,35- 7,45.
Peranan sistem respirasi dalam keseimbangan asam basa adalah mempertahankan agar PCO2 selalu konstan walaupun terdapat perubahan kadar CO2 akibat proses metabolism tubuh. Keseimbangan asam basa respirasi bergantung pada keseimbanagn produksi dan ekskresi CO2. Jumlah CO2 yang berada di dalam darah tergantung pada laju metabolisme sedangkan proses ekskresi CO2 tergantung pada fungsi paru. Kelainan ventilasi dan perfusi pada dasarnya akan mengakibatkan ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi sehingga akan terjadi ketidakseimbangan, ini akhirnya menyebabkan hipoksia maupun retensi CO2 sehingga terjadi gangguan keseimbangan asam basa.9
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan anion asam non volatile dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pengaturan oleh ginjal ini berperan 3 sistem buffer asam karbonat, buffer fosfat dan pembentukan ammonia. Ion hydrogen, CO2, dan NH3 diekskresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam. Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion bermuatan negative pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada kadar yang sangat rendahpun, ion hydrogen mempunyai efek yang besar pada system biologi. Ion hydrogen berinteraksi dengan berbagai molekul biologis sehingga dapat mempengaruhi struktur protein, fungsi enzim dan ekstabilitas membrane. Ion hydrogen sangat penting pada fungsi normal tubuh misalnya sebagai pompa proton mitokondria pada proses fosforilasi oksidatif yang menghasilkan ATP. Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus menerus di dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hydrogen sangat bervariasi tergantung diet, aktivitas dan status kesehatan. Ion hydrogen di dalam tubuh berasal dari makanan, minuman, dan proses metabolism tubuh. Di dalam tubuh ion hidrogen terbentuk sebagai hasil metabolism karbohidrat, protein dan lemak, glikolisis anaerobik atau ketogenesis.9
Transpor Oksigen dan Karbon Dioksida
Sistem pengangkutan O2 di tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskular. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan kapasitas darah yang mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalain vaskular di jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 yang larut dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap O2.10
Dinamika reaksi hemoglobin dengan O2 menjadikannya sebagai pembawa O2 yang sangat tepat. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari empat subunit, masing-masing mengandung gugus hem (heme) yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Pada orang dewasa normal, sebagian besar molekul hemoglobin mengandung dua rantai α dan dua rantai β. Hem adalah suatu kompleks yang dibentuk dari satu porifirin dan satu atom besi fero. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk fero sehingga pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim ditulis sebagai Hb + O2 HbO2 . Karena setiap molekul hemoglobin mengandung empat unit Hb, molekul ini dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan pada kenyataannya bereaksi dengan empat molekul O2 membentuk Hb4O8.
Hb4 + O2 Hb4O2
Hb4O2 + O2 Hb4O4
Hb4O4 + O2 Hb4O6
Hb4O6 + O2 Hb4O8
Reaksi ini berlangsung cepat dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik. Deoksigenasi (reduksi) Hb4O8 juga berlangsung sangat cepat.
Struktur kuartener hemoglobin menentukan afinitasnya terhadap O2. Pada deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam konfigurasi tense (T, tegang) yang menutunkan afinitas molekul terhadap O2. Saat O2 pertama kali terikat, ikatan yang menahan unit globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi realsed (R, rileks) yang memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya adalah peningkatan afinitas terhadap O2 sebesar 500 kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini berbalik sehingga terjadi pelepasan O2. Perlaihan dari suatu keadaan ke keadaan lainnya diperkirakan berlangsung sekitar 108 kali selama kehidupan sebuah sel darah merah.
Selain adanya transpor oksigen, dalam tubuh kita juga terjadi transpor karbon dioksida (CO2). Hal ini berkaitan dengan proses pendaparan (buffering) dalam tubuh kita. Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2; karena itu, pada tekanan parsial yang sama didapatkan jauh lebih banyak CO2 dibandingkan O2 dalam larutan sederhana. CO2 yang cepat terdifusi ke dalam sel darah merah terhidrasi dengan cepat menjadi H2CO3 karena adanya karbonat anhidrase. H2CO3 akan berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3- , dan H+ akan mengalami pendaparan, terutama oleh hemoglobin, sementara HCO3- memasuki plasma. Sejumlah CO2 dalam sel darah merah akan bereaksi dengan gugus amino hemoglobin dan protein lain (R), membentuk senyawa karbamino. Karena hemoglobin terdeoksigenasi mengikat lebih banyak H+ daripada yang diikat oleh oksihemoglobin dan lebih mudah membentuk senyawa karbamino, pengikatan O2 pada hemoglobin akan menurunkan afinitasnya terhadap CO2 (efek Haldane). Akibatnya, darah vena mengangkut lebih banyak CO2 daripada darah arteri, dan penyerapan CO2 di jaringan dan pelepasan O2 di paru berlangsung lebih mudah. Sekitar 11% dari CO2 yang ditambahkan ke dalam darah pembuluh kapiler sistemik akan diangkut ke paru dalam bentuk karbamino-CO2.11
Dalam plasma, CO2 bereaksi dengan protein plasma membentuk sejumlah kecil senyawa karbamino, dan sejumlah kecil CO2 mengalami hidrasi; namun karena hidrasinya berlangsung lambat karena tidak terdapat karbonat anhidrase.
