SKRIPSI
HUBUNGAN STATUS KOGNITIF DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI DESA SANDING WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUSKESMAS 1 TAMPAKSIRING
Oleh : RIA FITRIANI NIM : 10.321.0831
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI DENPASAR 2014
SKRIPSI
HUBUNGAN STATUS KOGNITIF DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI DESA SANDING WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUSKESMAS 1 TAMPAKSIRING
Diajukan kepada Sekolah Tinggi Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali Bali untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Sarjana Keperawatan
Oleh : RIA FITRIANI NIM : 10.321.0831
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI DENPASAR 2014
ii
LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi Nama NIM Judul Program Studi
: Ria Fitriani : 10.321.0831 : Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Wilayah Kerja Puskesmas I Tampak siring tahun 2014 : Ilmu Keperawatan – Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali
Telah diperiksa dan disetujui untuk mengikuti sidang skripsi.
Denpasar, 15 Agustus 2014
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Nama NIM Judul
Program Studi
: Ria Fitriani : 10.321.0831 : Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014 : Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali
Telah dipertahankan di depan dewan penguji sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana dalam bidang Keperawatan pada tanggal 18 Agustus 2014 Nama Penguji I (Ketua)
: Ns. Km. Ayu Henny Achjar, SKM.,M.Kep.,Sp.Kom
Penguji II (Anggota) : Ns. I Wayan Suardana., S.Kep.,M.Kep
Penguji III (Anggota) : Ns. Sang Ayu Ketut Candrawati.,S.Kep
Denpasar, 25 Agustus 2014
iv
ABSTRAK
Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014 1
2
Ria Fitriani , I Wayan Suardana S.Kep.,M.Kes , Ns.Luh Gede Intan Saraswati.,S.Kep3
Perubahan status kognitif adalah salah satu dari beberapa masalah utama yang sering terjadi pada lansia. Terganggunya status kognitif dapat mempengaruhi kapasitas fungsional, psikologis, kesehatan sosial serta kualitas hidup individu. Masalah gangguan kognitif pada lansia sangat penting diketahui apa penyebab terjadinya sehingga intervensi yang diberikan tepat dan sesuai dengan yang dialami. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara status kognitif dengan kualitas hidup lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring. Jenis penelitian ini deskriptif korelasional dengan rancangan cross sectional . Jumlah sampel sebanyak 67 orang yang dipilih secara non probability sampling dengan jenis purposive sampling . Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan status kognitif lansia sebagian besar 21,99 dalam kategori ringan. Kualitas hidup lansia sebagian besar 77,76 dalam kategori cukup baik. Hasil analisis data dengan uji product moment didapatkan hasil signifikansi p value sebesar 0,000 (< p = 0,05), menunjukkan ada hubungan antara status kognitif dengan kualitas hidup lansia. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,549 dapat diartikan hubungan variabel memiliki derajat hubungan yang sedang dan arah hubungan yang positif antar variabel. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar memberikan kegiatan - kegiatan kreatif yang memacu peningkatkan fungsi kognitif sehingga kualitas hidup lanjut usia dapat meningkat.
Kata kunci : Status Kognitif, Kualitas Hidup, Lanjut Usia.
v
ABSTRACT The Relationship Cognitive Status With Quality of Life for Elderly in The Village of Sanding Work Area Clinics I Tampaksiring 2014 1
2
Ria Fitriani , I Wayan Suardana S.Kep.,M.Kes , Ns.Luh Gede Intan Saraswati.,S.Kep3
Cognitive status changes is one of several major problems that often occur in the elderly. Disruption of cognitive status may affect the capacity of the functional, psychological, social and health and quality of life of the individual. The problem of cognitive impairment in the elderly is very important to know what causes the occurrence of a given intervention is so precise and corresponds to the experienced. The purpose of this research was to determine the relationship between cognitive status and quality of life of t he elderly in the village of Sanding work-area Clinics I Tampaksiring. Type of this research is a descriptive corelasional with cross-sectional design. The number of samples as many as 67 people were selected by a non probability sampling with the kind of purposive sampling. Data collection using the questionnaire. The results showed the cognitive status of elderly most 21,99 in category light. Quality of life of the elderly is largely 77,76 in the category quite nicely. The results of data analysis with test results obtained by the significance of the moment product p value of 0.000 (< p = 0.05), indicating no relationship between cognitive status and quality of life of the elderly. The value of the correlation coefficient of 0,549 constitute a relationship variables have a degree of relationship that is a positive direction and the relationship between the variables. Based on the results of this research recommended that provide creative activities that spur increased cognitive function so that the quality of life of seniors can be improved.
Keywords : Cogni tive Status, Quality Of L if e, El derl y
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Hubungan
Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring tahun 2014 ” tepat pada waktunya. Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali. Keberhasilan penyusunan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan yang begitu besar dari banyak pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulustulusnya kepada : 1. Drs. I Dewa Agung Ketut Sudarsana.,MM selaku Ketua STIKes Wira Medika PPNI Bali. 2. Ni Wayan Trisnadewi.,S.Kep.,Ns.,M Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan. 3. Ns. I Wayan Suardana.,S.Kep.,M.Kep., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian proposal penelitian ini 4. Ni Luh Gede Intan Saraswati.,S.Kep.,Ns., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian proposal penelitian ini 5. Dr. Kadek Suryawan, selaku kepala puskesmas 1 tampaksiring yang telah membantu saya dalam penyelesaian usulan penelitian ini. 6. Kepala Desa Sanding Tampaksiring Gianyar yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Sanding Tampaksiring 7. Bpk Wayan Bronartha, selaku Pembina lansia desa sanding Tampaksiring yang telah membantu saya selama melaksanakan penelitian. 8. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam penyelesaian usulan penelitian ini
vii
9. Teman-teman mahasiswa di STIKes Wira Medika PPNI Bali dan semua pihak yang penulis tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan usulan penelitian ini Peneliti mengharapkan kritik dan saran bersifat konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan dalam penyusunan proposal penelitian ini.
Denpasar, Agustus 2014 Peneliti
( Ria Fitriani)
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Ria Fitriani
NIM
: 10.321.0831
Program Studi
: SI Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali
Jenis Karya
: Skripsi
Menyetujui untuk memberikan kepada Lemba Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali Hak Bebas Royalti Nonekslusif ( Non-Ex clusive Royalty-Fr ee Right ) atas tugas akhir saya yang berjudul : HUBUNGAN STATUS KOGNITIF DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DIDESA SANDING WILAYAH KERJA PUSKESMAS I TAMPAKSIRING KABUPATEN GIANYAR
Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini LP2M STIKes Wira Medika PPNI berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di Denpasar Tanggal : 1 September 2014
Yang Menyatakan
(Ria Fitriani)
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….
i
LEMBAR PERSETUJUAN ……………….…………………………………
ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………
iii
ABSTRAK ……………………………………………………….....................
iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………………
vi
DAFTAR ISI ………..…………………………………………………………
viii
DAFTAR TABEL…………….………………………………………………..
x
DAFTAR GAMBAR ……….………………………………………………….
xi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….…
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………
1
1.2 Rumusan Masalah……..………………………………………………
8
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………..
8
1.3.1 Tujuan Umum ………………………………………………..
8
1.3.3 Tujuan Khusus ………………………………………………..
8
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………….
9
1.4.1 Teoritis ………………………………………………………..
9
1.4.2 Praktis …………………………………………………………
10
1.5 Keaslian Penelitian…………………………………………………….
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Pustaka….…………………………………………………..
12
2.1.1 Konsep Lanjut Usia …………………………………………….
12
2.1.2 Status Kognitif……………………..…………………………..
16
2.1.3 Kualitas Hidup ………………………………………………….
23
2.1.4 Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas
30
Hidup Lansia…….
2.2 Kerangka Konsep …..……………….…………………………….......
33
2.3 Hipotesis Penelitian …………………………………………………..
35
x
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ………………………………………………………
36
3.2 Kerangka Kerja ………………………………………………………..
37
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
38
…………………………………………
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian……………………………………….
38
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ……………… .
41
……………………………………
42
3.7 Pengolahan dan Analisis Data …………………………………….......
47
Etika Penelitian ……………..………………………………………...
50
3.6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
3.8
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ………………………………………………………... 52 4.2 Pembahasan ……………………………………………………………
60
4.3 Keterbatasan Penelitian ………………………………………………..
72
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ……………………………………………………………….
73
5.2 Saran …………………………………………………………………...
43 74
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 3.1
Definisi Operasional Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014.
42
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014.
53
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014.
54
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014.
54
Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014.
55
Tabel 4.5
Status Kognitif Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014.
56
Tabel 4.6
Hasil Sebaran Kuisioner Mini Mental State Examination di Desa Sanding Wilaya Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014
57
Tabel 4.7
Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014.
58
Tabel 4.8
Hasil Sebaran Kuisioner WHOQoL-BREF di Desa Sanding Wilaya Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014
Tabel 4.9
Hasil Analisis Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014.
xii
58
59
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014……… Kerangka Kerja Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I
Tampaksiring Tahun 2014………
32
xiii
36
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 2: Surat Rekomendasi Penelitian KESBANGLINMAS Provinsi Bali Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian KESBANGLINMAS Kabupaten Gianyar Lampiran 4: Surat Ijin penelitian UPT.KESMAS Tampaksiring Lampiran 5: Surat Ijin Penelitian PERBEKEL SANDING Lampiran 6: Jadwal Pelaksanaan Penelitian Lampiran 7: Realisasi Anggaran Penelitian Lampiran 8: Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 9: Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 10: Instrument Penelitian Lampiran 11: Hasil Analisa Data Lampiran 12: Master Tabel Lampiran 13: Lembar Bimbingan Skripsi
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lansia (Lanjut Usia) Menurut WHO adalah orang yang berusia 60-74 tahun. Pernyataan ini sesuai dengan UU Nomor 13 tahun 1998, tentang kesejahteraan lanjut usia di Indonesia yang menyatakan bahwa lansia adalah orang yang berusia 60 tahun keatas. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat, dalam bidang kesehatan dampak positif tersebut terlihat dari peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH). Meningkatnya UHH menyebabkan peningkatan jumlah penduduk lansia setiap tahunnya (Gitahafas, 2011). Jumlah populasi Lansia di dunia diperkirakan hampir mencapai 2 juta orang pada tahun 2005 dan diproyeksikan menjadi 2 milyar pada tahun 2050. Jumlah lansia di Indonesia pada kurun waktu 1990-2025 sebesar 414%, dari 11.275.557 jiwa meningkat sebesar 46.680.806 jiwa (Darmono & Martono, 2010). Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. (Siti Bandiyah, 2009). Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2010, jumlah lansia tahun 2009 sejumlah 18.425.000 jiwa dan tahun 2010 sejumlah 19.036.600 jiwa dilihat dari jumlah tersebut terjadi peningkatan lansia di Indonesia. Data jumlah lansia di Provinsi Bali tahun 2012 jumlah lansia di
Provinsi Bali sekitar 680.114 jiwa. Jumlah Lansia di Kabupaten Gianyar sekitar 23.053 jiwa (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2013). Jumlah lansia di Unit Pelayanan Terpadu Kesehatan Masyarakat Tampaksiring I sebanyak 2939 jiwa. Jumlah lansia laki-laki sebanyak 1412 dan jumlah lansia perempuan sebanyak 1527. Data lansia di desa Sanding sebanyak 457 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 225 jiwa dan perempuan sebanyak 232 jiwa dengan jumlah terbanyak di Desa Sanding. Lansia yang aktif mengikuti kegiatan sebanyak 81 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak 35 orang dan perempuan sebanyak 46 orang (Data Puskesmas I Tampaksiring, 2014). Menua merupakan proses yang terus menerus berlanjut secara alamiah. Permasalahan yang sering dihadapi lansia seiring dengan berjalannya waktu, akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh. Penurunan fungsi ini disebabkan karena berkurangnya jumlah sel secara anatomis serta berkurangnya aktivitas, asupan nutrisi yang kurang, polusi dan radikal bebas, hal tersebut mengakibatkan semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan structural dan fisiologis, begitu juga otak (Bandiyah, 2009). Perubahan tersebut menyebabkan lansia mengalami perubahan fungsi kerja otak/ perubahan fungsi kognitif. Perubahan
fungsi kognitif dapat berupa mudah lupa ( forgetfulness)
yang merupakan bentuk gangguan kognitif yang paling ringan. Gejala mudah lupa diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut usia yang berusia 50-59 tahun, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80 tahun. Di fase ini seseorang masih bisa berfungsi normal walaupun mulai sulit mengingat kembali
2
