PUBLIC HEALTH UNIVERSITAS SILIWANGI
RUBELLA KONGENITAL JANTUNG BAWAAN Imunitas pada kehamilan trimester pertama terhadap infeksi penyebab jantung bawaan
NADIYAH KAMILIA EPIDEMILOGI
Berdasarkan data dari WHO paling tidak 236 ribu kasus Congenital Rubella Syndrome terjadi setiap tahun di negara berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat terjadi epidemi Infeksi rubella (German Measles) pada trimester pertama kehamilan, dapat diperhitungkan bahwa seperempat hingga separuh keturunanya akan menderita kelainan bawaan pada berbagai alat tubuh, termasuk jantung.
Nadiyah Kamilia. Penyusun merupakan mahasiswa aktif epidemiologi kesehatan masyarakat Universitas Siliwangi Kota Tasikmalaya. Wanita kelahiran Sorong, 1997 ini aktif berorganisasi didalam maupun , diluarkampus. System pakar merupakan salah satu opininya dalam penanggulangan infeksi tentang Infeksi Nosokomial Luka Operasi Pada Perencanaan Dan Penanggulangan Infeksi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya yang pernah ditulisnya dalam lomba artikel ilmiah.
.
Buku Vaksin dan Imun RUBELLA CONGENITAL JANTUNG BAWAAN
© 2018
Tasikmalaya, Universitas Siliwangi
KATA PENGHANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penyusun mampu menyelesaikan tugas kuliah Vaksin dan Imun ini yang ditujukan untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai Vaksinasi dan Imunitas dalam Kesehatan. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya tak lupa penyusun sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini Bapak Dr. Asep Suryana S.Pd, M.Kes. selaku dosen mata kuliah Vaksin.dan Imun. Dalam penyusunan tugas ini, penyusun menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan buku ini.
Tasikmalaya, April 2018 Penyusun
ii
DAFTAR ISI Halaman Sampul .....................................................................................i Kata Pengantar .......................................................................................ii Daftar Isi ................................................................................................iii Daftar Tabel ............................................................................................v Daftar Gambar ........................................................................................vi BAB 1 Sejarah Global Virus Rubella Cacat Bawaan .............................1 BAB 2 Virus Rubella .............................................................................6 Penghantar Rubella .............................................................................6 Stuktur Virus Rubella .........................................................................7 Gambaran Klinis Virus Rubella ..........................................................12 Antigenicity .........................................................................................14 Replikasi Virus ....................................................................................14 Perbedaan Diagnosa Rubella Dengan Virus Yang Lain ......................15 Rubella Dalam Dunia Kesehatan ........................................................17 Komplikasi Lain Selain CRS ..............................................................17 BAB 3 Penghantar Rubella ....................................................................18 Virus Rubella Pada Kehamilan ............................................................18 Diagnosis Rubella Congenital Pada Kehamilan...................................24 Pemeriksaan Laboratorium CRS .........................................................31 BAB 4 Penyakit Jantung Bawaan ..........................................................40 Defek Septum Ventrikel (Penyakit Roger) ..........................................41 Defek Septum Atrium ..........................................................................43 Defek Septum Atrium Disertai Stenosis Mitralis ................................45 Tertalogi Fallot ....................................................................................46 Komplex Eisenmanger ........................................................................48 Duktus Erteriosus Paten ......................................................................48
iii
DAFTAR ISI BAB 5 Epidemiologi dan Intervensi Rubella di Indonesia ....................51 Epidemiologi Rubella di Indonesia .............................................51 Vaksin Rubella ...........................................................................54 BAB 6 Peran Kesehatan Masyarakat Dalam Kampanye MMR .............61 Mekanisme Kerja .......................................................................61 Pemantauan dan Penanggulangan KIPI .......................................63 Daftar Pustaka ........................................................................................72
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perkembangan Isu Dunia Dalam Sejarah Rubella ...... 5 Tabel 2.1 Penyebaran Rubella Di Berbagai Benua ..................... 16 Tabel 6.1 Kurun Waktu Pelaporan Berdasarkan Jenjang Administrasi Penerima Laporan ................................ 66 Tabel 6.2 Langkah-langkah Dalam Pelacakan KIPI ................... 68
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Norman Mc Alister Greeg saat jumpa pers .........................1 Gambar 2.1 Stuktur Sel Virus Rubella ...................................................7 Gambar 2.2 Stuktur Protein Virus Rubella ............................................8 Gambar 2.3 Elektron Mikrograf Dari Virus Rubella Terinfeksi Vero Kultur pada sel ....................................................................10 Gambar 2.4 Konfigurasi Rubella E1 dan E2 Protein Di Permukaan Virus Rubella Virion Dengan Alphavirus ...........................11 Gambar 2.5 Gambaran Klinis Dan Virologis Rubella Pasca Natal ........12 Gambar 3.1 Defect Dan Manifestasi Klinis CRS Sesuai Dengan Umur Kehamilan ................................................................18 Gambar 3.2 Ruam Pada Seluruh Tubuh ................................................27 Gambar 3.3 Tahapan Diagnosis Infeksi Rubella Pada Kehamilan .........29 Gambar 3.4 Tahapan Diagnosis CRS Melalui Laboratorium .................31 Gambar 3.5 Ruam Pada Ibu Hamil Terinfeksi Rubella ..........................32 Gambar 3.6 Penafsiran Hasil IgM dan IgG ELISA Untuk Rubella ........33 Gambar 3.7 Tanggapan Respon Antibodu Setelah Infeksi Virus Rubella Yang Diperiksa Dengan Berbagai Pemeriksaan Serologi Untuk Rubella .......................................................34 Gambar 3.8 Contoh Hasil Pemeriksaan Menggunakan RT-LAMP Dan RT-PCR .......................................................................37 Gambar 4.1 Bayi Dengan Trauma Jantung ............................................40 Gambar 4.2 Bayi Paska Operasi Jantung ...............................................44 Gambar 4.3 Kelainan Jantung Disertai Penyakit Bawaan .....................45 Gambar 4.4 Penderita Cyanosis Nampak Membiru ................................47 Gambar 5.1 Vaksin Rubella ....................................................................55 Gambar 6.1 Alur Pelayanan Disekolah ..................................................61
vi
Gambar 6.2 Alur Pelayanan di Posyandu ..............................................62 Gambar 6.3 Skema penemuan Kasus KIPI Sampai Pelaporan .............. 64 Gambar 6.4 Alur Pelaporan dan Pelacakan KIPI Serius ......................... 65 Gambar 6.5 Penanganan Syok Anafilaktik Pasca Pemberian MMR ......71
vii
BAB 1 Gregg adalah orang pertama yang menyadari bahwa infeksi virus pada manusia dapat menyebabkan embriopati dan kerusakannya adalah akibat infeksi yang diakibatkan pada kehidupan awal yang fatal. Meskipun temuan Gregg pada awalnya tidak diterima secara universal, penelitian retrospektif lain, tidak hanya di australia tetapi di negara lain, secara sepihak mengkonfirmasi temuannya itu benar.
SEJARAH GLOBAL VIRUS RUBELLA CACAT BAWAAN
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Rubella awalnya dikenal dengan nama jermannya “Roreln” yang telah dikemukakan oleh dua dokter asal Jerman. Selama bertahun-tahun campak jerman susah dibedakan antara penyakit lain yang memiliki gejala yang sama yaitu menyebabkan ruam, seperti perbedaan antara
Gambar1.1 Norman McAlister Greeg saat jumpa pers. campak dan demam berdarah dan bahkan sampai saat ini diagnosis berdasarkan klinis saja sangat tidak akurat untuk menentukan campak jerman, dan pada waktu itu akhirnya dapat mengenali penyakit yang berbeda dari kongres internasional dalam dunia kedokteran di london pada tahun 1881 dan infaksi yang ditetapkan sebagai rubella yang diterima seluruh dunia pada waktu itu. (Riviewed by Best and Batvala, 2004).
1
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Baru pada tahun 1941 seorang ahli oftalmologi Australia, norman Mcalister gregg dalam makalah ilmiahnya yang dibuatnya, menunjukkan bahwa jika pada awal kehamilan, rubela menyebabkan kerusakan pada janin.
Pada
tahun 1941 itu juga, terjadi wabah rubella yang luas di antara tentara dalam pelatihan di wales selatan baru, victoria dan queensland, dimobilisasi selama perang dunia kedua. Infeksi menyebar ke warga sipil dan mungkin saja tentara telah menginfeksi istri mereka untuk kembali ke rumah sebelum berada di luar negeri, gregg mencatat adanya katarak, biasanya bilateral, mikrofalmemia dan menyerupai "garam dan merica" retinopati karakteristik yang terjadi pada bayi yang terinfeksi secara kongenital. Persentase tinggi juga pada bayi yang mengalami anomali jantung yang gagal berkembang dan pada akhirnya banyak ditemukan juga mengalami tuli parah.
Gregg adalah orang pertama yang
menyadari bahwa infeksi virus pada manusia dapat menyebabkan embriopati dan kerusakannya adalah akibat infeksi yang diakibatkan pada kehidupan awal yang fatal a. Meskipun temuan Gregg pada awalnya tidak diterima secara universal, penelitian retrospektif lain, tidak hanya di australia tetapi di negara lain, secara sepihak mengkonfirmasi temuannya itu benar (ditinjau oleh hanshaw et al., 1985). Studi sebelumnya bersifat retrospektif dan, seperti yang diharapkan, beresiko membesar-besarkan insiden cacat, karena titik awal untuk penyelidikan adalah pengiriman bayi dengan anomali bawaan, yang ibunya mengalami ruam seperti rubela selama kehamilan. Namun, studi prospektif yang dilakukan pada tahun 1950an dan awal 1960an, yang merupakan titik awalnya dimulai dari seorang ibu dengan penyakit seperti rubela, dan bukan bayi dengan anomali kongenital, menerima kejadian malformasi kongenital yang jauh lebih rendah, bervariasi dari 10% sampai 54% (hanshaw et al, 1985).
2
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Namun, penelitian semacam itu meremehkan kejadian anomali kongenital akibat rubella, karena mereka tidak mendapat konfirmasi konfirmasi klinis dari dokter tersebut. Tidak diragukan lagi, banyak wanita dengan ruam dalam kehamilan disertakan dan dipuja dengan bayinya yang sehat, namun memiliki kandungan selain rubela. Namun, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa setelah rubela yang dikonfirmasi secara virologi pada trismester pertama, janin hampir selalu terinfeksi, dan sekitar 80-85% bayi meninggal. Oleh karena itu, terlepas dari keterbatasan penelitian retrospektif sebelumnya, pengamatan asli adalah penilaian akurat terhadap risiko janin setelah rubella ibu, namun ini disebabkan kenyataan bahwa epidemi Australia yang luas pada tahun 1940 disebabkan oleh rubela dan bukan oleh infeksi lain-menyebabkan ruam. Virus rubella diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1962 oleh dua kelompok yang bekerja secara independen di AS dengan menggunakan teknik kultur sel yang berbeda (parman al., 1962; Weller dan Neva, 1962). Penemuan ini menyebabkan pengembangan tes serelogis, yang dapat digunakan untuk menentukan kekebalan virus rubella, dan mengkonfirmasi atau menolak diagnosis klinis rubella di antara wanita yang terpapar, atau yang mengembangkan rubella selama kehamilan. Investigasi laboratorium sekarang juga tersedia untuk didiagnosis, dan digunakan selama penelitian lanjutan terhadap bayi yang pernah terpapar rubella in utero. Pada tahun 1963/1964, usa mengalami salah satu wabah rubella yang paling banyak direkam, yang membawa pemahaman yang lebih besar tentang patogenesis rubella yang diserap secara memuaskan dan juga apresiasi klinis dan gejala klinis yang lebih lengkap.
3
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Diperkirakan bahwa di suatu tempat dari urutan 20.000-30.000 anak-anak yang terinfeksi rubela menghasilkan epidemi ini dan bahwa bayi-bayi ini mengalami infuasi umum dan persisten, yang terjadi tidak hanya dalam rahim tapi juga memperpanjang masa bayi. Meskipun demikian, spektrum anomali yang lebih luas dicatat di antara bayi-bayi dengan rubella yang didapat secara kongenital setelah epidemi 1963/1964, yang disebut pada saat itu "sindrom rubella yang diperluas", adalah sebuah fenomena baru, pemeriksaan hati-hati terhadap catatan klinis bayi yang didapat secara kongenital Bentuk penyakit sebelumnya namun wabah yang lebih kecil menunjukkan bahwa banyak ciri klinis baru yang baru ditemukan sebelumnya. Sifat epidemi rubela yang luas pada tahun 1963/1964 menekankan pentingnya upaya pencegahan infeksi oleh pengembangan vaksin, selama tahun 1965/1966 vaksin yang dilemahkan dikembangkan dan percobaan vaksin pertama dimulai. Selama beberapa tahun berikutnya, vaksin yang berbeda adalah program berlisensi dan rubella vacination yang dimulai di Amerika Serikat, Inggris dan kemudian di bagian lain dari kata yang membuat rubella yang didapat secara sukarela merupakan penyakit yang dapat dicegah. Program vaksinasi saat ini telah mengurangi kejadian rubela secara nyata di banyak negara industri dan WHO sekarang telah mengajukan program untuk menghilangkan rubela, tidak hanya di negara-negara industri, tetapi juga di banyak negara berkembang.
