SEJARAH MASJID AGUNG BANDUNG DAN PERANANNYA DALAM SYIAR ISLAM DI KOTA BANDUNG
(Berdasarkan Wawancara dan Kajian Teoritis)
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Sejarah Lokal
Disusun Oleh:
KELOMPOK II
ANDRE BAGUS IRSHANTO ( 1104592)
FAJAR ROHMAN RISWARA (1101104 )
GILANG EKA JANUAR ( 1100092)
NOERHADI PRATOMO ( 1102044)
RULLY SANTOSA (1102077 )
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Allah Swt karena dengan Rahmat dan RidhaNya kami dapat merampungkan Makalah yang berjudul "SEJARAH MASJID AGUNG BANDUNG DAN PERANANNYA DALAM SYIAR ISLAM DI KOTA BANDUNG" . Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Lokal
Terimakasih kami ucapkan kepada nara sumber Bpk Hadiat sebagai Kepala Tata Usaha Mesjid Agung Bandung yang telah memberikan informasi yang bermanfaat dalam penyusunan makalah ini, tak lupa juga kami ucapakan terimakasih kepada Drs. Syarief Moeis dan Wawan Darmawan M.Hum sebagai dosen pengampuh Matakuliah Sejarah Lokal atas arahan dan bimbingannya .
Tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Lokal, juga sebagai bahan pengetahuan mengenai sejarah kota Bandung sebagai Ibukota provinsi Jawa Barat ( umumnya) dan khususnya sejarah Masjid Agung Bandung serta peranannya dalam syiar Islam di Kota Bandung bagi mahasiswa jurusan pendidikan sejarah, dan semoga dapat dapat dipakai untuk bahan ajar sejarah lokal kepada anak murid di sekolah ( SMP dan SMA) untuk Sejarah lokal kota Bandung
Makalah ini bukan karya yang sempurna karena masih banyak kesalahan baik materi,sistematika,maupun tekhnik penulisan. Akhirnya semoga Makalah ini bermanfaat bagi kami ( anggota kelompok) khususnya , umumnya bagi para pembaca.
BANDUNG, Maret 2013
i
SEJARAH MASJID AGUNG BANDUNG DAN PERANANNYA DALAM SYIAR ISLAM DI KOTA BANDUNG
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI. ............................................................................................... ii
BAB. I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................... 3
BAB. II SEJARAH UMUM KOTA BANDUNG ................................... 4
BAB. III SEJARAH PERKEMBANGAN MASJID AGUNG
III.1 Masjid Agung Bandung Pada Masa Kolonial
Sampai Masa Kemerdekaan ................................................9
III.2 Masjid Agung Bandung Pada Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang ........................................................... 12
III..3 Peranan Masjid Agung Bagi Syiar Islam
Di Bandung. ........................................................................20
BAB. IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan ........................................................................22
IV.2 Saran.......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 25
LAMPIRAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai pusat dan Ibukota dari Propinsi Jawa Barat, Kota Bandung amatlah banyak menyimpan berbagai cerita dan peninggalan-peninggalan penting para leluhur yang memiliki unsur historis yang kuat. Semua peristiwa yang telah terjadi di masa lampau itu dapat kita lihat dari berbagai bangunan, monumen, museum serta situs-situs sejarah yang ada di Kota Bandung.
Masjid Agung Bandung menjadi salah satu masjid tertua di kota Bandung , di bangun pada awal abad ke 19 yaitu pada tahun 1811/1812, bersamaan dengan pemindahan Ibukota Kabupaten Bandung dari daerah Krapyak ( Parakanmuncang) ke Cikapundung. Raden Wiranatkusuma II adalah bupati Bandung yang memiliki kebijakan untuk tidak merubah tatanan yang sudah ada yaitu pola kota tradisional dan juga sebagai penggagas dan pendiri Masjid Agung Bandung .
Sejak didirikan pada tahun 1812 sampai sekarang ini, Mesjid Agung Bandung ini telah memegang peranan yang sangat penting diantaranya adalah sebagai suatu simbol keagamaan, pusat penyiaran dan peribadatan umat Islam serta sarana untuk berinteraksi dengan sesama masyarakat Muslim yang ada di Kota Bandung maupun dari luar Kota Bandung. Bentuk dari bangunan Mesjid Agung Bandung ini juga telah mengalami beberapa perubahan dan renovasi mulai dari bentuk semula yang masih sederhana dan tradisional sampai ke bentuk yang sangat megah sekarang ini.
Masjid Agung terletak di pusat Kota Bandung dan yang lebih sering dikenal dengan sebutan"Masjid Raya Bandung Propinsi Jawa Barat". Letaknya strategis karena berdekatan dengan Alun-alun dan Pendopo Kabupaten yang sekarang adalah kantor Walikota Bandung, membuat Masjid ini menjadi tujuan para jamaah sekitar dan pendatang untuk beribadah maupun sekedar beristirahat untuk melepaskan rasa lelah.
1
Berhubungan dengan perkembangan zaman dewasa ini, tentu kita sebagai masyarakat lokal sekitar Kota Bandung maupun masyarakat Propinsi Jawa Barat seyogyanya tidak dengan begitu saja melupakan , bahkan ingin mengetahui serta memahami lebih mendalam tentang sejarah serta peran dari Masjid Agung Bandung.
Realita yang ada sekarang daerah sekitar Masjid Agung Bandung sangat tidak teratur dan terkesan kumuh dengan sekelilingnya didesak oleh gedung-gedung pertokoan serta dipenuhi oleh para pedagang kaki lima( PKL), yang menyebabkan pemandangan masjid agung Bandung terkesan kumuh dan semrawut. Namun dengan kondisi lingkungan Masjid Agung yang tidak kondusif tersebut , bagaimana Masjid Agung dapat tetap melaksanakan peranannya dalam syiar Islam.
