Tim Pengajar Hukum Perdata Islam FH - UI
Pengertian •
•
•
•
Subyek Hukum adalah setiap pengemban kewajiban dan penerima hak dalam bermu’amalah Al-Mukallaf (Bahasa Arab) = yang dibebani hukum. Dalam Usul Fikih, istilah mukalaf disebut juga almahkum ‘alaih (subyek hukum) Orang mukalaf adalah orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubung
dengan perintah Allah SWT maupun dengan larangan-Nya. Seluruh tindakan hukum mukalaf harus dipertanggung jawabkan. Apabila seseorang (ia) mengerjakan perintah Allah SWT , ia mendapat pahala dankewajibannya terpenuhi, bila ia mengerjakan larangan Allah SWT, maka ia mendapat dosa dan kewajibannya belum terpenuhi.
Dilihat dari Allah sebagai Pencipta Hukum
Manusia adalah penerima hukum, pengemban hukum, yang melaksanakan kewajiban hukum. Pada ayat al-Qur’an disebutkan bahwa, subyek hukum adalah manusia dan jin. Karena manusia dan jin diwajibkan melaksanakan perintah Allah.
Dasar Hukum diatur dalam
dalam
al-Qur’an
Q.S.2 (II) ayat 286, yang terjemahnya: Allah tidak memberatkan satu jiwa melainkan sesuai dengan kesanggupannya, baginya apa yang diusahakannya dan untuknya apa yang diusahakannya. Q.S. 17 ayat yang terjemahnya: Jangan kamu bunuh anakmu karena takut miskin
Dasar (Alasan) Taklif. Seorang manusia belum dikenakan taklif (pembebanan hukum) sebelum ia cakap untuk bertindak hukum. Menurut Ulama Usul Fikih dasar pembebanan hukum adalah akal dan pemahaman; maksudnya seseorang baru dapat dibebani hukum apabila ia berakal dan dapat memahami secara baik taklif yang ditujukan kepadanya
–
–
–
Dengan demikian orang yang tidak atau belum berakal, seperti orang gila dan anak kecil tidak dikenakan taklif. Karena mereka tidak atau belum berakal sehingga mereka dianggap tidak dapat memahami taklif dari syarak (syari’at) Termasuk dalam hal ini, orang yang tidur, orang mabuk, orang lupa, mereka tidak dikenai taklif (pembebanan hukum) karena dalam keadaan tidak sadar.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang mengatakan: “Diangkat pembebanan hukum dari tiga jenis orang: orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia balig, dan orang gila sampai ia sembuh” (H.R. al- Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa’I, Ibnu Majah dan ad-Daruqutni dari Aissyah binti Abu bakar dan Ali bin Abi Talib)
Dalam hadits lain dikatakan
“Umatku tidak dibebani hukum apabila mereka terlupa, tersalah dan dalam keadaan terpaksa” (Hadits Riwayat Ibnu Majah dan at-Tabrani).
Syarat-Syarat Taklif, Ulama Usul Fikih sepakat menyatakan bahwa, Perbuatan seseorang baru dapat dinilai, bila telah memenuhi dua syarat, yaitu: 1 Orang itu telah mampu memahami khitab asysyar’I (tuntutan syarak/syari’ah) yang terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Kemampuan memahami taklif dapat
dicapai melalui akal manusia; dalam menentukan seseorang telah berakal atau belum, indikasi luar : telah balig
Untuk menentukan sesorang telah balig: ditandai dengan keluarnya haid untuk pertama kali bagi wanita dan keluarnya mani bagi pria melalui mimpi, juga untuk pertama kali. (Al-Qur.an surah an-Nur (24) ayat 59 yang artinya;”Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka
Seperti orang-orang sebelum mereka meminta izin…..”) 2. Seseorang harus cakap bertindak hukum, yang dalam istilah usul fikih disebut dengan al ahliyah. Artinya, bila seseorang belum atau tidak cakap bertindak hukum, maka seluruh perbuatan yang ia lakukan belum atau tidak cakap dapat dipertanggungjawabkan. Mengenai syarat 1, timbul pertanyaan, bukan •
kah dalam beberapa hal, anak kecil dan orang gila dikenakan kewajiban, seperti membayar zakat dari hartanya. Menurut Imam al-Gazali, Imam al-Amidi dan Imam Syaukani, anak kecil dan orang gila dikenakan kewajiban membayar zakat, nafkah diri mereka, ganti rugi akibat perbuatan merusak atau menghilangkan harta orang lain, yang dikeluarkan dari harta mereka sendiri. Akan tetapi, menurut para Imam/Ulama Kemampuan memahami taklif dapat dicapai melalui akal manusia; dalam menentukan seseorang telah berakal atau belum, indikasi
Menurut para Ulama yang bertindak membayarkan kewajiban zakat pada harta mereka adalah wali mereka.