4
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Tabel 1.1 Perkembangan isu dunia dalam sejarah rubella Perkembangan Isu Dunia Dalam Sejarah Rubella Tahun 1881
1941 1962 1963-1964
1969 and 1970
1971 1978, 1979 dan 1983 1986 1988 1989 1989-1991 1996 2000 2002
Peristiwa Kongres internasional tentang mengakui rubella merupakan penyakit yang berbeda dengan penyakit yang menyebabkan ruam yang sama. Gregg di Australia mengakui efek teratogenik. Virus Rubella diisolasi dalam kultur sel dan tes netralisasi dikembangkan. Ekstensif epidemi Eropa dan USA. 12,5 juta kasus rubella, 11.000 kematian janin dan 20.000 kasus CSR di AS vaksin rubella Terpreleksi yang berlisensi di Amerika Serikat dan Inggris (Program anak usia dini universal, UK vaksinasi selektif dari grils prepubertal sekolah) MMR berlisensi di AS Melayani epidemi rubella Inggris sebagian besar melibatkan remaja dan genom dewasa muda yang diurutkan. Genom virus Rubella diurutkan Kebijakan UK ditambah dengan menawarkan MMR kepada anak-anak pra-sekolah dari kedua jenis kelamin USA memperkenalkan vaksinasi dua dosis pada usia 12-15 bulan dan pada usia 4-5 tahun atau 11-12 tahun Kebangkitan rubella di AS Di Inggris, vaksinasi sekolah dihentikan tetapi dosis kedua MMR diperkenalkan untuk anak usia 4-5 tahun WHO merekomendasikan kebijakan imunisasi untuk penghapusan CRS 123 (57%) dari 212 negara dan wilayah termasuk vaksinasi rubella dalam program imunisasi nasional
5
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Tabel 2.1 Penyebaran rubella di berbagai benua Afrika Virus Infection Rubella Pavovirus B19 Human Harpes viruses 6 and 7 Measles
Enteroviruses
Asia
Australia
Geographical Distribution Europe North Amerika
Central Amerika
South Amerika
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
+
-
+
+
-
-
+ +
+ +
+ +
+
+
-
+ -
Dengue
West Nile Fever Chikungunya Ross River Sindbis
Key Features
Erytheme Infectiosum Exanthem subitum, mainly < 2 years
Prodrome with cough, conjungctivitis, coryza. Echovirus 9, coxsackie A9 most frequent Joint and back pain, hoermorragic complications in children Joint pain Joint pain Joint pain Joint pain 16
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
17
BAB 2 Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung. Infeksi rubella menyebabkan kerusakan organ janin karena proses pembelahan terhambat.
VIRUS RUBELLA
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
A.
Penghantar Virus Rubella Virus rubella adalah satu-satunya anggota dari genus rubivirus dalam keluarga Togaviridae, yang juga termasuk genus Alphavirus. Alphavirus dan virus rubella merupakan organisasi genetik yang sama dan strategi replikasi. virus Alpha ditransmisikan ke manusia dengan arthropoda sementara virus rubella ditularkan antar manusia, manusia adalah tuan rumahnya dan hanya dikenal karena virus rubella. Sebuah daftar lengkap dari alphavirus dan penyakit manusia mereka dikenal dengan sebutan Virus Ross River (demam, arthritis, ruam), Virus Semliki Hutan (demam, ensefalitis). virus Venezuela Equine Encephalitis (demam, ensefalitis), dan Sindbis Virus (demam, arthritis, ruam). Ada sedikit kesamaan homologi antara virus rubella dan alphavirus apapun, membatasi kemungkinan
untuk mempelajari
hubungan antara virus rubella dan alphavirus apapun dengan analisis filogenetik yang sederhana. Sejak virus rubella ditemukan lebih sulit untuk dibudidayakan daripada beberapa alphavirus yang lain, informasi setara untuk alphavirus dan virus rubella sering kurang. Dengan demikian, dalam bab ini, beberapa informasi disajikan dari pekerjaan yang dilakukan dengan virus alpha dan dari ekstrapolasi yang dibuat untuk virus rubella. virus rubella adalah virus yang kuat, infeksius dan agen teratogenik, yang terus menyebabkan epidemi besar seperti syndrome bawaan (CRS) di sebagian besar dunia. Virus diisolasi pada tahun 1962 dan tahun 1969 di dilemahkan, dengan vaksin hidup yang berlisensi. Virus diisolasi dari kasus CRS yang identik dengan virus dari kasus rubella postnatal. Infeksi rahim dengan virus rubella pada trimester pertama biasanya menghasilkan satu atau lebih dari satu set patologi 6
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
tertentu pada janin. Meskipun ada beberapa studi molekuler di lini sel diarahkan patogenesis virus rubella, rincian molekul patogenesis dalam mekanisme teratogenisitas virus rubella pada manusia yang masih kurang dipahami.
B.
Stuktur Virus Rubella Virus rubella merupakan partikel sekitar 70nm dengan diameter amplop lipid yang mengandung dua glikoprotein virus, E1 dan E2, dan sebuah nukleokapsid, yang mengandung molekul RNA positif-untai dan protein kapsid, C. Struktur virion rubella belum tepat ditentukan oleh stuctures kristalogra fi yang pas dari protein individu menjadi peta mikroskopis cryoelectron, seperti yang telah dilakukan untuk virion virus alpha. Studistudi ini dari stuctures virion berbagai alphavirus telah menunjukkan interaksi antara protein C dan RNA, E1-E2 glikoprotein heterodimer disusun dalam pemangkas pada permukaan virion, dan keseluruhan struktur virion.
Gambar 2.1 Stuktur Sel Virus Rubella 7
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Perubahan konformasi utama dalam heterodimer E1-E2 terjadi pada virion rendah. perubahan konformasi utama dalam heterodimer E1E2 terjadi pada pH rendah dan setelah interaksi dengan sel, mengekspos protein fusi pada protein E1 virus Sindbis. Studi ini mungkin memberikan model perkiraan untuk struktur rubella virion dan perubahan konformasi yang mungkin terjadi dalam virion rubella. Harus dicatat bahwa ada kesamaan yang signifikan dalam struktur dan fungsi antara protein amplop besar dari alphavirus dan protein amplop flaviviruses, yang lebih jauh terkait dengan alphavirus dari virus rubella.
Gambar 2.2 Stuktur protein virus rubella
C protein dalam virion rubella eksis sebagai homodimers disulfida-linked,
(meskipun
dimerisasi
tidak
diperlukan
untuk
pembentukan partikel virus). Analisis urutan asam amino dari protein C virus rubella segguests bahwa setengah N-terminal dari protein ini 8
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
berinteraksi dengan RNA, karena hidrofilik dan kaya prolines dan arginines. The RNA- mengikat domain utama dalam protein C telah ditemukan dalam residu asam amino 28-56, tetapi daerah lain, termasuk C-terminus, mungkin juga terlibat dalam meningkatkan interaksi. Cterminus dari protein C. Oleh karena itu, protein C di virion berlabuh ke amplop virus dan kemungkinan menghubungi RNA. Karena protein C terikat pada membrance virus, nukleokapsid perakitan / pembongkaran untuk virus rubella mungkin terjadi dengan jalur yang berbeda dari orang-orang dari alphavirus. E1 dan E2 glikoprotein ada sebagai heterodimers di virion rubella. E1 protein adalah kelas 1 transmembraane protein dengan tiga situs glikosilasi N-linked di babak N-terminal dari protein. Meskipun glikosilasi E1 tidak mempengaruhi pembentukan virus menular, mungkin karena glikosilasi diperlukan untuk lipat yang tepat dari protein E1, glikosilasi tidak berperan dalam antigenisitas dari virion. E1 protein mengandung domain fungsional penting. Fusi membran virion dengan membran sel selama masuk ke dalam sel, kemungkinan terletak pada asam amino 81-109 dari protein E1. residu asam amino 81-109 dari E1 juga cenderung penting dalam antigenisitas dari virion virus rubella; mengandung situs antigen, seperti yang didefinisikan oleh antibodi monoklonal yang mengikat, tidak dapat bereaksi silang dengan sejumlah grup Togavirus lainnya. Virus rubella memiliki 3 protein struktural utama yaitu 2 glycoprotein envelope, E1 dan E2 dan 1 protein nukleokapsid. Secara morfologi, virus rubella berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 60–70 mm dan memiliki inti (core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang mengandung glycoprotein E1 dan E2. 9
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Virus rubella dapat dihancurkan oleh proteinase, pelarut lemak, formalin, sinar ultraviolet, PH rendah, panas dan amantadine tetapi nisbi (relatif) rentan terhadap pembekuan, pencairan atau sonikasi Di wilayah antara asam amino 245 dan 284. Pada pasien yang memiliki rubella, penghambatan hemaglutinasi dan peta epitop netralisasi asam amino 208-239. E2 protein juga kelas 1 transmembran protein, yang sangat glikosilasi, baik N-dan O-linked.
Gambar 2.3 Elektron mikrograf dari dari virus rubella terinfeksi vero kultur sel
. Mikrograf panel A Elektron partikel virus rubella dalam kultur sel vero infacted menunjukkan inti padat dan sekitarnya lipid bilayer. Virus diisolasi dari kasus manusia rubella. Bar sesuai dengan 60 nm. Panel B. Rubella virus replikasi kompleks dalam sel vero. Setiap kompleks adalah dimodifikasi lisosom yang mengandung vesikel (panah kepala) yang melapisi membran dalam dari vakuola cytopathic. 10
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Retikulum endoplasma kasar ditunjukkan oleh panah terbuka. bar mewakili 200 nm. Panah tertutup dengan ekor menunjukkan partikel inti virus rubella.
Gambar 2.4 Konfigurasi rubella E1 dan E2 priteins di permukaan virus rubella virion dengan alphavirus.
Konfigurasi E1 dan E2 protein pada permukaan virion alphavirus dan posisi peptida fusi (FP) pada protein E1 pada pH netral, dan konfigurasi yang diusulkan pada pH asam yang akan ditampilkan. Meskipun tidak ada stuctures resolusi tinggi telah ditentukan untuk virion virus rubella, karena virus rubella virion memiliki komposisi mirip dengan alphavirus, ada kemungkinan bahwa rubella E1 dan E2 protein akan memiliki struktur yang sama dan akan undergosimilar transisi dengan yang ditampilkan. Gambar disesuaikan, dengan izin. konfigurasi yang diusulkan dari protein rubella adalah pendapat penulis bab ini. 11
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
C.
Gambaran Klinis Virus Rubella Infeksi ditularkan melalui rute aerosol. orang yang terinfeksi dapat mengeluarkan kosentrasi yang tinggi virus (misalnya ≥ 〖 10〗^6 TCID 50 / 0,1 ml) meskipun penelitian pada relawan buang air strain vaksin rubella (RA27 / 3) menunjukkan bahwa variasi dalam titer besar seperti 1000 kali lipat dapat terjadi bahkan lebih dari satu 4-6 jam priod. Namun demikian, dalam kontak biasanya diperlukan untuk rubella untuk ditransmisikan ke kontak yang rentan.
