BAB II LATIHAN GERAKAN SENAM OTAK ( BRAIN GYM) TREHADAP KEMAMPUAN MENULIS PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN
A. Senam Otak ( Brain Gym)
Manusia belajar dengan bergerak. Proses dan hasil belajar akan baik jika stimulus yang diberikan juga baik dan tepat. Salah satu stimulus yang dapat diberikan adalah pemberian dorongan atau rangsangan aktifitas diri dan gerakan untuk menyelaraskan fungsi belahan otak kiri dan otak kanan, otak bagian depan dan belakang, otak atas dan bawah, serta fungsi tubuh kiri dan kanan. Beberapa hal tentang pentingnya gerak dalam the Pathway to Wellness-nya Glenn Doman (2004:13) disebutkan sebagai berikut: Gerakan adalah dasar kehidupan; anak cedera otak (ATG salah satunya) perlu bergerak sebanyak mungkin; gerakan dapat membantu pernafasan dan menambah jumlah oksigen yang masuk menuju otak dapat meningkatkan fungsi otak; gerakan mengurangi penyakit pernafasan; gerakan meningkatkan kecerdasan, kesehatan; gerakan mengembangkan kemampuan penglihatan; gerakan memperbaiki struktur tubuh, pencernaan, dan pembuangan. Sejak tahun 1970 mulai ditemukan gerakan senam yang dapat mengoptimalkan perkembangan dan potensi otak, yaitu BG. Dasar pemikiran BG adalah bahwa belajar merupakan kegiatan alami dan menyenangkan yang dilakukan sepanjang hidup. Kesulitan belajar biasanya berasal dari ketidakmampuan mengatasi stres dan keraguan dalam menghadapi tugas baru. BG adalah serangkaian latihan gerak sederhana untuk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan
11
12
sehari-hari. BG terangkai atas gerakan-gerakan tubuh yang dinamis dan menyilang (Arn, 2008), yang fokus penggeraknya pada tangan dan kaki. Metode ini dikembangkan oleh Paul E. Dennison bersama isterinya Gail E. Dennison dan Dr. Phill yang merupakan pelopor pendidik di Amerika. Mereka belajar Touch for Health dan menggunakannya untuk menangani anak-anak yang berkesulitan belajar. Pelopor BG di Indonesia adalah Elisabeth Demuth (berasal dari Switzerland, sudah lama bekerja di SLB Tomohon Sulawesi Utara). 1. Tujuan dan manfaat Brain Gym
Kartini Sapardjiman (2007) mengemukakan bahwa BG memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah: a. Mengurangi stres emosional (merasa lebih sehat), pikiran lebih jernih, lebih bersemangat, lebih konsentrasi, lebih rileks, lebih kreatif dan efisien, sehingga prestasi belajar dan bekerja meningkat. b. Kemampuan berbahasa dan daya ingat meningkat Sedangkan keuntungan Brain Gym (Kartini Sapardjiman, 2007) adalah: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Memungkinkan belajar dan bekerja tanpa stres. Dapat dipakai dalam waktu singkat. Tidak memerlukan bahan atau tempat khusus. Dapat dipakai dalam semua situasi termasuk saat belajar atau bekerja. Meningkatkan kepercayaan diri. Menunjukkan hasil dengan segera. Dapat dijelaskan secara neurofisiologi oleh Dr. Carla Hannaford. Sangat efektif untuk penanganan hambatan dan stres belajar. Memandirikan seseorang dalam hal belajar, dan mengaktifkan seluruh potensi dan keterampilan yang dimiliki seseorang. 10) Diakui sebagai salah satu cara belajar terbaik oleh National Learning Foundation USA, dan sudah tersebar luas di lebih dari 80 negara.
13
2. Dimensi Otak sesuai Edu-K
Serangkaian gerak sederhana dan menyenangkan berdasarkan pada Touch for Health Kinesiology (sentuh agar sehat/ ilmu tentang gerakan tubuh) ini
dilakukan untuk meringankan dan sebagai rileksasi pada otak, menstimulasi/ merangsang otak kiri dan kanan (dimensi lateral), belakang otak dan bagian depan otak (dimensi pemfokusan), merangsang sistem yang terkait dengan perasaan/ emosi, yakni otak tengah (limbik), serta otak besar (dimensi pemusatan). Dengan BG , maka tiga dimensi otak akan diaktifkan secara keseluruhan. Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan tentang tiga dimensi fungsi otak menurut brain gym (Paul E. Dennison, 2003a:5-62): a. Lateralisasi-Komunikasi (otak kanan-kiri)/ Gerakan dari sisi ke sisi atau Menyebrang Garis Tengah ( the Mid-line Movemets).