informasi yang telah dipelajari. Jika penduduk berusia lebih dari 60 tahun di Indonesia berjumlah 7% dari seluruh penduduk, maka keluhan mudah lupa tersebut diderita oleh setidaknya 3% populasi di Indonesia. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi gangguan kognitif ringan ( Mild Cognitive Impairment-MCI ) sampai ke demensia sebagai bentuk klinis yang paling berat (Wreksoatmodjo, 2012). World Alzheimer Reports mencatat demensia akan menjadi krisis kesehatan terbesar di abad ini yang jumlah penderitanya terus bertambah. Data WHO tahun 2010 menunjukkan, di tahun 2010 jumlah penduduk dunia yang terkena demensia sebanyak 36 juta orang. Jumlah penderitanya diprediksi akan melonjak dua kali lipat di tahun 2030 sebanyak 66 juta orang. Jumlah penyandang demensia di Indonesia hampir satu juta orang pada tahun 2011 (Wreksoatmodjo, 2012). Perubahan fungsi kognitif ini tentunya membawa dampak tersendiri bagi kehidupan lansia. Studi oleh Comijs et al. (2004) dalam surprenant & Neath (2007) menunjukkan bahwa perubahan fungsi kognitif pada lansia berasosiasi secara signifikan dengan peningkatan depresi dan memiliki dampak terhadap kualitas hidup seorang lansia. Selain itu, lansia yang mengalami perubahan fungsi kognitif lebih banyak kehilangan hubungan dengan orang lain, bahkan dengan keluarganya sendiri (Aartsen, van Tilburg, Smits & Knipscheer, 2004 dalam Surprenant & Neath, 2007). Hal ini akan membawa dampak pada melambatnya proses sentral dan waktu reaksi sehingga fungsi sosial dan okupasional akan mengalami perubahan yang signifikan pada kemampuan
3
sebelumnya (McGilton 2007). Studi lain menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara kesehatan kognitif, fisik, sosial dan emosional dan semuanya saling bergantung satu sama lain sampai tingkat tertentu (Baltes & Lindenberger, 1997, Colcombe & Kramer, 2003, Gallo, Rebok, Tensted, Wadley, & Horgas, 2003 dalam Suprenant & Neath, 2007). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan kognitif yaitu dengan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik. Pendekatan secara individu dan kelompok, juga keterlibatan keluarga dalam melakukan perawatan sangat penting untuk mencapai kesembuhan pasien. Berdasarkan hal tersebut masalah gangguan kognitif pada lansia sangat penting diketahui apa penyebab terjadinya sehingga intervensi yang diberikan tepat dan sesuai untuk mengatasi masalah pasien. Akhirnya pasien diharapkan dapat seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhannya
dan
terhindar
dari
kecelakaan
yang
membahayakan
keselamatannya (Saidah, 2003). Tergangguanya fungsi kognitif lansia dapat mempengaruhi kapasitas fungsional, psikologis dan kesehatan sosial serta kesejahteraannya yang didefenisikan sebagai kualitas hidup (Quality of Life/QOL). Menurut WHO kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan dan konteks budaya serta sistem nilai dimana mereka hidup dan dalam hubungannya dengan tujuan individu, harapan, standar dan perhatian. Kualitas hidup mempengaruhi kesehatan fisik, kondisi psikologis, tingkat ketergantungan,
4
hubungan sosial dan hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya (WHO, 2008). Menurut World Health Organization Quality of Life
yang sudah
diterjemahan ke dalam bahasa Indonesia dimensi kualitas hidup mencakup empat domain meliputi kesehatan fisik, kesehatan psikologik, hubungan sosial, dan lingkungan (Salim, 2007). Keempat domain tersebut meliputi domain kesehatan fisik yaitu berhubungan dengan kesakitan dan kegelisahan, ketergantungan pada perawatan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, tidur dan istirahat, aktifitas kehidupan sehari-hari, dan kapasitas kerja. Domain kesehatan psikologik berhubungan dengan
pengaruh positif
dan
negatif
spiritual,
pemikiran
pembelajaran, daya ingat dan konsentrasi, gambaran tubuh dan penampilan, serta penghargaan terhadap diri sendiri. Domain hubungan sosial terdiri dari hubungan personal, aktifitas seksual dan hubungan sosial. Domain lingkungan terdiri dari keamanan dan kenyamanan fisik, lingkungan fisik, sumber penghasilan, kesempatan memperoleh informasi, dan keterampilan baru, partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi, atau aktifitas pada waktu luang. Penelitian yang dilakukan oleh Baiyewu (2006) terhadap 51 lansia, bertujuan untuk mengkaji kualitas hidup lansia dan untuk membandingkan faktor sosiodemografi yang dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 52 pasien (20,7 %) dengan score QOL yang baik, 164 (65,4%) dengan skore cukup baik dan 35 (13,9%) dengan score QOL yang rendah. Kualitas hidup lansia yang rendah dihubungkan dengan kesehatan fisik, kondisi psikologis,
5
tingkat ketergantungan, hubungan sosial dan hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada Bulan Maret 2014 di Desa Sanding, Tampaksiring Gianyar, diperoleh data bahwa jumlah lansia seluruhnya 457 orang. Selain itu, hasil wawancara langsung dengan beberapa warga lansia di Desa Sanding tentang kemampuan mengingat, keluhan mereka hampir sama yaitu sering lupa dengan apa yang telah dilakukan terutama terkait dengan dimensi waktu. Namun demikian belum diketahui secara pasti jumlah lansia yang mengalami gangguan fungsi kognitif. Hasil pengukuran status kognitif terhadap 12 lansia di Desa Sanding dengan menggunakan Mini Mental Status Examination (MMSE) didapatkan data sebanyak 10 orang (83,3%) mempunyai kerusakan fungsi kognitif ringan dan 2 orang (16,7%) fungsi kognitifnya masih baik. Gejala yang ditemukan pada lansia yang mengalami dimensia ringan seperti mudah lupa, cenderung melalaikan pekerjaannya tetapi masih bisa mengerjakan pekerjaan yang ringan dengan aman, tidak mengompol (inkontinensia urin), masih bisa menjaga kebersihan pribadi dengan baik, masih mampu mengenal orang dan alamat sendiri, pembicaraan sudah terbatas tetapi masih dapat dimengerti oleh orang lain. Sedangkan gejala yang ditemukan pada lansia yang mengalami dimensia beratnya itu tidak mampu mengurus dirinya sendiri, pembicaraan sudah tidak dapat dimengerti karena sudah sangat terbatas, mengalami inkontenensia urin serta sudah tidak mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari seperti misalnya berpakaian yang rapi.
6
Hasil wawancara 10 lansia dengan menggunakan instrument kualitas hidup dari Nursalam (2012) menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas hidup kurang yaitu sebanyak 7 orang (70%). Perubahan-perubahan yang terjadi pada responden akibat penurunan kualitas hidup antara lain cepat capai, lelah, pusing, berkeringat, mengalami kesulitan tidur sehingga waktu tidur menjadi kurang, menjadi mudah tersinggung dan perasaan minder untuk bergaul dengan lingkungan. Pemberdayaan dan pelayanan terhadap lansia sesuai dengan peraturan Undang-Undang RI No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia. Pelayanan lansia meliputi pelayanan yang berbasiskan pada keluarga, masyarakat dan lembaga. Pelayanan kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan yang dilakukan di Desa Sanding berupa posyandu lansia. Kegiatan yang sudah dilakukan untuk memaksimalkan aktivitas lansia yaitu dengan melaksanakan senam lansia setiap minggu, menyalurkan kreativitas lansia yang membuat mereka merasa lebih berguna seperti lomba pesantian, mengadakan kegiatan sebagai sarana hiburan dan keakraban bagi para lansia serta melaksanakan kerja bakti meskipun hanya di sekitar lingkungan Desa. Desa Sanding memiliki kader posyandu lansia sebanyak 2 orang yang sudah pernah mendapat pelatihan tentang lansia dan pelaksanaan posyandu lansia. Kegiatan yang sudah dilakukan oleh kader lansia selain melaksanakan kegiatan posyandu juga sudah melakukan pendataan jumlah lansia di wilayah kerjanya sehingga Desa Sanding mempunyai data yang valid tentang jumlah lansia. Pelaksanaan
7
posyandu lansia selama ini belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh lansia di Desa Sanding. Rata-rata kunjungan lansia ke posyandu rata-rata sebanyak 30-40 orang dari 457 lansia yang ada. Bila dibandingkan dengan desa yang ada di Wilayah kerja Puskesmas I tampaksiring, Desa sanding merupakan desa dengan jumlah lansia terbanyak sehingga dapat diprediksi permasalahan yang akan terjadi pada lansia juga lebih banyak. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia Desa Sanding, Tampaksiring.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut : “Adakah hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia Desa Sanding, Tampaksiring tahun 2014 ?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 TujuanUmum Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia Desa Sanding, Tampaksiring. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengidentifikasi status kognitif lansia di Desa Sanding Tampaksiring. 1.3.2.2 Mengidentifikasi kualitas hidup lansia di Desa Sanding Tampaksiring.
8
1.3.2.3 Menganalisis hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia Desa Sanding, Tampaksiring.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis 1.4.1.1 Bagi institusi pendidikan, penelitian ini dapat menjadi masukan dalam penyampaian materi pendidikan keperawatan baik untuk pengembangan, penerapan, maupun penelitian tentang hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia lebih lanjut. 1.4.1.2 Penelitian ini dapat memperkaya hasanah ilmu kesehatan dalam bidang keperawatan gerontik khususnya tentang hubungan status kognitif dengan kualitas
hidup
lansia
yang
bisa
dimanfaatkan
sebagai
sumber
pembelajaran. 1.4.1.3 Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan ilmu pengetahuan tentang gangguan memori dan kualitas hidup pada lansia sehingga dapat menggunakan intervensi yang tepat dalam melakukan pengelolaan sedini mungkin agar gangguan daya ingat tidak berkembang kearah demensia yang lebih berat serta untuk meningkatkan kualitas hidup lansia
9
1.4.2 Praktis 1.4.2.1 Bagi Lansia Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi para lansia untuk menghambat kemunduran daya ingat sehingga berguna bagi aktifitas hidup sehari-hari, terutama untuk kualitas kehidupan lansia 1.4.2.2 Bagi Puskesmas Diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan gerontik di komunitas, khususnya dalam meningkatkan derajat kesehatan lansia dengan gangguan fungsi kognitif, melalui upaya promotif dan preventif pada lansia dan keluarga yang merawat lansia dengan gangguan fungsi kognitif mengenai pentingnya peran keluarga dalam mempertahankan daya ingat pada lansia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia dengan gangguan fungsi kognitif.
1.5
KeaslianPenelitian
Berdasarkan pengetahuan peneliti ada penelitian sejenis yang pernah dilakukan dan sejenis dengan penelitian ini adalah : 1.5.1
Dewi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pelatihan senam otak meningkatkan fungsi kognitif pada lansia di Panti Sosial Trensa Werdha
Wana Seraya Denpasar”. Rancangan penelitian pre experimental. Pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling dengan jumlah sampel 30 orang. Analisis data yang digunakan yaitu menggunakan paired
10
t test dan hasilnya adalah pelatihan senam otak dapat meningkatkan fungsi kognitif pada lansia. Perbedaan dengan penelitian ini antara lain variabel bebas yang diteliti, jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, analisa data dan rancangan penelitian yang digunakan. 1.5.2
Fadhia, (2012). Hubungan fungsi kognitif dengan kemandirian melakukan activities of daily living (ADL) pada lansia di UPT PSLU Pasuruan. Fakultas keperawatan Universitas Airlangga. Metode penelitian analisis korelasion dengan pendekatan cross sectional menggunakan tehnik purposive sampling . Data yang diperoleh dari 33 partisipan berusia 60 atau lebih . Variabel penelitian ini adalah fungsi kognitif dan tingkat independen dalam Kegiatan Sehari-hari (ADL) melakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah peserta (51,52 %) mengalami penurunan kognitif . Sebagian besar dari mereka (39,39 %) tidak perlu bantuan untuk melakukan Kegiatan Sehari-hari (ADL). Tidak ada hubungan yang signifikan antara fungsi kognitif dan tingkat independen dalam Kegiatan Sehari-hari ( ADL ) t ampil pada lansia di UPT PSLU Pasuruan ( r = 0.143 ; sig ( 2 - tailed ) = 0.428 ), namun disarankan agar orang tua harus memiliki suatu aktivitas mental untuk menjaga fungsi kognitif mereka. Persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah variabel bebas dan jenis penelitian sedangkan Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel terikat yang diteliti tempat dan waktu penelitian.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1. Pengertian Lansia
Penuaan merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Sulianti, 2010). Lanjut Usia (lansia) atau manusia usia lanjut (manula) adalah kelompok penduduk berumur tua. Golongan penduduk yang mendapat perhatian atau pengelompokan tersendiri ini adalah populasi perumur 60 tahun atau lebih (Setiabudhi, 2005). Lanjut usia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak dapat lagi mampu berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial) (Bandiyah, 2009). Lanjut usia adalah tahap lanjut suatu proses kehidupan yang dijalani setiap individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Azizah, 2011).
12
Berdasarkan ketiga pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 tahun baik laki-laki atau perempuan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Batasan usia ini sampai sekarang belum memiliki kepastian referensi, masih banyak yang berpendapat mengenai hal ini, beberapa pendapat mengenai batasan usia ini antara lain : WHO (1989) dalam Bandiyah (2009) menetapkan batasan usia lansia adalah kelompok usia 45-59 tahun sebagai usia pertengahan (middle/young elderly), orang dengan usia 60-74 tahun disebut lansia (ederly), umur 75-90 tahun disebut tua (old ), umur di atas 90 tahun disebut sangat tua ( very old ). Undang-undang RI No.4 tahun 1965 menjelaskan bahwa seseorang dikatakan sebagai lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun ke atas, tidak mampu mencari nafkah (Azizah, 2011). Menurut pasal 1 ayat 2,3,4 UU no. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Bandiyah, 2009). 2.1.2
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia.
Menurut Setiabudhi, (2005) perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia diantaranya adalah : 1)
Perubahan fisik Faktor kesehatan meliputi keadaan psikis lansia. Keadaan fisik merupakan
faktor utama dari kegelisahan manula. Perubahan secara fisik meliputi sistem prnapasan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler,
13
muskuloskletal, gastrointestinal dan system integumen mulai menurun pada tahap-tahap tertentu. Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidakberdayaannya 2)
Perubahan-perubahan mental.
a)
Memory : kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan. Kenangan jangka pendek atau seketika : 0-10 menit, kenangan buruk.
b)
IQ ( Inteligentia Quantion) : tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor, terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanantekanan dari faktor waktu.
