LAPORAN PRAKTIKUM STANDARDISASI BAHAN ALAM PERCOBAAN 3 PENETAPAN INDEKS KEPAHITAN
Disusun oleh: Kelompok/Shift : 2/B
Anggun Putri Nur A 10060316041 Melinda Athirah Putri 10060316042 Adellya Fardiani 10060316043 10060316043 Syifani Khalda Maisa 10060316044 Asisten: Aisya Qisthi Z., S.Farm Tanggal praktikum: 22 Febuari 2018 Tanggal pengumpulan: 1 Maret 2018
LABORATORIUM FARMASI FARMASI TERPADU UNIT B PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2018/1439 H
PERCOBAAN 3 PENETAPAN INDEKS KEPAHITAN
I.
Tujuan
1.
Memahami prinsip prinsip penetapan penetapan indeks kepahitan dari suatu simplisia uji Tinosporae Caulis
2.
Mengukur indeks kepahitan kepahitan suatu ekstrak bahan uji Tinosporae Caulis yang dibandingkan terhadap indeks kepahitan larutan kinin sulfat
3.
Dapat membandingkan membandingkan indeks indeks kepahitan kepahitan antara simplisia Tinosporae Caulis dengan simplisia Swieteniae Semen.
3.
Mengetahui manfaat dan keterkaitan antara antara indeks kepahitan terhadap mutu dari suatu simplisia
II.
Alat dan Bahan
No 1
2
3 4
Alat
Corong
Erlenmeyer
Gelas ukur 50 mL
Kertas saring
Bahan
Air minum
Simplisia Uji (Tinosporae Caulis)
5
Labu takar 50mL,100mL dan 500mL
6
Mortir
7
Pemanas
8
Pipet ukur 1mL 5mL, 10mL
9
Stopwatch
10
Tabung reaksi dan rak
11
Timbangan
III.
Prosedur
3.1
Pembuatan Larutan Stok Kinin Sulfat dan Pengencerannya
Hal yang dilakukan adalah pertama, menyiapkan 9 tabung reaksi untuk membuat suatu seri pengenceran larutan stok kinin sulfat. Kedua, Dilarutkan sebanyak 0,231 mg kinin sulfat dengan air minum kedalam labu takar 100 mL (hingga mencapai batas) serta dilanjutkan dengan pengocokan. Kemudian diambil sebanyak 5 mL dari campuran larutan tersebut dan diencerkan dengan air minum dalam labu takar 500 mL (hingga mencapai batas) serta dilanjutkan dengan pengocokan. Setelah itu hal yang dilakukan selanjutnya yaitu dibuatlah suatu seri pengenceran dalam 9 tabung reaksi sebagai berikut: No tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
SK (mL)
4,2
4,4
4,6
4,8
5,0
5,2
5,4
5,6
5,8
Air minum (mL)
5,8
5,6
5,4
5,2
5,0
4,8
4,6
4,4
4,2
0,0042
0,0044
0,0046
0,0048
0,0050
0,0052
0,0054
0,0056
0,0058
C = kinin sulfat (mg) dalam 10 mL
3.2
Pembuatan Larutan Ektrak Tinosporae Caulis dan Pengencerannya
Hal yang dilakukan adalah pertama, menyiapkan 10 tabung reaksi untuk membuat suatu seri pengenceran larutan ekstrak bahan uji. Kedua, dibuatlah ekstrak simplisia dengan cara simplisia sebanyak 0,2 gram ditimbang lalu dipanaskan dengan suhu 250°C dalam 45 mL air minum hingga mendidih. Kemudian diamkan dan dinginkan ekstrak tersebut hingga mencapai suhu kamar
lalu disaring dengan menggunakan kertas saring dan digenapkan volumenya dalam labu takar 50 mL (hingga mencapai batas) serta dilanjutkan dengan pengocokan. Selanjutnya, dipipet ekstrak bahan uji sebanyak 1 mL dari labu takar 50 mL dan diencerkan dengan ditambahkan air minum ke dalam labu takar 100 mL ( hingga mencapai batas) serta dilanjutkan dengan pengocokan. Setelah itu hal yang dilakukan selanjutnya yaitu dibuatlah suatu seri pengenceran dalam 10 tabung reaksi sebagai berikut: No tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
ST (mL)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Air minum (mL)
9
8
7
6
5
4
3
2
1
-
3.3
Pengujian Indeks Kepahitan
Dalam pengujian indeks kepahitan dilakukan secara 2 tahap. Tahap pertama yaitu pengujian kepahitan terhadap larutan kinin sulfat sebagai pembanding indeks kepahitan dari larutan ekstrak bahan uji .Hal yang dilakukan adalah yang pertama, dibilas mulut dengan menggunakan air minum. Kedua, Dicicipi 10 mL larutan kinin Sulfat dengan cara dimasukkan ke dalam mulut kemudian digerakkan di sekitar pangkal lidah selama 30 detik dan dimulai dari yang konsentrasinya yang paling encer (tabung 1). Jika sensasi pahit tidak lagi dirasakan di dalam mulut setelah 30 detik, dikeluarkan larutan dan tunggu selama 1 menit untuk memastikan adanya sensitivitas yang lambat. Apabila relawan setelah mencicipi 10 mL larutan kinin Sulfat tabung 1 merasakan adanya rasa pahit, maka pengujian tahap pertama diakhiri. Apabila relawan setelah mencicipi
10 mL larutan kinin sulfat tabung 1 tidak merasakan adanya rasa pahit, maka pengujian tahap pertama akan dilanjutkan dengan konsentrasi larutan kinin sulfat yang lebih tinggi paling tidak setelah 10 menit dan setelah membilas mulut terlebih dahulu dengan air minum. Hal ini dilakukan hingga relawan merasakan adanya rasa pahit terhadap salah satu 10 tabung larutan kinin sulfat dengan konsentrasi yang berbeda beda. Tahap kedua yaitu pengujian kepahitan terhadap larutan ekstrak bahan uji. Hal yang dilakukan adalah yang pertama untuk menghemat waktu pada pengujian tahap kedua dianjurkan untuk memastikan larutan pada tabung nomor 5 memberikan sensasi pahit atau tidaknya. Apabila larutan pada tabung nomor 5 menimbulkan sensasi pahit, maka konsentrasi ambang pahit dari ekstrak bahan uji ditentukan dengan mencicipi larutan pada tabung 1 sampai 4. Apabila larutan pada tabung nomor 5 tidak menimbulkan sensasi pahit, maka konsentrasi ambang pahit dari ekstrak bahan uji ditentukan dengan mencicipi larutan pada tabung 6 sampai 10.