Sepeti kita ketahui, bahwa gerakan tubuh bagian kanan berhubungan dengan aktifitas otak kiri, dan gerakan tubuh bagian kiri berhubungan dengan aktifitas otak kanan. Kedua bagian otak yang bekerja sama akan menghasilkan kemampuan belajar yang lebih optimal. Dimensi ini dinamakan dimensi komunikasi karena gerakannya mengaktifkan kerjasama otak yang berhubungan dengan pengolahan informasi, termasuk ekspresi verbal dan non verbal (mendengar, melihat, menulis, bergerak, dan lain-lain). Dimensi ini meliputi 11 gerakan sederhana, yaitu:
14
1) Gerakan Silang (Cross Crawl ) Gambar 2.1 Gerakan silang
Gerakan ini merupakan gerakan active dalam pe anasan/ PACE yang dapat
engaktifkan hubungan kedua sisi otak. Ger akan ini melatih
daya pengli hatan (kebersamaan penglihatan kedua
ata/ binokular),
pendengara , dan perabaan. Hal tersebut seperti tercantum pada buku Dennison (2003:8), yaitu bahwa gera an ini memiliki hubungan perilaku dan si ap tubuh untuk meningkatk n koordinasi kiri/ kanan, memperbaiki pernapasan dan stamina,
k ordinasi
dan
kesadaran
tentang
ruan
gerak,
serta
memperbaiki pendengaran dan penglihatan. Itu berar i, dengan gerakan ini, kemampuan akade ik pada aspek mengeja
d n
membaca
dengan
lancar,
menulis
dengan
benar,
mendengarkan dan memahami/ mengerti/ berpikir pada saat yang sama akan lebih
eningkat.
15
2) 8 tidur/ azy 8s (Lazy eight's) Gambar 2.2 Delapan Tidur
Dengan aktifitas menggambar 8 tidur atau simbol “tak terhingga” ini, maka anak akan mampu membaca dari kiri ke kanan atau sebaliknya, menyebrangi garis tengah visual/ kinestetik tanpa t rputus. Dengan demikian g rakan ini mengaktifkan dan mengintegrasikan penglihatan mata kanan kiri, serta meningkatkan koordinasi mata tangan. Hal ini sesuai deng n hubungan perilaku dan sikap tubuh yang ercantum dalam Dennison (2003:10) adalah “Melepaskan ketegangan m ta, tengkuk, dan bahu pada waktu memusatkan perhatian meningka kan kedalaman persepsi; M ningkatkan pemusatan, keseimbangan, dan oordinasi. 3) Abjad 8/ Alphabet 8’s Gambar 2.3 Abjad Delapan
16
Abjad 8 kecil.
engadaptasi bentuk 8 tidur sebagai tempat
Aktifitas
ini mengintegrasikan gerakan
eletakkan huruf
ya g
menyangkut
pembentukan huruf-huruf, memampukan anak untuk m nyebrangi garis tengah visu l tanpa mengalami kebingungan. Setiap h ruf secara jelas ditempatkan pada salah satu sisi, kiri atau kanan da ri garis tengah. Menurut h sil uji, kebanyakan anak, ketika penuli an huruf kecil membaik maka tulisan tangan pun umumnya memba ik. Gerakan ini melatih pers psi anak tentang bentuk dan posisi huruf ya g tepat. Adapun ubungan perilaku dan sikap tubuh pada ge rakan ini adalah (Dennison, 2003:14):
“Saat menulis,
mata, tengk uk, bahu, dan
pergelangan tangan lebih rileks; meningkatkan konsentr si saat menulis; dan lebih t rampil dalam kegiatan yang melibatkan
oordinasi mata-
tangan.”
4) Coretan ganda/ Double Doodle Gambar 2.4 Coretan Ganda
Kegiatan menggambar di kedua sisi tubuh ini dilaku an pada bidang tengah untuk menunjang kemampuan mudah menge tahui arah dan
17
orientasi yang berhubungan dengan tubuh. Ketika anak telah merasakan perbedaan antara kiri dan kanan, maka saat menggambar dan menulis, anak menempatkan dirinya di pusat, sehingga gerakan ke luar atau ke dalam, ke atas atau ke bawah, selalu dihubungkan dengan pusat tersebut. Hubungan penting perilaku dan sikap tubuh untuk menulis pada gerakan ini adalah adanya kesadaran akan kiri dan kanan. 5) Telinga Gajah/ The Ear Elephant Gambar 2.5 Telinga Gajah
Gerakan ini mengaktifkan bagian dalam telinga untuk keseimbangan yang lebih baik, mengintegrasikan otak untuk mendengar dengan kedua telinga, dan merilekskan otot tengkuk yang tegang karena terlalu banyak membaca (Dennison, 2003:16).
