GANGGUAN ABSORBSI SALURAN PENCERNAAN (SINDROM MALABSORBSI)
Pola Pola mald maldig iges esti ti dan dan mala malabs bsor orbs bsii pada pada anak anak di nega negara ra yang yang seda sedang ng berkembang, termasuk Indonesia, berbeda dengan negara industri. Di negara yang berkembang , kelainan ini banyak dihubungkan dengan gastroenteritis, PEM, bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dan diare pasca bedah, sedang di negarea maju lebih banyak terdapat pada coeliac disease, cystic fibrosis (Suharyono dkk.,1974).
Di samping itu, banyak keadaan lain dihubungkan dengan mukosa yeyunum yang abnormal (Collins, 1965). Keadaan ini lebih penting di negara tropik daripada di negara industri, antara lain giardia, cacing tambang, tuberkulosis dan tropical sprue. sprue. Di India, sekitar sepertiga pasien dewasa dengan tuberkulosis usus terbukti menderita malabsorbsi (Chuttani, 1970). Penyebabnya tidak diketahui. Walaupun atrofi vilus berperan pada sebagian kasus diare yang terdapat pada blind loop syndrome (karena obstruksi ileosekal atau adhesi peritoneum, Funs dkk, 1970), namun kini patogenesis yang yang paling paling dianut dianut ialah ialah karena karena adanya adanya kontam kontamina inasi si bakter bakterii yang yang menimb menimbulk ulkan an Giardiasiss dihubungkan dihubungkan dengan perubahan perubahan contaminate contaminated d small small bowel syndrome. syndrome. Giardiasi struktur mukosa usus, malabsorbsi dan intoleransi laktosa sementara (Hotkins dkk, 1963; Fownky dkk, 1964; Barbieri dkk, 1970).
Pada penyakit cacing tambang, cacing dewasa Ancylostoma duodenale dan Necator americanus melekat pada mukosa duodenum, tempat mereka menghisap darah penderita. Malabsorbsi dan perubahan muksa dilaporkan pada orang dewasa dengan infeksi infeksi cacing tambang tambang (Pitchumoni (Pitchumoni dan Flock, 1969) dan pada anak (Guhor dkk, 1968). Steatore, gangguan absorbsi xilose dan atrofi vilus parsial semuanya akan normal kembali setelah penyakit cacing dan defisiensi nutrisi diobati.
Tidak dapat dipastikan apakah struktur dan fungsi yang abnormal itu disebutkan oleh hanya cacing tambang atau karena defisiensi nutrisi (Tandon dkk, 1969). Nampaknya malabsorbsi oleh sebab penyakit cacing tambang adalah sekunder karena defisiensi pada penyakit ini adalah serupa denagn yang terjadi pada defisiensi besi tanpa penyakit cacing tambang (Naiman dkk, 1964; Guha dkk, 1968).
Tropical sprue secara umum didefinisikan sebagai sindrom malabsorbsi karena penyebab yang tidak diketahui; terdapat pula seseorang sebagai penduduk atau seseorang yang pernah mengunjungi daerah tropik (Baker dan Mathan, 1970). Hal ini terdapat lebih banyak pada orang dewasa daripada anak.
Umumnya yang dimaksud dengan sindrom malabsorbsi ialah penyakit yang berhubungan dengan gangguan pencernaan (maldigesti) bahan makanan yang dimakan. Dengan demikian sindrom malabsorbsi dapat berupa gangguan absorbsi : 1. karbohidrat 2. lemak 3. protein 4. vitamin
Pada anak-anak yang sering dijumpai adalah : 1. malabsorbsi kabohidrat, khususnya malabsorbsi laktosa atau intoleransi laktosa. 2. malabsorbsi lemak. 3. malabsorbsi protein
Walaupun demikian berbagai sindrom malabsorbsi dapat terjadi pada berbagai golongan umur.
MALABSORBSI KARBOHIDRAT (INTOLERANSI LAKTOSA)
Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida (glukosa, galaktosa dan fruktosa), disakarida (laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa) serta polisakarida (glikogen, amilum, tepung).