IV. 4.1
Data Pengamatan dan Perhitungan Data Pengamatan
Nama simplisia
: Batang Brotowali
Nama latin simplisia
: Tinosporae Caulis
Nama latin tumbuhan
: Tinosporae Crispa (L).
Pengujian indeks kepahitan
: Kinin sulfat pada tabung no 4 Batang brotowali pada tabung no 1
Tabel 4.1 Data pengamatan pembuatan larutan stok kinin sulfat dan larutan ekstrak serta pengencerannya
Prosedur
Gambar
Hasil pengamatan
Setelah sebanyak 0,231 mg
Pembuatan larutan
kinin sulfat dilarutkan dengan
stok kinin sulfat dan
air minum kedalam labu takar
pengenceranya
100 mL sampai tanda batas kemudian diambil sebanyak 5 mL dan di encerkan dengan air minum kedalam labu takar Larutan stok kinin sulfat
500 mL hingga tanda batas, maka tidak terjadinya suatu perubahan. Yang awalnya air minum berwarna bening tetap dalam keadaan bening
Seri pengenceran larutan stok kinin sulfat dalam 9 tabung
Pembuatan larutan
Sebelum
ekstrak dan
dilakukan
pembuatan larutan ekstrak,
pengencerannya
bahan
simplisia
uji
(Tinosporae Crispa Caulis) digerus
terlebih
dahulu
sehingga terjadi perubahan bentuk srtuktur secara fisik Simplisia sebelum digerus
pada
batang
brotowali
tersebut
Simplisia sesudah digerus
Setelah
sebanyak
0,2
g
simplisia Tinosporae Crispa Caulis dipanaskan dalam 45 mL air minum maka terjadi perubahan yang awalnya air minum
berwarna
bening
menjadi keruh kecokelatan. Saat ekstrak simplisia dipanaskan
Saat ekstrak simplisia setelah dipanaskan Kemudian didinginkan dan disaring
serta
digenapkan
volumenya dalam labu takar 50 mL. Dan perubahan yang terjadi adalah yang awalnya larutan
berwarna
keruh
kecokelatan menjadi bening kecokelatan. Saat ekstrak simplisia setelah disaring dan digenapkan volumenya pada labu takar 50 mL
Selanjutnya,
larutan
ekstrak
sebanyak
1
dipipet
mL
dan
di
encerkan dengan air minum pada labu takar 100 mL. Dalam hal ini tidak terjadinya suatu perubahan. Selanjutnya,
dilakukan
pembuatan
suatu
pengenceran
dari
ekstrak
tersebut
seri larutan
pada
10
tabung reaksi sebagaimana Seri pengenceran larutan ekstrak dalam 10 tabung
sesuai prosedur yang ada. Dalam perubahan
hal
ini yang
terjadi awalnya
larutan
ekstrak
berwarna
bening kecokelatan berubah menjadi bening setelah seri pengenceran dalam 10 tabung
Pengujian
Berdasarkan hasil pengujian
indeks kepahitan
pada
tahap
1
(terhadap
larutan kinin sulfat), relawan merasakan sensasi pahit pada tabung
no
4
dengan
konsentrasi 0,048 mg dalam 10 mL larutan. Sedangkan tahap 2 ( terhadap simplisia batang
brotowali)
relawan
merasakan sensasi pahit pada tabung no 1
Tabel 4.2 Data pengamatan pengujian indeks kepahitan terdapat larutan kinin sulfat
No tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Indeks Kepahitan
-
-
-
+
x
x
X
x
x
Keterangan : -
= Tidak ada sensasi pahit
+
= Adanya sensasi pahit
x
= Tidak dilakukan pengujian
Tabel 4.3 Data pengamatan pengujian indeks kepahitan terdapat larutan ekstrak bahan uji Tinosporae Caulis
No tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Indeks Kepahitan
+
X
x
x
+
x
X
X
x
Keterangan : +
= Adanya sensasi pahit
x
= Tidak dilakukan pengujian
Data pengamatan pengujian indeks kepahitan kelompok 1 :
Nama simplisia
: Biji Mahoni
Nama latin simplisia
: Swieteniae Semen.
