Tri Cahyono
ANALISIS UNIVARIAT
SERI BIOSTATISTIK TERAPAN
(Aplikasi Statistik Deskriptif) 100
90
80
70
OLEH :
Tri Cahyono
60
(
[email protected])
50 40 30 20 10 0 1st Qtr 2nd Qtr
. fi Xi X = fi
Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto Politeknik kesehatan semarang 2007
3rd Qtr 4th Qtr
JKLP POLTEKKES SEMARANG 2007 1
2
1). Bentuk tabel tertutup:
c. Jenis - Jenis Tabel
JUDUL MENJAWAB PERTANYAAN PERTANYAAN APA, APA, DIMANA DAN KAPAN, BENTUK SEGITIGA TERBALIK, SIMETRIS, HURUF KAPITAL box head
stub
1). Tabel induk Tabel induk adalah tabel yang berisi berbagai macam informasi. Tujuan penyajian bentuk ini adalah untuk memberikan gambaran secara keseluruhan permasalahan yang ada dengan data yang terinci, sehingga pembaca dari berbagai latar belakang profesi pengguna dapat memperoleh setiap informasi yang diinginkan. Contoh : KEADAAN KESEHATAN DI INDOENSIA TAHUN 1990 S/D 1995 NO TAHUN IR.CAMPA IR DBD RSU BOR DPT3 TT2 K 1. 1990 22,1 12,7 774 57,6 87 61 2. 1991 26,7 11,6 796 57,0 86 60 3. 1992 20,5 9,5 810 56,0 90 62 4. 1993 15,8 9,2 810 55,8 89 67 5. 1994 12,7 9,7 830 53,4 91 64 6. 1995 9,9 2,5 850 55,2 Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 1996 2). Teks tabel Penyajian bentuk teks tabel sifatnya lebih sederhana daripada tabel induk. Bentuk teks tabel hanya spesifik menyajikan data sesuai dengan keinginan saja. Maksud penyajian bentuk ini adalah untuk menyajikan data seringkas dan seefektif mungkin sesuai dengan pokok permasalahan yang ingin dibahas. Teks tabel juga disebut tabel distribusi frekuensi. Contoh : ANGKA KEMATIAN BAYI (IMR) DI INDONESIA TAHUN 1971 S/D 1995 NOMOR TAHUN IMR 1. 1971 145 2. 2006 71 3. 1992 60 4. 1993 60 5. 1995 55 Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 1996
JUMLAH
body table
JUMLAH
GRAND TOTAL
Catatan kaki kaki : ..................................... . Sumber : .....................................
2). Bentuk tabel terbuka JUDUL MENJAWAB PERTANYAAN APA, DIMANA DAN KAPAN, BENTUK SEGITIGA TERBALIK, SIMETRIS, HURUF KAPITAL ......
.......
.......
box head
.......
JUMLAH
……
……
……
…… ……
……
……
……
……
……
…… ……
……
……
……
……
……
…… ……
……
……
Stub
……
……
body table
……
……
…..
……
……
……
……
…..
JUMLAH
……
……
……
……
GRAND TOTAL
Catatan kaki kaki : ..................................... . Sumber : ..................................... 11
12
h). Dapat menggunakan skala break (w) yang menunjukkan bahwa skala itu terpotong, biasanya pada sumbu Y i). Perbandingan panjang sumbu X dan sumbu Y umumnya 3 : 2 atau 10 : 8 j). Fenomena yang disajikan dapat lebih dari satu k). Lebih baik garfik diberi bingkai, sehingga satu kesatuan utuh grafik jelas batasnya 2). Jenis-jenis grafik Jenis-jenis penyajian dalam bentuk grafik : a). Grafik Garis Grafik garis biasanya digunakan untuk menggambarkan perubahan nilai dalam satuan waktu. Grafik ini sangat cocok untuk data kuantitatif. Angka absis dapat dimulai dari nol atau tidak. Pengembangan bentuk grafik garis ini bermacam-macam bentuk. Dalam bentuk dua atau tiga dimensi dapat dibuat pita, area ataupun dibuat secara bertumpuk.
Model pengembangan penyajian grafik ini dapat berbentuk area 160 140 120 100 80 60 40 20 0 JAN
70 60 50 40 30 20 10 0
DBD
APR
MALARIA
MEI
AGB
MEI
JUN
KVA
b). Histogram / Grafik Batang Prinsip pembuatan histogram tidak beda dengan pembuatan grafik garis, hanya penyajiannya digambarkan dengan sel-sel yang mempunyai luas area yang sama frekuensi datanya. Antara sel yang satu dengan lainnya tidak ada jarak, karena datanya termasuk data kontinue, yang terus berkelanjutan, sehingga batang yang satu dengan berikutnya harus berhimpitan. Penyajian histogram dari data yang berkelompok tidaklah sulit, karena ada interval kelas yang memiliki batas atas dan batas bawah masing-masing interval kelas, sehingga untuk menggambarkannya telah jelas batas-batas tersebut. Sedangkan untuk data yang tidak berkelompok, maka perlu dilakukan pengelompokan terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan membuat data berkelompok pada tabel distribusi frekuensi. Selanjutnya berdasarkan tabel distribusi frekuensi tersebut diubah dalam bentuk penyajian histogram. Pada data yang berkelompok yang batas atas dan batas bawah interval kelasnya tidak bersinggungan langsung, maka antara batas data yang satu dengan yang berikutnya terbagi dua seakan-akan merupakan
80
MAR
APR KEP
STATUS GIZI MASYARAKAT KEC TUAS TAHUN 2006
90
FE B
MAR GAKY
Contoh :
JAN
FEB
JUN
FRAMBUSIA
KASUS MALARIA, DBD DAN FRAMBUSIA DI KAB W ETAN TAHUN 2005
21
22
batas bawah dan batas atas suatu interval kelas. Jadi prinsipnya batang yang satu dengan berikutnya tidak ada selah. Contoh : 60 50 40 30 20 10 0 30 - 40
40 - 50
50 - 60
60 - 70
70 - 80
80 - 90
d). Ogive Ogive adalah termasuk grafik garis yang menyajikan data dasar tabel distribusi frekuensi komulatif kurang dari atau lebih dari sama dengan. Contoh :
90 - 100
BERAT BADAN MAHASISWA BARU JKL PURWOKERTO TAHUN 2007
120