18
Gambar 2.6 Ger kan BG dimensi otak kanan-kiri lainnya 6) Pernapasan Perut/ Belly Breathing
7) Olengan pinggul/ The Rocker
8) Gerakan silang berb ring/ Cross crawl sit ups
9) Putaran leher/ Neck Rolls
10) Membayangkan uruf X/ Think of an X
11) Mengisi e ergi/ The Energizer
Su ber: Dennison (2003) dan Gunadi T. (2009)
19
b. Pemfokusan-Pemahaman (dimensi otak depan–belakang)/ Gerakan Meregangkan Otot / Lengthening Activities
Gerakannya pada dimensi ini adalah gerakan meregangkan otot yang menyangkut atensi/ perhatian dan pemahaman/ pengertian. Gerakan ini menunjang kesiapan untuk menerima hal baru dan mengekspresikan apa yang sudah diketahui. Saat sulit memahami inti pelajaran atau sulit beratensi, gerakan ini baik dilakukan agar otot lega dan semangat belajar meningkat. 1) Mengaktifkan tangan ( arm activation) Gambar 2.7 Mengaktifkan Tangan
Mengaktifkan tangan merupakan gerakan isometrik untuk menolong diri dengan memperpanjang otot-otot dada atas dan bahu. Kontrol otot untuk gerakan-gerakan motorik kasar dan motorik halus berasal dari area ini. Saat otot-otot ini memendek karena ketegangan, maka gerakan yang berhubungan dengan menulis dan penguasaan alat akan terhambat. Ketika melakukan gerakan ini, berarti anak sedang mengaktifkan otak untuk (Dennison, 2003:33): mampu berbicara ekspresif dan berbahasa; merilekskan sekat rongga dada dan meningkatkan pernapasan; koordinasi mata-tangan dan kemahiran menggunakan peralatan.
20
Hubunga
perilaku dan sikap tubuh yang terjadi
(2003:34) a alah: “Durasi perhatian akan meningkat
alam Dennison alam pekerjaan
tulis menuli ; Peningkatan fokus dan konsentrasi tanpa f okus berlebihan; Pernapasan
lebih lancar dan sikap lebih santai;
Lebih mampu
mengungka kan gagasan; dan Melepaskan kekakuan saa menulis (energi pada tangan dan jari). “ Gambar 2.8 Gerak n BG Dimensi otak depan-belakang lainn a 2) Burung hantu/ the owl
3) Lambaian kaki/ ootlex
4) Pompa betis/ Th calf pump
5) Luncuran gravitasi/ The Gr avitational Glide
6) Pasang kuda-kuda/ The Grounder
Sumber: Dennison (2003)
21
c. Pemusatan-Pengaturan (dimensi atas-bawah) /
Gerakan Meningkatkan Energi dan Sikap Penguatan ( Energy Exercise and Deepening Attitudes)
Gerakan
pada
dimensi
ini
adalah
untuk
meningkatkan
energi,
menyangkut gerakan mengorganisasi, mengatur, berjalan, dan sikap dalam tes/ ujian. Hal ini bermanfaat untuk membantu seluruh potensi dan keterampilan yang dimiliki serta mengontrol emosi, seperti menggerakkan kepala ke atas ke bawah, mengangkat beban ringan atau benda lainnya, kemudian digerakkan ke atas ke bawah. Dimensi ini terdiri atas sembilan aktifitas, yaitu: 1) Air/ Water Gambar 2.9 Minum Air
Air berperan sebagai bagian dari PACE (persiapan), yaitu E- energetic. Untuk bersikap enerjik diperlukan pendukung berupa air. Perihal yang berkaitan dengan air: a) ⅔ (± 70%) tubuh manusia terdiri atas air. b) Minum adalah salah satu cara terbaik mengatasi stres (Gunadi T., 2009:26). c) Air sangat mudah diserap pada suhu ruang (Dennison, 2003a: 45).