3). Perubahan psikologis Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain penurunan badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini di kenal apa yang disebut disengagement theory, yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Pemisahan diri hanya dilakukan baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Pada lansia yang realistik dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Karena telah lanjut usia mereka sering dianggap terlalu lamban, dengan gaya reaksi yang lamban dan kesiapan dan kecepatan bertindak dan berfikir yang menurun. Daya ingat mereka memang banyak yang menurun dari lupa sampai
14
pikun dan demensia, biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenal hal-hal yang baru terjadi. 4) Perubahan-perubahan psikososial. Menurut Nogroho, (2008) perubahan-perubahan psikososial yang terjadi pada lanjut usia antara lain : a)
Kesepian Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika
lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran. b)
Duka cita ( Bereavement ) Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan. c)
Depresi Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti
dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stress lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi. d)
Gangguan cemas Gangguan cemas pada lansia dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik,
gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda
15
dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
2.2 Konsep Status Kognitif 2.2.1
Definisi kognitif
Kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berfikir. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisa, memahami, menilai, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau intelegensi (Ramdhani, 2008) 2.2.2
Fungsi kognitif pada usia lanjut
Fungsi kognitif merupakan suatu proses mental manusia yang meliputi perhatian persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan memori. Sebanyak 75% dari bagian otak besar merupakan area kognitif (Saladin, 2007). Kemampuan kognitif seseorang berbeda dengan orang lain, dari hasil penelitian diketahui bahwa kemunduran sub sistem yang membangun proses memori dan belajar mengalami tingkat kemunduran yang tidak sama. Memori merupakan proses yang rumit karena menghubungkan masa lalu dengan masa sekar ang (Ramdhani, 2008). Pada lanjut usia selain mengalami perubahan fisik juga sering mengalami perubahan fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif. Perubahan fungsi kognitif dapat berupa mudah lupa ( forgetfulness) bentuk gangguan kognitif yang paling ringan diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut usia yang berusia 50-59 tahun,
16
meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80 tahun. Di fase ini seseorang masih bisa berfungsi normal kendati mulai sulit mengingat kembali informasi yang telah dipelajari, tidak jarang ditemukan pada orang setengah baya. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi Gangguan Kognitif Ringan ( Mild Cognitive Impairment-MCI ) sampai ke demensia sebagai bentuk klinis yang paling berat. Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktifitas sehari-hari seseorang (Sarwono, 2010). Proses penerimaan informasi diawali dengan diterimanya informasi melalui penglihatan (visual input) atau pendengarannya (auditory input) kemudian diteruskan oleh sensory register yang dipengaruhi oleh perhatian (attention), ini merupakan bagian dari proses input. Setelah itu informasi akan diterima dan masuk dalam ingatan jangka pendek (short term memory), bila menarik perhatian dan minat maka akan disimpan dalam ingatan jangka panjang (long termmemory). Bila sewaktu-waktu diperlukan memori ini akan dipanggil kembali (Ellis, 2007). Diantara fungsi otak yang menurun secara linier (seiring) dengan bertambahnya usia adalah fungsi memori (daya ingat) berupa kemunduran dalam kemampuan penamaan (naming ) dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah tersimpan dalam pusat memori ( speed of information retrieval frommemory). Penurunan fungsi memori secara linier itu terjadi pada kemampuan kognitif dan tidak mempengaruhi rentang hidup yang normal. Perubahan atau gangguan memori pada penuaan otak hanya terjadi pada aspek tertentu, sebagai contoh,
17
memori primer (memori jangka pendek/ Shortterm memory) relatif tidak mengalami perubahan pada penambahan usia, sedangkan pada memori sekunder (memori jangka panjang /long term memor y) mengalami perubahan bermakna. Artinya kemampuan untuk mengirimkan informasi dari memori jangka pendek ke jangka panjang mengalami kemunduran dengan penambahan usia. Dari sebuah penelitian pada orang dengan kognisi normal berusia 62-100 tahun, disimpulkan bahwa kemampuan proses belajar (learning ) atau perolehan (acquisition) mengalami penurunan yang sama secara bermakna pada penambahan usia, tetapi tidak berhubungan dengan pendidikan, sedangkan kemampuan ingatan tertunda (delayed recall atau forgetting ) sedikit menurun tetapi lazimnya tetap, terutama kalau faktor pembelajaran awal dipertimbangkan (Petersen et al . 2008). 2.2.3
Proses terjadinya gangguan status kognitif pada lansia
Seiring dengan penambahan usia, manusia akan mengalami kemunduran intelektual secara fisiologis, kemunduran dapat berupa mudah lupa sampai pada kemunduran berupa kepikunan (demensia). Kenyataan menunjukkan bahwa otak menua mengalami kemunduran dalam kemampuan daya ingat dan kemunduran dalam fungsi belahan otak kanan yang terutama memantau kewaspadaan, konsentrasi dan perhatian Ellis, (2007) Perkembangan otak menjadi tua terbukti dapat berlanjut terus sampai usia berapapun kalau saja otak memperoleh stimulasi yang terus menerus, baik secara fisik dan mental. Jumlah sel-sel otak berkurang setiap hari dengan beberapa puluh ribu sehari, tetapi pengurangan ini tidak bermakna bila dibandingkan jumlah sel
18
yang masih ada sebagai cadangan. Ditambah lagi bukti-bukti penelitian yang menunjukkan
bahwa
pada
stimulasi
lingkungan
yang
kaya
( enriched
environment ), jaringan antar sel dalam permukaan otak (corteks serebri) bertambah terus jumlahnya sehingga dampaknya sumber daya otak dan kemampuan kognitif usia lanjut dapat terus berkembang (Ellis, 2007). Proses menua sehat (normal aging ) secara fisiologi juga terjadi kemunduran beberapa aspek kognitif seperti kemunduran daya ingat (memori) terutama memori kerja (working memory) yang amat berperan dalam aktifitas hidup seharihari, hal ini menjelaskan mengapa pada sebagian lanjut usia menjadi pelupa. Selain itu fungsi belahan otak sisi kanan (right brain) sebagai pusat intelegensi dasar akan mengalami kemunduran lebih cepat dari pada belahan otak sisi kiri (left brain) sebagai pusat inteligensi kristal yang memantau pengetahuan. Dampak dari kemunduran belahan otak sisi kanan pada lanjut usia antara lain adalah kemunduran fungsi kewaspadaan dan perhatian (Ellis, 2007). 2.2.4
1.
Faktor risiko penurunan status kognitif
Umur Menurut Sacanlan et al (dalam Myers, 2008) terdapat hubungan yang
positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif, artinya semakin tua umur lansia semakin berisiko mengalami gangguan fungsi kognitif. Lansia yang berumur 6080 tahun mempunyai risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif sebesar 3.4 kali lebih berisiko dibandingkan dengan lansia yang berumur < 60 tahun sedangkan lansia yang berumur 80 tahun mempunyai peluang 6.4 kali lebih besar untuk
19
mengalami gangguan fungsi kognitif dibandingkan umur 60-80 tahun. Semakin bertambah umur maka semakin besar prevalensi dan semakin berat gangguan fungsi kognitif yang dialami lansia. Hal ini disebabkan karena usia merupakan faktor utama terjadinya gangguan fungsi kognitif. 2.
Jenis kelamin, Wanita lebih beresiko mengalami penurunan kognitif dari pada laki-laki.
Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal dikaitkan dengan rendahnya level estradiol dalam tubuh. Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif yaitu dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta sebagai pelindung sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer (Sarwono, 2010). 3.
Kekurangan Vitamin D Kekurangan vitamin D sekitar 25% -54% pada orang berusia 60 keatas dan
74% ditemukan pada wanita pada penderita Alzheimer. Hal tersebut disebabkan oleh metabolisme vitamin D yang kurang efisien pada orang tua. Karena sumber utama vitamin D adalah sinar matahari, untuk mempertahankan tingkat serum normal diet saja mungkin tidak cukup tanpa suplementasi. Hasil dari penelitian tentang vitamin D dalam fungsi otak adalah adanya reseptor vitamin D pada hippocampus dan merupakan pelindung dari saraf vitro (Wilkins et al, dalam Myers, 2008).
20
4.
Hipertensi, Salah satu faktor penyakit penting yang mempengaruhi perubahan kognitif
lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi penurunan substansia putih dan abu-abu di lobus prefrontal, penurunan hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia putih di lobus frontalis (Raz, Rodrigue, & Acker dalam Myers, 2008). Angina pektoris, infark miokardium, penyakit jantung koroner dan penyakit vaskular lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya fungsi kognitif (Briton & Marmot dalam Myers, 2008). 5.
Pendidikan Pendidikan yang telah dicapai seseorang atau lansia dapat mempengaruhi
secara tidak langsung terhadap fungsi kognitif seseorang. Tingkat pendidikan seseorang
mempunyai
pengaruh
terhadap
penurunan
fungsi
kognitifnya.
Pendidikan mempengaruhi kapasitas otak, dan berdampak pada tes kognitifnya. Seseorang yang berpendidikan rendah mempunyai risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif/ demensia dua kali lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi sebaliknya semakin tinggi pendidikan yang dikenyam seseorang, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya demensia. Setiap tahun jenjang pendidikan seseorang akan memperlambat penurunan daya ingat hingga 2.5 bulan (Myers, 2008).
21
6.
Pekerjaan Pekerjaan
dapat
mempercepat
proses
menua
yaitu
pada
pekerja
keras/overworking , seperti pada buruh kasar/petani. Pekerjaan orang dapat mempengaruhi fungsi kognitifnya, dimana pekerjaan yang terus menerus melatih kapasitas otak dapat membantu mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif dan mencegah resiko terkena demensia (Darmono & Martono, 2010).
2.2.5
Pengukuran status kognitif
Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif. Hasilnya, MMSE menjadi suatu metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak di dunia. Tes ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah digunakan sebagai instrumen skrining kognitif primer pada beberapa studi epidemiologi skala besar demensia (Setiawati, 2010). Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi 6 kategori: orientasi terhadap tempat (negara, provinsi, kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali
22
(mengingat kembali 3 kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat dan mengikuti perintah 3 langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar) (Perry &Potter, 2006). Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar sempurna; skor yang makin rendah mengindikasikan gangguan kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30, skor 24-30 menggambarkan kemampuan kognitif sempurna. Skor MMSE 17-23 dicurigai mempunyai kerusakan fungsi kognitif ringan. Selanjutnya untuk s kor
MMSE ≤ 17 terdapat kerusakan aspek fungsi
kognitif berat dan nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk demensia (Perry &Potter, 2006).
2.3 Konsep Kualitas Hidup Lansia 2.3.1
Pengertian
Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya Coons & Kaplan (dalam Sarafino, 2008). Kualitas hidup adalah suatu pandangan umum yang terdiri dari beberapa komponen dan dimensi dasar yang berhubungan dengan kesehatan diantaranya keadaan dan fungsi fisik, keadaan psikologis, fungsi sosial dan penyakit serta
23
perawatannya Cella & Tulsky (dalam Dimsdale, 2007) beberapa pendekatan fenomenologi dari kualitas hidup menekankan tentang pentingnya persepsi subjektif seseorang dalam memfungsikan kemampuan mereka sendiri dan membandingkannya dengan standar kemampuan internal yang mereka miliki agar dapat mewujudkan sesuatu menjadi lebih ideal dan sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Campbell dkk (dalam Dimsdale, 2007) yang menggaris bawahi tentang pentingnya persepsi subjektif dan penafsiran dalam pengukuran kualitas hidup. Dalam hal ini dikemukakan bahwa kualitas hidup dibentuk oleh suatu gagasan yang terdiri dari aspek kognitif dan
afektif
karena
penilaian
individu
terhadap
satu
kondisi
kognitif
mempengaruhi secara efektif dan menimbulkan reaksi terhadap kondisi emosi individu tersebut. Kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi (Cohen & Lazarus dalam Sarafino, 2008). Berdasarkan beberapa definisi diatas, yang dimaksud dengan kualitas hidup lansia dalam penelitian ini adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu.
24
2.3.2
Dimensi kualitas hidup
Kualitas hidup seseorang ditentukan oleh individu itu sendiri, karena sifatnya sangat spesifik, bersikap abstrak, dan sulit diukur. Para ahli masingmasing memiliki pandangan tersendiri mengenali dimensi quality of life. Clinch dan Schipper dalam Ghozally (2005) memberikan 10 dimensi tentang kualitas hidup, yaitu : 1) kondisi fisik, 2) kemampuan fungsional, 3) kesejahteraan keluarga, 4) kesejahteraan emosi, 5) spiritual, 6) fungsi sosial, 7) kepuasan pada layanan terapi, 8) orientasi masa depan, 9) seksualitas termasuk bodi image, 10) fungsi okupasi. Sedangkan menurut Suhardjono dalam Ghozally (2005), mengatakan kualitas hidup seseorang umumnya dinilai dari tiga komponen yaitu : 1) Kemampuan fisik : kemampuan fisik dinilai dengan kemampuan berjalan, naik tangga, olahraga, dan lain-lain serta bagaimana keadaan kesehatannya saat ini mempengaruhi pekerjaan sehari-hari, sekolah atau pekerjaan rumah tangganya, 2) Kesehatan jiwa : dari aspek jiwa dinilai apakah ada rasa sakit atau kesakitan yang membatasi aktifitas atau tidak, bagaimana keadaan perasaannya (missal : depresi, cemas), perasaan-perasaan yang positif dan juga penilaian oleh pasien secara umum mengenai keadaan kesehatannya sendiri, 3) Fungsi sosial : untuk aspek social dinilai tentang aktifitas sosial seperti kunjungan ke rumah teman, menghadiri pertemuan dengan teman, keluarga, dan lain-lain. Menurut Nursalam (2012) pada WHOQoL-BREF terdapat 4 dimensi dalam kualitas hidup, meliputi :
25
1) Kesehatan fisik ( physical health) : mencakup rasa nyeri, energy, istirahat tidur, mobilisasi, aktivitas, pengobatan dan pekerjaan. 2) Kesehatan psikologi ( psychological health) : mencakup perasaan positif dan negatif, cara berpikir, harga diri, body image dan spiritual. 3) Hubungan sosial ( sosial relationship) : mencakup hubungan personal, dukungan sosial, aktivitas seksual. 4) Lingkungan (environment ) : mencakup keamanan fisik, lingkungan rumah, sumber keuangan, fasilitas kesehatan, rekreasi dan trasportasi
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
Menurut Nofitri, (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup antara lain : 1. Jenis kelamin Mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik. Kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki, di mana laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran akses dan kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal-hal yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda.
26
2. Usia Individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya. Pada responden berusia tua menemukan adanya kontribusi dari faktor usia terhadap kualitas hidup subjektif individu yang disebabkan karena individu pada masa usia tua sudah melewati masa untuk melakukan perubahan dalam hidupnya sehingga mereka cenderung mengevaluasi hidupnya dengan positif dibandingkan saat masa mudanya. 3. Pendidikan Kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak. 4. Pekerjaan Kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja, dan penduduk yang tidak mampu bekerja. 5. Status kognitif Lansia dengan gangguan fungsi kognitif/ demensia mengalami penurunan kemampuan dalam adaptasi terhadap lingkungannya. Lansia dengan gangguan fungsi kognitif mulai kebingungan/ tidak mampu mengenali tempat yang biasanya ditinggali serta mengalami masalah dalam kehidupannya sosialnya. Hal tersebut disebabkan oleh masalah kesehatan fisik yang akan membatasi untuk beraktivitas di kehidupan sosialnya mengakibatkan timbulnya satu krisis dan
27
simptom-simptom psikologis yang akan mempengaruhi kualitas hidup pada lansia (Gitahafas, 2011).