Di dalam klinis polisakarida tidak penting, karrena sebelum maseuk ke dalam usus harus sudah dipecah terlebih dahulu menjadi disakarida oleh amilase dari ludah dan pankreas. Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50 mg laktosa perliter).
Fase-fase digesti dan absorbsi karbohidrat. Harries (1978) mengemukakan adanya 4 proses utama dalam hal digesti dan absorbsi karbohidrat, yaitu : 1.
Fase hidrolisis intralumen : Hidrolisis α 1-4 glucoside link daripada tepung oleh a-amilase saliva dan pankreas untuk terjadinya maltosa, maltotriosa dan α-limit dextrine.
2.
Fase hidrolisis di brush border usus. Hidrolisis oligosakarida (maltosa, maltotriosa, α-limit dextrine, laktosa, sukrosa) oleh disakaridase brush border (maltase, sukrase, isomaltase, laktase).
3.
Translokasi monosakarida (glukosa, galaktosa, fruktosa) melalui membran brush border .
4.
eksit monosakarida dari enterosit melalui vena porta.
Penyebab
Terdapat 2 golongan besar, yaitu tipe primer dan sekunder dalam intoleransi karbohidrat.
Primer, yaitu: defisiensi enzim disakaridase (defisiensi sukrase-isomaltase, defisiensi laktase, alaktasia kongenital, hipolaktasia yang timbul kemudian) dan pada monosakarida (malabsorbsi glukosa-galaktosa (fruktose terabsorbsi).
Sekunder (kerusakan pada
mukosa) yang menyebabkan defisiensi pada
semua enzim disakaridase dan malabsorbsi monosakarida.
Dalam hal ini intoleransi laktosa terjadi karena defisiensi enzim laktase dalam brush border usus halus.
Pencernaan dan absorbsi karbohidrat
Sebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari terdiri dari disakarida dan polisakarida. Setelah masuk ke dalam usus, disakarda akan diabsorbsi dan masuk ke dalam mikrovili usus halus dan dipecah menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (laktase, sukrase dan maltase) yang ada di permukaan mikrivili tersebut. Dengan demikian laktosa dipecah oleh laktase menjadi glukosa dan galaktosa.
Enzim sukrase dan maltase mulai dibentuk pada trimester pertama kehamilan dan mencapai maksimum pada kehamilan 28-32 minggu, sedangkan laktase baru terbentuk pada akhir masa gestasi dan baru mencapai maksimum pada saat aterm atau setelah bayi lahir. Dengan demikian dapat dimengerti pada neonatus kurang bulan, kadar laktase ini rendah sekali sehingga dapat menyebabkan intoleransi laktosa sementara.
Patofisiologi
Sugar intolerance (intoleransi gula) timbul bila tubuh mengalami defisiensi salah satu atau lebih enzim disakaridase dan atau adanya gangguan absorbsi serta pengangkutan monosakarida dalam usus halus. Jadi dua faktor yang dapat menimbulkan intoleransi gula ialah faktor pencernaan (digesti) dan faktor absorbsi. Gangguan kedua faktor ini dapat bersifat bawaan (kongenital, primer) atau didapat (sekunder). Pada bentuk primer terdapat kelainan genetis, sedangkan bentuk sekunder lebih banyak disebabkan keadaan seperti diare (oleh sebab apapun), beberapa saat setelah diare oleh karena absorbsi belum pulih dan produksi enzim belum sempurna, pasca-operasi usus, terutama bila dilakukan reseksi usus, malnutrisi energi protein (atrofi vili).
Epidemiologi
Suatu masalah yang mungkin penting bagi kesehatan masyarakat ialah intoleransi laktosa atau defisiensi laktase. Kelainan ini terdapat sangat luas di negeri yang sedang berkembang seperti di beberapa negara di Afrika, Asia dan Amerika.