22
d) Sebagai komponen utama dalam darah, fungsinya vital untuk menyalurkan oksigen ke otak. e) Kita ketahui bahwa air melarutkan garam dan mengoptimalkan fungsi energi listrik dalam tubuh yang pada akhirnya akan melancarkan proses transportasi informasi ke otak (pembawa energi listrik). Semua aksi listrik dan kimia dari otak dan sistem saraf pusat tergantung pada aliran arus listrik antara otak dan organ sensorik. f) Menyeimbangkan cairan-cairan penting dalam metabolisme tubuh. g) Lebih banyak menerima zat asam yang diperlukan, dan air juga membantu melepas protein yang diperlukan untuk belajar hal baru. h) Mengaktifkan limpa yang berfungsi untuk mengangkut zat-zat gizi, hormon, dan pembuangan. Porsi latihan BG yang tepat adalah sekitar 10-15 menit, dan alangkah lebih baik bila dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam sehari. Latihan ini diimbangi dengan minum air putih dalam jumlah cukup banyak, yaitu 0,3-0,4 liter/10 kg Berat Badan (BB) sehari (sedang belajar.) Misalnya, BB 50 kg, berarti harus minum sekitar 1,5-2 liter/ hari. Saat sedang sakit atau banyak berkeringat, jumlah air putih yang diminumnya harus bertambah lagi, yakni menjadi 0,6 liter/ 10 kg BB. Jadi, ia harus minum air sekitar 3 liter. Dengan kecukupan air, kemampuan akademik akan meningkat dan resiko stres akan lebih rendah. Hubungan perilaku dan sikap tubuh yang
23
terjadi saat melakukan gerakan ini adalah (Dennison, 2003:46) “meningkatkan
fokus
perhatian
(mengurangi
kelelahan
mental);
meningkatkan kemampuan bergerak dan berpartisipasi; koordinasi mental dan fisik meningkat; melepaskan stres, meningkatkan komunikasi dan keterampilan sosial”. 2) Sakelar Otak/ Brain Buttons Gambar 2.10 Sakelar Otak
Termasuk dalam aktifitas PACE, C- Clear (gerakan untuk bersikap jelas). Rangsangan pada sakelar otak akan meningkatkan peredaran darah dan oksigen ke otak, dan gosokan pada daerah pusar menyebabkan impuls yang berhubungan dengan telinga bagian dalam dan berpengaruh pada kemampuan belajar. Manfaat gerakan ini diantaranya adalah meningkatkan penerimaan oksigen, menstimulasi arteri karotis untuk meningkatkan aliran darah ke otak, dan meningkatkan aliran energi elektromagnetik.
24
3) Kait rileks/ Hook-Ups / Penyatuan Gambar 2.11 Kait Rileks
Merupakan bagian dari aktifitas PACE, P- Positive. Kait rileks menghubungkan lingkungan elektris di tubuh, dalam kaitannya dengan pemusatan perhatian dan kekacauan energi. Pikiran dan tubuh akan rileks bila energi mengalir dengan baik di daerah yang semua mengalami ketegangan. Sentuhan ujung jari berpasangan menyeimbangkan dan menghubungkan kedua bagian otak. Tekanan lidah ke langit mulut mengaktifkan sistem limbik untuk memproses emosi selaras dengan pemikiran, sehingga meningkatkan koordinasi motorik halus dan pemikiran logis. Gerakan ini mengaktifkan otak untuk “pemusatan emosi, pasang kuda-kuda, dan meningkatkan perhatian (mengaktifkan formation reticularis) sehingga kemampuan berbicara dan mendengar lebih jelas,
serta lebih siap dalam menghadapi tes atau tantangan” (Dennison, 2003:59).
25
Adapun hubungan perilaku dan sikap tubu
yang terjadi
diantaranya adalah lebih mampu dalam pengendalian dir i dan menyadari batas-batas, keseimbangan dan koordinasi meningkat, serta perasaan nyaman terhadap lingkungan sekitar (Dennison, 2003:60 . 4) Pasang elinga/ The Thinking Cap Gambar 2.12 Pasang Telinga
Gerakan ini akan memusatkan perhatian pada pe dengaran serta melepaskan ketegangan pada tulang-tulang tengkora
kepala. Pada
gerakan ini, beberapa hubungan yang terjadi antara pe ilaku dan sikap (Dennison, 003:58) adalah adanya energi dan nafas yan g membaik, otot wajah, lida , dan rahang atas rileks, fokus perhatian meningkat dan jangkauan
endengaran lebih luas (lebih waspada te hadap stimulus
rangsang su ra/ perintah).
26
Gambar 2.13 G rakan BG dimensi atas-bawah lainnya 5) Tombol bumi/ E rth Buttons
6) Tombol imbang/ B lance Buttons
7) Tombol Angkasa ( pace buttons)
8) Menguap berenergi ( t he Energy Yawn)
9) Titik Positif ( Positive Points )
Su ber: Dennison (2003) dan Gunadi T. (2009)
27
B. Keterampilan Menulis
Seseorang akan melaksanakan tugasnya seperti kemampuan mendengar, memahami, membaca, dan menulis dengan baik jika atensinya juga baik. Atensi itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah kesadaran individu, penginderaan yang berfungsi dengan baik, objek yang menarik, suasana yang kondusif, dan minat seseorang. Atensi merupakan kemampuan fokus (pemusatan perhatian) pada suatu objek atau tugas, dalam rentang waktu tertentu, dan pada saat yang sama mengabaikan objek atau tugas yang lain. Menulis merupakan bagian keterampilan akademik di pendidikan dasar yang telah diperkenalkan pula sejak di tingkat pendidikan kanak-kanak (motorik halus). Keterampilan ini sangat membutuhkan atensi yang baik agar hasil yang diperoleh baik. Menurut Piaget dalam Thomas Murray (1979) yang dikutip dari blog Zaenal Alimin (2008), “belajar adalah melakukan tindakan terhadap apa yang dipelajari. Dalam proses pembelajaran bagi anak-anak, harus memfungsikan semua sensoris”. Contoh sensoris dalam menulis disini adalah perabaan (tangan)/ motorik halus, penglihatan (mata), dan pendengaran (telinga). “Belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku” (Sunanto et al., 2005:2). Perilaku atau behavior itu sendiri adalah “semua tingkah laku atau tindakan kelakuan seseorang yang dapat dilihat, didengar, atau dirasakan oleh orang lain atau diri sendiri” (Handojo, 2006: 53). Dalam sumber lain dikatakan bahwa belajar merupakan “perubahan perilaku karena adanya interaksi dengan lingkungan”. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa stimulus/ rangsangan dari orang lain, objek/ media, dapat pula stimulus yang diciptakan sendiri, seperti BG.