I.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan kami bahas dalam Makalah ini adalah :
1) Kapan Masjid Agung Bandung berdiri ?
2) Siapa yang menggagas dan mengarsiteki berdirinya Masjid Agung Bandung ?
3) Bagaimana perkembangan sejarah Masjid Agung Bandung dari pertama kali didirikan pada masa kolonial Belanda sampai sekarang dan bagaimana peranannya dalam menyiarakan Agama Islam di Bandung?
4) Sejak pertama kali berdiri sudah berapa kali Masjid Agung mengalami renovasi , dan bagaimana perubahan gaya arsitekturnya?
5) Apa yang dilakukan oleh pemerintah kota Bandung dalam rangka memelihara dan menjaga lingkungan Masjid Agung Bandung dan sekitarnya ?
7) Siapakah Imam Besar Masjid Agung Bandung sejak masa Kolonial Belanda sampai sekarang ?
8) Program apa sajakah yang diselenggarakan oleh DKM Masjid Agung dalam rangka mensyiarkan Islam di kota Bandung?
9) Bagaimana respon masyarakat di sekitar Masjid Agung bandung dengan keberadaan Masjid Agung?
2
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penyusunan Makalah ini adalah :
Untuk memperoleh gambaran umum mengenai perjalanan sejarah Kota Bandung serta sejarah awal berdirinya Masjid Agung Bandung sejak masa kolonial sampai sekarang dengan ciri khas di setiap periode zaman .
Mengkaji dari berbagai sumber sehingga dapat mengetahui peranan dan kontribusi di Masjid Raya Bandung dari masa kolonial sampai kepada sekarang.
Memverifikasi kembali informasi tentang Masjid Agung Bandung , antara data-data yang tertulis dengan hasil wawancara dengan narasumber .
Dapat mengetahui kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh DKM Masjid Agung dalam rangka untuk memakmurkan Masjid.
Dapat mengetahui sejarah perkembangan bentuk arsitektur bangunan Masjid Agung dari masa ke masa.
3
BAB II
SEJARAH UMUM KOTA BANDUNG
Sebelum memamaparkan tentang sejarah Kota Bandung, kami akan menyampaikan terlebih dahulu definisi dari sejarah lokal dan sejarah kota menurut para ahli. :
Menurut Teuku Ibrahim Alfian : " Sejarah lokal adalah daripada unit-unit yang lebih kecil dari daerah administrasi ketatanegaraan tingkat propinsi , yang terdiri dari sejarah kabupaten , kota dan desa.'' (Madjid, 2007)
Menurut Prof Dr Taufik Abdullah : " Sejarah lokal hanyalah berarti sejarah dari suatu tempat, atau suatu locality yang batasannya ditentukan oleh perjanjian yang diajukan penulis sejarah ( sejarawan)" (Abdullah, 2005)
Sedangkan Sejarah kota menurut Purnawan Basundoro " Sejarah kota adalah hanya peristiwa-peristiwa yang disebut kota saja yang kita anggap sebagai bagian sejarah kota." (Basundoro, 2012)
Drs Abdurachman Surdjomihardjo, mendefiniskan sejarah kota adalah "Seperti halnya sejarah desa, sejarah kota juga pada dasarnya merupakan pengembangan lebih khusus dari sejarah sosial." (Widja, 1989) .
Berdasarkan definisi dari para ahli tersebut, bahwa Sejarah Lokal adalah sebuah bagian dari kajian sejarah yang membahas mengenai kelampauan bersama pada masyarakat dengan cakupan yang lebih sempit dan terbatas, dan batasan spasial sejarah lokal ditetapkan sendiri oleh sejarawan itu sendiri. Sedangkan Sejarah Kota adalah salah satu bagian dari kajian sejarah sosial yang membahas beberpa peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di daerah kota.
Berkenaan dengan tema Makalah ini "Sejarah Masjid Agung Bandung Dan Peranannya Dalam Syiar Islam di Bandung" adalah dapat termasuk dalam materi Sejarah Lokal maupun Sejarah Kota.
4
Kota Bandung adalah salah satu kota besar yang terletak di provinsi Jawa Barat. Terdapat banyak versi mengenai asal-usul penamaan Kota Bandung, namun kami tidak akan membahas satu persatu.
Secara kebahasaan yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka (1994) dan Kamus Sunda-Indonesia terbitan Pustaka Setia (1996) , bahwa kata " Bandung" berarti berpasangan dan berarti pula berdampingan . Ada sebuah pendapat lain yang mengatakan bahwa akar kata" Bandung" mengandung arti besar atau luas, kata tersebut berasal dari akar kata bandeng yang dalam bahasa sunda, Ngabandengan adalah sebutan untuk genangan air yang luas dan tampak tenang , namun terkesan menyeramkan, diduga kata" Bandengan'' itu kemudian berubah bunyi menjadi Bandung.
Secara historis , kami mengutip pendapat seorang sejarawan asal UNPAD Prof Dr A Sobana Hardjasaputra mengenai asal-usul nama Bandung : "Secara historis, kata atau nama " Bandung" mulai dikenal sejak di daerah bekas danau tersebut berdiri pemerintahan Kabupaten Bandung ( sekitar tiga dekade abad ke 17). (Hardjasaputra, 2000) ''
Dari awal berdiri Kabupaten Bandung pada hari Sabtu tanggal 9 Muharam Tahun Alip ( 20 April 1641 menurut F de Han ,16 Juli 1633 menurut Prof Dr Soekanto Dan Dr J Brandes) hingga berakhirnya kekuasaan Kompeni VOC ( Akhir tahun 1779) Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak. Selama itu Kabupaten Bandung dipimpin oleh enam orang bupati. Tumenggung Wiranatunagung ( merupakan bupati yang pertama yang diangkat oleh Mataram ) yang memerintah hingga tahun 1681. Sisa lima Bupati yang lain memerintah saat zaman Kompeni Belanda . Baru pada masa gubernur Bupati Wiranatakusuma II ( 1794-1829) memidahkan ibukota Kabupaten Bandung dari Krapyak ke Kota Bandung.
