SYOK A. Definisi Syok dapat diartikan sebagai keadaan terdapatnya pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur - unsur gizi lainnya secara efektif ke berbagai jaringan sehingga timbul cedera seluler yang mula – mula reversible dan kemudian bila keadaan syok berlangsung lama, menjadi irreversible. (Braunwald, 2001)
B. Tahap – Tahap Syok 1. Tahap Nonprogresif / Tahap Kompensasi Pada tahap ini, mekanisme kompensasi yang normal pada akhirnya akan menimbulkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar. Faktor – faktor yang dapat menyebabkan pasien pulih merupakan mekanisme pengaturan umpan balik negatif yang berusaha mengembalikan curah jantung dan tekanan arteri ke nilai yang normal. Faktor – faktor tersebut adalah :
Refleks baroreseptor rangsangan simpatis pada sirkulasi
Respon iskemik sistem saraf pusat
Pembalikan proses stress relaksasi sistem sirkulasi pembuluh darah berkontraksi sehingga volume darah dapat memenuhi sirkulasi secara adekuat.
Pembentukan angiotensin oleh ginjal konstriksi arteri perifer retensi air dan natrium oleh ginjal.
Pembentukan vasopressin oleh kelenjar hipofisis posterior konstriksi arteri dan vena perifer.
Mekanisme kompensasi yang mengembalikan volume darah ke normal absorpsi cairan oleh traktus intestinal, retensi air dan garam ginjal, dan peningkatan rasa haus. (Guyton, 2007)
2. Tahap progresif / tahap dekompensasi Tahapan progresif ditandai oleh hipoperfusi jaringan dan awal manifestasi dari memburuknya ketidakseimbangan sirkulasi dan metabolik. (Robbins, 2007) 3. Tahap irreversible Tahap ini muncul setelah mengalami jejas sel dan jaringan yang berat (terjadi kerusakan multiorgan). Selain itu, cadangan phosphate berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama pada jantung dan hepar tubuh kehabisan energi. Pada tahap ini syok telah berkembang menjadi tambah parah sehingga semua bentuk terapi tidak mampu lagi menolong pasien. (Guyton, 2007)
C. Klasifikasi berdasarkan Etiologi Syok 1. Syok hipovolemik / oligemik Hipovolemia berarti berkurangnya volume darah. Pendarahan adalah penyebab paling sering dari syok hipovolemia. menurunkan
Pendarahan tekanan
akan
pengisian
sirkulasi dan akibatnya menurunkan aliran balik vena, curah jantung menurun
dibawah
normal
dan
menimbulkan syok (Guyton, 2008).
Syok
hipovolemia
juga
dapat
disebabkan karena kehilangan plasma Tabel pada 1. obstruksi usus 2001) halus dan pasien yang (Braunwald, mengalami luka bakar hebat (Guyton, 2008).
2. Syok kardiogenik Syok kardiogenik disebabkan karena disfungsi dari miokardial atau gagalnya jantung untuk mengalirkan
darah
(Guyton,
2008). Dapat terjadi dari trauma tumpul
jantung,
temponade
jantung, emboli udara, atau infark akibat trauma yang agak jarang terjadi (ATLS, 1997).
3. Syok obstruktif ekstrakardiak
Tabel 3. (Braunwald, 2001)
4. Syok distributive a. Syok Septik Syok septik atau dulunya dikenal dengan “keracunan darah” diakibatkan karena infeksi bakteri yang menyebar luas ke banyak daerah tubuh, penyebarannya melalui darah dan menyebabkan kerusakan jaringan yang luas (Guyton, 2008). Syok septik akibat trauma
Tabel 4. (Braunwald, 2001)
jarang terjadi. Namun apabila kedatangan penderita ke fasilitas kegawadaruratan tertunda untuk beberapa jam, masalah ini mungkin terjadi kematian. (ATLS, 1997).
Tabel 2. (Braunwald, 2001)
b. Syok Neurogenik Syok neurogenik disebabkan karena hilangnya tonus vasomotor secara tiba-tiba di seluruh tubuh.dan menyebabkan dilatasi vena yang sangat besar. Dilatasi vena akan mengakibatkan pengumpulan darah di vena dan mengurangi tekanan pengisian sistemik rata-rata (Guyton, 2008).