Nama latin tumbuhan
: Swietenia macrophylla King
Pengujian indeks kepahitan
: Kinin sulfat pada tabung no 6 Batang brotowali pada tabung no 6
Tabel 4.4 Data pengamatan pengujian indeks kepahitan terdapat larutan kinin sulfat
No tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Indeks Kepahitan
-
-
-
-
-
+
x
x
x
Keterangan : -
= Tidak ada sensasi pahit
+
= Adanya sensasi pahit
x
= Tidak dilakukan pengujian
Tabel 4.5 Data pengamatan pengujian indeks kepahitan terdapat larutan ekstrak bahan uji Swieteniae Semen.
No tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Indeks Kepahitan
x
X
x
x
x
+
x
X
x
Keterangan : +
= Adanya sensasi pahit
x
= Tidak dilakukan pengujian
4.2
Perhitungan
1.
Perhitungan konversi kinin sulfat ( 0,1 gram kinin HCl = 0,188 gram kinin sulfat)
Massa kinin sulfat
= =
746,92 396,9
x 0,1 gram
x 0,1 gr
= 0,188 gram = 188 mg kinin sulfat
2.
Perhitungan konversi bobot tablet kinin sulfat
0,1 gram Kinin HCl =
188 300
x 370 = 231,86 mg kinin sulfat
Jadi, 0,1 gram Kinin HCl sama dengan 231,86 mg kinin sulfat
3.
Perhitungan
indeks
kepahitan
simplisia
Tinosporae
dibandingkan terhadap indeks kepahitan larutan kinin sulfat
Caulis
Indeks kepahitan : 2000 x c a xb
Keterangan: a = konsentrasi laruran ekstrak (0,04 mg/ml) b = volume larutan ekstrak ( 1 mL) c = jumlah kinin sulfat (0,048 mg) 2000 x 0,048 mg 0,04 mg/ml x 1ml 4.
= 2400 unit/gram
Perhitungan indeks kepahitan simplisia Swieteniae Macrophylla dibandingkan terhadap indeks kepahitan larutan kinin sulfat
Indeks kepahitan : 2000 x c a xb
Keterangan: a = konsentrasi laruran ekstrak (0,04 mg/ml) b = volume larutan ekstrak ( 6 mL) c = jumlah kinin sulfat (0,052 mg) 2000 x 0,052 mg 0,04 mg/ml x 6ml
= 433,33 unit/gram
V.
Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai tentang penetapan indeks kepahitan yang memiliki prinsip yaitu penentuan derajat kepahitan dengan indera pengecap dari suatu simplisia yang dibandingkan dengan zat lain misalnya kinin sulfat. Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu dapat memahami prinsip penetapan indeks kepahitan dari suatu simplisia uji, dapat menentukan indeks kepahitan suatu ekstrak bahan uji yang dibandingkan terhadap indeks kepahitan larutan kinin sulfat, dapat membandingkan indeks kepahitan antara simplisia satu dengan simplisia lainnya dan yang terakhir adalah mengetahui manfaat dan keterkaitan antara indeks kepahitan terhadap mutu dari suatu simplisia. Dalam praktikum kali ini simplisia yang digunakan adalah tumbuhan brotowali. Brotowali merupakan tumbuhan merambat dengan panjang mencapai 2,5 meter atau lebih. Brotowali tumbuh baik di hutan terbuka atau semak belukar di daerah tropis. Brotowali menyebar merata hampir di seluruh wilayah Indonesia dan beberapa Negara lain di Asia tenggara dan India. Batang Brotowali hanya sebesar jari kelingking, berbintil- binti lrapat dan rasanya pahit.Daun Brotowali merupakan dan tunggal,tersebar, berbentuk jantung dengan ujung runcing, tepi daun rata, pangkalnya berlekuk, memiliki panjang 7-12 cm dan lebar 7-11 cm. Tangkai daun menebal pada pangkal dan ujung, pertulangan daun menjari dan berwarna hijau. Bunga majemuk berbentuk tandan, terletak pada batang kelopak tiga. Memiliki enam mahkota,berbentuk benang berwarna hijau.Benang sari berjumlahe nam, tangkai berwarna hijau muda dengan kepala sari kuning.Buah Brotowali keras seperti batu, berwarna hijau (Supriadi, 2001: 10).