Sejak lahir dan selama masa bayi, mikrovili akan membentuk laktase sebagai akibat rangsangan laktosayang terdapat dalam ASI atau susu formula, namun selanjutnya sesudah anak disapih terjadi perbedaan antara anak di negeri berkembang dengan anak di negeri maju, yaitu karena anak di negeri berkembang biasanya tidak diberikan susu terus menerus lagi, sehingga rangsangan terhadap mikrovili unutk membentuk laktase menjadi berkurang.
Intoleransi laktosa dapat terjadi terhadap susu sapi murni maupun susu formula. Seperti diketahui susu sapi murni mengandung 4,2-5,0 g% laktosa,
sedangkan ASI mengandung 6,8-7,3 g%. dalam ASI, laktosa merupakan karbohidrat terpenting sebagai sumber kalori.
Gejala klinis
Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat penderita menunjukan gejala klinis yang sama, yaitu diare yang sangat frekuen, cair (watery), bulky dan berbau asam, meteorismus, flatulens dan kolilk abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi.
Pemeriksaan laboratorium
1. Pengukuran pH tinja (pH<6, normal pH tinja 7-8) 2. Penentuan
kadar
gula
dalam
tinja
dengan
tablet
“Clinitest ”
Normal tidak terdapat gula dalam tinja. (+ = 0,5%, ++ = 0,75%, +++ = 1%, + +++ = 2%). 3. Lactose loading (tolerance) test setelah penderita dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgbb. Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan laktosa dan setiap ½ jam kemudian sehingga 2 jam lamanya. Pmeriksaan ini dianggap positif (intleransi laktosa) bila didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg% (Jones, 1968). 4. Berium meal lactose setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium-laktosa. Dilihat kecepata pasase larutan tersebut. Hasil dianggap positif bila larutan barium-laktosa terlalu cepat dikeluarkan (1 jam) dan berarti pula hanya sedikit yang diabsorbsi. 5. Sugar chromatography dari tinja dan urin.
Diagnosis
Dibuat berdasarkan gejala klinis dan laboratorium seperti diatas.
Pengobatan
Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk formula (sobee, Al !!0) selam 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, sobee 0% dan Al 110 0%).
Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktosa primer (jarang di Indonesia) diberika susu bebas laktosa.
Prognosis
Pada kelainan primer (kongenital) prognosis kurang baik, sedangkan pada kelainan yang didapat (sekunder) prognosis baik.
MALABSORBSI LEMAK Di alam bentuk trigliserida asam lemak umumnya mengandung atom C lebih dari 14, seperti asam palmitat, asam stearat, asam oleat dan asam linoleat. Bentuk ini disebut
LCT
( Long
Chain
Triglyserides).
Disebut
MCT
( Medium
Chain
Triglyserides) adalah trigliserida dengan atom C6-12 buah . untuk pengobatan anak dengan malabsorbsi lemak, susu MCT telah banyak digunakan oleh berbagai klinik.
Penyebab
Gangguan absorbsi lemak (LCT) dapat terjadi pada keadaan : 1. Lipase tidak ada atau kurang. 2. Conjugated bile salts tidak ada atau kurang. 3. Mukosa usus halus (vili) atrofi atau rusak. 4. Gangguan sistem limfe usus.
Keadaan ini akan menyebabkan diare ddengan tinja berlemak (steatorea) dan malabsorbsi lemak.
Dalam keadaan sehat absorbsi LCT dari usus halus bergantung kepada beberapa faktor. Hidrolisis dari LCT menjadi asam lemak dan trigliserida terjadi di usus halus bagian atas dengan pengaruh lipase pankreas dan conjugated bile salts yang ikut membentuk micelles yaitu bentuk lemak yang siap untuk diabsorbsi. Sesudah maseuk ke dalam usus kecil terjadi reesterifikasi dari asam lemak sehingga kemudian terbentuk kilomikron yang selanjutnya diangkut melalui pembuluh darah limfe.