2.3.4
Kualitas hidup lansia
Kualitas hidup lansia bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan mereka bisa menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, beguna dan berkualitas. Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang lansia untuk tetap bisa berguna dimasa tuanya, yakni : kemampuan menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan kemunduran yang dialami, adanya penghargaan dan perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia tersebut, lingkungan yang menghargai hak-hak lansia serta memahami kebutuhan dan kondisi psikologis lansia dan tersedianya media atau sarana bagi lansia untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Kesempatan yang diberikan akan memiliki fungsi memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh lansia (Sutikno, 2011). 2.3.5
Pengukuran kualitas hidup
Kualitas hidup menurut WHO meliputi 4 (empat) bidang atau domain yaitu kesehatan fisik, kesehatan psikologik, hubungan social dan lingkungan. Kualitas hidup diukur dengan menggunakan kuesioner WHOQoL ( World Health Organization Quality of Life) (Marchinko, 2008). Kuesioner WHOQoL - BREF yang terdiri atas 26 item pertanyaan, dimana setiap item memiliki score 1-5 dan 5-
28
1 meliputi 4 domain. Komponen pertanyaan antara lain 2 pertanyaan umum yang tidak masuk pada salah satu domain. Domain kesehatan fisik (physical health) terdiri atas 7 pertanyaan tentang rasa nyeri, energy, istirahat tidur, mobilisasi, aktifitas, pengobatan dan pekerjaan. Domain psikologi (psychological health) terdiri atas 6 pertanyaan tentang perasaan positif dan negative, cara berpikir, harga diri, body image dan spiritual. Domain hubungan social (sosial relationship) dengan 3 pertanyaan tentang hubungan individu, dukungan social dan aktivitas seksual. Domain lingkungan (environment) dengan 8 area pertanyaan yang meliputi keamanan fisik, lingkungan rumah, sumber keuangan, fasilitas kesehatan, mudahnya mendapat informasi kesehatan, rekreasi, transportasi. Perhitungan untuk menentukan skor kualitas hidup merupakan penjumlahan dari semua skor yang didapat setiap item pertanyaan. Jawaban poin terendah adalah 1 = sangat tidak memuaskan, sampai dengan 5 = sangat memuaskan, kecuali untuk pertanyaan nomer 3, 4, dan 26 karena pertanyaan bersifat negatif maka memiliki jawaban mulai skor 5 = sangat memuaskan hingga skor 1 = sangat tidak memuaskan. Skor tersebut tersebut akan dijumlahkan untuk mendapatkan skor total dan kemudian dibagi menjadi 3 katagori, yaitu kualitas hidup baik bila skor total > 96, kualitas hidup cukup bila skor total 61-95, kualitas hidup kurang bila skor total 26-60. Pengukuran ini telah diuji reliabilitas dengan Alpha 0.5 dan r = 0.91 (World Health Organization Quality of Life, 2008).
29
2.3.6
Hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia
Perubahan fungsi kognitif atau daya ingat pada lansia berhubungan dengan penurunan fungsi belahan kanan otak yang berlangsungnya lebih cepat dari pada yang kiri hal ini disebabkan karena kebanyakan orang hanya menggunakan otak kiri saja dan jarang menggunakan otak kanan. Para lansia mengalami penurunan berupa kemunduran daya ingat visual (misalnya, mudah lupa wajah orang), sulit berkonsentrasi, cepat beralih perhatian. Juga terjadi kelambanan pada tugas motorik sederhana seperti berlari, mengetuk jari, kelambanan dalam persepsi sensoris serta dalam reaksi tugas kompleks. Sifat gangguan ini sangat individual, tidak sama tingkatnya satu orang dengan orang lain (Sulianti, 2010). Fungsi kognitif yang menurun secara normal pada lansia disebabkan oleh proses berpikir menjadi lamban, kurang menggunakan strategi memori yang tepat, dan kesulitan untuk pemusatan perhatian dan konsentrasi. lansia juga memerlukan lebih banyak waktu untuk belajar hal yang baru, memerlukan lebih banyak isyarat untuk mengingat kembali apa yang pernah di ingatnya. Orang yang mengalami kepikunan yang tidak normal, ia bisa lupa makan, lupa nama pasangan, benda, angka, atau keterampilan yang pernah dikuasai. Terkadang, ia pun lupa dengan aturan-aturan sosial. Terjadi penurunan fungsi kognitif yang masih wajar pada beberapa lansia disebut sebagai sifat pelupa keadaan ini tidak menyebabkan gangguan pada aktifitas hidup sehari-hari, biasanya dikenali oleh keluarga atau teman karena sering mengulang pertanyaan yang sama atau lupa kejadian yang baru terjadi. Kondisi yang dihadapi lansia merupakan gangguan fungsi kognitif
30
atau gangguan memori ringan yang dapat digolongkan sebagai sindrom predemensia dan dapat berkembang menjadi demensia (Bandiyah, 2009). Gangguan fungsi kognitif pada lansia yang bisa berkembang menjadi demensia, dapat mengakibatkan lansia mengalami gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (makan, minum, berpakaian, Buang Air Besar/Buang Air Kecil, dan lain sebagainya), adanya perubahan emosi dan tingkah laku. Lansia dengan demensia akan mengalami ketergantungan di dalam menjalankan semua aktivitasnya karena dia dibantu oleh orang lain, kondisi tersebut
dapat
mempengaruhi kapasitas fungsional, psikologis dan kesehatan sosial serta kesejahteraan lansia yang didefenisikan sebagai kualitas hidup. Kualitas hidup mempengaruhi kesehatan fisik, kondisi psikologis, tingkat ketergantungan, hubungan sosial dan hubungan lansia dengan lingkungan sekitarnya (WHO, 2008). Kualitas hidup lansia bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan mereka bisa menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, beguna dan berkualitas. Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang lansia untuk tetap bisa berguna dimasa tuanya, yakni : kemampuan menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan kemunduran yang dialami, adanya penghargaan dan perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia tersebut, lingkungan yang menghargai hak-hak lansia serta memahami kebutuhan dan kondisi psikologis lansia dan tersedianya media atau sarana bagi lansia untuk
31
mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Kesempatan yang diberikan akan memiliki fungsi memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh lansia (Sutikno, 2011). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Novandhori 2008 dengan penelitian yang berjudul
“Hubungan
Peran Keluarga Dengan Kualitas
Hidup Lansia Yang Mengalami Gangguan Fungsi kognitif Di Desa Windunegara Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas ”. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil Peran keluarga yang paling dominan adalah sebagai fasilitator (56,63), diikuti oleh sebagai edukator dan motivator (51.97 dan 49.36). Skor tertinggi kualitas hidup terdapat pada domain hubungan sosial (70.08). Sementara itu, domain fisik mewakili domain terendah QOL (53.57). Analisis menggunakan pearson product moment menunjukkan hubungan yang signifikan antara peran keluarga dan kualitas hidup lansia dengan gangguan kognitif (r = 0,392 ; p < 0,05). Kesimpulan: Ada hubungan antara peran keluarga dan kualitas hidup lansia dengan gangguan fungsi kognitif.
32
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Nursalam, 2011), Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar 2.1 Lansia Otak menua mengalami kemunduran dalam kemampuan daya ingat
Perubahan fisik Perubahan Perubahan psikologis Perubahan mental
Perubahan Fungsi Kognitif
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup : 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Status kognitif
Perubahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, adanya perubahan emosi dan tingkah laku
1. Jenis kelamin, 2. Faktor makanan 3. Hipertensi, 4. Pendidikan 5. Pekerjaan
Kualitas Hidup Lansia
Keterangan gambar : Diteliti
: Tidak diteliti : Alur Pikir Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampak Siring Gianyar Gianyar Tahun 2014. 33
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa lansia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih. Pada usia lanjut dapat terjadi perubahan - perubahan baik itu perubahan fisik, perubahan psikososial, perubahan psikologis, dan perubahan mental. m ental. Perubahan fisik mengakibatkan
otak
yang
menua
mengalami
kemunduran
dalam
kemampuan daya ingat sehingga terjadi perubahan fungsi kognitif, selain perubahan fisik adapula faktor lain yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kognitif antara lain jenis kelamin, faktor makanan, hipertensi,
pendidikan
dan
pekerjaan.
Perubahan
fungsi
kognitif
mempengaruhi perubahan lanjut usia dalam melakukan aktivitas sehari – hari juga adanya perubahan emosi dan tingkah laku. Hal tersebut akan berdampak pada kualitas hidup lanjut usia. Adapula faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup lanjut usia seperti umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan salah satunya adalah status kognitif.
34
2.5 Hipotesis
Hipotesis didalam penelitian merupakan jawaban sementara penelitian yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Nursalam, 2011). Hipotesis alternatif pada penelitian ini adalah ada hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar tahun 2014.
35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitiannya (Nursalam, 2011). Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif korelasional yang bertujuan untuk menggambarkan hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan cross-sectional yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2011).
36
3.2 Kerangka Kerja
Kerangka kerja merupakan alur kegiatan penelitian yang dilakukan, adapun kerangka kerja penelitian ini seperti gambar 2.1 Populasi
Seluruh lansia yang aktif di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I TampakSiring Gianyar sebanyak 81 orang terdiri dari 35 laki-laki dan 46 perempuan
Sampling Non Probability sampling yaitu dengan dengan Purposive sampling
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi Sampel
Lansia aktif yang memenuhi kriteria inklusi
Pengumpulan data
1. Kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE) untuk mengetahui status kognitif. 2. Kuesioner WHOQoL – BREF (World Health Organization Quality of Life) untuk mengetahui kualitas hidup
Analisa Data
Uji normalitas data dengan uji kolmogorov smirnov Normal Product moment
Penyajian hasil penelitian
Gambar 2.1 Kerangka Kerja Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampak Siring Gianyar Tahun 2014 37
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 19 Juni sampai dengan tanggal 20 Juli Tahun 2014.
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian 3.4.1
Populasi penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang aktif mengikuti Posbindu di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar yang berjumlah 81 orang, yang terdiri dari 35 laki-laki dan 46 perempuan. 3.4.2
Teknik pengambilan sample
Sampel didefinisikan sebagai bagian dari populasi yang diambil untuk diketahui karakteristiknya (Hidayat, 2014). Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang aktif mengikuti Posbindu di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar yang memenuhi kriteria inklusi.
38
3.4.2.1 Besar sampel
Besar sampel yang diambil dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus menurut Nursalam (2011) sebagai ber ikut :
n=
N 1 + N (d)2
Keterangan N
: Besar populasi
n
: Besar sampel
d
: Tingkat signifikansi 95 % sama dengan α 0,05
n=
N 1 + N (d)2
n =
81 1 + 81 (0,05) 2
n =
81 1 + 81. 0,0025
n =
81 1 + 0,2025
n =
81 1,2025
n = = 67,435= 67 Berdasarkan perhitungan diatas, besar sampel pada penelitian ini sebanyak 67 orang. 3.4.2.2 Teknik sampling
Teknik
sampling
adalah
merupakan
teknik
pengambilan
sampel
(Sugiyono, 2013). Sampling adalah proses menyeleksi populasi untuk dapat 39
mewakili populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah non probability sampling jenis “ Purposive sampling ”
yaitu tehnik penetapan
sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2011). 1. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi yang terjangkau dan diteliti (Nursalam, 2011), yang termasuk kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : 1) Bersedia menjadi responden penelitian 2)
Lansia yang berusia ≥ 60 ta hun
3) Mampu berkomunikasi dengan baik 4) Tidak menderita gangguan jiwa 2. Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi (Nursalam, 2011). Yang termasuk kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : 1) Lansia dalam kondisi sakit 2) Lansia dengan gangguan fisik seperti buta, bisu dan tuli
40
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.5.1
Variabel penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia dan lain-lain) (Soeparto, dkk. 2000 dalam Nursalam, 2011).
1. Variabel independen (bebas) Variabel Independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau yang menjadi sebab timbulnya variabel dependen (terikat) (Hidayat, 2014). Variabel independen dalam penelitian ini adalah status kognitif lansia. 2. Variabel dependen (terikat) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2014).Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas hidup lansia. 3.5.2 Definisi operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2014). Definisi operasional dalam penelitian seperti tabel 1 berikut :
41
Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I TampakSiring Gianyar Tahun 2014
No
Variabel
Definisi operasional
Alat ukur
Skala ukur
Skor
1
2
3
4
5
6
1.
Variabel Kondisi orang tua untuk berpikir independen : dan mengingat, peristiwa yang status pernah atau sedang dialami kognitif mencakup : 1. Orientasi 2. Registrasi 3. Atensi dan konsentrasi 4. Mengingat kembali 5. Bahasa 6. Kontruksi visual
2
Variabel dependent : kualitas hidup lansia
Penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam memfungsikan dan membandingkan kemampuan lansia sendiri melalui 4 d imensi yang ada yaitu : 1. Kesehatan fisik 2. Psikologi 3. Hubungan sosial 4. Lingkungan melalui konteks budaya dan siste m nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu.
3.6
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
3.6.1
Jenis data
Kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE)
Kuesioner WHOQoLBREF
Interval
Interval
0 – 30
26 – 130
Jenis data yang digunakan untuk mendapatkan data status kognitif dan kualitas hidup lansia adalah data primer yaitu data yang yang diambil langsung dari responden melalui pembagian kuesioner.
42
1. Menurut skala pengukuran Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan data hasil pengukuran suatu variabel. Pada penelitian ini skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval. 3.6.2
Cara pengumpulan data
Merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian (Hidayat, 2014). Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2011). Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini : 1. Mengajukan ijin penelitian Sebelum melakukan pengumpulan data penelitian terlebih dahulu mengajukan ijin penelitian, adapun prosedur pengajuan ijin penelitian sebagai berikut : 1) Mengurus surat ijin penelitian di Sekertariat Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Wira Medika PPNI Bali 2) Membawa surat rekomendasi dari kampus untuk mengadakan penelitian ke Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Provinsi Bali. 3) Mengajukan ijin untuk melakukan penelitian Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Provinsi Bali untuk mengadakan penelitian ke Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Kabupaten Gianyar.
43
4) Membawa surat rujukan dari Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Kabupaten Gianyar ke Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, Dandim 1616, Polresta Kabupaten Gianyar dan Puskesmas 1 Tampaksiring Gianyar. 5) Setelah mendapatkan data dari Puskesmas 1 Tampaksiring Gianyar, peneliti mengurus surat rujukan dari puskesmas ke Kepala Desa Tampaksiring Gianyar. 6) Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian oleh Kepala Desa Tampaksiring
Gianyar,
peneliti
melakukan
pemilihan
sampel
dengan
menggunakan kriteria inklusi dan melakukan pengumpulan data di Desa Sanding Tampaksiring Gianyar. 2. Melatih Enumerator Saat pengumpulan data peneliti dibantu oleh 2 orang Enumerator yaitu 1 petugas Puskesmas Tampak Siring I dan 1 teman peneliti. Sebelum melaksanakan penelitian telah dilaksanakan pelatihan terhadap Enumerator, untuk menyamakan persepsi mengenai cara pengumpulan data dan alat ukur pada tanggal 17 Juni 2014. 3. Menyeleksi calon responden Setelah mendapatkan ijin untuk melaksanakan penelitian, langkah pertama pengumpulan data adalah menyeleksi calon responden dengan berpedoman pada kriteri inklusi. Setelah mendapatkan responden yang dikehendaki maka langkah selanjutnya peneliti meminta persetujuan dari responden penelitian dengan memberikan surat persetujuan dan meminta tanda tangan responden apabila bersedia untuk diteliti.