c). Poligon Poligon adalah area yang semata-mata untuk menyajikan suatu distribusi frekuensi data kontinue. Permukaan area frekuensi poligon sama luasnya dengan permukaan area histogram yang menjadi dasarnya. Untuk menggambarkan poligon digunakan titik-titik tengah interval kelas dan titik tengah tersebut yang berada pada bagian atas batang histogram, kemudian dihubungkan dengan menggunakan garis, maka terbentuklah garis yang disebut poligon. Garis poligon harus dimulai dari sumbu X dan diakhiri pada sumbu X juga. Jadi poligon merupakan suatau area kurva yang tertutup garis dan sumbu X. Contoh :
100 80 60 40 20 0
KURANG DARI
LEBIH DARI
TINGGI BADAN MASYARAKAT KALIMAS TAHUN 2006
e). Scatter Scatter dipergunakan untuk menyajikan sepasang pengamatan dari dua variabel untuk memperlihatkan ada tidaknya saling berhubungan dua variabel tersebut. Berdasarkan kondisi titik 23
24
yang terjadi dapat dilihat kecenderungan pasangan data tersebut. Tiap pasang pengamatan pada satu individu atau objek disajikan sebagai sebuah titik. Sumbu X maupun sumbu Y dapat dimulai dengan angka tidak nol. Contoh :
2000 100 80 2006
2001
60 40 TT 1
20 0
30
TT 2
2005
2002
25 20
2004
2003
15 CAKUPAN IMUNISASI TT1 DAN TT2 PADA BUMIL DI DESA ARYO TAHUN 2000 - 2006
10 5
b. Diagram Penyajian bentuk grafik dan bentuk diagram tidak berbeda. Ketentuan umum penyajian bentuk grafik juga berlaku untuk penyajian bentuk diagram. Penyajian bentuk diagram berfungsi memperlihatkan perbandingan atau proporsi secara menyeluruh. Jadi analisis data yang disajikan untuk membandingkan antar kelompok / variabel berdasarkan prosentase keseluruhan, sebagai dasar penyajian adalah tabel distribusi frekuensi relatif. Diagram kurang mementingkan angka absolutnya, namun prosentase. Jenis-jenis diagram : 1). Diagram batang / Bar Diagram Diagram batang kadangkala disamakan dengan histogram. Perbedaan diagram batang dengan histogram disamping data yang disajikan berbentuk proporsi, juga antar batang diagram terdapat selah, walaupun dapat juga disajikan secara berhimpitan. Jenis-jenis bar diagram ada tiga jenis, yaitu single bar, subdivided bar dan multipel bar. a). Single bar Single bar merupakan sajian batang tunggal, yang membandingkan dengan bar yang lain. Contoh :
0 0
10
20
30
40
HUBUNGAN PENGALAMAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS PADA PEKERJA BATU KAPUR TH 2006
f). Radar Penyajian bentuk radar mirip dengan cara pembuatan sarang laba-laba. Lingkaran dibagi menjadi beberapa jari-jari sesuai banyaknya klasifikasi. Besarnya sudut antar klasifikasi adalah sebesar 360° dibagi banyaknya klasifikasi. Kemudian garis jari jari sebagai skala frekuensi. Titik-titik frekuensi yang terbentuk dari fenomena data dihubungkan dengan garis grafik dan berarkhir pada frekuensi semula, sehingga terbentuk suatu area. Luasan area dapat dipergunakan sebagai analisis perbandingan. Contoh :
25
26
90
100%
80
90%
70
80% 70%
60
60%
50
50%
40
40%
30
30%
20
20%
10
10% 0%
0 RW I
RW II
RW III
ZONE I
RW IV
ZONE II
ZONE III
BAYI
CAKUPAN AIR BERSIH DI DESA REJO TAHUN 2006
BALITA
ZONE IV
BUMIL
CAKUPAN KIA DI PUSKESMAS SENDANG TAHUN 2006
Modifikasi penyajian dapat berbentuk melintang sebagai berikut :
c). Multipel bar Mulitpel bar merupakan sajian bar yang secara berdampingan. Contoh :
RW IV
90 80
RW III
70 60 50
RW II
40 30 RW I
20 10 0
20
40
60
80
0
100
W ILAYAH I
CAKUPAN AIR BERSIH DI DESA REJO TAHUN 2006
W ILAYAH II BAYI
W ILAYAH III
BALITA
WILAYAH IV
BUMIL
KUNJUNGAN KIA DI PUSKESMAS MULYO TAHUN 2006
b). Subdivided bar Subdivided bar merupakan penyajian bentuk diagram batang yang penyajian barnya secara bertumpuk. Satu tumpukan batang merupakan satu kesatuan tempat, atau waktu, yang terdiri beberapa objek. Contoh :
27
2). Pie / Ven Diagram Pie diagram merupakan bentuk penyajian berupa lingkaran yang dibagi berdasarkan proporsi kejadian terhadap keseluruhan. Lingkaran dibagi dalam sektor-sektor proporsi. Perhitungan luas sektor dengan cara mengalikan proporsi data dengan besaran sudut o 360 . Dengan kata lain, dasar pembuatannya adalah tabel distribusi 28
frekuensi relatif yang ditranfer dalam bentuk lingkaran. Jadi luasan sektor lingkaran yang menjadi area merupakan proporsi objek. Objek yang disajikan hanya satu variabel yang dirinci. Contoh :
tidak diperhatikan, hanya besar sudut yang merupakan proporsi masing-masing variabel. Contoh :
LAIN-LAIN 7% PUSKESMAS 60%
24% 23% 13%
25% 13% 23%
DOKTER 13%
17%
26% 57% 25%
28% 26%
RUMAH SAKIT 20%
PILIHAN PELAYANAN PENGOBATAN PADA MASYARAKAT KEC TAWANG TAHUN 2006
GIZI L LE EBIH
Modifikasi bentuk diagram ven yang digabung dengan area batang sebagai penjelas. Contoh :
DOKTER 13%
GIZI K KU URANG
c. Gambar 1). Pictogram Bentuk penyajian dengan cara menvisualisasikan satuan jumlah dengan gambar. Sebuah pictogram menyajikan data berupa gambar. Tiap gambar melambangkan/mewakili suatu jumlah tertentu. Data yang dapat disajikan hanya satu variabel yang dirinci.