Gambar 2.5 Gambaran klinis dan virologis rubella pasca natal 12
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Gambar diatas menggambarkan hubungan antara gambaran klinis dan virologis dari rubella pasca-nataly diperoleh. Meskipun masa inkubasi biasanya sekitar 13-20 hari, ini berkaitan dengan interval antara eksposur dan timbulnya ruam.Namun, limfadenopati, yang biasanya merupakan manifestasi klinis pertama infeksi, mungkin mendahului timbulnya ruam sampai seminggu, dan bertahan sampai 10-14 hari setelah ruam telah menghilang. Node pasca-auricular dan serviks getah bening biasanya terlibat; pada orang dewasa kelenjar getah bening , tapi kurang begitu di kalangan anak-anak. Di masa kecil gejala konstitusional biasanya ringan atau tidak ada, dan onset biasanya tiba-tiba dengan munculnya ruam. Dewasa dapat mengembangkan seperti fitur demam prodromal dan malaise, gejala seperti ini dikaitkan dengan viremia. Ini biasanya 4-5 hari durasi dan berakhir dengan perkembangan antibodi, yang berkembang pada sekitar waktu yang sama seperti ruam muncul. Viremia terjadi baik limfositik maupun sel bebas. Ruam yang pada dalam gejala pertama dan menyajikan sebagai lesi makula pinpoint, muncul awalnya pada wajah dan kemudian menyebar dengan cepat ke batang dan tungkai. Lesi dapat menyatu tetapi ruam jarang berlangsung selama lebih dari 3-4 hari, dalam banyak kasus ruam cepat berlalu. Namun, rubella dapat hadir dengan ruam dengan secara cepat dan berlalu secara gelobal hingga 25% dari kasus, infeksi mungkin
subklinis.
Sejak
munculnya
ruam bertepatan
dengan
perkembangan respon imun humoral, para pakar telah menyarankan bahwa ini harus dimediasi oleh kompleks antigen-antibodi. Virus rubella telah diisolasi dari daerah kulit dengan ruam serta daerah ruam-bebas.
13
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Virus dapat pulih dari sekresi nasofaring selama sekitar satu minggu sebelum timbulnya ruam dan terus menerus berlangsung dalam jangka waktu yang sama, tapi kadang-kadang lebih lama, setelah ruam telah menghilang. Virus juga dapat terdeteksi dalam darah, feses dan urin, tetapi ini tidak disukai banyak pihak dalam kekonsistenan penelusuran virus untuk tujuan diagnostic. D.
Antigenicity Virus rubella memiliki sebuah hemaglutinin yang berkaitan dengan pembungkus virus dan dapat bereaksi dengan sel darah merah anak ayam yang baru lahir, kambing, dan burung merpati pada suhu 4 oC dan 25 oC dan bukan pada suhu 37 oC. Baik sel darah merah maupun serum penderita yang terinfeksi virus rubella memiliki sebuah nonspesifik b-lipoprotein inhibitor terhadap hemaglutinasi. Aktivitas komplemen berhubungan secara primer dengan envelope, meskipun beberapa aktivitas juga berhubungan dengan nukleoprotein core. Baik hemaglutinasi maupun antigen complement-fixing dapat ditemukan (deteksi) melalui pemeriksaan serologis.
E.
Replikasi Virus Virus rubella mengalami replikasi di dalam sel inang. Siklus replikasi yang umum terjadi dalam proses yang bertingkat terdiri dari tahapan: 1.
Perlekatan
2.
Pengasukan (penetrasi)
3.
Diawasalut (uncoating)
4.
Biosintesis,
5.
Pematangan dan pelepasan. 14
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Meskipun ini merupakan siklus yang umum, tetapi akan terjadi beberapa ragam siklus dan bergantung pada jenis asam nukleat virus. Tahap perlekatan terjadi ketika permukaan virion, atau partikel virus terikat di penerima (reseptor) sel inang. Perlekatan reversible virion dalam beberapa hal, agar harus terjadi infeksi, dan pengasukan virus ke dalam sel inang. Proses ini melibatkan beberapa mekanisme, yaitu:
F.
1.
Penggabungan envelope virus dengan membrane sel inang (host)
2.
Pengasukan langsung ke dalam membrane
3.
Interaksi dengan tempat penerima membrane sel
4.
Viropexis atau fagositosis
Perbedaan diagnosa rubella denan virus yang lain Sejak rubella hadir di dunia global dengan gejala yang tidak spesifik dan tanda yang menunjukan bahwa mungkin disebabkan oleh virus lain yang tidak memiliki potensi teratogenik, penting bahwa diagnosis klinis dikonfirmasi oleh penelitian laboratorium, khususnya selama kehamilan. ruam yang disebabkan oleh rubella juga terdapat dalam beragai virus dan chikungunya. Arthralgia mungkin fitur dari beberapa infeksi ini, misalnya parvovirus B.19, Ross River dan Chikungunya. Di negara berkembang, selain infeksi di atas, rubella juga dapat mudah membuat bingung beberapa pakar klinis dengan dangue dan campak, dan membedakan infeksi dengan infeksi yang lain sangat penting selama program survailance terlibat dalam eliminasi rubella.
15
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
16
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
G.
Rubella dalam dunia kesehatan Rubella adalah salah satu penyakit umum yang menyebar di seluru dunia dan menyerang berbagai umur dengan gejala yang bervariasi Infeksi pada pada anak-anak ditandai dengan adanya ruam pada kuli dan demam. Pada usia dewasa, infeksi rubela akan tampaklebih nyata dengan timbulnya sakit kepala, mata merah dan berair, sakit pada persendian, dan hilangnya nafsu makan. Gejala kelainan yang berat muncul pada wanita hamil apabila infeksi terjadi pada usia kehamilan kurang dari 13 minggu. Infeksi pada masa tersebut dapat menyebabkan abortus, kematian janin, atau sindroma rubela kongenital (congenital rubella syndrome/CRS) hingga 90%.1-3 Dalam upaya eliminasi gobal rubela tahun 2020 diperlukan surveilans penyakit maupun genotipe dari virus rubela untuk memanta penyebarannya dan memastikan tidak ada lagi virus rubela endemis di setiap negara.2 Program eradikasi rubela juga dapat tercapai jika cakupan vaksinasi dipertahankan lebih dari 95%, tetapi vaksinasi rubela di Indonesia belum menjadi program nasional.
H.
Komplikasi Lain Selain CRS Keterlibatan sendi adalah komplikasi yang paling umum dari yang diperoleh secara alami rubella juga sebagai berikut vaksinasi rubella. Hal ini biasanya berkembang sebagai reda ruam dan meskipun jarang di antara laki-laki dan perempuan pra-pubertas, dapat terjadi pada hingga 50% dari perempuan pasca-pubertas. Gejala bervariasi dalam tingkat keparahan, mulai dari arthralgia sementara dengan kekakuan sendi, untuk arthritis terang dengan nyeri, keterbatasan gerak dan pembengkakan. Sendi jari, pergelangan tangan, lutut dan pergelangan kaki adalah yang paling sering dilakukan. Umumnya, gejala bertahan selama 3-4 hari, namun dapat 17
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
bertahan hingga satu bulan dan bahkan kadang-kadang lebih lama, menunjukkan kursus berfluktuasi. patogenesis adalah subyek perdebatan. faktor hormonal yang mungkin terlibat, karena selain terjadi umumnya pada wanita pasca-pubertas, Studi antara vaksin telah menunjukkan tha gabungan gejala yang likey untuk mengembangkan dalam waktu 7 hari dari onset siklus menstruasi. Virus dan arthritis yang disebabkan oleh vaksin dan karena gejala berkembang ketika reda ruam dan antibodi humoral muncul, kompleks imun dapat berperan dalam patogenesis. Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa infeksi rubella persisten dapat berhubungan dengan arthritis kronis tetapi sebuah studi di mana cairan sinovial dan biopsi membran sinovial dari orang dewasa diperiksa oleh RT-PCR serta oleh pemulihan virus pada kultur sel, gagal menunjukkan hubungan dengan penyakit sendi inflamasi kronis.
18
BAB 3 Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung. Infeksi rubella menyebabkan kerusakan organ janin karena proses pembelahan terhambat.
PENGAHNTAR RUBELLA CONGINETAL VIRUS
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
A.
Virus Rubella Pada Kehamilan Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami replikasi di daerah kelenjar getah bening. Viremia terjadi antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella. Dalam ruang tertutup, virus rubella dapat menular ke setiap orang yang berada diruangan yang sama dengan penderita. Masa inkubasi virus rubella berkisar antara 14-21 hari. Masa penularan 1 minggu sebelum empat (4) hari setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada episode ini, virus rubella sangat menular.
Gambar 3.1 Defects dan manifestasi klinis CRS sesuai dengan umur kehamilan
19
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung. Infeksi rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses pembelahan terhambat. Dalam rembihan (secret) tekak (faring) dan air kemih (urin) bayi dengan CRS, terdapat virus rubella dalam jumlah banyak yang dapat menginfeksi bila bersentuhan langsung. Virus dalam tubuh bayi dengan CRS dapat bertahan hingga beberapa bulan atau dalam kurang dari 1 tahun setelah kelahiran. Dalam laporan kasus perorangan (individual), infeksi virus rubella yang terjadi sebelum penghamilan (konsepsi), telah merangsang terjadinya infeksi bawaan. Penelitian prospektif lain yang dilakukan di Inggris dan Jerman, yang melibatkan 38 bayi yang lahir dari ibu yang menderita ruam sebelum masa penghamilan (konsepsi), virus rubella tidak ditransmisikan kepada janin. Semua bayi tersebut tidak terbukti secara serologis terserang infeksi virus ini, berbeda dengan 10 bayi yang ibunya menderita ruam antara 3 dan 6 minggu setelah menstruasi terakhir Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnnya oleh kerusakan akibat virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus. Infeksi plasenta terjadi selama viremia ibu, menyebabkan daerah (area) nekrosis yang tersebar secara fokal di epitel vili korealis dan sel endotel kapiler. Sel ini mengalami deskuamasi ke dalam lumen pembuluh darah, menunjukan (indikasikan) bahwa 20
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
virus rubella dialihkan (transfer) kedalam predaran (sirkulasi) janin sebagai emboli sel endotel yang terinfeksi. Hal ini selanjutnya mengakibatkan infeksi dan kerusakan organ janin. Selama kehamilan muda mekanisme pertahanan janin belum matang dan gambaran khas embriopati pada awal kehamilan adalah terjadinya nekrosis seluler tanpa disertai tanda peradangan. Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek. Organ janin dan bayi yang terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripadatris bayi yang sehat. Virus rubella juga dapat memacu terjadinya kerusakan dengan cara apoptosis. Jika infeksi maternal terjadi setelah trismester pertama kehamilan, kekerapan (frekuensi) dan beratnya derajat kerusakan janin menurun secara tiba-tiba (drastis). Perbedaan ini terjadi karena janin terlindung oleh perkembangan melalui (progresif) tanggap (respon) imun janin, baik yang bersifat humoral maupun seluler, dan adanya antibodi maternal yang dialihkan (transfer) secara pasif. 1.
Infeksi pada kehamilan trismester pertama Kisaran
kelainan
berhubungan
dengan
umur
kehamilan. Risiko terjadinya kerusakan apabila infeksi terjadi pada trimester pertama kehamilan mencapai 80–90%. Bila ibu hamil terinfeksi virus pada kehamilan 4 bulan, resiko bayi lahir dengan SRK hanya 10 % dan itupun hanya kelainan jantung. Bila terinfeksi virus pada umur kehamilan 5 bulan atau lebih dari 5 bulan, resiko bayi lahir dengan SRK 21
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
semakin kecil, kalaupun ada biasanya tuli telinga tengah. Untuk infeksi virus yang terjadi pada umur kehamilan di atas 20 minggu umur kehamilan lebih 5 bulan, resiko CRS dikatakakan sudah tidak ada, karena proses pembentukan orga-organ janin sudah lengkap. Kelainan kelainan SRK pada bayi, bias hanya salah satu yang disebut terdahulu, tetapi mungkin saja dalam berbagai bentuk CRS. Bentuk ini dapat terjadi pada bayi meskipun ibu terinfeksi ataupun tanpa gejalan klinis minimal ataupun tanpa gejala klinis. Virus
rubella
terus
mengalami
replikasi
dan
diekskresi oleh janin dengan kan sudah tidak ada CRS dan hal ini mengakibatkan infeksi pada persentuhan (kontak) yang
rentan.