28
Belajar (studing dan learning) tidak selamanya mudah dilaksanakan dan memperlihatkan hasil dengan cepat. Salah satu penghambat adalah rendahnya konsentrasi/ fokus pada pelajaran, lemahnya motivasi akan hal yang terjadi, dan kondisi lingkungan yang kurang kondusif. Hambatan dalam belajar pun demikian. Pada saat belajar menulis, kondisi lingkungan dan kondisi anak harus siap dan mampu untuk menyelesaikannya. Menulis itu sendiri menurut Yuyus Suherman (2005:114) adalah “merupakan sarana komunikasi dan ekspresi diri. Dalam proses penulisan yang baik itu, sudah pasti mengintegrasikan kemampuan visual motor dan konseptual. Menulis cukup berkaitan dengan prestasi akademik”. Para siswa memerlukan kemampuan menulis untuk menyalin, mencatat, atau untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. “Dalam kehidupan di masyarakat, kemampuan menulis diperlukan untuk berkirim surat, mengisi formulir, atau membuat catatan” (Abdurrahman, 2003:223). Sedangkan menulis menurut Soemarmo Markam (1989:7) dalam Mulyono Abdurrahman (2003:224) adalah “suatu aktifitas yang kompleks, yang mencakup gerakan tangan, jari, dan mata secara terintegrasi. Menulis juga terkait dengan pemahaman membaca dan berbicara”. Menulis dapat dipelajari dan dilakukan oleh siapa saja, termasuk ATG. Terdapat dua jenis keterampilan menulis, yaitu menulis permulaan ( hand writing) dan menulis lanjut (mengarang). Urutan menulis permulaan adalah
menjiplak, menebalkan kemudian meniru. Mengarang merupakan bagian dari menulis lanjut, kegiatan mengarang dilakukan setelah anak membaca dan menulis dengan baik. Pelajaran menulis lanjut/ mengarang merupakan pelajaran yang cukup sulit karena anak dituntut untuk dapat menyatakan pikiran, gagasan,
29
kehendak dan perasaannya secara tertulis yang dapat dipahami orang pembacanya. Prerequisit dari keterampilan mengarang biasanya harus sudah banyak dilakukan latihan dikte sebelumnya. Dalam menulis, biasanya dituntut untuk menerapkan peraturan menulis, seperti aturan menuliskan huruf besar pada setiap awal kalimat, menggunakan titik dan koma, cara memotong suku kata, cara menulis kata ulang, dan lain-lain. Latihan awal dalam menulis adalah dengan selalu mengingatkan untuk memberi judul dan aturan lainya, serta agar anak membuat tulisan yang menarik untuk mereka. Menulis dikte memerlukan kemampuan untuk mengenal ukuran, bentuk, dan orientasi huruf; kontrol motorik, memegang, dan menulis huruf, dan kata; koordinasi mata-tangan-telinga yang baik; dan memori untuk dapat mempelajari dan me-recall bentuk huruf yang akan ditulis. Beberapa hambatan dalam menulis diantaranya adalah masalah motorik, masalah emosional, kesalahan dalam persepsi huruf dan kata, lemah dalam memori visual, lemah dalam belajar, dan kurang motivasi. Hal itu tercantum dalam Mercer (1989:446). Penyebab permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kurangnya atensi dan motivasi belajar pada anak. Pusat kesulitan belajar dan para ahli pendidikan usia dini di Amerika dalam Latief Susanto (2009) memberikan beberapa petunjuk mengenali anak yang mengalami masalah dalam belajar menulis atau tidak, yaitu: Tampak tidak nyaman dalam menggenggam pensil atau pulpen; bermasalah untuk merencanakan atau memulai menulis, misalnya hanya duduk dan menatap kertas saja dalam waktu yang lama; mudah frustasi begitu disuruh duduk untuk menulis; tidak ada minat untuk mengekspresikan diri di atas kertas; gelisah secara ekstrim dan tidak dapat duduk diam untuk mencoba membuat sesuatu.
