RESUME KONFLIK DAN NEGOISASI
Disusun oleh : Nilta Hilyati Ilma Ilma
041511233165
Zulfi Jabarul Shafa
041511233171
Andrian Wira Pranata
041511233193
Elsa Rahmasari
041511233198
Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga 2015
Definisi Konflik
Konflik adalah sebuah proses yang dimulai ketika salah satu pihak memandang pihak lainnya telah memengaruhi secara negatif, atau akan berpengaruh secara negatif, terhadap segala sesuatu hal yang dipedulikan oleh pihak pertama. Pandangan Tradisional Atas Konflik
Konflik dipandang sebagai hasil atas disfungsional (kegagalan fungsi) akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan di antara orang-orang, serta kegagalan dari para manajer untuk menjadi responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan mereka. Konflik dipadankan dengan istilah kekerasan, penghancuran, dan ketidakharmonisan. Konflik merupakan pandangan keyakinan yang berbahaya dan harus dihindari. Pandangan Interaksionis Atas Konflik
Konflik merupakan pandangan keyakinan yang diyakini bahwa konflik tidak hanya merupakan sebuah paksaan yang positif dalam suatu kelompok tetapi juga sangat diperlukan bagi suatu kelompok untuk bekerja dengan lebih efektif. Ada dua jenis konflik menurut pandangan ini : a. Konflik Fungsional Konflik yang mendukung tujuan dari kelompok dan meningkatkan kinerjanya. b. Konflik Disfungsional Konflik yang menghambat kinerja kelompok. Tipe dan Lokus Konflik
Jenis Konflik
a. Konflik Tugas Konflik tentang kandungan dan tujuan tugas. b. Konflik Hubungan Konflik yang didasarkan pada hubungan interpersonal. c. Konflik Proses Konflik mengenai bagaimana pekerjaan akan diselesaikan.
Lokus Konflik
Cara lain untuk memahami konflik adalah dengan mempertimbangkan lokus, atau dimana konflik terjadi. Terdapat 3 tipe dasar konflik : a. Konflik Dyadic Konflik yang terjadi di antara dua orang. b. Konflik Intragrup Konflik yang terjadi di dalam sebuah kelompok atau tim. c. Konflik Antarkelompok Konflik di antara kelompok atau tim yang berbeda. Proses Konflik
Proses konflik memiliki lima tahapan :
Tahap 1 : Pertentangan yang Berpotensial atau Ketidaksesuaian
Kondisi yang mendahului suatu konflik ada 3 : 1. Komunikasi Kondisi yang berpotensial konflik ditemukan meningkat pada kondisi dengan komunikasi yang telalu sedikit atau terlalu banyak. 2. Struktur Istilah struktur dalam konteks ini meliputi variabel-variabel seperti ukuran kelompok, derajat spesialisasi dalam pekerjaan yang ditugaskan kepada anggota kelompok, kejelasan yurisdiksional, kesesuaian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem pemberian imbalan, dan tingkat ketergantungan di antara kelompok.
3. Variabel-variabel pribadi Variabel ini meliputi kepribadian, emosi, dan nilai. Tahap 2 : Kesadaran dan Personalisasi
Dipandang sebagai konflik Kesadaran oleh salah satu atau lebih pihak mengenai keberadaan ko ndisi yang menciptakan peluang bagi konflik untuk muncul.
Dirasakan sebagai konflik Keterlibatan secara emosional dalam konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau permusuhan.
Tahap 3 : Niat
Niat adalah sebuah tahapan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Dengan menggunakan dua dimensi kegotong-royongan dan ketegasan, dapat diidentifikasi lima niat dalam menangani konflik : a. Bersaing Suatu keinginan untuk memuaskan kepentingan seseorang, tanpa memperhatikan dampak yang timbul dari konflik terhadap pihak lain. b. Berkolaborasi Sebuah situasi yang mana para pihak melakukan k onflik mengenai keinginan masingmasing untuk memuaskan perhatian sepenuhnya dari semua pihak. c. Menghindar Keinginan untuk menarik diri atau menyembunyikan diri dari konflik. d. Mengakomodasi Kediaan dari salah satu pihak dalam sebuah konflik untuk menempatkan k epentingan pihak lawan di atas kepentingannya sendiri.
e. Berkompromi Sebuah situasi yang mana tiap-tiap pihak atas suatu konflik bersedia untuk menyerahkan sesuatu hal.
Tahap 4 : Perilaku
Tahap ini meliputi pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh para pihak yang sedang berkonflik, biasanya sebagai upaya terang-terangan untuk mengimplementasikan niatan mereka sendiri. Dalam tahap ini biasanya digunakan manajemen konflik , yaitu penggunaan dari resolusi dan teknik stimulasi untuk mencapai level konflik yang diinginkan. Hal ini digunakan dikarenakan terjadi disfungsional atas konflik atau konflik yang terjadi terlalu rendah. Tahap 5 : Hasil
Hasil dari konflik hanya ada 2 : 1. Meningkatkan kinerja kelompok. 2. Menurunkan kinerja kelompok.