(klasifikasikan)
Gambaran
klinis
menjadi
transient,
CRS
digolongkan
permulaan
yang
tertangguhkan (delayed onset, dan permanent). Kelainan pertumbuhan seperti ketulian mungkin tidak akan muncul selama beberapa bulan atau beberapa tahun, tetapi akan muncul pada waktu yang tidak tentu. Kelainan kardiovaskuler seperti periapan (proliferasi) dan kerusakan lapisan seluruh (integral) pembuluh darah dapat menyebabkan kerusakan yang membuntu (obstruktif) arteri berukuran medium dan besar dalam sistem peredaran (sirkulasi) pulmoner dan bersistem (sistemik). Kelainan jantug, biasanya kelainan sekat balik jantung (Ventikular 22
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Septal Defect) atau terdapat lubang pada pembuluh nadi utama ke paru (Patent Ductus Arterious). Ketulian yang terjadi pada bayi dengan CRS tidak diperkirakan sebelumnya. Metode untuk mengetahui adanya kehilangan pendengaran janin seperti pemancaran (emisi) otoakustik dan auditory brain stem responses saat ini dikerjakan untuk menyaring bayi yang berisiko dan akan mencegah kelainan pendengaran lebih awal, juga saat neonatus. Peralatan ini mahal dan tidak dapat digunakan di luar laboratorium. Kekurangan inilah yang sering terjadi di negara berkembang tempat CRS paling sering terjadi. Kelainan pada telinga tengah biasanya kiri kanan (bilateral) pada organ cochlea dan corti. Kelainan mata dapat berupa apakia glaukoma setelah dilakukan aspirasi katarak dan neovaskularisasi retina merupakan manifestasi klinis lambat CRS. Kelainan pada mata, biasanya kornea keruh, katarak atau peradangan selaput jela (retinitis). Kelainan pada sistim kekebalan tubuh berupa cell mediated imuno disorder atau lipo immunoglobulin complex deficiency yang terlihat secara serologis igM Rubella tinggi disertai IgG Rubella darah ibu juga tinggi. Kelainan pada sistim pencernaan berupa peradangan pancreas dan peradangan pancreas dan peradangan hati yang 23
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
terlihat sebagai diabetes dan berbagai gejala gangguan penyerapan makanan (malabsorbtion syndrome). Manifestasi permulaan yang tertangguhkan (delayedonset) CRS yang paling sering adalah terjadinya diabetes mellitus tipe 1. Penelitian lanjutan di Australia terhadap anak yang lahir pada tahun 1934 sampai 1941, menunjukkan bahwa sekitar 20% diantaranya menjadi penderita diabetes pada dekade ketiga kehidupan mereka. 2.
Infeksi rubella setelah trismester pertama Virus
rubella
dapat
diisolasi
dari
ibu
yang
mendapatkan infeksi setelah trimester pertama kehamilan. Penelitian serologis menunjukkan sepertiga dari bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus rubella pada umur 16–20 minggu memiliki IgM spesifik rubella saat lahir. Penelitian di negara lain menunjukkan bahwa infeksi maternal diperoleh usia 13–20 minggu kehamilan dan dari bayi yang menderita kelainan akibat infeksi virus rubella terdapat 16– 18%, tetapi setelah periode ini insidennya kurang dari 12%. Ketulian dan retinopati sering merupakan gejala tunggal infeksi bawaan (congenital) meski retinopati secara umum tidak menimbukan kebutaan.
24
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
B.
Diagnosis Rubella Congenital Pada Kehamilan Risiko sindrom rubella bawaan (CRS) adalah meninfeksi paling lama dalam 12 minggu pertama kehamilan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menguji wanita yang trimester pertama dengan
cepat
sehingga
jika
mereka
ingin
untuk
mempertimbangkan penghentian kehamilan setelah diagnosis rubella ini dapat dilakukan sedini mungkin. Kolaborasi antara staf klinis dan laboratorium sangat penting jika tes serologi harus ditafsirkan secara akurat. Dalam rangka untuk menginterpretasikan hasil laboratorium akurat, perlu informasi berikut ini: 1.
Tanggal terakhir dan priode selama menstruasi (LMP).
2.
Sebelumnya didokumentasikan sejarah skrining antibodi rubela dan vaksinasi rubella / MMR.
3.
Tanggal dan durasi kontak dengan paparan.
4.
Jenis kontak (misalnya signifikan: rumah tangga atau di tempat kerja).
5.
Umur kasus indeks.
6.
Gejala atau ruam dan rubella / MMR sejarah vaksinasi dalam kasus indeks. Serum harus dikumpulkan segera AAS mungkin setelah
timbulnya gejala dan diuji untuk rubella spesifik antibodi IgG dan IgM. Sebuah serum kedua biasanya diperlukan 5-10 hari kemudian tto menunjukkan serovoncersion dan untuk mengkonfirmasi kehadiran IgM, jika ini terdeteksi di sampel pertama. Informasi yang akurat pada tanggal timbulnya gejala jika ini terdeteksi di 25
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
sampel pertama. Informasi yang akurat pada tanggal timbulnya penyakit dan distributin ruam, limfadenopati dan arthropathy, harus diperoleh untuk menginterpretasikan hasil serologi agar akurat. Hasil pada sera dari wanita yang hadir lebih dari 4-6 minggu setelah onset dari symtomps mungkin sulit untuk ditafsirkan, sebagaimana misalnya IgM spesifik mungkin telah menjadi tidak terdeteksi di sekitar 20% dari kasus tergantung sebagian pada sensitivitas uji IgM digunakan pada sera. Diagnosis dalam kasus tersebut dapat diklarifikasi dengan menerapkan aviditas IgG dan uji IB untuk sera diperoleh dalam 12-16 minggu pertama kehamilan. Dalam sera diambil dalam periode ini, sedang sampai tinggi aviditas IgG bersama-sama dengan band E2 pada IB menegaskan bahwa antibodi IgG dan IgM belum diakuisisi oleh infeksi primer baru-baru ini pada kehamilan saat ini. Meskipun infeksi bawaan dapat dipastikan )konfirmasi) dengan mengasingkan (isolasi) virus dari swab tenggorokan, air kemih dan cairan tubuh lainnya, tetapi pengasingan tersebut mungkin
memerlukan
pemeriksaan
berulang.
Sehingga
pemeriksaan serologis merupakan pemeriksaan yang sangat dianjurkan. Pemeriksaan antibodi IgM spesifik ditunjukkan untuk setiap neonatus dengan berat badan lahir rendah yang juga memiliki gejala klinis rubella bawaan. Adanya IgM di bayi tersebut menandakan bahwa ia telah terinfeksi secara bawaan, karena antibodi ini tidak dapat melalui perbatasan (barier) plasenta. 26
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Antibodi IgG spesifik rubella mungkin dapat dihasilkan oleh bayi secara in vitro. Masuknya IgG maternal melalui perintangan (barier) plasenta, menyebabkan sulitnya membedakan antara antibodi yang dialihkan (transfer) secara pasif dan antibodi spesifik yang dihasilkan sendiri oleh bayi. IgG spesifik rubella yang kanjang (persisten) hingga berumur 6–12 bulan. Hal itu menandakan bahwa antibodi tersebut dihasilkan oleh bayi dan menandakan adanya infeksi bawaan.7 Congenital Rubella Syndrome yang moderat maupun berat dapat dikenali pada saat kelahiran, tetapi kasus ringan berupa gangguan jantung ringan, tuli sebagian kadang tidak tertemukan dan baru diketahui beberapa bulan setelah kelahiran. Pemeriksaan serologis rubella berguna dalam studi epideimologi untuk menentukan keterlibatan virus menyebabkan ketulian.UK Public Helath Pelayanan Laboratorium pihak bekerja bersama dari comittees penasihat virology, vaksin dan imunisasi telah menghasilkan pedoman tentang pengelolaan penyakit ruam pada kehamilan. Wanita yang telah terkena penyakit rubella-seperti lebih mungkin untuk mendapatkan infeksi jika paparan dekat dan berkepanjangan, seperti whitin rumah tangga mereka sendiri atau di tempat kerja. Dengan demikian, pada populasi tanpa program vaksinasi yang sukses masa kanak-kanak, anak-anak dapat memperoleh infeksi di sekolah dan menghadirkan risiko bagi ibu seronegatif. wanita yang hanya memiliki paparan
27
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
singkat mungkin biasanya diyakinkan awalnya, meskipun pengujian masih dianjurkan.
Gambar 3.2 Ruam pada seluruh tubuh
Telah
didokumentasikan
sejarah
dua
tes
antibodi
sebelumnya positif IgG atau dua dosis didokumentasikan vaksin rubella atau satu dosis didokumentasikan vaksin diikuti oleh hasil antibodi IgG positif, menunjukkan infeksi rubella masa lalu vaksinasi dengan eksposur yang signifikan akan diuji. wanita seronegatif dan / atau orang-orang dengan tingkat rendah antibodi (<10 IU / ml) harus diuji ulang pada 7-10 interval hari sampai 4 minggu setelah kontak. Ketika wanita hamil diidentifikasi seronegatif, dan menginginkan tes ini dilakukan sesuai diagnosa awal dokter atau petugas kesehatan yang lain.
28
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Gambar 3.3 Tahapan diagnosis infeksi rubella pada kehamilan
Berdasarkan kriteria diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan laboratoris, kasus CRS dapat digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu: 1.
Kasus kecurigaan (Suspected case) kasus kecurigaan (Suspected case) adalah kasus dengan beberapa gejala klinis tetapi tidak memenuhi kriteria klinis untuk diagnosis CRS.
2.
Kasus berpeluang (Probable case). Pada kasus ini, hasil pemeriksaan laboratorik tidak sesuai dengan kriteria laboratoris untuk diagnosis CRS, tetapi mempunyai 2 penyulit (komplikasi) yang tersebut pada kriteria A atau satu 29
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
penyulit pada kriteria A dan satu penyulit pada kriteria B dan tidak ada bukti etiologi. Pada kasus berpeluang (probable case), baik satu atau kedua kelainan yang berhubungan dengan mata (katarak dan glaukoma kongenital), dihitung sebagai
penyulit
tunggal.
Jika
dikemudian
hari
ditemukan/terkenali (identifikasi) keluhan atau tanda yang berhubungan seperti kehilangan pendengaran, kasus ini akan digolongkan ulang. 3.
Kasus hanya infeksi (Infection only-case) kasus hanya infeksi (Infection only-case) adalah kasus yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorik terbukti ada infeksi tetapi tidak disertai tanda dan gejala klinis CRS.
4.
Kasus terpastikan (Confirmed case). Dalam kasus ini dijumpai gejala klinis dan didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorik yang positif
30
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
C.
Pemeriksaan Laboratorium CRS Pemeriksaan laboratorik dikerjakan untuk menetapkan diagnosis infeksi virus rubella dan untuk penapisan keadaan (status) imunologis. Karena tatalangkah pengasingan (prosedur isolasi) virus sangat lama dan mahal serta tanggap (respon) antibodi inang sangat cepat dan spesifik maka pemeriksaan serologis lebih sering dilakukan.6–8 Bahan pemeriksaan untuk menentukan adanya infeksi virus rubella dapat diambil dari hapusan (swab) tenggorok, darah, air kemih dan lain-lain. Berikut tabel yang memuat jenis pemeriksaan dan spesimen yang digunakan untuk menentukan infeksi virus rubella.
Gambar 3.4 Tahapan diagnosis CRS memlalui laboratorium
31
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
1.
Isolasi Virus hidung, darah, hapusan tenggorok, air kemih, dan cairan serebrospinalis penderita rubella dan CRS. Virus juga dapat diasingkan dari tekak (faring) 1 minggu sebelum dan hingga 2 minggu setelah munculnya ruam. Meskipun metode pengasingan
ini
merupakan
diagnosis
pasti
untuk
menentukan infeksi rubella, metode ini jarang dilakukan karena tatalangkah (prosedur) pemeriksaan yang rumit. Hal ini menyebabkan metode pengasingan virus bukan sebagai metode diagnostik rutin.1 Untuk pengasingan secara pratama (primer) spesimen klinis, sering menggunakan perbenihan (kultur) sel yaitu Vero; African green monkey kidney (AGMK) atau dengan RK-13. Virus rubella dapat ditemui dengan adanya Cytophatic effects (CPE).
Gambar 3.5 Ruam pada Ibu Hamil terinfeksi Rubella 32
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
2.
Uji Serologi Penyelidikan serologi tentang rubella postnatal terutama pada kehamilan, penting untuk mengkonfirmasi atau
membantah
tentang
infeksi
rubella.
Campak,
enterovirus, HHV-6 dan HHV-7, kelompok streptokokus dan demam berdarah virus tersebut dapat hadir dengan ras yang sama, dan Parvovirus B19, Chikungunya, Ross River, barat Nil dan virus Sindbis juga mungkin hadir dengan gejala ruam dan sakit pada sendi. Adanya antibodi IgG rubella dalam serum penderita menunjukkan bahwa penderita tersebut pernah terinfeksi virus dan mungkin memiliki kekebalan terhadap virus rubella.
Gambar 3.6 Penafsiran hasil IgM dan IgG ELISA untuk Rubella Penafsiran hasil IgM dan IgG ELISA untuk rubella sebagai uji saring untuk kehamilan adalah sebagai berikut:5 sebelum kehamilan, bila positif ada perlindungan (proteksi) 33
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
dan bila negatif berarti tidak diberikan, kehamilan muda (trimester pertama). Kadar IgG ≥ 15 IU/ml, umumnya dianggap dapat melindungi janin terhadap rubella. Setelah
vaksinasi;
bila
positif
berarti
ada
perlindungan dan bila negatif berarti tidak ada.