Menurut (Teyler, 1988:187-188) brotowali diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliopyta
Class
: Magnoliopsida
Ordo
: Ranunculales
Famili
: Menispermaceae
Genus
: Tinospora
Species
: Tinospora crispa (L) Hook dan Thomson
Dari setiap tumbuhan yang ada, terdapat suatu senyawa di dalamnya diantaranya yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer adalah senyawa essensial yang berperan penting dalam proses kehidupan organisme dan merupakan kebutuhan dasar untuk keberlanjutan hidup tanaman. Contohnya adalah lipid, asam nukleat, protein dan karbohidrat. Sedangkan metabolit sekunder adalah senyawa berbagai macam reaksi yang produknya tidak secara langsung terlibat dalam pertumbuhan normal. Hasilnya merupakan senyawa metabolit yang tidak essensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk unik atau berbeda beda antara spesies yang satu denga yang lain. Salah satu contoh metabolit sekunder adalah senyawa yang bersifat pahit dan lain lain (Harborne, 1996:67-68) Beberapa jenis senyawa kimia yang dikandung Brotowali antara lain damar lunak, pati, glikosida, pikroretosid, zat pahit pikroretin, harsa, alkaloid berberin dan palmatin. Bagian akarnya mengandung alkaloid berberin dan kolumbin Bagian daunnya mengandung alkaloid, saponin, dan tanin. Sedangkan bagian
batangnya mengandung pati, glikosida pikroretosida, alkaloid berberin dan palmatin, zat pahit pikroretin, harsa. Menurut studi pustaka terhadap kandungan kimia jenis- jenis tumbuhan dari keluarga Menispermaceae menunjukkan adanya beberapa macam alkaloid, yaitu berberina, palmatina, kolumbamina, yatrorrhiza. Flavanoid adalah salah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Senyawa flavanoid terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. (Setiawan, 2008:11). Menurut (Teyler,1988 : 187-188) Simplisia Tinosporae Caulis memiliki data parameter mutu simplisia meliputi: 1. Kadar abu : tidak lebih dari 7,2% 2. Kadar abu yang tidak larut dalam asam : tidak lebih dari 0,9% 3. Kadar sari larut dalam etanol : tidak lebih dari 15,4% 4. Kadar sari tidak larut dalam etanol : tidak lebih dari 4,4% 5. Bahan organik asing : tidak lebih dari 2 % Pada praktikum kali ini, bagian simplisia yang digunakan dalam pengujian indeks kepahitan adalah bagian batang dari tumbuhan brotowali. Alasan digunakannya simplisia batang brotowali ini dalam penetapan pengujian indeks kepahitan adalah karena pada bagian simplisia batang brotowali mengandung metabolit sekunder senyawa senyawa pahit (yang memiliki rasa pahit) diantaranya adalah flavanoid, alkaloid dan zat pahit pikroretin Batang brotowali memiliki khasiat diantaranya adalah untuk penambah nafsu makan,mempercepat penyembuhan luka,mengatasi masalah kulit,menurunkan
gula
darah,
menurunkan
demam,
menyembuhkan
hepatitis,mengobati
rematik,mengobati malaria,memperbaiki kinerja saraf, mengobati kanker dan lain lain (Trevor Robinson, 2000 : 201-203) Dalam percobaan penetapan indeks kepahitan dari suatu simplisia Tinosporae Caulis (Batang brotowali) dilakukan 3 tahap prosedur. Tahap pertama adalah pembuatan larutan stok kinin sulfat dan pengencerannya dalam 9 tabung reaksi dengan cara melarutkan sejumlah kinin sulfat sesuai prosedur dalam labu takar 100 mL. Tujuan melarutkan sejumlah kinin sulfat tersebut adalah untuk memperoleh kinin sulfat dalam bentuk larutan yang nantinya akan di uji dengan cara mencicipinya karena berperan sebagai zat pembanding. Setelah dilarutkan, selanjutnya diambil 5 ml dari larutan tersebut untuk di encerkan dengan menggunakan air minum dalam labu takar 500 mL. Tujuan pengenceran ini dilakukan adalah untuk memperoleh jumlah larutan kinin sulfat dalam jumlah yang lebih banyak. Kemudian setelah diencerkan, selanjutnya dibuat suatu seri pengenceran dalam 9 tabung yang tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepahitan dari kinin sulfat. Larutan kinin sulfatpun dibuat dengan berbagai konsentrasi, mulai dari konsentrasi yang rendah pada tabung no 1 hingga ke konsentrasi yang tinggi yaitu tabung nomor 9. Hal ini bertujuan agar pahit yang dirasakan berbeda-beda sehingga akan diperoleh angka untuk menentukan indeks kepahitan. Pada umumnya, zat pembanding yang biasa digunakan dalam penetapan indeks kepahitan adalah kinin HCl. Alasan kinin HCl digunakan sebagai pembanding adalah karena memiliki senyawa pahit yaitu mengandung banyak