Penyebabnya antara lain anastesi umum yang dalam, anastesi spinal, atau karena kerusakan otak (Guyton, 2008). Kerusakan otak dapat disebabkan karena cidera intrakranial akibat trauma. Trauma pada tulang belakang memungkinkan terjadinya hipotensi akibat hilangnya tonus simpatik kapiler (ATLS, 1997).
c. Syok Anafilaktik dan Syok Histamin Syok ini disebabkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi dimana hasil akhirnya akan menghasilkan histamin atau bahan seperti histamin. Histamin ini akan menyebabkan :
Dilatasi Vena, mengakibatkan penurunan aliran balik vena secara nyata.
Dilatasi Arteriol, mengakibatkan tekanan arteri menurun.
Meningkatkan permeabilitas kapiler, menyebabkan kehilangan cairan dan protein ke dalam jaringan secara cepat. (Guyton, 2008)
D. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis 1. Syok Hipovolemik a. Patofisiologi Jika terjadi perdarahan, hal ini akan menurunkan tekanan pengisisan pembuluh darah rata-rata sehingga menurunkan aliran darah balik ke jantung yang akhirnya menurunkan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada organ :
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung menurun, maka tahanan vascular sistemik berusaha meningkatkkan tekanan sistemik untuk mencukupi perfusi ke jantung dan otak melebihi organ lain, khususnya GIT. Disaat MAP jatuh ≤ 60 mmHg, aliran ke organ akan menurun drastis sehingga fungsi sel di semua organ terganggu.
Neuroendokrin Jika terjadi hipovolemia, hipotensi dan hipoksia, hal ini akan dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor tubuh yang memberikan respon autonom tubuh seperti : ↓ aktivitas parasimpatis ke jantung heart rate ↑ ↑ aktivitas simpatis ke jantung kontraktilitas jantung ↑ ↑ simpatis ke vena vasokonstriksi ↑ venous return ↑ ↑ simpatis ke arteriol ↑ resistensi perifer total
Kardiovaskular Hipovolemik ↓ pengisian ventrikel ↓ cardiac output. Peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat, namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
Gastrointestinal Penurunan aliran darah ke GIT peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati vasodilatasi dan peningkatan metabolisme depresi jantung.
Ginjal Aliran darah ke ginjal kurang tahanan arteriol aferen meningkat mengurangi laju filtrasi glomerulus dengan aldosteron dan vasopressin produksi urin menurun. (Sudoyo, AW et al. 2006)
b. Manifestasi klinis :
Hipovolemia ringan ( ≤ 20% volume darah) takikardi ringan dengan sedikit gejala yang tampak
Hipovelemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien cemas, takikardi jelas nampak. TD bisa normal saat berbaring namun dapat ditemukan hipotensi ortostatik.
Hipovolemia berat gejala klasik syok akan muncul, TD menurun drastis dan tidak stabil meski berbaring, takikardi hebat, oliguria, agitasi atau bingung (Sudoyo, AW et al. 2006).
c. Manifestasi umum syok hipovolemik :
Kecemasan atau agitasi
Kulit teraba dingin
Kebingungan
Output urin menurun sampai tidak ada
Kelelahan
pale skin color
Nafas cepat
Berkeringat dingin
Penurunan kesadaran hingga pingsan. (Jacob, 2010)
2. Syok Kardiogenik a. Patofisiologi Paradigma lama yang mendasari syok kardiogenik depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, TD rendah, insufisiensi koroner penurunan kontraktilitas dan curah jantung.
Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada pasien IM, diduga aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan peninggian kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya mempunyai efek buruk multiple antara lain :
Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
Efek terhadap metabolism glukosa
Efek proinflamasi
Penurunan responsivitas katekolamin
Merangsang vasodilatasi sistemik (Sudoyo, AW et al. 2006).
b. Manifestasi klinis :
Pasien IMA → nyeri dada akut dan memiliki riwayat PJK sebelumnya.
Pasien dengan aritmia mengeluh adanya palpitasi, presinkop, sinkop atau merasa irama jantung berhenti sejenak → pasien merasa letargi akibat berkurangnya perfusi ke system saraf pusat.