Ketika Kabupaten Bandung dipimpin oleh Bupati Wiranatakusuma II , VOC mengalami kebangkrutan (Desember 1799) . Kekuasaan di Nusantara selanjutnya diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda dengan gubernur Jendral pertama , Herman Willem Daendels (1808-1811). Di daerah Bandung, Herman Willem Daendels menancapkan tongkatnya sebagai tanda pusat kota (terletak di tengah ruas
5
Jalan Asia Afrika sekarang ) ia juga bersumpah apabila ia kembali ke daerah itu, maka ia akan membangun daerah itu menjadi kota. Sejak saat itu Herman Willem Daendels memerintahkan Bupati Bandung untuk memindahkan ibu kota kabupaten Bandung dari daerah Krapyak (Dayeuh kolot) ke Kota Bandung ( tanggal 25 September 1810.)
Sejak berdiri tahun 1810 hingga pertengahan tahun 1864 kota Bandung masih belum tertata secara rapih, baru pada tahun 1825 dibuat rencana pengembangan Kota Bandung dengan di rencanai oleh R.A Wiranatakusumah II, yaitu dangan cara menata kota dengan gaya tradisional , dengan menempatkan, pendopo sebagai gedung pusat pemerintahan, alun-alun dan membangun sebuah Masjid yang bernama Masjid Agung Bandung . Pada tahun 1825 wilayah Kota Bandung masih sangat kecil , dengan tataruang kota masih sederhana . Kondisi ini berlangsung sampai pertengahan abad 19
Gambar Peta Kota Kabupaten Bandung Tahun 1825
6
Baru pada pertengahan abad ke 19 tepatnya pada tahun 1850 , Bupati R.A Wiranatakusuma IV ( 1846-1876) bertindak sebagai arsitek merenovasi bangunan Pendopo Kabupaten Bandung dan Masjid Agung . Material kedua bangunan itu daganti oleh tembok batu dan atapnya digantikan oleh genting . Di belakang pendopo di bangun gedung tambahan.
Gambar Bupati R.A Wiranatakusuma IV ( 1846-1876)
Gambar Pendopo Kabupaten Bandung setelah renovasi
pada masa R.A Wiranatakusuma IV
7
Perkembangan kota Bandung mengalami perubahan secara besar-besaran pada massa RA. Kusumadhilaga (1874-1879), terutama setelah transportasi kereta api beroperasi pada tahun 1884 , karena Kota Bandung berfungsi sebagai pusat kegiatan transportasi kereta api " Lin Barat''. Dengan beroperasinya transportasi kereta api telah mendorong berkembangnya kehidupan kota kabupaten Bandung.
Pada tahun 1884-1930an, Bandung sebagai Ibu kota Priangan mendapatkan berbagai julukan : Si cantik Masih tertidur , Garden Off Allah (1921), Bandung nan Permai ( Mooi Bandoeng) , Bandung Maju ( Bandung Vooruit) , Bandung Meningkat ( Bandoeng Exceliour) , Bandung Kota Taman ( Garden City) , Kota Pensiunan ,Kota kaum Intelektual di Hindia Belanda, dan Europe in de Tropen karena berada di derah tropis . Julukan lain yang juga populer adalah Parijs Van Java dan Bandung Kota Kembang .
Setelah kemerdekaan, Perdana Menteri India Pandit Jawaharal Nehru pada tahun 1955 memberikan julukan kepada kota ini adalah sebagai ibukota Asia Afrika, karena di kota ini pada tahun 1955 diselanggarakan konfrensi akbar bangsa Asia dan Afrika.
Berbagai julukan yang pernah di sematkan kepada kota Bandung karena keindahan, kebersihan, kenyamanan dan kesejukannya tersebut sudah mulai hilang dan pudar serta tidak pantas lagi disandang oleh Kota Bandung saat ini , hal ini disebabkan kondisi kota yang berkembang tidak teratur , banyak pembangunan gedung baik perkantoran, hotel-hotel, mal-mal, dan bangunan lainnya tidak mengikuti tata kota yang telah ditentukan sebelumnya juga tidak memperdulikan kelestarian alam sekitar, tetapi dilakukan dengan cara menebang hutan yang seharusnya berfungsi sebagai paru-paru kota yang menyebabkan udaranya tidak sesejuk dahulu dan wajah kota bandung semakin semrawut dan tidak tertata. Adalah tugas kita semua sebagai warga Bandung untuk mencintai Kota Bandung dengan cara menjadi warga yang baik, tertib dan senantiasa menjaga kelestarian lingkungan.
8
BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN MASJID AGUNG
III.1 Masjid Agung Pada Masa Kolonial Sampai Masa Kemerdekaan
Sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa Masjid Agung didirikan pada tahun 1812 dengan bentuk bangunan panggung tradisional yang sederhana, bertiang kayu, berdinding anyaman bambu, beratap rumbia dan dilengkapi sebuah kolam besar sebagai tempat mengambil air wudhu. Air kolam ini sangat bermanfaat sebagai sumber air untuk memadamkan kebakaran yang terjadi di daerah Alun-alun Bandung pada tahun 1825.