30
Permasalahan dalam menulis dapat terlihat dari hasil tulisannya, hal ini menyangkut seperti yang diungkapkan oleh Mercer (1989:446-450), yaitu: 1. Kelambatan (tempo menulis). Kecepatan menulis anak kelas 1 SD adalah 1-25 huruf per menit (hpm), kelas 2 SD adalah 2-30 hpm, kelas 3 SD adalah 3-38 hpm, kelas 4 SD adalah 4-45 hpm, kelas 5 SD adalah 5-60 hpm, kelas 6 SD adalah 6-67 hpm, dan kelas 7 adalah 7-74 hpm. 2. Ketidaktepatan huruf dan angka-angka 3. Terlalu miring atau kurang kemiringan ( slant ) 4. Kesulitan mengatur jarak ( spacing) antar huruf/ kata, bertumpuk/ tidak. 5. Berantakan (messiness). 6. Ketidakmampuan mempertahankan tulisan dalam garis horisontal 7. Huruf tidak terbaca. Hal ini berkaitan dengan bentuk dan ukuran huruf yang tidak seragam ukurannya, proporsi, dan arah penulisan huruf 8. Terlalu menekan atau kurang tekanan 9. Menulis terbalik (miror writing) Pada penelitian ini, sejalan juga dengan kriteria permasalahan tulisan anak tersebut, keterampilan menulis baik apabila tulisan: Rapi (tulisan tidak bertumpuk, margin kiri rata, spasi sama, dan ukuran besar atau kecilnya huruf sama); terbaca (orang lain mudah membaca hasil tulisannya); dan sesuai dengan kaidah penulisan (penempatan huruf besar-kecil dan tanda baca benar, cara penulisan tidak campur aduk seperti menggunakan huruf balok semua atau huruf sambung semua).
31
C. Anak Tunagrahita Ringan 1. Pengertian
Salah satu anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak tunagrahita. Tunagrahita dalam B3PTKSM, p. 19 (Direktorat PLB, 2004) merupakan kata lain dari Retardasi Mental/ mental retardation (tuna berarti merugi, grahita berarti pikiran), dan sering disebut dengan terbelakang mental ( mentally retarded ). Istilah lain dari tunagrahita diantaranya adalah defisit kognitif/
gangguan intelektual, cacat mental, dan lain-lain. Dari berbagai istilah tentang anak tunagrahita (ATG), telah banyak pula pengertian yang muncul tentangnya, dan telah mengalami beberapa redefinisi oleh para pakarnya. Pengertian ATG di Indonesia pada hakikatnya merujuk pada definisi dari AAMD (Ashman, 1994: 438 dalam Mumun Muhafilah, 2004) yang mendefinisikannya sebagai berikut: Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga karakteristik, yaitu (1) fungsi kecerdasan yang jelas-jelas di bawah rata-rata (dua simpangan baku di bawah normal bagi kelompok usianya pada suatu tes intelegensi yang terstandar); (2) menunjukkan keterbatasan pada dua keterampilan perilaku adaptif atau lebih, yaitu komunikasi, merawat diri, kerumahtanggaan, keterampilan-keterampilan sosial, bermasyarakat, mengarahkan diri, kesehatan dan keamanan, fungsi akademik, pemanfaatan waktu senggang dan bekerja; (3) kedua hal di atas dimanifestasikan sebelum usia 18 tahun. Sejalan dengan itu, Greenspan (2006: 11), pakar pendidik ABK dengan teori sensori integrasinya, mendiagnosa ATG sebagai anak yang memiliki kelambatan/ keterbatasan kognitif yang lebih dari dua simpangan baku (standart deviation) di bawah rata-rata, dengan kata lain nilai tes IQ baku 75 ke
32
bawah. Dari pernyataan tersebut, kategori ATG ringan berarti dimulai dengan IQ 75 ke bawah. Kecerdasan (IQ) ATG diklasifikasikan secara sosial-psikologis, yaitu terbagi atas dua kriteria, yaitu: psikometrik dan perilaku adaptif . Ada empat taraf tunagrahita berdasarkan psikometrik (skor IQ-nya), yaitu: Tabel 2.1 Tingkat Kecerdasan (IQ) ATG IQ No.
