BAB III SISTEM PROTEKSI
3.1 Sistem Proteksi Tenaga Tenaga Listrik Suatu sistem tenaga listrik dibagi ke dalam seksi –seksi –seksi yang dibatasi oleh PMT. Tiap seksi memiliki relay pengaman dan memiliki daerah pengamanan ( Zone of Protection). Protection). Bila terjadi gangguan, maka relai akan bekerja mendeteksi gangguan dan PMT akan trip. Daerah proteksi pada sistem tenaga listrik dibuat bertingkat dimulai dari pembangkitan, gardu induk, saluran distribusi primer sampai ke beban. Masing – – masing daerah memiliki satu atau beberapa komponen sistem daya disamping dua buah pemutus rangkaian. Setiap pemutus dimasukkan ke dalam dua daerah proteksi berdekatan. Batas setiap daerah menunjukkan bagian sistem yang bertanggung jawab untuk memisahkan gangguan yang terjadi di daerah tersebut dengan sistem lainnya. Aspek penting lain yang harus diperhatikan dalam pembagian daerah proteksi adalah bahwa daerah yang saling berdekatan harus saling tumpang tindih (overlap ( overlap), ), hal ini dimaksudkan agar tidak ada sistem yang dibiarkan tanpa perlindungan. Pembagian daerah proteksi ini bertujuan agar daerah yang tidak mengalami gangguan tetap dapat beroperasi dengan baik sehingga dapat mengurangidaerah terjadinya pemadaman.
3.1.1 Pembagian Tugas dalam Sistem Proteksi Dalam sistem proteksi pembagian tugas dapat diuraikan menjadi: a. Proteksi utama, berfungsi berfungsi untuk mempertinggi keandalan, keandalan, kecepatan kerja, dan fleksibilitas sistem proteksi terhadap sistem tenaga. b. Proteksi
pengganti, berfungsi
jika
proteksi
utama
menghadapi
kerusakan untuk mengatasi gangguan yang terjadi. c. Proteksi tambahan, berfungsi untuk pemakaian pemakaian pada waktu tertentu sebagai pembantu proteksi utama pada daerah tertentu yang dibutuhkan.
11
3.1.2 Fungsi Rele Proteksi Fungsi rele proteksi pada suatu sistem tenaga listrikantara lain: a. Mendeteksi adanya gangguan atau keadaan abnormal lainnya pada bagian sistem yang diamankannya. b. Melepaskan bagian sistem yang terganggu sehingga bagian sistem lainnya dapat terus beroperasi. c. Memberitahu operator tentang adanya gangguan dan lokasinya.
3.1.3 Gangguan Pada Sistem Tenaga 3.1.3.1
Macam – macam gangguan a) Gangguan Beban Blebih Sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila dibiarkan terus – menerus berlangsung dapat merusak peralatan. Umumnya gangguan beban lebih terjadi di transformator dan memiliki
kemampuan
atau
daya
tahan
terhadap
110%
pembebanan secara continue, meskipun demikan kondisi tersebut sudah merupakan keadaan beban lebih yang harus diamankan. Dengan mengetahui kemampuan pembebanan tersebut penyetelan rele beban lebih sebaiknya dikoordinasikan dengan pengamanan gangguan hubungnan singkat.
b) Gangguan Hubungan Singkat (Short Circuit ) Gangguan hubungan singkat dapat terjadi antar fasa (3 fasa atau 1 fasa) dan satu fasa ke tanah. Gangguan yang terjadi dapar bersifat temporer atau permanen.
Gangguan permanen: terjadi pada kabel, belitan trafo, dan generator.
Gangguan temporer : akibat Flasover karena sambaran petir, pohon, atau tertiup angin. Gangguan hubungan singkat dapat merusak peralatan
secara termis dan mekanis. Kerusakan termis tergantung besar dan lama arus gangguan, sedangkan kerusakan mekanis terjadi akibat gaya tarik-menarik atau tolak menolak. 12
c) Gangguan Tegangan Lebih
Tegangan lebih dengan power frekuensi Misalnya : pembangkit kehilangan beban, over speed pada generator, gangguan pada AVR.