Negoisasi (negotiation) suatu proses yang mana dua atau lebih pihak saling bertukar
barang atau jasa dan berupaya untuk setuju dengan nilai tukar bagi mereka. Strategi Perundingan
Terdapat dua pendekatan umum mengenai negosiasi- perundingan distributif dan perundingan integratif. Keduanya berbeda dalam tujuan dan motivasi, focus, kepentingan, pembagian informasi, serta durasi hubungan. a. Perundingan Distributif ( Distributive B argaining)
Negoisasi yang berupaya untuk membagi jumlah sumber daya secara tetap; situasi kemenangan atau kekalahan. Bagian yang tetap (fixed Pie) Keyakinan bahwa
hanya terdapat satu set jumlah barang atau jasa yang harus dibagi diantara para pihak. b. Perundingan Integratif (integrative Bargaining)
Negoisiasi yang berupaya mencari satu atau lebih kesepakatan yang dapat memberikan solusi kemenangan bagi kedua belah pihak.
Proses Negoisiasi
Persiapan dan Perencanaan Negosiasi yang baik tentunya membutuhkan proses persiapan dan perencanaan yang matang, dengan terlebih dahulu melakukan background check terhadap apa yang akan di negosiasikan, dengan siapa kita akan melakukan proses negosiasi. Proses ini juga perlu mempelajari apa yang menjadi tujuan dari lawan, ap a persepsinya, apa karakteristik. Dalam persiapan dan perencanaan ini kita perlu memfokuskan pada kekuatan dan kekurangan yang perlu diperbaiki. Pada intinya seorang negosiator yang baik harus memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai apa yang akan dinegosiasikan. Ini akan memudahkan negosiator dalam melakukan negosiasi.
Mendefinisikan Aturan-Aturan Pokok Setelah proses persiapan dan perencanaan dilakukan, selanjutnya yang perlu ditetapkan adalah mendefinisikan aturan-aturan pokok atau pedo man dalam negosiasi seperti apa yang boleh dan apa yang tidak. Yang paling penting tentu saja adalah tujuan utama yang telah ditetapkan. Pedoman atau aturan-aturan pokok perlu mendefinisikan batasan-batasan misalnya jika terjadi deadlock atau ketidaksepakatan, apa yang perlu dilakukan, pada tingkatan apa seorang negosiator boleh menurunkan tuntutannya.
Klarifikasi & Justifikasi Dalam proses ini, para pihak yang melakukan negosiasi akan melakukan penjelasan (clarify) terhadap maksud dan tujuan masing-masing pihak. Dalam tahap ini, informasi akan diberikan kepada masing-masing pihak. Tentu saja kuantitas dan kualitas informasi yang diberikan tergantung pada strategi negosiasi apa yang akan dipilih, apakah distributif atau integratif. Kita juga perlu memahami bahwa dalam tahap ini, pihak lain (dan juga mungkin diri kita) akan membesar-besarkan permasalahan (amplify), dan melakukan
justifikasi (pembenaran) terhadap apa yang akan dinegosiasikan. Bahkan tidak jarang dapat melakukan bolstering (menghasut). Namun proses ini tidak harus berlangsung secara konfrontatif, bahkan ketika kita menggunakan atau strategi distributif sekalipun.
Penawaran & Pemecahan Masalah Proses inilah merupakan proses paling esensial dan paling penting dalam melakukan negosiasi. Pda proses ini kita melakukan proses give and take, untuk membuat sebuah konsensi dan menemukan kesepahaman. Melakukan penawaran dan pemecahan masalah kepada pihak lain yang disebabkan adanya keinginan kita (ini biasanya pada pendekatan atau strategi integratif).
Menutup Negosiasi & Implementasi Proses negosiasi dapat ditutup dengan dua pendekatan, yakni pendekatan formal dan pendekatan informal. Pendekatan formal menekankan kepada aspek legalitas persetujuan yang ditetapkan sebagai hasil dari proses negosiasi dan biasanya didokumentasikan dalam bentuk perjanjian kerjasama, atau memorandum of understanding, ataupun dalam bentuk kontrak. Ini biasanya terjadi pada institusi ataupun organisasi resmi. Sedangkan pendekatan non formal biasanya tidak menekankan pada aspek legalitas dan bahkan dapat dilakukan hanya dengan berjabatan tangan semata.