Absorbsi MCT berbeda sekali dengan LCT, demikian pula metabolismenya. MCT dapat diabsorbsi dengan baik dan cepat walaupun tidak terdapat lipase pankreas dan conjugated bile salts, apalagi karena tidak melalui pembentukan micelles dan kilomikron. MCT akhirnya akan diangkut langsung melalui vena porta dan selanjutnya dalam hati akan dimetabolisme.
Patofisiologi
Malabsorbsi lemak dapat terjadi pada kelainan sebagai berikut : 1. Penyakit pankreas : fibrosis kistik, insufisiensi lipase pankreas. 2. Penyakit hati : hepatitis neonatal, atresia biliaris, sirosis hepatis. 3. Penyakit usus halus : reseksi usus halus yang ekstensif (pada atresia, volvulus, infark mesenterium), penyakit seliak dan malabsorbsi usus (karena kelainan mukosa usus atau atrofi), enteritis regional, tropical sprue, contaminated small bowel syndrome, abetalipoproteinemia (karena gangguan pembentukan kilomikron), malabsorbsi yang sebabnya tidak diketahui. Mungkin sekali terjadi pada diare berulang dan kronis pada malnutrisi energi protein. 4. Kelainan limfe : limfangiektasia usus, gangguan limfe karena trauma, tuberkulosis, kelainan kongenital. 5. Neonatus kurang bulan.
Diagnosis
Steatorea atau bertambahnya lemak dalam tinja merupakan suatu conditio sine qua non untuk diagnosis malabsorbsi lemak.
Prosedur yang paling sederhana ialah pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis. Tanda-tanda makroskopis tinja yang karakteristik tinja berlemak ialah
lembek, tidak terbentuk (nonformed stool ), berwarna coklat muda sampai kuning, kelihatan berminyak. Pemeriksaan mikroskopis lebih menentukan.
Perhitungan kuantitatif metode Van de Karmer atau tinja yang dikumpulkan 3 hari berturut-turut merupakan pemeriksaan yang paling baik. Bila ekskresi dalam feses lebih dari 15 gram selama 3 hari (5 g/hari) maka hal ini akan menunjukan adanya malabsorbsi.
Pengobatan Pengobatan lebih banyak ditunjukan pada latar belakang penyebab terjadinya malabsorbsi lemak ini. Kemudian untuk malabsorbsi lemaknya sendiri diberikan susu MCT. Preparat MCT di luar negeri banyak dibuat dari minyak kelapa. 1. Dalam bentuk bubuk : Portagen, atau Tryglyde (Mead Johnson),Trifood MCT milk. 2. Dalam bentuk minyak : Mead Johnson MCT oil, Trifood MCT oil . 3. Mentega MCT : margarine union.
MALABSORBSI PROTEIN Protein memegang perana penting dalam hampir semua proses biologi. Peran dan aktivitas protein terlihat dalam contoh berikut ini : 1. Katalisis enzimatik Hampir semua
reaksi kimia
dalam
system biologi
dikatalisis
oleh
makromolekul spesifik yang disebut enzim. Sedangkan fakta menunjukan bahwa enzim dibentuk dari protein. Fungsi enzim sendiri adalah sebagai pusat transformasi kimia dalam system biologi 2. Transport dan penyimpanan Bagian molekul kecil dan ion ditranspor oleh protein yang sprsifik misalnya, transpor oksigen dalam eritrosit oleh hemoglobin yang merupakan bagian dari protein 3. Koordinasi gerak Protein merupakan komponen utama dalam otot. Kontraksi otot berlangsung akibat geseran dua jenis filamen protein. 4. Proteksi Imun Yang termasuk disini adalah antibody. Antibody merupakan protein yang spesifik yang dapat mengenal benda asing di dalam tubuh. 5. Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf Respon sel saraf terhadap ranfsang spesifik diperantarai oleh protein reseptor. Misalnya rodopsin protein yang peka terhadap rangsangan cahaya.