Tegangan lebih transien Misalnya : surya petir atau surya hubung
d) Gangguan Hilangnya Pembangkit Gangguan hilangnya pembangkit dapat disebabkan oleh:
Lepasnya pembangkit akibat adanya gangguan pada sisi pembangkit
Gangguan hubungan singkat pada jaringan menyebabkan terpisahnya sistem, dimana unit pembangkit yang lepas lebih besar dari spinning reverse maka frekuensi akan turun sehungga sistem bisa collapse.
e) Gangguan Instability Gangguan hubungan singkat atau lepasnya pembangkit dapat menimbulkan ayunan daya ( power swing ) atau menyebabkan unit – unit pembangkit lepas sinkron. Ayunan daya ini dapat menyebabkan rele salah kerja. Untuk mengatasi akibat – akibat negative dari berbagai macam gangguan – gangguan tersebut diatas, maka diperlukan Rele Proteksi.
3.1.3.2
Upaya Mengatasi Gangguan Dalam sistem tenaga listrik, upaya untuk mengatasi gangguan dapat dilakukan dengan cara : a) Mengurangi terjadinya gangguan
Memakai peralatan yang memenuhi standar peralatan.
Penentuan spesifikasi yang tahan terhadap kondisi kerja normal/gangguan.
Penggunaan kawat tanah pada saluran udara dan tahanan kaki tiang yang rendah pada SUTT/SUTET.
Penebangan pohon – pohon yang dekat dengan saluran. 13
b) Mengurangi akibat gangguan
Mengurangi besarnya arus gangguan, dapat dilakukan dengan menghindari konsentrasi pembangkit pada satu lokasi dan menggunakan tahanan pertahanan netral.
Penggunaan Lightning Arrester dan koordinasi isolasi.
Melepaskan bagian terganggu PMT dan Rele.
Pola Load Shedding
Mempersempit daerah pemadaman dengan:
Penggunaan jenis rele yang tepat dan koordinasi rele.
Penggunaan saluran double
Penggunaan sistem loop
Penggunaan Automatic Reclosing / Sectionalize
3.2 Sistem Tenaga Listrik Untuk keperluan penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan, diperlukan berbagai peralatan listrik. Berbagai peralatan listrik ini dihubungkan satu sama lain sehingga mempunyai inter relasi dan secara keseluruhan membentuk suatu sistem tenaga listrik, yang dimaksud sistem tenaga listrik adalah sekumpulan pusat listrik dan Gardu Induk (Pusat Beban) yang satu sama lain dihubungkan oleh jaringan transmisi sehingga merupakan sebuah kesatuan interkoneksi. Biaya operasi dari sistem tenaga listrik pada umumnya merupakan bagian biaya yang terbesar dari biaya operasi suatu perusahaan listrik. Secara garis besar biaya operasi dari suatu sistem tenaga listrik terdiri dari : a. Biaya pembelian tenaga listrik b. Biaya pegawai c. Biaya bahan bakar dan material operasi d. Biaya lain – lain Dari keempat biaya tersebut diatas, biaya bahan bakar pada umumnya adalah biaya terbesar. Untuk PLN biaya bahan bakar sekitar 60 persen dari biaya operasi secara keseluruhan. Mengingat hal – hal tersebut diatas maka operasi sistem tenaga listrik perlu dikelola atas dasar pemikiran manajemen operasi yang baik terutama karena melibatkan biaya operasi yang terbesar dan juga karena langsung menyangkut citra PLN kepada masyarakat. Manajemen operasi sistem tenaga listrik
14
haruslah memikirkan bagaimana menyediakan tenaga listrik yang seekonomis mungkin dengan tetap memperhatikan hal – hal sebagai berikut : 1. Perkiraan beban (load forecast ) 2. Syarat – syarat pemeliharaan peralatan 3. Keandalan yang diinginkan 4. Alokasi beban dan produksi pembangkit yang ekonomis Keempat hal tersebut diatas seringkali masih harus dikaji terhadap beberapa kendala seperti : a. Aliran daya dalam jaringan b. Daya hubung singkat peralatan c. Penyediaan suku cadang dan dana d. Stabilitas sistem tenaga listrik Dengan memperhatikan kendala – kendala ini maka seringkali harus dilakukan pengaturan kembali terhadap rencana pemeliharaan dan alokasi beban. Makin besar suatu sistem tenaga listrik, semakin banyak unsur yang harus dikoordinasikan serta yang harus diamati, sehingga diperlukan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta analisa operasi