pi nnata nn ata) ) POTENSI PEMANFAATAN AREN (Ar enga pi MASYARAKAT DI ZONA KHUSUS TALLASA TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG
OLEH :
AHMAD TUSMIN M11111021
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata) pinnata) Masyarakat di Zona Khusus Tallasa Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Nama Mahasiswa
: AHMAD TUSMIN
Nomor Pokok
: M11111021
Skripsi ini Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Yusran Jusuf, S.Hut., M.Si. NIP. 196912061999031004 1969120619990 31004
Pembimbing II
Dr. Ir. Ridwan, MSE. NIP. 196801121994031001 19680112199 4031001
Mengetahui, Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin
Dr. Ir. Syamsuddin Millang, M.S. NIP. 196006171986011002
Tanggal Lulus:
November 2015
ii
ABSTRAK
AHMAD TUSMIN (M111 11 021). Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata) Masyarakat di Zona Khusus Tallasa Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Bulusaraung dibawah Bimbingan Yusran Jusuf dan Ridwan
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi bentuk dan tujuan pemanfaatan aren masyarakat, mengetahui proses pengolahan aren dan potensi aren di zona khusus Tallasa Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang potensi pohon aren bagi pihak yang terkait dalam usaha pemanfaatan pohon aren secara berkelanjutan serta sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya terkait judul. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 di Dusun Tallasa Desa Samangki Kecamatan Simbang Kabupaten Maros. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survei lapangan, wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat memanfaatkan aren sebagai bahan makanan dan bahan perabotan rumah. Pemanfaatan aren untuk bahan makanan berasal dari pengolahan nira aren menjadi gula aren dan tuak serta pengolahan buah aren menjadi kolang-kaling, sedangkan pemanfaatan aren untuk perabotan rumah berasal dari pemanfaatan daun menjadi sapu lidi dan atap rumah. Proses pengolahan aren yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Tallasa masih bersifat tradisonal yang dilakukan turun-temurun dan belum ada perkembangan secara modern, sehingga masyarakat hanya memanfaatkan bagian-bagian tertentu dari pohon aren seperti nira, buah dan daun. Kata Kunci: Aren, Gula Aren, Zona Khusus, TN-Babul
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “ Potensi Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata) Masyarakat di Zona Khusus Tallasa Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat kesulitan. Tanpa bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak akan selesai dengan baik. Untuk itu, dengan penuh kerendahan hati, penulis menghaturkan terima kasih yang setinggitingginya kepada pihak yang telah membantu dan meluangkan waktunya dalam penyelesaian skripsi ini : 1. Bapak Prof. Dr. H. Yusran Jusuf, S.Hut., M.Si. dan Dr. Ir. Ridwan, MSE. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik guna perbaikan skripsi ini. 2. Ibu Asrianny, S.Hut., M.Si. dan Bapak Emban Ibnurusyd, S.Hut., M.Si. serta Dr. Ir. Andi Sadapotto, M.P. juga selaku penguji yang telah memberikan saran, bantuan dan kritik guna perbaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr. H. Yusran Jusuf, S.Hut., M.Si. selaku Dekan Fakultas Kehutanan dan seluruh Staf pengajar bapak/Ibu dosen yang telah banyak memberikan pengetahuan dan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin.
iv
4. Bapak/ Ibu Staf Administrasi Fakultas Kehutanan atas bantuannya selama berada di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar. 5. Bapak Kepala Desa Samangki dan Kepala Dusun Tallasa yang telah memberikan kesempatan melaksanakan kegiatan penelitian di lokasi peneliti an. 6. Semua teman-teman di Laboratorium Kebijakan dan Kewirausahaan Kehutanan , dan Teman-teman Purba 2011 atas bantuannya memberi
semangat dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan ini. 7. Saudara-saudaraku di GPS 307, atas bantuannya dalam memberikan semangat dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan ini. 8. Tim Layanan Kehutanan Masyarakat (TLKM) yang telah membantu dalam perampungan penelitian ini. Terkhusus, ungkapan terima kasih dan hormat penulis haturkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta Massi dan Ammase, serta kakak-kakakku tersayang, Arnida S.Pd. dan Mashudi yang juga tak pernah bosan mendoakan, mencurahkan kasih sayang, perhatian, pengorbanan, dan motivasi yang kuat dengan segala jerih payahnya sehingga penulis selalu diberikan jalan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga sarjana. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu sangat mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Makassar,
November 2015
Ahmad Tusmin
v
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii ABSTRAK ............................................................................................................ iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x I.
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A.
Latar Belakang ......................................................................................... 1
B.
Tujuan dan Kegunaan .............................................................................. 3
II.
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4
A.
Taman Nasional ....................................................................................... 4
B.
Zonasi Taman Nasional............................................................................ 6
C.
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ............................................ 9
D.
Zona Khusus Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung .................... 10
E.
Kebijakan dalam Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ........................................................................................... 11
F.
Potensi Aren Arenga pinnata ................................................................. 12 1.
Deskripsi Tanaman Pohon Aren Arenga pinnata .................................. 12
2.
Penyebaran dan Tempat Tumbuh Aren Arenga pinnata........................ 13
3.
Bagian-Bagian Tanaman Aren Arenga pinnata ..................................... 14
4.
Potensi Pemanfaatan Aren Arenga pinnata ........................................... 16
III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 19
A.
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 19
B.
Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 19
C.
Metode Pengumpulan Data .................................................................... 19
D.
Jenis Data ............................................................................................... 20
vi
E.
Metode Analisis data .............................................................................. 21
F.
Konsep Operasional ............................................................................... 21
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN.......................................... 23
A.
Keadaan fisik wilayah ............................................................................ 23 1.
Letak dan luas ........................................................................................ 23
2.
Topografi................................................................................................ 23
3.
Iklim ....................................................................................................... 23
B.
V.
Keadaan Sosial Ekonomi ....................................................................... 27 1.
Jumlah Penduduk ................................................................................... 27
2.
Tingkat Pendidikan ................................................................................ 27
3.
Mata Pencaharian ................................................................................... 28
4.
Sarana dan Prasarana.............................................................................. 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 30
A.
Bentuk Pemanfaatan Pohon Aren di Zona Khusus Tallasa ................... 30
B.
Proses Pengolahan Pohon Aren di Zona Khusus Tallasa ....................... 32 1.
Bahan Makanan ...................................................................................... 32
2.
Bahan Minuman ..................................................................................... 37
3.
Perabotan Rumah ................................................................................... 37
C.
Potensi Pohon Aren di Zona Khusus Tallasa ......................................... 38 1. Nira......................................................................................................... 38 2.
Buah ....................................................................................................... 40
3.
Daun ....................................................................................................... 41
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 42
A.
Kesimpulan ............................................................................................ 42
B.
Saran....................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43 LAMPIRAN 1 ...................................................................................................... 45 LAMPIRAN 2 ...................................................................................................... 47
vii
DAFTAR TABEL
No.
Judul
Halaman
1.
Data Curah Hujan Bulanan ………………………………….......
2.
Jumlah Bulan Basah, Bulan Kering dan Bulan Lembab selama 10 Tahun
24
di Desa Samangki Kecamatan Simbang Kabupaten Maros ........
25
3.
Klasifikasi iklim di Indonesia menurut Schmidt dan Ferguson ....
26
4.
Jumlah Penduduk Tiap Dusun di Desa Samangki ………………
27
5.
Bentuk dan Tujuan Pemanfaatan Pohon Aren …………………..
31
6.
Potensi Nira Perhari ……………………………………………... 38
7.
Harga Olahan Aren yang Dijual …………………………………
40
viii
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul
Halaman
1.
Diagram Potensi Tanaman Aren ………………………………
18
2.
Proses Pengolahan Aren Secara Tradisional ………………….
33
3.
Proses Pengolahan Aren Secara Modern ……………………..
34
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Judul
Halaman
1.