Tekanan darah sistolik turun sampai < 90 mmHg bahkan sampai 80 mmHg
Denyut jantung meningkat dan rapid pulse akibat stimulasi simpatis
Frekuensi pernapasan meningkat (rapid breathing) akibat kongesti paru
Pemeriksaan dada menunjukkan ronki
Peningkatan distensi vena-vena di leher
Irama gallop disfungsi ventrikel kiri. (Sudoyo, AW et al. 2006).
Pale skin color or blotchy (mottled) skin
Pasien berkeringat banyak kulit basah
Kulit dingin
Penurunan status mental : kehilangan kemampuan konsentrasi dan kehilangan kesiagaan
Koma (Berger, 2010)
3. Syok Septik
a. Patofisiologi
b. Manifestasi umum syok septic :
Demam, menggigil, nyeri otot gejala infeksi yang identik pada syok septik
Takikardi
Takipnea (alkalosis respiratorik), hipoksemia
Ekstremitas dingin
Kepala terasa ringan
TD rendah terutama saat berdiri
Palpitasi
Produksi urin menurun bahkan tidak ada
Agitasi, letargi, atau kebingungan
Skin rash or discoloration
Proteinuria
Leukositosis, Eosinopenia
Hipoferemia, iritabilitas, lemah, fungsi hati abnormal ringan, hiperglikemia pada DM
Pada keadaan sepsis berat : hipotermia, syok, asidosis laktat, sindrom gagal napas dewasa, azotemia, oliguria, leukopenia, trombositopenia, anemia, koma, peradarahan saluran pencernaan bagian atas, hipoglikemia. (Sudoyo, AW et al. 2006).
4. Syok Anafilaksis a. Patofofisiologi Syok ini disebabkan karena masuknya antigen yang sangat sensitif untuk seseorang ke dalam sirkulasi sehingga menyebabkan suatu reaksi antigenantibodi. Efek utamanya ialah, basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan prekapiler melepaskan histamine, histamin tersebut menyebabkan :
Kenaikan kapasitas vascular akibat dilatasi vena penurunan venous return secara nyata
Dilatasi arteriol tekanan arteri menjadi sangat menurun
Meningkatnya permeabilitas vascular hilangnya cairan dan protein kedalam ruang jaringan secara cepat.
Hasil akhirya merupakan suatu penurunan yang luar biasa pada aliran balik vena menimbulkan syok serius. (Sudoyo, AW et al. 2006).
Gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan organ sasaran. Sistem
Gejala dan tanda
Umum
Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa
prodromal
tak enak di dada dan perut, rasa gatal di hidung dan palatum
Pernapasan Hidung
Hidung gatal, bersin dan tersumbat
Laring
Rasa tercekik, suara serak. Sesak napas, stridor, edema,
spasme Lidah
Edema
Bronkus
Batuk, sesak, mengi, spasme
Kardiovaskular
Pingsan, sinkop, palpitasi, takikardia, hipotensi syok, aritmia. Pada EKG gelombang T datar, terbalik, atau tanda-tanda infark miokard
Gasrointestinal
Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang kadang disertai darah, peristaltik usus meninggi
Kulit
Urtikaria, angiodema di bibir, muka atau ekstremitas
Mata
Gatal, lakrimasi
SSP
Gelisah, kejang
(Sudoyo, AW et al. 2006).
5. Syok neurogenik a. Patofisiologi
Hilangnya tonus vasomotor penurunan venous tone (dilatasi vena) penumpukan darah di vena
Reaksi vasovagal berlebihan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus perfusi ke otak berkurang
Rangsangan parasimpatis ke jantung memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Contoh : gangguan emosional pingsan
Obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor
Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan
meningkatkan
vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop. (Sudoyo, AW et al. 2006).
b. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis hampir sama dengan syok pada umumnya, tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda :
Tekanan darah turun
Nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)
Kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia
Pusing
Pingsan. (Sudoyo, AW et al. 2006)
Patofisiologi syok secara umum
E. PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan Fisik
Vital sign o Resting takikardi (<90/mnt). o Bradikardi pada perdarahan akut. Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Pasien dengan infark ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi sangat kecil kemungkinannya menyebabkan kongesti paru. o Hipotensi pada posisi supinasi Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <80 mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya cenderung meningkat sebagai stimulasi simpatis, demikian pula dengan frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat sebagai akibat dari kongesti paru. (Price, 2006)
Orthostatik vital sign o Berubah posisi dari supinasi ke posisi berdiri : 7-8 mL/kg darah berpindah ke ekstremitas bawah. Perubahan postural signifikan : peningkatan angka pulsasi 30x/mnt, penurunan TD >20 mmHg, dan pusing saat berdiri. (Price, 2006)
Inspeksi o Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab, pucat, dan vena kulit kolaps o Tanda-tanda dehidrasi seperti: Turunnya turgor jaringan; Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta Bola mata cekung. (Price, 2006)
2. Pemeriksaan Penunjang a. Elektrokardiografi (EKG) : Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menentukan etiologi dari syok (kardiogenik). Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut. Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel kanan maka akan terlihat proses di sadapan jantung sebelah kanan (misalnya elevasi ST di sandapan V4R). Begitu pula bila gangguan irama atau aritmia sebagai etiologi terjadinya syok kardiogenik, maka dapat dilihat melalui rekaman aktivitas listrik jantung tersebut. (Sudoyo, 2006) b. Foto Roentgen Dada Pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai kardiomegali, terutama pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru menunjukkan kecil kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan hipovolemia. (Sudoyo, 2006) c. Ekokardiografi Modalitas pemeriksaan yang non-invasif ini sangat banyak membantu dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan ini relatif cepat, aman dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien (bedside). Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya pada defek septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade. (Sudoyo, 2006) d. Pemantauan Hemodinamik Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel kin yang berat, akan terjadi peningkatan tekanan baji paru.
Bila pada pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru lebih dari 18 mmHg pada pasien infark miokard akut menunjukkan bahwa volume intravaskular pasien tersebut cukup adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau hipovolemia yang signifikan, akan menunjukkan tekanan baji pembuluh paru yang normal atau lebih rendah. Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterload (resistensi vaskular sistemik). Minimalisasi afterload sangat diperlukan, karena bila terjadi peningkatan afterload akan menimbulkan efek penurunan kontraktilitas yang akan menghasilkan penurunan curah jantung. (Sudoyo, 2006) e. Saturasi oksigen Pemantauan saturasi Oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan pemasangan kateter Swan-Ganz yang juga dapat mendeteksi adanya VSD. Bila darah yang kaya oksigen dariLV ke RV maka akan terjadi saturasi oksigen yang step-up bila dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal. (Sudoyo, 2006) f. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium bertujuan untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit
Nilai hematokrit akan rendah jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan,.
nilai hematokrit menjadi tinggi jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental. (Price, 2006)
F. Penatalaksanaan 1. Penatalaksaan Awal Syok Akibat Trauma a. Pemeriksaan Jasmani Pemeriksaan jasmani diarahkan pada diagnosis cedera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. (ATLS, 2007)
Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
Sirkulasi-Kontrol Perdarahan Termasuk dalam prioritas adalah menghentikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsungpada tempat perdarahan. PASG (Pneumatic Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh mengganggu resusitasi cairan yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal.
Disability-Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan tingkat kesadaran, peregerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Exposure-Pemeriksaan Lengkap Langkah selanjutnya yaitu menelanjangi penderita dan diperiksa dari ubunubun sampai ke jari kaki. Namun di sini diperhatikan agar tak terjadi hipotermia. Pemakaian penghangat cairan maupun cara-cara penghangatan internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah hipotermia.
Dilatasi Lambung-Dekompresi Keadaan ini biasanya terjadi pada penderita trauma khususnya anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sangat sulit. Dekompensasi lambung dilakukan dilakukan dengan memasukkan selang pipa ke dalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun keadaan ini masih mungkin terjadi aspirasi.