sistem yang cermat. Sistem Tenaga Listrik terbagi dalam tiga sub sistem : 1. Sistem Pembangkitan 2. Sistem Transmisi 3. Sistem Distribusi Sistem pembangkitan tenaga listrik berfungsi membangkitkan energi listrik melalui berbagai macam pembangkit tenaga listrik. Pada pembangkit tenaga listrik ini sumber – sumber energy alam dirubah oleh penggerak mula menjadi energy mekanis yang berupa kecepatan atau putaran, selanjutnya energy mekanis tersebut dirubah menjadi energi listrik oleh generator. Sistem transmisi berfungsi menyalurkan tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban memalui saluran transmisi. Saluran transmisi akan mengalami rugi – rugi tegangan, maka untuk mengatasi hal tersebut tenaga yang akan dikirim dari pusat pembangkit ke pusat beban harus ditransmisikan dengan tegangan tinggi maupun ekstra tinggi. 15
Sistem distribusi berfungsi mendistribusikan tenaga listrik ke konsumen yang berupa pabrik, industri, perumahahan dan sebagainya. Transmisi tenaga dengan tegangan tinggi maupun ekstra tinggi pada saluran transmisi dirubah pada gardu induk menjadi tegangan menengah atau tegangan distribusi primer, yang selanjutnya diturunkan lagi menjadi tegangan untuk konsumen.
Gambar 3.1 Jaringan Sistem Tenaga Listrik Macam – macam tegangan yang disalurkan dalam sistem tenaga listrik, diantaranya sebagai berikut : a. Tegangan Extra Tinggi (500 kV) b. Tegangan Tinggi (150 kV, 70 kV) c. Tegangan Menengah (20 kV, 12 kV, 6 kV) d. Tegangan Rendah (220 V, 110 V) Penelitian dan pengembangan dalam bidang kelistrikan , elektronika telekomunikasi, dan aplikasi computer dalam sistem kelistrikan sudah semakin banyak dilakukan. Salah satu diantaranya adalah dalam bidang pengelolaan sistem tenaga listrik mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi hingga pelayanan
16
pelanggan, yang bertujuan untuk memperoleh pengelolaan sistem yang aman dengan mutu yang baik, tetapi dengan biaya yang efisien. Sistem pengaturan tenaga listrik tersebut berkembang mulai dari pengaturan konvensional dimana tiap – tiap sub-sistem memerlukan operator, disusul kemudian dengan sistem pengaturan berbasis komputer agar sistem konvensional tersebut dapat dipantau dan diawasi secara terpusat dari jarak jauh, dan yang terakhir adalah sistem pengaturan secara terintegrasi dimana sub-sistem tidak memerlukan operator lagi, yang berarti fungsi operator diambil alih sepenuhnya oleh operator control center . Operator control center yang biasa disebut dispatcher sistem atau petugas piket operasi sistem yang harus mengatur pembagian beban diantara pusat – pusat listrik yang beroperasi dalam sistem untuk melakukan tugas ini seorang dispatcher sistem memerlukan sarana telekomunikasi. Jadi sejak sistem tenaga listrik harus dilayani oleh dua pusat listrik atau lebih maka diperlukan sarana telekomunikasi untuk mengendalikan sistem tenaga listrik. Untuk sistem interkoneksi yang besar, yang terdiri dari banyak pusat listrik dan banyak pusat beban (gardu induk), saranan pengendalian operasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi saja tidak mencukupi tetapi harus ditambah dengan peralatan telemetering dan alat – alat pengolah data elektronik seperti komputer. Hal ini adalah memadai terutama jika diingat bahwa sistem yang besar juga melibatkan biaya operasi yang besar sehingga pengendalian yang cermat sangat diperlukan. Piket operasi dilakukan untuk mengawasi sekitar 400 GI dan pembangkit – pembangkit yang beroperasi. Dalam melakukan pengendalian listrik, operator – operator antar GI melakukan komunikasi dengan menggunakan perangkat komunikasi seperti telepon PLC, telepon PT. Telkom dan Radio Komunikasi. PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali dalam hal ini berperan sebagai penyalur dan pengaturan sistemtenaga listrik antara pembangkit tenaga listrik dan pusat beban di Indonesia sejak tahun 1995.