PUSKESMAS 60%
Contoh : Zone I
LAIN-LAIN 7%
PILIHAN PELAYANAN PENGOBATAN PADA MASYARAKAT KEC TAWANG TAHUN 2006
3). Dounat Penyajian bentuk dounat tidak berbeda dengan bentuk lingkaran, namun hanya bagian tepinya saja dan penyajiannya dapat bertumpuk, sehingga menyerupai kue donat. Jadi data yang disajikan dapat meliputi satu variabel yang dirinci, dan beberapa waktu, tempat, kondisi yang beda. Perbandingan antar luas area 29
GIZI S SE EDANG
STATUS GIZI BALITA DESA RETE TAHUN 2004-2006
RUMAH SAKIT 20% Other 67%
GIZI B BA AIK
Zone III
Zone IV
Zone V Pusat 30
Zone II
= mewakili 10 ambulans
C. Ukuran Tendensi Sentral
JUMLAH AMBULANS YANG DIMILIKI PEMERINTAH PADA TIAP ZONE PENGEMBANGAN TAHUN 2006 2). Peta Penyajian dalam bentuk peta dimaksudkan untuk memberikan gambaran situasi lokasi suatu daerah secara singkat, jelas dan lengkap. Simbol-simbol objek yang ditampilkan pada peta tergantung kemuan pembuat dan informasi yang ingin disajikan. Simbol melambangkan kondisi wilayah yang sebenarnya. Selain simbol dapat juga disertakan angka yang dianggap penting dengan permsalahan yang ada. Contoh :
PETA DESA MULYO TAHUN 2006
Ukuran tendensi sentral meliputi modus (mode), median dan mean. Perhitungan modus, median dan mean merupakan perhitungan dasar untuk analisis lebih lanjut. Perhitungan modus, median dan mean terdiri dari dua jenis, yaitu untuk data yang belum dikelompokkan atau data mentah hasil pengukuran dan data yang telah dikelompokkan dalam tabel distribusi frekuensi. 1. Modus Modus adalah angka yang sering muncul pada suatu data. Banyaknya modus pada suatu data mungkin tidak ada, mungkin satu, dua, tiga, empat atau lebih. Analisis modus modus cocok untuk data katagorik skala nominal atau ordinal. a. Modus data yang tidak berkelompok Modus untuk data yang belum dikelompokkan cukup melihat angka paling sering muncul pada data tersebut. Contoh : 2, 3, 3, 2, 4, 4, 3, 4, 5, 6, 4, 4, 5. Maka modusnya modusnya adalah 4 2, 4, 3, 5, 5, 2, 3, 6, 6, 5, 4, 4, 3. Maka modusnya modusnya adalah 3, 4, dan 5 b. Modus data yang berkelompok Data yang sudah dikelompokkan menurut interval kelas, modus selalu terletak pada interval kelas yang memiliki frekuensi paling tinggi. Bila frekuensi tertinggi ada satu, maka modus ada satu, bila frekuensi tertinggi ada dua, maka modus juga ada dua (bimodus), bila frekuensi tertinggi lebih dari dua, maka modusnya lebih dari dua (multimodus).
Unimodus 31
32
I
Kadang-kadang antara rumus pertama dengan rumus kedua menghasilkan angka yang berbeda, namun perbedaannya tidak terlalu besar. Contoh : TINGGI BADAN MASYARAKAT KALIMAS TAHUN 2009 NO. TINGGI BADAN JUMLAH 1. 140 – 149 6 2. 150 – 159 22 3. 160 – 169 39 4. 170 – 179 25 5. 180 – 189 7 6. 190 – 199 1 JUMLAH 100
Bimodus
Kelas dengan frekuensi tertinggi ( 39 ) adalah posisi modus, yaitu kelas ke 3 pada interval kelas 160 - 170. Jadi : Lb = 159,5 La = 169,5 ∆ a = 17 ∆ b = 14 = 10 I ∆a . Mdo = Lb + I ∆a + ∆b 17 .10 Mdo = 159,5 + 17 + 14 Mdo = 164,98 atau menggunakan rumus ∆b . Mdo = La − I ∆a + ∆b 14 .10 Mdo = 169,5 − 17 + 14
multimodus Rumus modus untuk data yang sudah dikelompokkan ada dua macam, yaitu : ∆a . Mdo = Lb + I ∆a + ∆b atau menggunakan rumus ∆b . Mdo = La − I ∆a + ∆b Keterangan: Mdo = Modus Lb = batas bawah kelas modus La = batas atas kelas modus ∆ a = beda frekuensi pada kelas modus dengan frekuensi pada kelas yang lebih rendah didekatnya atau frekuensi sebelumnya ∆b = beda frekuensi pada kelas modus dengan frekuensi pada kelas 33
yang lebih tinggi di dekatnya atau frekuensi sesudahnya = lebar interval kelas
34
Mdo
= 164,98 Fa
2. Median Median adalah angka yang berada di tengah-tengah pada suatu data yang telah diurutkan (array) mulai dari angka terendah sampai tertinggi atau sebaliknya. Posisi median selalu didasarkan pada rumus (N+1)/2. Median biasanya dipergunakan untuk analisis data skala ordinal. a. Median data yang tidak berkelompok Bila banyaknya angka pada data ganjil, maka angka pada posisi median langsung didapatkan. Namun bila banyaknya angka pada data genap maka mediannya adalah angka yang berada di bawah posisi median dan di atas posisi median dijumlah dibagi dua. Misal : Banyaknya angka pada data ganjil. 2, 3, 2, 4, 5, 4, 5, 5, 6, 4, 3, 5, 4 untuk menentukan mediannya, disusun terlebih dahulu arraynya, yaitu 2, 2, 3, 3, 4, 4, 4, 4, 5, 5, 5, 5, 6. Posisi median (N+1)/2, berarti (13+1)/2=7, maka angka yang berada diurutan ke 7 adalah mediannya, yaitu 4. Banyaknya angka pada data genap. 4, 3, 5, 6, 4, 4, 5, 6, 7, 6, 3, 2 untuk menentukan mediannya, disusun terlebih dahulu arraynya, yaitu 2, 3, 3, 4, 4, 4, 5, 5, 6, 6, 6, 7. Posisi median (N+1)/2, berarti (12+1)/2=6,5, maka angka yang berada diurutan ke 6 dan 7 dijumlahkan, kemudian dibagi dua, yaitu ( 4 + 5 )/ 2 = 4,5. b. Median data yang berkelompok Data yang telah tersusun dalam distribusi frekuensi dapat dicari dengan interpolasi, rumus yang digunakan ada dua macam, yaitu : N N − Fa − Fb 2 . atau menggunakan rumus Mdi = La − 2 . Mdi = Lb + I I fd fd Keterangan: Mdi = Median Lb = batas bawah kelas median La = batas atas kelas median N = total frekuensi / banyaknya angka pada data
35
Fb fd I
frekuensi komulatif sebelum frekuensi kelas median atau kelas = lebih rendah frekuensi komulatif sesudah frekuensi kelas median atau kelas = lebih tinggi = frekuensi pada kelas median = lebar interval i nterval
atau menggunakan gambar Langkah yang perlu ditempuh dengan menyajikan data dalam bentuk histogram. Luasan histrogram dihitung dengan ketentuan lebar adalah interval kelas, sedangkan panjang adalah frekuensi. Luasan histogram dibagi menjadi dua luasan yang sama besar. Garis tengah yang memisahkan histogram menjadi dua luasan yang sama besar memotong sumbu X merupakan titik median.