Quisioner ………………………………………………………..
46
2.
Foto Kegiatan Penelitian dan Proses Pembuatan Gula Aren …..
48
x
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Areal Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN-Babul) seluas 43.750 ha, yang terletak di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.398/Menhut-II/2004, tanggal 18 Oktober 2004. Areal taman nasional tersebut dulunya berupa Taman Wisata Alam Bantimurung seluas 1.624,25 ha, Cagar Alam Karaenta seluas 1.226 ha, Cagar Alam Bantimurung seluas 1000 ha, Cagar Alam Bulusaraung seluas 8.056,65 ha, serta sebagian hutan lindung dan hutan produksi (Sabar, 2011). Keberhasilan pengelolaan kawasan taman nasional berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi yaitu menjamin terpeliharanya proses ekologis yang
menunjang
sistem
penyangga
kehidupan,
menjamin
terpeliharanya
keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistem, serta mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumberdaya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya (Kadir, 2013). Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam mencapai ketiga sasaran tersebut adalah berkaitan dengan keberadaan dan aktivitas masyarakat dalam kawasan taman nasional dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena
itu,
untuk
mengatasi
permasalahan
tersebut,
pemerintah
telah
mengeluarkan beberapa kebijakan yang digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan
taman
nasional.
Salah
satu
kebijakan
pemerintah
adalah
dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56//Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional 1
karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. Berdasarkan hasil observasi lapangan bahwa keberadaan serta aktivitas masyarakat dalam kawasan taman nasional berkaitan dengan kepentingan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam hutan dalam kawasan tersebut untuk
memenuhi
kebutuhan
hidupnya.
Masyarakat
telah
turun-temurun
memanfaatkan hasil hutan yang ada dalam kawasan taman nasional, salah satunya adalah pemanfaatan pohon aren, masyarakat dalam kawasan taman nasional sangat bergantung pada penghasilan dari pohon aren yang dikelola. Pohon aren cukup dikenal di kawasan tropik karena banyak ragam kegunaannya. Hampir semua bagian fisik (daun, batang, bunga, akar dan ijuk) dan produksi (buah, nira dan pati/tepung) dari tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Akan tetapi dalam pemanfaatan pohon aren oleh masyarakat, nira adalah yang paling banyak memberikan manfaat langsung bagi masyarakat di desa atau di sekitar hutan (Lempang, 2012). Menurut Lutony, 1993 dalam Lempang, 2012 bahwa tanaman aren yang sehat setiap tandan bunga jantan bisa menghasilkan nira sebanyak 900-1.800 liter/tandan, sedangkan pada tanaman aren yang pertumbuhannya kurang baik hanya rata-rata 300-400 liter/tandan. Pohon aren merupakan salah satu jenis tumbuhan yang terdapat di Dusun Tallasa Desa Samangki Kecamatan Simbang Kabupaten Maros. Jenis tumbuhan ini telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Tallasa dalam memenuhi
2
kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, kajian mengenai potensi pemanfaatan aren di Zona Khusus Tallasa Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung ini dilakukan penelitian.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi bentuk dan tujuan pemanfaatan aren masyarakat di Zona Khusus Tallasa Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, 2. Mengetahui proses pengolahan aren di Zona Khusus Tallasa Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, dan 3. Mengetahui potensi aren yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang potensi pohon aren bagi pihak yang terkait dalam usaha pemanfaatan pohon aren secara berkelanjutan serta sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya terkait judul.
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Nasional
Taman nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam. Adapun fungsi taman nasional adalah: 1. Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan 2. Sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa 3. Sebagai kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya Sedangkan Taman Nasional menurut peraturan menteri kehutanan nomor: p.56/menhut-II/2006 tentang pedoman zonasi taman nasional, adalah kawasan pelestarian alam baik daratan maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yaitu dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Hingga saat ini telah ditetapkan sebanyak 50 Taman Nasional yang menyebar di seluruh tanah air. Taman nasional ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kehutanan mencakup substansi alasan, posisi, luasan, jenis flora dan fauna endemik atau langka dan job deskripsi pelaksanaan pengembangan. Taman nasional tidak hanya memiliki karakteristik yang masuk kriteria Cagar Biosfer,
4
tetapi sebagian masuk Situs Ramsar ( Ramsar Sites) dan Warisan Dunia (World Heritage Sites), serta sebagian lain belum terdefinisikan (Nugroho, 2011).
Kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan taman nasional meliputi (Sugiarto, 2012):
1. Memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik; 2. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh; 3. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; dan 4. Merupakan wilayah yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan zona lainnya sesuai dengan keperluan.
Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:
1. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; misalnya : tempat penelitian, uji coba, pengamatan fenomena alam, dll 2. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; misalnya : tempat praktek lapang, perkemahan, out bond, ekowisata, dll 3. Penyimpanan dan penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam; misalnya : pemanfaatan air untuk industri
air
kemasan,
obyek
wisata
alam,
pembangkit
listrik
(mikrohidro/pikohidro), dll
5
4. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; misalnya : penangkaran rusa, buaya, anggrek, obat-obatan, dll 5. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; misalnya : kebun benih, bibit, perbanyakan biji, dll. 6. Pemanfaatan tradisional. Pemanfaatan tradisional dapat berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi (Sugiarto, 2012).
Mekanisme
pemanfaatan
bersama
pihak
ketiga:
terlebih
dahulu
membangun kesepahaman/kesepakatan/kolaborasi dengan pengelola Taman Nasional dalam rangka pemanfaatan potensi kawasan (sesuai Permenhut nomor P19/Menhut/2004) terhadap masyarakat di sekitar Taman Nasional dilakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di sekitar Taman Nasional dilakukan melalui (Sugiarto, 2012):
1.
Pengembangan desa konservasi;
2.
Pemberian izin untuk memungut hasil hutan bukan kayu di zona atau blok pemanfaatan, izin pemanfaatan tradisional, serta izin pengusahaan jasa wisata alam;
3.
Fasilitasi kemitraan pemegang izin pemanfaatan hutan dengan masyarakat.
B. Zonasi Taman Nasional
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang 6
mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Dalam wilayah taman nasional dapat ditemui zona-zona tertentu yang memiliki kriteria berdasarkan peran, fungsi dan manfaatnya. Penetapan zonasi bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi dan peruntukan potensi sumber daya alam hayati dan ekosistem. Konsekuensinya, setiap perlakuan atau kegiatan terhadap kawasan taman nasional, baik untuk keperluan pelestarian, pemanfaatan maupun pengelolaannya, harus mencerminkan pada ketentuan atau aturan yang berlaku pada setiap zona dimana kegiatan tersebut dilakukan. Taman nasional dapat memiliki hingga tujuh zona atau mungkin kurang dari itu, tergantung keadaan dan karakteristik taman nasional (Nugroho, 2011).
Berdasarkan Permenhut No.P.56//Menhut-II/2006 zona dalam kawasan taman nasional terdiri dari : 1. Zona inti; 2. Zona rimba; Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan 3. Zona pemanfaatan; 4. Zona lain, antara lain: a.
Zona tradisional;
b.
Zona rehabilitasi;
c.
Zona religi, budaya dan sejarah;
d.
Zona khusus.
7
1. Zona Inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia
yang
mutlak
dilindungi,
berfungsi
untuk
perlindungan
keterwakilan keanekaragaman hayati. 2. Zona rimba/zona perlindungan bahari (untuk wilayah perairan) adalah adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaa pemanfaatan. tan.