Gambar 3.7 Tanggapan respon antibody setelah infeksi virus rubella yang diperika dengan berbagai pemeriksaan serologis untuk rubella
Rubella biasanya didiagnosis secara serologis. Deteksi rubella IgM dalam serum diambil 3-6 hari setelah onset ruam adalah metode pilihan untuk diagnosis rubella 34
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
yang akut. Meskipun spesifik IgM dapat dideteksi lebih awal pada beberapa pasien, ini akan tergantung pada assey digunakan oleh peneliti, jika tidak ada IgM spesifik terdeteksi dalam serum diambil <6 hari setelah onset, disarankan untuk mengumpulkan serum kedua beberapa hari kemudian. Ini harus di infestigasi secara mendalam dan mencakup serta bias dicicipi secara paralel dengan serum pertama untuk IgM spesifik dan IgG, seperti kenaikan yang signifikan dalam konsentrasi IgG rubella dapat terdeteksi di samping rubella IgM. Dalam waktu 7 hari setelah onset ruam sementara antibodi HAI dapat dideteksi dalam waktu 2 hari. Jika rubella spesifik IgM terdeteksi pada pasien dengan ruam, ini mungkin menunjukkan rubella utama barubaru ini saja terjadi , tetapi perawatan juga sangat diperlukan dan peran seluruh penelitian yang diperlukan dalam penafsiran apakah ini merupakan tanda gejala yang baru saja terjadi atau tidak. Riwayat pasien dan hasil dari setiap tes sebelumnya harus dipertimbangkan dan tes tambahan, dijelaskan sebelumnya, dan mungkin diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
35
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
3.
Pemeriksaan RNA virus Jenis pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mengenali RNA virus rubella antara lain: a.
Polymerase Chain Reaction (PCR): PCR merupakan teknik
yang
menemukan
paling
umum
RNAvirus.
digunakan
Di
Inggris
untuk (United
Kingdom), PCR digunakan sebagai metode penilaian (evaluasi) rutin untuk menemukan virus rubella dalam spesimen klinis. Penemuan RNA rubella dalam cairan amnion menggunakan RT-PCR mempunyai kepekaan (sensitivitas) 87–100%. Amniosintesis seharusnys dilakukan kurang dari 8 minggu setelah permulaan (onset) infeksi dan setelah 15 minggu penghamilan (konsepsi). Uji RT-PCR menggunakan sampel air ludah merupakan pilihan (alternatif) pengganti serum yang
sering
digunakan
untuk
kepentingan
ReverseTranscription-Loop-Mediated
Isothermal
pengawasan (surveillance). b.
Amplification (RT-LAMP) RT-LAMP adalah salah satu jenis pemeriksaan untuk mengenali RNA virus rubella.
Dalam
sebuah
penelitian
yang
membandingkan sensitivitas antara pemeriksaan RTLAMP, RT-PCR dan isolasi virus yang dilakukan di Jepang, ternyata didapatkan hasil 77,8% untuk RT36
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
LAMP, 66,7% untuk RT-PCR dan 33,3% untuk isolasi virus.
Gambar 3.8 Contoh hasil pemeriksaan menggunakan RT-LAMP dan RT-PCR
Pemeriksaan RT-LAMP mirip dengan pemeriksaan RT-PCR tetapi hasil pemeriksaan di RT-LAMP dapat diketahui dengan melihat tingkat kekeruhan (turbidity) setelah
dilakukan
pemeraman
(inkubasi)
di
alat
turbidimeter. Berikut salah satu jenis hasil pemeriksaan menggunakan RT-LAMP dan RT-PCR.
37
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
4.
Uji Screening yang lain Di Inggris, skrining rubela antibodi offred untuk semua wanita hamil dan wanita yang tidak memiliki riwayat rubella atau imunisasi MMR atau tes antibodi rubella positif sebelumnya. Di Jerman, program skrining antenatal rubella adalah mengidentifikasi wanita yang rentan terhadap rubella, vaksin disarankan setelah melahirkan dan tidak mengidentifikasi atau mengecualikan infeksi rubella pada kehamilan saat ini Hal ini sangat penting bahwa pernah terjadi skrining adalah vaksinasi rubella yang offred. Di Inggris, pengujian dianggap perlu jika ada bukti terdokumentasi sebelumnya, dua tes yang dapat diandalkan pada sampel serum yang berbeda untuk mengkonfirmasikan kehadiran rubella IgG yang spesifik. Namun, sebagian besar klinik UK mungkin merasa lebih nyaman untuk menguji semua pasien antenatal terlepas dari sejarah masa lalu dari pengujian atau vaksinasi. Di Jerman, pengujian antibodi antenatal dianggap perlu jika ada didokumentasikan HAI titer ≥ 1:32 atau tingkat antibodi IgG ≥ 15 IU / ml sebelum kehamilan. Selain itu, semua wanita harus diuji sebelum fertilisasi in vitro, terlepas dari hasil tes sebelumnya atau riwayat vaksinasi nya. Di Inggris, Amerika Serikat dan banyak negara Eropa lainnya , tes utama yang digunakan untuk skrining antibodi comerciallu tersedia AMDAL LA dan ARH dapat 38
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
digunakan sebagai lini kedua atau tes konfirmasi. Sebaliknya, di Jerman tes HAI dibantu oleh IgG AMDAL adalah untuk saat ini tes skrining utama bukan sebagai tes kedua atau tes konfirmasi. Cut-off untuk deteksi rubella antibodi saat ini 10 IU / ml, atau titer HAI dari 01:32 di Jerman. Sera memberikan keterangan tingkat rendah (<10IU / ml, atau HAI titer 1: 8/1: 16) atau hasil samar-samar pada pengujian awal harus kembali diuji dengan menggunakan sebuah esai alternatif yang juga dapat membantu untuk memantau keandalan uji pertama. Di Inggris, hasil skrining dilaporkan sebagai “rubella antibodi terdeteksi / tidak terdeteksi” daripada “kekebalan / rentan”. Jika tingkat rendah (<10 IU / ml, atau HAI titer 1: 8/1: 16) antibodi rubella terdeteksi oleh dua tes yang reabel dalam wanita dengan riwayat yang telah didokumentasikan dari dua atau lebih vaksinasi rubella, dosis lanjut vaksin yang tidak mungkin diberikan dan dari nilai sebagai kenaikan terus-menerus dalam konsentrasi antibodi jarang terjadi, dan perlindungan terhadap rubella serta pada rubella kongenital yang telah diasumsikan. Namun wanita tersebut disarankan untuk melaporkan setiap penyakit ruam atau kontak dengan ruam seperti rubella, sehingga penyelidikan lebih lanjut dapat dilakukan.
39
BAB 4 Bila terdapat rubella (German Measles) pada trimester pertama kehamilan, maka diperhitungkan bahwa seperempat hingga separuh keturunanya akan menderita kelainan bawaan pada berbagai alat tubuh, termasuk jantung
Penyakit Jantung Bawaan
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Etiologi Kelainan jantung diantaranya ialah berbagai pengaruh genetik dan lingkungan. Transmisi genetic pada genetik misalnya sering ditemukan pada defek septum atrium dan kurang jelas pada defek septum ventrikel, stenosis pulmonalis dan tetralogy Fallot. Tetapi umumnya nomali jantung dhisebabkan oleh kedua faktor genetik dan lingkungan yang saling mempengaruhi. Seperti bila terdapat rubella (German Measles) pada trimester pertama kehamilan, maka diperhitungkan bahwa seperempat hingga separuh keturunanya akan menderita kelainan bawaan pada berbagai alat tubuh, termasuk jantung. Berbagai bentuk khas kelainan jantung pada penyakit jantung seperti defek septum ventrikel kira-kira 20-30% daripada kelainan jantung bawaan. Duktus arteriosus paten, defek septum atrium, coarctatio aorta, stenosis pulmonalis, tetralogi Fallot dan transposisi pembuluh-pembuluh darah besar, masing-masing 10%.
Gambar 4.1 Bayi dengan trauma jantung
40
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia A.
Defek Septum Ventrikel (Penyakit Roger). Bentuk kelainan bawaan ini merupakan anomali jantung yang paling sering ditemukan; meliputi lebih kurang 20-30% dari pada seluruh penderita kelainan jantung bawaan. Karena menimbulkan gejala klinik yang jelas seperti bising sistolik yang keras, maka diagnosis mudah ditegakkan. Bergantung kepada besarnya defek, umur penderita dapat normal atau memendek. Penderita defek besar tidak dapat diperbaiki, meninggal pada masa bayi, tetapi bila kecil, maka gangguanya tidak berarti. Walaupun defek septum ventrikel dapat ditemukan tersendiri, namun sering disertai kelainan lain seperti tetralogi Fallot. Antara minggu kelima dan kedelaman kehidupan mudigah, rongga ventrikel umum jantung dibagi atas bagian kanan dan kiri karena terbentuknya septum interventrikel. Sebuah dinding otot besar tumbuh ke atas dari bagian yang akan menjadi apex menuju ke bagian atrioventrikuler. Bagian pesterior septum ini biasanya berpadu sempurna, tetapi bagian anterior kadang-kadang tidak.
Suatu defek anterior
tertinggal dan dalam keadaan normal tertutup oleh pertumbuhan ke bawah dari septum memberanosa yang berpadu dengan bagian muskuler yang telah dibentuk.Bila septum memberanosa tidak berhasil berpadu dengan bagian muskuler, maka defek septum intraventrikel berjalan terus. Segmen membranosa dinding ventrikel berasal dari pertumbuhan kebawah daripada bagian yang membagi bulbus antreisus menjadi a. Pulmodisertai dan aorta. Karena itu defek interventrikel sering disertaai pertumbuhan salah kedua pembuluh besar itu serta kutup-kutup semilunernya.
41
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Defek septum interventrel bias sebesar jarum, tetapi bias bergaris tengah beberapa cm. Umumnya tepi lubang menebal akibat aliran darah melalui lubang itu. Ventrikel kanan membesar karena aliran darah hamper seluruhnya dari kiri ke kanan. Penebalan endocardium, “jet lesions”, dapat terjadi pada ventrikel kanan. Dengan bertambahya beban jantung bagian kanan, hipertensi pulmonal dan skllerosis pembuluh darah paruparu menyebabkan cyanosis yang terlambat (“tardive cyanosis”). Karena defek itu biasanya kecil, ciri fisik khas ialah “machinery murmur” yang keras, sering disertai “thrill”. Pada penderita yang meninggal akibat kelainan ini, payah jantung kanan merupakan sebab mati. Sebab mati kedua ialah endocarditis pada tepi defek atau pada jet lesion endocardium ventrikel kanan. Abses otak dan embolus paradoksal merupakan sebab mati yang jarang. Penutupan secara bedah sekarang mudah dilakukan, sehingga merubah prognosis penyakit ini. Perlu disebut pula kemungkinan tidak dibentuknya septum interventrikel sama sekali, sehingga menimbulkan satu ventrikel umum. Keadaan ini disebut cor triloculare biatriatum, atau bila septum atrium juga tidak ada, cor biloculare.
42
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia B.
Defek Septum Atrium Pada kira-kira minggu keempat kehidupan mudigah, septum primum membrosa tumbuh ke bawah dari dinding posterior rongga atrium umum, dan membaginya atas bagian kanan dan kiri. Dasar membran itu yang melekat pada bagian atrioventrikuler tidak sempurna dan meninggalkan lubang yang disebut ostium primum. Kemudian defek kedua timbul pada bagian membran itu yang disebut ostium secundum. Pada minggu ketujuh septum kedua tumbuh atas, sedikit kekanan daripada membran kedua itu menutup ostium primum dan biasanya menutup pula ostium secundum. Tetapi karna memberan kedua itu tidak sempurna, terbentuk lubang yang disebut foramen ovale. Foramen ovale terletak berhadapan dengan bagian saptum peratam yang lebih kurang utuh sehingga tertutup oleh suatu selaput, yang bekerja sebagai katup. Selama tekanan darah pada bagian kanan lebih tinggi daripada bagian kiri, seperti yang ditemukan pada pertumbuhan janin, darah mengalir melalui foramen ovale. Tetapi karena terjadi aliran darah yang berlainan pada waktu lahir, katup itu tertutup dan mencegah darah mengalir dari kiri ke kanan. Perlu diketahui bahwa setelah lahir, tekanan darah sistemik 6-8 kali lebih besar daripada tekanan sirkulasi paru-paru. Setelah lahir, biasanya dalam waktu 3 bulan, septum pertama berpadu dengan tepi foramen ovale, tetapi kadang-kadang memakan waktu satu atau dua tahun. Seiring ditemukan celah kecil yang fungsionil tidak berarti. Defek besar menimbulkan shunt atrium kiri ke kanan. Defek interatrium yang klasik itu terdapat pada septum atrium bagian atas. Hubungan langsung antara kedua atrium dapat ditemukan pada hamper setiap tempat pada septum interatrium. Pada kasus yang sangat ekstrim
43
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia tidak ditemukan atas 3 rongga, yaitu yang disebut cor triloculare bivertriculare. Keras tidaknya defek septum atrium bergantung terus menerus dari kiri ke kanan menyebabkan “chronic right-sided overload” sehingga menyebabkan pembesaran jantung bagian kanan dengan hipertensi pulmonal dan dilatasi a. pulmonalis.