Contoh : TINGGI BADAN MASYARAKAT KALIMAS TAHUN 2009 NO. TINGGI BADAN JUMLAH 1. 140 – 149 6 2. 150 – 159 22 3. 160 – 169 39 4. 170 – 179 25 5. 180 – 189 7 36
6.
190 – 199 JUMLAH
1 100
Langkah-langkah perhitungan median : ( N + 1) Tentukan posisi median dengan rumus
2
=
(100 + 1) 100
= 50,5 ,
berarti pada kelas ke 3, maka : Lb = 159,5 La = 169,5 = 100 N Fa = 28 Fb = 33 fd = 39 = 10 I N Mdi = Lb + 2
Mdi
= 159,5 +
Mdi
= 165,14
Berdasarkan gambar di atas luas histogram adalah (6 x 10) + (22 x 10) + (39 x 10) + (25 x 10) + (7 x 10) + (1 x 10) = 1000. Luasan dibagi menjadi dua bagian, berarti masing-masing luasan 500. Telah diketahui luasan batang I = 60, batang II 220, luasan batang III = 390, luasan batang IV = 250, luasan batang V = 70 dan luasan batang VI = 10. Luasan batang I ditambah luasan batang II berjumlah 280, yang berarti untuk menjadi luasan 500 masih kurang 220. Luasan 220 didapat pada luasan batang III, panjang batang III = 39, berarti lebar untuk mencapai luasan 220, luasan 220 dibagi lebar 39 didapat angka 5,64. Median berarti 159,5 sebagai batas bawah batang III ditambah 5,64 sama dengan 165,14.
− Fa
fd 100
2
. I
− 28
39
.10
Sejenis dengan perhitungan median adalah kuartil, desil dan persentil. Median membagi data menjadi dua bagian yang sama, kuartil membagi data menjadi empat bagian yang sama, desil membagi data menjadi sepuluh bagian yang sama dan persentil membagi data menjadi seratus bagain yang sama. Pada median hanya ada satu angka median, angka yang berada di tengah pada suatu data yang telah diurutkan (array) terlebih dahulu. Pada kuartil terdapat tiga angka, yaitu kuartil I, kuartil II dan kuartil III. Kuartil II sama dengan median, sedangkan kuartil I dan II dihitung dengan cara yang sama seperti menghitung median. Demikian juga untuk menghitung desil dan persentil. Rentang Data
Menggunakan rumus yang lain : N − Fb . Mdi = La − 2 I fd 100 − 33 .10 Mdi = 169,5 − 2 39 Mdi = 165,14 Menggunakan gambar histogram
37
38
Median (Mdi)
Mdi
Kuartil (Qi)
Q1
Decile (Di)
D1
D2
Percentile (Pi)
Qi
= Lbi +
i.
= Lbi + i.
Pi
= Lb i +
D3
D4
P25
i. Di
Q2
N
N
atau
Qi
− Fa i
10 f Di N
.I
D6
D7
.I
atau
Di
= La i −
i.
= La i − i.
.I
atau
Pi
= La i −
D8
Langkah pertama penggunaan rumus di atas, yaitu menentukan terlebih dahulu posisi kelas letak kuartile, decile, percentile yang akan dicari. Cara N + 1 N + 1 menentukan posisi kelas dengan rumus i untuk kuartile, i 4 10
D9
P75
i.
− Fa i
100 f Pi
Q3
P50
− Fa i
4 f Qi
D5
rendah frekuensi komulatif sebelum frekuensi kelas ke i atau kelas lebih Fbi = tinggi = frekuensi pada kelas i atau frekuensi letak angka yang dicari f = Lebar interval I
N + 1 untuk decile, i untuk percentile. Kemudian faktor lain yang 100 terdapat pada rumus dicari.
N
− Fb i 4 .I f Qi
N
TINGGI BADAN MASYARAKAT KALIMAS TAHUN 2009 NO. TINGGI BADAN JUMLAH 1. 140 – 149 6 2. 150 – 159 22 3. 160 – 169 39 4. 170 – 179 25 5. 180 – 189 7 6. 190 – 199 1 JUMLAH 100 Langkah-langkah menghitung Kuartil 1 Tentukan posisi kuartil 1 dengan rumus
− Fb i
10 f Di N
Contoh :
.I
− Fb i
100 f Pi
.I
Keterangan: = urutan deret ke 1, 2, 3, 4, dst. i Qi = kuartile ke i Di = decile ke i Pi = persentile ke i Lbi = Batas bawah kelas ke i Lai = Batas atas kelas ke i N = total frekuensi / banyaknya angka pada data Fai = frekuensi komulatif sesudah frekuensi kelas ke i atau kelas lebih 39
N + 1 100 + 1 = 1 = 25,25 , berarti pada posisi di kelas 2, maka 4 4
i
Lb N Fa fq I 40
= = = = =
149,5 100 6 22 10
Qi
= Lb i +
i.