Sumber lain menyatakan bahwa Masjid Agung didirikan bersamaan dengan pembangunan Pendopo Kabupaten Bandung di selatan Alun-alun yang diresmikan pada tanggal 25 September 1810. Sebuah pendapat cukup berdasar, karena Masjid Agung (selain Alun-alun dan Pendopo Kabupaten) merupakan salah satu elemen pusat kota tradisional di masa Hindia Belanda, sebagai symbol religiusitas pemerintahan dan masyarakatnya serta sebagai pusat keagamaan kota.
Foto Masjid Agung
Pada tahun 1810
9
Masjid Agung merupakan bangunan yang sangat penting dalam tatanan kota dan lingkungan Alun-alun. Masyarakat Priangan sangat taat dalam menjalankan ibadah Agama Islam, sehingga Masjid Agung merupakan pusat kegiatan spiritual dan keberadaannya merupakan suatu keharusan. Masjid Agung adalah tempat aktivitas shalat berjamaah, belajar mengaji, dan berinteraksi sosial masyarakat seperti ceramah dan diskusi agama, memperingati hari keagamaan seperti Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Mi'raj, Shalat Ied, dan tempat melangsungkan Akad Nikah., ,bahkan juga berfungsi sebagai Baitul Mal yaitu tempat penerimaan Zakat dan mengurus kesejahteraaan ummat. Saat itu, Masjid Agung Bandung lebih dikenal masyarakat sebagai "Bale Nyungcung" karena bentuk atapnya yang lancip (nyungcung) seperti gunungan.
Menurut catatan Dr. Andries de Wilde Sang Tuan Tanah Bandung Raya (1830), Masjid Agung berhadap-hadapan dengan Bale Bandung di sebelah timur. Bale Bandung befungsi sebagai tempat pertemuan dan menerima tamu terhormat Kabupaten Bandung. Pengelolaan Masjid Agung pada masa itu secara instansional dikelola oleh Bupati dan operasionalnya dilimpahkan kepada orang yang menjabat sebagai Penghulu Bandung. Penghulu itu berfungsi sebagai Top Manager yang mengatur Tata Tertib dan kemakmurannya dengan dibantu oleh staf petugas yang diangkat dan diberhentikan oleh Penghulu tersebut sebanyak + 40 karyawan. Mereka melaksanakan tugasnya masing-masing sesuai ketetapan, ada yang menjadi Imam, Khatib, Muadzin Muroqi dsb.
Dengan adanya pengelolaan dan pemeliharaan yang sistematis itu maka syi'ar dan kemakmuran masjid bisa terpancar dengan hasil yang memuaskan pada masa itu. Hal itu terwujud karena di samping berkat ketekunan para teknokrat masjid dalam melaksanakan tugasnya sebagai khadim (pelayan) umat, juga disebabkan honor/gaji karyawan yang cukup memadai. Honor tersebut diambil dari prosentase biaya Nikah Talak dan rujuk serta pemasukan zakat.
10
Sejak didirikannya, Masjid Agung telah mengalami delapan kali perombakan pada abad ke-19, kemudian lima kali pada abad ke-20.Tahun 1826 bangunan Masjid Agung secara berangsur-angsur diganti menjadi bangunan berkonstruksi kayu.
Tahun 1850 berangsur-angsur bangunan di kawasan Alun-alun dirombak untuk meningkatkan kualitas bangunan. Bangunan Masjid Agung diganti dengan bangunan tembok batu-bata dan atap genting atas prakarsa Bupati R.A. Wiranatakoesoemah IV atau Dalem Bintang (1846-1874) Masjid Agung sudah dilengkapi pagar tembok di sekeliling Masjid setinggi kurang lebih dua meter bermotif sisik ikan yang merupakan gaya ornamen khas Priangan. Beberapa waktu kemudian penampilan masjid berubah menjadi beratap tumpang susun tiga seperti Bale Nyungcung, berpintu gerbang dan berhalaman luas
Foto Masjid Agung Pada tahun 1870 an
setelah Renovasi
Tahun 1900 Masjid Agung dibuat lebih representative, lengkap dengan ciri khusus seperti masjid tradisional pada umumnya, yaitu bentuk segi empat dan atap tumpang susun tiga, serta dilengkapi Mihrab, Pawestren, Bedug, Kentongan dan Kolam, tetapi belum dilengkapi dengan menara.
11
Pada tahun 1930-an tepatnya pada tahun 1935 berdasarkan rancangan arsitek Maclaine Pont, Masjid Agung dilengkapi dengan serambi (pendopo) depan dan sepasang menara pendek beratap tumpang susun di kiri dan kanan bangunan.
Foto Masjid Agung pada tahun 1935 banyak terjadi perubahan terutama pada atap yang semakin menjulang dan ada penambahan menara kembar di depan Masjid
Pada masa kemerdekaan, Masjid Agung Bandung yang juga sering disebut Kaum Bandung dipandang sebagai masjid yang paling cocok untuk dikatakan sebagai Masjid Ibukota Propinsi Jawa Barat, karena letaknya berada di pusat Kota Bandung yang menjadi Ibu Kota Propinsi Jawa Barat.
III.2 Masjid Agung Pada Massa Kemerdekaan Sampai Sekarang
Kota yang pernah menjadi tempat dilangsungkannya Konferensi pertemuan besar baik tingkat nasional maupun internasional seperti Konferensi Asia Afrika, Konferensi Islam Asia Afrika dsb.Pada tahun 1955 Masjid Agung mengalami perombakan total.Perubahan drastis tampak pada atap.
12
Atap tumpang susun tiga yang dipakai sejak tahun 1850 diubah menjadi kubah model atap bawang bergaya Timur Tengah.Kedua menara pendek dibongkar, serambi diperluas, ruang panjang di kiri kanan masjid (pawestren) dijadikan satu dengan bangunan induk. Sebuah menara tunggal didirikan di halaman depan Masjid sebelah selatan.