alkaloid. Sehingga senyawa pahit tersebut dapat terdeteksi dalam ambang yang serendah mungkin. Selain itu, Standar kepahitan dari kinin hidrokloridanya yaitu 1g/2000 ml atau sebanding dengan 0,005 g/ml.(Depkes RI, 1989 : 117-119) Alasan kinin sulfat digunakan sebagai pembanding dalam percobaan penetapan indeks kepahitan kali ini adalah karena kinin sulfat sama halnya dengan kinin HCl yaitu memiliki senyawa pahit yang dapat terdeteksi dalam ambang yang serendah mungkin. Selain itu, kinin sulfat dan kinin HCl merupakan senyawa garam yang sifatnya mudah larut dalam air sehingga bisa dilakukan uji percobaan indeks kepahitan ini dengan cara mencicipinya dan apabila pengujiannya telah selesai dilakukan maka bisa menggunakan air minum sebagai pembilas lidah untuk menghilangkan rasa pahit yang ada pada bagian lidah. Selain memiliki kesamaan, antara kinin HCl da kinin sulfat juga memiliki perbedaan. Perbedaan antara kinin HCl dan Kinin Sulfat salah satunya adalah bobot molekulnya. Sehingga 0,1 gram kinin HCl tidak setara dengan 0,1 gram kinin sulfat. Dalam arti lain 0,1 gram kinin HCl akan setara dengan 0,188 gram kinin sulfat. (Depkes RI, 1989 : 117-119) Namun pada percobaan ini, kinin sulfat yang digunakan sebagai pembanding
adalah dalam bentuk tablet. Sehingga perlu dilakukan konversi
perhitungan bobot tablet. Karena dalam suatu tablet tidak hanya mengandung zat kinin sulfat saja tetapi ada zat zat tambahan lainnya. Sedangkan zat yang diperlukan dalam percobaan ini adalah hanya zat kinin sulfatnya saja. Hasil dari perhitungan konversi bobot tablet adalah 0,231 mg. Artinya, sebanyak 0,231mg
kinin sulfat yang ada pada tablet yang akan digunakan dalam pembuatan larutan stok. Kinin (Quinine)
Kinin merupakan senyawa antimalaria, termasuk kedalam golongan alkaloid yang diperoleh dari kulit kayu pohon kina dan isomer Levorotatory dari kuinidin (McEvoy, 2002: 897). KUININ SULFAT
(Depkes RI, 1989: 738)
Quinine Sulfate
Kuinin Sulfat adalah garam sulfat alkaloid yang diperoleh dari kulit kayu tanaman Cinchona. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% garam alkaloid total, dihitung sebagai (C20H24N2O2)2.H2SO4, terhadap zat anhidrat. Pemerian Hablur putih, berbentuk jarum halus, biasanya tidak bercahaya, massa
ringan dan mudah memadat; tidak berbau dan mempunyai rasa pahit yang lama. Menjadi berwarna bila terpapar cahaya. Larutan jenuh bersifat netral atau basa terhadap lakmus.
Kelarutan Sukar larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter;
mudah larut dalam etanol pada suhu 80º, dalam campuran kloroform-etanol mutlak (2:1); agak sukar larut dalam air pada suhu 100º. Baku pembanding Kuinin Sulfat BPFI; tidak boleh dikeringkan. Merupakan
bentuk dihidrat dari kuinin sulfat. Simpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung cahaya. Kuininon BPFI; tidak boleh dikeringkan. Simpan dalam wadah tidak tembus cahaya, tertutup rapat. KUININ HIDROKLORIDA
(Depkes RI, 1989: 736)
Quinine Hydrochloride
․HCl ․2H2O
Kuinin Hidroklorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C20H24N2O2.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian Hablur jarum halus seperti sutera, tidak berwarna; kadang-kadang berkelompok. Kelarutan Larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam kloroform; sangat sukar larut dalam eter. Larutan dalam kloroform bisa tidak jernih, karena mengandung bintik air. Baku pembanding Kuinin Sulfat BPFI; Kuinidin Sulfat BPFI
Selain kinin sulfat dan kinin HCl, zat yang dapat digunakan sebagai pembanding indeks kepahitan lainnya adalah zat yang harus mudah larut dalam air karena dalam pengujian digunakan air minum untuk membilas zat tersebut. Selain itu, zat pembanding harus memiliki senyawa kepahitan yang dapat terdeteksi dengan ambang serendah mungkin. Pada prosedur tahap kedua yaitu dilakukan pembuatan larutan ekstrak dan pengencerannya. Sebelum dilakukan pembuatan larutan ekstrak batang brotowali, simplisia batang brotowali dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan mortir. Sehingga terjadi perubahan bentuk pada simplisia tersebut menjadi ukuran yang lebih kecil dari sebelumnya. Tujuan penghalusan ini dilakukan adalah karena semakin kecil ukuran suatu simplisia, maka semakin besar luas permukaan dari sejumlah bahan simplisia tersebut. Sehingga akibatnya kontak antara luas permukaan dengan pelarut (air minum) akan semakin besar. Dalam arti lain akan semakin banyak zat simplisia yang terlarut di dalam air. Setelah simplisia dihaluskan, kemudian simplisia dipanaskan dengan suhu 250°C dalam air hingga mendidih. Tujuan pemanasan dilakukan pada suhu tersebut