3. Zona Pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi
alamnya, yang terutama
dimanfaatkan untuk kepentingan
pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. 4. Zona lain adalah merupakan zona kawasan taman nasional yang karena fungsi dan kondisinya dikembangkan di luar ketentuan zona inti dan zona pemanfaatan, yang mencakup: a. Zona tradisional adalah bagian taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam. b. Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan. c. Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasional yang didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan
8
atau
sejarah
yang
dimanfaatkan
untuk
kegiatan
keagamaan,
perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah. d. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. C. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Salah satu bagian dari upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang telah banyak dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan menetapkan beberapa bagian dari wilayah Republik Indonesia sebagai kawasan konservasi. Salah satu diantaranya adalah kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN-Babul) di Provinsi Sulawesi Selatan (Sabar, 2011).
Penetapan areal Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung diharapkan akan berdampak ekologis dan juga sosial ekonomi yang positif kepada masyarakat. Meskipun demikian, pada tahap awal pengelolaan taman nasional masyarakat lebih banyak merasakan dampak negatif sebagai akibat dari terbatasnya atau bahkan hilangnya akses mereka terhadap areal yang telah dikelola secara turun-temurun yang pada saat ini berada di dalam areal taman nasional. Hal ini menyebabkan munculnya konflik pengelolaan taman nasional (Sabar, 2011). Departemen Kehutanan sebenarnya telah mengeluarkan dua aturan khusus untuk menghindari konflik di dalam areal taman nasional yaitu Peraturan Menteri
9
Kehutanan
(Permenhut)
nomor
P.19/Menhut-II/2004
tentang
Kolaborasi
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dan Permenhut nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Kedua Permenhut tersebut, memungkinkan keterlibatan pihak lain, termasuk masyarakat. Berdasarkan kedua aturan tersebut, untuk mengakomodasi tujuan konservasi pengelolaan taman nasional pada suatu sisi dan tujuan mensejahterakan masyarakat di sekitar hutan pada sisi yang lain, areal Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung telah ditata menjadi 4 zona pengelolaan yaitu: (1) zona inti dan zona rimba untuk tujuan utama konservasi, (2) zona khusus dan zona tradisional untuk tujuan utama mensejahterakan masyarakat di sekitar tanpa melupakan tujuan konservasi taman nasional. Pengelolaan setiap zona tersebut di atas memerlukan suatu konsep yang dapat mengakomodasi kepentingan para pihak secara proporsional (Sabar, 2011).
D. Zona Khusus Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) merupakan ekosistem karst yang memiliki potensi sumber daya alam hayati dengan keanekaragaman yang tinggi serta keunikan dan kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah. Kawasan ini memiliki berbagai jenis flora dan fauna (Nugroho, 2011). TN Babul secara administratif terletak dalam tiga wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, dan Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah TN Babul terbagi habis ke dalam 10 wilayah kecamatan, 40 desa dan 71 dusun/lingkungan (Balai TN Babul, 2008). Kondisi ini menyebabkan TN
10
Babul sangat rentan terjadinya konflik kepentingan antara masyarakat dan pemerintah (Kadir, 2013). Konflik antara masyarakat dengan pemerintah selaku pengelola kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) lebih banyak disebabkan oleh karena masyarakat merasa keberadaan kawasan TN Babul dengan segala aturan yang terdapat didalamnya akan menghalangi mereka untuk memenuhi kebutuhannya, seperti pemenuhan kebutuhan akan papan (kayu) dan kebutuhan untuk mendapatkan penghidupan yang layak melalui peningkatan pendapatan, baik yang bersumber dalam kawasan hutan maupun pada lahan milik. Kondisi seperti ini ditemui hampir pada seluruh desa yang berbatasan dengan TN Babul (Kadir, 2013). E. Kebijakan
dalam
Pengelolaan
Taman
Nasional
Bantimurung
Bulusaraung
Peraturan Menteri Kehutanan P.56/2006 memungkinkan penetapan sampai 7 zona berdasarkan fungsi konservasi dan pemanfaatan. Untuk mempermudah pengelolaan, proses penetapan dan pengaturan tata batas, sebaiknya penataan ruang Taman Nasional (TN) disederhanakan dengan membagi ruang TN menjadi hanya dua zona yakni zona pemanfaatan (zona khusus) dan zona bukan pemanfaatan (zona inti). Zona khusus seharusnya merupakan hasil kesepakatan antar pihak yang dikelola secara kolaboratif sebagai satu kesatuan dengan TN. Tujuannya untuk menyatukan pembangunan masyarakat dengan konservasi (Cifor, 2010).
11
Sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati merupakan salah satu modal untuk mendukung aktifitas ekonomi, sosial, dan pembangunan serta menjadi sistem pendukung kehidupan. Sumberdaya alam tersebut harus dikelola dan dimanfaatkan secara bijaksana sehingga memberikan manfaat yang optimal dan
berkelanjutan.
Pengelolaan
sumberdaya
alam
tidak
hanya
cukup
menyandarkan pada pendekatan teknis (technical approaches), tetapi bagaimana merumuskan dan menyusun kebijakan yang lebih terpadu (komprehensif), interdisiplin, dan berbasiskan kemampuan sumberdaya lokal dengan melibatkan semua stakeholder yang berkepentingan atas sumberdaya alam tersebut. Kebijakan pengelolaan sumberdaya alam merupakan salah satu bagian atau proses kebijakan publik. (Ramdan dkk, 2003 dalam Kadir, 2012). F. Potensi Aren Ar enga pinnata 1. Deskripsi Tanaman Pohon Aren Ar enga pin nata
Secara ilmiah pohon Aren Arenga pinnata
diklasifikasikan dalam
Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Liliopsida, Ordo Arecales, Famili Arecaceae, Genus Arenga, Spesies Arenga pinnata. Berdasarkan habitus tanaman, pohon aren berdiri tegak dan tinggi, berbatang bulat warna hijau kecoklatan, daun terbentuk dalam reset batang dengan anak daun menyirip berwarna hijau muda/tua, bunga terdiri atas bunga jantan yang menyatu dalam satu tongkol ukuran panjang 1-1,2 cm. Bunga betina pada tongkol yang lain bentuk bulat yang terdiri atas bakal buah tiga buah, warna kuning keputihan. Buah yang telah terbentuk berbentuk bulat panjang dengan ujung melengkung ke dalam, diameter 3-5 cm. Di dalam buah terdapat biji yang
12
berbentuk bulat dan apabila sudah matang warna hitam. Pohon aren akan mencapai tingkat kematangan pada umur 6-12 tahun. Kondisi penyadapan terbaik pada umur 8-9 tahun saat mayang bunga sudah keluar. Penyadapan dapat dilakukan pagi dan sore, setiap tahun dapat disadap 3-12 tangkai bunga dengan hasil rata-rata 6,7 liter/hari atau sekitar 900-1600 liter/pohon/tahun. Menurut Effendi 2009 dalam Effendi 2010 tanaman aren dapat tumbuh dengan baik di dekat pantai sampai pada dataran tinggi 1200 m dari permukaan laut. Tanaman aren sangat cocok pada kondisi landau dengan kondisi agroklimat beragam seperti daerah pegunungan dimana curah hujan tinggi dengan tanah bertekstur liat berpasir. Dalam pertumbuhan tanaman ini membutuhkan kisaran suhu 20-25°C, terutama untuk mendorong perkembangan generatif agar dapat berbunga
dan
berbuah.
Sedang
untuk
pembentukan
mahkota
tanaman,
kelembaban tanah dan ketersediaan air sangat diperlukan dimana curah hujan yang dibutuhkan antara 1200-3500 mm/tahun agar kelembaban tanah dapat dipertahankan. 2. Penyebaran dan Tempat Tumbuh Aren A renga pinnata
Berdasarkan peraturan menteri kehutanan No. P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu pasal 1 ayat 1 bahwa hasil hutan adalah benda benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Pasal 1 ayat 3 hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan fan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Aren Arenga pinnata merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang tercantum dalam peraturan tersebut.