Qi
= 149,5 +
Qi
= 158,14
N
4 f Qi
1.
Tentukan posisi kuartil 1 dengan rumus
− Fa i
100 4 22
N + 1 100 + 1 = 1 = 1,01 , berarti pada posisi di kelas 1, maka 100 100
i
.I
Lb N Fa fq I
−6 .10
= = = = =
139,5 100 0 6 10
i.
Langkah-langkah menghitung Desil 1
Pi
N + 1 100 + 1 = 1 = 10,1 , 10
i
= Lb i +
Tentukan posisi desil 1 dengan rumus 10 berarti pada posisi di kelas 2, maka Lb = 149,5 N = 100 Fa = 6 fq = 22 I = 10
i. Di
= Lb i +
N
1. Di
= 149,5 +
Di
= 151,32
100 10 22
= 139,5 +
Pi
= 141,17
− Fa i
100 f Pi
1.
100 100 6
.I
−0 .10
3. Mean Mean biasa diterjemahkan dengan rata-rata atau rerata. Mean dilambangkan dengan tanda X yang diberi garis di atasnya ( X ) biasa disebut X bar. Pada mean suatu populasi biasa dilambangan dengan µ, sedangkan untuk sampel
− Fa i
10 f Di
Pi
N
.I
dilambangkan X . Mean merupakan angka yang dapat mewakili suatu data untuk ukuran tendency central. a. Mean data yang tidak berkelompok Mean biasa dirumuskan dengan jumlah seluruh angka yang ada pada data dibagi dengan banyaknya angka pada data, dengan notasi rumus sebagai berikut : X i d i atau menggunakan rumus X = X d + . X = N N Keterangan:
−6 .10
Langkah-langkah menghitung Desil 1
X X i
41
42
= rata-rata = angka anggota data
N
= banyaknya angka pada data
X = 36 +
X d = angka yang diduga sebagai rata-rata (guess mean) selisih antara rata-rata yang diduga dengan angka anggota data
d i
= ( X i
30 11
X = 38,73 misalnya yang diduga sebagai rata-rata 40, maka NO ANGKA ( X X i) YANG DIDUGA ( X ) = 40
− X d )
d
Contoh : 35, 45, 36, 42, 38, 36, 48, 38, 40, 34, 34 X i X = N 35 + 45 + 36 + 42 + 38 + 36 + 48 + 38 + 40 + 34 + 34 X = 11
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
35 45 36 42 38 36 48 38 40 34 34 JUMLAH d i X = X d + N − 14 X = 40 + 11
X = 38,73
atau menggunakan rumus X = X d +
d i
N misalnya yang diduga sebagai rata-rata angka 36, maka
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
ANGKA ( X X i) YANG DIDUGA ( X ) = 36 d 35 45 36 42 38 36 48 38 40 34 34 JUMLAH
X = X d +
-5 +5 -4 +2 -2 -4 +8 -2 0 -6 -6 -14
d i = X i - 36
-1 +9 0 +6 +2 0 +12 +2 +4 -2 -2 +30
d i = X i - 40
X = 38,73
b. Mean data yang berkelompok Data yang telah tersusun pada tabel distribusi frekuensi menggunakan rumus sebagai berikut : f i .d i f i . X i atau menggunakan rumus X = X d + atau X = N N f i .U i menggunakan rumus X = X d + . I N Keterangan:
d
X f i
i
N
43
44
= rata-rata = Frekuensi
X d
titik tengah interval kelas (batas bawah kelas + ½ lebar interval = kelas) = banyaknya angka pada data (total frekuensi) Angka (titik tengah interval kelas) yang diduga sebagai rata-rata = (guess mean)
d i
= kelas ( X i
U i
= working unit
I
= lebar interval kelas
X i N
X =
Menggunakan rumus X = X d NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
− X d )
d i I
Contoh : TINGGI BADAN MASYARAKAT KALIMAS TAHUN 2006 NO. TINGGI BADAN JUMLAH 1. 140 – 149 6 2. 150 – 159 22 3. 160 – 169 39 4. 170 – 179 25 5. 180 – 189 7 6. 190 – 199 1 JUMLAH 100
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
TINGGI BADAN 140 – 149 150 – 159 160 – 169 170 – 179 180 – 189 190 – 199 JUMLAH
f i .d i
N TINGGI BADAN JUMLAH ( f f i) 140 – 149 6 150 – 159 22 160 – 169 39 170 – 179 25 180 – 189 7 190 – 199 1 JUMLAH 100
, misalnya diduga mean = 175 X i d i = X i - 175 f i.d i 144,5 -30,5 -183,0 154,5 -20,5 -451,0 164,5 -10,5 -409,5 174,5 -0,5 -12,5 184,5 9,5 66,5 194,5 19,5 19,5 -970,0
− 970 100
X = 165,30
Menggunakan rumus X = X d +
NO. TINGGI BADAN X i 144,5 154,5 164,5 174,5 184,5 194,5
+
X = 175 +
f i . X i
N JUMLAH ( f f i) 6 22 39 25 7 1 100
100
X = 165,30
selisih antara rata-rata yang diduga dengan titik tengah interv
Menggunakan rumus X =
16530
1. 2. 3. 4. 5. 6.
f i.X i 867,0 3399,0 6415,5 4362,5 1291,5 194,5 16530,0
45
46
140 – 149 150 – 159 160 – 169 170 – 179 180 – 189 190 – 199 JUMLAH
JML ( f f i) 6 22 39 25 7 1 100
f .U I . , misalnya diduga mean=165 i
i
N
X i
144,5 154,5 164,5 174,5 184,5 194,5
d i I
d i=X i -165 U i=
-20,5 -10,5 -0,5 9,5 19,5 29,5
-2,05 -1,05 -0,05 0,95 1,95 2,95
f i.U i
-12,30 -23,10 -1,95 23,75 13,65 2,95 3,00
X = 165 +
3 100
.10
X = 165,30
Secara empirik modus, median dan mean memiliki hubungan matematis sebagai berikut ; Kurva normal.
Modus – Mean = 3 Mean – Median Aplikasi ukuran tendency pada distribusi data dapat memperlihatkan kemiringan / kemencengan (skewness) seperti pada kurva di bawah ini.