44
4. Pengumpulan data 1). Peneliti melakukan pengumpulan data karakteristik responden yang didapatkan melalui hasil wawancara dengan responden. 2). Kemudian dilanjutkan dengan wawancara terstuktur kepada responden berkaitan dengan status kognitif
(untuk menilai sejauh mana kemampuan
mengingat lansia) dan wawancara terstuktur kepada responden berkaitan dengan kualitas hidup lansia. 3). Memberikan reinforcement positif berupa ucapan terima kasih atas kerja samanya kepada lansia yang telah bersedia menjadi responden dan mau menjawab wawancara yang diberikan sesuai kuisioner. 4). Data yang sudah terkumpul kemudian ditabulasi ke dalam matriks pengumpulan data yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. 3.6.3
Instrumen pengumpulan data
Instrumen atau alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang disusun secara tertulis dalam rangka pengumpulan data. Kuesioner untuk mengukur status kognitif lansia menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi 6 kategori : orientasi, registrasi, atensi dan konsentrasi, mengingat kembali, bahasa serta kontruksi visual. Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar sempurna; skor yang makin rendah mengindikasikan gangguan kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30. Validitas dan reliabilitas kuesioner
45
MMSE telah diuji terhadap 30 responden oleh Sari (2012) hasil uji validitas semua item dinyatakan valid dimana r hitung > r tabel (0,361) dengan koefisiensi validitas r hitung berkisar dari 0,648 sampai 0,871. Hasil uji
reliabilitas
didapatkan nilai r Alpha = 0, 867 > 0,361 maka semua item dinyatakan reliabel. Pengukuran
kualitas hidup menggunakan kuisioner WHOQoL
– BREF
yang di kutip dari buku Nursalam, 2012 terdiri atas 26 item pertanyaan, dimana setiap item memiliki score 1-5 dan 5-1 meliputi 4 domain. Komponen pertanyaan antara lain 2 pertanyaan umum yang tidak masuk pada salah sat u domain. Domain kesehatan fisik (physical health) terdiri atas 7 pertanyaan tentang rasa nyeri, energy, istirahat tidur, mobilisasi, aktifitas, pengobatan dan pekerjaan. Domain psikologi (psychological health) terdiri atas 6 pertanyaan tentang perasaan positif dan negative, cara berpikir, harga diri, body image dan spiritual. Domain hubungan social (sosial relationship) dengan 3 pertanyaan tentang hubungan individu,
dukungan
social
dan
aktivitas
seksual.
Domain
lingkungan
(environment) dengan 8 area pertanyaan yang meliputi keamanan fisik, lingkungan rumah, sumber keuangan, fasilitas kesehatan, mudahnya mendapat informasi kesehatan, rekreasi, transportasi. Perhitungan untuk menentukan skor kualitas hidup merupakan penjumlahan dari semua skor yang didapat setiap item pertanyaan. Jawaban poin terendah adalah 1 = sangat tidak memuaskan, sampai dengan 5 = sangat memuaskan, kecuali untuk pertanyaan nomor 3, 4, dan 26 karena pertanyaan bersifat negatif maka memiliki jawaban mulai skor 5 = sangat memuaskan hingga skor 1 = sangat tidak memuaskan. Skor tersebut tersebut akan
46
dijumlahkan untuk mendapatkan skor total. Instrumen ini telah diuji validitas dan reliabilitas oleh Ratna Mardiati (2007) dengan Alpha 0.5 dan r = 0.91. 3.7 Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1
Teknik Pengolahan Data
Data hasil pengamatan diolah dengan beberapa tahapan. Menurut Hidayat (2014), tahapan pengolahan data antara lain : 1.
Editing Mengumpulkan
semua
hasil
penghitungan
dan
pengecekan
kelengkapan data. Pada tahap ini peneliti telah memeriksa kelengkapan seluruh data yang dikumpulkan, dari hasil penghitungan dan pengecekan kelengkapan data, hasilnya seluruh data status kognitif dan kualitas hidup lansia sudah terisi dengan lengkap. 2. Coding Coding merupakan proses mengklasifikasi data sesuai dengan klasifikasinya dengan cara memberikan kode tertentu. Klasifikasi data dilakukan atas pertimbangan peneliti sendiri. Semua data diberikan kode untuk memudahkan proses pengolahan data katagori sebagai berikut : 1) Umur : kode 1 = 60-74 tahun, kode 2 = 75-90 tahun. 2) Jenis kelamin : kode 1 = laki-laki, kode 2 = perempuan 3) Pendidikan : kode 1 = tidak sekolah, kode 2 = SD, kode 3 = SMP, kode 4 = SMA, kode 4 = diploma/PT
47
4) Pekerjaan : kode 1 = tidak bekerja, kode 2 = PNS/TNI/POLRI, kode 3 = swasta, kode 4 = wiraswasta, kode 5 = petani, kode 6 =buruh 3. Entry Merupakan upaya memasukkan data kedalam program Statistikal Package for the Social Sciens (SPSS) untuk selanjutnya dilakukan analisis. 4. Cleaning Pembersihan data melalui pengecekan kembali data yang dientry apakah data sudah benar atau belum. Data yang telah di entry dicocokkan dan diperiksa kembali dengan data yang didapatkan pada kuesioner untuk mengecek kesalahankesalahan dengan menghubungkan jawaban satu sama lain untuk mengetahui adanya konsistensi jawaban. Bila ada perbedaan hasil, segera dilakukan pengecekan ulang. Data kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi. 5. Tabulasi Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian memasukkannya ke dalam tabel. Setiap hasil kuesioner te ntang status kognitif dan kualitas hidup lansia yang sudah diberi nilai dimasukkan dalam tabel. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pada waktu melakukan pengolahan data. Pada tahap ini dilakukan kegiatan memasukkan data ke dalam tabel yang telah ditentukan nilai atau katagori faktor secara tepat dan cepat. Penyajian data dalam penelitian ini yaitu dalam bentuk narasi dan tabel sesuai judul penelitian. Selanjutnya data yang diperoleh diolah dan dilakukan analisis statistik.
48
3.7.2
Tehnik Analisis Data
Tehnik analisa data yang digunakan pada penelitian ini antara lain : 1. Analisis univariat Analisis yang dilakukan adalah univariat (deskriptif ), yaitu analisis yang dilakukan pada tiap tabel dari hasil penelitian dan pada umumnya dalam analisis ini dapat menghasilkan mean, range standar deviasi, distribusi frekuesi dari tiap variabel. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi dari variabelvariabel yang diamati sehingga dapat mengetahui gambaran tiap variabel. Adapun data yang dianalisis secara univariat meliputi nilai status kognitif dan kualitas hidup lansia. 2. Analisis bivariat Uji analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis korelasi. Analisis ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel yaitu keeratan hubungan dua variabel, arah hubungan dan signifikan atau tidaknya hubungan. Mengetahui keeratan hubungan antar variabel dapat dilihat
pada
besarnya koefisiensi kolerasi, untuk mengetahui arah hubugan maka dapat dilihat pada tanda koefisiensi kolerasi yaitu positif dan negatif, jika positif berarti terdapat hubungan yang positif antar variabel, jika negatif berarti hubungan antar variabel hubungannya negatif. Sedangkan untuk mengetahui hubungan kedua variabel berarti atau tidak maka dilakukan pengujian signifikansi (Prayitno, 2009). Sebelum data di analisis telah dilakukan uji normalitas data dengan cara membagi nilai skewnes dengan standar error skewnes dari data status kognitif, dan kualitas
49
hidup. Hasil pembagian menghasilkan angka < 2 menunjukkan data berdistribusi normal. Berdasarkan uji normalitas data dapat diketahui data berdistribusi normal sehingga analisa data menngunakan uji Product Moment. Berdasarkan hasil uji ditentukan apakah hipotesa diterima atau ditolak. Penentuan hipotesa diterima atau ditolak adalah dengan membandingkan nilai probability yang didapatkan dari hasil pengujian dengan nilai signifikansi, pada penelitian ini tingkat signifikansi sebesar 95 % sama dengan
α 0,05.
Kesimpulannya apabila nilai probability lebih besar dari nilai signifikansi (p > 0,05), maka hipotesa nol diterima dan hipotesa alternatif ditolak berarti tidak ada hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I TampakSiring Gianyar, bila nilai probability lebih kecil dari nilai signifikansi (p < 0,05) maka hipotesa nol di tolak dan hipotesa alternatif diterima berarti ada hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I TampakSiring Gianyar Tahun 2014. Mengetahui
kekuatan hubungan dilihat dari nilai koefisiensi kolerasi
digunakan penilaian menurut Sugiyono (2013), ukuran korelasi adalah sebagai berikut : 1) 0,70 – 1,00 (baik plus atau minus) menunjukkan derajat asosiasi yang tinggi 2) 0,40 – 0,70 (baik plus atau minus) menunjukkan asosiasi yang sedang 3) 0,20 – 0,40 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya korelasi yang rendah 4) < 0,20 (baik plus atau minus) dapat diabaikan
50
3.8 Etika Penelitian
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Menurut Hidayat (2014), masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Informed consent (Lembar persetujuan menjadi responden) Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan sebelum penelitian dilakukan dengan tujuan agar responden mengerti maksud, tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya.
Jika
responden
bersedia
diteliti
maka
responden
harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak klien. 2. Anonimity (tanpa nama) Memberikan jaminan mengenai kerahasiaan identitas responden penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan. 3. Confidentiality (kerahasiaan) Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil riset.
51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1
Kondisi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sanding yang terletak di wilayah Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar yang merupakan salah satu wilayah kerja Puskesmas I Tampaksiring, dengan luas wilayah 342 Ha yang terletak membujur dari Utara ke Selatan diapit oleh dua buah sungai yaitu sungai Petanu dan Sungai Pakerisan dengan batas – batas sebagai berikut : di sebelah Utara Desa Tampaksiring, di sebelah Selatan Desa Pejeng Kaja, di sebelah Barat Tukad Petanu, dan di sebelah Timur Tukad Pakerisan. Sungai tersebut telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Desa Sanding diantaranya untuk mengairi persawahan pada subak – subak di Desa Sanding. Tingkat pendidikan para lanjut usia di Desa Sanding sebagian besar adalah tidak tamat SD dan sebagian besar lansia tidak bekerja, namun beberapa lanjut usia mata pencahariannya adalah Petani. Sarana dan perasarana yang ada di Desa Sanding yaitu sarana kesehatan satu puskesmas dengan jarak ±5 km, dan satu posbindu lansia. Pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup pada lanjut usia yang telah dilaksanakan di Desa Sanding wilayah kerja puskesmas I Tampaksiring adalah membentuk posbindu lansia dilaksanakan setiap 3 minggu sekali dengan kegiatan antara lain pertemuan rutin, pemeriksaan kesehatan, penyuluhan, gotong royong, dan jalan santai. Sedangkan kegiatan olahraga senam dilaksanakan 3 52
(tiga) kali seminggu yaitu pada hari selasa, kamis dan minggu yang dipandu oleh pelatih bersertifikat. Pelaksanaan posbindu lansia selama ini belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh lansia yang ada di Desa Sanding. Rata-rata kunjungan lansia ke posbindu sebanyak 30 orang.
4.1.2
Karakteristik Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah lansia yang aktif mengikuti Posbindu di Desa Sanding wilayah kerja puskesmas I Tampaksiring Gianyar. Setelah dilakukan pemilihan sampel didapatkan sampel sebanyak 67 sampe l yang memenuhi kriteria inklusi yaitu lansia yang bersedia menjadi responden penelitian, lansia yang
berusia ≥ 60 tahun, lansia yang mampu berkomunikasi dengan baik dan lansia yang tidak menderita gangguan jiwa. Berdasarkan karakteristik subyek penelitian yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut ini : 1. Umur Karakteristik responden berdasarkan umur di Desa Sanding wilayah kerja puskesmas I Tampaksiring Gianyar dapat di jelaskan seperti tabel 4.1: Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar Tahun 2014 Hasil Penelitian No
Umur Frekuensi
Persentase
1
60-74 tahun
49
73.1
2
75-90 tahun
18
26.9
Total
67
100,0
53
Berdasarkan tabel 4.1, menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 60-74 tahuan yaitu sebanyak 49 responden (73,1%). 2. Jenis kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Desa Sanding wilayah kerja puskesmas I Tampaksiring Gianyar dapat di jelaskan seperti tabel 4.1 : Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar Tahun 2014 Hasil Penelitian No
Jenis Kelamin Frekuensi
Persentase
1
Laki-laki
32
47.8
2
Perempuan
35
52.2
Total
67
100,0
Berdasarkan tabel 4.1, menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 35 responden (52,2%). 3.
Pendidikan Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di Desa Sanding Wilayah
Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar dapat di j elaskan seperti tabel 4.3 : Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar Tahun 2014 Hasil Penelitian No
Pendidikan Frekuensi
Persentase
1
Tidak sekolah
30
44.8
2
SD
18
26.9
3
SMP
6
9.0
4
SMA
8
11.9
54
5
Sarjana
5
7.5
Total
67
100,0
Berdasarkan tabel 4.3, menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak sekolah/tidak tamat SD yaitu sebanyak 30 responden (44,8%) dan responden frekuensi terendah adalah pendidikan sarjana yaitu sebanyak 5 responden (7,5%). 4.
Pekerjaan Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di Desa Sanding Wilayah
Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar dapat di j elaskan seperti tabel 4.4 : Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar Tahun 2014 Hasil Penelitian No
Pekerjaan Frekuensi
Persentase
1
Tidak bekerja
45
67.2
2
Wiraswasta
16
23.9
3
Petani
6
9.0
Total
67
100,0
Berdasarkan tabel 4.4, menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 45 responden (67,2%) dan responden dengan frekuensi terendah adalah bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 6 reponden (9,0%). 4.1.3
Hasil Pengamatan Terhadap Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah status kognitif dan kualitas hidup lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar, hasil penelitian sebagai berikut :
55
1. Status kognitif Berikut disajikan status kognitif lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampak Siring Gianyar, adapun hasil penelitian yang didapatkan dapat dilihat pada tabel 4.5 : Tabel 4.5 Hasil Status Kognitif Di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar Tahun 2014 Status Kognitif Hasil
Rata-rata
Minimal
Maksimal
21,73
16
29
Standar Deviasi CI (95%) 3,795
Terendah
Tertinggi
20,99
22,98
Berdasarkan tabel 4.5, menunjukan skor status kognitif lansia, skor minimal adalah 16 sedangkan skor maksimal adalah 29 dengan skor rata-rata status kognitif adalah 21,73 lansia mengalami status kognitif ringan, dengan standar deviasi 3,795. 1). Tabel hasil sebaran pedoman wawancara status kognitif Hasil sebaran pedoman wawancara status kognitif yang terdiri dari 30 poin dengan 6 kategori yaitu orientasi, regitrasi, atensi dan konsentrasi, mengingat, bahasa dan kontruksi visual. Hasil sebaran pedoman wawancara status kognitif ini dapat menunjukkan hasil terendah, tertinggi dan rata-rata pada tabel status kognitif. Pada tabel ini berisikan setiap nilai aspek kognitif, dimana setiap aspek memiliki nilai yang berbeda untuk aspek orientasi, atensi dan konsentrasi skornya 0 – 5, registrasi, mengingat dan bahasa 3 skronya 0 – 3, aspek bahasa 1 skornya 0-2, aspek bahasa2,4,5, dan aspek kontruksi visual skornya 0-1. Pada tabel 7.1 berikut dapat ditampilkan frekuensi dan nilainya.