13
Tanaman Aren Arenga pinnata di Indonesia banyak terdapat dan tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara, khususnya di daerah perbukitan dan lembah. Pohon aren Arenga pinnata sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat, berlumpur dan berpasir, tetapi tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya tinggi. Aren Arenga pinnata dapat tumbuh pada ketinggian 9-1.400 meter di atas permukaan laut. Namun yang paling baik pertumbuhannya pada ketinggian 500-800 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan lebih dari 1.200 mm setahun atau pada iklim sedang dan basah (Delima, 2013). Tanaman Aren Arenga pinnata merupakan tanaman dari suku Palmae yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama terdapat di empat belas provinsi, seperti : Papua, Maluku Utara, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Kalimantan Selatan dan Nangroe Aceh Darussalam. Total luas aren di Indonesia sekitar 62.009 Ha (Ditjenbun, 2009 dalam Delima, 2013). 3. Bagian-Bagian Tanaman Aren Ar enga pin nata
Bagian-bagian tanaman aren terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Selama ini bagian-bagian tanaman tersebut telah dimanfaatkan secara tradisional. Adapun rincian mengenai pemanfaatannya akan dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut (Soetedjo 2009): 1.
Akar Di beberapa wilayah di Indonesia akar aren digunakan sebagai bahan untuk membuat anyaman, cambuk sais pedati, dan media tumbuh tanaman
14
anggrek. Selain itu, akar aren juga dimanfaatkan untuk obat tradisional. Akar aren muda digunakan untuk obat batu ginjal, sedangkan akar tua untuk obat sakit gigi. 2.
Batang Di daerah Jawa Barat, bagian tengah atau empulur aren yang menghasilkan sagu halus digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kue. Selain itu, batang aren juga digunakan sebagai bahan bangunan, furniture, dan ukiran kayu. Kulit batang aren mengandung tonikum.
3.
Daun Daun muda atau janur yang telah dikeringkan sering digunakan untuk membuat rokok yang dikenal dengan sebutan rokok daun kawung. Di Bali, daun aren sering dimanfaatkan sebagi ornamen dalam upacara adat dan keagamaan. Tulang daunnya yang kecil dapat dibuat sapu lidi atau tusuk sate sedangkan yang besar biasanya digunakan untuk tongkat, alat musik, dan kayu bakar.
4.
Bunga Bunga aren adalah bagian yang dimanfaatkan untuk menghasilkan nira aren. Adapun aren merupakan tanaman berumah satu (monoecious), dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu pohon, dengan dua bunga jantan mangapit satu bunga betina. Tandan bunga betina biasanya terdiri atas ± 38 malai dengan 112-132 bunga betina yang berwarna hijau muda. Bakal buah pada tanaman aren beruang tiga tapi hanya mampunyai satu bakal buah. Kelopak bunga jantan berwarna hijau tetapi tiga mahkota bunga yang
15
membentuk kapsul berwarna ungu yang akan terbuka saat benang sari siap untuk dibuahi. 5.
Buah Buah muda dimanfaatkan untuk membuat kolang-kaling yang berguna sebagai campuran es, campuran kolak pisang, dan manisan buah. Daging buah muda (bagian sabutnya) dimanfaatkan sebagai tuba ikan.
4. Potensi Pemanfaatan Aren Ar enga pinnata
Potensi aren dapat dimanfaatkan, baik berfungsi sebagai konservasi, maupun fungsi produksi yang menghasilkan berbagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi (Hatta-Sunanto, 1993 dalam Delima, 2013). 1. Fungsi Konservasi Pohon Aren Arenga pinnata dengan perakaran yang dangkal dan melebar akan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya erosi tanah. Demikian pula dengan daun yang cukup lebat dan batang yang tertutup dengan ijuk, akan sangat efektif untuk menahan turunnya air hujan yang langsung kepermukaan tanah. Disamping itu pohon Aren Arenga pinnata dapat tumbuh baik pada tebing-tebing, akan sangat baik sebagai pohon pencegah erosi longsor. 2. Fungsi Produksi Hasil produksi dari pohon Aren Arenga pinnata dapat diperoleh mulai dari pemanfaatan akar, batang, daun, bunga dan buah. Akar segar dapat menghasilkan arak yang dapat digunakan sebagai obat sembelit, obat disentri dan obat penyakit paru-paru.
16
Batang yang keras digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat rumah tangga dan ada pula yang digunakan sebagai bahan bangunan. Batang bagian dalam dapat menghasilkan sagu sebagai sumber karbohidrat yang dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, mie dan campuran pembuatan lem. Sedangkan ujung batang yang masih mudah yang rasanya manis dapat digunakan sebagai sayur mayur (Hatta-Sunanto, 1993 dalam Delima, 2013). Tanaman aren Arenga pinnata memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Buahnya dapat dibuat kolang-kaling yang digemari oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Daunnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan dan bisa juga sebagai atap, sedangkan akarnya dapat dijadikan bahan obat-obatan. Dari batangnya dapat diperoleh ijuk dan lidi yang memiliki nilai ekonomi. Selain itu, batang usia muda dapat diambil sagunya, sedangkan pada usia tua dapat dipakai sebagai bahan furnitur (Paudi, 2012). Produk nira aren yang berasal dari tandan bunga jantan sebagai bahan untuk produksi gula aren adalah yang paling besar nilai ekonominya. Dalam gambar pohon industri (Gambar 1) adalah beberapa produk turunan dari aren yang berpotensi untuk dikembangkan (Paudi, 2012).
17
Akar
Arak
Industri
Akar
Obat
Industri Alat Rumah Tangga/Bangunan Batang Sagu Aren
Daun
Bunga
Buah
Industri Makanan Industri Lem
Industri Rokok
Nira
Gula Aren
Kolang - Kaling
Industri Makanan dan Minuman
Industri Makanan
Gambar 1. Diagram Potensi Tanaman Aren
18
III.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 di Zona Khusus Dusun Tallasa Desa Samangki Kecamatan Simbang Kabupaten Maros. B. Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 1.
Alat tulis-menulis, digunakan untuk menulis/mencatat data-data yang diperlukan.
2.
Kamera Digital untuk dokumentasi.
3.
Quisioner untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
C. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui serangkaian kegiatan, sebagai berikut : 1. Survei lapangan Kegiatan survei lapangan dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara umum mengenai potensi aren di Zona Khusus Dusun Tallasa Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2. Wawancara Kegiatan wawancara dilakukan untuk mendapatkan gambaran lebih rinci mengenai potensi aren di Zona Khusus Dusun Tallasa Taman Nasional
Bantimurung
Bulusaraung.
Pengumpulan
data
melalui
wawancara dilakukan dengan menggunakan teknik snowball sampling.
19
Dalam teknik snowball sampling , pertama-tama dipilih satu orang sebagai informan kunci (key informant), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, kemudian dari informan kunci diminta untuk menunjuk satu atau dua orang sebagai informan utama yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam objek penelitian. Karena merasa informasi yang diberikan oleh informan utama belum lengkap, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tau dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh informan sebelumnya. Begitu seterusnya sehingga jumlah sampel menjadi semakin banyak (Sugiyono, 2012 dalam Lian, 2013). 3. Studi literatur Studi literatur yaitu pengumpulan data-data sekunder yang mendukung penelitian tentang potensi di Zona Khusus Dusun Tallasa Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
D. Jenis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Primer Data primer adalah yang diperoleh dengan melakukan observasi lapangan dan wawancara kepada sejumlah responden dimana penelitian ini dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan (quisioner) yang telah disiapkan.
20
2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan hasil penelitian, literatur, karya ilmiah, serta informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini melalui studi literatur. E. Metode Analisis data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah analisis penjelasan untuk data-data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif kemudian disajikan dalam narasi, bentuk tabel maupun gambar. F. Konsep Operasional
Konsep operasional adalah ruang lingkup atau batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini, untuk menghindari perbedaan persepsi. 1. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah untuk mempertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 2. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memperoleh manfaat optimal dari hutan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat dalam pemanfaatan kawasan hutan. 3. Masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan disekitar hutan sebagai kesatuan komunitas sosial yang mata pencaharian utamanya bergantung pada hutan dan hasil hutan. 4. Masyarakat sekitar hutan adalah kelompok-kelompok orang yang tinggal menetap dan melakukan aktifitas sehari-hari di sekitar hutan.