Kemencengan ke kanan.
Kemencengan ke kiri.
47
48
D. Dispersi / Deviasi / Variability
NO
1. Rentang Rentang adalah perbedaan angka yang tertinggi dan angka yang terendah pada suatu data. Rentang merupakan suatu analisis deviasi yang paling sederhana, hanya mengetahui kisaran angka pada data. Rentang biasa dirumuskan : R = Att – Atr ada juga menambah rumus tersebut dengan angka 1. Contoh : Kelompok I ; 35, 45, 36, 42, 38, 36, 48, 38, 40, 34, 34, maka rentang data tersebut adalah 48 – 34 = 14. Kelompok II ; 36, 34, 50, 32, 46, 34, 38, 44, 48, 44, 56, maka rentang data tersebut 56 – 32 = 24. Berdasarkan keadaan tersebut di atas keadaan data kelompok II lebih menyebar memanjang daripada kelompok I yang kondisinya lebih mengumpul. Rentang untuk data yang berkelompok adalah batas atas kelas yang paling besar dikurangi batas bawah kelas yang paling rendah.
Dr =
KELOMPOK II
X 1
X 1 - X
X 2
X 2 - X
1.
35
3,73
36
6
2.
45
6,27
34
8
3.
36
2,73
50
8
4.
42
3,27
32
10
5.
38
0,73
46
4
6.
36
2,73
34
8
7.
48
9,27
38
4
8.
38
0,73
44
2
9.
40
1,27
48
6
10.
34
4,73
44
2
11.
34
4,73
14
426 38,73
40,19 3,65
56 462 42
JUMLAH MEAN
2. Deviasi rata-rata Deviasi rata-rata adalah rata-rata penyimpangan tiap angka pada suatu data terhadap meannya. Makin kecil harga deviasi ini, berarti makin kecil dispersi (pemencaran) angka pada data tersebut terhadap meannya. a. Deviasi rata-rata data yang tidak berkelompok Deviasi rata-rata pada data yang tidak berkelompok dirumuskan sebagai berikut : Dr =
KELOMPOK I
X − X i
N
Kelompok I ; Dr = Kelompok II ; Dr =
40,19 11 75,27
72 6,55
; Dr = 3,65
; Dr = 6,55 11 Berdasarkan keadaan deviasi rata-rata data tersebut di atas dapat dilakukan analisis, bahwa data kelompok I lebih mengumpul ke arah meannya daripada data kelompok kedua yang menyebar terhadap meannya. b. Deviasi rata-rata data yang berkelompok
X − X i
N Keterangan: Dr = deviasi rata-rata
Dr =
f . X − X i
i
N Keterangan: Dr = deviasi rata-rata = Frekuensi f i
X = rata-rata X i = angka anggota data N = banyaknya angka pada data Contoh : Kelompok I ; 35, 45, 36, 42, 38, 36, 48, 38, 40, 34, 34, Kelompok II ; 36, 34, 50, 32, 46, 34, 38, 44, 48, 44, 56,
X = rata-rata X i = titik tengah interval kelas (batas bawah kelas + ½ lebar interval
49
50
N
Variansi adalah harga deviasi yang juga memperhitungkan deviasi tiap data terhadap meannya. Variansi untuk populasi biasanya dilambangkan τ, 2 sedangkan vraiansi untuk sampel dilambangkan S .
kelas) = banyaknya angka pada data / total frekuensi
Contoh : TINGGI BADAN MASYARAKAT KALIMAS TAHUN 2006 NO. TINGGI BADAN JUMLAH 1. 140 – 149 6 2. 150 – 159 22 3. 160 – 169 39 4. 170 – 179 25 5. 180 – 189 7 6. 190 – 199 1 JUMLAH 100
a. Variansi data yang tidak berkelompok Variansi data yang tidak berkelompok V =
V =
TB 140 – 149 150 – 159 160 – 169 170 – 179 180 – 189 190 – 199 Jumlah
Dr =
Dr =
JML( f i) 6 22 39 25 7 1 100
X i 144,5 154,5 164,5 174,5 184,5 194,5
X i -
X 20,8 10,8 0,8 9,2 19,2 29,2
atau
rumus V =
X − X N
i
N
rumus
2
atau
rumus
X − X . 2 i
2
X = rata-rata X i = angka anggota data N = banyaknya angka pada data Contoh : 35, 45, 36, 42, 38, 36, 48, 38, 40, 34, 34 2 NOMOR X i X i
f i . Xi - X 124,80 237,60 31,20 230,00 134,40 29,20 787,20
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. JUMLAH MEAN
f . X − X i
i
N
menggunakan
2 i
N Keterangan: V = Variansi
Diketahui rata-rata = 165,30 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
( X − X )
2
i
N 787,2
100 Dr = 7,872
Pada hitungan-hitungan statistik (hasil pengukuran dari sampel) faktor N dikurangi 1 3. Variansi 51
52
35 45 36 42 38 36 48 38 40 34 34 426 38,73
1.225 2.025 1.296 1.764 1.444 1.296 2.304 1.444 1.600 1.156 1.156 16.710
X i - X
-3,73 6,27 -2,73 3,27 -0,73 -2,73 9,27 -0,73 1,27 -4,73 -4,73 -0,03
( X − X )
2
i
13,91 39,31 7,45 10,69 0,53 7,45 85,93 0,53 1,61 22,37 22,37 212,18
( X V =
i
V =
− X )
2
3. 4. 5. 6.