Perbedaan Individual dalam Efektivitas Negosiasi
Sikap Pribadi
Sikap pribadi dianggap paling mempengaruhi hasil dari sebuah negosiasi, dimana ada kecenderungan bahwa orang yang mudah untuk setuju seringkali merupakan sasaran empuk dalam proses negosiasi. Padahal hasil penelitian cenderung menunjukkan bahwa hubungan antara sikap pribadi dengan hasil negosiasi sangatlah lemah. Hal ini tergantung pada situasi dan pada kenyataannya, kemampuan seorang untuk menjadi seorang negotiator termasuk diantaranya
dalam meningkatkan kapasitas sikap pribadi beserta kemampuan manajemen mood dan emosi dapatlah dilatih dan terus ditingkatkan.
Mood dan Emosi
Mood dan emosi dapat mempengaruhi proses dan hasil negosiasi tergantung pada konteks situasi yang dihadapi. Seorang negotiator yang pemarah pada umumnya dianggap mempercepat konsensus karena pihak lainnya percaya bahwa konsensus lainnya kedepannya tidak bisa dicapai. Hal yang paling terpenting anda dapat menunjukkan amarah anda dalam sebuah proses negosiasi adalah hanya jika ketika anda memiliki kekuatan atau power yang setara dengan lawan negosiasi anda. Jika kekuasaan anda kurang dari lawan anda, maka kemarahan anda hanya akan membuat anda dianggap sebagai negosiator yang sulit.
Faktor lainnya adalah kemampuan untuk manajemen mood dan emosi, terutama dalam menunjukkan kemarahan anda secara nyata (bukan acting semata). Emosi lainnya yang cukup berpengaruh adalah kekecewaan. Kekecewaan anda dapat membuat negosiatior lainnya merasa bersalah. Negosiasi terkadang memang penuh dengan tipu daya, khususnya tipu daya eksperesi para negosiator. Anda dapat melihat contohnya dengan jelas pada film Draft Day.
Budaya
Masing-masing negara memiliki budaya yang berbeda-beda dalam melakukan negosiasi. Dalam hal ini kita harus memperhatikan aspek budaya. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan negosiasi antar budaya adalah senantiasa mengedepankan prinsip keterbukaan dan memperhatikan dinamika aspek emosi dalam negosiasi antar budaya.
Gender
Gender seringkali diasosiasikan memberikan pengaruh terhadap hasil negosiasi dimana ada persepsi dan stereotyping dari jenis kelamin dan hasil negosiasi. Pria dianggap lebih memperhatikan status, kekuasaan dan pengakuan, sementara wanita lebih memperhatikan atau mengedepankan belas kasihan dan altruism yakni kebajikan atau memperhatikan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Hal ini diasumsikan dapat mempengaruhi hasil negosiasi dengan pertimbangan bahwa pria lebih mementingkan economic value dari sebuah proses negosiasi, sementara wanita lebih diasumsikan mementingkan relationship atau personal value dari sebuah proses negosiasi. Atau dengan kata lain, jika menggunakan pendekatan atau strategi negosiasi, pria lebih cenderung menggunakan strategi distributif dan wanita lebih cenderung menggunakan strategi integratif.
Negosiasi dengan Pihak Ketiga
a. Arbitration
Arbitrator akan memegang kontrol terhadap proses negosiasi, membentuk dan menentukan output dari negosiasi Keuntungan dari arbitrase:
Solusi hanya bersifat saran dan pendapat (pihak yang bernegosiasi boleh setuju ataupun tidak setuju ).
Solusi
yang
dihasilkan
berasal
dari
sumber
terpercaya
dan
dapat
dipertanggungjawabkan, karena biasanya arbitrator orang pilihan.
Biaya yang terjadi bila konflik berlangsung dapat diminimalkan
Kerugiannya adalah:
Pihak yang bernegosiasi akan berkurang kendali atas permasalahan
Solusi dari arbitrator mungkin tidak menguntungkan bagi pihak - pihak yang bernegosiasi dan dapat menyebabkan tambahan biaya.
Pihak-pihak yang bernegosiasi akan malu jika tidak melaksanakan rekomendasi dari arbitrator.
b. Mediation.
Mediator bertujuan untuk membantu agar negosiasi berjalan secara efektif. Mediator tidak memberikan solusi atas suatu masalah, namun hanya membantu pihak yang bernegosiasi.
Mediasi dapat berperan untuk menyelesaikan masalah bila :
Mempunyai komitmen untuk mengikuti proses mediasi dan mempunyai kekuatan yang sama.
Masing-masing pihak mempunyai motivasi tinggi untuk penyelesaian
c. Process consultation
Sebagai konsultan dalam proses negosiasi, biasanya bertugas meningkatkan komunikasi, mengurangi emosi yang ada, dan meningkatkan kemampuan pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi untuk mencari solusi yang baik.