MAKALAH TEORI BEHAVIORISME BAB I PENDAHULUAN Dalam menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori
belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Salah satunya adalah teori belajar behavioristik, Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu
adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Perubahan
terjadi
melalui
rangsangan
(stimulans)
yang
menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukumhukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik
yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan
respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi titik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Teori Behavioristik: 1. Mementingkan faktor lingkungan 2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4. Sifatnya mekanis
5. Mementingkan masa lalu
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat
pada guru, bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori
behavioristik mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang
membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan
sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka
meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau puji.
BAB II PEMBAHASAN TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang
merupakan salah satu aliran psikologi. Teori belajar behavioristik ini
dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.[1]
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam
hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap
telah
belajar
sesuatu
jika
ia
dapat
menunjukkan perubahan tingkah lakunya.[2] Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia
belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti; kerja bakti, ronda dll.
Menurut teori ini yang terpenting adalah :
1. Masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output
yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat perkalian, alat peraga, pedoman kerja atau
cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan
guru tersebut. Teori ini juga mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
2. Penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon. Misalnya, ketika peserta didik diberi
tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya, maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif dalam belajar, begitu juga sebaliknya. Prinsip-prinsip behaviorisme adalah :
a. Objek psikologi adalah tingkah laku
b. Semua bentuk tingkah laku dikemalikan kepada reflek c. Mementingkan terbentuknya kebiasaan.[3]
B. Tokoh-Tokoh
dan
Pemikirannya
terhadap
Teori
Belajar
Behavioristik. a. Thorndike : koneksionisme. Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog
berkebangsaan Amerika. Menurutnya, belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S) yang mungkin berupa pikiran, perasaan
atau gerakan dan Respon (R) yang juga berupa pikiran, perasaan atau gerakan.
Stimulus adalah perubahan dari lingkungan exsternal yang
menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi/ berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui
bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui
usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan kegagalankegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah Trial and Error learning atau selecting and conecting learning
dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme atau asosiasi.
Edward L. Thorndike dalam teori connectionism dari Amerika
Serikat, menyatakan bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara
kesan panca indera dan inplus untuk bertindak atau terjadinya
hubungan antara stimulus dan respon disebut Bond, sehingga
dikenal dengan teori S – R Bond. Didalam belajar terdapat dua hukum, yaitu hukum primer dan hukum sekunder. Hukum primer terdiri dari :
1. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena
penyesuaian
memberikan kepuasan
diri
dengan
sekitarnya
yang
akan
2. Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan sangat kuat bila sering dilakukan diklat dan pengulangan
3. Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan Hukum sekunder terdiri dari :
1. Law of Multiple Response, yaitu sesuatu yang dilakukan dengan
variasi uji coba dalam menghadapi situasi problematis, maka salah satunya akan berhasil juga.
2. Law of Assimilation, yaitu orang yang mudah menyesuaikan diri dengan situasi baru, asal situasi itu ada unsur bersamaan
3. Law of Partial Activity, seseorang dapat beraksi secara selektif terhadap kemungkinan yang ada di dalam situasi tertentu.[4]
b. Watson : Conditioning
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang
dimaksud harus dapat di amati (observable) dan dapat di ukur. Jadi meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu di perhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behaviorist murni, karena kajianya
tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata,
yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Hanya dengan asumsi
seperti itulah – menurut watson - kita dapat meramalkan perubahan c.
apa yang bakal terjadi pada siswa. Edwin Guthrie : Conditioning.
Azas belajar guthrie yang utama adalah hukum kontinguity.
Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena
gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus
sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan
respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan
stumulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
d. Skinner : Operant conditioning
Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang
dikenal sebagai seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa
perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
Menagement kelas menurut skinner adalah berupa usaha
untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak
memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut oleh para
guru dan pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan
teori belajar Behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan programprogram pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons
serta
mementingkan
faktor-fktor
penguat
merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh skinner.[5]
Menurut skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus
dan burung merpati – unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi penguatan ( penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau
penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara
lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner tidak percaya pada asumsi yang dikemukakan guthrie
bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut skinner :
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama
3. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman
4. Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang
diperbuatnya. Skinner lebih percaya dengan apa yang disebut e.
penguatan baik negatif maupun positif.[6]
Pavlov : Classic Conditioning Dalam
pemikiranya
Pavlov
berasumsi
bahwa
dengan
menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Berangkat dari asumsi
tersebut
Pavlov
mengadakan
eksperimen
dengan
menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang
memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihanya secara hakiki, manusia berbeda dengan binatang.
Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan
operasi leher pada seekor anjing. Sehingga keluar kelenjar air liurnya
dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluar
air liur anjing tersebut. Kemudian dalam percobaan berikutya sebelum makanan diperlihatkan, diperlihatkanlah sinar merah
terlebih dahulu, kemudian baru makanan. Dengan sendirinya air
liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan demikian di lakukan berulang-ulang,
maka
pada
suatu
ketika
dengan
hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan merah
rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari
eksperimen tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat
di ketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan oleh sinar merah sebagai stimulus yang dikondisikan
(conditioned stimulus).[7] Ketika sinar merah di nyalakan ternyata
air liur anjing keluar sebagai respon-nya. Pavlov berpendapat bahwa kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat dilatih sebagaimana tersebut.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata
dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing.
Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan
menerapkan strategi pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapatkan
pengulangan
respon
yang
diinginkan,
sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
C. Aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu
karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak
berubah pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada
melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon.[8] Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap
arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan
model
hubungan
stimulus
responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada
teori behavioristik yang dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan
(2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran, langkahlangkah pembelajara tersebut antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal siswa Menentukan materi pembelajaran
Memecah materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dsb Menyajikan materi pembelajaran
Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes atau kuis, latihan atau tugas-tugas
Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa
Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman Memberikan stimulus baru
10. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman
11. Evaluasi belajar[9]
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai
objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum
yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga
dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan
atau
ketidakmampuan
dalam
penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta
didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
D. Tujuan Pembelajaran Behaviorism Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic,
yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. 1. Berkomunikasi
atau
transfer
prilaku
adalah
pengambaran
pengetahuan dan kecakapan peserta didik (tidak mempertimbangkan proses mental
2. Pengajaran adalah untuk memperoleh keinginan respon dari peserta didik yang dimunculkan dari stimulus
3. Peserta didik harus mengenali bagaimana mendapatkan respon sebaik mungkin pada kondisi respon diciptakan.[10]
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib
dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara
terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil
belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran,
dan biasanya
dilakukan
setelah selesai
kegiatan
pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
E. Prinsip-prinsip teori Pembelajaran Behavioristik Dalam pembelajaran behaviorisme pembelajaran merupakan
penguasan respons (Acquisition of responses) dari lingkungan yang
dikondisikan. Peserta didik haruslah melihat situasi dan kondisi apa yang yang menjadi bahan pembelajaran.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran behavioristik
Menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku.
1. Mengunakan prinsip penguatan, yaitu untuk menidentifikasi aspek paling diperlukan dalam pembelajaran untuk mengarahkan kondisi
agar peserta didik dapat mencapai peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
2. Menidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk menetapkan pencapaian tujuan pembelajaran.
3. Lebih
menekankan
pembelajaran.[11]
pada
hasil
belajar
daripada
proses
Dan Skinner juga memuat dalam bukunya tentang prinsip-prinsip
behavioristik, berikut ini prinsip yang dikemukakan oleh skinner dalam
bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Beberapa prinsip Skinner:
1) Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. 3) Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4) Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
5) dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6) Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
7) Dalam pembelajaran digunakan shaping. [12]
F. Kelebihan dan kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik Kelebihan, kekurangan dan permasalahan yang muncul dalam
pembelajaran. Sesuai dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran
yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang diikuti
contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan
pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran
berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus
segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. 1) Kelebihan
Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviouristik terdapat beberapa kelebihan di antaranya :
a) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
b) Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh
kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur
seperti:
kecepatan,
kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
spontanitas,
c) Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan
d) Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi
dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentukbentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.[13]
2) Kekurangan
Teori Thorndike terlalu memandang manusia sebagai mekanisme dan otomatisme disamakan hewan.