FOTO Masjid Agung setelah Konfrensi Asia Afrika
tahun 1955
Kubah Masjid Agung sempat rusak akibat tiupan angin kencang sehingga perlu diperbaiki tahun 1965.Tahun 1967 dilakukan penambahan ruangan pada serambi kanan Atas . Dan pada tahun 1969 atas inisiatif dari Bapak R.H.A.Satori Kepala Perwakilan Departemen Agama Propinsi Jawa Barat mulai dirintis perubahan dan perbaikan. Maka pada tahun 1969 direncanakan pembaharuan secara menyeluruh dan dibuatkan dalam bentuk miniatur (maket).
Setelah Bapak Solihin GP dilantik menjadi Gubernur Jawa Barat rencana tersebut lebih dimatangkan dan langsung beiau sendiri yang menyelesaikannya.Berdasarkan hasil musyawarah dari semua unsur yang ada di Jawa Barat maka terbitlah SK Gubernur Jabar tanggal 1 Mei 1972 No. 106/XVII/Dirt.Pem./SK/72 tentang Pembangunan Masjid Agung Bandung dan Pengangkatan Personalia Pembangunan Masjid Agung Bandung.
13
Sebagai Ketua Direksi adalah Bapak H. Jahja dan waklinya Kepala DPU Jawa Barat Bapak Ir.Karman, sedangkan para perencananya ialah :
Ir. Adjat Sudradjat
Prof.Dr. Sjadali
Ir. Noe'man
Ir. Luthfi
Para Arsiteknya adalah :
Ir. Slamet Wirasendjaja
Ir. Raswoto
Ir. Saharti
Ir. Toni Suwandito
Pada tanggal 3 April 1971 rencana itu baru dapat dimulai.Untuk tahap pertama pembuatan menara dan jembatan yang menghubungkan Masjid dengan Alun-alun. Pembuatan Menara & jembatan yang kokoh itu menghabiskan biaya sekitar Rp. 20.000.000,- dan selesai tanggal 4 januari 1972.
Setelah itu diadakan pembongkaran bangunan lama untuk segera dibangun masjid baru, dan hasil bongkarannya disalurkan/diwakafkan kepada masjid-masjid yang ada di Kota Bandung.Pada tangga19 Juni 1972 berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No.234/A-V/16/SK/72 tentang Peletakan Batu Pertama Pembangunan Masjid Agung Bandung, maka dilakukanlah Peletakan Batu Pertama oleh Bapak Gubernur Jawa Barat bersama Pangdam VI Siliwangi.
Pada tanggal 3 April 1971 rencana itu baru dapat dimulai.Untuk tahap pertama pembuatan menara dan jembatan yang menghubungkan Masjid dengan Alun-alun. Pembuatan Menara & jembatan yang kokoh itu menghabiskan biaya sekitar Rp. 20.000.000,- dan selesai tanggal 4 januari 1972.
14
Setelah itu diadakan pembongkaran bangunan lama untuk segera dibangun masjid baru, dan hasil bongkarannya disalurkan/diwakafkan kepada masjid-masjid yang ada di Kota Bandung.Pada tangga19 Juni 1972 berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No.234/A-V/16/SK/72 tentang Peletakan Batu Pertama Pembangunan Masjid Agung Bandung, maka dilakukanlah Peletakan Batu Pertama oleh Bapak Gubernur Jawa Barat bersama Pangdam VI Siliwangi.
Masjid diperluas, bangunan dibuat berlantai dua. Tempat pengambilan air wudhu dipindahkan ke ruangan di bawah permukaan tanah (basement) Lantai dasar dipakai sebagai tempat shalat utama dan ruang kantor, sedangkan lantai kedua difungsikan sebagai mezanin untuk tempat shalat yang berhubungan langsung dengan serambi luar yang dihubungkan dengan jembatan beton ke tepi Alun-alun bagian barat. Jembatan ini tambah "merusak" tampilan Masjid, karena hampir sepenuhnya menutupi tampilan bagian muka Masjid yang tampilan kedua sisi Masjid telah tertutupi bangunan. Menara lama dibongkar dan diganti dengan menara tunggal yang tinggi di tepi Masjid bagian selatan. Menara diberi ornament selubung (shading) dari bahan logam. Atap kubah model bawang diganti dengan model atap joglo.
Bangunan baru yang berada di atas tanah wakaf ditambah dengan tanah hasil pembelian Pemda Kotamadya Bandung seluas + 2.464.M2 menghabiskan biaya sebesar Rp. 135 juta dan selesai pada 1 Oktober 1973.