Pada protein, biasanya mencakup kelainan pada absorpsi dan gangguan transportasi protein. Pada malabsopsi dan transportasi protein mencakup antara lain : •
Defisiensi enterokinase
•
Sistinuria
•
Penyakit Hartnup
•
Sindrom popok biru
Defisiensi Enterokinase
Enterokinase dihasilkan di mukosa usus halus pada bagian proksimal. Enterokinase juga merupakan enzim yang mengaktivasi tripsinogen menjadi tripsin. Tripsin yang terbentuk kemudian akan mengubah tripsinogen menjadi tripsin dan juga kimotripsinogen dan prokarboksipeptidase menjadi bentuk aktif lainnya. Tripsinogen
Tripsin
Tripsinogen
Tripsin
kimotripsinogen
prokarboksipeptidase
Pada defisiensi enterokinase memperlihatkan gejala antara lain :
Terapi
•
Gejala diare
•
Steatore
•
Gagal tumbuh
•
Hipoproteinemia
•
Anemia
Dengan diet yang mengandung protein dan pemberian ekstrak pancreas merupakan terapi yang efektif. Hal ini akan memperlihatkan keadaan dimana diare akan berhenti dan pertumbuhan anak akan normal kembali.
Sistinuria
Penyakit ini dikenal dalam 3 bentuk yaitu: Type I, Type II dan Type III.
Patogenesis :
Biasanya pasien mempunyai kecenderungan membentuk batu sistin dan gangguan tubular ginjal yang ditandai dengan aminoasistinuria (sistin, lisin, arginin, dan ornitin). Kelainan gastrointestinal dihubungkan dengan malabsorbsi selektif daripada asam amino (dibasic) : sistin, arginin, dan ornitin melalui ginjal dan mukosa usus.
Pada type II hanya terdapat gangguan transpor sistin, sedangkan pada type yang ke III mengenai keempat asam amino (sistin, lisin, arginin, dan ornitin), tetapi lebih ringan.
Pengobatan :
Pada malabsorbsi asam amino dibasic tidak menimbulkan banyak dampak terhadap status nutrisi pasien sebab dapat ditransport secara normal dan bila diberikan dalam bentuk oligopeptida atau protein.
Penyakit Hartnup
Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang dan diturunkan secara autosomal resesif. Penyakit ini mempunyai gejala seperti : •
Ruam pellagra
•
Fotosensitivitas
•
Ataksia selebelar Gejala ini cenderung terjadi bila ruam kulit tampak lebih hebat.
Gambaran kliniknya bervariasi dari pasien ke pasien dan dari waktu ke waktu pada pasien yang sama. Biasanya tidak terdapat penurunan intelektual, tetapi dapat terjadi gangguan emosional dan delirium. Manifestasi klinik biasanya membaik dengan bertambahnya usia pasien, tetapi perawakan pasien umumnya pendek.
Patofisiologi
Biasanya pasien mengalami gangguan resorpsi di tubular ginjal dan absorpsi di usus. Metionin termasuk golongan ini masih bias diabsorpsi dengan baik dan hal ini menunjukan ada dan masih berfungsinya system transpor metionin yang masih baik. Pada penyakit ini terjadi gangguan absorpsi seperti : •
Triptofan
•
Indol
Pengobatan
Biasanya penyakit ini bersifat asimptomatik bila diet penderita mengandung tinggi protein. Selain itu, juga dapat diberikan nikotinamid peroral dapat menghilangkan penyakit ini.
Sindrom Popok Biru
Patofisiologi
Penyakit ini
merupakan
bentuk familial dari hiperkalsemia
dengan
nefrokalsinosis dan kelainan usus berupa malabsorpsi triptofan. Triptofan yang tidak diabsorpsi akan memasuki kolon yang kemudian dipecah oleh bakteri menjadi indol yang kemudian diserap. Di hati indol akan diserap menjadi indikan yang dikeluarkan melalui urin. Indikan kemudian terjadi oksidasi dan konyugasi 2 molekul indikan menjadi indigotin (indigo biru), yang menyebabkan popok menjadi berwarna biru pada bayi.
Skema : Triptofan
Kolon + Bakteri
Diserap (hati)
Indikan
oksidasi + konyugasi
Indigotin (indigo Biru)
Biru pada popok