ini adalah agar
kandung senyawa pahit seperti alkaloid, zat pahit pikroretin dan lain lain yang terdapat dalam simplisia batang brotowali akan terurai dan menimbulkan rasa pahit. Setelah dilakukan pemasanasan, selanjutnya larutan ekstrak tersebut didinginkan hingga mencapai suhu kamar kemudian dilanjutnya dengan disaring dan digenapkan volumenya pada labu takar 50 mL. Tujuan didinginkan adalah agar larutan yang akan diuji dengan cara dicicipi oleh relawan tidak dalam keadaan panas. Sedangkan tujuan disaring adalah untuk memisahkan bahan yang
tidak larut dan akan memperoleh ekstrak yang lebih murni. Setelah itu, ekstrak yang telah diperoleh diambil sebanyak 1 mL akan diencerkan dengan air minum dalam labu takar 100 mL. Tujuan pengenceran ini dilakukan adalah agar memperoleh jumlah ekstrak yang lebih banyak. Kemudian selanjutnya dibuat suatu seri pengenceran dalam 10 tabung. Tujuan dibuat seri pengenceran ini adalah sama halnya pada larutan stok kinin sulfat yaitu untuk mengetahui tingkat kepahitan ekstrak simplisia pada batang brotowali. Larutan ekstrak dibuat dengan berbagai konsentrasi, mulai dari konsentrasi yang rendah pada tabung no 1 hingga ke konsentrasi yang tinggi yaitu tabung nomor 10. Hal ini bertujuan agar pahit yang dirasakan berbeda-beda sehingga akan diperoleh angka untuk menentukan indeks kepahitan. Selama proses pada prosedur tahap pertama dan kedua dilakukan beberapa prosedur diantaranya adalah melarutkan serta mengencerkan suatu bahan pada suatu labu takar. Setelah prosedur proses melarutkan dan mengencerkan dari suatu zat, dilakukan pengocokan pada setiap labu takar.Hal ini bertujuan agar campuran larutan yang terdapat pada labu takar menjadi homogen. Pada prosedur tahap ketiga yaitu dilakukan pengujian indeks kepahitan Hal yang dilakukan yang pertama adalah praktikan harus menentukan seseorang yang akan dijadikan relawan untuk mencicipi larutan kinin sulfat dan larutan ekstrak batang brotowali dalam pengujian penetapan indeks kepahitan dari simplisia.
Syarat
seseorang
untuk
dapat
dijadikan
relawan
adalah
apabila
pengujiannya dilakukan dengan menggunakan zat pembanding larutan kinin HCl, seseorang yang tidak dapat merasakan sensasi pahit ketika mencicipi 0,058 mg kinin HCl dalam 10 mL air maka seseorang tersebut tidak cocok untuk dijadikan relawan dalam percobaan ini.(Depkes RI, 1989 : 117-119) Hal ini berlaku juga pada kinin sulfat. Sebanyak 0,1 gram kinin HCl setara dengan 0,188 gram kinin sulfat. Artinya seseorang tidak bisa dijadikan relawan dalam percobaan ini jika seseorang tersebut tidak dapat merasakan sensasi pahit ketika mencicipi 0,109 mg kinin sulfat dalam 10 mL air. (Hal ini dinyatakan berdasarkan hasil perhitungan terhadap bobot molekul pada kinin sulfat dan kinin HCl). Setelah ditentukan relawan untuk percobaan ini, sela njutnya hal yang perlu dilakukan pada seseorang tersebut adalah membilas bagian mulutnya dengan menggunakan air minum. Hal ini bertujuan untuk menghilang sensasi suatu rasa yang ada pada lidah sebelum lidah tersebut akan menerima adanya sensasi rasa yang baru. Alasan menggunakan air minum selama percobaan prosedur penetapan indeks kepahitan yang dimulai dari proses pelarutan, pengenceran sampai pembilasan adalah karena air minum aman untuk di konsumsi. Beda halnya dengan aquadest. Aquadest tidak boleh digunakan dalam percobaan ini karena dapat menumpulkan indera pengecap pada lidah. Akibatnya dapat menimbulkan efek sensitivitas yang sangat lama pada lidah atau bahkan lidah tidak bisa merasakan sama sekali sensasi rasa yang ada. Hal ini bisa terjadi karena aquadest adalah air hasil destilasi / penyulingan sama dengan air murni atau H 2O, karena H2O hampir tidak mengandung mineral.