Bangunan baru itu dapat menampung + 5000 jamaah di lantai bawah dan + 2000 jamaah di lantai atas. Selain itu juga terdapat ruangan kantor,perpustakaan dan tempat wudhu. Biaya pembangunan tersebut diperoleh dari sumber sbb :
Sumbangan Bapak Presiden RI Rp. 15.000.000,-
Sumbangan Bapak Menteri Dalam Negeri Rp. 5.000.000,-
Sumbangan dana Nikah, Talak, Ruju' (Depag) Rp. 42.000.000,-
Sumbangan dari simpanan Calon Jamaah Haji Rp. 22.000.000,-
Sumbangan dari APBD Prop.Jabar 1972/1973 Rp. 90.000.000,-
Sumbangan dari Pemda Kotamadya Bandung Rp. 14.000.000,-
Sumbangan dari Perencana Rp. 3.000.000,-
15
Mengenai qiblat Masjid Agung ialah 25 derajat ke arah utara dan khatulistiwa sesuai hasil musyawarah Ulama yang dipimpin oleh Penghulu dari Kotamadya Bandung, KH.R.Totoh AbdulFatah dengan para peserta yaitu :
KH.Mh. Sudja'I dari Pesantren Cileunyi Bandung
KH.R.Ahmad Al-Hadi dari Pesantren sukamiskin
KH.O. Burhanudin dari Pesantren Cijaura
KH.R.Moh. Jahja dari Wakil Ketua Pengadilan Agma Bandung
KH.Moch.Dachlan Kepala Jaw. Pengadilan Tinggi Agama Prop. Jabar
KH.Ali Utsman dari Jl. Pangarang Bandung
KL. Sasmita dari Jl. Nakula Bandung
KA. Iping Zainal Abidin dari JL. Mo Toha Bandung
K.Moh Salmon dari Jl Saledri Bandung
K.R..Moh. Jahja dari Jl. A.Yani Bandung
KH.R. Moh. Kosim Perwak. Depag Kodya Bandung
K. Isa Maftuh Staf Perwakilan Depag Kota Bandung
Juga dibantu oleh staf ahli dari Jawatan Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Barat di bawah pimpinan Ir. Wahyu yang diselenggarakan pada Hari Senin, 8 Shafar 1391 H./ 5 April 1971 M. Setelah diadakan pengecekan kembali oleh tim Pelaksana Penentuan arah Kiblat bersama Ulama pada tanggal 30 Mei 1972 maka terbukti bahwa hasil musyawarah Ulama tersebut memang tepat. Jadi Qiblat bagi Masjid Agung Bandung ialah 25 derajat dari Arah Barat.
Namun Bapak Gubernur Jawa Barat Bapak solihin GP masih menginginkan agar masjid terus dilengkapi dan disempurnakan sehingga peresmiannya ditangguhkan sampai tahun 1974. Maka untuk merealisasikan keinginan tersebut, Bapak Gubernur selain menyediakan dana juga mengajak kepada kaum muslimin untuk ikut berpartisipasi langsung dengan dikeluarkannya Surat Edaran No.428/A.I/Kesra/ 73 tanggal 3 Oktober 1973, yang dipercayakan kepada Kepala Perwakilan Depag Prop Jabar Bapak .H. Zainal Dahlan, MA.
16
Perlu diketahui juga bahwa Ir. Soekarno (presiden pertama RI) pernah ikut andil dalam pembangunan Masjid Agung ini, bahkan beliau juga yang merencanakan untuk menjadikan Masjid Agung Bandung ini sebagai "Quwwatul Islam" (pusat kekuatan Islam) yang besar dan Agung, namun cita-cita itu gagal karena dihalang-halangi oleh pihak kolonial Belanda.
Pada tahun 1980-an, penampilan Masjid Agung sungguh memprihatinkan.di depan dinding muka Masjid dibangun tembok tinggi yang diberi ornament dari batu granit dan pintu gerbang besi. Dinding ini nyaris menutupi sepenuhnya tampilan Masjid dan memberi kesan mengisolasi Masjid sebagai tempat "tertutup", kurang menarik perhatian bagi masyarakat yang lewat di depannya, mungkin ini akibat invasi bangunan pertokoan dan restoran di kiri kanan Masjid Agung, sehingga keberadaan Masjid Agung seperti terisolasi di antara hiruk pikuknya lingkungan Alun-alun Bandung dan sekitarnya. Puncak menara diganti menjadi model kubah mirip bola dunia yang terbuat dari rangka besi.Rangka besi kubah menara dililiti rangkaian lampu-lampu kecil yang dinyalakan di waktu malam.
Foto Masjid Agung pada tahun 1970an -2001
17
Untuk mengembalikan citra Masjid Agung agar menjadi kebanggaan masyarakat Bandung dan Jawa Barat, maka terbitlah SK Walikota Bandung Nomor 023 Tahun 2001 tanggal 11 Januari 2001 tentang Panitia Pembangunan Masjid Agung. Maka di tangan arsitek Prof. Ir. Slamet Wirasonjaya MLA, IAI, Ir. H. Loekman IAI.dan Ir. Koelman IAI, Masjid Agung mulai mengalami perubahan yang cukup signifikan. Lantai Masjid diperluas dengan bangunan baru yang didirikan di Alun-alun bagian barat, sehingga memakan jalan umum di depan Masjid dan setengah luas Alun-alun. Atap model joglo diubah menjadi kubah beton berdiameter 30 M. Bangunan baru Masjid di lahan Alun-alun dihiasi oleh dua kubah berdiameter 25 M. Renovasi Masjid yang besar-besaran ini ternyata mengundang perhatian Bapak Gubernur Jawa Barat, H R.Nuriana. Maka beliau mengundang para Panitia Pembangunan untuk mengadakan pertemuan. Dalam sebuah pertemuan itu, atas saran Wakil Ketua Pembangunan, Drs. H. Tjetje Soebrata, SH.,MM timbul gagasan untuk merubah nama Masjid Agung Bandung yang beralamat di Jl.Dalem Kaum No.14 ini menjadi "Masjid Raya Bandung Jawa Barat". Usulan itu beliau lontarkan mengingat provinsi Jawa Barat belum memiliki Masjid Raya. Usulan itu disambut dengan baik oleh Walikota Bandung, H. Aa Tarmana, yang kemudian disampaikan kepada Bapak Gubernur Jabar sehingga menjadi Masjid Raya Bandung Propinsi Jawa Barat dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana pada tanggal 4 Juni 2003.