1 2 3 4
Klasifikasi
Ringan (mild mental retardation) Sedang (moderate mental retardation) Berat (severe mental retardation) Sangat berat ( profound mental retardation)
Stanford Binet (SB) 68-52 51-36 35-20 ≥ 19
Skala Weschler (WISC) 69-55 54-40 39-25 ≥ 24
MA (tahun)
8,3-10,9 5,7-8,2 3,2-5,6 ≥ 3,1
Berkaitan dengan IQ pada ATG, AAMD (Heber: 1959, 1961) dalam Mental Retardation (James S. Payne dan James R. Patton, 1981:38) anak low achiever
dibaginya menjadi: lambat belajar ( slow learner ), IQ = 85-90; Borderline retardation, IQ 68-84 (Grossman tidak memasukkan borderline dalam kategori
tunagrahita). Menurut Binet dan WISC, borderline terdapat dalam IQ 70-80; Mild retardation, IQ 52-67; Moderate retardation, IQ 36-51; Severe retardation, IQ 20-35; Profound retardation, IQ < 20. 2. Dampak Ketunagrahitaan
Definisi ATG di atas dapat terlihat dalam keseharian mereka yang menampilkan performance sedemikian rupa, diantaranya adalah (Brown et al, 1991; Wolery & Haring, 1994 dalam Direktorat PLB, 2004):
33
a. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru serta dalam mempelajari pengetahuan abstrak, dan cepat lupa apa yang dipelajari tanpa latihan terus menerus (daya ingat/ memori lemah). b. Bagi ATG berat kemampuan bicaranya sangat kurang, baik verbal maupun non verbal, hal ini meliputi rendahnya kosakata, diksi, penggunaan kalimat, serta keterkaitan konteks pembicaraan dengan lawan bicara. c. Mengalami
kelainan
fisik/
jasmani
yang
khas
dan
hambatan
perkembangan gerak. Pada ATG berat, keterbatasan dalam gerak fisiknya ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka juga lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana seperti mengambil dan memegang pensil, sulit menjangkau sesuatu, dan sering mendongakkan kepala. d. Kurang dalam kemampuan menolong dan merawat diri sendiri, seperti berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. e. Acuh tak acuh terhadap lingkungan. Hal ini mungkin dikarenakan rendah dan terbatasnya kemampuan sosial emosi mereka, yang biasanya hanya mengenal perasaan takut, marah, senang, benci, dan terkejut. f. Minat hanya mengarah pada hal-hal sederhana dan perhatiannya labil. g. Memperlihatkan tingkah laku yang kurang wajar dan terus menerus. ATG ringan cukup dapat bermain dengan anak pada umumnya, tetapi ATG berat tidak. Hal itu dapat disebabkan karena mereka kesulitan dalam memberikan perhatian terhadap lawan main. Banyak ATG berat
34
berperilaku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari di depan wajah, melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri seperti menggigit diri sendiri, membenturbenturkan kepala, dan lain-lain. Hambatan-hambatan yang muncul tersebut mengakibatkan anak mengalami kesulitan, termasuk dalam kemampuan akademik seperti membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Tetapi mereka masih memiliki kemungkinan untuk memperoleh pendidikan dalam bidang calistung pada tingkat tertentu dan dapat mempelajari keterampilan-keterampilan sederhana, serta bersifat lebih konkret (nyata) dengan memaksimalkan penggunaan semua sensoris yang dimilikinya.
D. Kerangka Berpikir
Anak tunagrahita (ATG) ringan adalah anak yang fungsi kecerdasannya berada di bawah rerata normal (dua simpangan baku), mengalami gangguan perilaku adaptif, dan keduanya terjadi pada masa perkembangan. Dari ketiga hal tentang ATG, yang akan dikaji/ diteliti dalam penelitian ini adalah salah satu perilaku non adaptif yang berkaitan dengan fungsi akademiknya, yaitu keterampilan menulis. Telah diketahui bahwa motivasi dan rentang perhatian ATG ringan adalah cukup rendah. Menurut Cruickshank (1980) dalam Sunardi dan M Sugiarmin (2002:19), “gangguan perhatian salah satunya dapat disebabkan karena ketidakmampuan otak untuk mengintegrasikan dan mengorganisasikan masukan dari satu atau lebih modalitas sensori”. Guru, selaku pendidik, harus tetap mengupayakan berbagai metode, media, dan cara lainnya agar anak terkondisikan dalam kegiatan belajar secara mandiri dan dapat tercapai hasil yang diinginkan.
35
Penelitian ini berangkat dari adanya peserta didik (9 tahun, kelas 2 SD), tergolong ATG ringan, tetapi memiliki potensi fungsi akademik yang mendekati perbatasan normal ( borderline). Potensi awal anak adalah telah mampu menulis huruf, kata, kalimat, bahkan cerita sederhana. Kemampuannya cukup baik dan dapat mengikuti kaidah penulisan yang diajarkan dengan baik dan benar. Masalahnya adalah anak seringkali mampu jika selalu didampingi. Dalam hal ini pekerjaan anak harus selalu dilihat oleh pendamping. Kemampuan yang menarik adalah, terkadang muncul atensi anak dalam belajar dan mengerjakan tugas lainnya, yang hanya akan memerlukan pendampingan minimal (verbal saja) dengan hasil yang cukup baik. Dalam hal menulis contohnya. Menulis adalah suatu aktifitas kompleks, yang mengintegrasikan gerakan tangan, jari, dan mata. Begitupun menulis dikte, bahkan memerlukan kemampuan pendengaran, dan memori untuk me- recall huruf/ kata/ kalimat yang akan ditulis. Pada saat menulis, atensi dan sensoris anak haruslah cukup baik, agar hasil tulisan pun baik dan benar. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan menulis yang akan dicobakan pada ATG ringan adalah latihan senam otak atau brain gym (BG). BG adalah serangkaian latihan gerak tubuh yang sederhana, yang
dinamis dan menyilang, menggunakan tangan dan kaki. Gerakan-gerakan ini dilakukan untuk mensinergiskan kerja otak kiri dan otak kanan. Dengan kerjasama yang baik antara belahan otak kanan dan belahan otak kiri, maka hasil kerja anak akan lebih optimal. Penelitian dengan subjek tunggal ini merupakan salah satu modifikasi perilaku yang didalamnya terdapat komponen antecendent , behavior , dan concequences .