Gambar 4.2 Bayi paska operasi jantung
Ditentukan bising sistolik. Selama tekanan dalam atrium kiri lebih besar daripada kanan, tidak terjadi cyanosis. Cyanosis dapat ditemukan pada tingkat lanjut. Aliran yang bertambah ke dalam paru-paru, lama kelamaan menyebabkan paru-paru yang bila berlangsung lama menyebabkan sklerosisi pembuluh darah paru-paru. Syanosis baru timbul pada tingkat lanjut (tridive cyanosis).
44
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia C.
Defek
septum
atrium
disertai
stenosis
mitralis-
Penyakit
Lutembacher Kombinasi ini ditemukan pada 5-10% penderita defek septum atrium yang berarti. Stenosis mitralis dapat disebabkan oleh kelainan kutup bawaan atau penyakit kutup yang didapat misalnya penyakit jantung rematik. Penyakit Lutembacher lebih sering ditemukan pada wanita dan ditemukan pada berbagai usia karena penderita dapat hidup lama.
Gambar 4.3 Kelainan jantung disertai penyakit bawaan
Defek septum biasanya besar, tetapi bias pula kecil. Sebetulnya tidak banyak artinya bila tidak terdapat kenaikan tekanan akibat stenosis mitralis. Akibat kenaikan tekanan itu darah mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan sehingga beban jantung kanan makin bertambah, dibandingkan dengan bila terdapat defek sepum interatrium saja.
45
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Kelainan utama ialah dilatasi atrium kanan dan kiri dan hipertropi ventrikel kanan. Juga bendungan pembuluh paru-paru dan sclerosis keras. Sebab Kematian adalah : a.
Payah jantung
b.
Embolisme peradoksal, yaitu embolus berasal dari bagian kanan masuk ke bagian kiri melalui defek
c.
Pendarahan paru yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal
d.
Interkurensi infeksi sistemik karena konstitusi penderita biasanya kurang
e.
Abses otak Umumnya lebih baik dan penderita dapat mencapai usia dewasa.
Defek intersatrium dan stenosis mitralis kini dapat diperbaiki dengan jalan pembedahan.
D.
Tertalogi Fallot Terdapat 4 jenis kelainan: a.
Defek septum interventrikel yang terletak tinggi
b.
Aorta terletak lebih ke kanan dan diatas (menunggangi) defek septum interventrikel (“dextroposed overriding aorta”), sehingga menerima darah dari ventrikel kiri ke kanan.
c.
Stenosis katup pulmonal
d.
Hipertrofi ventrikel kanan Kelainan ini sering ditemukan pada kelainan jantung bawaan yang
disertai cyanosis dan “clubbing” jari-jari emriogenesis kombinasi kelainan ini bersinambungan erat dengan pembentukan septum interventrikel. Hal ini telah diuraikan. Bagian membranosa septum interventrikel berasal dari septum yang membagi truncus arterious
46
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia menjadi a, pulmunalis dan auorta. Pertumbuhan septum ini yang berlainan dapat menyebabkan berbagai kelainan yang menyebabkan terbentuknya aorta yang lebar dan a.pulmonalis yang sempit dengan stenosis. Dan perputasan kebelakang berlebihan dari pada truncus arteriosus memindahkan aorta ke kanan sehingga terletak dikanan (dextroposisi) dan berhubungan langsung dengan ventrikel kanan atau berhubungan dengan kedua vemtrikel dan menerima darah dari bagian kiri ke kanan. Akibat stenosis, pulmonalis dan defek interventrikel terjadi aliran darah dari bagian kiri ke kanan, terjadi kenaikan tekanan dalam jantung bagian kanan sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan. Tampak penderita dengn cyanosis keras (morbus caeruleus), biasanya sejak lahir. Alirah melalui paru berkurang akibat stenosis pulmonalis dan darah aorta berasal dari ventrikel kanan ke kiri sehingga sebagian tidak mengandung oksigen.
Gambar 4.4 Penderita Cyanosis Nampak Membiru
47
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Anoxia sistemik yang terjadi dicerminkan pada polisistemi, jarijari berbentuk ganda (“clubbing), per tumbuhan yang terganggu dan konstitusi yang kurang. Prognosis dan Cyanosis umumnya buruk, kecuali bila dapat diperbaiki. Biasanya penderita meninggal pada masa kanak-kanank atau dewasa muda dengan umur rata-rata 12 tahun. Sebab kematian akibat cyanosis:
E.
a.
Payah jantung kanan
b.
Endocarditis bacterialis menunggangi anomaly jantung
c.
Abses otak
d.
Infeksi saluran pernapasan interkuren
Komplex Eisenmanger Merupakan varian daripada tertalogi Fallot tanpa stenosis pulmonalis. Kadang-kadang ditemukan dilatasi pulmonal walaupun terdapat dextroposisi aorta. Gejala klinik sama dengan tertalogi Fallot, tetapi umumnya prognosis lebih baik karena aliran darah ke paru-paru lebih banyak. Sebab mati sama dengan tertalogi Fullot, tetapi umur rata-rata 25 tahun, sedangkan pada tertalogi Fullot 12 tahun.
F.
Duktus erteriosus paten Duktus arteriosus paten yang presisten dapat ditemukan sebagai kelainan soliter, tetapi lebih sering disertai kelainan bawaan lain-lain, seperti penyempitan aorta yang disebut coarctatio, stenosis pulmonalis, tertolog Fallot dan jarang-jarang penyempitan atau atresia kutup
48
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia trikuspidal. Karena gejala klinik mencolok, maka merupakan kelainan bawaan yang dapat diketahui segera. Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta keenam, dan menghubungkan a. pulmonalis utama atau cabang kiri dengan aorta bawah tempat asal a. subclavia kiri. Pada janin darah dari ventrikel kanan hampir seluruhnya mengalir melalui duktus kedalam aorta dan hanya sebagian kecil melalui paru-paru yang didalam berfungsi. Pada saat sebelum lahir agak agak banyak yang yang melalui paru-paru. Tetapi setelah lahir , bila paru paru mulai berfungsi dan pembuluh-pembuluh melebar makin lama makin sedikit darah mengalir melalui duktus dan pada kira-kira 80%, penutupan anatomic tercapai pada bulan ketiga. Tetapi ada pula yang berlangsung 12 tahun. Bila masih terbuka tiga kali lebih banyak pada wanita dari pada pria. Belum ada keterangan yang jelas mengenai obliterasi setelah lahir. Mungkin akibat berkurangnya aliran melalui pembuluh, daya kosentrasi otot normal dinding pembuluh darah, menyebabkan penyempitan progresif dan penyumbatan lumen disertai proliferasi lapisan endotel. Juga dianggap bahwa kejenuhan oksigen yang tinggi dari pada darah arterial setelah lahir, merangsang dan menyebabkan proliferasi endotel dan fibroblast sehingga kemudian terjadi penutupan lumen. Morfologi duktus sangat berbeda-beda. Panjangnya 1-2 cm dan penampang 1mm-1cm, menghubungkan aorta dengan a. pulmonalis. Kadang-kadang hanya merupakan lubang antara aorta dan a. pulmonalis yang saling melekat. Darah mengalir melalui duktus dari aorta ke a. pulmonalis dan selama jangka waktu lama penderita tidak cyanotic. Banyak darah dapat mengalir melalui defek itu (hingga 75% output
49
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia ventrikel kiri), sehingga bagian tubuh lain-lain kekurangan darah. Bila volume output efektif jantung kiri. Demikian pula penambahan aliran darah jantung bagian kanan menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan bila berlangsung lama menjadi hipertensi pulmonal, dilatasi pulmonalis dan sclerosis pembuluh darah paru-paru. Gejala klinik khas sekali ialah bising sistolik yang keras memanjang yang dikenal sebagai”machinery-like murmur”. Bila duktus lebar, aliran aorta berkurang dan menyebabkan tekanan sistolik dan juga tekanan diasolik menurun. Prognosis bergantung kepada besarnya hubungan tersebut. Penderita dengan defek besar biasanya meninggal akibat payah jantung. Survival rata-rata ialah 40 tahun. Tetapi karena biasanya kematian disebabkan oleh superimposisi endocarditis bacterialis, maka dengan pengobatan antibiotic umur penderita dapat diperpanjang. Kini pembedahan untuk mengikat duktus paten tersebut. Umumnya berhasil baik. Bila defek kecil sekali, biasanya tidak menimbulkangejala dan umur penderita normal pula. Harus diingat bahwa pada beberapa kasus tertentu dengan duktus paten yang disertai cacat bawaan lain, menetapnya hubungan ini dapat bersifat “lifesaving”. Misalnya pada tertalogi Fallot dan stenosis pulmonalis keras, darah ke paru-paru mungkin hanya melalui duktus dan obliterasi duktus akan menyebabkan kematian.
50
BAB 5 Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan 110.000 kasus sindrom kongenital rubella muncul setiap tahun di negara berkembang Hal ini menjadikan rubella sebagai penyebab utama kelainan bawaan yang dapat dicegah. Salah satu cara untuk mencegah Rubella adalah dengan vaksinasi.
Epidemiologi dan Intervensi Rubella di Indonesia
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia A.
Epidemiologi Rubella di Indonesia Asia Tenggara kemudian diperkirakan menjadi salah satu dari negara yang memiliki beban CRS tertinggi yaitu mendekati 48% (Gadallah et al., 2014). Data WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2015 di Asia Tenggara terjadi penurunan kasus. Rubella dari 9,415 kasus menjadi 4.359 kasus. Namun, terjadi peningkatan angka Sindrom Kongenital Rubella dari 86 kasus menjadi 139 kasus(WHO, 2016). Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan 110.000 kasus sindrom kongenital rubella muncul setiap tahun di negara berkembang Hal ini menjadikan rubella sebagai penyebab utama kelainan bawaan yang dapat dicegah. Salah satu cara untuk mencegah Rubella adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi bertujuan untuk mengurangi kemunculan SRK (Wilson et al., 2001). Menurut Data WHO, pada Desember 2010 terdapat 131 negara yang memberikan Rubella-Containing-Vaccines (RCVs) pada imunisasi rutin dalam bentuk MR atau MMR (WHO, 2012). Negara-negara maju seperti di Eropa dan Amerika telah memiliki komitmen untuk mengeliminasi Rubella dengan memasukkan vaksin rubella (RCV) pada imunisasi rutin dan terlihat penurunan kasus seperti yang sudah dipaparkan di atas. Negara-negara berkembang seharusnya tidak boleh melewatkan kesempatan untuk mencegah Rubella dengan memberikan vaksin Rubella (WHO, 2012). Cakupan imunisasi rubella yang rendah akan berdampak pada peningkatan sirkulasi virus, dimana rata-rata populasi berisiko akan meningkat dari usia anak-anak ke usia subur (Gadallah et al., 2014). Jika program vaksinasi pada anak-anak tidak mencapai batas kekebalan hingga 80%, maka akan terjadi peningkatan sindrom kongenital rubella
51
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia secara paradoks karena adanya sirkulasi virus dan akumulasi dari orang dewasa wanita yang rentang (Nardone et al., 2008). Di Indonesia, pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 2767 kasus Kongenital Rubella Syndrome (Kemenkes, 2017).Di Indonesia, rubella merupakah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan upaya pencegahan efektif. Data surveilans selama lima tahun terakhir menunjukan 70% kasus rubella terjadi pada kelompok usia <15 tahun. Selain itu, berdasarkan studi tentang estimasi beban penyakit CRS di Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 2767 kasus CRS, 82/100.000 terjadi pada usia ibu 15-19 tahun dan menurun menjadi 47/100.000 pada usia ibu 40-44 tahun. Setiap tahun melalui kegiatan surveilans dilaporkan lebih dari 11.000 kasus suspek campak, dan hasil konfirmasi laboratorium menunjukkan 12–39% di antaranya adalah campak pasti (lab confirmed) sedangkan 16–43% adalah rubella pasti. Dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak dan 30.463 kasus rubella. Jumlah kasus ini diperkirakan masih lebih rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan, terutama dari pelayanan kesehatan swasta serta kelengkapan laporan surveilans yang masih rendah. Dalam Global Vaccine Action Plan (GVAP), campak dan rubella ditargetkan untuk dapat dieliminasi di 5 regional WHO pada tahun 2020. Sejalan dengan GVAP, The Global Measles & Rubella Strategic Plan 2012-2020 memetakan strategi yang diperlukan untuk mencapai target dunia tanpa campak, rubella atau CRS. Satu diantara lima strategi adalah mencapai dan mempertahankan tingkat kekebalan masyarakat yang tinggi dengan memberikan dua dosis vaksin yang mengandung campak dan
52
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia rubella melalui imunisasi rutin dan tambahan dengan cakupan yang tinggi (>95%) dan merata. Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian rubella/Congenital Rubella Syndrome (CRS) pada tahun 2020. Pada tahun 2015-2016, 13 RS sentinel CRS melaporkan 226 kasus CRS yang terdiri dari 83 kasus pasti dan 143 kasus klinis. Dari 83 kasus pasti (lab confirmed) yang dilaporkan, 77% menderita kelainan jantung, 67,5% menderita katarak dan dan 47 % menderita ketulian. Strategi yang dilakukan untuk mencapai target tersebut adalah: 1.