Sedangkan air mineral adalah pelarut yang universal. Oleh karena itu air dengan mudah menyerap atau melarutkan berbagai partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi tercemar. Dalam siklusnya di dalam tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral anorganik, logam berat dan mikroorganisme. (Teyler, 1988 : 187-188) Oleh karena itu akibat dari rendahnya kandungan mineral yang terdapat pada aquadest inilah yang menyebabkan indera pengecepap menjadi kebal / tumpul sehingga tidak bisa merasakan sensasi pahit pada simplisia yang ada. Proses selanjutnya adalah relawan mencicipi 10 mL larutan kinin sulfat dengan cara memasukkan ke dalam mulut digerakan di sekitar pangkal lidah selama 30 detik dan dimulai dari yang konsentrasinya paling encer / rendah yaitu dimulai dari tabung nomor 1 hingga nomor 9. Alasan pengujian dimulai dari larutan yang memiliki konsentrasi terendah hingga tertinggi adalah untuk memelihara sensitivitas yang cukup dari indera pengecap. Selain itu, alasan larutan tersebut digerakkan di sekitar pangkal lidah adalah karena bagian pangkal lidah merupakan bagian lidah yang memiliki sesitivitas kepekaan tinggi terhadap adanya sensasi rasa pahit. Lidah adalah indera pengecap. Indra pengecap merupakan indra yang menangkap rangsangan berupa zat kimia. Rangsangan yang diterima oleh indra pengecapan tersebut diatur oleh gustatory system. Gustatory system adalah sistem sensoris bagi indera pengecapan. Pengecapan adalah fungsi utama dari taste buds di dalam rongga mulut, lebih tepatnya pada lidah. Reseptor pengecapan terdiri dari kurang lebih 50 sel-sel epitel yang telah termodifikasi, dan membentuk
kelompok di dalam taste buds. Seseorang bisa mengatakan bahwa suatu zat tersebut memiliki rasa manis, asin, asam atau pahit karena pada bagian lidah terdapat kuncup pengecap atau reseptor pengecap. Kuncup pengecap lidah dapat merasakan empat macam rasa, yaitu manis (ujung lidah), asin (lidah bagian depan), asam (tepi lidah) dan pahit (pangkal lidah). Suatu zat yang telah dikunyah dan bercampur dengan air liur akan memasuki papila melalui pori-pori pengecap. Zat makanan tersebut merangsang rambut-rambut saraf yang terdapat pada papila. Saraf akan membawa impuls tersebut ke otak. Otak akan menerjemahkannya sebagai rasa suatu zat tersebut. (Anonim, 2007 : 74-76) Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengujian indeks kepahitan pertama terhadap larutan kinin sulfat, seorang relawan dapat merasakan adanya sensasi pahit terhadap larutan kinin sulfat adalah pada tabung nomor 4 yang mengandung konsentrasi
0,048 mg kinin sulfat dalam 10 mL larutan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kinin memiliki indeks kepahitan yang sangat tinggi karena pada konsentrasi rendahpun sudah terasa adanya sensasi pahit apalagi jika pengujian dilanjutkan pada konsentrasi selanjutnya yang lebih tinggi. Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan kelompok lain yaitu diperoleh data indeks kepahitan terhadap larutan kinin sulfat yang sudah terasa pada kelompok 1 adalah pada tabung nomor 6 yang mengandung konsentrasi 0,052 mg kinin sulfat dalam 10 ml larutan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ambang batas pahit akan berbeda beda pada setiap orang,karena rasa pahit yang timbul dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari orang
yang mencicipi,salah satunya jika seseorang tersebut tidak suka atau jarang mengkonsumsi bahan makanan yang berasa pahit, maka reseptor rasa pahitnya akan sensitif terhadap rasa pahit,lalu jika seseorang tersebut suka merokok,sedang sakit,atau setelah memakan makanan yang berbumbu kuat. Namun jika orang tersebut sudah sering mengkonsumsi bahan makanan yang berasa pahit, maka reseptor pahit tersebut bergeser kesensitifan pahitnya, sehingga akan terjadi pergeseran pada ambang batas pahitnya atau karena anatomi lidah orang yang mencicipinya rusak jadi rasa yang dirasakan tidak dihantarkan ke pusat otak untuk diproses sehingga rasanya tidak dapat dirasakan.Sedangkan faktor eksternal yaitu mungkin karena pengenceran yang dilakukan terlalu encer sehingga kinin yang terdapat didalam larutan tersebut sangat sedikit. (Depkes RI, 1989 : 117-119) Setelah itu, selanjutnya dilakukan proses pengujian indeks kepahitan terhadap larutan ekstrak batang brotowali (Tinosporae Caulis). Sebelum melanjutkan pada pengujian selanjutnya, relawan diharuskan membilas bagian mulutnya dengan menggunakan air minum. Hal ini dilakukan dengan tujuan sama halnya dengan prosedur sebelumnya yaitu untuk menghilang sensasi suatu rasa yang ada pada lidah sebelum lidah tersebut akan menerima adanya sensasi rasa yang baru. Pada pengujian indeks kepahitan tahap ke 2 ( terhadap larutan ekstrak batang brotowali) dilakukan dimulai dari tabung nomor 5 karena sebagai nilai tengah dari 10
tabung yang ada. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
menghemat waktu selama praktikum. Apabila pada tabung nomor 5 seorang relawan tidak dapat merasakan sensasi pahit maka pengujian dilanjutkan dengan
mencicipi tabung nomor 6 hingga 10. Begitupun sebaliknya apabila pada tabung nomor 5 seorang relawan dapat merasakan sensasi pahit maka pengujian dilanjutkan dengan mencicipi tabung nomor 1 hingga 4.