17
3.3 Latar Belakang Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa Bali Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor : 03 Tahun 2007 Aturan operasi ini menjelaskan tentang peraturan dan prosedur yang berlaku untuk menjamin agar keandalan dan efisiensi operasi Sistem Jawa-Madura-Bali dapat dipertahankan pada suatu tingkat tertentu. Berikut ini adalah isi dari aturan operasi mengenai pengendalian frekuensi yaitu sebagai berikut : OC 3.0 Pengendalian Frekuensi Frekuensi di sistem akan konstan bila total pembangkitan seimbang dengan total beban ditambah dengan rugi-rugi jaringan. Bila pembangkitan melebihi beban ditambah rugi-rugi, maka frekuensi sistem naik. Bila beban ditambah rugi-rugi melebihi pembangkitan, maka frekuensi sistem turun. Rentang pengaturan frekuensi yang sempit diperlukan untuk menyediakan frekuensi pasokan yang stabil bagi semua pemakai jaringan dan pelanggan akhir. Frekuensi sistem dipertahankan dalam kisaran ± 0,2 Hz di sekitar 50 Hz, kecuali dalam periode transien yang singkat, dimana penyimpangan sebesar ± 0,5 Hz diizinkan, serta selama kondisi darurat. Pengendalian frekuensi dapat dicapai melalui : a. Aksi governor unit pembangkit (regulasi primer) b. Unit pembangkit yang memiliki automatic generation control (pengendalian sekunder) c. Perintah Pusat Pengatur Beban ke pembangkit untuk menaikkan atau menurunkan tingkat pembebanan pembangkit dalam rangka mengantisipasi perubahan beban d. Penurunan tegangan dalam rangka menurunkan beban sistem e. Pengurangan beban secara manual f.
Peralatan pelepasan beban otomatis dengan rele frekuensi rendah, dan
g. Pelepasan generator oleh rele frekuensi lebih
OC 3.1 Kesalahan Waktu (Time Error) Dalam rangka menyediakan indikasi waktu yang andal bagi peralatan pelanggan yang menghitung jam berdasarkan frekuensi, Pusat Pengatur Beban harus berusaha untuk menghindari kesalahan waktu (time error ) lebih dari 30 detik. 18
OC 3.2 Aksi Governor Pembangkit Semua unit pembangkit harus beroperasi dengan governor yang tidak diblok kecuali diizinkan oleh Pusat Pengatur Beban. Semua unit pembangkit harus menyetel karakteristik droop governor pada 5% kecuali diizinkan oleh Pusat Pengatur Beban untuk menyetel pada tingkat yang lain. OC 3.3 Pembangkit yang memiliki Automatic Generation Control (AGC) Operator unit pembangkit yang berkemampuan AGC harus segera mengikuti perin Pusat Pengatur Beban untuk mengaktifkan atau mematikan AGC. Jumlah rentang pengaturan dari pembangkit ber-AGC harus dijaga minimum sebesar 2,5% dari beban
sistem. Pusat Pengatur Beban harus menghindari tercapainya batas
pengendalian AGC pada kondisi operasi normal. OC 3.4 Pengurangan Tegangan untuk Mengurangi Beban Sistem Jika Pusat Pengatur Beban bahwa frekuensi telah atau akan turun dibawah 49,7 Hz dan cadangan tersedia tidak cukup untuk mengembaliikan frekuensi ke kisaran normal, Pusat Pengatur Beban harus mengumumkan bahwa terjadi kondisi darurat pada sistem. Dalam hal ini Pusat Pengatur Beban harus memerintahkan Pengatur Beban Region/Sub-region dan operator pembangkit untuk mengurangi tegangan sebagaimana