Saat darah melewati kapiler, terjadi peningkatan kandungan HCO3- di dalam sel darah merah yang jauh lebih besar dibandingkan di dalam plasma sehingga sekitar 70% HCO3- yang dibentuk di sel darah merah akan memasuki plasma. Kelebihan HCO3- yang meninggalkan sel darah merahakan ditukar dengan Cl- . Proses ini diperantarai oleh Band 3, suatu protein membran utama. Pertukaran ini disebut pergeseran klorida (chloride shift). Oleh sebab itu, terdapat perbedaan bermakna kandungan Cl- di dalam sel darah merah vena, yang jauh lebih banyak dibandingkan darah arteri. Pergeseran klorida berlangsung cepat dan selesai seluruhnya dalam waktu 1 detik.11
Sel membutuhkan nutrisi, air, karbon dioksida, oksigen dan substansi lain untuk kelangsungan hidupnya. Sel mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi bahan-bahan yang dibutuhkan ini dari luar sel. Absorbsi atau pengangkutan molekul-molekul zat melalui membran berlangsung secara difusi, osmosis, dan transpor aktif. Beberapa sel mampu mencerna atau "mendigesti" makronutien yang mempunyai struktur kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana.12
Tidak seperti jantung, paru tidak mempunyai irama spontan. Ventilasi bergantung pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan jalan dari pusat tersebut ke otot pernapasan. Ada 2 pusat pernapasan di medula oblongata, yaitu pusat yang merangsang inspirasi dengan kontraksi diafragma (dengan kerja saraf phrenicus) dan pusat lain yang mempertsarafi mekanisme inspirasi dan ekspirasi interkostal serta otot aksesori.13
Diketahui bahwa saraf phrenicus dan interkostal keluar dari medula spinalis C6, sedangakan saraf mototrik yang menyuplai otot aksesoris keluar dan nomor saraf yang lebih tinggi. Hal ini berimplikasi pada terjadinya kontrol pernapasan dan kepatenannya pada orang yang mengalami cedera medula spinalis. Didalam pons terdapat 2 pusat yang disebut pusat pneumotaksik dan pusat apneustik. Kedua pusat tersebut sangat dipengaruhi oleh pengaturan korteks serebral, istem limbik, dan hipotalamus. Kontrol volunter dan kontrol involunter dilakukan oleh serat desenden dari pusat otak lain. Pengaturan kontrol tersebut mempermudah perubahan dalam mekanisme pernapasan yang terlihat seperti pada saat menelan, batuk, berteriak, dan tindakan yang dikehendaki.
Neuron mempersarafi otot inspirasi dengan cara memberikan impuls ke otot ini seehingga menimbulkan inspirasi. Selain itu, neuron juga merangsang pusat pneumotaksik. Sebaliknya, pusat pneumotaksik menghambat impuls kembali ke neuron inspirasi, sehingga menyebabkan penghentian inspirasi.13
Ekspirasi terjadi secara pasif. Setelah ekspirasi, neuron inspirasi kembali terangsang secara otomatis. Selama olahraga atau aktivitas lainnya, kadang-kang bila ventilasi kuat terjadi, neuron ekspirasi medula oblongata secara teoretis akan berpartisipasi dan menyebabkan terjadinya ekshalasi aktif.13
Kesimpulan
Selain paru-paru ada beberapa organ lain yang juga berperan dalam sistem pernapasan kita, ada yang hanya sebagai saluran udara dan juga ada yang tempat pertukaran udara, yaitu hidung/mulut, nasofaring, laring, trakea, bronkiolus terminalis bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, alveolus, dan diafragma. Seluruh sistem di atur dalam keseimbangan asam basa, jika pH darah naik diatas 7,4 (basa) disebut keadaan alkalosis, sedangkan jika pH dibawah 7,35 (asam) disebut asidosis. Dan bagian didalam otak yang berperan dalam sistem pernapasan adalah medula oblongata dan pons.
Hipotesis diterima, pasien menderita sesak karena kekurangan oksigen.
Daftar Pustaka
Djojodibroto D. Respirologi (respiratory medecine). Jakarta: EGC; 2009.
Junqueira, Luis Carlos dan Jose Carneiro. Histologi dasar, teks dan atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007.
Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. 12th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. p.629-45
Guyton. Buku ajar fisiologi kedokteran. 9th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. p. 597-8; 623.
Wheater Paul, Burkitt George, Daniels Victor, Young Barbara. Histologi fungsional. Jakarta: EGC; 2005. h. 220-1.
McLafferty E, Johnstone C, Hendry C, Farley A. Respiratory system part 1: pulmonary ventilation. Nursing Standard 2013;27(22):40-7.
Diunduh dari http://www.psychologymania.com/2012/08/alat-alat-pernapasan-pada-manusia.html, 13 mei 2013.
Diunduh dari http://www.fakultaskedokteran.com/jurnal/jurnal-mekanisme-pernapasan/, 13 Mei 2013.
Guyton. Buku ajar fisiologi kedokteran. 5th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. p.651-7.
Ganong William. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. h. 672-93.
Veldman J. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta:EGC;2004.h.266-9.
Sumardjo D. Pengantar kimia: buku panduan kuliah mahasiswa kedokteran dan program strata I fakultas bioeksakta. Jakarta: EGC; 2006.
Muttaqin A. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan. Salemba Medika.