Proyek Renovasi dan pembenahan ini diharapkan akan memancarkan nuansa baru Masjid Raya Bandung Propinsi Jawa Barat, terutama dengan dibangunnya menara kembar yang menjulang tinggi masing masing 81 meter, yang semula direncanakan setinggi 99 meter. Hal ini mencerminkan Nama-nama Allah SWT (Asmaul Husna). Tetapi karena pertimbangan keamanan lalu lintas udara, maka tinggi menara kembar yang diizinkan hanya setinggi 81 meter. Namun menurut Ir. Gilang Nugroho (Site Manager), ketinggian menara kembar ini tetap 99 meter jika dihitung dari pondasi setinggi 18 meter. Menara Kembar tersebut selain berfungsi untuk kepentingan spiritual, juga akan dimanfaatkan untuk kepentingan komersial, telekomunikasi dan obyek wisata.
18
Atap tradisional Masjid diganti dengan bentuk kubah, sehingga kesan bangunan masjid akan lebih mudah dikenali. Luas Tanah keseluruhan adalah 23.448 M2, dan luas bangunan keseluruhan adalah 8.575 M2.Kapasitas jamaah Masjid lama adalah 7.836 jamaah.Kapasitas masjid baru 4.576 jamaah.Sehingga kapasitas seluruhnya mencapai 12.412 jamaah.
Proyek Renovasi ini menghabiskan dana sebesar Rp. 80 milyar, termasuk penataan kawasan Alun-alun (plaza). Kawasan Alun-alun ini dibangun menjadi dua lantai yang masing-masing tingginya sekitar empat meter dengan fungsi yang berbeda. Lantai paling bawah (9255 M2) dipergunakan untuk parkir saja, sedangkan lantai di bagian atasnya (8374 M2) selain untuk parkir juga dipergunakan untuk menampung para PKL, sarana kantor dan WC Umum. Sedangkan di Alun-alun terdapat taman gantung yang mengadopsi dari Mediterania. Seluruh proyek Pembangunan ini - yang juga melalui kerja sama dengan pihak swasta- Alhamdulillah telah selesai dan diresmikan pada tanggal 11 Januari 2007 oleh Bapak Gubernur Jawa Barat, Drs. H. Danny Setiawan, M.Si dan Walikota Bandung H. Dada Rosada, M.Si.
Foto Masjid Agung pada massa sekarang
19
III.3 Peranan Masjid Agung Bagi Syiar Islam di Bandung
Kubah Masjid Agung sempat rusak akibat tiupan anginkencang sehingga perlu diperbaiki tahun 1965.Tahun 1967 dilakukan penambahan ruangan pada serambi kanan masjid sehubungan dengan berdirinya Madrasah Diniyah, Taman Kanak-kanak dan Poliklinik "YAPMA".Kemakmuran Masjid Agung Bandung tampak lebih menonjol ketika itu karena dari masjid ini tidak hanya terdengar suara alunan adzan, shalat tapi juga gemuruhnya suara orang-orang yang sedang menuntut ilmu mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai kakek nenek. Ceramah keagamaan dan kursus-kursus silih berganti bahkan lebih dari itu masjid juga dijadikan sebagai wadah untuk melayanai masyarakat yang sedang menderita sakit lahir, penyakit bathin dan masalah rumah tangga. Penyakit lahir dilayani oleh Dokter di Poliklinik, penyakit bathin dilayani oleh para ulama dan masalah rumah tangga dilayani oleh BP 4.
DKM Masjid Raya Bandung memiliki kegiatan rutian, diantaranya yaitu melaksanakan kajian tafsir (aqidah, akhlaq, ibadah, hadits), majlis ta'lim/dzikir yang diselenggarakan oleh organisasi/lembaga serta bimbingan manasik haji dan umroh.
Gema dari Masjid Agung berupa pengajian, ceramah agama dapat diikuti oleh masyarakat bukan hanya yang datang ke masjid tapi juga dapat disimak melalui pesawat "Radio Megaria" pada gelombang 91,3 FM.Perlu juga dikemukakan di sini Para Penghulu yang pernah menjabat sebagai Penghulu Bandung yang telah berjasa mengurus Masjid Agung Bandung dari masa ke masa. Mereka itu adalah :
Penghulu Rd. KH.Zainal Abidin
Penghulu K. Nasir
Penghulu K.Hasan Mustofa
Penghulu K.Rusdi
Penghulu K. Abdul Kodir
Penghulu K. Siddiq
Penghulu K.R. Hidayat
Penghulu K. Muhammad Kurdi
Penghulu KH. Tamrin
20
10. Penghulu KH. Tb. Saleh
11 Penghulu KH. Dachlan
12 Penghulu KH. Moh. Yahya
13 Penghulu KH. Rd. Totoh Abdul Fatah
14 Drs KH Hafid Utsman
Saat ini DKM Masjid Agung Bandung memiliki kegiatan rutian, diantaranya yaitu melaksanakan kajian tafsir (aqidah, akhlaq, ibadah, hadits), majlis ta'lim/dzikir yang diselenggarakan oleh organisasi/lembaga serta bimbingan manasik haji dan umroh.
Pengunjuang atau jamaah Masjid Agung Mayoritas bukan penduduk sekitar, melainkan para pendatang, karena bangunan sekitar Masjid Agung adalah pertokoan yang dimiliki oleh etnis tionghoa yang bukan beragama islam.
21
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Bahwa kita sebagai warga kota Bandung ( umumnya) dan warga Provinsi Jawa Barat ( khusunya) harus berbangga bahwa di kota Bandung terdapat Masjid yang besar dan megah , sebagai simbol religi juga sebagai sebuah oase di tengah hiruk pikuk kota Bandung yang ramai. Disana memberikan rasa kesejukan dan ketenangan ketika kita melaksanakan ibadah. Dahulu pada massa kolonial Belanda, Masjid Agung sebagai tempat berkumpulnya para pejuang Islam dalam mengatur strategi untuk melawan pemerintah kolonial Belanda. Dengan berjalannya waktu peranan masjid agung mulai bergeser dari asalnya sebagai tempat berkumpulnya para pejuang menjadi tempat mensyiarkan agama Islam.