21
5. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. 6. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain saran telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. 7. Potensi aren adalah produk yang dapat dihasilkan dari pohon aren mulai dari akar, batang, buah daun dan bunga untuk dikembangkan. 8. Responden adalah sumber informasi yang menjelaskan tentang dirinya sendiri selaku objek penelitian. 9. Luas lahan adalah areal lahan yang dikelolah oleh masyarakat.
22
IV.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan fisik wilayah 1. Letak dan luas
Dusun Tallasa merupakan salah satu dusun yang secara administrasi berada di Desa Samangki Kecamatan Simbang Kabupaten Maros. Desa Samangki mempunyai luas wilayah 43,62 Km 2 , terletak pada jarak ± 4 Km dari ibukota Kecamatan Simbang dan ± 15 Km dari ibukota Kabupaten Maros, Dusun Tallasa berbatasan dengan wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lebbotengngae Kecamatan Cenrana b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bontomanai Kecamatan Tompobulu c. Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Pattunuang Desa Samangki d. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Laiya Kecamatan Cenrana 2. Topografi
Kondisi
topografi
Dusun
Tallasa
secara
umum
adalah
daerah
pegunungan atau perbukitan. Ketinggian dari permukaan laut ±500 meter dari permukaan laut dan kelerengan 5-45%. 3. Iklim
Umumnya tipe iklim di Indonesia ditetapkan menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson yang berdasarkan atas perbandingan rata-rata bulan kering, bulan lembab dan bulan basah dengan pengklasifikasian sebagai berikut:
23
a. Bulan Kering (bk) dengan curah hujan setiap bulan di bawah 60 mm. b. Bulan Lembab (bl) dengan curah hujan setiap bulan antara 60 mm - 100 mm. c. Bulan Basah (bb) dengan curah hujan setiap bulan lebih besar dari 100 mm. Iklim dan curah hujan di Desa Samangki Dusun Tallasa hampir sama dengan daerah lain yang ada di Kabupaten Maros yaitu memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Berikut data curah hujan bulanan rata-rata selama 10 tahun terakhir disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Data Curah Hujan Bulanan Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
2005
490
316
416
212
193
5
84
-
35
320
270
367
2006
753
X
X
214
214
166
3
-
0
-
132
X
2007
788
912
320
387
189
X
5
X
10
84
325
905
2008
553
636
565
156
69
115
28
4
23
55
315
559
2009
1122
697
151
166
335
72
31
-
19
26
130
684
2010
1003
392
157
221
265
178
255
263
661
296
526
617
2011
711
457
603
422
250
11
1
-
2
124
360
759
2012
526
615
524
497
299
159
107
6
20
169
247
407
2013
1532
705
236
459
196
238
250
6
21
162
335
793
2014
885
336
317
347
251
102
39
11
-
-
160
624
Sumber : Stasiun Klimatologi Kelas 1 Maros Keterangan : X -
: Data tidak masuk : Tidak ada pengamatan
0 : Hujan < 0,5 mm
24
Data Tabel 1 dapat ditentukan jumlah rata-rata bulan basah, bulan kering dan bulan lembab selama 10 tahun terakhir di Desa Samangki Kecamatan Simbang Kabupaten Maros. Dari data curah hujan pada Tabel 1, maka dapat dikelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah, jumlah bulan kering, dan jumlah bulan lembab. Tabel 2. Jumlah Bulan Basah, Bulan Kering dan Bulan Lembab selama 10 Tahun di Desa Samangki Kecamatan Simbang Kabupaten Maros. Tahun
Jumlah Bulan
Jumlah Bulan
Jumlah Bulan
Basah
Kering
Lembab
2005
8
2
1
2006
5
2
0
2007
7
2
1
2008
7
4
1
2009
7
3
1
2010
12
0
0
2011
8
3
0
2012
10
2
0
2013
10
2
0
2014
8
2
0
Jumlah
82
22
4
Rata-rata
8,2
2,2
0,4
Tabel 1. Memperlihatkan bahwa jumlah curah hujan per bulan di Desa Samangki Kecamatan Simbang Kabupaten Maros menyebar setiap bulannya. Bulan kering atau kemarau berada pada bulan Juli sampai September, dan puncaknya di bulan Agustus. Bulan basah pada bulan Oktober sampai bulan Juni. Selama kurun waktu 10 tahun terakhir jumlah bulan basah adalah
25
sebanyak 82, bulan kering 22, dan bulan lembab sebanyak 4. Sehingga dari data tersebut dapat ditentukan nilai Q untuk mengetahui tipe iklim di lokasi penelitian yaitu dengan rumus: Q= =
− − ℎ
× 100%
2,2
× 100%
8,2
= 26,82% Semakin kecil nilai Q semakin basah suatu tempat dan semakin kecil Q maka semakin kering suatu tempat. Berdasarkan pembagian iklim dari Schmidt dan Ferguson, maka tipe iklim pada lokasi penelitian termasuk dalam tipe iklim B yaitu iklim basah, dengan nilai Q rasio berada pada kisaran antara 14,3% - 33,3%. Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson dapat di lihat pada Tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi iklim di Indonesia menurut Schmidt dan Ferguson. Kondisi Iklim
Tipe Iklim
Nilai Q (%)
Sangat Basah
A
0 – 14,3
Basah
B
14,3 – 33,3
Agak Basah
C
33,3 – 60
Sedang
D
60 – 100
Agak Kering
E
100 – 160
Kering
F
160 – 300
Sangat Kering
G
300 – 700
Luar Biasa Kering
H
> 700
26
B. Keadaan Sosial Ekonomi 1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Dusun Tallasa adalah 796 jiwa. Dari jumlah penduduk di 5 dusun yang ada di Desa Samangki, Dusun Tallasa berada pada urutan keempat dari jumlah penduduk terbanyak di Desa Samangki. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk tiap dusun dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini : Tabel 4. Jumlah Penduduk Tiap Dusun di Desa Samangki No
Dusun
Jumlah
1
Samanggi
2
Samanggi Baru
846
3
Balangajia
778
4
Pattunuang
971
5
Tallasa
796
Jumlah
1.435
4.826
Sumber : Kantor Desa Samangki 2. Tingkat Pendidikan
Secara umum tingkat pendidikan di Dusun Tallasa masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana pendidikan yang belum memadai di setiap dusun. Dengan sarana pendidikan yang kurang memadai sehingga sangat mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan di Dusun Tallasa adalah jarak antara sekolah dengan tempat tinggal yang sangat jauh dan biasanya ditempuh dengan berjalan kaki oleh para siswa, selain itu kondisi
27
jalan yang kurang memadai, serta kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan yang masih kurang. 3. Mata Pencaharian
Sebagian besar mata pencaharian penduduk Dusun Tallasa adalah sebagai petani. Selain dari petani, mata pencaharian lainnya adalah peternak, pedagang, buruh/swasta dan wiraswasta. 4. Sarana dan Prasarana
a. Perhubungan Jarak antara Dusun Tallasa dengan ibukota Desa Samangki dapat di tempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Akan tetapi, tidak semua jenis kendaraan roda empat bisa menempuh perjalanan ke Dusun Tallasa, hal ini dikarenakan kondisi jalanan yang tidak mendukung. Lama perjalanan menggunakan kendaraan roda dua menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit . b. Penerangan Sampai saat ini sebagian masyarakat Dusun Tallasa masih menggunakan pelita sebagai alat penerang ruangan dan sebagiannya menggunakan mesin genset. c. Media Komunikasi Media komunikasi yang ada di Dusun Tallasa seperti televisi, radio, handphone, tetapi secara umum penduduk belum semuanya memiliki sarana-sarana tersebut. Handphone merupakan salah satu media komunikasi yang sering dijumpai saat ini dikalangan masyarakat, akan
28
tetapi masyarakat Dusun Tallasa belum bisa menikmati keberadaan tersebut karena belum ada sinyal di lokasi. d. Pemasaran Lembaga tata niaga yang terdapat di Dusun Tallasa adalah pasar. Dusun Tallasa merupakan satu-satunya dusun yang ada pasarnya di Desa Samangki. Masyarakat memasarkan hasil-hasil pertaniannya, sebagian hasil-hasil pertanian masyarakat juga sering dipasarkan kepada pedagang pengumpul yang ada di Dusun Tallasa.