b. Akses Pembuluh Darah
Harus segera didapatkan akses pembuluh darah. Ini paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimum 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. (ATLS, 2007)
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan akses pembuluh darah sentral. (ATLS, 2007)
Jika kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga dilakukan pada saat ini. (ATLS, 2007)
c. Terapi Awal Cairan Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk mengisi resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravascular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vascular dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intravascular. Larutan Ringer Laktat adalah larutan cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua, namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik dan kemungkinan bertambah besar jika fungsi ginjalnya kurang baik. (ATLS, 2007)
Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 L pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak. Ini sering membutuhkan penambahan pemasangan alat pompa infuse. (ATLS, 2007)
2. Penatalaksanaan Lanjutan Pada dasarnya, tujuan penanganan syok adalah;
a. Mempertahankan tekanan arterial rerata (mean) di atas 60 mmHg (pada orang dewasa normal) . Tujuannya untuk menjamin perfusi yang memadai pada organorgan vital b. Mempertahankan aliran darah pada organ-organ yang paling sering mengalami kerusakan akibat syok, misalnya, ginjal, hepar, SSP, serta paru-paru c. Mempertahankan kadar laktat arterial di bawah 22mmol/L. (Braunwald, 2001)
Terapi dilakukan setelah melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang tersebut di atas selesai dan bila keadaan syok berat atau progresif. Bila keadaan pasien telah stabil, pemeriksaan 19orepineph konvensional yang lebih komprehensif. Evaluasi respons terhadap intervensi terapeutik inisial
Syok harus ditangani di unit perawatan intensif dan harus dipantau terus-menerus dengan monitoring EKG serta pemasangan kateter arteri yang dibiarkan di tempatnya untuk mengukur tekanan sistolik, 19orepinep, dan tekanan arteri rata-rata pada setiap denyut jantung.
Pada kasus syok yang tidak bisa dipulihkan dengan cepat, harus dilakukan pengukuran serial tekanan pengisian ventrikel kiri serta kanan dan pengukuran curah jantung. Pengukuran yang sering terhadap gas darah arterial (PO2, PCO2, dan pH), kadar elektrolit, darah lengkap dan berbagai parameter pembekuan untuk memantau kemajuan pasien dan menilai efek terapi.
Pengukuran kadar kalsium dan fosfor serum, tergantung pada keadaan klinis dan kebutuhan yang dirasakan untuk menilai respon terhadap terapi. (Braunwald, 2001 ; ATLS, 2007)
G. PROGNOSIS
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi ireversibel. Beberapa organ terserang cepat dan lebih nyata daripada yang lain. Seperti telah diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan syok. (Robbins, 2007)
Syok dapat diobati jika penatalaksaanan dilakukan dengan cepat. Jika penanganan yang terlambat dapat mengakibatkan adanya banyak gejala-gejala yang dapat megakibatkan terjadinya penurunan cairan plasma dalam tubuh yang dapat mengakibatkan kematian. (Robbins, 2007)
Prognosis berbeda-beda sesuai asal dan lama syok terjadi. Oleh karena itu, 80% pasien usia muda (meskipun tidak sehat) dengan syok hipovolemik berhasil bertahan hidup melalui penatalaksanaan yang tepat, sementara syok kardiogenik yang disertai infark miokard luas atau syok gram negatif menimbulkan angka kematian sebesar 75%, meskipun dengan perawatan yang tercanggih. (Robbins, 2007)
H. KOMPLIKASI Selain bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhan terhadap oksigen, terjadi beberapa perubahan lain. Metabolisme anaerob diinduksi oleh syok sehingga miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong berlanjutnya kerusakan sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke bawah dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas dan dapat berakibat gangguan sebagai berikut : (Price, 2006) 1. Gangguan Ginjal Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran urin kurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya disertai dengan berkurangnya keluaran urin. Retensi kompensatorik natrium dan air menyebabkan berkurangnya kadar natrium urin. Sejalan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal ginjal akut. (Price, 2006)
Insufisiensi ginjal akut Aliran darah rendah pada glomelurus menyebabkan anoksi pada tubulus ginjal dan perubahan susunan sel-sel nephron. Penyebabnya mungkin yaitu endotoksin ( syok septik), mioglobin ( trauma otot), atau asidosis. Volume urin kurang dari 350 ml/ hari dengan riwayat keadaan aliran rendah, harus membuat pengamat waspada akan adanya insufisiensi ginjal. Sedimen urina menunjukkan silinder tubular, granular atau eritrosit. (Price, 2006)
2. Gangguan pernafasan Gangguan pernapasan terjadi akibat syok. Komplikasi yang mematikan adalah gagal napas berat. Kongesti paru dan edema intraalveolar akan mengakibatkan hipoksia dan menurunnya gas darah arteri. Selain itu, dapat terjadi atelektasis dan infeksi paru. Faktor-faktor ini memicu terjadinya syok paru-paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom gawat napas dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan, demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal jantung ke belakang. (Price, 2006)
Sindroma gawat pernapasan dewasa(ARDS) Dapat timbul pada setiap tipe aliran rendah dan pada dasarnya merupakan sindroma kebocoran kapiler vaskular pulmonalis. penyebab utama permeabilitas ini:
Volume resusitasi berlebihan menaikkan tekanan hidrostatik pada pada pembuluh darah dan mendorong plasma ke membrana vaskular alveolus, sehingga mengganggu difusi oksigen
Permeabilitas kapiler dapat terjadi karena reaksi komplemen terhadap endotoksin pada septikemia.