Masjid Agung Bandung sejak pertama kali berdiri pada tahun 1811 sampai sekarang telah mengalami delapan kali perombakan pada abad ke-19, kemudian lima kali pada abad ke-20, penampakan bentuk asli bertahan dari tahun 1811-1935 dan hanya terjadi penambahan sedikit ornamen-ornamen didalam maupun di luar masjid. Perombakan besar-besaran baru pada tahun 1955 menjelang konfrensi Asia Afrika di Bandung, ini ditandai dengan merubah gaya kubah dari kubah bergaya tradisional Sunda menjadi gaya kubah bawang khas Timur Tengah , selain itu tampilan bagian depan masjid juga dirubah yaitu membongkar dua buah menara masjid yang berada disisi kiri-kanan pendopo, menggabungkan dua buah bangunan di bagian depannya diperluas , masjid tersebut menjadi lebih luas dan dapat menampung jamaah lebih banyak .
22
Tahun 1974 terjadi renovasi kembali yaitu membongkar kubah Bawang menjadi atap berbentuk joglo seperti ketika awal didirikan arsitektur bangunan ini bertahan sampai tahun 2001 . Setelah tahun 2001 Masjid agung Bandung mengalami renovasi besar yaitu membongkar atap yang awalnya joglo menjadi kubah setengah bola yang berjumlah tiga .
Tahun 2001, Masjid Agung mulai mengalami perubahan yang cukup signifikan. Lantai Masjid diperluas dengan bangunan baru yang didirikan di Alun-alun bagian barat, sehingga memakan jalan umum di depan Masjid dan setengah luas Alun-alun. Atap model joglo diubah menjadi kubah beton berdiameter 30 M. Bangunan baru Masjid di lahan Alun-alun dihiasi oleh dua kubah berdiameter 25 M.
Atas saran Wakil Ketua Pembangunan, Drs. H. Tjetje Soebrata, SH.,MM, timbul gagasan untuk merubah nama Masjid Agung Bandung , usulan tersebut disetujui dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana pada tanggal 4 Juni 2003 menjadi Masjid Raya Bandung Propinsi Jawa Barat .
Masyarakat Priangan sangat taat dalam menjalankan ibadah Agama Islam, dan Masjid Agung memiliki peranan yang penting dalam syiar Islam. Masjid Agung menjadi tempat kegiatan spiritual dimana didalamnya dilakukan aktivitas shalat berjamaah, belajar mengaji, dan berinteraksi sosial masyarakat seperti ceramah dan diskusi agama, memperingati hari keagamaan seperti Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Mi'raj, Shalat Ied, dan tempat melangsungkan Akad Nikah., bahkan juga berfungsi sebagai Baitul Mal yaitu tempat penerimaan Zakat dan mengurus kesejahteraaan ummat. DKM Masjid Raya Bandung memiliki kegiatan rutian, diantaranya yaitu melaksanakan kajian tafsir (aqidah, akhlaq, ibadah, hadits), majlis ta'lim/dzikir yang diselenggarakan oleh organisasi/lembaga serta bimbingan manasik haji dan umroh.
23
IV.2 Saran
Masjid Agung adalah tempat bagi umat Islam melaksanakan ibadah, sehingga menurut hukum fiqih Islam, lingkungan di sekitar Masjid harus tertib dan bersih/suci, namun kondisi lingkungan sekitar Masjid Agung saat ini perlu ditertibkan dan ditata kembali, terutama dengan keberadaan gedung-gedung pertokoan dan pedagang kaki lima yang mengganggu kenyamanan dan ketertiban daerah sekitar Masjid Agung Bandung. Untuk itu perlu peran aktif dari Pemerintah Kota Bandung maupun Provinsi, serta seluruh masyarakat Bandung dalam memakmurkan Masjid dan menjaga agar suasana di sekitar Masjid agung Bandung menjadi lebih bersih, asri ,tertib dan tertata dengan baik.
Dalam pelaksanaan renovasi dimasa yang akan datang, idealnya dalam segi arsitektur dapat mengakulturasi budaya Islam dengan tanpa menghilangkan ciri khas arsitektur tatar priangan.
Dari segi kegiatan keagamaan perlu ditingkatkan dan bahkan ditambah dengan memasukan kegiatan keagamaan yang melibatkan kaum muda , mengingat di Bandung banyak sekali Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta.
24
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. (2005). Di sekitar Sejarah lokal di Indonesia. dalam T. Abdullah (Ed.), Sejarah Lokal di Indonesoa (hal. 15). Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press.
Basundoro, P. (2012). Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
HARDJASAPUTRA, A. S. (2007). KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG DALAM LINTASAN SEJARAH DAN BUDAYA Dari Pasca Prasejarah Hingga Berdirinya Kota Bandung. MAKALAH DISAMPAIKAN PADA PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI( hal 1). Bandung: Tidak diterbitkan.
Hardjasaputra, A. S. (2000). Sejarah Bandung. dalam N. Lubis, Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa Barat (hal. 112). Jatinangor: Alqaprint.
Leirissa, R. Z. (1985). Sejarah Masyarakat Indonesia 1900-1950. Jakarta: Akademika Pressindo.
Madjid, M. D. (2007). Penulisan Sejarah Lokal Dari Aspek Kebudayaan. dalam A. d. Mulyana (Ed.), Sejarah Lokal Penulisan dan Pembelajaran (hal. 126). Bandung: Salamina Press.
Priyadi, S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Sejarah . Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Syafrizal. (2002). Pengajaran Sejarah Lokal: Sejarah Kontemporer Sumatera Barat sebagai pembanding. Historia , III, 40.
Widja, I. G. (1989). Sejarah Lokal Suatu Perspektif Dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
25