56
Tabel 4.6 Hasil Sebaran Kuisioner Mini Mental State Examination di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar Tahun 2014 Nilai No
Aspek Kognitif
1
Min
Max
Ratarata
Nilai total
67
2
5
3,64
244
67
2
5
3,48
233
67
2
3
2,55
171
67
2
5
3,04
204
67
1
3
2,22
149
67
1
2
1,60
107
67
0
1
0,94
63
67
0
3
1,79
120
59
67
0
1
0,88
59
17
50
67
0
1
0,75
50
13
54
67
0
1
0,81
54
0
1
2
3
4
5
n
Orientasi Waktu
0
0
1
35
18
13
2
Orientasi Tempat
0
0
3
34
25
5
3 4
Registrasi
0
0
37
30
Atensi dan Konsentrasi
0
0
17
31
5
Mengingat
0
3
46
18
6
Bahasa1
0
27
40
7
Bahasa 2
4
63
8
Bahasa3
1
24
9
Bahasa 4
8
10
Bahasa 5
11
Kontruksi visual
30
12
18
1
Berdasarkan tabel 4.6, menunjukan hasil sebaran kuisioner MMSE, nilai total terendah adalah 50 dengan skor rata-rata dari aspek bahasa 1 yaitu 0,75 sedangkan nilai total tertinggi adalah 244 dengan skor rata-rata dari aspek orientasi waktu yaitu 3,64. 2. Kualitas hidup Berikut disajikan kualitas hidup lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar, adapun hasil penelitian yang didapatkan dapat dilihat pada tabel 4.7 :
Tabel 4.7 Hasil Kualitas Hidup Lansia Di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar Tahun 2014 Kualitas Hidup
Rata-rata
Minimal
Maksimal
57
Standar Deviasi CI (95%)
Terendah
Tertinggi
Hasil
77.76
50
117
21,654
72,48
83,04
Berdasarkan tabel 4.7, menunjukan skor kualitas hidup lansia, skor minimal adalah 50 artinya kualitas hidup lansia kurang, sedangkan skor maksimal adalah 117 artinya kualitas hidup lansia baik dengan skor rata-rata kualitas hidup lansia adalah 77,76, dengan standar deviasi 21,654. 1). Tabel hasil sebaran pedoman wawancara WHOQoL-BREF Hasil sebaran pedoman wawancara kualitas hidup yang terdiri dari 26 item pertanyaan dimana setiap item memiliki nilai 1-5 yang meliputi 4 domain yaitu kesehatan fisik, psikologi, hubungan sosial, dan lingkungan. Hasil sebaran pedoman wawancara kualitas hidup ini dapat menunjukkan hasil nilai terendah, tertinggi, dan rata-rata pada tabel kualitas hidup. Pada tabel 4.8 berikut dapat ditampilkan frekuensi dan nilainya. Tabel 4.8 Hasil Sebaran Kuisioner WHOQoL-BREF di Desa Sandin g Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar Tahun 2014 Nilai No
Kualitas Hidup
1
Min
Max
Mean
Nilai total
67
2
4
3,01
202
3
67
2
5
2,99
200
24
2
67
1
5
2,84
190
21
4
67
2
5
3,03
203
1
2
3
4
5
n
Kesehatan fisik
0
21
24
22
0
2
Psikologi
0
26
19
19
3 4
Hubungan sosial
3
33
5
Lingkungan
0
27
15
Berdasarkan tabel 4.8, menunjukan hasil sebaran kuisioner kualitas hidup, nilai total terendah adalah 190 dengan skor rata-rata dari domain hubungan sosial yaitu 2,84 sedangkan nilai total tertinggi adalah 203 dengan skor rata-rata dari domain lingkungan yaitu 3,03. 4.1.4
Hasil Analisis Data
58
Analisa data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji Product Moment karena berdasarkan uji normalitas yang menggunakan uji KolmogorovSmirnov didapatkan hasil status kognitif = 1,367 dengan probabilitas 0,200 dan kualitas hidup = 2,248 dengan probabilitas 0,120 atau (p > 0,05) maka diketahui bahwa data variabel status kognitif dan kualitas hidup berdistribusi normal. Dari dua data tersebut menunjukkan data berdistribusi normal. Analisis data dilakukan untuk menganalisis hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar Tahun 2014, hasil analisisnya seperti yang ditunjukkan tabel 4.9 : Tabel 4.9 Hasil Analisis Hubungan Status Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Gianyar Tahun 2014 Product Moment
N
p value
Coefisien Corelation
Hasil Analisis
67
0,000
0,504
Berdasarkan hasil uji Product Moment didapatkan nilai p value sebesar 0,000 (p < 0,05), hasil ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status kognitif dengan kualitas hidup lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring (hasil uji terlampir). Nilai koefisiensi kolerasi sebesar 0,504 menunjukkan variabel status kognitif dengan kualitas hidup memiliki derajat hubungan yang sedang. Tidak terdapat tanda negatif (-) di depan nilai koefisiensi kolerasi menunjukkan bahwa arah hubungan antar variabel terdapat hubungan yang positif artinya semakin baik status kognitif lansia maka kualitas 59
hidupnya akan semakin baik. Analisis lebih lanjut status kognitif berkontribusi sebesar 50,4% terhadap kualitas hidup sedangkan sisanya oleh faktor lain.
4.2 Pembahasan 4.2.1
Status Kognitif Lansia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor status kognitif lansia, skor terendah adalah 16 sedangkan skor tertinggi adalah 29 dengan skor rata-rata status kognitif adalah 21,73 termasuk mengalami kerusakan fungsi kognitif ringan. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan sebagian besar responden mengalami gangguan kognitif ringan. Menurunnya fungsi kognitif sering kali dianggap sebagai masalah biasa dan merupakan hal yang wajar terjadi pada mereka yang berusia lanjut, padahal menurunnya kemampuan kognitif yang ditandai dengan banyak lupa merupakan salah satu gejala awal kepikunan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012) dimana dari 40 responden sebagian besar 28 responden (70%) mengalami gangguan kognitif ringan. Peneliti sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ellis, (2007) yang menyatakan seiring dengan penambahan usia, manusia akan mengalami kemunduran intelektual secara fisiologis, kemunduran dapat berupa mudah lupa sampai pada kemunduran berupa kepikunan (demensia). Kenyataan menunjukkan bahwa otak menua mengalami kemunduran dalam kemampuan daya ingat dan kemunduran dalam fungsi belahan otak kanan yang terutama memantau kewaspadaan, konsentrasi dan perhatian. Proses menua sehat (normal aging )
60
secara fisiologi juga terjadi kemunduran beberapa aspek kognitif seperti kemunduran daya ingat (memori) terutama memori kerja (working memory) yang amat berperan dalam aktifitas hidup sehari-hari, hal ini menjelaskan mengapa pada sebagian lanjut usia menjadi pelupa. Selain itu fungsi belahan otak sisi kanan (right brain) sebagai pusat intelegensi dasar akan mengalami kemunduran lebih cepat dari pada belahan otak sisi kiri (left brain) sebagai pusat inteligensi kristal yang memantau pengetahuan. Dampak dari kemunduran belahan otak sisi kanan pada lanjut usia antara lain adalah kemunduran fungsi kewaspadaan dan perhatian. Hasil penelitian yang didapat juga sesuai dengan te ori Sarwono, (2010) pada lanjut usia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif. Kemunduran fungsi kognitif dapat berupa mudah lupa ( forgetfulness) bentuk gangguan kognitif yang paling ringan diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut usia yang berusia 50-59 tahun, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80 tahun. Di fase ini seseorang masih bisa berfungsi normal kendati mulai sulit mengingat kembali informasi yang telah dipelajari, tidak jarang ditemukan pada orang setengah baya. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi Gangguan Kognitif Ringan ( Mild Cognitive Impairment-MCI ) sampai ke demensia sebagai bentuk klinis yang paling berat. Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktifitas sehari-hari seseorang. Hasil penelitian yang menunjukkan sebagian besar lansia mengalami gangguan kognitif ringan, hal ini didukung oleh karakteristik responden
61
berdasarkan umur menunjukkan sebagian besar yaitu 49 orang (73,1%) berumur 60-74 tahun. Menurut Sacanlan et al (dalam Myers, 2008) terdapat hubungan yang positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif, artinya semakin tua umur lansia semakin berisiko mengalami gangguan fungsi kognitif. Lansia yang berumur 60-80 tahun mempunyai risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif sebesar 3.4 kali lebih berisiko dibandingkan dengan lansia yang berumur < 60 tahun sedangkan lansia yang berumur 80 tahun mempunyai peluang 6.4 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi kognitif dibandingkan umur 60-80 tahun. Semakin bertambah umur maka semakin besar prevalensi dan semakin berat gangguan fungsi kognitif yang dialami lansia. Hal ini disebabkan karena usia merupakan faktor utama terjadinya gangguan fungsi kognitif. Pendidikan responden juga berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif pada lansia. Karakteristik lansia berdasarkan pendidikan pada penelitian ini sebagian besar yaitu 30 orang (44,8%) tidak tamat sekolah. Menurut Myers, (2008) pendidikan yang telah dicapai seseorang atau lansia dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap fungsi kognitif seseorang. Tingkat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh terhadap penurunan fungsi kognitifnya. Pendidikan mempengaruhi kapasitas otak, dan berdampak pada tes kognitifnya. Seseorang yang berpendidikan rendah mempunyai risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif/ demensia dua kali lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi sebaliknya semakin tinggi pendidikan yang dikenyam seseorang, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya demensia.
62
Setiap tahun jenjang pendidikan seseorang akan memperlambat penurunan daya ingat hingga 2.5 bulan. Pekerjaan juga berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif pada lansia. Karakteristik lansia berdasarkan pekerjaan menunjukkan sebagian besar yaitu 45 orang (67,2%) tidak bekerja. Menurut Darmono & Martono (2010) pekerjaan dapat mempercepat proses menua yaitu pada pekerja keras/over working , seperti pada buruh kasar/petani. Pekerjaan orang dapat mempengaruhi fungsi kognitifnya, dimana pekerjaan yang terus menerus melatih kapasitas otak dapat membantu mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif dan mencegah resiko terkena demensia. Jenis kelamin juga berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif pada lansia berdasarkan jenis kelamin menunjukkan sebagian besar yaitu 35 orang (52,2%) perempuan. Menurut Sarwono (2010) wanita lebih beresiko mengalami penurunan kognitif dari pada laki-laki. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal dikaitkan dengan rendahnya level estradiol dalam tubuh. Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif yaitu dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta sebagai pelindung sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer. Aspek status kognitif yang paling bermasalah dalam penelitian ini adalah pada aspek mengingat dan bahasa diantaranya lansia tidak bisa mengulangi ketiga
63
obyek yang sudah disebutkan sebelumnya, lansia tidak bisa mengikuti perintah yang terdiri dari 3 langkah dan kemampuan mengikuti perintah untuk menggambar bentuk yang telah dicontohkan. Menurut Saladin (2007) gangguan aspek berbahasa pada lansia termasuk kemampuan mengekspresikan dan pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-kata hal ini disebabkan terjadinya perubahan area Wernicke pada otak akan menunjukkan gejala aphasia receptive dimana tidak terdengar suara atau sukar dimengerti. Kerusakan area wernicke akan menyebabkan hambatan pemahaman baik dalam berbicara maupun bahasa tulisan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fadhia, (2012) yang meneliti tentang hubungan fungsi kognitif dengan kemandirian melakukan activities of daily living (ADL) pada lansia di UPT PSLU Pasuruan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah peserta (51,52 %) mengalami penurunan kognitif. Peneliti berpendapat, perkembangan otak lansia yang diberikan stimulasi secara terus-menerus akan lebih baik kemampuan kognitifnya dibandingkan dengan lansia yang jarang mendapatkan stimulus sehingga dengan memberikan lansia berbagai kegiatan yang bermanfaat dapat membantu lansia dalam kemampuan daya ingatnya supaya lansia tidak mudah lupa dan mampu bersosialisasi dengan lingkungannya. Karena semakin rendah hasil nilai status kognitif yang diperoleh lansia maka mengindikasikan gangguan kognitif yang
64
semakin parah dan dapat berkembang menjadi demensia sehingga lansia mengalami ketergantungan dengan orang lain. 4.2.2
Kualitas Hidup Lansia
Hasil penelitian menunjukkan skor status kualitas hidup lansia, skor terendah adalah 50 sedangkan skor tertinggi adalah 117 dengan skor rata-rata kualitas hidup lansia adalah 77,76 termasuk kualitas hidup cukup baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2010) hubungan penerimaan diri dengan kualitas hidup lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Trucuk I Kabupaten Klaten. Hasil penelitian yang menunjukkan dari 60 responden sebagian besar kualitas hidup lansia dalam kategori cukup baik dengan jumlah 39 orang (65%). Peneliti sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sutikno, (2011) yang menyatakan kualitas hidup lansia bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan mereka bisa menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, beguna dan berkualitas. Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang lansia untuk tetap bisa berguna dimasa tuanya, yakni : kemampuan menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan kemunduran yang dialami, adanya penghargaan dan perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia tersebut, lingkungan yang menghargai hak-hak lansia serta memahami kebutuhan dan kondisi psikologis lansia dan tersedianya media atau sarana bagi lansia untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Kesempatan yang
65
diberikan akan memiliki fungsi memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh lansia Hasil penelitian yang didapat juga sesuai dengan teori Bandiyah (2009) yang menunjukkan rata-rata kualitas hidupnya cukup baik. Usia lanjut pada umumnya mengalami berbagai gejala akibat terjadinya penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Perubahan yang umum dialami lansia, misalnya perubahan sistem imun yang cenderung menurun sehingga lansia sering cepat lelah dan mudah menderita penyakit, perubahan sistem integumen yang menyebabkan kulit mudah rusak, perubahan elastisitas arteri pada sistem kardiovaskular yang dapat memperberat kerja jantung, penurunan kemampuan metabolisme oleh hati dan ginjal serta penurunan kemampuan penglihatan dan pendengaran. Penurunan fungsi fisik tersebut ditandai dengan ketidakmampuan lansia untuk beraktivitas atau melakukan kegiatan yang tergolong berat. Perubahan
fisik
yang
cenderung
mengalami
penurunan
tersebut
akan
menyebabkan berbagai gangguan secara fisik sehingga mempengaruhi kesehatan, serta akan berdampak pada kualitas hidup lansia. Hasil penelitian yang menunjukkan sebagian besar responden memiliki kualitas hidup yang baik hal ini dapat disebabkan faktor karakteristik responden salah satunya adalah faktor umur, dimana responden pada penelitian ini sebagian besar yaitu 49 orang (73,1%) berumur 60-74 tahun. Hal ini didukung oleh teori Nofitri, (2009) Individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi
66
pada usia dewasa madya. Pada individu berusia tua menemukan adanya kontribusi dari faktor usia terhadap kualitas hidup subjektif individu yang disebabkan karena individu pada masa usia tua sudah melewati masa untuk melakukan perubahan dalam hidupnya sehingga mereka cenderung mengevaluasi hidupnya dengan positif dibandingkan saat masa mudanya. Faktor lain yang mendukung kualitas hidup yang tinggi lansia pada penelitian ini adalah faktor pendidikan, pada penelitian sebagian besar yaitu 30 orang (44,8%) tidak tamat sekolah. Hal ini didukung oleh Nofitri, (2009) kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Pedidikan dalam hal ini terkait dengan pengetahuan sehingga
dengan
pendidikan
dan
pengesahan
yang
dimiliki
dapat
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam menghadapi stresor. Hal ini disebabkan karena pemahaman yang baik terhadap suatu informasi, sehingga individu tersebut akan menyikapi dengan positif serta akan mengambil tindakan yang tepat dan bermanfaat untuk dirinya. Kualitas hidup akan meningkat seiring dengan tingginya tingkat pendidikan yang didapat oleh individu. Tingkat pendidikan merupakan indikator bahwa seseorang telah menempuh jenjang pendidikan formal di bidang tertentu, seseorang dengan pendidikan yang baik, lebih matang terhadap proses perubahan pada dirinya, sehingga lebih mudah menerima pengaruh luar yang positif, obyektif dan terbuka terhadap berbagai informasi termasuk informasi tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup semakin baik.