29
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bentuk Pemanfaatan Pohon Aren di Zona Khusus Tallasa
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Dusun Tallasa bahwa pemanfaatan pohon aren oleh masyarakat masih bersifat tradisional atau sederhana. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan atau nilai jual dari hasil pengolahan pohon aren tersebut. Kurangnya pendapatan masyarakat dari pengolahan pohon aren tersebut dikarenakan sarana dan prasarana yang tidak mendukung seperti, peralatan peralatan untuk pengolahan aren, akses jalan untuk memasarkan hasil produksi aren yang dikelola seperti gula aren dan tuak (minuman lokal) dari nira aren, kolang-kaling dari bunga pohon aren, sapu lidi dan lain-lainnya. Ini terlihat dari bentuk dan tujuan pemanfaatan pohon aren yang masyarakat kelola. Dalam pemanfaatan dan pengelolaan pohon aren, masyarakat mengambil hasil pohon aren dan langsung memanfaatkannya. Biasanya dilakukan suatu proses tertentu untuk manghasilkan produk yang diinginkan agar bisa langsung di konsumsi atau dimanfaatkan dan juga untuk dijual. Masyarakat Dusun Tallasa pada umumnya memanfaatkan pohon aren secara tradisional untuk berbagai keperluan, yaitu bahan makanan, bahan minuman dan sebagai perabotan rumah. Bentuk dan tujuan pemanfaatan aren oleh masyarakat Dusun Tallasa dapat dilihat pada Tabel 5.
30
Tabel 5. Bentuk dan tujuan pemanfaatan Pohon aren
No
1.
2.
3.
Bidang Pemanfaatan
Pemanfaatan Bagian
Bentuk
Perabotan Rumah Tangga
Dijual
Nira
Gula aren
Buah
Kolang-Kaling
Konsumsi
Minuman Lokal
Dijual
(Tuak)
Konsumsi
Bahan Makanan
Bahan Minuman
Tujuan
Nira
Daun
Sapu Lidi Atap Rumah
Konsumsi
Kebutuhan Rumah Tangga
Dari data Tabel 5. Di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan pohon aren oleh masyarakat di Dusun Tallasa terdiri dari beberapa bidang pemanfaatan, yaitu pertama sebagai bahan makanan yang bentuk pemanfaatannya sebagai bahan makanan gula aren dengan tujuan untuk keperluan sehari-hari dalam bahan makanan dan juga untuk dijual ke pasar, sedangkan untuk bahan makanan selanjutnya yaitu kolang-kaling diproduksi hanya untuk keperluan tertentu. Kedua digunakan sebagai bahan minuman yang bentuk pemanfaatannya sebagai minuman lokal yaitu tuak dengan tujuan untuk dikonsumsi dan juga dijual ke masyarakat lain yang menginginkan dan yang terakhir digunakan sebagai perabotan rumah tangga yang bentuk pemanfaatanya sebagai sapu lidi dengan tujuan untuk digunakan membersihkan ruangan maupun halaman rumah, sebagian masyarakat juga memanfaatkan daunnya untuk dijadikan atap rumah.
31
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat bahwa sebenarnya masih banyak bagian-bagian pohon aren yang bisa dimanfaatkan namun masyarakat tidak memanfaatkan, seperti sagu yang diambil dari batang pohon aren yang bisa jadi bahan makanan, ijuk yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku sapu ijuk. Masyarakat tidak memanfaatkan atau tidak mengolah bagian-bagian pohon aren tersebut karena selain proses pembuatannya yang membutuhkan waktu cukup lama juga karena tidak ada permintaan pasar serta akses jalan yang tidak mendukung untuk memasarkannya, sehingga masyarakat hanya memanfaatkan bagian-bagian pohon aren yang menurut mereka mudah diolah dan mudah untuk dijual dipasaran.
B. Proses Pengolahan Pohon Aren di Zona Khusus Tallasa
Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan masyarakat Dusun Tallasa diketahui bahwa dari bentuk pemanfaatan pohon aren terdapat proses pengolahan yang harus dilakukan untuk menghasilkan berbagai produk dari pohon aren. Berikut ini adalah uraian proses pengolahan dari bentuk-bentuk pemanfaatannya sebagai berikut : 1. Bahan Makanan
a) Pengolahan Gula Aren Pada umumnya proses pembuatan gula aren dilakukan secara tradisional. Akan tetapi pembuatan gula aren secara tradisional dilakukan secara terbuka dan masih mengandung banyak pengotor yang berasal dari asap pada saat dilakukan pemasakannya menggunakan kayu bakar. Oleh karena itu,
32
dikembangkan proses pembuatan gula aren dengan menggunakan alat modern. Pengolahan dengan teknologi modern ini dilakukan dengan menggunakan evaporator yang dilengkapi dengan pengaduk yang terdapat dalam evaporator (Soetedjo, 2009). Pengolahan gula aren di Dusun Tallasa masih bersifat tradisional, oleh karena itu tidak dilakukan setiap hari dikarenakan prosesnya yang cukup lama. Proses pengolahan nira menjadi gula aren secara tradisional meliputi :
penyadapan nira
penyaringan nira
percetakan
pemasakan,
Gambar 2. Proses pengolahan aren secara tradisional Proses pertama yaitu penyadapan nira dilakukan pada tanaman aren yang telah menghasilkan nira yaitu yang telah berumur ± 8 tahun. Air nira ditampung di dalam bumbungan yang terbuat dari bambu dengan panjang ±1 meter. Sebelum nira aren tersebut dimasak, nira terlebih dahulu disaring dengan menggunakan penyaringan yang berguna untuk memisahkan nira aren dengan kotoran yang ikut sewaktu penyadapan. Setelah proses penyaringan, aren dimasak menggunakan wajan besar di atas tungku api yang berbahan bakar kayu bakar. Proses pemasakan nira aren membutuhkan waktu 8-10 jam untuk 100 liter nira aren. Selama proses pemasakan, air nira terus diaduk agar
33
busa dan kotoran yang ada pada nira dapat keluar dan dibersihkan menggunakan penyaringan. Nira aren yang telah dimasak akan menjadi kental dan berwarna merah kecoklatan sehingga nira yang kental tersebut akan dimasukkan ke dalam cetakan yang yang terbuat dari tempurung kelapa. Produk gula aren yang dihasilkan dari proses pengolahan ini berbentuk bulat pipih melebar. Bentuk produk gula aren yang dihasilkan dipengaruhi oleh cetakan yang digunakan. Setelah gula aren kering dan dingin, gula aren ters ebut dibungkus dengan daun pisang kering atau kantong plastik dan siap untuk dipasarkan. Sedangkan pengolahan gula aren secara modern dilakukan melalui proses evaporasi menggunakan evaporator silinder horizontal dan metode tahap tunggal. Proses pengolahan nira menjadi gula aren secara modern meliputi :
Nira disiapkan
Nira diisi kedalam tabung evaporator sebanyak ¾ volume tabung
Tabung evaporator dipanasi sampai suhu 110◌C
Tutup saluran masuk dan keluar nira
Motor pengaduk dijalankan
Nira dikeluarkan dan didinginkan
Gambar 3. Proses pengolahan aren secara modern
34
Evaporasi adalah suatu proses dimana molekul yang berada dalam fase cair berubah menjadi fase gas secara spontan. Tujuan utama dari proses evaporasi adalah meningkatkan konsentrasi suatu zat dalam larutan tertentu. Dalam proses gula aren, proses evaporasi digunakan untuk mengurangi kadar air sehingga volume nira menjadi sekitar 8% dari volume awal. Adapun tahaptahap yang dilakukan pada awalnya sama dengan cara tradisional, yaitu persiapan penyadapan, proses penyadapan, penyaringan nira sehingga didapat nira bersih. Hal yang berbeda pada pengolahan ini adalah digunakannya evaporator sebagai tempat untuk melakukan pemasakan gula aren yang sebenarnya memiliki fungsi hampir seperti wajan pada pengolahan secara tradisional namun dengan temperatur yang lebih terkendali. Nira yang telah diperoleh dari proses penyadapan, dimasukkan ke dalam evaporator kira-kira sebanyak
¾
dari
volume
evaporator.