N 212,18 ; V = 19,29 11
atau menggunakan rumus V = V =
2 i
N
2
i
;
N
426 − ; V = 19,29 11 11
16710
16710
− 38,73
2
X
2 i
N
2
− X
;
; V = 19,29
11 b. Variansi data yang berkelompok Perhitungan variansi untuk data yang berkelompok dapat menggunakan rumus
f .( X V = i
i
− X )
2
N
V =
f . X i
2 i
atau
f . X V = i
N
39 25 7 1 100
Diketahui rata-rata = 165,30 JML( f i)
TB
2
atau menggunakan rumus V = V =
X − X
160 – 169 170 – 179 180 – 189 190 – 199 JUMLAH
2 i
f . X − i i atau N
X i
f i.X i
6
867,0
-20,80
432,64
2595,84 20880,25
125281,50 125281,50
22
154,5 3399,0
-10,80
116,64
2566,08 23870,25
525145,50
160 – 169
39
164,5 6415,5
-0,80
0,64
170 – 179
25
174,5 4362,5
9,20
84,64
2116,00 30450,25
761256,25
180 – 189
7
184,5 1291,5
19,20
368,64
2580,48 34040,25
238281,75
190 – 199
1
194,5
29,20
852,64
852,64 37830,25
100
V =
V =
194,5 16530,0
f .( X i
i
N Keterangan: V = variansi
V =
X = rata-rata = frekuensi f i titik tengah interval kelas (batas bawah kelas + ½ lebar interval X i = kelas) N = banyaknya angka pada data (total frekuensi) Contoh : TINGGI BADAN MASYARAKAT KALIMAS TAHUN 2006 NO. TINGGI BADAN JUMLAH 1. 140 – 149 6 2. 150 – 159 22
53
37830,25 2743145,00
− X )
2
N
10736 100
; V = 107,36
2743145 100
−
2743145 100
f . X i
2 i
N
−
f i . X i
N
2
2
16530 ; V = 107,36 100
atau menggunakan rumus V = V =
24,96 27060,25 1055349,75
10736,00
atau menggunakan rumus V =
2
f i.X i2
150 – 159
2
− X
X i2
140 – 149
Jumlah
144,5
X i - X (X i - X )2 fi(X i - X )2
f . X i
N
2 i
2
− X
− 165,32 ; V = 107,36
Pada hitungan-hitungan statistik (hasil pengukuran dari sampel) faktor N dikurangi 1 4. Standar deviasi 54
Standar deviasi atau simpangan baku merupakan akar dari variansi. Standar deviasi dapat dipergunakan sebagai angka yang mewakili seluruh agregate untuk ukuran variability, dipengaruhi oleh perubahan nilai observasi. Standar deviasi biasa disingkat SD untuk ukuran sampel, sedangkan standar deviasi untuk populasi biasa dilambangkan σ dan standar deviasi untuk sampel biasa dilambangkan S. SD
=
Kelompok I tinggi badan wanita X = 157 cm ; SD = 2,4 cm Kelompok II tinggi badan pria X = 172 cm ; SD = 4,8 cm 2,4 .100% = 1,53% 157 4,8 COV Kelompok II = .100% = 2,79% 172 COV Kelompok I =
V
5. Standar error Standar error biasa juga disebut standar kesalahan mean. Standar error dilambangkan/disingkat dengan SE dirumuskan sebagai berikut:
SE
=
Berdasarkan hitungan COV tersebut dapat dianalisis bahwa kondisi kelompok II data lebih bervariasi daripada kelompok I.
SD N
Pada hitungan-hitungan statistik (hasil pengukuran dari sampel) faktor N dikurangi 1. Kondisi yang perlu diketahui sehubungan dengan standar error adalah dalam suatu distribusi frekuensi yang simetrik berdistribusi normal luas
± 1 SE terdapat 68,3% jumlah observasi, yang ± 2 SE terdapat 95,4% jumlah observasi, dan yang dibatasi
yang dibatasi nilai X dibatasi nilai X nilai X
± 3 SE terdapat 99,7% jumlah observasi.
Proporsi luasan tersebut di atas secara rincinya dapat dilihat pada tabel distribusi normal. 6. Koefisien keragaman (Coefficien of Variation) SD .100 COV = X Contoh : 55
56
Derajat ketaksimetrisan suatu model kurva dapat dilihat berdasarkan ukuran kemiringan yang ditentukan dengan rumus koefisien kemiringan Pearson sebagai berikut :
E. Kemiringan dan Kurtosis
1. Kemiringan / Kemencengan (Skewness) Suatu data jika disajikan dalam bentuk kurva halus mungkin berbentuk kurva yang menceng ke kanan, atau menceng ke kiri atau membentuk kurva normal. Pada kurva yang tak simetris menceng ke kanan, jika bagian ekornya memanjang ke kanan, biasa disebut juga model kurva positif, sebalik kurva yang tak simteris menceng ke kiri, jika bagian ekornya memanjang ke kiri, biasa disebut kurva negative. Sedangkan yang simetris kurva normal, jika kondisi kanan dan kiri seimbang.
KEMIRINGAN =
RERATA − MODUS
STANDAR. DEVIASI
≈
3( RERATA − MEDIAN ) STANDAR. DEVIASI
Jika hasil perhitungan kemiringan negative berarti model kurva data tak simetris miring ke kiri, demikian sebaliknya jika hasil perhitungan kemiringan positif berarti model kurva data tak simetris miring ke kanan, sedangkan pada hasil perhitungan kemiringan nol atau mendekati nol, berati model kurva data simetris atau membentuk kurva nomral. Contoh : TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI TINGGI BADAN MASYARAKAT KALIMAS TAHUN 2006 NO. TINGGI BADAN JUMLAH 1. 140 – 149 6 2. 150 – 159 22 3. 160 – 169 39 4. 170 – 179 25 5. 180 – 189 7 6. 190 – 199 1 JUMLAH 100
Kemencengan ke kanan.
Hasil perhitungan berdasarkan data tabel di atas nilai mean = 165,30, standar deviasi = 10,36, median = 165,14 dan modus = 164,98. Maka nilai kemiringan KEMIRINGAN =
Kemencengan ke kiri.
KEMIRINGAN = Kemiringan
RERATA − MODUS
≈
3( RERATA − MEDIAN )
STANDAR. DEVIASI STANDAR. DEVIASI 165,30 − 164,98 3(165,30 − 165,14 )
10,36
≈
10,36
= 0,03 ≈ 0,05
Hasil perhitungan positif dan mendekati nol, berarti model kurva data miring ke kanan sedikit mendekati simetris kurva normal. 2. Kurtosis Penyelidikan data berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal dapat menggunakan koefisien kurtosis persentil sebagai berikut:
Kurva normal. 57
58
KOEFISIEN .KURTOSIS.PERSENTIL=
SK P90 − P10
=
1 / 2( K 3 − K 1 ) P90 − P10
≈ 0,263 P90
: κ = kappa (Koefisien Kurtosis Persentil) : SK = rentang semi antar kuartil : P = persentil : K = kuartil Bila nilai Koefisien Kurtosis Persentil mendekati 0,263, maka dapat disimpulkan data berdistribusi normal. Contoh : TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI TINGGI BADAN MASYARAKAT KALIMAS TAHUN 2006
= Lb90 +
90.