67
Pendidikan merupakan faktor penting dalam memahami perubahan perubahan yang terjadi serta perawatan diri yang diperlukan pada masa lansia. Pendidikan dalam hal ini terkait dengan pengetahuan sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan memberikan kecenderungan untuk menerima perubahan-perubahan yang terjadi akibat usia lanjut. Selain itu lansia dengan pendidikan tinggi akan dapat mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam menghadapi stresor. Hal ini disebabkan karena pemahaman yang baik terhadap suatu informasi, sehingga individu tersebut akan menyikapi dengan positif serta akan mengambil tindakan yang tepat dan bermanfaat untuk dirinya. Faktor pekerjaan juga dapat mendukung kualitas hidup pada lansia dimana pada penelitian ini sebagian besar yaitu 45 orang (67,2%) tidak bekerja. Hal ini didukung oleh Nofitri, (2009) pekerjaan berhubungan dengan aktualisasi diri seseorang dan berpengaruh terhadap kesejahteraan hidupnya. Seseorang yang bekerja cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak bekerja, karena dengan bekerja maka kemampuan seseorang menjalankan peran dirinya akan meningkat pula. Hal ini akan berdampak pada peningkatan harga diri dan kualitas hidupnya dimana dengan bekerja seseorang tetap memiliki sumber penghasilan, memiliki dukungan yang lebih baik dari lingkungan kerjanya, dan akan meminimalkan konflik peran yang terjadi akibat perubahan kondisi fisik
68
Kualitas hidup antara lansia yang bekerja dan yang tidak bekerja terdapat perbedaan, dimana individu yang bekerja karena pekerjaan terkait dengan finansial atau pendapatan dengan finalsial yang memadai seseorang dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis, meningkatkan semangat, dan memotivasi diri untuk selalu bersikap dan berprilaku sehat sehingga mempengaruhi seseorang untuk melakukan manajemen perawatan diri dengan baik. Kemampuan finansial akan menyebabkan seseorang mudah untuk mencari informasi, perawatan dan pengobatan untuk dirinya. Peneliti berpendapat sebagian besar lansia mengalami kualitas hidup cukup baik hal ini disebabkan karena tingginya dukungan keluarga yang didapatkan lansia baik secara fisik, biologis, mental dan sosial. Lansia merasa lebih diperhatikan dan diberikan kasih sayang oleh sebab itu lansia tidak memiliki beban pikiran sehingga kualitas hidup lansia akan lebih baik ketika berkumpul dan tinggal bersama keluarganya. 4.2.3
Hubungan status kognitif dengan kualitas hidup lansia
Hasil analisis data dengan uji Product Moment didapatkan nilai p value sebesar 0,000
69
Tergangguanya fungsi kognitif lansia dapat mempengaruhi kapasitas fungsional, psikologis dan kesehatan sosial serta kesejahteraannya yang didefenisikan sebagai kualitas hidup (Quality of Life/QOL). Menurut Studi oleh Comijs et al. (2004) dalam surprenant & Neath (2007) menunjukkan bahwa perubahan fungsi kognitif pada lansia berasosiasi secara signifikan dengan peningkatan depresi dan memiliki dampak terhadap kualitas hidup seorang lansia. Selain itu, lansia yang mengalami perubahan fungsi kognitif lebih banyak kehilangan hubungan dengan orang lain, bahkan dengan keluarganya sendiri (Aartsen, van Tilburg, Smits & Knipscheer, 2004 dalam Surprenant & Neath, 2007). Hasil penelitian yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan status kognitif dengan kualitas hidup lansia, juga didukung oleh teori Gitahafas, (2011) lansia dengan gangguan fungsi kognitif/demensia mengalami penurunan kemampuan dalam adaptasi terhadap lingkungannya. Lansia dengan gangguan fungsi kognitif mulai kebingungan/tidak mampu mengenali tempat yang biasanya ditinggali serta mengalami masalah dalam kehidupannya sosialnya. Hal tersebut disebabkan oleh masalah kesehatan fisik yang akan membatasi untuk beraktivitas di kehidupan sosialnya mengakibatkan timbulnya satu krisis dan simptom-simptom psikologis yang akan mempengaruhi kualitas hidup pada lansia. Hasil penelitian yang didapat didukung oleh teori WHO (2008) gangguan fungsi kognitif pada lansia yang bisa berkembang menjadi demensia, dapat
70
mengakibatkan lansia mengalami gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (makan, minum, berpakaian, Buang Air Besar/Buang Air Kecil, dan lain sebagainya), adanya perubahan emosi dan tingkah laku. Lansia dengan demensia akan mengalami ketergantungan di dalam menjalankan semua aktivitasnya karena dia dibantu oleh orang lain, kondisi tersebut dapat mempengaruhi kapasitas fungsional, psikologis dan kesehatan sosial serta kesejahteraan lansia yang didefenisikan sebagai kualitas hidup. Kualitas hidup mempengaruhi kesehatan fisik, kondisi psikologis, tingkat ketergantungan, hubungan sosial dan hubungan lansia dengan lingkungan sekitarnya (WHO, 2008). Hasil penelitian yang didapat didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Novandhori 2008 dengan penelitian yang berjudul “Hubungan
Peran Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia Yang Mengalami
Gangguan Fungsi kognitif Di Desa Windunegara Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas”. Analisis menggunakan pearson product moment menunjukkan hubungan yang signifikan antara peran keluarga dan kualitas hidup lansia dengan gangguan kognitif (r = 0,392 ; p < 0,05). Menurut peneliti lansia dengan gangguan fungsi kognitif akan mengalami masalah dalam kehidupan sosialnya. Hal tersebut disebabkan oleh masalah kesehatan fisik yang akan membatasi lansia untuk beraktivitas di kehidupan sosialnya. Kemunduran fungsi kognitif akibat penuaan dapat dihambat, salah satu upayanya yaitu dengan menjaga kesehatan fisik. Kesehatan fisik dapat dijaga dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan latihan olahraga secara
71
teratur sehingga lansia dapat memperpleh kesehatan jasmani yang baik serta kualitas hidup lansia dapat meningkat.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini tidak luput dari keterbatasan dan hambatan dalam pelaksanaannya. Keterbatasan dan hambatan yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu : 4.3.1
Penelitian ini terdapat faktor perancu yang yang dapat mempengaruhi
fungsi kognitif pasien yang tidak dapat peneliti homogenkan seperti jenis kelamin, kekurangan vitamin D, hipertensi, pendidikan, bahasa, budaya dan pekerjaan karena bila hal ini dilakukan maka peneliti akan kesulitan mendapatkan sampel. 4.3.2
Instrumen penelitian memiliki pertanyaan yang cukup banyak (30
pertanyaan) untuk status kognitif dan (26 pertanyaan) untuk kualitas hidup sehingga memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses wawancara 4.3.3
Metode pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
melalui pemberian kuisioner sehingga hasil yang diperoleh bersifat subyektif, dimana jawaban responden sangat ditentukan oleh mood atau perasaan responden.
72
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut : 1.
Skor status kognitif lansia terendah adalah 16 sedangkan skor tertinggi adalah 29 dengan skor rata-rata status kognitif adalah 21,73 mengalami status kognitif ringan. Hal ini disebabkan karena lansia aktif dalam kegiatan
–
kegiatan yang telah diadakan. 2.
Skor kualitas hidup terendah adalah 50 sedangkan skor tertinggi adalah 117 dengan skor rata-rata kualitas hidup lansia adalah 77,76 memiliki kualitas hidup cukup baik. Hal ini disebabkan karena tingginya dukungan yang diberikan baik fisik, biologis, mental dan sosial terhadap lansia.
3.
Hasil uji Product Moment didapatkan nilai p value sebesar 0,000 < dari tingkat signifikansi ditentukan yaitu 0,05, hasil ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan status kognitif dengan kualitas hidup lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring Tahun 2014. Nilai koefisiensi korelasi sebesar 0,504 dapat diartikan bahwa variabel status kognitif dengan variabel kualitas hidup memiliki derajat hubungan yang sedang. Semakin rendah hasil nilai status kognitif lanisa mengindikasikan
73
gangguan kognitif yang semakin parah sehingga mempengaruhi kualitas hidup lansia itu sendiri. 5.2 Saran 1. Bagi Keperawatan Komunitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan menambah pengetahuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia, serta menggali potensi yang ada pada lansia dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang kreatif seperti senam lansia, lomba antar lansia agar dapat memacu semangat lansia untuk ikut secara aktif dalam kegiatan tersebut sehingga pasien mempunyai kesempatan untuk melakukan interaksi dengan lansia yang lain. Upaya untuk mempertahankan bahkan meningkatkan status kognitif lansia dapat dilakukan dengan hidup sehat fisik dan rohani (olah raga teratur dengan makanan 4 sehat 5 sempurna),
latihan
mempertajam
memori
(kebugaran
mental)
seperti:
mengerjakan aktivitas sehari-hari secara rutin, misalnya membersihkan lemari es setiap senin pagi; membuat daftar tugas tertulis, seperti jenis barang yang akan dibeli; meneruskan belajar dan bekerja sesuai dengan kemampuan. 2. Bagi Lansia
Perlu memeriksakan kesehatan secara rutin di pelayanan kesehatan terdekat serta tetap
menjaga kesehatan jasmani dan rohani. Selain itu untuk
menjaga vitalitas otak dianjurkan untuk tetap
melakukan kegiatan
melakukan aktivitas fisik yang cukup (senam lansia, menyapu,
74
seperti mencuci,
berkebun), bermain catur, interaksi sosial dengan orang lain, mengikuti kegiatan di masyarakat dan melakukan hobi/ kegemaran. 3. Keluarga yang merawat
Keluarga diharapkan dapat memberikan peran motivator
kepada lansia
supaya dapat menjalani masa tuanya dengan baik dan penuh semangat. Perilaku keluarga dalam memberikan peran motivator meliputi kasih sayang pada lansia, bersikap ramah, tidak bersitegang atau konfrontasi dan menunjukkan penampilan yang selalu siap untuk membantu lansia 4. Bagi Peneliti yang lain
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel lain yang berhubungan dengan hal yang mempengaruhi status kognitif dan kualitas hidup lansia dan memperhatikan faktor perancu yang yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif dengan menghomogenkan sampel berdasarkan jenis kelamin, kekurangan vitamin D, hipertensi, pendidikan dan pekerjaan.