dijelaskan pada Aturan Penyambungan (CC2.0). bila sistem telah dipulihkan ke mondisi yang memuaskan, maka Pusat Pengatur Beban harue memerintahkan pengembalian teangan ke kisaran normal. OC 3.5 Pengurangan Beban secara Manual Jika selama kondisi darurat Pusat Pengatur Beban menetapkan frekuensi telah atau akan turun dibawah 49,5 Hz dan cadangan pembangkitan yang ada tidak mencukupi untuk mengembalikan frekuensi ke misaran normal, maka Pusat Pengaturan Beban harus memerintahkan ke Pengatur Beban Region/Sub-region dan konsumen besar untuk secara manual melepas beban yang termasuk dalam kategori ‘dapat diputus’ (interruptible). Pusat Pengaturan Beban atau Pengatur Beban Region/Sub-region dapat pula memerintahkan pelepasan beban secara manual di kawasan – kawasan yang mengalami tegangan sangat rendah atau ketika sistem terancam mengalami masalah tegangan (vltage collapse).
19
OC 3.6 Peralatan Pelepasan Beban secara Otomatis oleh Frekuensi Rendah Dalam rangka menjamin keseimbangan antara beban dan pembangkitan dalam kondisi darurat, palingsedikit 50% dari beban sistem harus dikontrol oleh peralatan pelepasan beban otomatis dengan rele frekuensi rendah. Beban sensitif yang ditetapkan oleh Usaha Distribusi Tenaga Listrik, tidak boleh termasuk dalam program pelepasan beban (load shedding ) oleh rele frekuensi rendah. Maksimum sepuluh tahapan beban untuk dilepas dengan ukuran yang hampir sama namun secara geografis tersebar harus disediakan dan selalu dipertahankan. Pelepasan beban tahap pertama harus di set pada frekuensi yang cukup rendah sehinga terlepasnya pembangkit terbesar di sistem tidak akan menyebabkan bekerjanya tahap pertama tersebut. Tahap terakhir pelepasan beban harus di set pada frekuensi diatas setting under frequency yang tertinggi dari generator – generator yang dilengkapi oleh rele frekuensi rendah, sehingga tidak ada unit pembangkit yang terlepas sebelum pelepasan beban tahap terakhir bekerja.
3.4 Pengaturan Frekuensi Sistem tenaga listrik harus dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik dari para konsumen dari waktu ke waktu. Dalam hal ini daya yang dibangkitkan dalam sistem tenaga listrik harus selalu sama dengan beban sistem, hal ini diamati melalui frekuensi sistem. Berikut ini akan dijelaskan tentang kondisi kesetimbangan frekuensi antara beban dan pembangkitan : 1) Kondisi Pertama
Gambar 3.2 Beban dan Pembangkit seimbang
20
Frekuensi sistem :
Menunjukkan keseimbangan sesaat antara daya nyata pembangkitan dengan daya nyata dikonsumsi beban.
Bernilai nominal (50Hz) pada saat daya nyata pembangkitan sama dengan daya nyata konsumsi
2) Kondisi Kedua
Gambar 3.3 Pembangkitan lebih besar dari Beban
Frekuensi Sistem :
Bernilai di atas 50 Hz, pada saat daya nyata pembangkitan lebih besar dari daya nyata konsumsi.
Untuk mengembalikanke 50 Hz, daya nyata pembangkitan dikurangi.
21
3) Kondisi Ketiga
Gambar 3.4 Beban lebih besar dari Pembangkitan
Frekuensi Sistem:
Bernilai di bawah 50 Hz, pada saat daya nyata pembangkitan lebih kecil dari daya nyata konsumsi beban.
Untuk mengembalikan ke 50 Hz, daya nyata pembangkitan ditambah.
22