Pemanasan
dilakukan
dengan
menggunakan gas LPG. Pemasakan nira aren ini dilakukan sampai mencapai suhu tertentu. Saat proses pemasakan nira berlangsung, pengaduk yang terdapat didalam evaporator akan berputar. Hal ini bertujuan agar pemanasan merata. Alat pengaduk yang digunakan terhubung dengan motor reduksi yang berfungsi untuk mengatur kecepatan pengadukan konstan dan kontinu. Setelah cairan nira mencapai kekentalan tertentu, cairan tersebut dikeluarkan, didinginkan, dicetak lalu dikemas (Soetedjo, 2009). b) Kolang-kaling Kolang-kaling biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat pada waktuwaktu tertentu, karena proses pengerjaannya yang lama dan resikonya tinggi
35
karena getah yang dikeluarkan pada buah aren dapat menimbulkan gatal-gatal jika terkena pada kulit. Cara pengolahan kolang-kaling terdiri dari beberapa proses sebagai berikut : 1) Memilih Buah Kolang-kaling yang baik dihasilkan dengan cara memilih buah aren yang pas dengan mengambil satu buah aren dari tandannya, kemudian membelahnya untuk melihat buahnya, sudah siap untuk diolah atau belum karena apabila buah yang masih terlalu muda, buah kolang-kaling belum bisa diolah karena teksturnya masih terlalu lunak, begitupun yang sudah tua, buahnya sudah keras dan tidak bisa lagi untuk diolah. 2) Mengambil Buah Setelah memperoleh buah yang pas untuk diolah menjadi kolangkaling , petani aren mengambil buah dari pohon aren untuk direbus. Pengambilan buah pohon aren perlu berhati-hati karena getah dari buah aren akan menimbulkan gatal-gatal jika terkena pada kulit. Setelah diambil dari pohonnya, selanjutnya petani membawanya ke tempat pengolahan kolang-kaling. 3) Merebus buah Buah kolang-kaling yang sudah diambil dari pohonnya kemudian dilanjutkan proses perebusan dan membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk direbus dengan tujuan untuk mempermudah cara pengambilan biji
36
kolang-kaling, menghilangkan rasa gatal dari getahnya dan siap untuk dikonsumsi. 4) Mengambil biji dari buah Setelah buah direbus sekitar satu jam kemudian dilepas biji kolangkaling tersebut dengan cara membelahnya, kemudian merendam biji-biji yang sudah terkumpul tersebut dengan air bersih selama satu malam dan kolang-kaling siap untuk dikonsumsi, biasanya dalam satu buah kolangkaling bisa terdapat 2 biji dan paling banyak 3 biji kolang-kaling. 2. Bahan Minuman
Bahan minuman dari tanaman aren adalah minuman lokal (tuak), proses pengolahan minuman lokal atau tuak hampir sama dengan proses pengolahan nira menjadi gula aren. Mulai dari penyadapan sampai penyaringan, karena pengambilan nira menjadi tuak itu bisa berada pada pohon yang sama pada pengambilan nira untuk gula aren. Namun untuk menghasilkan tuak yang mengandung alkohol, petani aren biasanya menambahkan bahan-bahan tertentu dalam bambu tempat penampungan nira aren. Bahan-bahan tersebut berasal dari kulit kayu, petani aren di dusun Tallasa menggunakan kulit kayu banyur (bahasa lokal) untuk bahan campuran minuman lokal atau tuak sehingga nira yang keluar dari tandan langsung mengalami fermentasi dan menjadi minuman beralkohol. 3. Perabotan Rumah
Perabotan rumah tangga dari aren yang dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Tallasa salah satunya adalah sapu lidi, proses pembuatan sapu lidi ini
37
diawalinya dengan pengambilan daun tua pada pohon aren. Kemudian daundaun yang melekat pada lidi dipisahkan dengan menggunakan parang atau pisau. Setelah besih dan cukup banyak sesuai yang diinginkan, kemudian diikat agar menyatu dan tidak dapat terbongkar. Sapu lidi dibuat oleh masyarakat hanya untuk keperluan sehari-hari. Selain itu, juga sebagian masyarakat memanfaatkan daunnya sebagai atap rumah.
C. Potensi Pohon Aren di Zona Khusus Tallasa
Tanaman aren memiliki potensi yang ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagian-bagian pohon aren dapat dimanfaatkan dan memberi keuntungan. Nira yang dapat diolah menjadi gula aren dan minuman lokal (Tuak), buahnya dapat dijadikan kolang-kaling sebagai bahan makanan serta daun yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan seperti pembuatan atap dan juga sapu lidi. 1. Nira
Nira aren dihasilkan dari penyadapan tandan bunga jantan. Potensi nira aren yang dikelola masyarakat Dusun Tallasa dengan rata-rata lahan seluas 2,94 ha dengan jumlah pohon aren 300 pohon adalah sekitar 210 liter per hari yang diperoleh dari 26 pohon aren yang dipanen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
38
Tabel 6. Potensi nira perhari no
Nama
luas lahan (ha)
1
Baco Lalu
1,0
200
23
9
207
2
Dahlang
3,0
350
30
8
240
3
Salang
1,0
150
20
9
180
4
Pata
1,5
200
25
7
175
5
Ramma
4,0
500
30
9
270
6
Darma
4,0
300
35
7
245
7
Kasama
4,0
250
20
7
140
8
Lati
4,0
400
35
8
280
9
Sata
4,0
350
20
8
160
2.700
238
72
1897
300
26
8
210
Jumlah Rata-rata
26,5 2,94
jumlah pohon aren
jumlah pohon dipanen/hari
produksi nira/pohon/hari (liter)
produksi nira/hari (liter)
Bagian dari pohon aren yang paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Tallasa adalah nira, masyarakat memanfaatkan nira aren menjadi gula aren dan minuman lokal (Tuak). a. Gula Aren Usaha gula aren di Dusun Tallasa memiliki prospek yang menjanjikan untuk dikembangkan. Diketahui dari wawancara, bahwa rata-rata setiap petani aren di daerah Tallasa memproduksi gula aren sebanyak 15-20 kg/produksi dan selalu habis terjual kepada pedagang pengumpul yang langsung menjemput ke lokasi petani aren. Namun masyarakat Dusun Tallasa tidak membuat gula aren setiap hari, karena keterbatasan bahan kayu bakar untuk memasak nira.