Penyebab lain yaitu toksin yang terhirup seperti oksigen, asap, dan bahan kimia erosif, emboli lemak dan gangguan hematologi, transfusi darah yang besar dan pintas kardiopulmoner yang lama. (Price, 2006)
3. Gangguan Fungsi Hati Syok berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan fungsi sel hati. Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat terjadi nekrosis hati masif dengan
syok berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, AST dan alanin aminotransferase (ALT, dulu disebut SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang mengawali komplikasi-komplikasi ini. (Price, 2006)
4. Gangguan Saluran Cerna Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis hemoragik pada usus besar. Cedera usus besar dapat memperberat syok melalui penimbunan cairan pada usus dan absorpsi bakteri dan endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan syok. (Price, 2006)
5. Koagulasi Intravaskular Diseminata (Dic) Dalam keadaan normal, aliran darah otak biasanya menunjukkan autoregulasi yang baik, yaitu dengan berdilatasi sebagai respons terhadap berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah otak ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai bila MAP di bawah 60 mm Hg. Selama hipotensi berat dapat dijumpai gejala defisit neurologik. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika pasien pulih dari syok, kecuali jika disertai gangguan serebrovaskular. (Price, 2006)
Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi penggumpalan komponen-komponen sel intravaskular sistem hematologik, yang akan meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat terjadi selama syok, yang akan memperburuk keadaan klinis. (Price, 2006)
Sindrom ini terjadi sebagai komplikasi dari semua tipe syok sirkulasi. Sindrom ini dibagi menjadi tahap:
Koagulopati konsumsi
Koagulopati primer
Koagulopati dilusi
Reaksi abnormal sistem fibrinolitik yang mengontrol pembekuan darah. Bila perdarahan sangat hebat, pembentukan trombin sangat meningkat dan trombin memungkinkan
koagulasi. Sebagian besar protein koagulasi disintesis di dalam hati. Bila fungsi terganggu, pembentukan protein pembekuan darah ini kalah cepat dengan konsumsinya, sehingga menimbulkan koagulopati konsumsi. (Price, 2006)
I. Perbedaan syok Tipe Syok
Hipovolemik
Kardiogenik
Septik
Neurogenik
Anafilaktik
Penyebab
Kekurangan
Kegagalan
Infeksi
Reaksi
Reaksi
cairan
fungsi
sistemik
vasovagal
imun
intravaskular
pemompaan
berat
berlebihan
berlebihan
Tekanan
normal
Normal
darah
atau
Tekanan nadi
Normal
jantung
Normal
atau Denyut nadi
+/++
+
Isi nadi
Kecil
Normal
+/++ atau Besar
Lambat
+/++
Normal
Normal
kecil
atau kecil
Vasokontriksi
Normal atau
perifer Suhu kulit
Dingin
Dingin
Hangat
Warna kulit
Pucat
Normal
atau Merah
pucat Tekanan vena Normal atau Tinggi
Normal
sentral
atau
rendah
Normal
Dingin
Normal atau Normal pucat
atau pucat
Normal
Normal atau rendah
rendah Diuresis
Normal
EKG
Normal
Abnormal
Normal
Normal
Normal
Foto paru
Normal
Oedem
Oedem
Normal
Normal
infiltrat (Sjamsuhidajat, 2004 )