Keterangan
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
TINGGI BADAN 140 – 149 150 – 159 160 – 169 170 – 179 180 – 189 190 – 199 JUMLAH
κ
=
SK P90
− P10
=
N
− Fa 90
100 f P 90
. I ⇔ P90
1 ( K − K ) 1 2 3 P90 − P10
= 169,5 +
⇔ κ =
1
90.
100 100 25
K 1 = Lb1
4
+
− Fa1
Hasil Koefisien Kurtosis Persentil 0,265
≠≈ 0,263, distribusi normal
Berdasarkan model kurva data simetris atau kurva normal, tinggi rendahnya atau datar tidaknya kurva disebut kurtosis. Model kurva normal yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu datar disebut mesokurtik, yang tinggi disebut leptokurtic, sedangkan yang mendatar disebut platikurtik
JUMLAH 6 22 39 25 7 1 100
f Q1
K 3
= Lb3 +
P10
= Lb10 +
100 . I ⇔ K 1
= 149,5 +
N 3. − Fa 3 4 . I ⇔ K 3 f Q 3
10.
N
− Fa10
100 f P10
. I ⇔ P10
= 169,5 +
= 149,5 +
−6
4 22
3.
Kurva Platikurtik
10.
.10 ⇔ 158,14
100
− 67
4 25
100 100 22
−6
Kurva Leptokurtik
.10 ⇔ 172,70
.10 ⇔ 151,32
Kurva normal. 59
.10 ⇔ 178,70
(172,70 − 158,14) 2 ⇔ 0,265 178,70 − 151,32
Selanjutnya dihitung Koefisien Kurtosis Persentil sebagai berikut : N
− 67
60
Penyelidikan bentuk kurva normal platikurtik, leptokurtik atau normal dapat menggunakan rumus koefisien kurtosis sebagai berikut :
a4
=
m4
m r =
m 22
( x − x)
r
i
Arikunto, Suharsimi, 1993, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik edisi revisi II cetakan ke sembilan , Jakarta : PT. Rineka Cipta.
n
Jika : a = 3 normal a > = leptokurtic a < = platikurtik Contoh kasus data di atas JML( f i)
TB 140 – 149
6
150 – 159
X i
Burhan, Safrida, 1995, Metodologi Penelitian dan Pedoman Penulisan Karya Tulis, Bandung : Akademi Keperawatan Pajajaran. Conover, W.J, 1980, Practical Nonparametric Statistics second edition , New York : John Wiley & Sons. X i - X (X i - X )2 fi(X i - X )2 (X i - X )4 fi(X i - X )4
f i.X i
867,0
-20,80
432,64
2595,84 187177,37 1123064,22
22
154,5 3399,0
-10,80
116,64
2566,08 13604,89
160 – 169
39
164,5 6415,5
-0,80
0,64
24,96
0,41
15,97
170 – 179
25
174,5 4362,5
9,20
84,64
2116,00
7163,93
179098,24
180 – 189
7
184,5 1291,5
19,20
368,64
2580,48 135895,45
951268,15
1
194,5
29,20
852,64
190 – 199 Jumlah
m r =
a4
=
100
f i ( x i
m 22
=> a 4
=
194,5 16530,0
− x ) r
n
m4
144,5
=>
=
m2
=
107,36 2
f i ( x i
− x ) 2
n 10736,00
100
=>
= 107,36
299307,57
852,64 726994,97 10736,00
m2
32797,49
DAFTAR PUSTAKA
m4
=
m4
=
726994,97 3279749,12 3279749,12
f i ( x i
− x ) 4
n 3279749,12
100
= 32797,49
= 2,85
Hadi, Sutrisno, 1993, Statistik jilid II cetakan XIV, Yogyakarta : Andi Offset. Hall, Marguerite. F, 1949, Public Health Statistics , New York : Paul B Horber Inc Nasir, Moh, 1985, Metode Penelitian cetakan pertama, Jakarta : Ghalia Indonesia. Poerwadi, Troeboes. Joesoef, Aboe Amar dan Widjaja, Linardi, 1993, Metode Penelitian dan Statistik Terapan / editor , Surabaya : Airlangga University Press. Siegel, Sidney, 1956, Non Parametric Statistics For The Behavioral Sciences, New York : Mc Graw-Hill Book Company. Siegel, Sidney, 1986 , Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, diterjemahkan oleh Zanzawi Suyuti dan Landung Simatupang dalam koordinasi Peter Hagul, Cetakan ke 2, Jakarta : Gramedia. Singarimbun, Masri dan Effendi Sofian, 1989, Metode Penelitian Survei / editor , Jakarta : LP3ES.
Hasil Koefisien Kurtosis < 3, mendekati normal / platikurtik.
Snedecor, George W dan Cochran, William G, 1980 , Statistical Methods seventh edition , Ames Iowa USA : The Iowa State University Press Soejoeti, Zanzawi, 1984/1985, Buku Materi Pokok Metode Statistik I STA 201/3 SKS/Modul 1-5, Jakarta : Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 61
62
Soejoeti, Zanzawi, 1984/1985, Buku Materi Pokok Metode Statistik I STA 201/3 SKS/Modul 6-9, Jakarta : Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soejoeti, Zanzawi, 1984/1985, Buku Materi Pokok Metode Statistik II STA 202/3 SKS/Modul 1-5, Jakarta : Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soejoeti, Zanzawi, 1985, Buku Materi Pokok Metode Statistik II STA 202/3 SKS/Modul 6-9, Jakarta : Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soepeno, Bambang, 1997, Statistik Terapan (Dalam Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Pendidikan), Jakarta ; PT. Rineka Cipta Sujana, 1992, Metoda Statistika, edisi ke 5, Bandung : Tarsito. Tjokronegoro, Arjatmo. Utomo, Budi, dan Rukmono, Bintari, (editor), 1991, Dasar-Dasar Metodologi Riset Ilmu Kedokteran, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Konsorsium Ilmu Kedokteran
63