75
DAFTAR PUSTAKA
Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1.Yogyakarta : Graha Ilmu Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika Baiyewu. 2006. Analisis Faktor Sosiodemografi Yang Dapat Mempengaruhi Kualitas Hidup Lansia. (Online) available : http://digilib.unimus.ac.id. Diunduh tanggal 12 Maret 2014. Darmono & Martono. 2010. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FKUI Dewi, 2010. Pelatihan Senam Otak meningkatkan Fungsi Kognitif Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar . [Skripsi]. Program Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. Dimsdale, 2007, Quality of life in behavioral medicine research. New Jersey : Lawrence Exlbaum Associates Publishers. Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2013. Laporan Tahunan Data Kesehatan Provinsi Bali. Denpasar : Sub. Bagian Pencatatan dan pelaporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ellis. 2007. Fundamental of cognitive psychology. 5th ed. United States : Wm. C. Brown Communications, Inc. Fadhia N. 2012. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Kemandirian melakukan Activities Of Daily Living (ADL) Pada Lansia Di UPT PSLU Pasuruan. (Online) http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Najiyatul%20F.docx. Diunduh tanggal 6 Maret 2014 Gitahafas. 2011. Kesehatan Otak. (Online) http://www.health.detik.com. Diunduh tanggal 12 Maret 2014
available
:
Ghozally, 2005, Kecerdasan Emosi & Kualitas Hidup. Jakarta: Edsa Mahkota Hidayat, 2014, Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data . Jakarta : Salemba Medika Kurlowiez. 1999. Walking through doorways causes forgetting : Further explorations. The Quarterly Journal Of Experimental Psychology. 76
(Online) available : http://nd.edu/~memory/Reprints/QJEP).pdf . Diunduh tanggal 12 Maret 2014. McGilton.2007. What is a Cognitive Ability/ What areCognitive Abilities. (Online) http://www.sharpbrains.com/blog/2006/12/18/what-are-cognitive-abilities 12 Maret 2014. Marchinko, S. 2008. The wellness planner : Testing an intervention designed to increase empowerment and improve quality of life in individuals with mental illness. University of Manitoba (Canada)). Pro Quest Dissertations and Theses, n/a. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/304402398?accountid=17242. Myers. 2008. The Relationship Between Therapists’ Use Of Humor And Therapeutic Alliance. (Online) available : http://rave.ohiolink.edu. Diunduh tanggal 12 Maret 2014. Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi dua. Jakarta : EGC. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Edisi 2, Jakarta : Salemba Medika _______ 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika Nofitri, N F. 2009. Gambaran Kualitas Hidup Penduduk Dewasa pada Lima Wilayah di Jakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Program Reguler Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, (online), di akses tanggal 28 Februari 2014. Petersen et al . 2008. Memory Function In Normal Aging. Neurology. 42: 396401. In: Berkala Neuro Sains Vol. 1 No. 1. pp. 11-15. Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Praktik . Jakarta: EGC. Prayitno. 2009. SPSS Untuk Analisis Korelasi, Regresi dan Multivariate. Jogyakarta : Gava Medika Ramdhani. 2008. Sikap Dan Beberapa Definisi Untuk Memahaminya . (online) Available from : http://www.neila.staff.ugm.ac.id/wodrpress/2008/denifisi. Diunduh tanggal 12 Maret 2014. 77
Ratna M dkk (2007). Kualitas Hidup Pasien Kanker Sebelum dan Sesudah Kemoterapi dengan EORTC QLQ-C30 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta . Majalah Farmasi Indonesia, 20(2) : 68-72. Saidah, S. (2003). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Kognitif dan Mental Organik Saladin. 2007. Anatomy and physiology the unity of form and function. 4th ed. New York: McGraw-Hill Companies inc: 513-561. Salim, 2007 , Gambaran Gangguan Kognitif pada Lanjut Usia Non demensia di Puskesmas Tebet dan Pasar Minggu. [Tesis]. Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Sarafino, 2008, Healthy psychology. 2nded. New York : John Wiley n Sons. Sarwono, 2010, Pengantar psikologi umum . Jakarta : Yayasan Bina PustakaSarwono Prawiharjo. Setiabudhi. 2005. Panduan Gerontology Tinjauan Dari Berbagai Aspek . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Setiawati. 2010. Interaksi Sosial Ditinjau Dari Tingkat Depresi. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Diponogoro Semarang. Tidak Dipublikasikan Sutikno E. 2011. Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia. [Skripsi]. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok Sulianti, 2010, Perubahan Interaksi Sosial Lansia. (online) Available from : http//www.mystopedia.com. Diunduh tanggal 12 Maret 2014. Surprenant, A.M. & Neath, I. 2007. Cognitive Aging. Dalam J.M. Wilmoth & K.F. Ferraro (Eds.). Gerontology : perspectives and issues (pp.89-110). New York : Springer Publishing Company, LLC Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta World Health Organization Quality of Life, 2008, Development Of The World Health Organization WHOQOL-BREF Quality of Life Assesment . Psychological Medicine World Health Organization (2012). Definition of an older or elderly person. Maret 3, 2014. http://www.who.int/healthinfo. 78
Wreksoatmodjo. 2012. Pemeriksaan Status Mental Mini pada Usia Lanjut di Jakarta. Jurnal Medika.Vol.XXX, September, hal. 563.
79
Lampiran 9
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
No
Kegiatan
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
2014
2014
2014
2014
2014
2014
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
Pesiapan
a
Pengumpulan bahan pustaka
b
Studi pendahuluan
c
Menyusun proposal
d
Konsultasi proposal
e
Ujian proposal
f
Perbaikan proposal
2
Tahap pelaksanaan
a
Mengajukan
ijin
penelitian b
Melatih enumerator
c
Pengumpulan data
d
Pengolahan data
e
Analisa data
3
Tahapakhir
a
Penyusunan laporan
b
Ujian hasil penelitian
c
Perbaikan dan penggandaan
d
Publikasi hasil penelitian
Lampiran 10 REALISASI ANGGARAN BIAYA
A. Persiapan 1
Studi pendahuluan
Rp. 100.000,00
(biaya alat tulis dan transport) 2
Studi pustaka
Rp. 200.000,00
3
Penyusunan proposal
Rp. 200.000,00
4
Penggandaan proposal
Rp. 200.000,00
5
Seminar proposal
Rp. 200.000,00
(biaya ujian dan konsumsi) B. Pelaksanaan 1 2
Pengurusan ijin
Rp 100.000,00
Pengumpulan data (biaya penggandaan instrumen, transport, honor petugas yang
Rp. 800.000,00
membantu penelitian dan konsumsi) 3
Pengolahan data
Rp. 200.000,00
C. Tahap Akhir 1
Penyusunan Laporan
Rp. 100.000,00
2
Penggandaan Laporan
Rp. 200.000,00
3
Ujian sidang hasil penelitian
Rp. 200.000,00
(biaya ujian dan konsumsi) 4
Revisi dan pengumpulan laporan (biaya penggandaan laporan dan CD) TOTAL
Rp. 200.000,00 Rp. 2.700.000,00
81
Lampiran 11 PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth. Bapak/Ibu Calon Responden Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ria Fitriani Status : Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Wira Medika PPNI Bali Bermaksud melaksanakan penelitian dengan judul
”Hubungan
Status
Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Sanding Wilayah Kerja Puskesmas I Tampaksiring tahun 2014 ”. Untuk maksud tersebut, saya mohon
kesediaan bapak/ibu untuk turut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini. Kerahasiaan data yang diberikan akan dijamin dan hanya diketahui oleh peneliti serta pihak berkompeten. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan sangat bermanfaat baik bagi perawat, rumah sakit, institusi pendidikan dan pihak-pihak lain yang terkait untuk mengetahui hasil tersebut. Apabila bapak/Ibu menyetujui permohonan ini, saya persilahkan untuk menandatangani lembar pernyataan persetujuan untuk menjadi responden (terlampir). Atas perhatian dan kesediaan yang diberikan, saya ucapkan terima kasih. Peneliti
(Ria Fitriani)
82
Lampiran 12
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk turut berpartisipasi sebagai responden penelitian ini. Sebelumnya saya telah diberi penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini dan saya mengerti peneliti akan menjaga kerahasiaan diri saya. Demikian secara sadar, suka rela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya berperan serta dalam penelitian ini dan bersedia menandatangani lembar persetujuan ini.
Gianyar, Juni 2014 Responden
----------------------------------
83
Lampiran 13
INSTRUMEN PENELITIAN
A. KARAKTERISTIK
Tanggal pemeriksaan : No Responden :
1.
Umur …………tahun
2.
Jenis kelamin
3.
4.
1
Laki-laki
2
Perempuan
Pendidikan terakhir 1
Tidak Tamat SD/tidak sekolah
4
Tamat SD
2
Tamat SMP
5
Tamat SMA/SMK
3
Tamat Diploma/Perguruan Tinggi
Pekerjaan 1
Tidak bekerja
4
Wiraswasta
2
PNS, TNI, Polisi
5
Petani
3
Pegawai swasta
6
buruh
84
B. PEMERIKSAAN STATUS KOGNITIF DENGAN MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE) No
1
Aspek Kognitif Orientasi
Nilai Maksimal 5
Orientasi
5
Nilai Lansia
Kriteria
Menyebutkan dengan benar :
Dimana kita sekarang berada ?
Kabupaten …… Desa …… Banjar ……. 2
Registrasi
3
Sebutkan nama 3 obyek (oleh pemeriksa) 1 detik untuk mengatakan masing-masing obyek. Kemudian tanyakan kepada klien ketiga obyek tadi. (Untuk disebutkan )
3
Atensi dan konsentras i
5
Minta klien untuk memulai dari angka 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali/tingkat.
4
Mengingat
3
Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek pada No 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point untuk masing-masing obyek. 85
5
Bahasa
2
Tunjukkan pada klien suatu benda dan tanyakan namanya pada klien.
Bahasa
1
Minta klien untuk mengulang kata berikut : “tak ada jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar, nilai satu point. benar 2 buah : tak ada, tetapi.
Bahasa
3
Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri dari 3 langkah : “Ambil kertas di tangan Anda, lipat dua dan taruh di lantai”. kertas di tangan Anda dua
Bahasa
1
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila aktivitas sesuai perintah nilai 1 point) mata Anda”
Bahasa
1
Bahasa
1
Perintahkan pada klien untuk menulis satu kalimat dan menyalin gambar. satu kalimat Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini.
30 Dikutip dari: Asosiasi Alzheimer Indonesia. Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. Jakarta, 2003
86
C. KUESIONER KUALITAS HIDUP
Berilah tanda check list (√) pada jawaban yang menurut anda paling sesuai. Jika anda tidak yakin tentang jawaban yang akan anda berikan terhadap pertanyaan yang diberikan, pikirkan pertama yang muncul pada benak anda seringkali merupakan jawaban yang terbaik. Camkanlah dalam pikiran anda segala standar hidup, harapan, kesenangan dan perhatian anda. Kami akan bertanya apa yang anda pikirkan tentang kehidupan anda pada dua minggu terahir
NO
1 2
Pertanyaan
Sangat buruk
Buruk
Biasa biasa saja
Baik
Sangat baik
Bagaimana menurut anda kualitas hidup anda? Seberapa puas Anda Terhadap kesehatan Anda?
Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal berikut ini dalam dua minggu terakhir Tidak Jarang Sedang Sering Sangat Pertanyaan pernah sering NO 3
4
Seberapa jauh rasa sakit fisik anda mencegah anda dalam beraktivitas sesuai kebutuhan anda? Seberapa sering anda membutuhkan terapi medis untuk dpt berfungsi dlm kehidupan sehari-hari? Tidak pernah
5 6 7 8
9
Seberapa sering anda menikmati hidup anda? Seberapa sering anda merasa hidup anda berarti? Seberapa sering anda mampu berkonsentrasi? Secara umum, Seberapa aman anda rasakan dlm kehidupan anda seharihari? Seberapa sehat lingkungan dimana anda tinggal (berkaitan dgn sarana dan prasarana)
87
Jarang
Sedang
Sering
Sangat sering
Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal berikut ini dalam empat minggu terakhir? Tidak Sedikit Sedang Sering Sepenuh Pertanyaan sama kali nya NO sekali dialami 10 11 12 13
14
15
16 17
18 19 20 21 22
Apakah anda memiliki tenaga yang cukup untuk beraktivitas sehari-hari? Apakah anda dapat menerima penampilan tubuh anda? Apakah anda memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhan anda? Seberapa jauh ketersediaan informasi bagi kehidupan anda dari hari kehari? Seberapa sering anda memiliki kesempatan untuk bersenang-senang /rekreasi? Sangat buruk
buruk
Biasa biasa saja
Sangat tidak memua skan
Tidak Biasamemu biasa askan saja
Baik
Sangat baik
Memua skan
Sangat memuas kan
Seberapa baik kemampuan anda dalam bergaul?
Seberapa puaskah anda dengan tidur anda Seberapa puaskah anda dengan kemampuan anda untuk menampilkan aktivitas kehidupan anda sehari-hari Seberapa puaskah anda dengan kemampuan anda untuk bekerja? Seberapa puaskah anda terhadap dirianda? Seberapa puaskah anda dengan hubungan personal / sosial anda? Seberapa puaskah anda dengan kehidupan seksual anda? Seberapa puaskah anda dengan dukungan yang anda peroleh dari teman anda?
88
23 24 25
Seberapa puaskah anda dengan kondisi tempat anda tinggal saat ini? Seberapa puaskah anda degan akses anda pada layanan kesehatan? Seberapa puaskah anda dengan transportasi yang harus anda jalani?
Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami halhal berikut dalam empat minggu terakhir. Tidak pernah 26
Jarang
Cukup sering
Sangat sering
Selalu
Seberapa sering anda memiliki perasaan negative seperti kesepian, putus asa, cemas dan depresi?
Sumber: Development Of The World Health Organization WHOQOL-BREF Quality of Life Assesment . Psychological Medicine (World Health Organization Quality of Life, 2008) Kategori :
Skor total ≥ 96 = kualitas hidup baik Skor total 61-95 = kualitas hidup cukup Skor total 26-60 = kualitas hidup kurang
89
Lampiran 14
Hasil Analisa Data
Frequency Table Umur Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
60-74 tahun
49
73.1
73.1
73.1
75-90 tahun
18
26.9
26.9
100.0
Total
67
100.0
100.0
Jenis kelamin Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Laki-laki
32
47.8
47.8
47.8
Perempuan
35
52.2
52.2
100.0
Total
67
100.0
100.0
Pendidikan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
30
44.8
44.8
44.8
SD
18
26.9
26.9
71.6
SMP
6
9.0
9.0
80.6
SMA
8
11.9
11.9
92.5
Sarjana
5
7.5
7.5
100.0
67
100.0
100.0
Total
90
Pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
45
67.2
67.2
67.2
Wiraswasta
16
23.9
23.9
91.0
6
9.0
9.0
100.0
67
100.0
100.0
Petani Total
Explore Descriptives Statistic Status kognitif
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Std. Error
21.73 Lower Bound
20.81
Upper Bound
22.65
5% Trimmed Mean
21.97
Median
22.00
Variance
.497
14.230
Std. Deviation
3.772
Minimum
16
Maximum
29
Range
13
Interquartile Range
7
Skewness Kurtosis
91
.111
.293
-1.378
.578
Descriptives Statistic Kualitas hidup
Mean
Std. Error
77.76
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
72.48
Upper Bound
83.04
5% Trimmed Mean
77.03
Median
62.00
Variance
2.646
468.912
Std. Deviation
21.654
Minimum
50
Maximum
117
Range
67
Interquartile Range
36
Skewness Kurtosis
.428
.293
-1.463
.578
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Status kognitif N Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
Kualitas hidup
67
67
Mean
21.73
77.76
Std. Deviation
3.772
21.654
Absolute
.167
.275
Positive
.167
.275
Negative
-.150
-.132
1.367
2.248
.200
.120
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
92
Correlations Correlations Status kognitif Status kognitif
coefisien corelation
Kualitas hidup 1
Sig. (2-tailed)
**
.000
N Kualitas hidup
.504
coefisien corelation
67
67
**
1
.504
Sig. (2-tailed)
.000
N
67
**. Correlation is significant at the 0.01 lev el (2-tailed).
93
67
94
95