Hal ini dilakukan
demikian karena secara logika tabung nomor 5 yang memiliki konsentrasi larutan ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi larutan ekstrak pada tabung nomor 1 hingga 4. Apabila pada konsentrasi larutan yang tinggi pada tabung no 5 seorang relawan sudah bisa merasakan sensasi pahit, bisa saja secara logika seorang relawan tersebut bisa merasakan sensasi pahit pula pada konsentrasi dibawah tabung nomor 5. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengujian indeks kepahitan kedua terhadap larutan ekstrak batang brotowali, seorang relawan dapat merasakan adanya sensasi pahit terhadap larutan ekstrak tersebut adalah pada tabung nomor 1. Dari hasil kedua data yang diperoleh selama prosedur pengujian indeks kepahitan, maka nilai angka indeks kepahitan dapat ditentukan berdasarkan hasil perhitungan yaitu 2.400 unit/gram. Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan kelompok lain yaitu diperoleh data indeks kepahitan terhadap larutan ekstrak biji mahoni yang sudah terasa pada kelompok 1 adalah pada tabung nomor 6. Sehingga nilai angka indeks kepahitan yang dapat ditentukan berdasarkan hasil perhitungan yaitu 433,33 unit/gram. Dari kedua simplisia antara batang brotowali dengan biji mahoni dari hasil percobaan ini, ternyata indeks kepahitan tertinggi pada percobaan ini ada pada batang brotowali yang sudah terasa sensasi pahitnya pada tabung nomor 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa batang brotowali mengandung senyawa yang memliki rasa pahit yang tinggi dibandingkan biji
mahoni. Namun hal ini tidak bisa dinyatakan kebenarannya. Hal ini terjadi akibat adanya keterbatasan data literatur yang ada hasil pencarian data mengenai konsentrasi ambang rendah pada simplisia batang brotowali dan biji mahoni. Berdasarkan hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai dari konsentrasi suatu zat kinin sulfat dalam larutan akan berbanding terbalik dengan nilai indeks kepahitan. Semakin tinggi konsentrasi suatu zat kinin sulfat dalam larutan, maka semakin rendah indeks kepahitan. Begitupun sebaliknya, semakin rendah konsentrasi suatu zat dalam larutan, maka semakin tinggi indeks kepahitan. Nilai indeks kepahitan berperan dalam penentuan takaran atau kadar simplisia yang harus digunakan agar memiliki efek terapeutik dan juga untuk mengetahui suatu nilai kepahitan dari simplisia tersebut. Kaitan antara indeks kepahitan dengan mutu dari suatu simplisia adalah semakin tinggi indeks kepahitan maka semakin tinggi kualitas suatu simplisia. Karena bahwa rasa pahit itu sendiri kemungkinan besar berkontribusi terhadap aktivitas farmakologis yang diinginkan dapat mengatasi permasalahan kesehatan untuk membantu fungsi pencernaan dan meningkatkan nafsu makan.(Trevor Robinson, 2000 : 201-203) Setiap simplisia memiliki nilai kepahitan yang berbeda-beda, dan praktikan yang melakukan pengujian pun akan berbeda-beda merasakannya. Untuk mengurangi banyaknya faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut, maka simplisia yang akan diuji derajat kepahitannya harus dirasakan atau dilakukan pengujian dalam waktu yang sama dan dengan orang yang sama pula.
Sehingga dalam rentang waktu tersebut, masing-masing orang yang melakukan pengujian dikondisikan dalam suatu perlakuan yang sama dan pengujian harus dilakukan dengan 1 orang dengan orang yang sama karena sensitifitas setiap orang berbeda-beda, jadi bila dilakukan oleh orang yang berbeda derajat kepahitan yang didapat akan berbeda pula. Selain untuk penentuan kadar simplisia yang akan digunakan sebagai penstimulasi nafsu makan. Nilai kepahitan ini berhubungan erat dengan sekresi asam lambung yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena rasa pahit yang ada dapat merangsang sekresi senyawa yang ada di dalam saluran cerna. Salah satu contohnya yaitu asam lambung. Nilai kepahitan ini juga berperan dalam pemilihan bentuk sediaan. Dengan nilai kepahitan tertentu agar dapat diterima oleh konsumen, simplisia mengalami berbagai pengolahan lagi. Seperti dibentuk menjadi kapsul, sirup, pil, dan lain-lain. Dengan mengetahui nilai kepahitan, kita dapat memprediksi, dengan sediaan yang bagaimana simplisia tersebut tidak terlalu dirasakan pahit oleh konsumen sehingga konsumen mau untuk mengkonsumsi obat tersebut. (Harborne,1996 : 67-68)
VI
Kesimpulan
Setelah dilakukannya percobaan penetapan indeks kepahitan pada simplisia uji dapat disimpulkan bahwa: 1. Percobaan ini dilakukan berdasarkan penentuan derajat kepahitan dengan indera pengecap dari suatu simplisia yang dibandingkan dengan zat lain misalnya kinin sulfat atau kinin HCl dengan alasan karena zat tersebut memiliki senyawa pahit yang dapat terdeteksi dalam ambang serendah mungkin 2. Berdasarkan hasil percobaan maka diperoleh data indeks kepahitan dari
simplisia batang brotowali yaitu 2400 unit/gram setelah dibandingkan dengan indeks kepahitan larutan kinin sulfat 3. Selain diperoleh data indeks kepahitan batang brotowali (2400unit/gram) diperoleh data indeks kepahitan dari simplisia biji mahoni (kelompok 1) (433,33unit/gram) Hasil ini menunjukkan bahwa ambang batas pahit setiap orang akan berbeda karena adanya beberapa faktor contohnya kebiasaan hidup. Selain itu batang brotowali mengandung senyawa yang memliki rasa pahit yang tinggi dibandingkan dengan biji mahoni. Namun hal ini tidak bisa dipastikan benar, akibat dari adanya keterbatasan data literatur yang ada. 4. Semakin tinggi indeks kepahitan maka semakin tinggi pula mutu kualitas simplisia. Karena senyawa pahit yang ada akan berkontribusi pada aktivitas farmakologi. Contohnya dapat merangsang sekresi asam lambung sehingga dapat meningkatkan nafsu makan