Penguatan imunisasi rutin untuk mencapai cakupan imunisasi campak ≥95% merata di semua tingkatan
2.
Pelaksanaan Crash program Campak pada anak usia 9-59 bulan di 185 kabupaten/kota pada bulan Agustus-September 2016
3.
Pelaksanaan kampanye vaksin MR pada anak usia 9 bulan hingga 15 tahun secara bertahap dalam 2 fase sebagai berikut : a.
Fase 1 bulan Agustus-September 2017 di seluruh Pulau Jawa
b.
Fase 2 bulan Agustus-September 2018 di seluruh Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua
4.
Introduksi vaksin MR ke dalam program imunisasi rutin pada bulan Oktober 2017 dan 2018
5.
Surveilans Campak Rubella berbasis kasus individu/ Case Based Measles Surveillance (CBMS)
6.
Surveilance sentinel CRS di 13 RS
7.
KLB campak diinvestigasi secara penuh (fully investigated)
53
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia B.
Vaksin Rubella WHO
position
paper
on
rubella
vaccines
tahun
2011
merekomendasikan bahwa semua negara yang belum mengintroduksikan vaksin rubella dan telah menggunakan 2 dosis vaksin campak dalam program imunisasi rutin seharusnya memasukkan vaksin rubella dalam program imunisasi rutin. Vaksin rubella tersedia dalam bentuk monovalent maupun kombinasi dengan vaksin virus yang lain misalnya dengan campak (Measles Rubella/MR) atau dengan campak dan parotitis (Measles Mumps Rubella/MMR). Semua vaksin rubella dapat menimbulkan serokonversi sebesar 95% atau lebih setelah pemberian satu dosis vaksin dan efikasi vaksin diperkirakan sekitar 90% - 100%. Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) juga telah mengeluarkan rekomendasi pada tanggal 11 Januari 2016 untuk mengintegrasikan vaksin rubella ke dalam program imunisasi nasional
54
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia untuk menurunkan angka kejadian rubella dan Congenital Rubella Syndrome.
Gambar 5.1 Vaksin Rubella
Vaksin Measles Rubella (MR) adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated) berupa serbuk kering dengan pelarut. Kemasan vaksin adalah 10 dosis per vial. 1.
Dosis Vaksin Rubella Anak-anak harus mendapatkan 2 dosis vaksin MMR, biasanya sebagai berikut: a.
Dosis pertama: Usia 12 hingga 15 bulan
b.
Dosis kedua: Usia 4 hingga 6 tahun
c.
Bayi yang akan melakukan perjalanan keluar
55
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Amerika Serikat dalam rentang usia 6 hingga 11 bulan harus
mendapat
satu
dosis
vaksin
MMR
sebelum
keberangkatannya. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan perlindungan sementara dari infeksi campak, tetapi tidak akan memberikan kekebalan tubuh permanen. Anak ini harus tetap mendapatkan 2 dosis pada usia yang disarankan agar mendapatkan perlindungan seumur hidup. Orang dewasa dapat pula memerlukan vaksin MMR. Banyak orang dewasa yang berusia 18 tahun atau lebih yang rentan terhadap campak, gondongan, dan rubella tanpa menyadarinya. Dosis MMR ketiga mungkin perlu disarankan dalam situasi wabah penyakit ini. Tidak ada risiko yang diketahui akibat pemberian vaksin MMR seperti halnya vaksin lainnya Setiap dosis vaksin MR mengandung: 1000 CCID50 virus campak 1000 CCID50 virus rubella Vaksin MR diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml. Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang disediakan dari produsen yang sama. Vaksin yang telah dilarutkan harus segera digunakan paling lambat sampai 6 jam setelah dilarutkan. Pada tutup vial vaksin terdapat indikator paparan suhu panas berupa Vaccine Vial Monitor (VVM). Vaksin yang boleh digunakan hanyalah vaksin dengan kondisi VVM A atau B. 2.
Kontradiksi a.
Memiliki alergi yang berat hingga mengancam jiwa. Seseorang yang pernah mengalami reaksi alergi yang mengancam jiwa setelah pemberian dosis vaksin MMR, atau menunjukan reaksi alergi berat terhadap komponen
56
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia mana pun dalam vaksin ini, disatan kan untuk tidak divaksinasi. b.
Sedang hamil, atau merasa dirinya hamil Wanita hamil harus menunggu untuk bias mendapatkan vaksin MMR hingga dirinya sudah tidak lagi hamil. Para wanita harus menghindari kehamilan selama setidak nya 1 bulan setelah mendapatkan vaksin MMR.
c.
Memiliki system kekebalan tubuh yang lemah akibat penyakit seperti (kanker atau HIV/AIDS) atau menjalani perawatan medis (Seperti radiasi, imunoterapi, steroid, atau kemoterapi)
d.
Memiliki orangtua, saudara laki-laki atau perempuan dengan riwayat masalah system kekbalan tubuh.
e.
Pernah mengalami kondisi yang membuat mereka mudah mengalami lebam atau pendarahan.
f.
Baru saja menjalani transfuse darah atau menerima produk darah lainnya. Mungkin disarankan untuk menunda vaksinasi MMR selama 3 bulan atau lebih.
g.
Menderita tuberculosis
h.
Sudah mendapat vaksin lainnya dalam 4 minggu terakhir. Vaksin hidup yang diberikan terlalu berdekatan bias jadi tidak akan bekerja dengan baik.
i.
Sedang merasa tidak sehat. Penyakit ringan, seperti selesma,
biasanya
tidak
menjadi
alas
an
untuk
menungguhkan vaksinasi. Seseorang yang mengalami sakit sedang atau berat sebaiknya perlu menunggu.
57
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
3.
Resiko Vaksinasi Seperti halnya obat, vaksin juga bisa menimbulkan reaksi. Reaksi ini biasanya ringan dan akan hilang dengan sendirinya, tetapi dapat pula terjadi reaksi yang serius. Mendapatkan vaksin MMR jauh lebih aman dibandingkan mengalami penyakit campak, gondongan, atau rubella. Sebagian orang yang mendapatkan vaksin MMR tidak mengalami masalah apa pun. Setelah mendapat vaksin MMR, seseorang dapat mengalami: a.
Kejadian Ringan 1)
Nyeri pada lengan akibat injeksi
2)
Demam
3)
Kemerahan atau ruam dilokasi injeksi
4)
Pembekakan kelenjar di pipi atau leher Jika terjadi, biasanya akan dimulai dalam 2 minggu
setelah vaksin diberikan. Peluang kejadian ini semakin menurun setelah dosis kedua. b.
Kejadian Sedang 1)
Kejang (tersentak atau terbelalak)
seringkali
berhubungan dengan demam 2)
Nyeri dan kaku pada persendian yang bersifat sementara, kebanyakan dialami remaja atau wanita dewasa
58
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia 3)
Jumlah trombosit rendah yang bersifat sementara yang dapat menyebabkan perdarahan atau lebam yang tidak lazim
4) c.
Ruam disekujur tubuh
Kejadian berat yang sangat jarang terjadi 1)
Ketulian
2)
Kejang yang berlangsung lama, koma atau penurunan kesadaran
3) d.
Kerusakan Otak
Hal-hal lain yang dapat terjadi setelah vaksin ini 1)
Sebagian orang terkadang pingsan setelah menjalani prosedur medis, termasuk vaksinasi. Duduk atau berbaring selama 15 menit dapat membantu mencegah pingsan atau cedera karena terjatuh. Beri tahu tenaga kesehatan jika Anda merasa pusing atau mengalami perubahan penglihatan atau telinga Anda berdenging.
2)
Sebagian orang mengalami nyeri pada bahu yang mungkin lebih berat dan berlangsung lebih lama dibandingkan rasa nyeri yang biasanya terjadi sesudah injeksi. Hal ini sangat jarang terjadi.
3)
Setiap obat dapat menyebabkan reaksi alergi yang berat. Reaksi terhadap vaksin semacam ini diperkirakan dialam sekitar 1 dalam satu juta dosis, dan akan terjadi dalam beberapa menit hingga jam setelah vaksin diberikan.
59
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Seperti
halnya
obat-obatan,
sangat
kecil
kemungkinan bagi vaksin untuk menyebabkan cedera serius atau kematian. 4.
Masalah Serius Temukan informasi apa saja yang menjadi kekhawatiran. Anda, seperti tanda-tanda reaksi alergi berat, demam yang sangat tinggi, atau perilaku yang tidak biasa. Tand tanda reaksi alergi berat dapat meliputi gatalgatal, pembengkakan wajah dan tenggorok, kesulitan bernapas, denyut jantung cepat, pusing, dan merasa lemah. Tanda-tanda ini biasanya dimulai beberapa menit hingga beberapa jam setelah vaksin diberikan. Jika Anda merasa bahwa tanda-tanda tersebut merupakan reaksi alergi berat atau kondisi darurat lain yang tidak mungkin menunggu, hubungi 9-11 dan segera ke rumah sakit terdekat. Anda juga dapat menghubungi tenaga kesehatan Anda. Selanjutnya, reaksi tersebut harus dilaporkan ke Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) (Sistem Pelaporan Kejadian Merugikan Vaksin). Dokter.
60
BAB 6 Pemantauan kasus KIPI dimulai langsung setelah imunisasi. Selanjutnya puskesmas menerima laporan KIPI dari masyarakat/orang tua/kader. Apabila ditemukan dugaan KIPI serius agar segera dilaporkan ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk dilakukan pelacakan.
Peran Kesehatan Masyarakat Dalam Kampanye MMR
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Pelaksanaan atau implementasi kampanye imunisasi MR merujuk pada mekanisme kerja atau alur pelayanan, persiapan vaksin dan logistik, peran petugas kesehatan, guru dan kader, penyuntikan yang aman, pengelolaan limbah dan pencatatan serta pelaporan.
A.
Mekanisme Kerja Pelayanan imunisasi dilakukan di pos-pos pelayanan imunisasi yang telah ditentukan yaitu di Posyandu, Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit, di sekolah-sekolah yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), SD/sederajat dan SLTP/ sederajat Berikut ini adalah contoh mekanisme kerja pelayanan imunisasi di posyandu atau pos pelayanan imunisasi:
Gambar 6.1 Alur pelayanan disekolah
61
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Gambar 6.2 Alur Pelayanan di Posyandu
Waktu Pelaksanaan 1.
Pelaksanaan di posyandu/pos pelayanan dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
2.
Waktu pelaksanaan di sekolah disesuaikan dengan jumlah sasaran dan petugas kesehatan.
3.
Sasaran dan orang tua/pengasuh diminta untuk tetap MR41di pos pelayanan imunisasi/sekolah selama 30 menit sesudah imunisasi dilaksanakan dan petugas juga harus tetap berada di pos atau sekolah minimal 30 menit setelah sasaran terakhir diimunisasi, hal ini untuk mengantisipasi terjadinya kasus KIPI yang serius seperti anafilaksis.
62
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia B.