39
b. Minuman Lokal (Tuak) Usaha minuman lokal (tuak) yang prosesnya tidak terlalu sulit karena hanya bermodalkan jergen untuk tempat penampungan tuak kemudian langsung dibawa kepada pembeli untuk dijual. Masyarakat memproduksi minuman lokal (tuak) biasanya hanya dilakukan jika produksi nira aren mulai menurun. Menurut petani aren bahwa membuat minuman lokal lebih menguntungkan daripada membuat gula aren, karena terlihat dari proses pengolahannya gula aren lebih lama proses pengolahannya dibandingkan dengan proses pongolahan minuman lokal. Selain itu, juga terlihat dari alat yang digunakan untuk membuat gula aren jauh lebih banyak dibandingkan dengan membuat minuman lokal (tuak). Harga hasil olahan aren yang dijual petani dapat dilihat pada Tabel 7. Berikut. Tabel 7. Harga Olahan Aren yang Dijual No
Nama Olahan
1
Gula Aren
2
Minuman Lokal (Tuak)
Harga (Rp)
Satuan
12.000
Kg
1.500
Liter
2. Buah
Produk yang dihasilkan dari buah aren adalah kolang-kaling. Kolangkaling yang juga disebut buah atap ini berbentuk lonjong dan berwarna putih transparan. Kolang-kaling banyak digunakan sebagai bahan campuran berbagai jenis makanan dan minuman. Akan tetapi, menurut masyarakat di Dusun Tallasa bahwa membuat kolang-kaling itu prosesnya lama dan
40
membutuhkan tenaga yang banyak, jika dibandingkan dengan pembuatan gula aren dan minuman lokal (Tuak). Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian bahwa buah dari pohon aren ini berpotensi untuk diolah menjadi bahan makanan atau minuman seperti kolang-kaling, hal ini dilihat dari jumlah pohon aren yang begitu banyak dijumpai dilokasi penelitian yang berbunga dan dibiarkan tanpa dimanfaatkan oleh masyarakat. 3. Daun
Bagian dari pohon aren yang jarang dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Tallasa adalah daunnya. Menurut masyarakat bahwa daun pohon aren jarang dimanfaatkan oleh masyarakat karena lebih mementingkan produk nira untuk produksi gula aren daripada memanfaatkan daunnya. Sementara mengambil daun pohon aren yang juga diambil niranya akan mempengaruhi jumlah dan kualitas nira yang dihasilkan.
41
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Bentuk pemanfaatan pohon aren oleh masyarakat di Zona Khusus Tallasa TN-Babul adalah gula aren dan kolang-kaling sebagai bahan makanan, minuman lokal atau tuak sebagai bahan minuman dan daun sebagai perabotan rumah tangga. 2. Proses pengolahan aren di zona khusus Tallasa dilakukan secara tradisional berdasarkan pengetahuan turun-temurun. 3. Potensi nira aren yang dikelola masyarakat Dusun Tallasa dengan rata-rata lahan seluas 2,94 ha dengan jumlah pohon aren 300 pohon adalah sekitar 210 liter per hari yang diperoleh dari 26 pohon aren yang dipanen. Sementara potensi aren lainnya seperti buah dan daun masih jarang dimanfaatkan. B. Saran
1. Pemerintah daerah dan pengelolah TN-Babul agar melaksanakan program pemberdayaan petani aren dalam usaha pengembangan, pengelolaan dan pembudidayaan pohon aren untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Zona Khusus Tallasa. 2. Pemanfaatan nira aren, kolang-kaling serta produk turunan lainnya dari pohon aren masih perlu dilakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut dalam hal teknologi pengolahan dan pemasaran.
42
DAFTAR PUSTAKA
Brief
Cifor, 2010. Kebijakan http://www.cifor.cgiar.org
Pengelolaan
Zona
Khusus
.
Delima Feby Y. 2013. Pemanfaatan Pohon Aren Oleh Masyarakat Kampung Sau Korem Distrik Amberbaken Kabupaten Monokwari. Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua. Monokwari. Dephut. 2005. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56 Menhut'II/ 2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Dephut. 1990. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Effendi D.S., 2010. Prospek Pengembangan Tanaman Aren (Arenga pinnata MERR) Mendukung Kebutuhan Bioetanol di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Kadir W., Abd., Awang, S.A., Purwanto, R.H. dan Poedjirahajoe, E. 2012. Peremajaan Kemiri (Aleurites moluccana Wild.) pada Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (Sebuah Tinjauan Kebijakan Pemerintah). Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. Vol. 9 No. 3. Desember 2012. Kementerian Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor. Kadir W., Abd.,Nurhaedah, M. dan Purwanti, R. 2013. Konflik Pada Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Provinsi Sulawesi Selatan Dan Upaya Penyelesaiannya. Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Sulawesi Selatan. Lempang M dan Mangopang A.D. 2012 . Efektivitas Nira Aren Sebagai Bahan Pengembang Adonan Roti. Balai Penelitian Makassar. Lian
Charles. S. 2013. Metode Penelitian. di download dari http://charlessigaulian.blogspot.co.id. (Tanggal akses : 29 Oktober 2015)
Nugroho iwan, 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
43
Paudi Febryan, 2012. Potensi Tanaman Aren (Arenga pinnata) di download dari http://www.ryan-isra.net/potensi-tanaman-aren-arenga-pinnata. (Tanggal akses : 13 Oktober 2014) Sabar A dan Supratman, 2011. Analisis Kompatibilitas Pemanfaatan Lahan Masyarakat Di Zona Khusus Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Laboratorium Kebijakan dan Kewirausahaan Kehutanan UNHAS. Makassar. Sugiarto Putro D. 2012. Pengertian taman nasional Kriteria zonasi dan pemanfaatan di download dari http://tnrawku.wordpress.com (Tanggal akses : 16 Mei 2015) Soetedjo J.N.M dan Suharto. 2009. Perancangan dan Uji Coba Alat Evaporator Nira Aren. Fakultas Teknik Industri Universitas Katolik Parahyangan. Bandung.
44
LAMPIRAN 1
QUISIONER A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Umur
:
4. Status
:
5. Pendidikan
:
6. Agama
:
B. DAFTAR PERTANYAAN
1. Sudah berapah lama bapak/ibu memanfaatkan pohon aren? 2. Bagian-bagian mana saja dari pohon aren yang bisa dimanfaatkan? a. Batang
c. Bunga
b. Daun
d. Buah
3. Dimanfaatkan untuk apa saja? a. Batang b. Daun c. Bunga d. Buah 4. Bagaimana cara mengelolah dan memanfaatkan bagian-bagian pohon aren tersebut? 5. Pohon aren yang bapak miliki ditanam atau tumbuh sendiri ? 45
6. Pohon aren yang dimanfaatkan apakah digunakan sendiri atau dijual? Dijual kemana? 7. Berapa penghasilan dan pengeluaran dari usaha aren setiap produksi? 8. Berapah luas lahan aren yang bapak/ibu miliki? 9. Bagaimana kondisi aren yang dimiliki? a. Belum produktif b. Produktif c. Tidak produktif 10. Permasalahan apa yang dihadapi terkait pengelolaan hutan aren? 11. Bila ada, bagaimana menyelesaikannya? 12. Apakah ada tindakan pemeliharaan terhadap pohon aren ? (bila ada) dalam bentuk apa tindakan pemeliharaan tersebut? 13. Bagaimana status kepemilikan dan pemanenan hasil dari aren? 14. Menurut bapak/ibu, apakah pohon aren semakin berkurang atau bertambah dibanding tahun-tahun sebelumnya? (ya/tidak) 15. Menurut bapak/ibu apa penyebabnya (rusak secara alami atau akibat aktivitas manusia)? 16. Bagaimana pandangan bapak/ibu mengenai pengembangan usaha aren kedepannya?
46
LAMPIRAN 2 Foto Kegiatan Penelitian dan Proses Pembuatan Gula Aren
Gambar 4. Kegiatan wawancara dengan responden
Gambar 5. Kondisi pohon aren produktif
47
Gambar 6. Kondisi pohon aren tidak produktif
Gambar 7. Wajan tempat pemasakan nira aren
48
Gambar 8. Bambu alat penampungan nira aren
Gambar 9. Tempurung kelapa alat cetakan gula aren
49