36
Pada latihan gerakan BG ini pun ketiga komponen tersebut diterapkan. Gerakan, sentuhan, dan kata-kata motivasi dalam belajar, berperan sebagai stimulus (antecendent ) mengenai indera yang bersangkutan (VAKT), melalui reseptor, diproses di otak, kemudian merespon ke efektor. Respon baik yang diperlihatkan melalui efektor dinamakan perilaku (kemampuan menulis). Setelah anak berhasil menulis dengan baik, aka anak berhak mendapatkan konsekuensi berupa reinforsmen ataupun punishment. Dalam hal ini anak akan mendapatkan stiker dan snack jika menulis dengan sebaik-baiknya, dan mendapat lebih sedikit penghargaan jika menulis tidak sungguh-sungguh. BG berfungsi untuk memfokuskan anak dalam keterampilan menulis. Dalam hal ini, keterampilan menulis berperan sebagai target behavior. Keterampilan ini akan terlihat hasilnya dari tulisan anak. Jadi, hubungan yang terjalin dalam penelitian ini adalah bahwa ATG ringan memiliki atensi dan kemampuan sensoris/ motorik halus yang rendah. Hambatan itu perlu ditangani untuk pengoptimalan potensinya. Brain gym dari Dennison ini merupakan salah satu cara memaksimalkan kemampuan anak. Dengan gerakangerakan tertentu, diharapkan ATG ringan akan lebih mampu beratensi pada tugas menulisnya, sehingga hasilnya menjadi lebih maksimal. Latihan BG dianggap sesuai untuk ATG ringan, hal ini berkaitan dengan komponen yang terkandung pada proses pelaksanaan latihan, yaitu: 1. Adanya sugesti atau penjelasan tujuan yang harus anak ucapkan sendiri. Pada saat melakukan pace goal, anak mejadi benar-benar mengetahui apa yang akan dan harus dilakukan, yaitu menulis dengann sebaik-baiknya.
37
2. Gerakan, sentuhan dan aktifitas yang dilakukan memberikan kesadaran pada anak bahwa anak memiliki organ-organ tertentu, seperti tangan, mata, telinga, kaki, dan lainnya. Kesemua organ yang telah dirasakan tersebut dilakukan untuk mematangkan kemampuan anak, baik dalam motorik halus, visual, auditori, dan persepsi akan bentuk-bentuk huruf yang benar. 3. Aktifitas yang dilakukan pada umumnyadilakukan dalam ketenangan maupun untuk menenangkan pikiran aak pada kondisi yang rileks. Setelah melakukan PACE dan learning menu, sudah trekondisikan pada keadaan siap menerima ataupun melakukan suatu tugas tertentu, menulis contohnya. Saat kondisi anak dalam keadaan rileks dan siap bertugas, maka proses dan hasil belajar pun akan lebih maksimal. 4. Selama pelatihan BG ini, anak selalu diberi penghargaan, baik berupa ujian, ucapan selamat, sentuhan, dan imbalan seperti stiker dan snack. Perilaku ini menampakkan perilaku senang pada anak, dan terlihat bahwa anak menjadi belajar untuk selalu lebih baik lagi. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Brain Gym dari Dennison ini menunjukkan berbagai pengaruh/ manfaat, diantaranya membantu anak belajar tanpa stres, meningkatkan kepercayaan diri, dan memandirikan anak. Manfaat tersebut telah dicobakan oleh penciptanya sendiri (Dennison dkk, ahli pendidik di Amerika) selama sekitar 20 tahun, dan telah berhasil meningkatkan kemampuan belajar anak-anak berkesulitan belajar ( Learning Disabilities / LD), anak-anak yang mengalami gangguan minat dan persepsi (Paul E. Dennison dan Gail E. Dennison, 2003a:6), gangguan pemusatan perhatian atau Attention Dificulty Disorder (ADD), anak hipersensitivitas, anak dengan gangguan emosional atau Emotional Handicaps (EH), dan anak dengan sindrom bayi atau Fetal Alcohol Syndrome (FAS). Hal itu tercantum dalam buku Dennison dan Tri Gunadi
(2009:24).