Pemantauan dan Penanggulangan Kipi Pemantauan kasus KIPI dimulai langsung setelah imunisasi. Selanjutnya puskesmas menerima laporan KIPI dari masyarakat/orang tua/kader. Apabila ditemukan dugaan KIPI serius agar segera dilaporkan ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk dilakukan pelacakan. Hasil pelacakan dilaporkan ke Pokja/Komda PP-KIPI dilakukan analisis kejadian, tindak lanjut kasus, seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Untuk keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 42/Menkes/SK//2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan imunisasi. Kejadian ikutan pasca imunisasi yang meresahkan dan menimbulkan perhatian berlebihan masyarakat, harus segera direspons, diinvestigasi dan laporannya segera dikirim langsung kepada Kementerian Kesehatan cq. Sub Direktorat Imunisasi/Komnas PP-KIPI atau melalui WA grup Komda KIPI – Focal Point, email:
[email protected] dan
[email protected] ; website: www.keamananvaksin.com.
63
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia
Gambar 6.3 Skema penemuan kasus KIPI sampai pelaporan
64
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Skema alur kegiatan pelaporan dan pelacakan KIPI, mulai dari penemuan KIPI di masyarakat kemudian dilaporkan dan dilacak hingga akhirnya dilaporkan pada Menteri Kesehatan seperti skema berikut:
Gambar 6.4 Alur pelaporan dan pelacakan KIPI serius
UPS akan melaporkan ke Puskesmas, sementara Puskesmas dan RS akan melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk kasus diduga KIPI serius maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan melakukan konfirmasi kebenaran kasus diduga KIPI serius tersebut berkoordinasi dengan Pokja KIPI/Dinas Kesehatan kabupaten/kota atau dengan Komda PP-KIPI/Dinas Kesehatan Provinsi. Kemudian bila perlu dilakukan investigasi, maka Dinas Kesehatan Provinsi akan berkoordinasi dengan Komda PP-KIPI dan Balai POM Provinsi serta melaporkan kedalam website keamanan vaksin untuk dilakukan kajian oleh Komite Independen (Komnas dan/atau Komda PP-KIPI).
65
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia C.
Kurun waktu pelaporan KIPI Untuk mengetahui hubungan antara imunisasi dengan KIPI diperlukan pencatatan dan pelaporan dengan keterangan rinci semua reaksi simpang yang timbul setelah pemberian imunisasi yang merupakan kegiatan dari surveilans KIPI. Data yang diperoleh dipergunakan untuk menganalisis kasus dan mengambil kesimpulan. Pelaporan KIPI dilaksanakan secara bertahap dan bertingkat. Pada keadaan KIPI yang menimbulkan perhatian berlebihan/meresahkan masyarakat atau laporan kasus yang masih membutuhkan kelengkapan data, maka laporan satu kasus KIPI dapat dilaporkan beberapa kali pada masing-masing tingkat pelaporan sampai laporan memenuhi kelengkapan tersebut. Pelaporan dibuat secepatnya sehingga keputusan dapat dipakai untuk tindakan penanggulangan. Kurun waktu pelaporan dapat mengacu pada tabel di bawah ini. Tabel 6.1 Kurun waktu pelaporan berdasarkan jenjang administrasi penerima laporan Jenjang Administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota/ Pokja KIPI
Kurun waktu diterimanya laporan 24 Jam dari penemuan kasus
Dinas Kesehatan Provinsi/
24-72 Jam dari saat penemuan
komda PP-KIPI
kasus
Sub Direktorat Imunisasi/
24 Jam – 7 hari saat penemuan
Komnas PP-KIPI
kasus
Perbaikan mutu pelayanan diharapkan sebagai tindak lanjut dan umpan balik setelah didapatkan kesimpulan penyebab berdasarkan hasil investigasi kasus KIPI.
66
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia D.
Pelacakan KIPI Pelacakan kasus diduga KIPI mengikuti standar prinsip pelacakan yang telah ditentukan, dengan memperhatikan kaidah pelacakan kasus, vaksin, teknik dan prosedur imunisasi serta melakukan perbaikan berdasarkan temuan yang didapat.
Tabel 6.2 Langkah-langkah dalam pelacakan KIPI Langkah
Tindakan a. Dapatkan cacatan medic pasien (atau catatan klinis lain) b. Periksa informasi tentang pasien dari catatan medic dan dokumen
1. Pastikan Informasi pada laporan
lain c. Isi setiap kelengkapan yang kurang dari formulir laporan KIPI d. Tentukan informasi dari kasus lain yang dibutuhkan untuk melengkapi pelacakan a. Kronologis imunisasi saat diduga menimbulkan KIPI b. Riwayat medis sebelumnya,
2. Lacak dan kumpulkan data
termasuk riwayat imunisasi sebelumnya dengan reaksi yang sama atau reaksi alergi yang lain c. Riwayat keluarga dengan kejadian yang sama.
67
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia d. Kronologis, deskripsi klinis dan setiap hasil laboratorium yang relevan dengan KIPI dan penegakan diagnosis dari kejadian ikutan e. Tindakan yang didapatkan, apakah dirawat inap/jalan dan bagaimana hasilnya f. Prosedur pengiriman vaksin, kondisi penyimpanan, keadaan vaccine vial monitor, dan catatan suhu pada lemari es. g. Adakah anak lain yang mendapat imunisasi dari vaksin dengan nomor batch yang sama dan menimbulkan gejala yang sama h. Evaluasi pelayanan Imunisasi5.6.
E.
Pengenalan Dan Penanganan Anafilaktik Reaksi anafilaktik adalah KIPI paling serius yang juga menjadi risiko pada setiap pemberian obat. Tatalaksananya harus cepat dan tepat mulai dari penegakkan diagnosis sampai pada terapinya di tempat kejadian, dan setelah stabil baru dipertimbangkan untuk dirujuk ke RS terdekat. Setiap petugas pelaksana imunisasi harus sudah kompeten dalam menangani reaksi anafilaktik. Reaksi kecemasan karena suntikan berbeda dengan reaksi anafilaktik.
68
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Reaksi kecemasan dapat ringan sampai berat. Reaksi kecemasan ringan ditandai oleh ekspresi wajah yang penuh kecemasan dan pucat disertai gejala-gejala hiperventilasi, sakit kepala ringan, pusing, kesemutan di tangan dan sekitar mulut. Reaksi kecemasan lebih berat terjadi karena pasien menahan nafas, terutama terjadi pada anak lebih kecil, terlihat muka yang kemerahan dan sianosis. Keadaan ini dapat berakhir dengan penurunan kesadaran, bersamaan dengan dimulainya lagi usaha bernafas. Reaksi kecemasan lebih berat dapat sampai pingsan. Selama pingsan, seseorang tiba-tiba akan menjadi pucat, hilang kesadaran dan jatuh lemas ke bawah. Pingsan kadang-kadang diikuti oleh gerakan seperti kejang klonik singkat (gerak sentakan ritmik/ berirama dari anggota badan), apabila anggota badan yang bergerak ditahan gerakan akan berhenti dan keadaan ini tidak membutuhkan penanganan yang spesifik. Pingsan relatif sering terjadi setelah imunisasi pada remaja dan dewasa, tetapi jarang pada anak kecil. Bisa ditangani secara sederhana dengan membaringkan penderita secara terlentang. Pemulihan kesadaran terjadi dalam satu atau dua menit, tetapi penderita mungkin membutuhkan lebih banyak waktu untuk pemulihan penuh. Tanda utama pada keadaan pingsan karena reaksi kecemasan adalah tanda vital seperti frekuensi jantung, kuat nadi, isi kapiler dan frekuensi napas normal. MR69Reaksi
anafilaktik
adalah
reaksi
hipersensitifitas
generalisata atau sistemik yang terjadi dengan cepat (umumnya 5-30 menit sesudah suntikan) serius dan mengancam jiwa. Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat menimbulkan syok yang disebut sebagai syok anafilaktik. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilaktik berbeda-beda sesuai
69
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia dengan berat-ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas seseorang, namun pada tingkat yang berat berupa syok anafilaktik gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. Reaksi anafilaktik biasanya melibatkan beberapa sistem tubuh, tetapi ada juga gejala-gejala yang terbatas hanya pada satu sistem tubuh (contoh: gatal pada kulit) juga dapat terjadi. Reaksi anafilaktik biasanya melibatkan beberapa sistem tubuh, tetapi ada juga gejala-gejala yang terbatas hanya pada satu sistem tubuh (contoh: gatal pada kulit) juga dapat terjadi.Tanda awal anafilaktik adalah kemerahan (eritema) menyeluruh dan gatal (urtikaria) dengan obstruksi jalan nafas atas dan/atau bawah. Pada kasus berat dapat terjadi keadaan lemas, pucat, hilang kesadaran dan hipotensi. Petugas sebaiknya dapat mengenali tanda dan gejala anafilaktik. Pada dasarnya makin cepat reaksi timbul, makin berat keadaan penderita. Penurunan kesadaran jarang sebagai manifestasi tunggal anafilaktik, ini hanya terjadi sebagai suatu kejadian lambat pada kasus berat. Denyut nadi sentral yang kuat (contoh: karotis) tetap ada pada keadaan pingsan, tetapi tidak pada keadaan anafilaktik. Sekali diagnosis ditegakkan, maka harus diingat bahwa pasien berpotensi untuk menjadi fatal tanpa menghiraukan berat ringannya gejala yang muncul. Mulai tangani pasien dengan cepat dan pada saat yang sama buat rencana untuk MR71merujuk pasien ke rumah sakit dengan cepat. Pemberian epinefrin akan merangsang jantung dan melonggarkan spasme pada saluran nafas serta mengurangi edema dan urtikaria. Tetapi epinefrin dapat menyebabkan denyut jantung tidak teratur, gagal jantung (heart failure), hipertensi berat dan nekrosis jaringan jika dosis yang dipergunakan tidak tepat.
70
Buku Vaksin dan Imun 2018 – Nadiyah Kamilia Petugas harus terlatih dalam penanganan anafilaktik, memiliki kesiapan kit anafilaktik yang lengkap untuk tatalaksana reaksi anafilaktik dan memiliki akses yang cepat untuk merujuk pasien
Gambar 6.5 Penanganan Syuk Anafilaktik Pasca pemberian MMR
71
DAFTAR PUSTAKA Anonim. The Delayed effects of Congenital Rubella Syndrome. http://www.sense.org.uk/publication/all pubs/rubella/R03.htm. Banatvala JE, Brown DWG. Rubella. Prosiding Scientific Book (Compilation) Additional Torch Infections Articles. PDSPATKLIN Temu Ilmiah Surabaya (The Indonesian Association of Clinical Pathologists). 2005; 7–14. Castillo-Solorzano C, Marsigli C, Bravo- Alcantara P, Flannnery B, Matus CR, Tambini G, et al. Elimination of rubella ang congenital rubela syndrome in the America. J Infect Dis. 2011;204(Suppl 2):271 ̶ 78. doi: 10.1093/infdis/jir472 CDC. Epidemiology and prevention of vaccine-preventable diseases, the pink book. Chapter 19: Rubela. Edisi ke-12. Atlanta: CDC; 2012. Cutts F, Best J, Siqueira MM, Engstrom K, Robertson, Susan E. Guidelines
for
Surveilance
of Congenital
Rubella
Syndrome and Rubella. Field test version Department of Health and Human Services. Center for Disease Control and prevention. Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable Disease. 2005. http://www.cdc.gov. Department of Vaccines and Biologicals. Geneva, WHO, 1999. Ditjen P2MPL. Petunjuk teknis surveilans campak. Jakarta: Depkes RI; 2008. for measles and rubella. J Infec Dis. 2011;204(Supl 1):506–13. doi: 10.1093/ infdis/jir117
72
Gnansia
ER.
Congenital
Rubella
Syndrome.
2004.
http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-rubella.pdf. Handojo I. Imunoasai Untuk Penyakit Infeksi Virus. Dalam: Imunoasai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Surabaya, Airlangga University Press. 2004; 176–88. Mahony JB, Chernesky MA. Rubella Virus. In: Manual of Clinical Laboratory Immunology. Sixth Ed. Washington DC, American Society of Microbiology, 2002; 687–95. Matuscak R. Rubella Virus Infection and Serology. In: Clinical Immunolgy
Principles
and
Laboratory
Diagnosis.
Philadelphia, JB Lipincott Co. 1990; 215–23. Mori N, Motegi Y, Shimamura Y, Ezaki T, Natsumeda T, Yonekawa T, Ota Y, Notomi T, Nakayama T. Development of a New Method for Diagnosis of Rubella Virus Infection by
Reverse
Transcription-Loop-Mediated
Isothermal
Amplification. Journal of Clinical Microbiology, 2006: 3268–73. Reef
S,
Coronado
V.
Congenital
Rubella
Syndrome.
http://www.deafblind.com/crs.htlm WHO. Status report on progress towards measles and rubella elimination. SAGE Working Group on Measles and Rubella. Geneva: Dept of IVB, WHO; 2013.
.
73
73