a) Memandang belajar merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon
b) Mengabaikan pengertian belajar sebagai unsure pokok c) Proses belajar berlangsung secara teoritis
Selain teorinya, beberapa kekurangan perlu dicermati guru dalam menentukan teknik lain:
pembelajaran yang mengacu ke teori ini, antara
1) Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap
2) Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini
3) Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi
siswa yaitu guru sebagai
sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid
4) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
5) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh
behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
6) Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
G. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar adalah sebagai suatu
proses perubahan tingkah laku. Reinforcement dan punishment sebagai stimulus untuk merangsang pembelajar dalam berperilaku. Pendidik yang
masih
menggunakan
kerangka
behavioristik
biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu.
Bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Diantara teori tersebut, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat
(reinforcement),
merupakan
program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik
memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan
pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pembelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam
proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
3. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan
kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat
negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar
respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan.
Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka
hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah)
dan
pengurangan
ini
mendorong
pebelajar
untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.
BAB III PENUTUP Behavioristik merupakan salah aliran psikologi yang memandang
individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Menurut teori ini, peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Refleks
yang bisa meberikan respons kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus
untuk
merangsang
pebelajar
dalam
berperilaku.
Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut
pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik.
a. Pavlov : Classic Conditioning
b. Skinner : Operant conditioning c. Edwin Gut hrie : Conditioning d. Watson : Conditioning
e. Thorndike : koneksionisme.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung
dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta : PT. Asdi Mahasatya, 2004
B. Uno, Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006
Bambang warsita, Teknologi pembelajaran, Rineka cipta, 2008.
Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005
Kamalfachri,
“Teori
behavioristik
Behavioristik”,
dan
dalam
Website
Permaslahan/Kamalfachri.
diakses pada tanggal 2 Juni 2011.
file:///H:/Teori
Weblog.htm,
data
Gage, N.L., & Berliner, D. Educational Psychology, 1979.
Hall S. Calvin & Lindzey, Gardner, Psikology kebribadian 3, Teori-Teori sifat dan behavioristik(diterjemahkan dari bukuTheories of personality, New york, Santa barbara Toronto, 1978) , yogyakarta: Kanisius, 1993.
Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Pranada Media Group, 2009
Skinner, The Behavior of Organism, 1989. Slavin, Belajar dan Pembelajaran, 2000.
Sukardjo, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009
Yamin, Martinis, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Gaung Persada Press, 2011
Hal. 13
[1] Gage, N.L., & Berliner, D. Educational Psychology. 1979.
[2] Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2005, Hal. 20
[3] Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta :
Pranada Media Group, 2009, Hal. 6
[4] Ibid. Hal. 7
[5] Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2005. Hal. 24
[6] Ibid. Hal. 25
[7] Hall S. Calvin & Lindzey, Gardner, Psikology kebribadian 3,
Teori-Teori sifat dan behavioristik(diterjemahkan dari bukuTheories of
personality, New york, Santa barbara Toronto, 1978) , yogyakarta: Kanisius 1993, Hal. 202
[8] Slavin, Belajar dan Pembelajaran. 2000. Hal. 143
[9] Riyanto, Yatim, Paradigma..., Jakarta : Pranada Media
Group, 2009, Hal. 30
[10] Yamin, Martinis, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta :
Gaung Persada Press, 201. Hal. 18
[11] Bambang warsita, Teknologi pembelajaran, Rineka cipta,
Thn. 2008. Hal. 88
[12] Skinner, The Behavior of Organism. 1989. Hal. 65
[13] Kamalfachri, “Teori Behavioristik”, dalam Website
file:///H:/Teori behavioristik dan Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm, data diakses pada tanggal 2 Juni 2011.